Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience pada Anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Gempa Bumi dan Tsunami (Studi Terhadap Anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah, Nanggroe Aceh Darussalam).

(1)

ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI DERAJAT RESILIENCE PADA ANAK-ANAK DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI (Studi terhadap anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah, Nanggroe Aceh Darussalam)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat resilience pada anak-anak yatim korban gempa dan tsunami Nanggroe Aceh Darussalam yang tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh. Derajat resilience tersebut ditunjukkan melalui kekuatan kompetensi sosial, kemampuan dalam mengatasi masalah, kemandirian, dan harapan mereka di masa depan.

Penelitian ini didasarkan pada konsep teori tentang resilience dan protective factor yang dikemukakan oleh Bonnie Benard. Selain itu didukung pula dengan konsep tentang perkembangan hidup akhir masa anak-anak.

Desain penelitian ini adalah dengan metode deskriptif. Penentuan ukuran sampel dilakukan dengan menggunakan metode random sampling dan diperoleh 37 anak yang memenuhi karakteristik populasi, yaitu anak-anak yatim piatu di Propinsi NAD yang merupakan korban langsung gempa dan tsunami tahun 2004 dan berada pada kisaran usia 9 hingga 12 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Kuesioner Resilience yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori resilience dari Bonnie Benard. Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan koefisien korelasi Product Moment Pearson, diperoleh 65 item yang diterima dengan hasil validitas berkisar antara 0,304 – 0,918, sedangkan uji reliabilitas menggunakan koefisien Alpha Cronbach dengan hasil reliabilitas sebesar 0,929. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa 51,4% anak yatim korban gempa dan tsunami di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh memiliki derajat resilience yang tinggi. Derajat resilience yang tinggi tersebut ditandai oleh tingginya kategori social competence, autonomy dan sense of purpose, namun tidak semua anak yang derajat resiliencenya tinggi memiliki kategori problem solving yang tinggi pula. Protective factor yang penting sebelum gempa dan tsunami dalam pembentukan resilience anak-anak panti asuhan adalah kedekatan hubungan dan perhatian orangtua, serta kedekatan hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya. Protective factor yang penting setelah gempa dan tsunami adalah kedekatan hubungan, perhatian dan dukungan pengasuh panti, perhatian dan dukungan guru, serta kedekatan hubungan dengan teman sebaya.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran bagi penelitian selanjutnya untuk menggunakan metode wawancara secara mendalam selain metode kuesioner dalam pengumpulan data dengan sampel penelitian yang diambil dari beberapa lokasi. Peneliti juga menyarankan agar pengasuh panti asuhan lebih memberikan perhatian, dukungan dan kesempatan kepada anak-anak yang memiliki derajat resilience rendah untuk melakukan kegiatan belajar atau bermain yang disukai.


(2)

DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 7

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resilience ... 17

2.1.1 Definisi Resilience ... 17

2.1.2 Kategori Resilience ... 20

2.1.2.1 Social Competence ... 21

2.1.2.2 Problem Solving ... 23

2.1.2.3 Autonomy ... 24

2.1.2.4 Sense of Purpose ... 27

2.2 Protective Factor ... 29

2.2.1 ProtectiveFactor Keluarga ... 29

2.2.2 ProtectiveFactor Sekolah ... 32

2.2.3 Protective Factor Komunitas ... 36

2.3 Akhir Masa Anak-anak ... 40

2.3.1 Definisi Akhir Masa Anak-anak ... 40

2.3.2 Perubahan-perubahan pada Akhir Masa Anak-anak . 41

2.3.2.1 Perubahan Fisik ... 41

2.3.2.2 Perkembangan Pemahaman Diri ... 42

2.3.3 Keluarga, Relasi Teman Sebaya dan Sekolah ... 43

2.3.3.1 Keluarga ... 43

2.3.3.2 Relasi Teman Sebaya ... 45

2.3.3.3 Sekolah ... 48


(4)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 53

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 53

3.2.1 Variabel Penelitian ... 53

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 54

3.3 Alat Ukur ... 56

3.3.1 Jenis Alat Ukur ... 56

3.3.2 Prosedur Pengisian ... 57

3.3.3 Sistem Penilaian ... 57

3.3.4 Pengujian Alat Ukur ... 58

3.3.4.1 Uji Validitas Alat Ukur ... 58

3.3.4.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 59

3.3.5 Data Penunjang ... 60

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 60

3.4.1 Populasi Sasaran ... 60

3.4.2 Karakteristik Populasi ... 61

3.4.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 61

3.5 Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 63

4.1.1 Gambaran Responden... 63

4.1.2 Gambaran Derajat Resilience Responden ... 65

4.2.2.1 Gambaran Derajat Resilience Tinggi dan Kategori-kategorinya ... 66


(5)

4.1.2.2 Gambaran Derajat Resilience Rendah dan

Kategori-kategorinya ... 66

4.2 Pembahasan ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

5.2.1 Saran untuk Penelitian Lanjutan ... 74

5.2.2 Saran Gunalaksana ... 74 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kategori Sifat Umum Anak Resilience ... 20 Tabel 3.1 Alat Ukur Resilience ... 56 Tabel 3.2 Alternatif Jawaban dan Sistem Penilaian Alat Ukur Resilience. 58 Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Usia ... 63 Tabel 4.2 Responden Berdasarkan jenis Kelamin ... 64 Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Kelas ... 64 Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Kondisi Nilai Raport setelah Tsunami 64 Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Urutan dalam Keluarga ... 65 Tabel 4.6 Derajat Resilience ... 65 Tabel 4.7 Tabulasi Silang Resilience Tinggi dan Kategori-kategorinya .... 66 Tabel 4.8 Tabulasi Silang Resilience Rendah dan Kategori-kategorinya .. 66


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran ... 15 Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ... 53


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kisi-kisi Alat Ukur Resilience

Lampiran B Kuesioner Resilience

Lampiran C Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran D Data Jawaban Responden terhadap Kuesioner Resilience

Lampiran E Tabulasi Silang Derajat Resilience dan Kategorinya Lampiran F Tabulasi Silang Derajat Resilience dan Protective Factor


(9)

Kisi-kisi Alat Ukur Resilience

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan

1. Kemampuan untuk mendengarkan dan menanggapi secara positif pendapat orang lain

Sejak tsunami terjadi, saya menjadi gampang tersinggung dengan perkataan teman-teman saya (-)

Sejak tsunami terjadi, saya menjadi sulit untuk menerima nasehat dari orang yang lebih tua (-)

2. Kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan tanpa menyakiti orang lain

Jika saya marah pada teman saya, maka saya mengungkapkan kemarahan saya padanya tanpa membuat ia tersinggung (+)

Saya memberontak jika keinginan saya tidak terpenuhi (-)

Saya akan membalas perbuatan teman saya yang menyakiti hati saya (-) 3. Kemampuan untuk

memahami apa yang dirasakan oleh orang lain

Saya ikut merasa sedih jika teman yang mengalami nasib sama dengan saya akibat tsunami kelihatan bersedih (+)

Saya merasa marah jika melihat teman sekolah atau teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan disakiti oleh orang lain (+)

Saya tidak peduli jika melihat teman saya sedang sedih (-) Saya tidak peduli jika melihat orang lain sedang sedih (-) 4. Kemampuan untuk

membantu orang lain menghadapi masalahnya meskipun ia juga mengalami masalah yang sama

Saya memberikan dukungan kepada teman saya ketika ia sedang kecewa karena nilai ulangannya jelek, meskipun saya sendiri juga sedang kecewa karena nilai ulangan saya jelek (+)

Saya dapat menghibur saudara saya yang sedang sedih meskipun saya juga sedang sedih (+)

Saya akan mengabaikan teman saya yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih (-) Saya tidak akan menghibur teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih (-)

RESILIENCE Social Competence

5. Kemampuan untuk menolong orang lain berdasarkan apa yang mereka butuhkan

Saya membantu teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan saya belajar jika ia ingin meningkatkan nilai ulangannya (+)

Ketika pengasuh sedang membereskan ruangan-ruangan di panti asuhan, saya akan membantunya (+)

Saya enggan membantu teman saya untuk meningkatkan nilai ulangannya meskipun ia membutuhkannya (-)

Saya enggan membantu pengasuh panti asuhan untuk membereskan kamar tidur di panti asuhan, meskipun mereka membutuhkan bantuan saya (-)

Saya tidak suka bila orang lain minta bantuan karena itu akan merepotkan saya (-) LAMPIRAN A


(10)

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan 1. Kemampuan untuk

membuat suatu perencanaan dalam menyelesaikan masalah.

Agar pekerjaan rmah seperti menyapu, mencuci piring dan sebagainya, dapat selesai dengan cepat, maka saya membuat jadwal kegiatan (+)

Saya pasrah menerima nilai ulangan saya yang jelek, tidak berusaha untuk belajar lebih giat lagi (-)

Bila teman saya marah pada saya, saya akan diam saja dan menunggu sampai teman saya itu tidak marah lagi (-)

2. Kemampuan untuk

mencari beberapa alternatif dalam menyelesaikan masalah.

