ETOS KERJA DAN ETIKA KERJA DALAM KONSEP (1)

Tugas Kelompok

Dosen pengampuh

Manajemen Syariah

Yessi Nesneri, SE. MM

ETOS KERJA DAN ETIKA KERJA DALAM KONSEP
MANAJEMEN SYARIAH

DISUSUN
O
L
E
H

KELOMPOK 6
ALFAN SYUKRI HASIBUAN
ENDANG SURYANI
WINDA UTARI

YUSUF SATRIO BIMO
VICKY VARMA EDWARD

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2016

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan
pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi
ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah
yang berkenaan dengan kerja.
Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup
selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam
ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah,

Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada
mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya kita
kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan
tadi.
Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja
yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilainilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika
adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau
seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).
Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang
nilai, norma. Etika dalam istilah umum adalah ukuran perilaku yang baik. Bahkan ada
yang berpendapat bahwa islam itu akhlak karena mengatur semua perilaku kita, mulai
dari tidur sampai bangun kembali bahkan sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika
atau moral dalam bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang
didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada
hakikatnya adalah untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong
pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam
praktek bisnis.


2

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dikaji
dalam pembuatan makalah ini. Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian etos kerja dalam konsep manajemen
syariah ?
2. Jelaskan landasan hukum tentang etos kerja syariah?
3. Jelaskan etika kerja dalam Islam?
4. Jelaskan mengenai karakteristik etos kerja sesuai syariah ?
5. Jelaskan prinsip dasar etos kerja dalam Islam ?
6. Jelaskan mengenai sikap meneladani etos kerja Rasululah?
7. Jelaskan pengertian etika bisnis syariah?
8. Jelaskan landasan hukum dalam bisnis syariah?
9. Jelaskan prinsip-prinsip dasar etika bisnis dalam konsep manajemen syariah?
10. Jelaskan panduan Rasulullah dalam etika bisnis ?
11. Jelaskan mengenai perbedaan antara etika bisnis konvensional dengan etika
bisnis syariah ?


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian etos kerja syariah .
2. Mahasiswa dapat memahami landasan hukum tentang etos kerja syariah.
3. Mahasiswa dapat memahami etika kerja dalam Islam.
4. Mahasiswa dapat memahami mengenai karakteristik etos kerja sesuai syariah.
5. Mahasiswa dapat memahami prinsip dasar etos kerja dalam Islam.
6. Mahasiswa dapat memahami mengenai sikap meneladani etos kerja Rasululah.
7. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian etika bisnis syariah.
8. Mahasiswa dapat memahami landasan hukum dalam bisnis syariah.
9. Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip dasar etika bisnis syariah.

3

10. Mahasiswa dapat memahami panduan Rasulullah dalam etika bisnis.
11. Mahasiswa dapat memahami

mengenai


perbedaan antara etika bisnis

konvensional dengan etika bisnis syariah.

BAB II
PEMBAHASAN
ETOS KERJA DAN ETIKA BISNIS DALAM KONSEP MANAJEMEN SYARIAH
2.1 Etos Kerja Dalam Konsep Manajemen Syariah
2.1.1 Pengertian Etos Kerja Syariah
Etos berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti sikap, kepribadian, watak,
karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi
juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan,
pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
Secara terminologis kata etos, mengalami perubahan makna yang luas, digunakan
dalam tiga pengertian berbeda, yaitu :
 Suatu aturan umum atau cara hidup
 Suatu tatanan aturan perilaku
 Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat tingkah laku.
Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya, serta sistem nilai yang
diyakininya. Kata etos dikenal pula dengan etika. 1 Berikut pengertian etos menurut

beberapa ahli, yaitu :
1. Etos menurut Geertz, diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan
dunia yang dipancarkan hidup.
2. Menurut O.P. Simorangkir, etos merupakan norma-norma, nilai-nilai, kaidahkaidah, ukuran-ukuran bagi tingkah laku yang baik.2
3. Menurut Toto Tasmara, etos adalah suatu yang diyakini atau keyakinan, cara
berbuat, sikap atau persepsi.
1 http://www.wikipedia.co.id/etos kerja
2 http://www.arenabelajar.blogspot.com/etos kerja dalam Islam

