HAK EKONOMI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM PERS (1)
HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA DALAM PERSPEKTIF
HAM: UPAYA MEMPERKUAT JUSTISIABILITAS HAM EKOSOB
Aji Rahma Wijayanto
[email protected]
Data Buku:
Judul buku: Dimensi-Dimensi HAM (Mengurai
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).
Pengarang: Majda El Muhtaj
Penerbit: RajaGrafindo Persada.
Tahun Terbit: 2013
Kota Penerbit: Jakarta
Bahasa Buku: Bahasa Indonesia
Jumlah Halaman: xxxv+ 377
ISBN Buku: 978-979-769-213-1
Diskusi
Pendahuluan
Ham secara umum diartikan sebagai hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia, kodrati dan alami sebagai mahkluk Tuhan Yang
Mahakuasa. Oleh karena itu keberadaanya harus di hormati dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintahan, dan semua orang. Nilai-nilai yang terkandung
dalam HAM yaitu nilai keadilan, kebebasan dan persamaan dapat mendorong
terciptanya masyarakat yang egaliter yang menjadi ciri civil society, oleh
karena itu penegakan HAM merupakan prasyarat dalam menciptakan
masyarakat yang madani. Dalam perkembanganya HAM telah banyak
pengaruh dalam pengaturan kehidupan bernegara, hal ini juga terlihat di
Indonesia yang dalam perkembangan dunia internasional di bidang HAM
memberikan pengaruh yang signifikan dengan reformasi yang terjadi di
Indonesia saat ini menggambarkan bahwa bangsa Indonesia sedang dalam
masa transisi politik menuju dekokrasi.
Perluasan konsep hak-hak asasi manusia juga meliputi hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya (HAM Ekosob). Pada asasnya HAM Ekosob merupakan
pengakuan hak agar terciptanya kebebasan dari segala kekurangan
sumberdaya yang dialami tiap individu dalam masyarakat, HAM Ekosob bukan
merupakan suatu hak yang terbebas dari segala bentuk kemiskinan. HAM
Ekosob itu meliput hak-hak ekonomi seperti mempunyai kekayaan dan
perlindungan terhadap hartanya, memperoleh kehidupan yang layak lewat
kesempatan kerja yang layak, memperoleh kesehatan dan lingkungan yang
sehat. Hak-hak sosial misalnya bergaul dan berkawan dalam suatu
perhimpunan, berkeluarga, bermukim dengan suatu satuan permukiman dalam
suasana damai, diperlakukan sama dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat. Hak-hak budaya misalnya berbicara dalam bahasanya sendiri,
memelihara adat kebiasaanya sendiri tanpa menggangu kebiasaan sesamanya,
memperoleh pendidikan untuk menumbuhkembangkan bakat-bakat dalam
kehidupannya pribadi, khusus pada negara berkembang dan negara-negara
merdeka berkembang yang dulu dijajah oleh negara-negara Barat seperti di
Indonesia, dalam konteks sosial-kultural seperti itu kesejahteraan ekonomik
masyarakat tidaklah mudah dipahami sebagai buah usaha merealisasi hak
yang asasi1, yang menjadi pertanyaan adalah paradigma manakah gerakan
yang bersejajar dengan upaya melindungi dan memajukan HAM Ekosob.
Catatan Buku
Buku yang ditulis oleh Majda El Muhtaj yang berjudul Dimensi-Dimensi
Ham (Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) ini merupakan buku yang ke
dua yang sebelumnya telah menulis buku yang sama membahas mengenai
HAM yang lebih fokus pada masalah HAM dari sudut pandang konstitusi di
Indonesia yang berjudul Hak Asasi Manusia dalam Konsitusi Indonesia: Dari
UUD 1945 samapi dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002 yang diangkat
dari Tesis Program Magister Hukum yang ditulis pada saat mengikuti Program
S2 di sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Sumatera Utara (USU) telah
diterbitkan pada tahun 2005. Dalam buku kedua yang ditulis oleh Majda El
Muhtaj dalam pengantar penulis dikatakan bahwa secara khusus buku ini akan
membahas mengenai dimensi-dimensi HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya
(Ekosob) dengan menggunakan standar HAM Internasional dan mengaitkannya
dengan konteks keIndonesiaan, namun dalam isi buku tersebut memang dasar
mengenai teori HAM Ekosob dari teori Internasional sudahlah dijelaskan secara
baik namun perlu dicatat mengenai pengaitanya dengan konteks
keIndonesiaan mengenai teori HAM terkhusus yang membahas HAM Ekosob
yang seperti dijelaskan oleh penulis dalam kata pengantarnya tidaklah benarbenar keseluruhan di lakukan dengan konteks keIndonesiaan, banyak di jumpai
pada banyak halaman tertentu yang hanya menjelaskan mengenai konteks
HAM Ekosob dari sudut pandang Internasional saja. Padahal pada Bab satu
telah dijelaskan pengakuan tentu dengan dasar hukum bahwa di Indonesia
pengakuan terhadap HAM sudah di jelaskan dalam produk peraturan
perundang-undangan, sebaiknya dalam Bab selanjutnya menguraikan
mengenai HAM Ekosob yang ada di Indonesia serta perlindungan dan
pengakuan dalam produk peraturan perundang undangan perlu kiranya
dijelaskan bahwa di Indoensia mengakui HAM Ekosob, sejauh yang saya baca
belum ada rincian mengenai pengakuan HAM Ekosob di Indonesia yang
dijelaskan secara khusus dalam tiap Bab maupun Sub Bab nya tentunya ini
menjadi catatan kepada penulis agar nantinya edisi revisi terhadap buku ini
catatan ini dapat menjadi pedoman untuk memperbaiki yang bertujuan agar
produk buku tersebut dapat menjadi pilihan para civitas akademika yang
membutuhkan bahan referensi berkaitan dengan HAM Ekosob terkhusus
diIndonesia.
