PENGEMBANGAN MODEL SUPERVISI AKADEMIK MATA PELAJARAN IPA (BIOLOGI) DI SMU : Efektivitas Model Inovasi Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Guru IPA/ Biologi di SMU.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN BENTUK KARYA ILMIAH ... i

PERNYATAAN ... ii

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah....……….. 1

B. Rumusan masalah ...………... 18

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ....………... 23

1. Tujuan Penelitian ………... 23

2. Kegunaan Penelitian ………... 24

D. Kerangka Pemikiran ………... 28

1. Asumsi Penelitian ... ………... 28

2. Paradigma Penelitian ………... 29

BAB II PENGEMBANGAN MODEL SUPERVISI AKADEMIK MATA PELAJARAN BIOLOGI SMU MENURUT STANDAR LAYANAN PEMBELAJARAN A. Pengertian dan Tujuan Supervisi Akadenik ... 40

B. Kewenangan Akademik Sekolah menurut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ... 43

C. Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam Konteks MBS... 47

D. Manajemen Mutu Terpadu dalam Praktek Supervisi Akademik ... 52

E. Strategi Pembelajaran Biologi di SMU ... ... 66


(2)

xi

2. Fungsi dan Tujuan Mata Pelajaran Biologi SMU... 69

3. Pendekatan dan metode pembelajaran biologi di SMU... 70

F. Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi ... ... 86

1. Peranan Supervisor Akademik ... 87

2. Ruang Lingkup Supervisi Akademik ... 88

3. Jenis-jenis Supervisi Akademik ... 92

4. Perilaku Supervisi Akademik ... 95

G. Pengembangan Model Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi ... ... 100

1. Metode Pengembangan Model Supervisi Akademik ... 100

2. Unsur-unsur Pengembangan Model Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi SMU ... ... 107

3. Instrumen pengembangan Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi SMU ... ... 139

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ………... 159

B. Data dan Sumber Data ……… ... ... 161

C. Teknik Pengumpulan Data ... 162

1. Pengembangan Instrumen ... 167

2. Indikator Variabel Penelitian ... 169

D. Pengelolaan dan Analisis Data ... 178

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Model Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi Saat ini ... 184

1. Pemahaman kepala sekolah, pengawas dan guru terhadap peran dan fungsi supervisor pengajaran ... 182


(3)

xii

3. Kegiatan yang dilakukan kepala sekolah dan

pengawas sebagai supervisor pengajaran ... 189

4. Instrumen untuk observasi kelas ... 197

5. Program kerja Supervisor... 201

6. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)... 202

B. Unsur-unsur Pengembangan Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi... 211

C. Efektivitas Model Pengembangan Supervisi Akademik ... 214

D. Keberhasilan Pembelajaran Biologi ... 229

E. Pembahasan Hasil penelitian ... 258

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 275

B. Implikasi ... 279

C. Rekomendasi ... 282

DAFTAR PUSTAKA ... 302

LAMPIRAN 1: IKHTISAR ANALISIS DATA KUALITATIF... 310

LAMPIRAN 2: INSTRUMEN PENGEMBANGAN MODEL SUPERVISI AKADEMIK MATA PELAJARAN BIOLOGI SMU... 341

LAMPIRAN 3: DATA HASIL PENELITIAN DAN PERHITU- NGAN STATISTIK DENGAN SPSS 10 ... 369


(4)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1.1. Rata-rata NEM mata pelajaran biologi program studi IPA

SMU di kota Tasikmalaya ... . ...……... 4

1.2. Ketersediaan laboratorium IPA dan biologi SMU... 5

1.3. Sebaran Guru biologi SMU di kota Tasikmalaya... 6

2.1. Kompetensi dasar dan materi pokok ... 107

2.2. Perbedaan model supervisi saat ini dengan model supervisi yang dikembangkan ... ... 137

2.3. Empat unsur perbedaan praktek supervisi saat ini dengan yang dikembangkan ... 139

3.1. Karakteristik responden Guru ... 164

3.2. Karakteristik responden Pengawas ... 165

3.3. Karakteristk responden Kepala Sekolah ... 165

3.4. Alat pengumpul data ... ………... 166

3.5. Kisi-kisi pengembangan model supervisi akademik mata pelajaran biologi ... 177

4.1. Pendapat supervisor serta Guru terhadap peran dan fungsi Supervisor sebagai Supervisor pengajaran ... 186

4.2. Hubungan antara Supervisor dengan Guru dalam pelaksanaan Supervisi Pengajaran ... 188

4.3. Pendapat Supervisor dan Guru tentang observasi kelas ... 190

4.4. Pendapat Supervisor dan Guru tentang pembicaraan individual... 193

4.5. Materi yang dibicarakan dalam diskusi sekolah dalam rangka supervisi pengajaran menurut Supervisor dan Guru ... 196


(5)

xiv

4.6. Pendapat Supervisor tentang dokumen program pengajaran

dan kelengkapan alat bantu mengajar yang dibuat Guru ... 198

4.7. Instrumen supervisi kelas pada saat ini... 200

4.8. Program supervisi Kepala Sekolah dan Pengawas ... 202

4.9. Pendapat Kepala Sekolah, Pengawas dan Guru tentang maksud dan tujuan pertemuan MGMP... 204

4.10. Peranan Supervisor dalam pertemuan MGMP... 206

4.11. Kegiatan dan masalah yang dibahas dalam MGMP... 207

4.12. Keadaan supervisi saat ini dengan model yang dikembangkan .... 212

4.1.3 Jawaban pretes dan postes layanan belajar dari Guru biologi SMU 215 4.14. Hasil uji statistik sampel bebas untuk Guru ... 216