4

4. Menurut Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan
sebagai kecenderungan atau karakter, sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda
dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya
adalah tentang etika.
Sedangkan pengertian kerja Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
susunan

WJS


Poerdarminta

mengemukakan

bahwa

kerja

adalah

perbuatan melakukan sesuatu. Dalam Islam, Rohadi Abdul Fatah,
mengungkapkan pengertian kerja dapat dibagi menjadi dua bagian ,
yaitu :
1. Pertama, kerja dalam arti sempit adalah kerja untuk memenuhi tuntutan manusia
berupa sandang, pangan, dan papan yang merupakam kebutuhan bagi setiap
manusia dan muaranya adalah ibadah.
2. Kedua, pengertian ibadah dalam arti umum, yaitu semua bentuk usaha yang
dilakukan manusia baik dalam hal materi atau non materi, intelektual, atau fisik
maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan dan keakhiratan.
Berikut merupakan pengertian kerja dalam islam menurut beberapa ahli, yaitu :

1. Menurut Toto Tasmara, bekerja adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan
mengerahkan seluruh asset, pikiran, dan dzikirnya untuk mengaktualisasika atau
menampakkan dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan
menempatkan dirinya bagian dari masyarakat yang terbaik. 3
2. Kerja menurut Taufik Abdullah, secara lebih khusus dapat diartikan sebagai
usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau suatu imperatif
dari diri maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang bersifat sakral.
Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah refleksi sikap
hidup seseorang yang mendasar dalam menghadapi kerja. Sedangkan etos kerja dalam
konsep manajemen syariah yaitu refleksi sikap hidup seseorang yang mendasar dalam
menghadapi kerja dan harus didasarkan pada niat beribadah karena Allah dalam rangka
mencari ma’isyah dan fadzilah Allah dengan sungguh-sungguh mencarinya.

3 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal. 121

5

2.1.2 Landasan Hukum Tentang Etos Kerja Syariah
1. QS. Al-Jumuah ayat 10

Artinya:“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(Al-Jumu’ah: 10)
2. QS. Al-Qashash ayat 77
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagian) negeri akhirat dan janagnlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan diakhirat di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
3. QS. Al-Baqarah ayat 202
Artinya :” Mereka itulah orang-orang yang mmendapat bagian dari apa yang
mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.
4. QS. Al-Isra ayat 26-27
Artinya :”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (26).
Artinya :” Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaa-saudara setan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.
5. QS. Al-A’raf ayat 31
Artinya: “Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap indah disetiap

(memasuki) mesji makan dan minumlah dan jengan berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.
6. QS Al-Isra ayat 29
Artinya :”Dan janganlah kamu jadikan tanganmun terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu menjadi tercela dan menyesal”.
7. QS. Al-Najm ayat 39

6

Artinya : “ Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakan”.4
Tugas

: (2.1.1-2.1.2) disusun oleh Alfan Syukri Hasibuan

Sumber : 1. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta :
Bandung. 2013
2. http://www.arenabelajar.blogspot.com/etos kerja dalam
Islam
2.1.3 Etika Kerja Dalam Islam