Belum di rincinya pengakuan HAM Ekosob diIndonesia secara khusus
dapat di lihat pada daftar isi yang lebih menjelaskan bahwa di Indonesia
pengakuan atas HAM sudah di atur dalam produk peraturan perundangundangan dan juga negara Indonesia mengakui HAM secara Internasional.
Penting kiranya ditambahkan pada isi buku ini mengenai HAM Ekosob di
Indonesia misalnya dengan menguraikan kemana arah Konstitusi Ekonomi
hubungannya dengan HAM Ekosob Indonesia dengan melihat dan menjelaskan
pada pasal 33 UUDNRI 1945 yang pada dasarnya pasal tersebut memang
merupakan pengakuan pengenai arah konstitusi Ekonomi kita setelah reformasi
atau penulis dapat menambahkan dengan menguraikan secara khusus
1 Soetandyo Wignjosoebroto, “Hak-Hak Ekonomi Sosial Budaya”, workshop Memperkuat
Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya: Prospek dan Tantangan, Yogyakarta, 13-15
November 2007, Hlm. 2
mengenai pengakuan HAM Ekosob sebelum era reformasi dengan di kaitkan
pada teori HAM Ekosob Internasional.
Catatan lain mengenai isi buku ini adalah pada kata pengantar yang
disampaikan oleh Prof. Dr. Satya Arianto, S.H., M.H. yang pada dasarnya
penulisan kata pengantar merupakan gambaran secara umum dan fokus pada
apa yang menjadi pokok permasalahan dalam judul buku, seperti tersebut di
atas judul buku adalah Dimensi-dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya dan telah di jelaskan oleh penulis bahwa fokus buku ini membahas
mengenai dimensi-dimensi HAM Ekonomu, Sosial, dan Budaya dengan
menggunakan standar HAM Internasional dan mengaitkanya pada konteks
keIndoensiaan, namun demikian dalam pengantar yang ditulis Prof. Dr. Satya
Arianto, S.H., M.H. dari kesulurahan dapat disimpulan lebih menjelaskan
mengenai asal muasal pengakuan HAM baik dari dunia internasinal yang harus
dijunjung dalam kehidupan bernegara dalam dunia global, tanpa merujuk pada
masalah isi buku yang pada dasarnya akan berfokus pada HAM Ekosob dalam
konteks internasional maupun nasional, tentunya ini tidak selaras dengan apa
yang difokuskan oleh penulis yang akan membahas mengenai HAM Ekosob
menggunakan ukuran konteks Internasional dengan mengaitkanya dengan
konteks keIndonesiaan, catatan ini penting menjadi bahan pembelajaran agar
nantinya para penulis kata pengantar lebih memfokuskan pada apa yang
menjadi tujuan isi buku dan tidak lagi keluar konteks fokus isi buku.
HAM Ekosob yang merupakan bagian dari HAM dalam perkembanganya
dalam dunia internasional kajian, apresiasi maupun implementasinya dapat
dikatakan masih muda ini terlihat dari di kelurkanya produk peundangundangan melalui UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekosob pada tanggal 28 Oktober 2005
merupakan merupakan pengakuan dari langkah politik hukum HAM Indonesia
terhadap HAM Ekosob patut diapresiasi, untuk itu pengakuan negara Indoensia
secara Internasional terhadap HAM Ekosob sepatutnya diselaraskan dengan
pemberdayaan perlindungan dan pemenuhan HAM Ekosob Internasional
terkhusus di Indoenesia agar pengakuan ini tidak hanya formalitas diatas
kertas terhadap HAM Ekosob tetapi juga menjadi bentuk tindakan nyata dalam
implementasi kehidupan bernegara dengan diterbitkanya buku ini akan banyak
manfaat dalam mencari rujukan terhadap masalah HAM khusus pada HAM
Ekosob baik dalam dunia maupun kaitanya dengan konteks keindoensiaan,
menjadi penting kiranya dalam menjabarkan HAM Ekosob secara sendiri agar
fokus pembaca pada tiap masalah yang dinginkan seperti dalam bidang
Ekonomi saja maupun dalam bidang Sosial dan Budaya. Dengan penjelasan
sendiri pada tiap pokok masalah dalam HAM secara Ekonomi, Sosial, maupun
Budaya diharapkan akan lebih membantu pencari rujukan terhadap masalah
HAM Ekosob sesuai dengan fokus masalah yang diinginkan. Seperti yang
dijeslaskan pada Bab dua dalam buku Dimensi-Dimensi Ham (Mengurai Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya) penulis menjelaskan mengenai pokok pada tematema HAM Ekosob namun dalam penjelasanya ternyata tidak dijelaskan secara
pengelompokan manakah bagian yang merupakan perumusan dari HAM
Eksosob secara Ekonomi, Sosial, maupun secara Budaya melainkan lebih pada
percampuran satu kesatuan HAM Ekosob tidak ada salahnya memang
mengenai hal ini karena memang pada dasarnya HAM Ekosob merupakan satu
kesatuan, namun juga tidak ada salahnya menjabarkan secara rinci mengenai
pokok permasalah pada tiap HAM Ekonomi, Sosial maupun Budaya secara
tersendiri karena akan banyak manfaat yang dirasakan oleh pembaca jika
pemisahan ini dilakukan dalam rangka mencari permasalahan dalam tiap-tiap
bidang HAM Ekosob.