4.15. Hasil uji statistik resistensi terhadap model pada Guru... 218

4.16. Kinerja Guru Mengajar Biologi SMU di kota Tasikmalaya... 219

4.17. Nilai Ebtanas murni, ujian akhir nasional, sumatif dan formatif... 221

4.18. Hasil pretes dan postes supervisor terhadap delapan unsur (layanan belajar bagi siswa)... ... 222

4.19. Hasil uji statistik sampel bebas untuk Supervisor ... 222

4.20. Hasil uji statistik resistensi terhadap model untuk Supervisor ... 223

4.21. Indikator inovasi Guru dan sebaran menurut konsistensi jawaban .. 228

4.22. Anava indikator inovasi menurut konsistensi antara tes awal dan akhir ... 228

4.23. Evaluasi kinerja siswa ... 235

4.24. Perubahan keutamaan dalam mengajar ... 238


(6)

xv

4.26. Standar penilaian ... 252

4.27. Mata pelajaran sebagai baku inkuiri... 254

4.28. Perubahan penekanan dalam sistem pendidikan berkenaan dengan baku inkuiri ... 255

4.29. Standar mata pelajaran dan teknologi ... 256

4.30. Mata pelajaran dalam pandangan individu dan sosial... 257

4.31. Perubahan penekanan terhadap isi mata pelajaran biologi ... 258

4.32. Mata pelajaran yang paling disenangi siswa SMU ... 267

5.1. Perubahan model program supervisi... 293

5.2. Perubahan model program supervisi sistem Nasional ... 294

5.3. Perubahan model program supervisi sistem Propinsi ... 295

5.4. Perubahan model program supervisi sistem Kabupaten/Kota ... 296

5.5. Supervisi untuk pengembangan belajar ... 299

5.6. Supervisi untuk jaminan akuntabilitas dan mutu... 300

5.7. Supervisi kolegial ... 301


(7)

xvi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul gambar Halaman

1.1. Struktur organisasi pembinaan guru SMU ………….. 14

1.2. Paradigma penelitian ...……… 39 2.1. Penerapan filosofi Deming dalam sistem sekolah/

pembelajaran... 55 2.2 Diagram alur pengelolaan jaminan mutu ... 60 2.3. Struktur biologi sebagai ilmu pengetahuan ... 141

3.1. Prosedur penelitian ... 183 4.1. Perubahan dari model saat ini kepada model

pengembangan menurut hasil pretes ... 225 4.2. Perubahan dari model saat ini kepada model

Pengembangan Menurut hasil postes..…………... 226

4.3. Perubahan dari model saat ini kepada model pengembangan

menurut hasil pretes-postes ... 226 4.4. Grafik interaksi indikator inovasi dalam model

pengembangan ... 229


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kinerja guru mata pelajaran biologi dapat dilihat dari mutu dalam proses belajar mengajar atau pembelajaran. Secara konseptual, mutu pembelajaran mengacu pada proses belajar mengajar, yaitu, prosedur, strategi, metode, pendekatan, dan hasil dari proses tersebut. Semua unsur dalam rangka peningkatan mutu merupakan sasaran dari supervisi akademik. Unsur proses belajar mengajar ditentukan oleh faktor guru, siswa, kurikulum, alat dan sumber belajar, serta kondisi nyata dalam lingkungan sekolah. Faktor utama dalam rangka peningkatan mutu proses belajar mengajar adalah guru. Salah satu cara meningkatkan profesionalisme guru adalah membina keahlian mereka melalui kegiatan supervisi akademik.

Model kegiatan supervisi akademik mata pelajaran biologi di SMU saat ini dirinci berdasarkan Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) biologi SMU dan strategi pembelajaran biologi (Depdikbud, 1996). Instrumen supervisi disesuaikan dengan kedua dokumen itu, yaitu dirinci menurut komponen GBPP dan komponen strategi pembelajaran biologi. Komponen GBPP biologi meliputi tujuan pengajaran biologi, ruang lingkup mata pelajaran biologi, rambu-rambu GBPP biologi, dan komponen strategi mencakup pendekatan dalam pembelajaran biologi, metode pembelajaran biologi, tahap-tahap pembelajaran, dan teori-teori yang berkembang


(9)

2

secara kontemporer, seperti teori konstruktivisme dan model mengajar campuran antara belajar individual dan kelompok (mixed-ability teaching).

Supervisi akademik terhadap guru dimaksudkan agar guru bekerja secara profesional sesuai dengan kompetensi keahlian mereka, yaitu dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Kompetensi tersebut dilihat dari kinerja mengajar sebagai hasil dari semua usaha dan kegiatan keahlian (seperti pendidikan, pelatihan, dan penataran). Supervisi akademik haruslah ditelaah sebagai suatu upaya memperbaiki mutu pembelajaran. Nurtain (1989: 79) mengemukakan sasaran supervisi akademik adalah “perbaikan dan peningkatan proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas dan perlu dimonitor (disupervisi) oleh supervisor secara teratur”. Supervisi sebagai upaya memberikan estimasi dan pendapat secara objektif atas kinerja keahlian guru dalam meningkatkan mutu pembelajaran (Rif’at, 2001). Karena itu seyogyanya pelaksanaan supervisi akademik mata pelajaran biologi lebih menekankan pada upaya peningkatan kinerja mengajar guru, yaitu bagaimana guru memberikan pelayanan secara optimal dalam merencanakan pengalaman belajar siswa di kelas maupun di luar kelas sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Rendahnya mutu pembelajaran biologi, ditinjau dari segi hasil dan proses belajar siswa, antara lain ditunjukkan dengan rendahnya rata-rata nilai Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional atau Nilai Ebtanas Murni (NEM), serta belum optimalnya upaya-upaya guru ke arah peningkatan proses belajar mengajar biologi. Dari studi pendahuluan tampak bahwa pelaksanaan pembelajaran khususnya dalam penerapan metode atau pendekatan pembelajaran, masih belum beranjak dari pola


(10)

3

tradisional (lebih menekankan pada ekspositori), pembelajaran biologi yang menuntut adanya keterlibatan siswa dalam upaya mengembangkan keterampilan proses sains dan potensi intelektual siswa belum banyak dilakukan guru biologi di SMU.

Salah satu indikator mutu pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa atau pencapaian hasil belajar siswa. Prestasi belajar siswa di antaranya dapat dilihat dari NEM dan nilai sumatif. Sampai saat ini, NEM mata pelajaran biologi SMU di Kota Tasikmalaya masih rendah (di bawah lima atau 3,86). Data rata-rata NEM mata pelajaran biologi pada 19 SMU di kota Tasikmalaya dalam empat tahun terakhir, yaitu tahun pelajaran 1997/1998, 1998/1999, 1999/2000, dan 2000/2001 disajikan dalam Tabel 1.1. Berdasarkan studi pendahuluan terhadap sejumlah SMU Negeri/Swasta (n=7) diperoleh rata-rata nilai sumatif mata pelajaran biologi SMU Negeri/Swasta (kelas I, II, III IPA) tahun pelajaran 1999/2000 (semester ganjil dan genap) sebesar enam koma empat puluh empat (6,44) dan tahun pelajaran 2000/2001 (semester ganjil dan genap) sebesar enam koma lima puluh satu (6,51).