Bila saya tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang biasa dilakukan, saya mencari cara lain (+)

Bila guru tidak dapat menjawab pertanyaan yang saya mengenai pelajaran tertentu yang tidak saya mengerti, saya akan mencari jawabannya pada guru lain (+)

Saya akan menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan masalah saya dengan teman (+)

Saya akan diam saja dan tidak melakukan apa pun jika guru saya tidak mampu menjawab pertanyaan saya mengenai pelajaran yang tidak saya mengerti (-) 3. Kemampuan untuk

mengungkapkan

masalahnya kepada orang lain.

Bila saya memiliki masalah dengan teman, saya menceritakannya pada teman saya yang lain (+)

Sangat sedikit orang yang mengetahui masalah apa yang saya hadapi karena saya enggan untuk menceritakan masalah saya pada orang lain (-)

4. Kemampuan untuk berinisiatif meminta bantuan kepada orang lain untuk memecahkan masalah.

Saya meminta nasehat kepada orang yang lebih tua (pengasuh panti) ketika saya mengalami masalah dengan teman (+)

Saya dapat meminta bantuan teman sekolah atau teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan jika saya mengalami kesulitan dalam pelajaran (+)

Saya enggan meminta nasehat guru saya jika saya sedang mengalami masalah dalam keluarga (-)

Saya enggan meminta bantuan pengasuh untuk memecahkan masalah saya kalau mereka tidak menawarkan bantuan pada saya (-)

Saya jadi memendam masalah saya dan enggan meminta bantuan orang lain (-) RESILIENCE Problem

Solving

5. Kemampuan untuk berpikir kritis.

Saya tetap berusaha mencari tahu mengenai pelajaran sekolah yang tidak saya mengerti sampai saya benar-benar mengerti (+)

Jika saya mendengar suatu istilah yang tidak saya mengerti, saya tidak berusaha menanyakan artinya pada orang lain (-)


(11)

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan 1. Kemampuan untuk dapat

meyakinkan diri sendiri bahwa ia mampu

menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan lingkungan sekitarnya.

Meskipun banyak buku pelajaran dan peralatan sekolah yang rusak atau hilang akibat tsunami, saya yakin bahwa saya akan tetap dapat belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah dengan baik (+)

Saya yakin bahwa saya mampu menikmati makanan yang seadanya di panti asuhan (+)

Saya tidak yakin bahwa saya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan di panti asuhan (-)

2. Kemampuan untuk mengingatkan diri sendiri jika ada tugas-tugas yang harus dikerjakan.

Saya tidak perlu diingatkan oleh guru dan pengasuh panti mengenai tugas dan belajar untuk ulangan, karena saya bisa mengingatkan diri sendiri (+)

Saya menetapkan jam berapa harus pulang ke panti jika saya sedang bermain dengan teman, agar saya bisa membantu pekerjaan di panti (+)

Saya harus diingatkan untuk belajar oleh pengasuh saya di panti asuhan (-) Saya harus diingatkan untuk belajar dan mengerjakan tugas saya (-) 3. Kemampuan untuk

mengerjakan tugas-tugasnya sendiri dengan baik dan tidak tergantung pada orang lain.

Saya terbiasa mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah (+)

Saya percaya pada kemampuan saya untuk mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah (+)

Saya mengandalkan teman sesama penghuni panti untuk melakukan pekerjaan di panti (-)

Saya sering meminta bantuan orangtua untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah (-)

Saya sering meminta bantuan teman untuk mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (-) 4. Kemampuan untuk tidak

terpengaruh terhadap pengaruh buruk di lingkungan sekitar.

Omelan-omelan pengasuh panti tidak saya masukkan ke dalam hati karena saya tahu bahwa mereka sedang menghadapi masalah (+)

Karena banyak buku pelajaran yang hilang setelah tsunami, saya jadi malas untuk belajar (-)

Jika teman saya membuat ulah yang melanggar peraturan, saya dapat terpengaruh untuk melakukan hal yang sama (-)

RESILIENCE Autonomy

5. Kemampuan untuk lebih peka terhadap lingkungan.


(12)

Variabel Kategori Indikator Item Pertanyaan/Pernyataan 1. Kemampuan untuk

menetapkan tujuan.

Saya sudah menetapkan SMP yang akan saya pilih setelah lulus SD (+) Setelah mengalami tsunami, saya merasa cita-cita saya pun ikut hancur (-)

Saya merasa tidak perlu menetapkan SMP dimana saya akan bersekolah setelah lulus SD nanti (-)

2. Keyakinan untuk mencapai,

mempertahankan dan meningkatkan prestasi.

Saya yakin bahwa saya dapat meningkatkan prestasi saya meskipun saya telah menghadapi bencana tsunami (+)

Saya yakin bahwa saya mampu mempertahankan prestasi saya di sekolah (+) Saya merasa tidak yakin bahwa saya dapat naik kelas/lulus SD dengan nilai yang memuaskan (-)

Saya merasa tidak yakin bahwa saya mampu meningkatkan nilai saya (-) 3. Kemampuan untuk

memanfaatkan minat khusus dan kreativitas sebagai sarana untuk mengembangkan diri.

Saya memiliki kegemaran untuk melakukan hal-hal yang dapat mengembangkan diri saya (+)

Saya jarang melakukan kegemaran yang dapat mengembangkan diri saya (-)

Setelah mengalami tsunami, saya malas untuk melakukan hal-hal yang saya sukai (-) 4. Memiliki optimisme dan

harapan akan masa depan yang lebih baik.

Saya tetap memiliki harapan bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik meskipun telah mengalami bencana tsunami (+)

Saya merasa tidak yakin bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah terjadi bencana tsunami (-)

RESILIENCE Sense of Purpose

5. Memiliki keyakinan dan landasan spiritual sebagai pegangan untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik.

Saya senantiasa berdoa kepada Tuhan supaya hati saya lebih tenang (+)

Saya malas berdoa kepada Tuhan meskipun saya telah disuruh oleh pengasuh dan diajak oleh teman-teman (-)

Sekarang saya malas beribadah (-)


(13)

Kuesioner RESILIENCE

Petunjuk Pengisian

Dalam kuesioner ini terdapat sejumlah pernyataan mengenai perilaku anda dalam situasi-situasi yang anda alami dalam kehidupan sehari-hari, terutama setelah peristiwa gempa dan tsunami. Jawablah setiap pernyataan dengan jujur. Berikanlah tanda silang (X) pada salah satu kotak dari empat kotak yang tersedia. Terdapat empat alternatif sebagai jawaban, yaitu:

S : Sesuai

CS : Cukup Sesuai KS : Kurang Sesuai TS : Tidak Sesuai Contoh :

NO PERNYATAAN S CS KS TS

1. Jika saya mendapat nilai rendah dalam ulangan,

saya akan berusaha untuk lebih giat belajar. X

Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam kuesioner ini. Jawablah pernyataan yang benar-benar sesuai dengan diri anda. Jangan terlalu terpaku pada satu pernyataan, jawablah dengan spontan dan jangan terlalu lama memikirkannya. Jawaban yang anda berikan akan dijamin kerahasiaannya.

Jawablah seluruh pernyataan yang tersedia dan jangan sampai ada yang tidak dijawab atau terlewat.

Terima kasih atas partisipasi anda.


(14)

DATA PRIBADI

Nama (inisial) : ... Usia : ...

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)coret yang salah Kelas : ...

Nilai 2 rapor terakhir setelah tsunami : ... & ...


(15)

NO PERNYATAAN S CS KS TS

1. Agar pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci piring dan sebagainya, dapat selesai dengan cepat, maka saya membuat jadwal kegiatan. 2. Saya sudah menetapkan SMP yang akan saya pilih setelah lulus SD. 3. Jika saya marah pada teman saya, maka saya mengungkapkan

kemarahan saya padanya tanpa membuat ia tersinggung.

4. Bila saya tidak bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang biasa dilakukan, saya mencari cara lain.

5. Saya ikut merasa sedih jika teman yang mengalami nasib sama dengan saya akibat tsunami kelihatan bersedih.

6. Saya terbiasa mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah. 7. Saya memiliki kegemaran untuk melakukan hal-hal yang dapat

mengembangkan diri saya.

8. Saya meminta nasehat kepada orang yang lebih tua (pengasuh panti) ketika saya mengalami masalah dengan teman.

9. Omelan-omelan pengasuh panti tidak saya masukkan ke dalam hati karena saya tahu bahwa mereka sedang menghadapi masalah.

10. Saya tetap memiliki harapan bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik meskipun telah mengalami tsunami.

11. Saya membantu teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan belajar jika ia ingin meningkatkan nilai ulangannya.

12. Saya tetap berusaha mencari tahu mengenai pelajaran sekolah yang tidak saya mengerti sampai saya benar-benar mengerti.

13. Meskipun banyak buku pelajaran dan peralatan sekolah yang rusak atau hilang akibat tsunami, saya yakin bahwa saya akan tetap dapat belajar dan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah dengan baik.

14. Bila guru saya tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai pelajaran tertentu yang tidak saya mengerti, saya akan mencari jawabannya pada guru lain.

15. Saya tidak perlu diingatkan oleh guru dan pengasuh panti mengenai tugas dan belajar untuk ulangan, karena saya bisa mengingatkan diri sendiri.

16. Saya yakin bahwa saya dapat meningkatkan prestasi saya meskipun saya telah menghadapi tsunami.

17. Saya merasa marah jika melihat teman sekolah atau teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan disakiti oleh orang lain.