Etika kerja dalam Islam dibagi menjadi 5, yaitu :
1. Bekerja dengan niat mengabdikan diri kepada Allah
Dengan menyedari dan menghayati bahawa manusia adalah hamba Allah, maka
sewajarnyalah setiap manusia mengabdikan dirinya kepada Allah, dengan mengikuti
segala suruhan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya selaras dengan firman Allah Swt
yaitu :
“Wahai sekalian manusia! Sembahlah Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu
dan orang-orang yang terdahulu daripada kamu supaya kamu bertaqwa”. (Al-Baqarah :
21)
“Wahai orang-orang yang berilmu, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu
kepada Rasul dan kepada orang yang berkuasa dari kalangan kamu”. (An-Nisaa’ : 59)
2. Bekerja dengan ikhlas dan amanah
Bekerja dengan ikhlas bererti bekerja dengan sepenuh kerelaan dan dengan suci hati
untuk mencari keredhaan Allah. Setiap pekerja harus menyedari bahawa jawatan yang di
pegangnya adalah hasil permohonannya sendiri dan bukanlah ia dipaksa memenuhi
jawatan tersebut.
Maka dengan sendirinya wajarlah seseorang pekerja itu menjalankan tugasnya
dengan sepenuh kerelaan apalagi dengan kesedaran bahawa kerja yang dilaksanakan
olehnya itu adalah suatu amal saleh dalam usahanya mengabdikan diri kepada

4 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal. 130-132

7

Penciptanya di samping berusaha untuk menyara dirinya dan keluarganya yang dikasihi
dan berkhidmat kepada masyarakat.
“Sebaik-baik manusia ialah orang yang paling banyak bermanfaat bagi sesama
manusia“. (Riwayat Al-Quda’) “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya”. (An-Nisaa’ : 58) dan “Wahai orang yang
beriman, sempurnakanlah janjimu”. (Al-Maidah : 1)
3. Bekerja dengan tekun
Ketekunan adalah suatu sifat yang amat diperlukan oleh seseorang pekerja. Setiap
pekerja akan dapat meningkatkan kecekapan masing-masing menjalankan tugas sekiranya
mereka tekun, insya Allah. Rasulullah S.A.W. bersabda dengan maksud:
“Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu pekerjaan
dengan tekun”. (Riwayat Al-Baihaqi)
4. Bekerja dengan semangat gotong royong
Sikap bantu membantu di antara satu sama lain di antara pekerja, akan menimbulkan
suasana bekerja yang aman dan gembira. Suasana yang demikian pula akan
meningkatkan hasil dan mutu setiap pekerja. Firman Allah juga menegaskan dengan
maksud:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan…” (Al-Ma’idah : 2)
Semangat bergotong-royong adalah suatu ciri kebudayaan negara ini yang semestinya
dipupuk terus dan disuburkan semula. Di samping kita bergotong-royong menjalankan
tugas, kita juga hendaklah menggalakkan perbincangan sesama sendiri, bertukar fikiran,
untuk mengkaji masalah yang ada dan juga untuk menghadapi masalah yang mungkin
timbul.
5. Bekerja dengan orientasi kebahagiaan umat manusia
Setiap pekerja hendaklah memberi layanan yang sama kepada semua orang tanpa
membedakan suku, kaum ataupun agama orang lain, dalam ajaran Islam hendaklah
bekerja dengan adil dan menegakkan kebenaran, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT,
yaitu :
“Wahai orang yang beriman, hendaklah kamu sentiasa menjadi orang yang
menegakkan keadilan kerana Allah, lagi menerangkan kebenaran; dan jangan sekali-kali

8

kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan
keadilan“. (Al-Maidah : 8).5

2.1.4 Karakteristik Etos Kerja Sesuai Syariah
Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja
tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya. Ciriciri tersebut antara lain :
1. Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi
kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat
derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
2. Kemantapan atau perfectness
Kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara
teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal. Dalam
konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau mengembangkan
ilmunya dan tetap berlatih.6
3. Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.
Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya yang
luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni
mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap
pekerjaan yang baik. Bekerja sebagai motivasi ibadah semestinya selalu memberikan
yang terbaik. Selalu bekerja semaksimal mungkin bukan seadanya. Itulah yang disebut
ihsan (berbuat baik) dan itqan (hasil terbaik). Artinya etos kerja yang tinggi akan
terwujud jika seseorang bekerja dengan penuh berupa dorongan seperti dorongan ibadah,
ekonomi, dan bermanfaat bagi orang lain.7
4. Berkompetisi dan Tolong-menolong

