HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PRE

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY
DENGAN PRESTASI BELAJAR

Oleh:
Riswando Sembiring
113310066

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........…………………………………………………...

i

DAFTAR ISI………………………….………………………..…….………

ii


BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar

Belakang 1

Masalah………………………………………
B.

Tujuan

Penelitian…………………………….. 9

………………
C.


Manfaat
………

9

Penelitian………...………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada jaman sekarang ini sangat dituntut kualitas sumber daya manusia yang
tinggi, diharapkan mereka mampu bersaing didalam kehidupan global. Kualitas
sumber daya manusia sangat penting dan menduduki posisi sentral dalam kehidupan
zaman sekarang ini, baik sebagai sarana maupun tujuan pembangunan untuk
kedepannya. Kriteria manusia yang berkualitas menyangkut berbagai aspek antara
lain aspek fisik, Psikis, sosial, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk
mengantisipasi tantangan perubahan - perubahan sosial yang terjadi pada saat
sekarang ini dan untuk kedepannya dibutuhkan pula kualitas manusia yang otonom,

mandiri, kreatif dan memiliki kebutuhan untuk saling berprestasi, baik prestasi dalam
bekerja maupun prestasi dalam belajar. Bagi para siswa yang masih mengenyam
pendidikan atau masih dibangku sekolah pastilah yang diharapkan prestasi dalam
belajar.
Sekolah merupakan salah satu lembaga penyelenggara pendidikan atau tempat
proses belajar mengajar yang diusahakan dengan sengaja untuk mengembangkan
pengetahuan siswa sehingga dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan
yang diharapkan. Dan sekolah juga mempunyai peranan penting dalam menyiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas dan berprestasi, sehingga para siswa
mempunyai bekal ilmu yang cukup dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat.

Seseorang yang ingin maju dalam kehidupannya akan berusaha secara maksimal
dalam belajar sehingga ia dapat memperoleh prestasi akademik yang optimal.
Untuk mencapai prestasi belajar yang diinginkan perlu usaha-usaha dalam
mencapainya. Tanpa adanya usaha yang dilakukan mustahil seseorang akan dapat
meraih prestasi dalam belajar. Setiap siswa diharapkan mempunyai motivasi yang
kuat dalam mencapai prestasi belajar, sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas
akademik tepat pada waktunya. Perilaku yang diharapkan dalam mencapai prestasi
belajar adalah keinginan yang kuat dalam belajar dan bersungguh - sungguh dalam
mengikuti pelajaran yang diberikan.

Masalah yang sering muncul adalah kurangnya motivasi, minat belajar dalam
mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru dan staf pengajar lainnya, dan
kurangmya kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah,
sehingga prestasi belajar nya menurun dan mengakibatkan kegagalan dalam
ketepatan waktu menyelesaikan pendidikan dan ketepatan waktu dalam melanjutkan
ketingkat selanjutnya. Fenomena yang sering muncul adalah prestasi belajar siswa
menurun ataupun meningkat terutama karena faktor eksternal maupun faktor internal
siswa itu sendiri.
Didalam kamus populer, prestasi belajar ialah hasil dari sesuatu yang telah
dicapai dalam kegiatan belajar dan hasil yang telah dicapai seseorang setelah ia
melakukan

perubahan

belajar,

baik

disekolah


maupun

diluar

sekolah

(Purwodarminto, 1979).
Badan Standar Nasional Pendidikan di Medan, memaparkan, ada beberapa
sekolah yang tingkat kelulusan siswanya sangat rendah, satu diantaranya 100 %

siswanya tidak lulus dalam mengikuti Ujian akhir Nasional, dan beberapa lainnya 20
– 50 % siswa tidak lulus. Banyak aspek yang membuat hal tersebut diatas dapat
terjadi, salah satunya karena prestasi belajar siswanya sangat rendah ataupun
kurangnya sarana dan prasarana sekolah dalam memenuhi kegiatan belajar mengajar.
Amsori (2009) oleh Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispora)
Solo, menjelaskan, jumlah peserta Unas SMA / MA di Solo sebanyak 7.273 siswa,
593 siswa di antaranya, atau 8 persen tidak lulus. Sementara jumlah peserta Unas
SMK sebanyak 6.378 siswa, 909 siswa di antaranya, atau 15,66 persen tidak lulus.
Bandura (dalam john W. Santrock) menyatakan adanya hubungan antara efikasi
diri dengan prestasi belajar siswa. Efikasi diri (Self Efficacy) adalah kepercayaan

seseorang pada dirinya sendiri tentang kemampuan diri dalam bertindak, sehingga
dalam efikasi diri diperlukan kecakapan. Istilah efikasi diri dapat diartikan dengan
keyakinan diri seseorang dalam menyelesaikan tugas atau permasalahan tertentu.
Siswa yang memiliki keyakinan diri yang rendah diketahui memiliki prestasi belajar
yang rendah dan sebaliknya siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi biasanya
memiliki prestasi belajar yang baik.
Bandura (1997, 2000, 2001) percaya bahwa efikasi diri adalah factor penting
yang mempengaruhi prestasi murid. Efikasi diri mempunyai kesamaan dengan
motivasi untuk menguasai diri dalam meyelesaikan tugas atau masalah.
Menurut Stipek, Maddux (2002) Efikasi diri adalah keyakinan bahwa “aku
bisa”, ketidakberdayaan adalah keyakinan bahwa “aku tidak bisa”. Murid dengan
efikasi diri tinggi setuju dengan pernyataan seperti “saya tahu bahwa saya akan
mampu menguasai materi ini “ dan “ saya akan bisa mengerjakan tugas ini”.

