MENGKAJI KESESUAIAN TEORI LOKASI DAN AGL

MENGKAJI KESESUAIAN TEORI LOKASI
DAN AGLOMERASI DALAM PERSPEKTIF
EKONOMI REGIONAL
TUGAS BESAR EKONOMI WILAYAH DAN KOTA

Disusun Oleh:
ERWIN DWI PUTRA S.
10611017

JURUSAN PERENCAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2013

Page 1

BAB I
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang
Aglomerasi adalah konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi di
kawasan perkotaan karena penghematan akibat dari perusahaan yang

letaknya saling berdekatan (Kuncoro 2002). Tujuan dasar dari aglomerasi
atau teori konsentrik adalah untuk mengintegrasikan kelompok-kelompok
usaha, sehingga dalam lokasi tersebut diharapkan mampu menarik
sekaligus memunculkan usaha-usaha lain. Pada umumnya aglomerasi ini
erat kaitannya dengan lokasi. Karena untuk menentukan lokasi yang tepat
untuk aglomerasi (aglomerasi industri misalnya), dibutuhkan analisis
lokasi yang nantinya dapat menjadi dasar penentuan lokasi industri
tersebut.

Konsentrasi

perdagangan

terkadang

sering

memuncukan

ketimpangan ekonomi bagi wilayah sekitarnya dan dampaknya tentu saja

perekonomian wilayah tersebut tidak menyebar merata. Hal itulah yang
kiranya perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam membuat suatu
kebijakan yang berkaitan dengan hal tersebut. Apa sebetulnya keterkaitan
aglomerasi dengan arah kebijakan ekonomi regional? Apakah aglomerasi
lokasi (konsentrasi perdagangan) itu mempunyai peran penting dalam
kontribusinya terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah? Dan
apa saja keuntungan yang dihasilkan oleh adanya aglomerasi di dalam
suatu wilayah. Berangkat dari hal itulah akhirnya teori lokasi perkotaan
juga perlu diperhatikan.
Tujuan
Tujuan dari penulisan paper atau makalah ini adalah untuk
meninjau ulang kesesuaian teori lokasi serta aglomerasi dalam perspektif
ekonomi regional.

Page 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori-teori yang Digunakan
2.1.1 Teori Lokasi

Menurut Tarigan (2012) studi tentang lokasi adalah melihat kedekatan
atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas
kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan atau berjauhan tersebut.
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order ) kegiatan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber
yang langka, serta hubungannya dengan pengaruhnya terhadap lokasi berbagai
macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Salah satu hal yang
banyak dibahas dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas
orang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Tarigan, 2012).
Lokasi Industri
Weber dalam Tarigan (2012) menyatakan bahwa lokasi setiap industri
tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga kerja di mana penjumlahan
keduanya harus minimum. Tempat di mana total biaya transportasi dan tenaga
kerja yang minimum akan menghasilkan keuntungan yang maksimum.
2.1.2 Keuntungan Aglomerasi
Dalam satu wilayah kita sering melihat adanya berbagai macam
konsentrasi produsen/pedagang dari berbagai jenis barang ataupun jasa.
Misalnya konsentrasi industri, produsen barang yang sama maupun yang
berbeda untuk cenderung memusat pada satu lokasi yang sama yaitu pada pusatpusat kota.
Hal ini disebabkan oleh keuntungan-keuntungan yang diperoleh apabila

produsen atau industri memilih lokasinya di pusat, diantaranya: kemudahan
memasuki pasar yang lebih besar; perkembangan pasar tenaga kerja perkotaan
dan tersedianya kumpulan bakat-bakat manejerial; adanya fasilitas-fasilitas

Page 3

komersial, perbangkan dan finansial (juga meliputi modal yang lebih
murah); keuntungan yang berhubungan dengan jasa-jasa transport
(umpamanya,

perbaikan

fasilitas-fasilitas

terminal);

keuntungan

komunikasi; adanya fasilitas-fasilitas sosial, kultural dan hiburan yang
berpengaruh terhadap keputusan lokasi, dan keuntungan skala dalam