5 http://www. fidiyanarani.blogspot.co.id/2014/05/etos-kerja-dalam-Islam
6 http://www.arenabelajar.blogspot.com/etos kerja dalam Islam
7 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal.125

9

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal
shalih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat
“amar” atau perintah, seperti “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu
sekalian dalam kebaikan. Oleh karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah
ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah
seram; saling mengalahkan atau mengorbankan. Akan tetapi, untuk saling membantu
(ta’awun).
5. Objektif (Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq, artinya mempunyai kejujuran dan
selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai yang benar
dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang
ada. Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan
ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan
tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong atau
menipu.
6. Disiplin atau Konsekuen
Selanjutnya sehubungan dengan ciri-ciri etos kerja tinggi yang berhubungan dengan
sikap moral yaitu disiplin dan konsekuen, atau dalam Islam disebut dengan amanah.
Sikap bertanggungjawab terhadap amanah merupakan salah satu bentuk akhlaq
bermasyarakat secara umum, dalam konteks ini adalah dunia kerja. Allah memerintahkan
untuk menepati janji adalah bagian dari dasar pentingnya sikap amanah. Untuk menepati
amanah tersebut dituntut kedisiplinan yang sungguh-sungguh terutama yang berhubungan
dengan waktu serta kualitas suatu pekerjaan yang semestinya dipenuhi.
7. Konsisten dan Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran sehingga
menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang
dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem
yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi
secara nyata.
8. Percaya diri dan Kemandirian

10

Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka,
karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia
tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang
ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri
sendiri merupakan hal sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.
9. Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan. Jika orang mengatakan bahwa
agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan
harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak
mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan
agama, akal yang sehat dan ‘urf (kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta
tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku hemat dan efisien dalam
pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal. Namun sifat hemat di sini tidak
sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau bakhil. 8

Tugas : (2.1.3-2.1.4) disusun oleh Vicky Varma Edward
Sumber : 1. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta :
Bandung. 2013.
2. http://www. fidiyanarani.blogspot.co.id/2014/05/etos-kerja-dalamIslam

2.1.5 Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam
Prinsip-prinsip dalam etos kerja dalam konsep manajemen islami,meliputi :
1. Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan
maupun cara menjalankannya. Contohnya, orang yang berprofesi sebagai
pedagang ikan di pasar. Murninya, pekerjaan ini adalah halal, namun jika
pedagang tersebut melakukan hal-hal yang tidak baik (membahayakan orang
lain), misalnya menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang
semula halal menjadi haram (‘haram lighairihi’).

8 http://www. fidiyanarani.blogspot.co.id/2014/05/etos-kerja-dalam-Islam

11

2. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah).
Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban hidup orang lain (benalu).
Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi
pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau
membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya
diatas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya,
diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).
3. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena
memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan
melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan
“Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan
tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri,
keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu
Majah).
4. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam
mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang
kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan
mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di
lingkungan sekitar.9

2.1.6 Meneladani Etos Kerja Rasululah
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan.
Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih
keridaan Allah SWT.
Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu
Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," tanya Rasul kepada Sa'ad.
"Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah
dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku".

9 http://kuliahdiawangawang.blogspot.co.id/2013/06/kinerja-dan-etos-kerjaislam.

12

Seketika itu beliau mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah
tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka".
Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat
Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para
sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu
dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rasul pun
menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu
adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah
lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar
tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR AthThabrani).
Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah
ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari
kerja
Tidak berlebihan bila keberadaan seorang manusia ditentukan oleh aktivitas kerjanya.
Allah SWT berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib manusia sebelum mereka
mengubah apa yang ada pada dirinya”,(QS Ar-Ra'd: 11). Dalam ayat lain diungkapkan
pula:
Artinya : “Dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya”. (QS An-Najm : 39).
Kisah di awal menggambarkan betapa besarnya penghargaan Rasulullah SAW
terhadap kerja. Kerja apapun itu selama tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan
agama. Demikian besarnya penghargaan beliau, sampaisampai dalam kisah pertama,
manusia teragung ini "rela" mencium tangan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari yang melepuh
lagi gosong. Rasulullah SAW, dalam dua kisah tersebut, memberikan motivasi pada
umatnya bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan termasuk bagian dari jihad.
Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan
para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun
hasanah, teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos
kerja islami, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara
tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau

13

menjalankan peran-peran dalam hidupnya. Ada lima peran penting yang diemban
Rasulullah SAW, yaitu :
1. Pertama, sebagai rasul.
Peran ini beliau jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu tersebut beliau harus
berdakwah menyebarkan Islam; menerima, menghapal, menyampaikan, dan menjelaskan
tak kurang dari 6666 ayat Alquran; menjadi guru (pembimbing) bagi para sahabat; dan
menjadi hakim yang memutuskan berbagai pelik permasalahan umat-dari mulai
pembunuhan sampai perceraian.
2. Kedua, sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen.
Tatkala memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik
"negara-negara sahabat". Rasul pun harus menata dan menciptakan sistem hukum yang
mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur perekonomian, dan
setumpuk masalah lainnya.

3. Ketiga, sebagai panglima perang.
Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin pertempuran melawan kafir
Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus mengorganisasi lebih dari 53 pasukan
kaveleri bersenjata. Harus memikirkan strategi perang, persedian logistik, keamanan,
transportasi, kesehatan, dan lainnya.
4. Keempat, sebagai kepala rumah tangga.
Dalam posisi ini Rasul harus mendidik, membahagiakan, dan memenuhi tanggung
jawab-lahir batin-terhadap para istri beliau, tujuh anak, dan beberapa orang cucu. Beliau
dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian terhadap keluarganya. Di tengah
kesibukannya Rasul pun masih sempat bercanda dan menjahit sendiri bajunya.
5. Kelima, sebagai seorang pebisnis.
Sejak usia 12 tahun pamannya Abu Thalib sudah mengajaknya melakukan perjalanan
bisnis ke Syam, negeri yang saat ini meliputi Syria, Jordan, dan Lebanon. Dari usia 17
hingga sekitar 20 tahun adalah masa tersulit dalam perjalanan bisnis Rasul karena beliau
harus mandiri dan bersaing dengan pemain pemain senior dalam perdagangan regional.

14

Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW
terbukti dengan "terpikatnya" konglomerat Mekah, Khadijah binti Khuwailid, yang
kemudian melamarnya menjadi suami. Afzalurrahman dalam bukunya, (Muhammad
Sebagai Seorang Pedagang), mencatat bahwa Rasul pun sering terlibat dalam perjalanan
bisnis ke berbagai negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain. Dan beliau mulai
mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun. Adalah kenyataan bila
Rasulullah SAW mampu menjalankan kelima perannya tersebut dengan sempurna,
bahkan menjadi yang terbaik. Tak heran bila para ilmuwan, baik itu yang Muslim maupun
non-Muslim, menempatkan beliau sebagai orang yang paling berpengaruh, paling
pemberani, paling bijaksana, paling bermoral, dan sejumlah paling lainnya.
Apa rahasia kesuksesan karier dan pekerjaan Rasulullah SAW?
1. Pertama, Rasul selalu bekerja dengan cara terbaik, profesional, dan tidak asalasalan. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang
darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya".
2. Kedua, dalam bekerja Rasul melakukannya dengan manajemen yang baik,
perencanaan yang jelas, pentahapan aksi, dan adanya penetapan skala prioritas.
3. Ketiga, Rasul tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun.
"Barangsiapa yang dibukakan pintu kebaikan, hendaknya dia mampu
memanfaatkannya, karena ia tidak tahu kapan ditutupkan kepadanya," demikian
beliau bersabda.
4. Keempat, dalam bekerja Rasul selalu memperhitungkan masa depan. Beliau
adalah sosok yang visioner, sehingga segala aktivitasnya benar-benar terarah dan
terfokus.
5. Kelima, Rasul tidak pernah menangguhkan pekerjaan. Beliau bekerja secara
tuntas dan berkualitas.
6. Keenam, Rasul bekerja secara berjamaah dengan mempersiapkan (membentuk)
tim yang solid yang percaya pada cita-cita bersama. Ketujuh, Rasul adalah
pribadi yang sangat menghargai waktu. Tidak berlalu sedetik pun waktu, kecuali
menjadi nilai tambah bagi diri dan umatnya.