Dalam sebuah studi, seorang murid yang mempunyai prestasi belajar yang
baik dan banyak memperoleh penghargaan dalam beberapa kompetisi yang diadakan
sekolah mengatakan bahwa murid tersebut dapat meraih prestasi belajar dan prestasi
lainnya karena mempunyai kepercayaan diri tinggi bahwa ia dapat melakukannya
dan dapat meraih juara. Dan seorang murid lainnya mengatakan bahwa ia selalu
gagal dalam meraih juara dikarenakan kurangnya rasa percaya diri yang

menyebabkan ia malu atau ragu-ragu dalam melakukan sesuatu.
Sekolah dengan tingkat efikasi diri tinggi akan memiliki ekspektasi dan
standar tinggi dalam hal prestasi. Guru menganggap murid sebagai anak didik yang
mampu mencapai prestasi tinggi. Guru menentukan standar akademik yang
menantang bagi murid, dan memberi bantuan kepada mereka untuk mencapai standar
ini . Sebaliknya sekolah dengan tingkat efikasi diri rendah tidak banyak berharap
pada prestasi akademik murid, gurunya tidak banyak meluangkan waktu untuk
mengajar dan memonitor kemajuan akademik murid, dan cenderung menganggap
kebanyakan muridnya susah diajar (Brookover dkk, 1997).
Hasil penelitian Nathalia (Harjanto, 1997) menyimpulkan beberapa ciri
orang yang memiliki efikasi diri yang tinggi antara lain suka memikul tanggung
jawab secara pribadi dan menginginkan hasil yang diperoleh dari kemampuan
optimalnya. Individu juga suka pada tantangan dan tidak suka melakukan tugas yang
mudah atau sedang. Selain itu individu sangat menghargai waktu sehingga individu
tergerak untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan hari ini. Memiliki daya
kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam mencari cara mengatasi masalah. Individu
juga menyukai segala sesuatu yang mengandung resiko karena individu percaya diri
dan yakin bahwa dirinya mampu melakukan sesuatu meskipun sulit.

Efikasi diri yang mempengaruhi proses berfikir, level motivasi dan kondisi

perasaan yang semuanya berperan terhadap jenis performasi yang dilakukan.
Individu dengan efikasi diri rendah dalam mengerjakan tugas tertentu akan
cenderung menghindari tugas tertentu. Individu akan merasa sulit untuk memotivasi
diri akan mengurangi usahanya atau menyerah pada permulaan rintangan. Individu
juga mempunyai aspirasi dan komitmen lemah untuk tujuan hidup yang akan dipilih.
Dalam memandang situasi individu cenderung lebih memperhatikan kekurangannya,
tugas yang berat dan akibat yang tidak baik atau kegagalan (Bandura, 1997)
Efikasi diri juga mempengaruhi besar usaha dan ketahanan individu dalam
menghadapi kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memandang tugas-tugas
sulit sebagai tantangan untuk dihadapi daripada sebagai ancaman untuk dihindari.
Subyek mempunyai komitmen tinggi untuk mencapai tujuan-tujuannya, subyek juga
akanmenginvestasikan tingkat usaha yang tinggi dan berfikir strategis untuk
menghadapi kegagalan. Individu memandang kegagalan sebagai kurangnya usaha
untuk mencapai keberhasilan. Selain itu individu secara cepat memulihkan perasaan
mampu setelah mengalami kegagalan sebagai kurangnya usaha untuk mencapai
keberhasilan. Selain itu individu secara cepat memulihkan perasaan mampu setelah
mengalami kegagalan.
Efikasi diri sebagai keyakinan, yaitu keyakinan seseorang bahwa dirinya
mampu melaksanakan tingkah laku yang dibutuhkan dalam suatu tugas. Efikasi diri
memegang peranan penting dalam meraih kesuksesan, karena dengan efikasi diri

yang baik, individu mampu untuk mengaktualisasikan potensi yang terdapat dalam
dirinya.

Berdasarkan uraian tersebut dengan adanya efikasi diri yang tinggi diharapkan
individu dapat menunjukkan prestasi belajarnya secara optimal sesuai dengan potensi
yang individu miliki, sehingga mereka mampu bersaing didalam kehidupan global.
Dengan banyaknya tuntutan – tuntutan kemajuan zaman dan tekhnologi dalam era
sekarang ini, dan kebutuhan sumber daya manusia yang berprestasi yang mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, agar dapat bersaing dan dapat eksis dalam kehidupan
bermasyarakat, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan antara
Efikasi diri dengan prestasi belajar”.

B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri
dengan Prestasi belajar.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bertujuan pada umumnya memberikan sumbangan kepada
ilmu Psikologi dan khususnya pada Psikologi Pendidikan.

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
1. Bagi Kepala Sekolah
Sebagai acuan memberikan pengarahan bagi para guru untuk lebih meningkatkan
kualitas mengajar mengenai efikasi diri guna mencapai prestasi belajar yang jauh
lebih baik.
2. Bagi Guru
Dapat mengoptimalkan pentingnya efikasi diri terhadap prestasi belajar pada siswa.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan memberikan wacana pemikiran untuk lebih memperdalam khasanah
ilmu pengetahuan psikologi pendidikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi belajar
Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005) pengertian
belajar sebagai berikut :
Cronbach memberikan definisi : “Learning is shown by a change in behavior as a

result of experience". (Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku
sebagai hasil dari pengalaman). Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to
observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow
direction” (Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu
sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan). Geoch, mengatakan "Learning
is a change in performance as a result of practice". (Belajar adalah perubahan dalam
penampilan sebagai hasil praktek).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.
Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau
melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.
Hitzman (dalam Muhibbin Syah, M.Ed 1978) dalam bukunya The
Psychology of Learning and Memory berpendapat bahwa Belajar adalah suatu
perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan
oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi
menurut Hitzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru
dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.