Banyak faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap mutu pembelajaran biologi. Mengingat luas dan kompleksnya permasalahan yang diduga berpengaruh terhadap mutu pembelajaran biologi di SMU, maka fokus kajian dalam penelitian ini dibatasi pada faktor internal guru khususnya kemampuan dasar (profesional) guru biologi, yaitu kemampuan guru dalam memahami hakekat, tujuan pembelajaran dan pola belajar mengajar biologi (sains). Guru mempersiapkan, melaksanakan proses belajar mengajar biologi (berorientasi pada aktivitas siswa, keterampilan proses sains, dan inkuiri ilmiah), melakukan serta memberi “arti” pada penilaian hasil belajar siswa.


(11)

4

TABEL 1.1

RATA-RATA NEM MATA PELAJARAN BIOLOGI PROGRAM STUDI IPA SMU DI KOTA TASIKMALAYA

No Nama-Nama Sekolah

Rata-Rata NEM

97/98 98/99 99/00 00/01

1 SMUN 1 Indihiang 4,74 4,91 6,45 5,85

2 SMUN 2 Indihiang 3,41 3,48 4,32 4,66

3 SMUN 2 Tasikmalaya 3,85 4,08 4,11 5,20

4 SMU Angkasa 3.04 3,09 3,36 3,22

5 SMU Perwari 3,26 2,70 3,00 3,70

6 SMU Pancasila 3,11 3,20 3,06 3,04

7 SMU Pasundan 1 3,05 2,87 3,43 3,48

8 SMU PUI Tasikmalaya 3,56 3,04 3,15 3,36

9 SMU Pasundan 2 3,14 3,07 3,62 3,51

10 SMU KORPRI 3,46 3,01 3,53 3,73

11 SMU Siliwangi -- * 3,15 3,38 3,35

12 SMUN 1 Tasikmalaya 5,28 4,71 6,72 6,18

13 SMUN 3 Tasikmalaya 3,98 3,73 5,08 4,87

14 SMUN Cibeureum 4,44 4,00 5,53 5,59

15 SMUN Kawalu -- * 3,20 4,25 3,78

16 SMUN Tamansari -- * 4,05 5,08 4,05

17 SMU Ibnu Siena 2,94 3,03 3,32 3,64

18 SMU Muhammadiyah 3,98 3,36 3,76 3,16

19 SMU BPK Penabur 4,13 3,43 3,00 4,68

X 3.71 3,48 4,11 4,16

Sumber: Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, 2002 Keterangan: * Belum meluluskan; Skala nilai dari 0 - 10

Supervisi akademik atau pembinaan profesional terhadap guru mata pelajaran biologi di SMU hingga saat ini belum efektif, dan belum sepenuhnya mengacu pada petunjuk teknis supervisi akademik mata pelajaran biologi dari Depdikbud. Keadaan ini ditandai dengan masih rendahnya hasil belajar siswa dalam biologi (Tabel 1.1 menunjukkan dari tahun 1997-2001, rata-rata NEM biologi SMU=3,86). Guru-guru biologi yang telah mengikuti berbagai pelatihan, penataran (PKG, SPKG, MGMP, IBO), dan lokakarya tentang pendalaman materi (mata pelajaran) biologi, dan proses


(12)

5

belajar mengajar, namun pola pembelajaran yang dilaksanakan para guru tetap didominasi oleh ekspositori. Hal ini menandakan model penataran juga belum efektif merubah perilaku guru dalam mengajar. Guru belum melaksanakan pola pembelajaran yang mendorong siswa kepada keterampilan berpikir, kebebasan berinisiatif, dan kreativitas, serta belum mengoptimalkan sarana dan fasilitas pendidikan yang dimiliki sekolah misalnya perpustakaan dan laboratorium, bahkan ada laboratorium yang dijadikan ruang kelas. Fasilitas laboratorium setiap SMU dapat dilihat pada Tabel 1.2.

TABEL 1.2

KETERSEDIAAN LABORATORIUM IPA DAN BIOLOGI SMU DI TASIKMALAYA

No Nama Sekolah

Laboratorium

IPA Biologi Kimia Fisika

1 SMUN 1 0 1 1 1

2 SMUN 2 0 1 1 1

3 SMUN 3 0 1 1 1

4 SMUN 4 1 0 0 0

5 SMUN 5 1 0 0 0

6 SMUN 6 1 0 0 0

7 SMUN 7 1 0 0 0

8 SMUN 8 0 1 1 1

9 SMU Pasundan 1 1 0 0 0

10 SMU Pasundan 2 1 0 0 0

11 SMU Pancasila 0 0 0 0

12 SMU Perwari 0 0 0 0

13 SMU Muhamadiyah 1 0 0 0

14 SMU PUI 1 0 0 0

15 SMU Angkasa 1 0 0 0

16 SMU BPK Penabur 1 0 0 0

17 SMU Siliwangi 0 0 0 0

18 SMU Ibnu Siena 1 0 0 0

19 SMU Korpri 1 0 0 0

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, 2002


(13)

6

TABEL 1.3

SEBARAN GURU BIOLOGI SMU DI KOTA TASIKMALAYA

No Sekolah Jumlah Guru Rombongan

Siswa Belajar

kelebihan kekurangan Tetap Tidak Tetap

(honorer)

1 SMUN 1 6 - 20 1 -

2 SMUN 2 7 - 23 1 -

3 SMUN 3 6 - 21 - -

4 SMUN 4 6 - 16 - -

5 SMUN 5 4 - 14 - -

6 SMUN 6 5 - 15 1 -

7 SMUN 7 4 - 11 - -

8 SMUN 8 5 - 16 1 -

9 SMU Korpri 1 1 9 - -

10 SMU Pas. 2 2 3 24 - 1

11 SMU Muh. 2 - 6 - -

12 SMU PUI 2 1 11 - -

13 SMU Santi 1 - 3 - -

14 SMU BPK 1 - 6 - -

15 SMU Gal. - 1 3 - -

16 SMU Pas. 1 2 2 20 - 1

17 SMU Perw. - 2 6 - -

18 SMU Angk. 1 1 7 - -

19 SMU Slw. 1 1 6 - -

20 SMU Panca - 3 14 - -

21 SMU Ibn. - 1 3 - -

22 SMU Periw. - 1 2 - -

23 SMU Amh* 1 - 1 - -

24 SMU AlMut* 1 - 1 - -

Jumlah 58 21 258 4 2

Sumber : Dinas Pendidikan kota Tasikmalaya, 2002

Keterangan: * Baru berdiri; Guru tidak tetap (honorer) yaitu guru tetap disuatu SMU yang mengajar lagi di sekolah lain