pelayanan umum dari pemerintah, terutama berkurangnya biaya dari
satuan energi dengan bertambahnya permintaan (Richardson, 2001).
Berbeda dengan hal itu Richardson (2001) dalam bukunya
mempertanyakan — mengapa di dalam suatu daerah kegiatan-kegiatan
ekonomi hanya menumpuk di beberapa pusat saja dan tidak membentuk
suatu pola persebaran merata di seluruh daerah yang bersangkutan. Yang
mana menurutnya produksi dan penduduk hanya menumpuk di daerahdaerah tertentu suatu perekonomian hal itu dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan regional apabila tidak ada upaya campur tangan dari
luar dalam hal ini adalah pemerintah setempat.
2.1.3 Ekonomi Regional
Ilmu ekonomi regional (IER) atau ilmu ekonomi wilayah adalah
suatu cabang dari ilmu ekonomi yang dalam pembahasannya memasukan
unsur perbedaan potensi satu wilayah dengan wilayah lain. Sebetulnya
sangat sulit meletakan posisi ilmu ekonomi regional (IER) dalam
kaitannya dengan ilmu lain, terutama dengan ilmu bumi ekonomi
(economic geography). Ilmu bumi ekonomi adalah ilmu yang mempelajari
keberadaan suatu kegiatan di suatu lokasi dan bagaimana wilayah
sekitarnya bereaksi atas kegiatan tersebut.
Ilmu ekonomi regional berbeda dengan ilmu bumi ekonomi yang
hanya membahas kegiatan individual; ilmu ekonomi regional menganalisis

suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat
berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana
mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah (Tarigan, R. 2012)

Page 4

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pusat Kegiatan lokasi
Pada umumnya pusat-pusat pengadaan dan pelayanan barang serta jasa
itu terletak di perkotaan. Jakarta umpamanya, menyediakan barang dan jasa
yang tidak disediakan di Medan serta kota-kota lainnya yang berada pada tingkat
hierarki yang lebih rendah (Tarigan, 2012). Begitu juga dalam lingkup atau skala
provinsi. Kota Bandung adalah pusat kegiatan untuk wilayah Jawa Barat
meliputi: Bogor, Sukabumi, Depok, Bekasi, Cianjur dll; sedangkan untuk daerah
Jawa Timur berpusat di Kota Surabaya. Aceh dan Sumatra Utara berpusat di
Kota Medan.
3.2 Antara Ekonomi Regional dengan Kebijakan Lokasi Aglomerasi
Apabila para penggiat studi ekonomi regional melihat bagaimana potensi

dari masing-masing wilayah itu dikaji lalu dibuatkan suatu kebijakan yang
diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Artinya
kebijakan dari ekonomi regional harus mampu dirasakan oleh seluruh
masyarakat di wilayah tersebut. Tetapi kebijakan lain yaitu teori lokasi yang
mempertimbangkan

segala

macam

manfaat

dan

keuntungan

dalam

menempatkan suatu kegiatan ekonomi, dan pelayanan jasa. Yaitu dengan cara
melihat potensi yang paling baik dari setiap wilayah serta keberadaan prasarana

dan sarana yang ada di wilayah tersebut. Maka dari hasil analisisnya itu tidak
jarang para pelaku ekonomi menempatkan suatu bentuk kegiatan ekonominya di
wilayah yang telah berkembang seperti di perkotaan. Sehingga daerah-daerah di
sekitarnya atau suburban dan termasuk desa dipinggiran tidak begitu tersorot
oleh para perencana. Dampaknya adalah kepincangan bagi kawasan-kawasan
lainnya. Karena yang merasakan kesejahtraan serta kemudahan berbagai fasilitas
tersebut hanya orang-orang tertentu saja. Orang yang berlokasi jauh dari pusat
kota tidak akan dapat menikmati berbagai fasilitas dan kemudahan pelbagai
pelayanan tersebut. Contohnya orang yang tinggal di pinggiran kota (desa)
relatif mempunyai mobilitas rendah karena ketersediaan fasilitas atau prasarana

Page 5

di desa kurang memadai. Baik itu dari segi pelayanan sosial, pendidikan,
kesehatan serta lain sebagainya. Oleh karena itu perlu ada suatu kebijakan
yang dapat menguntungkan setiap orang (masyarakat) yang ada di seluruh
wilayah tersebut bukan hanya satu zona tertentu.
3.3 Dampak dari adanya konsentrasi kegiatan ekonomi
Kesenjangan sosial-ekonomi
Dalam konsentrasi spasial di Indonesia sendiri terdapat beberapa