Reber (dalam Muhibbin Syah, M.Ed 1989) dalam kamusnya, Dictionary of
Psychology membatasi belajar dengan 2 macam definisi, pertama, belajar adalah
"The Process of acquiring knowledge (proses memperoleh pengetahuan)". Kedua,
belajar adalah "A relativelt permanent change in respons potentiality which occurs
as a result of reinforced practice (Suatu perubahan kemampuan bereaksi yang
relatif langgeng sebagai hasillatihan yang diperkuat)".
Biggs (dalam Muhibbin Syah, M.Ed 1991) dalam pendahuluan "Teaching
for Learning : The view from cognitive psychology" mendefinisikan belajar dalam
3 macam rumusan yaitu: Rumusan kuantitatif, rumusan institusional, dan rumusan
kualitatif.
Rumusan kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyakbanyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi
yang dikuasai siswa.
Rumusan Institusional (Tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai
proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang
telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat
diketahui dalam hubungannya dengan proses mengajar. Ukurannya ialah, semakin
baik mutu mengajar yang dilakukan guru maka akan semakin baik pula mutu
perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai.
Rumusan Kualitatif (Tinjauan mutu) belajar ialah, proses memperoleh artiarti

dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling

siswa, belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan

nanti dihadapi siswa. Didalam kamus populer, prestasi belajar ialah hasil dari
sesuatu yang telah dicapai dalam kegiatan belajar dan hasil yang telah dicapai
seseorang setelah ia melakukan perubahan belajar, baik disekolah maupun diluar
sekolah (Purwodarminto, 1979).
Dalam webster's New Internasional Dictionary mengungkapkan tentang
prestasi yaitu :"Achievement test a standardised test for measuring the skill or
knowledge by person in one more lines of work a study" mempunyai arti kurang
lebih prestasi adalah standart tes untuk mengukur kecakapan atau pengetahuan
bagi seseorang didalam satu atau lebih dari garis-garis pekerjaan atau belajar.
Darmadi (2009) menyatakan bahwa “prestasi belajar adalah sebuah
kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh seseorang setelah melakukan sebuah
kegiatan dan proses belajar sehingga dalam diri seseorang tersebut mengalami
perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya”.
Sedangkan menurut Nurkencana (dalam Ade Sanjaya, 2011), “prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata
pelajaran.

Ditambahkan

bahwa

prestasi

belajar

merupakan

hasil

yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam
belajar”.
Lanawati (dalam Reni Akbar Hawadi, 2004) berpendapat bahwa “prestasi
belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan hasil belajar
siswa sesuai dengan tujuan instruksional yang menyangkut isi pelajaran dan
perilaku yang diharapkan oleh siswa”.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar yang mengakibatkan
perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi belajarnya.

2. Aspek – aspek prestasi belajar
Menurut Muhibbin Syah (2007) prestasi belajar meliputi 2 aspek yaitu :
Aspek Fisiologis yaitu aspek jasmani / fisik, meliputi :
1

Aspek kesehatan
Kesehatan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, jika
kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat,
mudah pusing, dan mengalami beberapa masalah kesehatan fisik maka
dapat dipastikan prestasi belajar siswa tersebut akan rendah atau kurang
baik

2

Aspek Cacat tubuh
Menurut slameto (dalam Muhibbin syah 2007) cacat tubuh adalah sesuatu
yang menyebabkan

kurang baik atau kurang sempurnanya anggota

tubuh, cacat ini berupa buta, tuli, patah kaki, patah tulang, lumpuh dan
lain-lain. Hal ini akan sangat berpengaruh kepada prestasi belajar siswa.
Kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran siswa dalam
mengikuti pelajaran sangat berpengaruh kepada prestasi belajar siswa
tersebut, karena kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan,
indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam
menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.

Daya pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah, umpamanya akan
menyulitkan sensory register dalam menyerap item – item informasi yang
bersifat echoic dan iconic (gema dan citra). Akibat negative selanjutnya
adalah terhambatnya proses informasi yang dilakukan oleh sistem memori
siswa tersebut. Diperlukan langkah bijaksana dalam mempertahankan
kepercayaan diri siswa – siswa yang mengalami kekurangan dalam
jasmaninya. Karena kemerosotan rasa percaya diri siswa akan menimbulkan
frustasi yang pada gilirannya cepat atau lambat siswa tersebut akan menjadi
under-achiever atau mungkin gagal, meskipun kapasitas kognitif mereka
normal atau lebih tinggi daripada teman – temannya.

Aspek Psikologis, meliputi :
1. Aspek Intelegensi
Intelegensi sebagai istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran,
ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Siswa
yang mempunyai intelegensi tinggi adalah siswa yang mempunyai
kemampuan untuk memahami dan menyelesaikan problem mental dengan
cepat, kemampuan mengingat, kreativitas yang tinggi dan imajinasi yang
tinggi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran
mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai
baik, atau siswa yang jempolan dikelasnya. Prestasi belajar anak yang
mempunyai intelegensi tinggi ini sudah dapat dipastikan pasti sangat baik.
2 Bakat

Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (chaplin 1972,
Reber 1988). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memilki
bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi ketingkat tertentu
sesuai dengan kapasitas masing – masing. Jadi, secara global bakat itu
mirip

dengan

intelegensi.