Pembinaan guru biologi oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA pola pelaksanaan pembinaan cenderung pada kunjungan kelas. Selain itu ada perbedaan kompetensi penguasaan materi bahan ajar antara pembina dengan yang dibina membuat supervisi tidak berjalan efektif. Dari studi pendahuluan yang dilakukan terhadap sejumlah guru biologi dari tujuh (N=7) SMU dengan angket


(14)

7

ditemukan bahwa: (1) Supervisi kunjungan kelas yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah menitik beratkan pada pembuatan persiapan mengajar yang terdiri dari: (i) Analisis materi Pelajaran (AMP), (ii) Program Satuan Pelajaran (PSP), (iii) Rencana Pelajaran (RENPEL), (iv) Lembar Kegiatan Siswa (LKS), (v) Program Semester, dan (vi) observasi atau kunjungan kelas terutama dalam rangka melihat keadaan sebenarnya yang terjadi di kelas sekaligus melihat kinerja guru mengajar di kelas. (2) Kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas maupun kepala sekolah, dikemukakan oleh 71% responden terkesan jarang dilaksanakan sampai tuntas memecahkan masalah-masalah proses pembelajaran yang dihadapi guru di kelas, bahkan 21% responden mengemukakan supervisi tidak pernah dilakukan. Selain kedua kondisi tersebut, ditemukan pula bahwa para guru mengharapkan kegiatan supervisi akademik lebih menitik beratkan pada pelaksanaan inovasi pembelajaran (pembelajaran aktual yang berorientasi pada bekerja ilmiah, keterampilan proses dan inkuiri ilmiah) yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Namun pengawas mata pelajaran lebih senang menjadi pengawas manajemen sekolah

Efektivitas bimbingan dilihat dari pelaksanaannya belum terjadi secara reguler dan teratur dilaksanakan kepada semua guru biologi SMU yang ada di kota Tasikmalaya. Hal ini terjadi karena rasio jumlah pengawas rumpun MIPA dengan jumlah guru biologi (IPA) yang harus dibina dan dibimbingnya tidak seimbang. Jumlah guru biologi SMU (negeri dan Swasta) sebanyak 58 orang, dan sebanyak 21 orang guru mengajar di sekolah lain (honorer). Sebaran guru biologi SMU disajikan pada Tabel 1.3. Pengawas rumpun MIPA di kota Tasikmalaya berjumlah tiga (3)


(15)

8

orang bertugas mengawasi 272 orang guru MIPA (Matematika 102 orang, Fisika 58 orang, Kimia 54 orang dan Biologi 58 orang) dari 24 SMU N/Swasta.

Model kunjungan sekolah (kelas) pun belum sesuai apabila diukur efisiensinya. Paling tidak dapat ditanyakan misalnya, apakah pengawas dapat mengawasi semua sekolah dan semua guru MIPA di 24 SMU (8 SMU Negeri dan 16 SMU Swasta) yang ada di Kota Tasikmalaya?. Dengan demikian, pelaksanaan menilai kelengkapan administrasi persiapan mengajar kemudian berkunjung langsung ke dalam kelas atau ke sekolah akan memerlukan waktu yang relatif lama. Idealnya menurut Petunjuk Pelaksanaan Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi SMU (Depdikbud, 1996) seorang guru minimal satu kali disupervisi dalam satu semsester, kenyataan di lapangan sebagian besar guru biologi (67%) disupervisi baru satu kali selama ia menjadi guru (mengajar), bahkan ada guru yang sudah mengajar selama lima tahun mengemukakan belum pernah disupervisi kelas oleh pengawas maupun oleh kepala sekolah (3,45%) selama ia menjadi guru biologi SMU di kota Tasikmalaya.

Dilihat dari sisi guru biologi SMU, permasalahan pembelajaran biologi berdasarkan hasil studi pendahuluan (observasi lapangan, wawancara dan studi pustaka), adalah adanya ketidaksesuaian antara rencana pengajaran yang dibuat guru dengan pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, terutama dalam memilih dan mengembangkan pengalaman belajar siswa (metode pembelajaran). Beberapa permasalahan lain yang terkait dengan upaya peningkatan proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa di antaranya adalah:


(16)

9

1). Sekolah-sekolah yang melaksanakan kegiatan belajarnya dua shift, pagi dan sore. Jam tatap muka akan berkurang (satu jam pelajaran dari 45 menit menjadi 35-40 menit). Banyak konsep dalam kurikulum dengan waktu yang tersedia dirasakan tidak cukup sehingga guru tidak sempat memberi bimbingan berupa usaha-usaha pemberian remedial dan pengayaan. Akibatnya konsep-konsep yang belum dikuasai siswa sepenuhnya menjadi hambatan untuk menerima konsep-konsep selanjutnya. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya di sekolah-sekolah kurang lebih 45 orang, dengan demikian tugas guru dalam pengelolaan kelas menjadi berat. Jumlah siswa dalam satu kelas/rombongan belajar menurut pedoman Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan bidang Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2001b) maksimal 40 orang.

3). Memilih jurusan IPA, salah satu syarat adalah nilai mata pelajaran IPA (biologi, fisika, dan kimia) dan matematika harus enam. Bila minat siswa untuk masuk ke jurusan IPA lebih banyak, maka beberapa sekolah menerima jumlah siswa sesuai dengan minat dari para siswa tersebut tanpa mengukur kemampuan dan prestasi akademik sebelumnya.

4). Kemampuan profesional guru yang masih kurang terutama dalam memilih konsep-konsep esensial, merencanakan pengalaman belajar siswa yang sesuai dengan kebutuhan belajarnya (Learning Needs), dan melakukan penelitian tindakan kelas sebagai bahan untuk perbaikan yang berkelanjutan. Banyak cara yang telah ditempuh untuk meningkatkan kemampuan guru, berupa


(17)

pelatihan-10

pelatihan sejak tahun l980 (Pemantapan Kerja Guru atau PKG IPA) dan SPKG IPA yang dibiayai oleh Bank Dunia. Kelebihan PKG/SPKG adalah dilakukannya evaluasi baik oleh tim evaluator dari dalam negeri maupun luar negeri. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan mutu belajar siswa dan mutu mengajar guru. Tahun 1995 sampai sekarang ini, pelatihan-pelatihan tersendat pelaksanaannya karena tidak adanya biaya.