Kesatuan isi dalam sebuah buku merupakan penjabaran secara
menyeluruh atas judul seperti buku Dimensi-Dimensi Ham (Mengurai Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya) pada Bab tiga dijelaskan kelompok kelompok
yang rentan terhadap pelanggaran HAM utamanya yang terjadi di Indoensia
dijelaskan secara rinci pihak pihak yang menurut pandangan penulis rentan
terhadap praktek pelanggaran HAM baik itu yang di lakukan oleh oknum
negara maupun antar masyarakat, menurut penulis pihak yang rentan menjadi
korban atas kasus pelanggaran HAM adalah anak-anak, perempuan,
masyarakat adat, pembela HAM, penyandang cacat, dan pengungsi secara
keseluruhan isi buku dapat disimpulkan bahwa pelanggaran HAM tersebut
terjadi karena ada beberapa yang sudah ada perlindungan hukum terhadap
mereka yang rentan menjadi korban pelanggaran HAM di Indonesia yang ada
dalam produk peraturan perundang-undangan namun dalam implementasinya
masih sering dilanggar oleh oknum negara dalam menjalankan tugasnya
bertindak pada hal yang berlebihan sehingga berakhir pada kasus pelanggaran
HAM hal lain yang menjadi penyebabnya adalah belum adanya atau masih
kurang kuatnya perlindungan terhadap mereka yang rentan terhadap kasus
pelanggaran HAM di Indonesia untuk itu penulis berpendapat bahwa payung
hukum yang kuat diperlukan untuk menegakkan HAM di Indonesia, hal ini
dapat dilihat dari setiap sub Bab tiga yang dalam penjelasanya menguaikan
secara rinci mengenai kedudukan HAM, masa depan perlindungan Ham, juga
kebijakan pemerintah pada tiap-tiap orang yang penulis anggap rentan
terhadap pelanggaran HAM. Tetapi jika merujuk pada judul tersebut diatas
kaitanya dengan Bab tiga yang telah menjelaskan mengenai pihak-pihak yang
rentan menjadi korban pelanggaran HAM dan telah di jelaskan juga mengenai
harapan penulis dan terobosan hukumnya yang perlu dilakukan oleh pihak
yang sudah sewajibnya menegakkan HAM, namun demikian penulis tidak
menjelaskan secara rinci pada bagain mana hak hak dasar yang dilanggar
berkaitan dengan HAM Ekosob melainkan apa yang telah dijelaskan oleh
penulis lebih pada pelanggaran HAM secara keseluruhan, tentunya jika melihat
pada judul maupun pengantar penulis yang pada dasarnya mengatakan buku
tersebut fokus pada masalah HAM Ekosob menjadi tidak selaras dengan isi
pada Sub Bab tiga yang pada nyatanya kurang menjelaskan mengenai
pelanggaran HAM Ekosob maupun solusinya, penulis cenderung merujuk pada
pelanggaran HAM secara keseluruhan tidak hanya pada HAM Ekosob, akan
lebih baik jika penjebaranya atas kasus pelanggaran HAM disesuaikan pada
tujuan dalam judul yang disampaikan penulis yaitu pelanggaran HAM Ekosob
beserta terobosan hukum HAM Ekosob seehingga dapat menjadi buku rujukan
yang kuat bagi meraka yang mengkaji pada HAM yang khusus membahas hak
asasi manusia secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Referensi HAM Ekosob
Akhirnya catatan buku ini diharapkan menjadi kritik yang membangun
untuk penulis agar dikeluarkanya buku yang semakin berkaulitas dalam rangka
menjadi bahan rujukan dalam hubunganya dengan ilmu yang membahas
mengenai HAM terkhusus pada masalah HAM Ekosob semakin banyak, hemat
saya mengenai buku ini sangat layak untuk dibaca oleh civitas akademika di
bidang hukum dan HAM dan juga semua masyarakat yang ingin belajar
mengenai HAM Ekosob. Terlepas dari kritikan yang membangun tersebut saya
beranggapan bahwa isi dari buku ini layak untuk menjadi bahan pertimbangan
oleh pengambil kebijakan dalam rangka membuat kebijakan dalam ranah HAM
Ekosob Internasional terkhusus di Indonesia karena dalam penjelasanya tiap
Bab di uraikan dengan teori dan dasar pengaturan yang kuat diambil dari
Internasional maupun bersumber pada nasional
Dalam menjawab masalah HAM dalam dimensi Ekosob di Indoensia pada
tema-tema pokok HAM Eksob yaitu hak atas tanah, air, perumahan yang layak,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, lingkungan hidup. Menurut hemat saya
penulis dalam menjawab masalah di Indoensia banyak memberikan terobosan
hukum agar tegaknya HAM Ekosob benar-benar dijalankan dalam implementasi
kehidupan benegara yang ditujukan pada pembuat kebijakan di Indonesia dan
mampu menjelaskan tanggung jawab negara dalam memajukan hak-hak