Itulah

sebabnya

seorang

anak

yang

berintelegensi sangat (superior) atau cerdas luar biasa (Very superior)
disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
Sehubungan dengan hal diatas, bakat akan dapat mempengaruhi
tinggi rendahnya prestasi belajar bidang – bidang studi tertentu. Oleh
karenanya adalah hal yang tidak bijaksana apabila orang tua memaksakan
kehendaknya untuk meyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu
tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anaknya itu.
Pemaksaan kehendak terhadap seorang siswa, dan juga ketidaksadaran
siswa terhadap bakatnya sendiri sehingga ia memilih jurusan keahlian
tertentu yang sebenarnya bukan bakatnya, akan berpengaruh buruk
terhadap kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
3

Minat
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar atau prestasi belajar siswa
dalam bidang – bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang
menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatian

yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk
belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.
4

Motivasi
Menurut Gleitman,1986, Reber 1988) motivasi berarti pemasok daya
untuk bertingkah laku secara terarah. Dalam perkembangan selanjutnya,
motivasi dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu : Motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsic adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam
diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Termasuk dalam motivasi intrinsic siswa adalah perasaan menyenangi
materi dan kebutuhannya terhadap materi tesebut.
Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu
siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.

5

Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relative tetap terhadp
objek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negative.
Sikap siswa yang positif merupakan pertanda baik akan prestasi belajar
nya. Sebaliknya sikap negative akan menimbulkan kesulitan belajar dan
prestasi belajar yang buruk.
Keadaan psikologis siswa dalam mengikuti pelajaran yang
diberikan akan mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut. Dengan
demikian prestasi belajar siswa dapat berdampak positif bilamana siswa

itu sendiri mempunyai keadaan psikologis yang baik dalam menerima
suatu mata pelajaran.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aspekaspek perilaku menyontek adalah aspek Fisiologis jasmani atau fisik meliputi
kesehatan, cacat tubuh, dan aspek Psikologis meliputi intelegensi, bakat,
minat, motivasi dan sikap.

3. Faktor – faktor prestasi belajar
Menurut Muhibbin syah (2007), faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar ada 3 yaitu :
a. Lingkungan sosial
Lingkungan social sekolah seperti para guru, para staf, para staf
administrasi dan teman –teman sekelas dapat mempengaruhi semangat
belajar dan prestasi belajar siswa. Para guru yang selalu menunjukkan
sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang
baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan
berdiskusi dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar
siswa.
Selanjutnya yang termasuk lingkungan social siswa adalah masyarakat,
tetangga dan juga teman – teman sepermainan disekitar. Kondisi
masyarakat dilingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak –anak
penganggur misalnya, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar. Paling
tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman
belajar atau berdiskusi atau meminjam alat –alat belajar tertentu yang
kebetulan belum dimilikinya.

Lingkungan social yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar
adalah orang tua dan keluarga. Sifat –sifat orang tua, praktik pengelolaan
keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga, semuanya dapat
member dampak baik maupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil
yang dicapai oleh siswa atau prestasi belajar siswa.
b. Lingkungan Non sosial
Faktor – factor yang termasuk lingkungan non social ialah gedung
sekolah dan letaknya, rumah temapat tinggal keluarga dan letaknya, alat –
alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan. Faktor –
factor ini dipandang turut menentukan prestasi belajar siswa.
c. Pendekatan belajar
Pendekatan belajar adalah segala cara atau strategi yang digunakan siswa
dalam menunjamh keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi
tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional
yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau
mencapai tujuan belajar tertentu ( Lawson 1991)
Faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan
proses belajar atau prestasi belajar siswa tersebut.

Menurut Slameto (2003), faktor-faktor prestasi belajar ada tiga, yaitu:
1

. Faktor keluarga
a. Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadp prestasi belajar
anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo (dalam slameto 2003)

mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan
utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran
kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar
yaitu pendidikan bangsa dan Negara
b. Relasi antar anggota keluarga
Menurut slameto (2003) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi
orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau
dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari
relasi adalah apakah ada kasih saying atau kebencian, sikap terlalu keras
atau sikap acuh tak acuh dan sebagainya.
c. Keadaan keluarga
Menurut Hamalik (2002 : 160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga
sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan
individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi,
hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan
realitas kehidupan.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa keadaan keluarga dapat
mempengaruhi prestasi belajar anak sehingga faktor inilah yang
memberikan pengalaman kepada anak untuk dapat menimbulkan
prestasi, minat, sikap dan pemahamannya sehingga proses belajar yang
dicapai oleh anak itu dapat dipengaruhi oleh orang tua yang tidak
berpendidikan atau kurang ilmu pengetahuannya.

d. Pengertian orang tua
Menurut Slameto (2003) bahwa anak belajar perlu dorongan dan
pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan
tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat,
orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat
mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.
e. Keadaan ekonomi keluarga
Menurut Slameto (2003 : 63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat
hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain
terpenuhi

kebutuhan

pokoknya,

misalnya

makanan,

pakaian,

perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas
belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis,
dan sebagainya.
f. Latar belakang kebudayaan
Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi
sikap anak dalam belajar (Roestiyah, 1989). Oleh karena itu perlu
kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong
tercapainya hasil belajar yang optimal.
g. Suasana rumah
Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar, hal ini sesuai
dengan pendapat Slameto (2003) yang mengemukakan bahwa suasana
rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam
keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang

gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan
terhadap diri anak untuk belajar.
Suasana ini dapat terjadi pada keluarga yang besar terlalu banyak
penghuninya. Suasana yang tegang, ribut dan sering terjadi cekcok,
pertengkaran antara anggota keluarga yang lain yang menyebabkan
anak bosan tinggal di rumah, suka keluar rumah yang akibatnya
belajarnya kacau serta prestasinya rendah.
2.

Faktor sekolah
a. Guru dan cara mengajar
Menurut purwanto (2004) factor guru dan cara mengajarnya merupakan
factor penting, bagaimana sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya
pengetahuan yang dimiliki oleh guru, dan bagaimana cara guru itu
mengajarkan pengetahuan kepada anak – anak didiknya turut
menentukan hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Sedangkan
menurut Nana Sudjana dalam Djamarah (2006) mengajar pada
hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan

yang

ada

disekitar

anak

didik,

sehingga

dapat

menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.
b. Model pembelajaran
Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh
sekali terhadap prestasi belajar siswa, terutama pada pelajaran
matematika. Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model

pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan
dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan
siswa.
d. Instrumen / Fasilitas
Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat – alat belajar adalah
suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium.
Menurut Purwanto (2004) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup
memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar dan
ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru – gurunya,
kecakapan guru dalam menggunakan alat – alat itu akan mempermudah
dan mempercepat belajar anak.
e. Kurikulum
Menurut slameto (2003) bahwa kurikulum yang tidak baik akan
berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar
siswa.
3.