5). Banyak guru yang merasa perangkat pembelajaran yang berisi program belum difungsikan. Padahal, perangkat pembelajaran ini hanya sebagai syarat, sehingga guru merasa dibebani oleh program. Perangkat pembelajaran yang ada dirasakan kurang efektif. Melihat buku Becoming an Effective Teacher (Stephans, 1994), lesson plans dibuat sangat sederhana, yang penting guru memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional dalam mengajar.

6). Guru kurang termotivasi untuk melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Karena pada waktu menjadi guru, tidak benar-benar dibarengi dengan rasa cinta dan menjiwai perilaku mendidik. Ditambah lagi kurangnya penghargaan dari pemerintah dan masyarakat yang dapat memotivasi guru. Sebaliknya, guru lebih dituntut oleh masyarakat dan kepala sekolah untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.

7). Sikap guru yang tidak terbuka, tidak mau menerima pola mengajar yang sifatnya inovatif dengan berbagai alasan. Kurangnya kesadaran untuk mengubah kemauan dari masing-masing individu untuk memotivasi cara belajar siswa secara optimal.


(18)

11

8). Pelaksanaan pembelajaran yang kurang menarik karena metode yang kurang tepat, atau guru cenderung monoton berceramah tanpa adanya variasi dalam proses belajar mengajar, membuat siswa tidak termotivasi sehingga menganggap pelajaran biologi sukar. Data hasil penelitian dengan angket minat terhadap sejumlah mata pelajaran IPA di SMU menunjukkan 62,20% siswa SMU menyenangi mata pelajaran biologi, dan dari 69 % (n=320) siswa yang akan meneruskan ke perguruan tinggi mereka akan memilih program yang adakaitannnya dengan biologi. Guru cenderung mengejar target Ebtanas, akhirnya materi disajikan dengan ceramah, yang penting materi selesai tanpa melihat fungsi dan tujuan yang tercantum dalam GBPP. Sebaiknya mata pelajaran biologi disajikan secara sederhana, mudah dicerna, faktual atau dapat dirasakan manfaatnya oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu diimplemantasikan pendekatan keterampilan proses, pendekatan lingkungan dan pendekatan STS (Science Technology and Society) dalam kegiatan pembelajaran.

9). Sarana peralatan laboratorium di sekolah kurang memadai, baik dari segi jenis, kuantitas dan kualitas alat, selain itu juga tidak ada petugas laboratorium yang bertugas menyiapkan dan membereskan alat-alat pada waktu guru melakukan proses belajar mengajar dengan metode eksperimen, guru tidak mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan kegiatan percobaan karena harus mencari tambahan mengajar di sekolah lain. Akhirnya guru mengajarkan mata pelajaran dengan ceramah saja, yang penting materi selesai tanpa melihat


(19)

12

fungsi dan tujuan seperti tercantum dalam GBPP. Kalaupun guru mempersiapkan di luar jam, tidak ada tambahan (sebagai kelebihan jam mengajar). Padahal kegiatan laboratorium berperan untuk memudahkan siswa mempelajari konsep, membangkitkan minat serta mengembangkan keterampilan berpikir siswa serta terampil menggunakan peralatan laboratorium. Masih ada sekolah yang belum mempunyai ruang laboratorium, sehingga alat-alat (bahan) pemberian dari pemerintah masih belum digunakan secara optimal.

11). Masalah lain adalah buku-buku paket dan buku penunjang di perpustakaan, tidak dapat dimiliki seluruhnya oleh siswa karena tidak mencukupi jumlahnya. Hal ini menghambat proses belajar mengajar, apalagi di daerah-daerah yang ekonomi siswanya terbilang kurang.

Tugas pengawas untuk mengetahui sejauh mana kondisi lingkungan belajar di tiap-tiap sekolah dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Kurangnya perhatian terhadap masalah ini, merupakan kendala bagi upaya peningkatan mutu pembelajaran. Tugas pengawas sebagai pembina profesional yang merupakan kaki tangan kepala dinas pendidikan dalam hal mutu pendidikan (pembelajaran) belum dilaksanakan secara optimal. Data menunjukkan bahwa 71% guru (n=7) masih belum merasakan secara langsung adanya pembinaaan dan bimbingan dari pengawas dalam strategi belajar mengajar terutama dalam menggunakan pendekatan, metode dan teknik mengajar, penggunaan alat peraga/media pengajaran, perbaikan cara dan prosedur penilaian, menciptakan kondisi yang kondusif di kelas, memberi contoh cara mengajar


(20)

13

pada kegiatan MGMP maupun di kelas, serta mendorong peningkatan kreativitas dalam kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada aktivitas dan kebutuhan belajar para siswa.

Persoalan yang dihadapi oleh guru biologi dalam memahami dan melaksanakan perbaikan pembelajaran biologi dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa terkait dengan pembinaan. Artinya jika perbaikan dan pembaharuan pembelajaran itu ingin berjalan dan berhasil dengan baik maka pembinaan seyogianya terencana dan sistematis. Hal ini dimaksudkan, ketika guru biologi menghadapi kendala maka para guru akan mudah melakukan konsultasi dan meminta bantuan pemecahan masalah dari pembina (kepala sekolah dan pengawas). Pembinaan dan bantuan dalam upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi pembelajaran seyogianya dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan dengan struktur organisasi pembinaan menggunakan struktur yang telah ada, yang di mulai dari kepala Dinas Pendidikan membina bawahannya hingga ke struktur yang paling bawah yaitu sekolah. Proses pembinaan ada yang bersifat vertikal dan horizontal, pembinaan yang bersifat vertikal adalah kegiatan pembinaan kepala dinas kepada pengawas dan kepala sekolah. Sedangkan kegiatan pembinaan horizontal adalah pembinaan guru untuk guru pada wadah MGMP dan dari kepala sekolah kepada kepala sekolah pada wadah kelompok kerja kepala sekolah (K3S), dari pengawas kepada pengawas pada wadah kelompok kerja rumpun mata pelajaran. Pembinaan terhadap profesionalisme guru biologi diorientasikan pada pembinaan kinerja guru dalam mengajar (pembelajaran) namun tidak berarti mengabaikan pembinaan administrasi seperti pembinaan tentang


(21)

14

kelengkapan dan keabsahan dokumen misalnya buku tentang seluruh data murid, daftar nilai, rencana pelaksanaan pembelajaran (persiapan mengajar). Alur kerja pembinaan guru SMU (guru biologi) yang berlaku di Dinas Pendidikan Kota sikmalaya disajikan dalam Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Struktur organisasi Pembinaan guru (biologi) SMU di Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya (2002)

Pembinaan tersebut seyogianya dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan. Sehingga pada gilirannya, hasil dari pembinaan profesional guru akan meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa. Adanya hubungan antara

Kepala Dinas Pendidikan

Ka Subdin Persekolahan

Kasi Kurikulum Kasi

Dikmen

Kepala Sekolah

Guru Biologi MGMP

Biologi Pengawas

Rumpun MIPA

Kelompok Kerja Kepala


(22)

15

pengawas dengan guru-guru seyogianya didasarkan atas hubungan kerabat kerja sebagai profesional. Bukan sebaliknya, sebagai penilai mencari kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan, atau kesalahan-kesalahan pada waktu guru disupervisi.