ekosob, dari konsep tanggung jawab ini lahir kebijakan negara dalam rangka
mewujudkan perlindungan dan pemajuan ak-hak ekosob. Dari penjelasan
penulis mengenai tema-tema pokok HAM Ekosob tentunya ini selaras seperti
yang kita ketahui bahwa di Indoensia telah benar benar menjamin hak-hak
tersebut dan merupakan tanggung jawab terhadap pelaksanaan CESCR yang
sduah di ratifikasi. Hal menarik lainya bahwa Majda El Muhtaj sebagai penulis
dalam buku ini menjelakan secara rinci pentingnya penguatan justisiabilitas
atas HAM Ekosob di Indonsia penulis beranggapan demikian karena dalam
realitas HAM Ekosob masih minim akses keadilan yang bermartabat dalam
mekanisme hukum diIndonesia juga masih sering terjadinya pelanggaran HAM
Ekosob tetapi ironisnya penguatan Justisiabilitas nyaris terabaikan. Menarik
untuk dipelajari ruang justisiabilitas terhadap HAM Ekosob diuraikan oleh Eide
dalam bukunya Economic, Social and Culture Rights; S Textbook yang
menegaskan bahwa bukti komitmen negara dalam melindungi dan memenuhi
HAM Ekosob, terlihat dari maksimalisasi seluruh kemampuan negara untuk
achieving progressively the rights, including the adoption of legal measure.
Untuk memperkuat posisi negara sebagai pemangku kebijakan, maka negara
harus memainkan peran strategis dalam menyusun kerangka hukum nasional
yang memungkinkan para pihak benar-benar mensinergikan langkah dalam
upaya perlindungan dan pemenuhan HAM, dikatakan oleh Eide sebagai berikut
When states seek to implement these obligation in national law, they are
required to impose duties on persons subject to their jurisdiction. Duties
respect the rights of other persons, and duties to contribute to common
welfare, make it possible for the state to assist and to provide in ways
which enable everyone to enjoy their economic, social and culture rights.
2
Penulis memberikan data upaya penegakan justisiabilitas HAM Ekosob,
praktik yang dilakukan di Afrikan Selatan dapat menjadi model terbaik ini
terlihat pada yurisprudensi yang terkait pada justisiablitas HAM Ekosob yang
dapat ditemui sejak 1966 ketika Mahkamah Konstitusi mengeksaminasi kasus
Irebe Groot-boom melawan Pemerintahan Afrika Selatan. Diputuskan bahwa
negara berkewajiban melakukan “pemulihan bagi orang-orang yang tidak
memiliki akses terhadap tanah, tidak memiliki atap di atas kepalanya dan
mereka yang hidup pada situasi yang tidak dapat ditoleransi atau situasi
krisis”3. Dengan berkaca pada pengalaman Afrika Selatan yang berupaya
menegakan HAM Ekosob menjadi penting untuk membangun kesadaran publik
dan budaya hukum masyarakat utamanya di Indoensia agar terciptanya HAM
2 Lihat R.F Desmann, Environmental Conservation, fifth edition (New York: John Wiley &
Sons, 1984). Hlm. 12-16
3 Lihat lebih lanjut Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi Ham (Mengurai Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013, hlm. 219-220
Ekosob dapat dirasakan oleh masyarakat, sekalipun HAM Ekosob lebih
menitikberatkan aspek penguatan dan pengambilalihan langkah-langkah yang
tepat yang oleh sebagian pendapat dikonotasikan non-justiciable, sebenarnya
pemenuhan HAM Ekosob bertalian erat dengan kemartabatan manusia dan
pemajuan HAM Ekosob membutuhkan sebuah mekanisme hukum yang tepat,
tidak saja meberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap pemenuhan
HAM Eksob, tetapi juga sejatinya memiliki sebuah mekanisme hukum bagi para
pencari keadilan. Namun demikian lahirnya HAM Eksob dalam perlindunganya
dan pemenuhan HAM Eksosb masih ditemukan kendala-kendala yang signifikan
dalam tiap karakteristiknya, dalam pedoman Maastricht menegaskan adanya
dua jenis pelanggaran HAM Ekosob, yakni pelanggaran melalui tindakan dan
pelanggaran melalui pembiaran, dari semua pelanggaran itu penting untuk
dilakukan perlindungan disini juga dijelaskan kewajiban negara dalam rangka
melindungi HAM Ekosob adalah kewajiban bertindak dan kewajiban hasil,
dalam dua kewajiban tersebut mesti terpenuhi tiga kewajiban penting, yakni
kewajiban menghormati, kewajiban melindungi, dan kewajiban untuk
memenuhi. Dalam tegaknya HAM Ekosob ini tentunya tidak hanya dilakukan
oleh negara saja melainkan harus mengikutsertakan banyak pihak dalam
memosisikan negara yang berwibawa dalam mengimplementasikan nilai-nilai
dan standar HAM secara universal.