Faktor lingkungan masyarakat
a. Kegiatan siswa dalam masyarakat
Kegiatan

siswa

dalam

masyarakat

dapat

menguntungkan

terhdap

perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa mengambil bagian dalam
kegiatan masyarakat yang terlalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan

social, keagamaan dan lain – lain, belajarnya kan terganggu, lebih – lebih jika
tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.
b.

Teman bergaul
Agar anak dapat belajar, teman bergaul yang bail akan berpengaruh baik
terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek
perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan
agar siswa memiliki teman bergaul yang baik – baik dan pembinaan
pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus
bijaksana.

c. Bentuk kehidupan dalam masyarakat
Cara hidup tetangga disekitar rumah dimana anak tinggal, besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan anak (Roestiyah 1989) hal ini misalnya anak tinggal
dilingkungan orang-orang rajin belajar, otomatis anak tersebut akan
berpengaruh rajin juga tanpa disuruh dan prestasi belajarnya bisa meningkat.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
faktor prestasi belajar adalah lingkungan social, lingkungan non social, cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian
orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan, suasana
rumah, guru dan cara mengajar, model pembelajaran, Instrumen / Fasilitas,
kurikulum, kegiatan siswa dalam bermasyarakat, teman bergaul dan Bentuk
kehidupan dalam masyarakat

4. Bentuk – bentuk dasar pendekatan belajar siswa yang
mempengaruhi prestasi belajar .
Faktor pendekatan belajar merupakan jenis upaya belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan anak untuk melakukan kegiatan
belajar. Faktor pendekatan belajar menurut penelitian yang dilakukan oleh
Biggs (1991) juga ikut mempengaruhi hasil belajar siswa, ada 3 bentuk dasar
pendekatan belajar siswa yaitu :
1. Pendekatan Achieving (Pencapaian prestasi tinggi)
Pendekatan achieving merupakan kecenderungan belajar siswa karena adanya
dorongan

untuk mewujudkan ego enhancement. Ego Enhancement yaitu

ambisi pribadi yang besar

dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya

dengan cara meraih prestasi setinggi – tingginya.
Metode ini lebih serius dibandingkan pendekatan belajar yang lain. Hal ini
dikarenakan adanya keterampilan yang baik dalam belajar seperti bagaimana
mengatur ruang belajar, membagi dan menggunakan waktu secara efisien.
2. Pendekatan Surface (permukaan atau bersifat lahiriah)
Pendekatan surface merupakan kecenderungan belajar siswa karena adanya
dorongan dari luar (ekstrinsik), misalnya mau belajar karena takut tidak lulus
ujian sehingga dimarahi orang tua. Oleh karena itu gaya belajarnya menjadi
santai,asal hafal dan memenuhi standar minimal. Bahkan tidak mementingkan
pemahaman yang mendalam.
3. Pendekatan Deep (mendalam)
Pendekatan deep merupakan kecenderungan belajar siswa karena adanya
dorongan dari dalam (intrinsic). Misalnya mau belajar karena memang tertarik

pada materi dan memang merasa membutuhkannya. Oleh karena itu gaya
belajar pendekatan ini terbilang serius dan selalu berusaha memahami materi
secara mendalam. Bahkan memikirkannya dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari – hari.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dasar
pendekatan belajar siswa yang mempengaruhi prestasi belajar adalah
pendekatan achieving, pendekatan surface dan pendekatan Deep.

B. Efikasi Diri

1. Pengertian Efikasi Diri
Dalam Kamus lengkap psikologi (JP. Chaplin 2011) self adalah diri, aku,
individu sebagai makhluk yang sadar, kepribadian atau organisasi sifat – sifat,
kesadaran pada individu mengenai identitasnya, usaha atau perjuangannya dan
gambaran – gambaran atau kesan bayang – bayangannya.
Setiap orang mempunyai konsep diri yang menjadi kekhasan seseorang
dan membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain,
menurut Kelin, Loftus, & Burton 1989, van hook & Higgins 1988 (dalam
Robert A. Baron 2004) Self

memberikan sebuah kerangka berfikir yang

menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita sendiri,
termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak
hal lainnya.
Dalam model pembelajaran Bandura, factor person (kognitif) memainkan
peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura pada masa

sekarang adalah efikasi diri (Self Efficacy). Bandura mengatakan bahwa efikasi
diri berpengaruh besar terhadap perilaku. Pada pendekatan Behavioral dan
kognitif social, diperkenalkan konsep Efikasi diri (Keyakinan pada diri sendiri).
Menurut Bandura (dalam John W. Santrock 2007), Efikasi diri adalah
suatu keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi
hasil yang positif.
Efikasi diri adalah suatu kenyataan seseorang mengenai kemampuannya
untuk melakukan tugas – tugas tertentu yang spesifik (Baron & Greenberg,
1990)
Efikasi diri merupakan konsep diri yang berkaitan dengan persepsi
seseorang terhadap kemampuan dan keahliannya dalam menghadapi suatu
tugas tertentu (Byrne, 1993).
Peter mempunyai pendapat bahwa efikasi diri merupakan sikap atau
perasaan yakin atas kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan
tidak terlalu cemas dalam tindakan – tindakannya, dapat merasa bebas untuk
melakukan hal – hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas
perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat
menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan untuk berprestasi
serta mengenal kelebihan dan kekurangannya (Umi Murtiningsih, 1999).
Efikasi diri menunjukkan pada keyakinan individu bahwa dirinya dapat
melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Hal
ini sejalan dengan pendapat Bandura sendiri yang menyatakan bahwa
keyakinan diri adalah pendapat atau keyakinan yang dimiliki seseorang
mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku, dalam

hal ini berhubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang tersebut dan
menempatkan sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran.
Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan
pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan
efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses.
Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan
masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang
digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi
diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak
merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya.
Individu ini akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang
ia alami