18. Bila saya memiliki masalah dengan teman, saya menceritakannya pada teman saya yang lain.

19. Saya memberikan dukungan kepada teman saya ketika ia sedang kecewa karena nilai ulangannya jelek, meskipun saya sendiri juga sedang kecewa karena nilai ulangan saya jelek.

20. Saya percaya pada kemampuan saya untuk mengerjakan sendiri tugas-tugas dari sekolah.

21. Saya dapat meminta bantuan teman sekolah atau teman di panti asuhan jika saya mengalami kesulitan dalam pelajaran.

22. Karena banyak buku pelajaran yang hilang setelah tsunami, saya jadi malas untuk belajar.

23. Saya senantiasa berdoa kepada Tuhan supaya hati saya lebih tenang. 24. Sejak tsunami terjadi, saya menjadi gampang tersinggung dengan


(16)

NO PERNYATAAN S CS KS TS

25. Ketika pengasuh sedang membereskan ruangan-ruangan di panti asuhan, saya akan membantunya.

26. Saya yakin bahwa saya mampu menikmati makanan yang seadanya di panti asuhan.

27. Saya memberontak jika keinginan saya tidak terpenuhi.

28. Saya akan menempuh berbagai cara untuk menyelesaikan masalah saya dengan teman.

29. Saya yakin bahwa saya mampu untuk mempertahankan prestasi saya di sekolah.

30. Saya mengandalkan teman sesama penghuni panti untuk melakukan pekerjaan di panti.

31. Saya jarang melakukan kegemaran yang dapat mengembangkan diri saya.

32. Saya menetapkan jam berapa harus pulang ke panti jika saya sedang bermain dengan teman, agar saya bisa membantu pekerjaan di panti. 33. Saya dapat menghibur sesama penghuni panti yang sedang sedih

meskipun saya juga sedang sedih.

34. Saya enggan meminta nasehat guru saya jika saya sedang mengalami masalah di sekolah ataupun di panti .

35. Saya enggan membantu teman saya untuk meningkatkan nilai ulangannya meskipun ia membutuhkannya.

36. Saya pasrah menerima nilai ulangan saya yang jelek dan tidak berusaha untuk belajar lebih giat lagi.

37. Saya tidak yakin bahwa saya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan di panti asuhan.

38. Setelah mengalami tsunami, saya merasa cita-cita saya pun ikut hancur. 39. Saya akan membalas perbuatan teman saya yang menyakiti hati saya. 40. Saya harus diingatkan untuk belajar oleh pengasuh saya di panti asuhan. 41. Saya merasa tidak yakin bahwa saya dapat naik kelas / lulus SD dengan

nilai yang memuaskan.

42. Saya tidak peduli jika melihat teman saya sedang sedih.

43. Saya sering meminta bantuan pengasuh atau penghuni panti lainnya untuk menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

44. Setelah mengalami tsunami, saya malas untuk melakukan hal-hal yang saya sebenarnya sukai.

45. Saya akan mengabaikan teman saya yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih.

46. Saya enggan meminta bantuan pengasuh untuk memecahkan masalah saya kalau mereka tidak menawarkan bantuan pada saya.

47. Saya merasa tidak yakin bahwa saya akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah mengalami tsunami.

48. Saya enggan membantu pengasuh untuk membereskan kamar tidur di panti asuhan, meskipun mereka membutuhkan bantuan saya.

49. Jika saya mendengar suatu istilah yang tidak saya mengerti, saya tidak berusaha menanyakan artinya pada orang lain.


(17)

NO PERNYATAAN S CS KS TS

51. Saya malas berdoa kepada Tuhan meskipun saya telah disuruh oleh pengasuh dan diajak oleh teman-teman.

52. Sejak tsunami terjadi, saya menjadi sulit untuk menerima nasehat dari orang yang lebih tua.

53. Bila teman saya marah pada saya, saya akan diam saja dan menunggu sampai teman saya itu tidak marah lagi.

54. Saya merasa tidak perlu menetapkan SMP dimana saya akan bersekolah setelah lulus SD nanti.

55. Saya akan diam saja dan tidak melakukan apa pun jika guru saya tidak mampu menjawab pertanyaan saya mengenai pelajaran yang tidak saya mengerti.

56. Saya harus diingatkan untuk belajar dan mengerjakan tugas saya. 57. Saya merasa tidak yakin bahwa saya mampu meningkatkan nilai saya di

sekolah.

58. Saya tidak peduli jika melihat orang lain sedang sedih.

59. Sangat sedikit orang yang mengetahui masalah apa yang saya hadapi karena saya enggan untuk menceritakan masalah saya pada orang lain. 60. Saya sering meminta bantuan teman untuk mengerjakan tugas-tugas dari

sekolah.

61. Saya tidak akan menghibur teman yang sama-sama tinggal di panti asuhan yang sedang sedih jika saya juga sedang sedih.

62. Saya suka memendam masalah saya dan enggan meminta bantuan orang lain.

63. Jika teman saya membuat ulah yang melanggar peraturan, saya dapat terpengaruh untuk melakukan hal yang sama.

64. Saya tidak suka bila orang lain meminta bantuan saya karena itu akan merepotkan saya.


(18)

DATA PENUNJANG

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan melingkari salah satu atau melengkapi pernyataan yang tersedia.

1. Sebelum tsunami, orangtua saya ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

2. Sebelum tsunami, hubungan saya dengan orangtua: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

3. Sebelum tsunami, orangtua saya ... terhadap saya untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan 4. Hubungan saya dengan saudara kandung:

a. Sangat dekat b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

5. Sebelum tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

6. Sebelum tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya untuk mengikuti kegiatan sekolah yang saya sukai.

a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan


(19)

7. Sebelum tsunami, hubungan saya dengan teman-teman di sekolah: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

8. Sebelum tsunami, hubungan saya dengan teman-teman di sekitar rumah: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

9. Hubungan saya dengan pengasuh panti asuhan: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

10.Pengasuh di panti asuhan ... terhadap saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan setelah tsunami.

a. Sangat memberi dukungan b. Cukup memberi dukungan c. Kurang memberi dukungan d. Tidak memberi dukungan

11.Pengasuh di panti asuhan ... terhadap saya untuk melakukan kegiatan yang saya sukai.

a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan

12.Setelah tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

13.Setelah tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya untuk mengikuti kegiatan sekolah yang saya sukai.

a. Sangat memberi kesempatan b. Cukup memberi kesempatan c. Kurang memberi kesempatan d. Tidak memberi kesempatan


(20)

14.Setelah tsunami, guru-guru di sekolah ... terhadap saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan setelah tsunami.

a. Sangat memberi dukungan b. Cukup memberi dukungan c. Kurang memberi dukungan d. Tidak memberi dukungan

15.Setelah tsunami, hubungan saya dengan teman-teman di sekolah: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

16.Perasaan saya tinggal di panti asuhan: a. Sedih

b. Senang c. Biasa saja d. Tidak tahu

17.Hubungan saya dengan teman-teman di panti asuhan: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

18.Hubungan saya dengan anak-anak yang tinggal di sekitar panti asuhan: a. Sangat dekat

b. Cukup dekat c. Kurang dekat d. Tidak dekat

19.Masyarakat sekitar panti asuhan ... terhadap saya. a. Sangat perhatian

b. Cukup perhatian c. Kurang perhatian d. Tidak perhatian

20.Masyarakat sekitar panti asuhan ... terhadap saya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan.

a. Sangat memberi dukungan b. Cukup memberi dukungan c. Kurang memberi dukungan d. Tidak memberi dukungan


(21)

VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas Kuesioner Resilience

No.

Item Validitas Keterangan

No.

Item Validitas Keterangan

1 0,383 dipakai 36 0,244 dibuang

2 0,677 dipakai 37 0,524 dipakai 3 0,877 dipakai 38 0,415 dipakai 4 0,412 dipakai 39 0,540 dipakai 5 0,484 dipakai 40 0,614 dipakai 6 0,354 dipakai 41 0,418 dipakai 7 0,516 dipakai 42 0,350 dipakai 8 0,423 dipakai 43 0,304 dipakai 9 0,643 dipakai 44 0,439 dipakai 10 0,540 dipakai 45 0,726 dipakai 11 0,595 dipakai 46 0,637 dipakai 12 0,486 dipakai 47 0,389 dipakai 13 0,451 dipakai 48 0,051 dibuang

14 0,372 dipakai 49 0,748 dipakai 15 0,366 dipakai 50 0,339 dipakai 16 0,737 dipakai 51 0,348 dipakai 17 0,519 dipakai 52 0,435 dipakai 18 0,387 dipakai 53 0,454 dipakai 19 0,504 dipakai 54 0,303 dipakai 20 0,560 dipakai 55 0,415 dipakai 21 0,497 dipakai 56 0,456 dipakai 22 0,673 dipakai 57 0,286 dibuang

23 0,715 dipakai 58 0,372 dipakai 24 0,488 dipakai 59 0,462 dipakai 25 0,461 dipakai 60 0,462 dipakai 26 0,529 dipakai 61 0,389 dipakai 27 0,397 dipakai 62 0,700 dipakai 28 0,658 dipakai 63 0,698 dipakai 29 0,362 dipakai 64 0,264 dibuang

30 0,918 dipakai 65 0,683 dipakai 31 0,781 dipakai 66 0,406 dipakai 32 0,646 dipakai 67 0,850 dipakai 33 0,833 dipakai 68 0,442 dipakai 34 0,640 dipakai 69 0,359 dipakai 35 0,520 dipakai

Keterangan :

Item dipakai : 65 item Item dibuang : 4 item


(22)

2. Reliabilitas Kuesioner Resilience

R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients

N of Cases = 20,0 N of Items = 69 Alpha = ,9294


(23)

TABULASI SILANG DERAJAT RESILIENCE DAN KATEGORINYA Tabulasi Silang Resilience dan Social Competence

Tabulasi Silang Resilience dan Problem Solving

Tabulasi Silang Resilience dan Autonomy

Tabulasi Silang Resilience dan Sense of Purpose


(24)

PROTECTIVE FACTOR SEBELUM GEMPA DAN TSUNAMI Tabel 1. Derajat Resilience dan Perhatian Orangtua

!