HAM: UPAYA MEMPERKUAT JUSTISIABILITAS HAM EKOSOB
Aji Rahma Wijayanto
[email protected]
Data Buku:
Judul buku: Dimensi-Dimensi HAM (Mengurai
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).
Pengarang: Majda El Muhtaj
Penerbit: RajaGrafindo Persada.
Tahun Terbit: 2013
Kota Penerbit: Jakarta
Bahasa Buku: Bahasa Indonesia
Jumlah Halaman: xxxv+ 377
ISBN Buku: 978-979-769-213-1
Diskusi
Pendahuluan
Ham secara umum diartikan sebagai hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia, kodrati dan alami sebagai mahkluk Tuhan Yang
Mahakuasa. Oleh karena itu keberadaanya harus di hormati dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintahan, dan semua orang. Nilai-nilai yang terkandung
dalam HAM yaitu nilai keadilan, kebebasan dan persamaan dapat mendorong
terciptanya masyarakat yang egaliter yang menjadi ciri civil society, oleh
karena itu penegakan HAM merupakan prasyarat dalam menciptakan
masyarakat yang madani. Dalam perkembanganya HAM telah banyak
pengaruh dalam pengaturan kehidupan bernegara, hal ini juga terlihat di
Indonesia yang dalam perkembangan dunia internasional di bidang HAM
memberikan pengaruh yang signifikan dengan reformasi yang terjadi di
Indonesia saat ini menggambarkan bahwa bangsa Indonesia sedang dalam
masa transisi politik menuju dekokrasi.
Perluasan konsep hak-hak asasi manusia juga meliputi hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya (HAM Ekosob). Pada asasnya HAM Ekosob merupakan
pengakuan hak agar terciptanya kebebasan dari segala kekurangan
sumberdaya yang dialami tiap individu dalam masyarakat, HAM Ekosob bukan
merupakan suatu hak yang terbebas dari segala bentuk kemiskinan. HAM
Ekosob itu meliput hak-hak ekonomi seperti mempunyai kekayaan dan
perlindungan terhadap hartanya, memperoleh kehidupan yang layak lewat
kesempatan kerja yang layak, memperoleh kesehatan dan lingkungan yang
sehat. Hak-hak sosial misalnya bergaul dan berkawan dalam suatu
perhimpunan, berkeluarga, bermukim dengan suatu satuan permukiman dalam
suasana damai, diperlakukan sama dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat. Hak-hak budaya misalnya berbicara dalam bahasanya sendiri,
memelihara adat kebiasaanya sendiri tanpa menggangu kebiasaan sesamanya,
memperoleh pendidikan untuk menumbuhkembangkan bakat-bakat dalam
kehidupannya pribadi, khusus pada negara berkembang dan negara-negara
merdeka berkembang yang dulu dijajah oleh negara-negara Barat seperti di
Indonesia, dalam konteks sosial-kultural seperti itu kesejahteraan ekonomik
masyarakat tidaklah mudah dipahami sebagai buah usaha merealisasi hak
yang asasi1, yang menjadi pertanyaan adalah paradigma manakah gerakan
yang bersejajar dengan upaya melindungi dan memajukan HAM Ekosob.
Catatan Buku
Buku yang ditulis oleh Majda El Muhtaj yang berjudul Dimensi-Dimensi
Ham (Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) ini merupakan buku yang ke
dua yang sebelumnya telah menulis buku yang sama membahas mengenai
HAM yang lebih fokus pada masalah HAM dari sudut pandang konstitusi di
Indonesia yang berjudul Hak Asasi Manusia dalam Konsitusi Indonesia: Dari
UUD 1945 samapi dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002 yang diangkat
dari Tesis Program Magister Hukum yang ditulis pada saat mengikuti Program
S2 di sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Sumatera Utara (USU) telah
diterbitkan pada tahun 2005. Dalam buku kedua yang ditulis oleh Majda El
Muhtaj dalam pengantar penulis dikatakan bahwa secara khusus buku ini akan
membahas mengenai dimensi-dimensi HAM Ekonomi, Sosial, dan Budaya
(Ekosob) dengan menggunakan standar HAM Internasional dan mengaitkannya
dengan konteks keIndonesiaan, namun dalam isi buku tersebut memang dasar
mengenai teori HAM Ekosob dari teori Internasional sudahlah dijelaskan secara
baik namun perlu dicatat mengenai pengaitanya dengan konteks
keIndonesiaan mengenai teori HAM terkhusus yang membahas HAM Ekosob
yang seperti dijelaskan oleh penulis dalam kata pengantarnya tidaklah benarbenar keseluruhan di lakukan dengan konteks keIndonesiaan, banyak di jumpai
pada banyak halaman tertentu yang hanya menjelaskan mengenai konteks
HAM Ekosob dari sudut pandang Internasional saja. Padahal pada Bab satu
telah dijelaskan pengakuan tentu dengan dasar hukum bahwa di Indonesia
pengakuan terhadap HAM sudah di jelaskan dalam produk peraturan
perundang-undangan, sebaiknya dalam Bab selanjutnya menguraikan
mengenai HAM Ekosob yang ada di Indonesia serta perlindungan dan
pengakuan dalam produk peraturan perundang undangan perlu kiranya
dijelaskan bahwa di Indoensia mengakui HAM Ekosob, sejauh yang saya baca
belum ada rincian mengenai pengakuan HAM Ekosob di Indonesia yang
dijelaskan secara khusus dalam tiap Bab maupun Sub Bab nya tentunya ini
menjadi catatan kepada penulis agar nantinya edisi revisi terhadap buku ini
catatan ini dapat menjadi pedoman untuk memperbaiki yang bertujuan agar
produk buku tersebut dapat menjadi pilihan para civitas akademika yang
membutuhkan bahan referensi berkaitan dengan HAM Ekosob terkhusus
diIndonesia.