Penilaian Tentang Efikasi diri
Penilaian efikasi diri merupakan proses penarikan kesimpulan yang
mempertimbangkan sumbangan factor kemampuan dan bukan kemampuan
pada keberhasilan dan kegagalan pada performansi. Sejauh mana individu
mengubah efikasinya melalui pengalaman performansi, akan tergantung pada
factor – factor lain seperti kesulitan tugas, besar usaha yang dikeluarkan, besar
bantuan eksternal yang diterima, situasi pada saat performansi dan pola – pola
keberhasilan dan kegagalan (Bandura 1991).
Efikasi diri tergantung pada kemampuan individu. Oleh karena itu pada
umumnya individu yang berkemampuan tinggi memiliki efikasi yang lebih
tinggi tentang belajar dibandingkan dengan individu yang berkemampuan
rendah (Schunk, 1994).

Fungsi efikasi diri
Menurut Ulupi (1995), secara rinci fungsi efikasi diri adalah sebagai
berikut :
a . Pemilihan perilaku
Fungsi ini sangat penting sebagai sumber pembentukan efikasi diri
seseorang karena hal ini berdasarkan kepada kenyataan keberhasilan seseorang
dapat menjalankan suatu tugas atau keterampilan tertentu akan meningkatkan
efikasi diri dan kegagalan yang berulang akan mengurangi efikasi diri.
b . Besar usaha dan ketekunan
Keyakinan yang kuat tentang efektifitas kemampuan seseorangakan
sangat menentukan usahanya untuk mencoba mengatasi situasi yang sulit.
Pertimbangan efikasi juga menentukan seberapa besar usaha yang akan
dilakukan dan seberapa lama bertahan dalam menghadapi tantangan. Semakin
kuat efikasi dirinya maka semakin lama bertahan dalam usahanya.
c. Cara berfikir dan Reaksi Emosional
Dalam pemecahan masalah yang sulit, individu yang mempunyai
efikasi diri tinggi cenderung mengatribusikan kegagalan pada usaha – usaha
yang kurang, sedangkan individu yang mempunyai efikasi rendah
menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan mereka.
Jadi dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah kepercayaan individu
terhadap dirinya sendiri dan dapat dinilai secara kognitif. Penilaian efikasi
ditentukan pula oleh pendapat orang lain. Kredibilitas orang yang
mempersepsikan itu penting. Individu akan mengalami efikasi diri yang lebih
tinggi bila diberitahu dirinya mampu oleh sumber yang dipercaya. Namun

individu mungkin pula mengabaikan sumber yang dipercaya bila ia yakin
sumber tersebut tidak memahami tuntutan tugas dan pengaruh dari luar dirinya.
Untuk mencapai efikasi diri yang maksimal maka perlu juga mengetahui fungsi
dari efikasi diri tersebut, fungsinya meliputi pemilihan perilaku, besar usaha
dan ketekunan dan cara berfikir dan reaksi emosional.

2. Aspek – aspek Efikasi diri
Menurut Bandura (dalam Lunawaty, 2012) ada tiga aspek dalam
efikasi diri, yaitu:
a.

Magnitude (Aspek tingkat kesulitan tugas)
Magnitude adalah tingkat kesulitan tugas yang diyakini dapat
dikerjakan oleh seseorang. Apabila seseorang dihadapkan pada tugastugas yang dirasa mampu dilakukannya dan akan menghindari tingkah
laku atau situasi yang dirasa di luar batas kemampuannya. Jadi hal ini
akan berimplikasi pada tugas yang dirasakan akan dicoba atau dihindari.

b. Generality (Aspek luas bidang perilaku)
Generality adalah derajat sejauh mana ekspektasi atau harapan yang
digeneralisasikan dalam berbagai situasi. Hal ini berkaitan dengan
seberapa luas bidang perilaku yang diyakini untuk berhasil dicapai oleh
individu. Beberapa pengharapan terbatas pada bidang tingkah laku yang
khusus dan beberapa pengharapan mungkin menyebar meliputi berbagai
bidang tingkah laku.
c. Strength (Aspek tingkat kekuatan atau kemantapan keyakinan)
Strength adalah keyakinan tentang seberapa besar kekuatan atau
kelemahan. Aspek ini berkaitan dengan keteguhan hati terhadap

keyakinan dan harapan pada diri individu bahwa ia akan berhasil dalam
menghadapi suatu persoalan atau situasi. Pengharapan yang lemah akan
mudah digoyahkan oleh pengalaman yang tidak mendukung dan
sebaliknya pengharapan yang mantap akan mendorong individu untuk
tetap bertahan dalam usahanya meskipun mungkin dalam pengalaman
yang kurang mendukung. Aspek ini dapat dilihat dari pengerjaan tugas
yang diberikan.
Efikasi Diri memiliki efek kekuatan dalam belajar, motivasi dan
performance. Hal ini karena orang-orang mencoba

belajar dan

menunjukkan hanya pada tugas-tugas yang mereka percaya bahwa
mereka dapat menunjukkannya dengan berhasil. Jadi efikasi diri yang
positif disini sangat penting agar individu dapat melakukan tugas dengan
baik serta dapat memperoleh hasil yang maksimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspekaspek dalam efikasi diri yaitu aspek magnitude, aspek generality, aspek
strength.