15

7. Ketujuh, Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan
ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau
bekerja untuk meraih keridhaan Allah SWT. Inilah kunci terpenting. 10

Tugas : (2.1.5-2.1.6) disususn Oleh Yusuf Satrio Bimo
Sumber:
1. http://kuliahdiawangawang.blogspot.co.id/2013/06/kinerja-dan-etoskerja-islam

2. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta :
Bandung. 2013.

2.2 Etika Bisnis Dalam Konsep Manajemen Syariah
2.2.1 Pengertian Etika Bisnis Syariah
Etika merupakan bagian dari filsafat, secara etimologi etika berasal dari bahasa
Yunani yaitu “ethos” yang berarti perilaku, adat kebiasaan, sikap, cara berpikir. 11 Etika
ialah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang disistematisasi tentang
tidakan yang benar. Berikut merupakan pengertian etika menurut beberapa ahli :

10 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal.198-201
11 A.Riawan.Menggagas Manajemen Syariah. Penebit Salemba Empat :
Jakarta. 2010. hal.8

16

1. Menurut Taha Jabir (2005), etika dapat diartikan sebagai model perilaku yang
diikuti untuk mengharmoniskan hubungan antara manusia meminimalkan
penyimpangan dan berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat.
2. Menurut Achmad Zubair (1995), etika merupakan studi sistematis tentang tabiat
konsep nilai baik buruk, benar salah dan prinsip-prinsip umum yang
membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja, etika juga dimaknai
sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga sebagi filsufnya
dalam berperilaku.12
3. Menurut Kamus Webster, etika diartikan sebagai ilmu tentang kesusilaan yang
menentukan

bagaimana

sepatutnya

manusia

hidup

dimasyarakat

yang

menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku
yang benar, yaitu yang pertama baik

uruk, dan yang kedua kewajiban dan

tanggung jawab.13
Istilah etika dalam syariah disamakan dengan “akhlaq” berasal dari bahasa Arab,
yang diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara istilah
aklak ialah ilmu yang menentukan batasan antara baik dan buruk, antara terpuji dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia berdasarkan ajaran Al- Qur’an dan
sunnah Rasulullah SAW.
Kata “bisnis” dalam bahasa Indonesia diserap dari kata “business”dari bahasa
Inggris yang berarti kesibukan. Kesibukan secara khusus berhubungan dengan orientasi
profit/ keuntungan. Bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang menggambarkan
semua aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan
sehari-hari. Berikut merupakan pengertian bisnis menurut beberapa ahli, diantaranya :
1. Menurut Griffin dan Ebert (1996), bisnis merupakan suatu organisasi yang
menyediakan barang dan jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
2. Menurut Mahmud Machfoedz, bisnis adalah suatu usaha perdagangan yang
dilakukan oleh sekelompok orang yang terorganisasi agar bisa mendapatkan laba
dengan cara memproduksi dan menjual barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
12 Prof Dr.H.Buchari Alma dkk. Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit Alfabeta :
Bandung. 2014. hal 376-377
13 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal.24