hal yang menarik untuk dikaji. Dimana pola spasial pembangunan di
Indonesia menunjukan ketimpangan distribusi industri secara geografis.
Daerah industri yang utama di Indonesia berlokasi di Jawa. Menariknya
aglomerasi di jawa hanya terjadi dibagian barat dan timur pulau yang
paling padat penduduknya (Kuncoro, 2002).
Hal itu pula yang dipertanyakan oleh Richardson (2001) dalam
bukunya— mengapa di dalam suatu daerah kegiatan-kegiatan ekonomi
hanya menumpuk di beberapa pusat saja dan tidak membentuk suatu pola
persebaran merata di seluruh daerah yang bersangkutan. Menurutnya
produksi dan penduduk yang hanya menumpuk di daerah-daerah tertentu
suatu perekonomian hal itu dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
regional apabila tidak ada upaya campur tangan dari luar dalam hal ini
adalah pemerintah setempat.
Apabila konsentrasi tersebut hanya dilakukan di satu pusat saja
(centre pleace) maka hal itu akan menimbulkan ketimpangan sosial dan
juga ekonomi bagi wilayah sekitarnya. Artinya kalau pembangunan hanya
terkonsentrasi di Pulau Jawa atau di kota saja, maka jelas sekali daerahdaerah lainnya atau pulau-pulau lainnya tidak akan dapat berkembang
karena pemerintah hanya mendorong dan memfasilitasi pada satu pusat
tersebut.


Akibatnya

pembangunan

yaitu

munculah

istilah

fenomena

dimana

pembangunan antarwilayah.

yang

namanya


terjadinya

disparitas

ketidakmerataan

Page 6

3.4 Arah Kebijakan Ekonomi Regional
Pada tahap akhir yaitu kita melihat bagaimana tujuan dari bidang studi
ekonomi regional mengupayakan untuk mendorong setiap wilayah dengan
potensi yang dimilikinya masing-masing untuk dapat berkembang. Namun
kebijakan pemerintah pusat terkadang menimbulkan kontradiksi dengan tujuan
dari pembangunan ekonomi wilayah/daerah. Padahal kita tahu semenjak Tahun
1999 terdapat kebijakan baru dari pemerintah pusat untuk masing-masing daerah
yaitu prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam
undang-undang tersebut. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahtraan rakyat
(PU, 2004). Tetapi pada kenyataanya tujuan dari adanya otonomi daerah tersebut
belum menunjukan hasil yang positif. Karena berdasarkan hasil kajian Direktorat
Otonomi Daerah Bappenas (2011), ternyata pelaksanaan otonomi daerah belum berhasil
meningkatkan kesejahteraan secara signifikan.

Salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah pusat agar
pembangunan di Indonesia ini merata adalah dengan mendorong dan membuka
kesempatan secara luas kepada setiap daerah untuk menentukan perencanaan
yang baik supaya seluruh wilayah yang ada di Indonesia ini dapat lebih cepat
berkembang dan merata. bukan malah dibatasi dengan adanya peraturan tata
ruang yang telah dibuat. Apabila pemerintah pusat mengupayakan dan
mendorong setiap daerah khususnya di luar Pulau Jawa untuk berkembang atau
setiap desa difasilitasi maka tidak akan terjadi kecemburuan sosial dan tidak
akan terjadi pula disparitas antarwilayah. Hal ini pun tidak akan memicu adanya
urbanisasi secara besar-besaran sehingga tidak akan banyak masalah yang timbul
di perkotaan.

Page 7

BAB IV
KESIMPULAN
Untuk dapat meratakan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia
pemerintah pusat seharusnya tidak hanya terbatas pada teori pusat
pertumbuhan dengan melihat lokasi tertentu saja, melainkan harus
merubah paradigma perencanaan dengan cara membuat perencanaan yang
lebih bersifat komprehensif, dan bersinergi agar pembangunan yang adil
serta sesuai dengan amanat UUD dapat terwujud.

Page 8

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kuncoro, M. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan
Kluster Industri Indonesia . Jogjakarta: UPP AMP YKPN.

Richardson, HW. 2001. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Jakarta. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Tarigan, R. 2012. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta. Bumi Aksara.
Jurnal dan Internet:
Kuncoro, M. 2013. Adakah Perubahan Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur
di Indonesia, 1976-2001?. http://mudrajad.com/wpcontent/uploads/2013/03/Adakah-perubahan-konsentrasi-spasial_JurnalEkonomi-Dan-Bisnis-Indonesia-vol-19-No.-4-2004..pdf. (Diakses Tanggal
17 Desember 2013)
Pekerjaan Umum. 2004. Penjelasan atas Undan-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
http://www.pu.go.id/satminkal/itjen/lama/hukum/uu32-04p.htm. (Diakses
tanggal 18 Desember 2013)