3. Faktor – Faktor Efikasi Diri
Menurut Bandura, faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembentukan efikasi diri seseorang antara lain :

1. Pencapaian secara aktif
Faktor ini merupakan faktor yang sangat penting sebagai sumber
pembentukan efikasi seseorang karena hal ini berdasarkan kepada

kenyataan keberhasilan seseorang dapat menjalankan suatu tugas atau
ketrampilan tertentu akan meningkatkan efikasi diri dan kegagalan yang
berulang akan mengurangi efikasi diri.

2. Pengalaman tidak langsung
Dengan melihat kesuksesan orang lain yang memiliki kesamaan dengan
individu akan dapat meningkatkan harapan efikasi diri si individu, ia
dapat menilai dirinya memiliki kemampuan seperti yang dimiliki orang
yang diamati sehingga ia melakukan usaha-usaha untuk memperoleh atau
meningkatkan ketrampilannya. Dengan prinsip yang sederhana, jika orang
lain dapat melakukannya begitu pula dengan saya. Individu dapat melihat
cara-cara dan ketrampilan orang yang diamatinya. Dengan model yang
kompeten individu dapat belajar cara-cara yang efektif untuk menghadapi
hambatan maupun keadaan yang menakutkan.

3. Persuasi verbal

Persuasi verbal sering digunakan untuk meyakinkan seseorang tentang
kemampuannya sehingga dapat memungkinkan dia meningkatkan
usahanya untuk mencapai yang ditujunya. Persuasi verbal ini akan
berlangsung efektif bila berdasarkan realita dan memiliki alasan untuk
meyakinkan dirinya bahwa ia dapat mencapai apa yang ditujukannya
melalui tindakan nyata. Namun tidak efektif bila tidak berdasarkan alasan
yang kuat dan realita. Persuasi akan meningkatkan dan menguatkan
efikasi diri seseorang sehingga mengarahkan untuk berusaha keras

mencapai tujuan. Dalam hal ini pengaruh persuasi pada seseorang
berlangsung untuk meningkatkan perkembangan keterampilan dan efikasi
dirinya.

4. Keadaan fisiologis
Seseorang akan memperoleh informasi melalui keadaan fisiologisnya
dalam menilai kemampuannya sehingga akan cenderung memiliki
harapan kesuksesan dalam melakukan tugas yang lebih besar, bila dalam
kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya
keluhan atau gangguan somatis dalam dirinya. Sebab ketegangan akan
mengakibatkan seseorang menjadi terhambat dalam berunjuk kerja yang
baik. Dalam kegiatan sehari-hari yang meliputi kegiatan stamina dan
kekuatan fisik, seseorang akan melihat kelelahan dan sakit sebagai
indikasi ketidak efektifan fisiknya sehingga akan mempengaruhi unjuk
kerjanya. Hal ini akan berpengaruh terhadap efikasi dirinya, sehingga
unjuk kerjanya menjadi tidak optimal. (Astutik,2003).
Selain itu Meistasari (2000) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi efikasi diri yaitu :
1. Kemampuan memecahkan masalah
Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar
atas suatu keadaan atau konflik yang dihadapinya, tergantung kepada
efikasi dirinya, jika efikasi dirinya tinggi maka kemampuan dalam
memecahkan masalah menjadi suatu hal yang mudah.

2. Kemampuan melakukan hubungan dengan orang lain
Kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang –orang yang
berada disekitarnya atau dalam lingkungannya.

3. Tingkah laku dalam lingkungan
Perilaku seseorang dalam kesehariannya di masyarakat serta tempat
dimana ia berada dan tinggal.

C. Hubungan Efikasi Diri dengan Prestasi Belajar
Sekolah mempunyai peranan sangat penting dalam pembentukan sumber
daya – sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas, yang nantinya akan
menjadi penerus – penerus bangsa yang membanggakan bangsa dan negara. Dalam
hal ini guru juga dituntut untuk dapat memeberikan metode – metode belajar yang
efektif, agar murid mempunyai prestasi belajar yang baik yang didukung oleh efikasi
diri yang tinggi.
Menurut Bandura (1997, 2000, 2001 dalam John W. Santrock 2007) Ia
percaya bahwa self efficacy (efikasi diri) adalah factor penting yang mempengaruhi
prestasi belajar murid.
Dale Schunk (1991, 1999, 2001 dalam John W. Santrock 2007)
mengaplikasikan konsep self efficacy ini pada banyak aspek dari prestasi murid.
Menurutnya, konsep ini memengaruhi pilihan aktivitas oleh murid. Murid dengan
self efficacy rendah mungkin menghindari banyak tugas belajar, khususnya yang
menantang dan sulit, sedangkan murid dengan level self efficacy yang tinggi mau
mengerjakan tugas – tugas seperti itu. Murid dengan self efficacy tinggi lebih

mungkin untuk tekun berusaha menguasai tugas pembelajaran ketimbang murid yang
berlevel rendah.
Peranan guru dan tenaga pengajar sangat penting. Guru harus mempunyai
strategi untuk meningkatkan efikasi diri murid yang akan mempengaruhi prestasi
belajarnya, Menurut Stipek, (1996, 2002 dalam John W. Santrock 2007) ada
beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efikasi diri murid yang
mempengaruhi prestasi belajarnya, yaitu :

1. Ajarkan Strategi spesifik
Ajari murid strategi tertentu, seperti menyusun garis besar dan ringkasan,
yang dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk fokus pada tugas – tugas
mereka.

2. Bimbing murid dalam menentukan tujuan
Bantu mereka membuat tujuan jangka pendek setelah mereka membuat
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek terutama membantu murid
untuk menilai kemajuan mereka.