17

3. Menurut T. Chwee (1990),bisnis didefenisikan sebagai sistem yang memproduksi
barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat.
Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’,
tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam
bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna
berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut
kamus al-munawwir).
Bisnis dalam islam atau tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material
dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material
sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat
immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi
juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt.
Muhammad Iqbal, dalam tulisan yang berjudul “Etika Berdagang : Menyimak
Praktik Nabi dalam Kehidupan Masyarakat Madani”, mejelaskan pengertian berdagang
(bisnis) dari dua sudut pandang, yaitu :
1. Menurut para mufassir, yaitu pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
2. Menurut tinjauan ahli fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta
secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian
menurut yang dibolehkan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika bisnis yaitu, norma-norma
atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun
dalam interaksi bisnisnya. Sedangkan menurut Vincent Barry dalam bukunya”Moral
Issue in Business”,menyatakan bahwa etika bisnis adalah ilmu tentang baik buruknya
terhadap suatu manusia, termasuk tindakan-tindakan relasi dan nilai-nilai dala, kontak
bisnis. 14
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman
kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi,
aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis.
Sedangkan etika bisnis syariah merupakan nilai-nilai atau norma-norma islam dalam
aktivitas bisnis yang telah disajikan dari perspektif Al-Qur’an dan hadits. Dengan
14 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal.31-35

18

demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya
merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan
jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi
matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung
jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat dan Allah swt.

2.2.2 Landasan Hukum Dalam Bisnis Syariah
1. Al Baqarah : 282
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis
itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang
lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil
di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian),
Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah
kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan
sebagainya.
2. An Nisa' : 29

19

Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri
sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain
berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan”.
3. At Taubah : 24
Yang artinya: Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteriisteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang fasik.
4. An Nur : 37
Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh
jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.
5. Al-Fathir : 29
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang

Kami anugerahkan

kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tiada merugi”.
6. As Shaff : 10 dan 11
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”.(QS.As-Shaff ayat 10)
Artinya : “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dijalan
Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahuinya”. (QS. As-Shaff ayat 11).15
15 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal. 101-106

20

2.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Etika Bisnis Dalam Konsep Manajemen Syariah
Terdapat lima prinsip yang mendasari etika bisnis islam, yaitu :
1. Unity (Kesatuan)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial
demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting
dalam sistem Islam.
Bentuk praktik dalam etika bisnis, diantaranya :
 Tidak ada deiskriminasi terhadap bawahan, penjual, pembeli, serta mitra
kerja lainnya berdasarkan suku, ras, warna kulit, jenis kelamin bahkan agama
(QS. Hujarat ayat 13).
 Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika seperti menimbun kekayaan
serta mendorong setiap individu untuk amanah karea pada hakikatnya
kekayaan merupakan amanah Allah (QS. Al-Kahfi ayat 46). 16
2. Equilibrium (Keseimbangan)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau
menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci
keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum

16 A. Riawan Amin.Menggagas Manajemen Syariah. Penerbit : Salemba Empat
: Jakarta. 2010. hal. 34

21

muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai
melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
‫واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويل‬
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’:
35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dal
am Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”.
Praktik konsep ini dalam etika bisnis misalnya berlaku adil dalam takaran/ timbangan.
3. Free Will (Kebebasan Berkehendak)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar.
Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif
berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. 17
Konsep ini berarti bebas memilih atau bertindak sesuai etika atau sebaliknya. Ayat
Al-Qur’an yang merupakan dasar dari konsep ini adalah “Dan katakanlah (Muhammad)
kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa yang menghendaki (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barang siap menghendaki (kafir) berarti ia kafir. (QS. AlKahfi ayat 29).
Aplikasi dalam bisnis yaitu :
 Menepati kontrak, baik kerjasama bisnis maupun juga kontrak kerja sama
bisnis maupun juga kontrak kerja dengan kru, seperti terdapat dalam (QS. AlMaidah :1), “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji”.
 Dalam sistem ekonomi, Islam menolak konsep laissez faire dan invisible
hand.18
17 http:// Berbagi Ilmu.blogspot.com/ etika bisnis dalam ekonomi islam