Belum di rincinya pengakuan HAM Ekosob diIndonesia secara khusus
dapat di lihat pada daftar isi yang lebih menjelaskan bahwa di Indonesia
pengakuan atas HAM sudah di atur dalam produk peraturan perundangundangan dan juga negara Indonesia mengakui HAM secara Internasional.
Penting kiranya ditambahkan pada isi buku ini mengenai HAM Ekosob di
Indonesia misalnya dengan menguraikan kemana arah Konstitusi Ekonomi
hubungannya dengan HAM Ekosob Indonesia dengan melihat dan menjelaskan
pada pasal 33 UUDNRI 1945 yang pada dasarnya pasal tersebut memang
merupakan pengakuan pengenai arah konstitusi Ekonomi kita setelah reformasi
atau penulis dapat menambahkan dengan menguraikan secara khusus
1 Soetandyo Wignjosoebroto, “Hak-Hak Ekonomi Sosial Budaya”, workshop Memperkuat
Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya: Prospek dan Tantangan, Yogyakarta, 13-15
November 2007, Hlm. 2
mengenai pengakuan HAM Ekosob sebelum era reformasi dengan di kaitkan
pada teori HAM Ekosob Internasional.
Catatan lain mengenai isi buku ini adalah pada kata pengantar yang
disampaikan oleh Prof. Dr. Satya Arianto, S.H., M.H. yang pada dasarnya
penulisan kata pengantar merupakan gambaran secara umum dan fokus pada
apa yang menjadi pokok permasalahan dalam judul buku, seperti tersebut di
atas judul buku adalah Dimensi-dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi, Sosial,
dan Budaya dan telah di jelaskan oleh penulis bahwa fokus buku ini membahas
mengenai dimensi-dimensi HAM Ekonomu, Sosial, dan Budaya dengan
menggunakan standar HAM Internasional dan mengaitkanya pada konteks
keIndoensiaan, namun demikian dalam pengantar yang ditulis Prof. Dr. Satya
Arianto, S.H., M.H. dari kesulurahan dapat disimpulan lebih menjelaskan
mengenai asal muasal pengakuan HAM baik dari dunia internasinal yang harus
dijunjung dalam kehidupan bernegara dalam dunia global, tanpa merujuk pada
masalah isi buku yang pada dasarnya akan berfokus pada HAM Ekosob dalam
konteks internasional maupun nasional, tentunya ini tidak selaras dengan apa
yang difokuskan oleh penulis yang akan membahas mengenai HAM Ekosob
menggunakan ukuran konteks Internasional dengan mengaitkanya dengan
konteks keIndonesiaan, catatan ini penting menjadi bahan pembelajaran agar
nantinya para penulis kata pengantar lebih memfokuskan pada apa yang
menjadi tujuan isi buku dan tidak lagi keluar konteks fokus isi buku.
HAM Ekosob yang merupakan bagian dari HAM dalam perkembanganya
dalam dunia internasional kajian, apresiasi maupun implementasinya dapat
dikatakan masih muda ini terlihat dari di kelurkanya produk peundangundangan melalui UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Ekosob pada tanggal 28 Oktober 2005
merupakan merupakan pengakuan dari langkah politik hukum HAM Indonesia
terhadap HAM Ekosob patut diapresiasi, untuk itu pengakuan negara Indoensia
secara Internasional terhadap HAM Ekosob sepatutnya diselaraskan dengan
pemberdayaan perlindungan dan pemenuhan HAM Ekosob Internasional
terkhusus di Indoenesia agar pengakuan ini tidak hanya formalitas diatas
kertas terhadap HAM Ekosob tetapi juga menjadi bentuk tindakan nyata dalam
implementasi kehidupan bernegara dengan diterbitkanya buku ini akan banyak
manfaat dalam mencari rujukan terhadap masalah HAM khusus pada HAM
Ekosob baik dalam dunia maupun kaitanya dengan konteks keindoensiaan,
menjadi penting kiranya dalam menjabarkan HAM Ekosob secara sendiri agar
fokus pembaca pada tiap masalah yang dinginkan seperti dalam bidang
Ekonomi saja maupun dalam bidang Sosial dan Budaya. Dengan penjelasan
sendiri pada tiap pokok masalah dalam HAM secara Ekonomi, Sosial, maupun
Budaya diharapkan akan lebih membantu pencari rujukan terhadap masalah
HAM Ekosob sesuai dengan fokus masalah yang diinginkan. Seperti yang
dijeslaskan pada Bab dua dalam buku Dimensi-Dimensi Ham (Mengurai Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya) penulis menjelaskan mengenai pokok pada tematema HAM Ekosob namun dalam penjelasanya ternyata tidak dijelaskan secara
pengelompokan manakah bagian yang merupakan perumusan dari HAM
Eksosob secara Ekonomi, Sosial, maupun secara Budaya melainkan lebih pada
percampuran satu kesatuan HAM Ekosob tidak ada salahnya memang
mengenai hal ini karena memang pada dasarnya HAM Ekosob merupakan satu
kesatuan, namun juga tidak ada salahnya menjabarkan secara rinci mengenai
pokok permasalah pada tiap HAM Ekonomi, Sosial maupun Budaya secara
tersendiri karena akan banyak manfaat yang dirasakan oleh pembaca jika
pemisahan ini dilakukan dalam rangka mencari permasalahan dalam tiap-tiap
bidang HAM Ekosob.