3. Pertimbangkan Mastery
Beri imbalan pada kinerja murid, imbalan yang mengisyaratkan penghargaan
penguasaan atas materi, bukan imbalan hanya karena melakukan tugas
4. Kombinasikan stategi Training dengan tujuan.
Schunk dan rekannya (Schunk 2001, Schunk& Rice 1989, Schunk & Swartz
1993) telah menemukan bahwa kombinasi strategi training dan penentuan
Tujuan dapat memperkuat keahlian dan efikasi murid. Beri umpan balik pada
Murid tentang bagaimana strategi belajar mereka berhubungan dengan presta

Si belajarnya
5. Sediakan dukungan bagi murid.
Dukungan positif dapat berasal dari guru, orang tua, teman sebaya. Terka Dang Guru cukup berkata kepada murid “kamu bisa melakukan ini”.
6. Pastikan agar murid tidak terlalu semangat atau terlalu cemas. Jika murid ter
Lalu takut dan meragukan prestasi belajar mereka maka rasa percaya diri
mereka bisa hilang.
7. Beri contoh positif dari orang dewasa dan teman. Karakteristik tertentu dari
Model atau teladan ini bisa membantu murid mengembangkan efikasi diri me
Reka. Modelling amat efektif dalam meningkatkan efikasi diri dan prestasi
Apabila murid melihat teman yang sukses adalah teman yang kemampuan
dirinya sama dengan dirinya.

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut:
“Ada hubungan Positif antara efikasi diri dengan Prestasi belajar”.
Dipastikan bahwa semakin tinggi efikasi diri seseorang, maka Prestasi
belajarnya akan semakin tinggi, atau sebaliknya semakin rendah efikasi diri
seseorang, maka prestasi belajarnya akan rendah.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian
Identifikasi variabel ini tujuannya adalah untuk menentukan metode dan alat
yang dipakai dalam pengumpulan data. Adapun variabel pada penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung

: Prestasi belajar

2. Variabel bebas

: Efikasi Diri

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam proposal ini, definisi operasional dari variabel-variabel yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1.

Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kecakapan atau keberhasilan yang diperoleh
seseorang setelah melakukan sebuah kegiatan dan proses belajar, sehingga dalam diri
seseorang tersebut mengalami perubahan tingkah laku sesuai dengan kompetensi
belajarnya. Seperti prestasi memperoleh juara kelas, prestasi memperoleh murid
teladan. Adapun aspek yang diungkap pada variabel ini adalah aspek Fisiologis atau
jasmani / fisik meliputi kesehatan dan cacat tubuh, aspek psikologis meliputi
intelegensi, bakat, minat, motivasi dan sikap. Dalam, penelitian ini menggunakan
skala Likert.

Tinggi rendahnya prestasi belajar diinterpretasikan dari skor yang diperoleh
siswa dalam skala prestasi belajar, dimana semakin tinggi prestasi belajar siswa,
semakin tinggi skor yang diperoleh dan sebaliknya, semakin rendah skor yang
diperoleh siswa maka memperlihatkan semakin rendah prestasi belajar siswa
tersebut.
2.

Efikasi Diri
Efikasi Diri adalah suatu keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai

situasi dan memproduksi hasil yang positif atau efikasi diri sebagai keyakinan pada
kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.

Dapat dikatakan juga bahwa efikasi diri adalah keyakinan diri seseorang akan
kemampuan dirinya untuk menyelesaikan tugas atau suatu kegiatan dengan baik
sehingga mampu untuk mengembangkan dirinya dan mampu untuk menghadapi
kegagalan dan kesulitan yang dihadapi dengan baik.
Aspek yang diungkap dari variabel ini adalah magnitude (tingkat kesulitan
tugas), generality (luas bidang perilaku), dan strength (kemantapan keyakinan).
Dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Tinggi rendahnya efikasi diri
diinterpretasikan dari skor yang diperoleh siswa dalam skala efikasi diri, dimana
semakin tinggi efikasi diri siswa, semakin tinggi skor yang diperoleh dan sebaliknya,
semakin rendah skor yang diperoleh memperlihatkan semakin rendah efikasi diri
siswa tersebut.

C. Populasi dan Sampel
1. Populasi

Populasi atau universum adalah Seluruh yang dimaksudkan untuk
diselidiki. Setelah diselidiki akan dikenai generalisasi. Generalisasi adalah salah
satu cara penarikan kesimpulan terhadap kelompok individu yang lebih luas
jumlahnya berdasarkan data yang diperoleh dari sekelompok individu yang
sedikit jumlahnya (sampel). Menurut dr. Tedjo N. Reksoatmodjo (2007) Populasi
dapat didefinisikan sebagai kelompok onjek dengan ukurannya tidak terhingga
(infinite) yang karakteristiknya dikaji atau diuji melalui sampling.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SLTP Ikal Medan yang
berjumlah 150 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sejumlah individu yang jumlahnya kurang dari jumlah
populasi. Sampel yang baik adalah sampel yang anggota – anggotanya
mencerminkan sifat dan ciri – ciri yang terdapat pada populasi (miniatur dari
populasi). Menurut dr. Tedjo N. Reksoatmodjo (2007) Sampel didefinisikan
sebagai contoh yang diambil secara acak untuk mewakili populasi dari mana
sampel itu diambil. Adapun teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini

adalah proporsional stratified random sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel dilakukan secara acak dimana memberikan peluang yang sama bagi
setiap anggota populasi, dimana jumlah sampel yang diambil pada setiap strata
dilakukan secara proporsional sesuai dengan jumlah populasi menurut Sugiyono
(dalam Lunawaty 2012). atau sampling ini digunakan jika populasi terdiri dari
golongan – golongan yang mempunyai susunan bertingkat dalam banyak
penyelidikan, seorang penyelidik tidak menghadapi suatu populasi yang utu