22

4. Responsibility (Tanggung Jawab)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena
tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakannya secara logis
prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai
apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang
dilakukannya.
Menurut Sayid Quthb, prinsip pertanggung jawaban islam adalah tanggung jawab
yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara
orang dan keluarga, antara individu dan masyarakat, serta antara masyarakat dengan
masyarakat lainnya. Seperti dijelaskan dalam QS. Bani Israil ayat 15 “Dan seseorang
yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”.
Aplikasi konsep ini dalam bisnis, yaitu :
 Dalam perhitungan margin keuntungan, nilai upah harus sesuai dengan UMR
yang secara sosial diterima masyarakat.
 Economic return bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan
perolehan keuntungan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya dan tidak
bias ditetapkan terlebih dulu seperti sistem bunga konvensional.
 Islam melarang semua transaksi yang mengandung unsur gharar, seperti ijon
dan sebagainya.

5. Benevolence / Kebenaran (kebajikan dan kebenaran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari
kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks
bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

18A. Riawan Amin.Menggagas Manajemen Syariah. Penerbit : Salemba
Empat : Jakarta. 2010. hal. 35

23

Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. 19
Aplikasi dalam bisnis menurut Al-Ghazali, yaitu
 Memberikan zakat dan sedekah
 Memberikan kelonggoran waktu pada pihak terutang dan jika perlu mengurangi
beban utangnya.
 Adanya sikap kesukarelaan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi,
kerja sama, atau perjanjian bisnis.
 Jujur dalam setiap proses transaksi bisnis.
 Memenuhi perjanjian dan transaksi bisnis.20

Tugas : (2.2.1-2.2.3) disusun oleh Winda Utari
Sumber :
1. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
2. A. Riawan Amin.Menggagas Manajemen Syariah. Penerbit : Salemba Empat :
Jakarta. 2010
3. Prof Dr.H.Buchari Alma dkk. Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit Alfabeta :
Bandung. 2014
4. http:// Berbagi Ilmu.blogspot.com/ etika bisnis dalam ekonomi islam
2.2.4 . Panduan Rasulullah Dalam Etika Bisnis
Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di
antaranya ialah:
1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran.

19 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.
hal. 46
20 A. Riawan Amin.Menggagas Manajemen Syariah. Penerbit : Salemba Empat
: Jakarta. 2010. hal. 36

24

Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan
bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam
hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang
mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang
menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu
bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk
di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis.
Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyakbanyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi
juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial
kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi
didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
3. Tidak melakukan sumpah palsu.
Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah
palsu dalam melakukan transaksi bisnis .Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi
bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi
hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam
dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak
akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).
Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat
meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran.
Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi
hasilnya tidak berkah.

4. Ramah-tamah.
Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi
Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran
dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).

25

5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain
tertarik membeli dengan harga tersebut.
Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang
pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat
untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
6.

Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya.

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual
dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq
‘alaih).
7. Tidak melakukan ihtikar.
Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan
agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah
melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar.
Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan.
Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. Al-Muthaffifin ayat 112).
9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah.
Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah,
dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan.
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum
kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh
ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
11. Tidak monopoli.
Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan
oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas
hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang

26

tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa
memberi kesempatan kepada orang lain, ini dilarang dalam Islam.
12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat)
yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.
Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik.
Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras,
karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut
dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan
diperhatikan secara cermat.
13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan
barang yang haram.
Seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patungpatung” (H.R. Jabir).
14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan.
Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku
dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa’ ayat 29).
15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya.
Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan
hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera
membayar hutangnya” (H.R. Hakim).

16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu
membayar.
Sabda Nabi Saw dalam, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan
membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah
naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya”(H.R Muslim).

27

Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orangorang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:
278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. AlBaqarah: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap
riba.21
17. Berperilaku Hemat
Manusia jangan menghambur-hamburkan harta secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan. Pernyataan tersebut sesuai dengan firman
Allah SWT, dalam surah Al-Isra” ayat 26-27 sebagai berikut :
Artinya: “ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”,