Tabel 2. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Orangtua

" #$

% %

! %

Tabel 3. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Orangtua

! & '

( '# ( '#

! ( '#

Tabel 4. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Saudara

" #$

% %

! %

%


(25)

Tabel 5. Derajat Resilience dan Perhatian Guru

)

!

Tabel 6. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Guru

! & ' ) ( '# ( '#

*

! ( '#

Tabel 7. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Sekolah

" #$ '

% %

! %

Tabel 8. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman di Rumah

" #$ ' ' % %

+


(26)

PROTECTIVE FACTOR SETELAH GEMPA DAN TSUNAMI Tabel 9. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Pengasuh

" #$ & % %

! %

Tabel 10. Derajat Resilience dan Dukungan Pengasuh

% &

( (

Tabel 11. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Pengasuh

!&' & ( '# ( '#

! ( '#

Tabel 12. Derajat Resilience dan Perhatian Guru

)

*


(27)

Tabel 13. Derajat Resilience dan Kesempatan dari Guru

! & ' )

* ( '#

* ( '#

! ( '#

Tabel 14. Derajat Resilience dan Dukungan Guru

% )

( (

! (

Tabel 15. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Sekolah

" #$ '

% %

! %

Tabel 16. Derajat Resilience dan Perasaan Tinggal di Panti Asuhan

" #$

+


(28)

Tabel 17. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Panti

" #$ '

%

* %

! %

Tabel 18. Derajat Resilience dan Hubungan dengan Teman Sekitar Panti

" #$ ' &

% %

+

! %

* %

Tabel 19. Derajat Resilience dan Perhatian Masyarakat Sekitar Panti

( &-$

+

!

Tabel 20. Derajat Resilience dan Dukungan Masyarakat Sekitar Panti

% ( &-$ ( (

+


(29)

Data Jawaban Responden terhadap Kuesioner Resilience No Identitas Responden Data Resilience

Nama* Usia Klmn Kls Nilai Rapor Anak ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 AD 12 L 6 naik-turun 3 dari 3 4 1 1 3 4 4 3 4 2 4 4 3 1 2 4 2 ST 12 L 6 turun-naik 1 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 3 NS 11 P 5 naik-turun 1 dari 3 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 SW 11 P 5 turun-naik 2 dari 3 3 2 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 2 2 5 J 9 L 3 naik-turun 1 dari 3 4 2 2 3 4 4 3 4 2 1 2 4 4 1 2 6 IP 11 P 5 naik-turun 2 dari 2 4 1 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 7 MF 11 L 6 naik-turun 2 dari 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 1 4 1 1 4 8 Ba 12 L 6 turun-naik 1 dari 2 2 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 4 3 2 2 9 Md 10 P 4 naik-turun 2 dari 3 4 1 1 2 4 4 3 4 2 1 1 4 3 1 2 10 AF 9 L 3 naik-turun 1 dari 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 11 Irw 12 L 6 naik-turun 2 dari 5 4 1 1 1 3 4 4 4 2 2 1 4 2 1 2 12 TI 9 L 3 naik-turun 3 dari 3 3 2 1 2 2 2 4 4 4 4 4 1 1 1 1 13 JS 12 L 6 naik-turun 2 dari 4 3 4 4 2 4 3 4 4 4 3 2 4 4 1 4 14 Mr 10 L 4 turun-naik 2 dari 3 2 1 1 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 4 15 Ar 12 L 6 naik-turun 1 dari 2 4 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 4 2 1 2 16 AM 12 L 6 turun-naik 3 dari 4 4 2 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 17 AW 9 L 3 naik-turun 2 dari 3 4 3 3 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 18 MH 9 L 3 turun-naik 2 dari 4 4 1 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 19 RF 10 L 4 naik-turun 2 dari 4 4 1 1 2 3 3 2 3 2 2 2 4 2 1 2 20 Yz 10 L 3 naik-turun 1 dari 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 21 DP 11 P 6 turun-naik 2 dari 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 1 4 1 1 4 22 Ll 12 P 5 naik-turun 1 dari 3 2 1 1 1 3 3 3 3 2 1 1 4 3 2 2 23 MI 10 L 4 turun-naik 3 dari 3 4 1 1 2 4 4 3 4 2 1 1 4 3 1 2 24 Pi 11 P 5 turun-naik 1 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 25 Abd 11 L 4 turun-naik 1 dari 2 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 26 Fr 11 P 5 naik-turun 3 dari 4 4 1 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 27 Msr 12 P 6 turun-naik 2 dari 3 4 1 1 3 4 4 3 4 2 4 4 3 1 2 4 28 Wr 12 P 6 turun-naik 2 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 29 Hn 12 P 6 turun-naik 1 dari 2 3 4 4 2 4 3 4 4 4 3 2 4 4 1 4 30 La 10 P 4 naik-turun 1 dari 3 2 1 1 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 4 31 ZA 10 L 3 turun-naik 2 dari 4 4 1 1 2 4 4 3 4 2 1 1 4 3 1 2 32 Sd 11 P 5 turun-naik 2 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 33 Ah 10 P 4 turun-naik 1 dari 3 2 1 1 3 4 4 3 3 4 2 2 3 2 2 4 34 Mar 12 P 6 turun-naik 2 dari 2 4 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 4 2 1 2 35 Khd 12 P 6 turun-naik 1 dari 2 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 4 36 Lk 11 L 5 turun-naik 3 dari 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 3 37 St 12 P 6 turun-naik 2 dari 3 4 1 1 3 3 3 3 3 2 1 1 4 2 1 2


(30)

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52

1 4 4 4 1 1 4 4 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 4 4 3 1 3 4 3 3 1 4 3 2 1 2 1 4 4 1 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 2 4 4 1 4 4 1 4 4 1 2 4 4 4 1 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 2 4 4 3 4 4 3 2 4 1 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 1 3 3 2 3 2 2 4 3 3 3 3 3 1 3 3 4 4 4 1 2 3 1 4 1 1 1 3 3 1 4 4 1 2 4 1 4 3 4 4 1 3 2 3 3 3 1 3 3 4 4 4 2 3 4 3 3 1 4 3 2 1 1 1 4 3 1 3 4 1 4 3 4 4 3 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4 3 3 2 4 3 3 3 3 3 1 4 4 3 4 3 4 4 4 2 2 2 1 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 1 4 4 1 2 4 1 4 4 4 4 2 3 2 3 3 2 3 3 4 4 3 3 1 3 4 3 3 1 3 3 2 1 2 1 4 4 1 3 4 1 2 3 2 4 4 4 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 4 4 3 1 3 4 3 3 4 4 3 2 1 2 1 4 4 1 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 4 4 3 3 2 3 4 4 2 3 1 2 2 2 3 2 4 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 4 3 1 1 4 4 2 4 1 3 3 3 1 2 2 3 3 4 4 2 2 3 3 2 4 2 4 1 3 1 3 2 3 2 4 4 4 3 2 3 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 3 3 3 2 2 2 1 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 1 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 1 4 3 4 4 2 4 4 1 4 4 4 2 2 2 4 3 2 1 2 1 4 4 3 4 4 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 1 3 3 1 3 2 1 4 1 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 1 3 3 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 4 1 2 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 4 1 3 3 1 1 3 4 3 4 4 1 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 1 4 4 4 3 3 3 4 4 3 1 3 3 1 2 3 4 4 4 4 4 1 4 4 3 4 4 4 3 2 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 1 2 2 2 3 3 3 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 2 4 4 3 1 3 2 3 1 4 3 2 2 2 3 2 4 1 1 1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 4 4 2 2 1 2 4 4 3 2 1 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 1 4 4 1 2 4 1 4 4 4 4 2 3 2 3 3 2 3 3 4 4 3 3 1 3 4 3 3 1 3 3 2 1 2 1 4 4 1 3 4 1 2 3 2 4 4 4 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 4 4 3 1 3 4 3 3 4 4 3 2 1 2 1 4 4 1 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 4 4 3 3 2 3 4 4 2 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 2 4 4 3 4 4 3 2 4 1 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 1 4 4 3 4 4 4 3 2 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 1 4 4 4 1 1 4 4 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 4 4 3 1 3 4 3 3 1 4 3 2 1 2 1 4 4 1 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 2 4 4 1 4 4 1 4 4 1 2 4 4 4 1 4 2 1 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 4 1 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 1 4 3 4 4 2 4 4 1 4 4 4 2 2 2 4 3 2 1 2 1 4 4 3 4 4 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 1 3 3 1 3 2 1 4 1 2 3 2 4 4 4 4 2 3 2 3 3 3 1 3 3 4 4 3 1 3 4 3 3 4 4 3 2 1 2 1 4 4 1 3 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 1 4 4 4 1 4 4 4 4 4 1 4 4 3 3 2 3 4 4 2 4 1 4 4 4 2 2 2 4 3 2 1 2 1 4 4 3 4 4 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3 2 1 3 3 1 3 2 1 4 1 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 1 3 3 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 4 1 2 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 4 4 2 4 4 1 4 4 1 4 4 1 2 4 4 4 1 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 3 2 4 4 3 4 4 3 2 4 1 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 1 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 3 1 3 3 2 2 4 1 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 1 4 1 2