Kesatuan isi dalam sebuah buku merupakan penjabaran secara
menyeluruh atas judul seperti buku Dimensi-Dimensi Ham (Mengurai Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya) pada Bab tiga dijelaskan kelompok kelompok
yang rentan terhadap pelanggaran HAM utamanya yang terjadi di Indoensia
dijelaskan secara rinci pihak pihak yang menurut pandangan penulis rentan
terhadap praktek pelanggaran HAM baik itu yang di lakukan oleh oknum
negara maupun antar masyarakat, menurut penulis pihak yang rentan menjadi
korban atas kasus pelanggaran HAM adalah anak-anak, perempuan,
masyarakat adat, pembela HAM, penyandang cacat, dan pengungsi secara
keseluruhan isi buku dapat disimpulkan bahwa pelanggaran HAM tersebut
terjadi karena ada beberapa yang sudah ada perlindungan hukum terhadap
mereka yang rentan menjadi korban pelanggaran HAM di Indonesia yang ada
dalam produk peraturan perundang-undangan namun dalam implementasinya
masih sering dilanggar oleh oknum negara dalam menjalankan tugasnya
bertindak pada hal yang berlebihan sehingga berakhir pada kasus pelanggaran
HAM hal lain yang menjadi penyebabnya adalah belum adanya atau masih
kurang kuatnya perlindungan terhadap mereka yang rentan terhadap kasus
pelanggaran HAM di Indonesia untuk itu penulis berpendapat bahwa payung
hukum yang kuat diperlukan untuk menegakkan HAM di Indonesia, hal ini
dapat dilihat dari setiap sub Bab tiga yang dalam penjelasanya menguaikan
secara rinci mengenai kedudukan HAM, masa depan perlindungan Ham, juga
kebijakan pemerintah pada tiap-tiap orang yang penulis anggap rentan
terhadap pelanggaran HAM. Tetapi jika merujuk pada judul tersebut diatas
kaitanya dengan Bab tiga yang telah menjelaskan mengenai pihak-pihak yang
rentan menjadi korban pelanggaran HAM dan telah di jelaskan juga mengenai
harapan penulis dan terobosan hukumnya yang perlu dilakukan oleh pihak
yang sudah sewajibnya menegakkan HAM, namun demikian penulis tidak
menjelaskan secara rinci pada bagain mana hak hak dasar yang dilanggar
berkaitan dengan HAM Ekosob melainkan apa yang telah dijelaskan oleh
penulis lebih pada pelanggaran HAM secara keseluruhan, tentunya jika melihat
pada judul maupun pengantar penulis yang pada dasarnya mengatakan buku
tersebut fokus pada masalah HAM Ekosob menjadi tidak selaras dengan isi
pada Sub Bab tiga yang pada nyatanya kurang menjelaskan mengenai
pelanggaran HAM Ekosob maupun solusinya, penulis cenderung merujuk pada
pelanggaran HAM secara keseluruhan tidak hanya pada HAM Ekosob, akan
lebih baik jika penjebaranya atas kasus pelanggaran HAM disesuaikan pada
tujuan dalam judul yang disampaikan penulis yaitu pelanggaran HAM Ekosob
beserta terobosan hukum HAM Ekosob seehingga dapat menjadi buku rujukan
yang kuat bagi meraka yang mengkaji pada HAM yang khusus membahas hak
asasi manusia secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Referensi HAM Ekosob
Akhirnya catatan buku ini diharapkan menjadi kritik yang membangun
untuk penulis agar dikeluarkanya buku yang semakin berkaulitas dalam rangka
menjadi bahan rujukan dalam hubunganya dengan ilmu yang membahas
mengenai HAM terkhusus pada masalah HAM Ekosob semakin banyak, hemat
saya mengenai buku ini sangat layak untuk dibaca oleh civitas akademika di
bidang hukum dan HAM dan juga semua masyarakat yang ingin belajar
mengenai HAM Ekosob. Terlepas dari kritikan yang membangun tersebut saya
beranggapan bahwa isi dari buku ini layak untuk menjadi bahan pertimbangan
oleh pengambil kebijakan dalam rangka membuat kebijakan dalam ranah HAM
Ekosob Internasional terkhusus di Indonesia karena dalam penjelasanya tiap
Bab di uraikan dengan teori dan dasar pengaturan yang kuat diambil dari
Internasional maupun bersumber pada nasional
Dalam menjawab masalah HAM dalam dimensi Ekosob di Indoensia pada
tema-tema pokok HAM Eksob yaitu hak atas tanah, air, perumahan yang layak,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, lingkungan hidup. Menurut hemat saya
penulis dalam menjawab masalah di Indoensia banyak memberikan terobosan
hukum agar tegaknya HAM Ekosob benar-benar dijalankan dalam implementasi
kehidupan benegara yang ditujukan pada pembuat kebijakan di Indonesia dan
mampu menjelaskan tanggung jawab negara dalam memajukan hak-hak