Secara administratif upaya peningkatan mutu pembelajaran hasil dari penjabaran kurikulum sudah baik, artinya guru merencanakan pembelajaran sudah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku saat ini, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penampilan guru di kelas belum sesuai dengan rencana yang telah dibuatnya. Guru mengajar didominasi oleh ekspositori yang sangat bervariasi. Guru dalam melaksanakan mengajar disesuaikan dengan situasi dan kondisi di kelas/sekolah masing-masing. Sehingga supervisi masih terkait dengan klasifikasi dan geografis sekolah.

Pendekatan administratif sebagai penunjang pengawasan pada Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang menyangkut jenjang karier tidaklah seimbang contohnya penilaian DP3 selama ini hanya formalitas. Berdasarkan studi pendahuluan terbukti bahwa kepada guru kreatif, berprestasi dan berdedikasi tinggi tidak ada bedanya dengan guru yang hanya mengajar sekedar melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai guru, pada akhirnya saat kenaikan pangkat/golongan memperoleh hak yang sama.

Berdasarkan hal-hal di atas, perlu dikembangkan model pembinaan dan bimbingan (supervisi akademik) yang dapat menumbuhkan kemandirian guru serta dapat meningkatkan inisiatif para guru agar senantiasa melakukan penilaian diri (self


(23)

16

assessment) dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran biologi. Model yang dikembangkan adalah model supervisi yang berbasis pada sekolah (kelas) dengan memperhatikan potensi lingkungan dan sumber belajar yang tersedia di sekolah, dan memperhatikan pengembangan kelembagaan, komunitas kelembagaan, profesionalisme, input dan proses pembelajaran. Model supervisi akademik yang berlangsung saat ini (2001-2002) dikembangkan dengan cara dimodifikasi sesuai dengan kondisi obyektif di daerah serta berorientasi pada standar pelayanan minimal (SPM) dalam prinsip manajemen berbasis sekolah.

Supervisi yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah dan Pengawas (Supervisor) saat ini belum menampakkan adanya peningkatan profesionalisme guru, apabila dilihat dari penampilan model-model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal tersebut dapat dipahami karena pembinaan terhadap guru cenderung pada aspek administrasi. Karena itu diperlukan keputusan tentang praktek supervisi pengajaran yang dapat membedakan spesifikasi atau ukuran belajar yang dijadikan sasarannya dalam menampilkan model-model pembelajaran. Joyce dan Weil (1996) menggambarkan bahwa praktek supervisi hendaklah dapat mendorong guru biologi agar melaksanakan pembelajaran yang memuat: (1) sistem perilaku, (2) pengolahan informasi, (3) pengembangan diri, dan (4) interaksi sosial.

Kalau selama ini penguasaan materi biologi cenderung bersifat akumulatif dan mengarah kepada menghafal, maka model supervisi akademik yang dikembangkan diharapkan dapat mempengaruhi cara mengajar guru biologi di SMU yang menekankan pada penguasaan dan pencapaian (atau prestasi) siswa pada keterampilan


(24)

17

dasar atau bahan kajian yang standar (standar materi pelajaran) serta metodologi keilmuan biologi. Sesuai dengan hakekat biologi sebagai bagian dari sains, menurut Towle (dalam Depdiknas, 2002c) proses pembelajaran biologi harus bertumpu pada proses ilmiah. Proses ilmiah tersebut melibatkan berbagai keterampilan sains misalnya: keterampilan melakukan pengamatan dan mengoleksi data, termasuk kemampuan menggunakan alat dan melaporkan informasi spesifik yang berkaitan dengan hasil-hasil pengamatannya, keterampilan melakukan pengukuran, mengorganisasikan dan klasifikasi data, merumuskan hipotesis, memprediksi, melakukan percobaan, menarik kesimpulan, membuat model dan mengkomunikasikan hasil.

Model supervisi akademik dikembangkan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam pembelajaran biologi (Depdiknas, 2002a, 2002c; Dinas Pendidikan Jawa Barat, 2002; Joyce, 1996; Sallis, 1993; Slavin, 1997; NCR,1996), terdiri atas delapan unsur yaitu: (1) penentuan pokok bahasan esensial, (2) penciptaan kondisi belajar yang sesuai, (3) mutu hasil sebagai fungsi kesesuaian antara proses dan hasil pembelajaran dengan misi, perencanaan dan keputusan yang efektif, (4) ketepatan dan efisiensi dalam sistem pembelajaran, (5) penentuan pendekatan pembelajaran dan penyampaian pembelajaran yang sesuai, (6) penentuan model penguasaan bahan pelajaran yang sesuai, (7) penentuan keterampilan dasar mengajar yang efektif, dan (8) penentuan tentang proses penilaian yang efektif. Dengan demikian, delapan unsur model supervisi yang dikembangkan menjadi penting.


(25)

18

Unsur-unsur standar pelayanan minimal (delapan unsur) dalam model supervisi akademik yang dikembangkan tersebut merupakan suatu model supervisi akademik dalam rangka meningkatkan kinerja mengajar guru biologi yang berorientasi pada prinsip-prinsip manajemen mutu pembelajaran, sehingga perlu dikaji melalui suatu penelitian. Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: (1) mengkaji pelaksanaan supervisi akademik yang sedang berlangsung pada saat ini dan mengaitkannya dengan delapan unsur yang dikembangkan (2) menjaring, menganalisis, dan merumuskan model supervisi akademik berdasarkan unsur-unsur standar pelayanan minimal (delapan unsur) dalam pembelajaran sebagai model yang efektif, dan (3) menguji signifikansi dan efektivitas model yang telah dirumuskan itu.