(31)

Data Penunjang

53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

4 4 1 2 4 2 3 4 4 2 1 4 4 b b a a b b b b b b b b b b b c b b b b 4 4 4 4 4 3 1 4 1 3 4 4 4 a a a a a a a a a a a a a a a b a a a a 4 1 1 4 4 3 1 4 2 1 4 3 4 a b c b a b c c b b b a a b c c b c c b 1 4 3 2 4 1 3 2 3 4 3 4 4 a a b a a c b b b b b a a c b c b b a a 4 4 1 3 4 2 3 4 4 4 2 4 4 a a a a a a a a b b b a a a a c a a a a 4 4 3 3 3 4 3 4 3 1 3 4 4 b b b b a a a a a a b a a b a a a b b a 4 4 1 4 4 3 1 4 4 4 4 4 4 a a a a a a a a a a b a a a a b a a a a 4 2 1 3 4 2 3 4 4 2 1 3 3 b b c a b c b b b b c b c b b a c c c c 4 2 1 3 4 2 3 4 4 2 2 4 3 b b b a b b b b c b c b b b b d b c a a 4 4 4 4 4 3 2 3 2 3 4 4 4 a a a d a a a a a a a a a a a c a a a a 3 2 2 3 3 1 4 4 4 1 2 3 1 b b c c b c b b b b b b c b b a b b b b 3 2 3 4 2 3 4 4 4 2 1 4 4 b b c c b c b c b b c b c b c a b c c c 4 4 1 4 4 3 1 4 4 4 3 3 4 a a a a a c b b b b c a c b b a b c a a 3 2 3 4 2 3 4 4 4 2 1 4 4 a a a a c c b c b b c b c b c a b c b b 4 4 1 3 4 2 3 4 4 2 2 2 3 b b b c c c c b b b c c c b c a b c b b 4 4 4 4 4 4 3 1 3 3 3 4 3 a a a a a a a a a a b a a a a b a c b b 4 4 3 3 4 3 1 4 1 3 4 4 3 b b a a b b a a b b b b b b a a a b b b 4 4 3 3 4 3 4 1 3 3 3 4 4 b b b a b b a a a a b b b b a a a c b b 4 4 1 3 4 1 4 4 4 1 2 2 3 b b c b b c b c b b c b c b c a c c c c 4 4 4 4 4 3 2 3 2 4 4 4 4 a a a d a a a a a a a a a a a b a c c c 4 4 1 4 4 3 1 4 4 4 4 4 4 a a a a b b a b a a a a a a b c b b b b 4 2 1 3 4 2 3 4 4 2 1 3 3 b b c c b c b b b b b b c b b c b c c c 4 2 1 3 4 2 3 4 4 2 2 3 3 b b b a c c b b b b b b c b b c b c c c 4 4 4 4 4 3 2 3 2 3 3 4 4 b b b a b b a b a a a a a a b c b d c c 4 1 1 4 4 3 1 4 2 1 3 3 3 b b c c b b b b a b b a a a b a b c c c 4 4 3 3 4 3 4 1 3 3 3 4 4 b b b a b b b b a a a b b a b a b c b b 4 4 1 2 4 2 3 4 4 2 1 4 4 a a b c c c b b b b b b c b b c b d c c 4 4 4 4 4 3 1 4 1 2 3 3 3 b b b a b b b b b b b b b b b a b c c c 4 4 1 4 4 3 1 4 4 4 3 3 4 b b b a b a b b a b a b a a b a b d c c 3 2 3 4 2 3 4 4 4 2 1 4 4 b b c c c c b b b b b b c b b c b b c c 4 2 1 3 4 2 3 4 4 2 2 4 3 b b c c c c c c b b b b c b c c b c c c 4 4 4 4 4 3 2 3 2 3 4 4 4 a a a a b b a b a a a a a a b a b b b b 3 2 3 4 2 3 4 4 4 2 1 3 3 b b b c b c b b b b c c c c b c b b c c 4 4 1 3 4 2 3 4 4 2 1 2 2 b b c c c c c c b b b b c b c c b d c c 4 4 4 4 4 3 1 4 1 3 3 4 3 a a a a b b a b a a a a a a b a b b b b 4 1 1 4 4 3 1 4 2 1 4 3 4 a a b b b a b b a a a a a a b a b d c c 4 4 1 3 4 2 3 4 4 2 2 2 3 c c c b c c c c b b b b c b c c b d c c


(32)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada 26 Desember 2004, telah terjadi bencana alam berupa gempa tektonik dengan kekuatan 8,9 skala Richter dan diikuti oleh gelombang tsunami yang menerjang sebagian besar wilayah pantai barat dan utara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias, Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan kerusakan infrastruktur, ribuan korban jiwa meninggal dan hilang, luka-luka, serta kerugian material yang sangat besar. Akibatnya, ratusan ribu penduduk terpaksa mengungsi karena kehilangan tempat tinggal dan seluruh hartanya. Tidak kalah mengenaskannya adalah ribuan anak yang mendadak menjadi yatim piatu.

Peristiwa gempa dan tsunami tersebut mengakibatkan banyak anak kehilangan orangtua dan keluarganya. Berdasarakan pemberitaan di berbagai media massa, diketahui masih banyak anak-anak korban tsunami di NAD yang belum tertampung di panti asuhan atau memperoleh keluarga angkat. Bahkan sebuah media massa nasional memberitakan bahwa jumlah anak yatim usia sekolah korban tsunami di NAD yang tidak jelas nasibnya mencapai puluhan ribu orang (HU. Republika, 5 Mei 2006).

Gempa dan tsunami di NAD memang mengundang perhatian dan kepedulian dunia internasional. Beragam bentuk bantuan telah disalurkan, termasuk tenaga relawan yang peduli terhadap kondisi kejiwaan masyarakat NAD. Bagi anak-anak yang orangtuanya meninggal kedua-duanya (yatim piatu),


(33)

2

maka gempa dan tsunami menyisakan trauma yang sangat berat. Bencana ini memberikan pengalaman-pengalaman yang mengagetkan serta menyakitkan bagi anak-anak di NAD, yang melebihi batas kondisi wajar mereka. Anak-anak tersebut menderita luka atau kekagetan (shock) akibat mengalami secara langsung bencana yang terjadi, melihat orangtua dan orang-orang di sekitarnya hanyut diterjang gelombang pasang tsunami, serta melihat rumah yang mereka tinggali hancur tidak bersisa. Kondisi shock yang dialami anak-anak NAD menandakan bahwa mereka mengalami trauma secara psikologis (Pitaloka, 2005; Mu’tadin, 2006).

Akibat pengalamannya, anak-anak di NAD pasca gempa dan tunami mengalami stress yang diperlihatkan melalui berbagai gejala, seperti gelisah, tegang dan cemas, menghayati sakit fisik (sakit kepala, sakit perut, gatal-gatal), serta gangguan tidur. Stress ini juga diperlihatkan melalui perubahan pola perilaku, seperti menjadi tidak sabar, mudah marah, menarik diri, atau menampilkan perubahan pola makan. Sebagian anak-anak lain menunjukkan rasa frustrasi, tak berdaya serta memiliki penilaian diri yang rendah.

Dua tahun bencana tersebut telah berlalu, namun tampaknya stress pada anak-anak yang menjadi korban belum hilang sama sekali. Anak-anak yang tadinya selalu aktif bermain dengan teman-teman sebayanya, kini menjadi lebih senang menyendiri. Mereka juga menjadi kurang antusias dalam mengikuti pelajaran di kelas sehingga berakibat pada merosotnya prestasi belajar mereka. Kondisi ini dianggap sebagai penyebab dari rendahnya tingkat kelulusan di NAD pada pelaksanaan ujian sekolah tahun 2005, selain karena fasilitas pendidikan


(34)

3

yang tersedia belum kembali seperti semula. Bahkan, tidak sedikit pula anak-anak yang sama sekali tidak mau kembali bersekolah.

Menurut penuturan dari pengurus dan pengasuh Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh, banyak anak yatim usia antara 9 hingga 12 tahun yang tinggal di panti asuhan ini, yang menjadi mudah menangis, cenderung menghindar jika didekati, atau lebih memilih untuk berdiam diri ketika diajak berbicara. Mereka juga terlihat sering melamun di kelas pada saat pelajaran, atau memilih tetap tinggal di kelas ketika jam istirahat sementara siswa yang lain bermain di luar kelas.