ekosob, dari konsep tanggung jawab ini lahir kebijakan negara dalam rangka
mewujudkan perlindungan dan pemajuan ak-hak ekosob. Dari penjelasan
penulis mengenai tema-tema pokok HAM Ekosob tentunya ini selaras seperti
yang kita ketahui bahwa di Indoensia telah benar benar menjamin hak-hak
tersebut dan merupakan tanggung jawab terhadap pelaksanaan CESCR yang
sduah di ratifikasi. Hal menarik lainya bahwa Majda El Muhtaj sebagai penulis
dalam buku ini menjelakan secara rinci pentingnya penguatan justisiabilitas
atas HAM Ekosob di Indonsia penulis beranggapan demikian karena dalam
realitas HAM Ekosob masih minim akses keadilan yang bermartabat dalam
mekanisme hukum diIndonesia juga masih sering terjadinya pelanggaran HAM
Ekosob tetapi ironisnya penguatan Justisiabilitas nyaris terabaikan. Menarik
untuk dipelajari ruang justisiabilitas terhadap HAM Ekosob diuraikan oleh Eide
dalam bukunya Economic, Social and Culture Rights; S Textbook yang
menegaskan bahwa bukti komitmen negara dalam melindungi dan memenuhi
HAM Ekosob, terlihat dari maksimalisasi seluruh kemampuan negara untuk
achieving progressively the rights, including the adoption of legal measure.
Untuk memperkuat posisi negara sebagai pemangku kebijakan, maka negara
harus memainkan peran strategis dalam menyusun kerangka hukum nasional
yang memungkinkan para pihak benar-benar mensinergikan langkah dalam
upaya perlindungan dan pemenuhan HAM, dikatakan oleh Eide sebagai berikut
When states seek to implement these obligation in national law, they are
required to impose duties on persons subject to their jurisdiction. Duties
respect the rights of other persons, and duties to contribute to common
welfare, make it possible for the state to assist and to provide in ways
which enable everyone to enjoy their economic, social and culture rights.
2
Penulis memberikan data upaya penegakan justisiabilitas HAM Ekosob,
praktik yang dilakukan di Afrikan Selatan dapat menjadi model terbaik ini
terlihat pada yurisprudensi yang terkait pada justisiablitas HAM Ekosob yang
dapat ditemui sejak 1966 ketika Mahkamah Konstitusi mengeksaminasi kasus
Irebe Groot-boom melawan Pemerintahan Afrika Selatan. Diputuskan bahwa
negara berkewajiban melakukan “pemulihan bagi orang-orang yang tidak
memiliki akses terhadap tanah, tidak memiliki atap di atas kepalanya dan
mereka yang hidup pada situasi yang tidak dapat ditoleransi atau situasi
krisis”3. Dengan berkaca pada pengalaman Afrika Selatan yang berupaya
menegakan HAM Ekosob menjadi penting untuk membangun kesadaran publik
dan budaya hukum masyarakat utamanya di Indoensia agar terciptanya HAM
2 Lihat R.F Desmann, Environmental Conservation, fifth edition (New York: John Wiley &
Sons, 1984). Hlm. 12-16
3 Lihat lebih lanjut Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi Ham (Mengurai Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013, hlm. 219-220
Ekosob dapat dirasakan oleh masyarakat, sekalipun HAM Ekosob lebih
menitikberatkan aspek penguatan dan pengambilalihan langkah-langkah yang
tepat yang oleh sebagian pendapat dikonotasikan non-justiciable, sebenarnya
pemenuhan HAM Ekosob bertalian erat dengan kemartabatan manusia dan
pemajuan HAM Ekosob membutuhkan sebuah mekanisme hukum yang tepat,
tidak saja meberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap pemenuhan
HAM Eksob, tetapi juga sejatinya memiliki sebuah mekanisme hukum bagi para
pencari keadilan. Namun demikian lahirnya HAM Eksob dalam perlindunganya
dan pemenuhan HAM Eksosb masih ditemukan kendala-kendala yang signifikan
dalam tiap karakteristiknya, dalam pedoman Maastricht menegaskan adanya
dua jenis pelanggaran HAM Ekosob, yakni pelanggaran melalui tindakan dan
pelanggaran melalui pembiaran, dari semua pelanggaran itu penting untuk
dilakukan perlindungan disini juga dijelaskan kewajiban negara dalam rangka
melindungi HAM Ekosob adalah kewajiban bertindak dan kewajiban hasil,
dalam dua kewajiban tersebut mesti terpenuhi tiga kewajiban penting, yakni
kewajiban menghormati, kewajiban melindungi, dan kewajiban untuk
memenuhi. Dalam tegaknya HAM Ekosob ini tentunya tidak hanya dilakukan
oleh negara saja melainkan harus mengikutsertakan banyak pihak dalam
memosisikan negara yang berwibawa dalam mengimplementasikan nilai-nilai
dan standar HAM secara universal.