B. Rumusan masalah dan pertanyaan penelitian

Berdasarkan model supervisi yang berlangsung saat ini dikembangkan model supervisi yang memuat unsur-unsur standar pelayanan minimal dalam pembelajaran (delapan unsur) sebagaimana diuraikan pada latar belakang masalah maka, masalah utama dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah mengembangkan model supervisi akademik mata pelajaran biologi (IPA) yang dapat meningkatkan kinerja guru biologi SMU ?.”

Masalah utama di atas diuraikan menjadi empat sub masalah

1. Bagaimana model supervisi akademik mata pelajaran biologi saat ini yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA (supervisor) dikaitkan dengan standar pelayanan minimal pembelajaran biologi SMU ?


(26)

19

a. Bagaimana pemahaman kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA terhadap peranannya sebagai supervisor pengajaran ?

b. Bagaimana pemahaman guru biologi terhadap peranan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA sebagai supervisor pengajaran ?

c. Bagaimana sifat hubungan antara guru-guru biologi dengan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA dalam kaitannya dengan upaya memperbaiki pembelajaran biologi SMU ?

d. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA sebagai supervisor pengajaran dalam upaya memperbaiki pembelajaran biologi SMU ?

e. Format instrumen supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU seperti apa yang digunakan dalam pelaksanaan supervisi saat ini oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA ?

2. Unsur-unsur pengembangan supervisi akademik mata pelajaran biologi apa saja menurut standar pelayanan minimal dalam pembelajaran biologi SMU ?

3. Seberapa besar efektivitas model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan ?

a. Berapa besar efektivitas model supervisi akademik mata pelajaran biologi yang dikembangkan terhadap kinerja guru biologi SMU ?

b. Berapa besar efektivitas model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan terhadap kinerja pengawas dan kepala sekolah ?


(27)

20

4. Apa saja indikator-indikator keberhasilan pembelajaran Biologi/IPA SMU berdasarkan model supervisi akademik yang dikembangkan ?

Penelitian ini mempersoalkan pengembangan model supervisi akademik (pengajaran) mata pelajaran biologi di Sekolah Menengah Umum (SMU) dalam upaya meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran. Kinerja guru dalam penelitian ini adalah tampilan guru mengajar atau layanan guru dalam pembelajaran berdasarkan standar pelayanan minimal (delapan unsur). Supervisi akademik yang dimaksud adalah pembinaan, bimbingan dan bantuan dari kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA (supervisor) kepada para guru agar perilaku mengajar mereka sesuai dengan standar pelayanan minimal pembelajaran biologi, sehingga proses dan hasil belajar siswa meningkat pula (sesuai dengan standar yang telah ditetapkan).

Sub masalah pertama, di atas dimaksudkan dalam rangka menjaring keadaan

pelaksanaan supervisi yang seharusnya dilakukan oleh pengawas rumpun MIPA dan kepala sekolah (supervisor), menurut petunjuk teknis pelaksanaan supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1996. Supervisi akademik saat ini cenderung dilaksanakan melalui kegiatan observasi kelas dan pembicaraan individual. Pelaksanaan supervisi akademik saat ini melalui tahapan-tahapan (siklus) yaitu: (1) Tahapan sebelum pengamatan proses belajar mengajar (pra observasi); (2) Tahapan pengamatan proses belajar mengajar (observasi); (3) Tahapan sesudah pengamatan proses belajar mengajar (post observasi). Tahapan pra observasi merupakan wawancara supervisor dengan guru untuk mendapatkan informasi mengenai persiapan mengajar (dokumen program


(28)

21

pengajaran, kelengkapan alat bantu mengajar, masalah yang mungkin akan dihadapi guru dalam proses belajar mengajar) serta kesiapan penampilan guru di kelas. Tahap observasi merupakan pengamatan PBM. Supervisor duduk di bangku belakang, mengamati, menilai pelaksanaan PBM dengan cermat dan mengisi instrumen pengamatan dan memberi catatan-catatan penting dari penampilan guru secara objektif. Tahap post observasi merupakan pertemuan balikan hasil pengamatan, supervisor menunjukkan data hasil pengamatan dan memberi kesempatan kepada guru untuk menafsirkan data itu, serta menentukan gagasan alternatif untuk peningkatan PBM dan mendorong guru untuk merencanakan dan melaksanakan pada kesempatan berikutnya. Pelaksanaan supervisi tersebut secara ketat berpandangan instrumental, dan konseptual. Supervisi dilakukan terutama berawal dari pandangan dan gagasan teoritik, dan pengamatan praktis di kelas sekedar menilai apa yang terjadi di kelas berdasarkan pedoman standar.

Sub masalah kedua, mengembangkan secara teoritis dan pragmatis supervisi

akademik yang berlangsung saat ini berdasarkan unsur-unsur standar pelayanan minimal dalam pembelajaran (delapan unsur). Selanjutnya dari unsur-unsur standar pelayanan minimal pembelajaran (delapan unsur) disusun instrumen kepengawasan pembelajaran biologi yang berbasis sekolah atau kelas sesuai dengan manajemen mutu pembelajaran (pengelolaan pembelajaran yang menekankan pada pemberian layanan belajar siswa secara optimal menurut kebutuhan belajar siswa) serta mengoptimalkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar sekolah. Sasaran instrumen kepengawasan pembelajaran biologi berdasarkan unsur standar pelayanan


(29)

22

minimal (delapan unsur) adalah upaya guru dalam memberikan layanan (pengalaman) belajar biologi pada siswa yang dikelompokkan ke dalam dua untaian, yaitu: (1). Untaian terintegrasi, (2). Untaian kontekstual. Kedua untaian tersebut merupakan ciri yang membedakan antara supervisi akademik mata pelajaran biologi dengan mata pelajaran lainnya.

Sub masalah ketiga, melakukan pretes dan postes dengan menggunakan

instrumen supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang berisi layanan belajar bagi siswa berdasarkan standar pelayanan minimal pembelajaran biologi. Adanya penerimaan terhadap delapan unsur-unsur (standar pelayanan minimal) dalam pembelajaran biologi mengambarkan pengembangan model supervisi akademik mata pelajaran biologi diterima oleh guru dan supervisor (kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA). Adanya perbedaan hasil penerimaan pada pretes dan postes, menggambarkan adanya efektivitas pengembangan model supervisi akademik mata pelajaran biologi terhadap kinerja guru dan supervisor dalam melaksanakan tugasnya.