Meski demikian tidak semua anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah NAD, yang menjadi yatim karena gempa dan tsunami, mengalami stress berkepanjangan. Berdasarkan observasi non-partisipan dan wawancara baik dengan pengasuh maupun anak-anak penghuni panti, diketahui bahwa ada di antara anak-anak yang tinggal di panti asuhan ini sudah dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang di sekelilingnya serta lingkungannya. Sebagaimana umumnya anak yang seusia, mereka mulai menjalani rutinitas sekolah, belajar, mengaji dan bermain dengan teman sebayanya. Beberapa di antara anak-anak tersebut bahkan mampu menceritakan kembali peristiwa yang dialami dan mampu berkomentar secara positif tentang bencana tersebut. Semangat mereka untuk kembali ke kehidupan yang normal dan keyakinan tentang kehidupan masa depan yang lebih baik, juga sangat tinggi.

Kondisi-kondisi di atas mencerminkan bahwa anak-anak tersebut merupakan individu-individu resilience. Mereka tetap mampu menjalani


(35)

4

kehidupan layaknya anak-anak yang seusia tanpa berlarut-larut dalam kesedihan karena kehilangan orang-orang terdekatnya. Mereka juga mampu untuk menunjukkan perilaku-perilaku positif seolah peristiwa yang mengancam hidup mereka tidak pernah terjadi. Anak-anak tersebut termasuk ke dalam kategori resilience sebagaimana dikemukakan oleh Benard (2004), yaitu memiliki (1) social competence; (2) problem solving; (3) autonomy; dan (4) sense of purpose.

Berdasarkan kategori di atas, diketahui bahwa ada di antara anak-anak yatim di NAD, khususnya anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh, pasca gempa dan tsunami yang tetap mampu bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Mereka dapat berkomunikasi dengan baik, seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru di sekolah, baik pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran maupun bukan. Mereka tetap ceria bermain dengan teman-temannya, baik di sekolah maupun di panti asuhan. Perilaku-perilaku ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kompetensi sosial. Perilaku yang mencerminkan kompetensi sosial juga ditunjukkan oleh mereka misalnya pada waktu belajar bersama dengan dibimbing oleh pengasuh di panti, merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka. Pada kegiatan seperti ini, mereka mau saling membantu dalam mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Jika ada anak yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu persoalan, maka anak lainnya memberitahukan cara-cara menyelesaikannya, atau meminta kepada pengasuh mereka untuk memberi pemecahannya. Bahkan beberapa anak mampu menghibur jika ada anak yang tiba-tiba bersedih karena ingat kepada orangtua dan sanak saudaranya yang telah meninggal.


(36)

5

Sebagian dari anak-anak yang tinggal di panti asuhan Muhammadiyah Banda Aceh, yang menjadi responden penelitian, menunjukkan bahwa mereka tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kondisi panti asuhan. Hal ini mencerminkan bahwa mereka memiliki kemampuan mengatasi masalah. Misalnya, pada waktu makan mereka tidak mengalami kesulitan dengan menu yang disediakan. Jika ada anak yang tidak menyukai suatu menu tertentu, ia akan menyantapnya karena melihat anak-anak yang lain pun melakukan hal yang sama. Pada saat tidur, mereka juga mulai terbiasa dengan suasana kamar dengan banyak tempat tidur. Pada saat mengalami suatu kesulitan, mereka telah tahu kepada siapa harus minta bantuan untuk mengatasinya.

Kondisi mereka yang telah menjadi yatim piatu dan tinggal di panti asuhan telah menjadikan anak-anak yang memiliki kemandirian. Anak-anak yang diamati menunjukkan perilaku menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa perlu diingatkan dan tidak bergantung pada pengasuh panti ataupun teman-temannya. Anak-anak tersebut mampu memenuhi kewajibannya sebagai penghuni panti asuhan seperti mencuci piring bekas makannya, merapikan tempat tidur setiap pagi, mandi tanpa perlu disuruh, dan menyiapkan perlengkapan sekolah.

Semangat belajar anak-anak yatim di panti asuhan yang resilience, yang diperlihatkan dengan perilaku rajin pergi ke sekolah, selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan belajar bersama, menunjukkan bahwa mereka mempunyai harapan dan keinginan untuk menjadi ‘seseorang’ kelak. Pada kenyataannya, beberapa anak masih menyimpan cita-citanya seperti ada yang ingin menjadi guru, dokter, pengusaha, dan sebagainya. Semangat untuk mencapai


(37)

6

cita-citanya itu mendorong anak-anak tersebut tampak tetap kreatif meskipun tidak lagi berada di tengah keluarga mereka sendiri. Ada anak yang suka mendongeng, ada yang suka menggambar, dan ada juga yang pintar berhitung. Masing-masing anak asyik dan serius dengan kegemarannya masing-masing. Perilaku-perilaku ini menunjukkan bahwa mereka memiliki cita-cita atau harapan di masa depan.

Berlainan dengan anak-anak yatim piatu korban gempa dan tsunami yang derajat resilience-nya tinggi, diketahui pula adanya anak-anak di Panti Auhan Muhammadiyah yang derajat resilience-nya rendah. Kondisi ini ditunjukkan oleh perilaku-perilaku mereka yang cenderung menarik diri dari teman-teman sebayanya ataupun senang menyendiri, selalu murung dan terlihat kurang semangat dalam belajar. Apabila diajak berkomunikasi, mereka memilih diam jika tidak ditanya. Pada saat diberi suatu pertanyaan, mereka lebih sering menjawab tidak tahu, menggelengkan kepala atau bahkan diam saja. Pertanyaan-pertanyaan yang mengingatkan mereka terhadap musibah yang menimpa mereka akan segera menyebabkan anak-anak tersebut tampak bersedih, menangis atau segera lari menjauh.

Uraian di atas melandasi keinginan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai resilience pada anak-anak yatim piatu korban gempa dan tsunami di Propinsi NAD.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, masalah penelitian yang dapat diidentifikasikan adalah:


(38)

7

“Bagaimana derajat resilience pada anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh pasca gempa dan tsunami di Propinsi NAD”

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui derajat resilience anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh korban gempa dan tunami yang terjadi di Propinsi NAD pada tahun 2004.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan derajat resilence anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh Propinsi NAD pasca gempa dan tsunami yang ditunjukkan melalui kekuatan kompetensi sosial, kemampuan dalam mengatasi masalah, kemandirian, dan harapan mereka di masa depan.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1) Sebagai sumbangan informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya psikologi bidang psikologi perkembangan, mengenai resilience pada anak-anak yatim piatu usia 9 – 12 tahun yang menjadi korban gempa dan tsunami.

2) Sebagai referensi bagi penelitian lain yang membahas resilience pada anak-anak usia 9 – 12 tahun.


(39)

8

1.4.2 Kegunaan Praktis

1) Bagi pemerintah dan sukarelawan/tenaga sosial

Sebagai bahan evaluasi mengenai cara menangani atau memperlakukan anak-anak yang menjadi korban gempa dan tsunami dengan memperhatikan derajat resilience pada anak-anak tersebut, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial dan menjadi individu yang produktif.

2) Bagi konselor

Sebagai bahan referensi untuk mengarahkan atau membimbing anak-anak, terutama yang menjadi korban gempa dan tsunami dengan memperhatikan faktor derajat resilience-nya. Dengan demikian mereka dapat menjalani kehidupan, dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, dan dapat melanjutkan studi dengan baik, seperti anak-anak lain pada umumnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kehilangan anggota keluarga, terutama orangtua, akibat gempa dan tsunami merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak pada masa perkembangannya. Anak-anak korban gempa dan tsunami yang kedua orangtuanya meninggal mengalami stress, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Namun demikian, tidak semua anak menunjukkan perilaku negatif akibat dari stress yang dialaminya. Berdasarkan pengamatan pada anak-anak usia 9 – 12 tahun yang tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Banda Aceh, beberapa anak mampu mengatasi stress dan perasaan menderita dengan baik dan menunjukkan perilaku yang positif. Anak yang seperti ini disebut sebagai individu resilience.


(40)

9

Resilience merupakan kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik walaupun di tengah situasi yang menekan atau banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Lebih lanjut Benard menyatakan bahwa resilience mengarahkan individu menjadi orang yang selamat dan berkembang. Anak-anak seperti ini meskipun mengalami penderitaan tetap mampu mengatur perilakunya dalam menghadapi musibah yang menimpa tanpa menjadi lemah.

Kekuatan resilience personal merupakan karakter individu, atau disebut juga sebagai kompetensi internal individu, berkaitan dengan pertumbuhan yang sehat dan keberhasilan hidup. Menurut Benard (2004:13), ada empat kategori resilience, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy dan sense of purpose.

Anak-anak panti asuhan yang resilience memiliki social competence yang mencakup karakter, keahlian dan sikap untuk membentuk relasi dan kedekatan positif dengan orang lain. Anak-anak dengan kemampuan sosial yang tinggi ditandai oleh kemampuan responsiveness, yaitu tindakan yang ditampilkan jika mendapatkan respon yang positif. Anak-anak ini akan berusaha menjalin keakraban dengan temannya sesama penghuni panti asuhan, masyarakat di sekitar panti asuhan, serta guru dan teman di sekolah. Anak-anak yatim yang memiliki kompetensi sosial juga akan menunjukkan kemampuan berkomunikasi yang baik, mereka mampu menonjolkan dirinya tanpa mengganggu anak lain atau orang lain. Kemampuan berkomunikasi secara sosial ini memungkinkan proses pembentukan hubungan dan relasi interpersonal individu anak dengan orang-orang di


(41)

10

sekitarnya. Ciri lain anak-anak yatim yang berkompetensi sosial tinggi adalah dimilikinya empathy, caring serta mampu memahami perasaan dan pandangan orang lain. Empati tidak hanya membantu pembentukan kemampuan berelasi, tetapi juga membantu pembentukan moral dasar, sifat pemaaf (forgiveness), welas asih (compassion) dan perhatian kepada orang lain.

Kategori lain dari anak-anak panti asuhan yang resilience adalah dimilikinya problem solving. Anak-anak dengan problem solving skills yang tinggi akan mampu membuat perencanaan (planning), fleksibelitas (flexibility), resourcefulness serta berpikiran kritis dan berwawasan (critical thinking and insight). Atribut-atribut ini disebut sebagai “fungsi intelektual yang baik” dalam penelitian mengenai resilience (Masten dan Coatsworth dalam Benard, 2004:17). Kemampuan merencanakan pada anak berkaitan dengan keinginan mereka untuk mengontrol dan memiliki harapan akan masa depannya. Kemampuan merencanakan ini diperkirakan membuat krisis masalah pada masa usia selanjutnya menjadi lebih sedikit (Claussen dalam Benard, 2004:17).

Fleksibilitas adalah keterampilan lain dari problem solving, berkaitan erat dengan kemampuan melihat alternatif dan berusaha mencari solusi alternatif baik pada masalah kognitif maupun masalah sosial, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mencari jalan lain serta tidak terpaku pada satu jalan saja jika mendapat masalah. Adapun resourcefulness adalah kemampuan mempertahankan diri, dengan melibatkan sumber daya eksternal (misalnya pengasuh panti, masyarakat di sekitar panti, atau guru di sekolah). Sementara berpikiran kritis mengacu pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, kebiasaan menganalisis pemikiran yang


(42)

11

terselubung, berusaha mengerti suatu kejadian, pernyataan atau situasi (Schor dalam Benard, 2004:18-19). Ciri dari problem solving lainnya adalah berwawasan, yaitu suatu bentuk pemecahan masalah yang paling dalam, mencakup kesadaran atau intuisi akan tanda-tanda di lingkungan, terutama tanda bahaya.

Autonomy adalah kategori resilience berikutnya. Anak-anak panti asuhan yang memiliki kemandirian mampu untuk bertindak dengan bebas dan merasakan suatu sense of control atas lingkungannya. Kemandirian anak-anak tersebut juga ditandai antara lain oleh identitas positif (positive identity), locus of control internal dan inisiatif, self-efficacy dan penguasaan diri (mastery), penyesuaian diri dan berdaya tahan (adaptive distancing and resistance), kesadaran diri dan kehati-hatian (self-awareness and mindfulness), serta humor.

Sense of purpose, yaitu cita-cita atau harapan di masa depan. Anak-anak panti asuhan yang resilience akan memiliki kemampuan untuk menetapkan arah atau tujuan masa depan hidupnya, memiliki motivasi yang tinggi untuk berprestasi, mempunyai minat khusus, kreatif dan penuh imajinasi, optimis dan penuh harapan, serta berkeyakinan dan bersungguh-sungguh.

Resilience tidak terbentuk dengan sendirinya, tetapi ada beberapa faktor pembentuk yang disebut sebagai protective factor. Menurut Benard (2004:44) ada tiga protective factor dalam tiga lingkungan anak-anak (keluarga, sekolah dan masyarakat). Ketiga protective factor tersebut adalah hubungan yang hangat (caring relationships), high expectation serta kesempatan untuk berpartisipasi dan memberi kontribusi (opportuinities to participate and contribute).


(43)

12

Dalam lingkungan keluarga (rumah), pola asuh orangtua memegang peranan penting dalam pembentukan resilience pada anak. Menurut Benard (2004), bentuk pola pengasuhan lebih penting daripada struktur keluarga dan menjadi determinan utama dari keluarga yang berfungsi secara efektif dan remaja yang well-being.

Pada anak-anak yang tidak lagi mempunyai orangtua dan keluarga sehingga tinggal di panti asuhan, maka peran pengasuhan anak beralih menjadi tanggung jawab pengasuh panti. Pola pengasuhan yang berempati adalah langkah pertama untuk membangun caring relationship (Benard, 2004). Anak yang memperoleh pola asuh seperti ini akan merasa nyaman dan tumbuh menjadi individu yang penuh empati. Lebih lanjut Benard menyatakan bahwa high expectation dalam keluarga dapat menyediakan petunjuk yang berkontribusi pada rasa aman bagi anak, dapat mengkomunikasikan perilaku yang diyakini penting dan dapat menjadi faktor pembantu bagi anak untuk menemukan kelebihan diri mereka. demikian pula halnya bagi anak-anak yang tinggal di panti asuhan, maka high expectation di lingkungan panti asuhan lah yang dapat membantu terbentuknya resilience pada anak-anak penghuni panti.

Caring relationship di sekolah menuntut kemampuan guru untuk menemukan hal yang menarik perhatian dan memotivasi anak. Hal ini akan mendorong anak dapat menemukan kebutuhan dasarnya, yaitu rasa aman, dapat merasakan apa yang mereka pelajari dan dapat mengembangkan kemandirian. Selain itu, kemampuan guru dalam menciptakan suasana sekolah yang di dalamnya terdapat caring relationship di antara guru dengan siswa dan siswa


(44)

13

dengan siswa lainnya, juga mendorong berkembangnya anak menjadi individu yang resilience. Menurut Benard (2004), bagi anak yang resilience, figur guru bukanlah sekadar sebagai instruktur dalam kemampuan akademis namun juga sebagai orang yang patut diteladani dan dijadikan sebagai model yang positif. Kriteria guru bagi anak-anak seperti ini adalah seseorang yang mau mendengarkan, mau peduli ketika mereka absen atau mendapat nilai tes yang jelek, terlihat menyukai mereka, dan memperlakukan mereka sebagai ‘orang’.

Benard (2004) juga menjelaskan bahwa high expectation di lingkungan sekolah tidak hanya dikomunikasikan lewat hubungan dan pesan, tetapi juga lewat struktur organisasi dan kurikulum. Guru merupakan komunikator yang sangat berpengaruh dalam penyampaian pesan. Guru dapat membantu anak dalam membuka jalan untuk belajar, dimulai dari rasa tertarik anak yang dibawanya dari rumah ataupun yang ditemukannya di kelas. Guru yang memiliki high expectation akan membantu anak untuk dapat menemukan kekuatan mereka, membantu anak untuk dapat berpikir secara berbeda mengenai sesuatu terutama khidupan mereka, dan membantu anak untuk dapat melihat kemampuan yang mereka miliki. Kesemuanya itu pada akhirnya dapat mengembangkan resilience pada anak ketika menghadapi masalah.

Dalam peranannya mengembangkan resilience pada anak, guru dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapatnya di dalam kelas, membuat pilihan, turut terlibat dalam pemecahan suatu masalah, mengekspresikan diri, serta bekerjasama dan saling membantu dengan anak lain.


(45)

14

Hal ini juga akan mendorong para siswa untuk dapat membangun karakter yang sehat dan meraih sukses dalam belajar.

Pada lingkungan kelompok teman sebaya, caring relationship biasanya diwujudkan dalam bentuk persahabatan. Pada kondisi anak tinggal di panti asuhan, maka adanya teman sebaya yang dapat diajak bercerita, berbagi mainan dan bermain atau belajar bersama akan mengembangkan resilience pada anak. Selain itu, teman sebaya yang memiliki high expectation juga akan membantu seorang anak untuk dapat menemukan serta menunjukkan kemampuannya dan mampu mengekspresikan dirinya. Sementara kesempatan untuk berpartisipasi dan berkontibusi dalam kelompok teman sebaya dapat berupa misalnya kesempatan untuk menentukan jenis permainan yang akan dilakukan atau menentukan mata pelajaran yang akan dijadikan bahan belajar bersama. Kesempatan berpartisipasi dan berkontribusi juga dapat dilakukan misalnya dalam bentuk memberikan sebagian uang saku untuk menolong temannya yang kehilangan uang saku.

Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut.


(46)

15

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.6 Asumsi

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dapat dikemukakan beberapa asumsi penelitian ini sebagai berikut.

1. Resilience anak-anak yatim piatu di NAD yang menjadi korban gempa dan tsunami dipengaruhi oleh faktor-faktor protektif yang diperolehnya di lingkungan keluarga, sekolah dan teman sebaya.

2. Anak-anak yatim piatu di NAD pasca gempa dan tsunami memiliki derajat resilience yang bervariasi.

3. Anak-anak yatim piatu di NAD yang resilience-nya tinggi berarti kompeten secara sosial, terampil mengatasi masalah, mandiri dan memiliki harapan di masa depan.

PROTECTIVE FACTOR

Orangtua (rumah)

- caring relationship - high expectation

- opportunities to participate and contributing

Guru (sekolah)

- caring relationship - high expectation

- opportunities to participate and contributing

Teman

- caring relationship - high expectation

- opportunities to participate and contributing

ANAK

Belief

RESILIENCE

- Social Competence - Problem Solving - Autonomy

- Sense of Purpose

tinggi


(47)

16

4. Anak-anak yatim piatu di NAD yang resilience-nya rendah berarti tidak kompeten secara sosial, tidak terampil dalam mengatasi masalah, bergantung pada orang lain dan memandang bahwa masa depannya suram.


(48)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Sebagian anak (51,4 persen) yang tinggal di Panti Asuhan Muhammaditah

Banda Aceh memiliki derajat resilience tinggi dan sebagian lainnya (48,6 persen) memiliki derajat resilience rendah.

2) Anak-anak yang derajat resilience-nya tinggi memiliki social competence,

problem solving, autonomy dan sense of purpose yang tinggi. Sedangkan

anak-anak yang derajat recilience-nya rendah memiliki social competence,

problem solving, autonomy dan sense of purpose yang rendah pula.

3) Kedekatan hubungan dan perhatian orangtua serta kedekatan hubungan

dengan saudara kandung dan teman sebaya sebelum gempa dan tsunami merupakan protective factor yang penting dalam pembentukan resilience

anak-anak panti asuhan. Adapun setelah gempa dan tsunami, kedekatan hubungan, perhatian dan dukungan dari pengasuh panti, perhatian dan dukungan guru, serta kedekatan hubungan dengan teman sebaya menjadi

protective factor yang penting dalam proses pembentukan resilience.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut.


(49)

74

5.2.1 Saran untuk Penelitian Lanjutan

1) Pada penelitian ini alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner. Untuk itu, disarankan bagi penelitian selanjutnya agar menyertakan teknik lainnya, misalnya wawancara secara mendalam, sebagai metode pengumpulan data.

2) Pada penelitian ini, sampel diambil hanya dari satu lokasi panti asuhan. Untuk itu, disarankan bagi penelitian dengan topik masalah yang sama agar sampel diambil dari beberapa lokasi untuk mengetahui peran protective factor yang diterima anak terhadap derajat resilience mereka.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1) Disarankan kepada pengasuh panti asuhan untuk memperhatikan faktor-faktor

caring relationship, high expectation dan opportunities to participate and

contribute dalam pengasuhan anak-anak korban gempa dan tsunami sehingga

mereka dapat menjadi individu yang resilience. Hal ini dapat dilakukan dengan membina kedekatan hubungan dengan anak-anak, memberikan dorongan untuk berprestasi kepada anak-anak dan memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengekspresikan dirinya melalui kebebasan untuk mengemukakan pendapat serta mengikuti kegiatan yang mereka sukai.

2) Disarankan kepada pengurus serta pengasuh panti asuhan untuk dapat memanfaatkan informasi ini guna mengarahkan atau membimbing anak-anak korban gempa dan tsunami, dengan memperhatikan derajat resilience-nya. Hal ini dapat ditempuh antara lain dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengasuh mengenai masalah-masalah seputar resilience.


(50)

75

3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki derajat

resilience tinggi dan rendah persentasenya hampir sama. Untuk itu, disarankan

kepada pengasuh panti asuhan agar lebih memberikan perhatian dan kehangatan hubungan dalam mengasuh anak-anak. Pengasuh panti juga disarankan untuk menanamkan keyakinan pada diri anak-anak bahwa mereka memiliki kelebihan dan akan meraih sukses di masa depan. Langkah ini dapat pula dilakukan dengan membuat program kegiatan yang mengarah kepada pengembangan diri anak-anak. Dengan demikian anak-anak korban gempa dan tsunami yang memiliki derajat resilience rendah secara bertahap derajat


(51)

76

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 1994 Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco:

WestEd.

Boss, Pauline. 2006. Loss, Trauma, and Resilience. New York: W.W. Norton &

Company.

Hurlock, E.B. 1979. Personality Development. New Dehli: McGraw-Hill.

__________. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nazir, Mohamad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup

(alih bahasaAchmad Chusairi dan Juda Damanik). Jakarta: Penerbit Erlangga.

__________. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja (alih bahasa: Shinto B.

Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:

Gramedia.


(52)

77

DAFTAR RUJUKAN

Ann S. Masten and Jenifer L. Powell. http://www.cambridge.org. A Resilience

Framework for Research, Policy, and Practice.

Evelyn Reed-Victor. Supporting Resilience of Children and Youth. Virginia:

Virginia Commonwealth University.

Zainun Mu’tadin. http://www.e-psikologi.com. Kemandirian sebagai Kebutuhan

Psikologis Pada Remaja.

http://www.kompas.com. 29 November 2006. Ribuan Anak Korban Tsunami

Tinggal di Panti Asuhan.

http://republika.co.id. 05 Mei 2006. Anak Yatim Aceh Menjadi Gelandangan. http://id.wikipedia.org. Tsunami.


(1)

4. Anak-anak yatim piatu di NAD yang resilience-nya rendah berarti tidak kompeten secara sosial, tidak terampil dalam mengatasi masalah, bergantung pada orang lain dan memandang bahwa masa depannya suram.


(2)

73 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Sebagian anak (51,4 persen) yang tinggal di Panti Asuhan Muhammaditah

Banda Aceh memiliki derajat resilience tinggi dan sebagian lainnya (48,6 persen) memiliki derajat resilience rendah.

2) Anak-anak yang derajat resilience-nya tinggi memiliki social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose yang tinggi. Sedangkan anak-anak yang derajat recilience-nya rendah memiliki social competence, problem solving, autonomy dan sense of purpose yang rendah pula.

3) Kedekatan hubungan dan perhatian orangtua serta kedekatan hubungan dengan saudara kandung dan teman sebaya sebelum gempa dan tsunami merupakan protective factor yang penting dalam pembentukan resilience anak-anak panti asuhan. Adapun setelah gempa dan tsunami, kedekatan hubungan, perhatian dan dukungan dari pengasuh panti, perhatian dan dukungan guru, serta kedekatan hubungan dengan teman sebaya menjadi protective factor yang penting dalam proses pembentukan resilience.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut.


(3)

5.2.1 Saran untuk Penelitian Lanjutan

1) Pada penelitian ini alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner. Untuk itu, disarankan bagi penelitian selanjutnya agar menyertakan teknik lainnya, misalnya wawancara secara mendalam, sebagai metode pengumpulan data.

2) Pada penelitian ini, sampel diambil hanya dari satu lokasi panti asuhan. Untuk itu, disarankan bagi penelitian dengan topik masalah yang sama agar sampel diambil dari beberapa lokasi untuk mengetahui peran protective factor yang diterima anak terhadap derajat resilience mereka.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1) Disarankan kepada pengasuh panti asuhan untuk memperhatikan faktor-faktor caring relationship, high expectation dan opportunities to participate and contribute dalam pengasuhan anak-anak korban gempa dan tsunami sehingga mereka dapat menjadi individu yang resilience. Hal ini dapat dilakukan dengan membina kedekatan hubungan dengan anak-anak, memberikan dorongan untuk berprestasi kepada anak-anak dan memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengekspresikan dirinya melalui kebebasan untuk mengemukakan pendapat serta mengikuti kegiatan yang mereka sukai.

2) Disarankan kepada pengurus serta pengasuh panti asuhan untuk dapat memanfaatkan informasi ini guna mengarahkan atau membimbing anak-anak korban gempa dan tsunami, dengan memperhatikan derajat resilience-nya. Hal ini dapat ditempuh antara lain dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengasuh mengenai masalah-masalah seputar resilience.


(4)

75

3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki derajat resilience tinggi dan rendah persentasenya hampir sama. Untuk itu, disarankan kepada pengasuh panti asuhan agar lebih memberikan perhatian dan kehangatan hubungan dalam mengasuh anak-anak. Pengasuh panti juga disarankan untuk menanamkan keyakinan pada diri anak-anak bahwa mereka memiliki kelebihan dan akan meraih sukses di masa depan. Langkah ini dapat pula dilakukan dengan membuat program kegiatan yang mengarah kepada pengembangan diri anak-anak. Dengan demikian anak-anak korban gempa dan tsunami yang memiliki derajat resilience rendah secara bertahap derajat resilience-nya dapat meningkat.


(5)

76

DAFTAR PUSTAKA

Benard, Bonnie. 1994 Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco: WestEd.

Boss, Pauline. 2006. Loss, Trauma, and Resilience. New York: W.W. Norton & Company.

Hurlock, E.B. 1979. Personality Development. New Dehli: McGraw-Hill.

__________. 1990. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (alih bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nazir, Mohamad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (alih bahasaAchmad Chusairi dan Juda Damanik). Jakarta: Penerbit Erlangga.

__________. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja (alih bahasa: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Nonparametrik untuk ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.


(6)

77

DAFTAR RUJUKAN

Ann S. Masten and Jenifer L. Powell. http://www.cambridge.org. A Resilience Framework for Research, Policy, and Practice.

Evelyn Reed-Victor. Supporting Resilience of Children and Youth. Virginia: Virginia Commonwealth University.

Zainun Mu’tadin. http://www.e-psikologi.com. Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Pada Remaja.

http://www.kompas.com. 29 November 2006. Ribuan Anak Korban Tsunami

Tinggal di Panti Asuhan.

http://republika.co.id. 05 Mei 2006. Anak Yatim Aceh Menjadi Gelandangan. http://id.wikipedia.org. Tsunami.