Sub masalah keempat, menelaah hasil wawancara dan komentar tertulis atau

alasan yang dikemukakan guru, kepala sekolah dan pengawas dalam melaksanakan tugas masing-masing, sebagai bahan dalam penentuan unsur-unsur inovasi (penguat) pembelajaran biologi SMU. Berdasarkan indikator-indikator dari unsur-unsur penguat tersebut dirumuskan standar mengajar biologi SMU, standar pengembangan profesional guru biologi SMU, standar penilaian pembelajaran biologi SMU, dan standar isi mata pelajaran biologi SMU.


(30)

23

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, tujuan utama penelitian ini adalah: Mempelajari pengembangan model supervisi akademik mata pelajaran biologi (IPA) dalam upaya meningkatkan kinerja guru biologi SMU. Untuk mencapai tujuan tersebut secara operasional tujuan yang ingin dicapai adalah :

a. Mempelajari model supervisi akademik mata pelajaran biologi saat ini yang dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA dikaitkan dengan standar pelayanan minimal pembelajaran biologi SMU

1). Mengetahui pemahaman kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA terhadap peranannya sebagai supervisor pengajaran

2). Mengetahui pemahaman guru terhadap peranan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA sebagai supervisor pengajaran.

3). Mengungkapkan sifat hubungan antara guru-guru dengan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA dalam kaitannya dengan upaya perbaikan pembelajaran biologi SMU

4). Menggambarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA sebagai supervisor pengajaran dalam upaya memperbaiki pembelajaran biologi SMU

5). Mengetahui format/instrumen yang digunakan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA dalam melaksanakan supervisi akademik.


(31)

24

b. Mempelajari unsur-unsur model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan menurut manajemen mutu.

c. Mempelajari efektivitas unsur-unsur model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan sejalan dengan manajemen mutu dilihat dari kinerja guru biologi SMU, kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA.

1). Menguji efektivitas model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan dilihat dari kinerja guru biologi SMU.

2). Menguji efektivitas model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan dilihat dari kinerja kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA

d. Mempelajari indikator-indikator keberhasilan pembelajaran biologi/IPA SMU berdasarkan model supervisi akademik yang dikembangkan.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan teori supervisi akademik (pengajaran). Kontribusi yang dimaksud adalah sumbangan yang diperoleh dari makna-makna baru yang terkandung dalam pelaksanaan supervisi akademik yang sejalan dengan manajemen mutu pembelajaran dengan sasaran utamanya adalah perbaikan dan peningkatan mutu layanan belajar bagi siswa. Supervisi akademik yang bernuansa manajemen mutu menekankan pada upaya menyeluruh yang direncanakan bersama antara pihak sekolah, siswa dan masyarakat agar mutu proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa meningkat. Pemahaman guru-guru, kepala sekolah dan pengawas (supervisor) tentang


(32)

perilaku-25

perilaku supervisi yang ditampilkan kiranya dapat diangkat sebagai konsep-konsep yang solid untuk melandasi praktek supervisi akademik yang berwawasan manajemen mutu. Perilaku supervisi yaitu perbuatan yang di sengaja oleh supervisor untuk mempengaruhi guru dalam menata layanan pembelajaran biologi yang membuat guru dan siswa aktif, siswa dan guru terdorong untuk belajar seoptimal mungkin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia di lingkungan sekitar, serta yang sudah akrab dengan guru dan siswa. Jadi, perilaku supervisi adalah suatu perilaku yang dipelajari dan ditampilkan dengan tujuan untuk mempengaruhi perilaku mengajar guru ke arah perbaikan proses belajar mengajar. Perilaku seperti itu ditumbuhkan dari komitmen akan tugas-tugasnya sebagai supervisor yang didasari oleh pemahaman terhadap peranannya, kecintaan akan tugas itu, ikhlas untuk melakukan dan memiliki keberanian untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik sesuai dengan tuntutan fungsi dan peranannya.

Hasil penelitian ini juga memberikan tambahan informasi mengenai supervisor lintas rumpun dapat melakukan tugasnya secara maksimal karena, model supervisi akademik yang dikembangkan merupakan unsur kompetensi yang seharusnya telah dimiliki kepala sekolah dan pengawas, model yang dikembangkan merupakan integrasi untaian pengetahuan, kemampuan, pengalaman, dan keterampilan dalam pendidikan dan pengajaran.

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan atau menyempurnakan sistem bantuan profesional bagi guru-guru biologi SMU dalam upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Melalui penelitian ini diungkapkan pelaksanaan


(33)

26

(praktek) kegiatan supervisi akademik yang dilaksanakan selama ini belum dapat mengembangkan pemahaman dan penguasaan Standar Pelayanan Minimal pembelajaran yang diberikan para guru biologi kepada siswanya, sebagai perwujudan manajemen mutu pembelajaran.

Selama ini kegiatan supervisi akademik lebih menekankan pada penilaian dan pengawasan untuk kenaikan jabatan (pangkat) unsur penilaian terbukti dengan adanya penggunaan format-format pengamatan proses belajar mengajar yang berisi angka-angka hasil penilaian oleh kepala sekolah dan pengawas dalam mensupervisi guru di kelas, sedangkan unsur pengawasan terbukti dengan adanya penunjukkan kepala sekolah tentang kesalahan-kesalahan yang dilakukan guru pada waktu mengajar di kelas, maka selanjutnya dapat dipikirkan upaya-upaya agar praktek seperti itu dapat dikembangkan dan disempurnakan yang sejalan dengan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran biologi di SMU.

Penelitian ini mengungkapkan pula MGMP/S sebagai wadah kerjasama guru untuk membahas upaya memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Selanjutnya adalah bagaimana mengupayakan agar MGMP/S itu dikembangkan sebagai gugus kendali mutu khususnya mutu pembelajaran biologi SMU

Berdasarkan temuan hasil penelitian ini diharapkan mempunyai arti praktis, khususnya bagi :

(1) Kantor Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi balikan atas pembinaan yang telah dilakukan terhadap pengawas, dan


(34)

27

kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran. Agar mengembangkan dan menyempurnakan sistem supervisi yang berlangsung saat ini yang sejalan dengan manajemen mutu

(2) Pengawas dan kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan umpan balik yang berguna untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu bimbingan dan bantuan profesionalnya terhadap para guru biologi. Juga hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kepala sekolah dan pengawas dalam menyempurnakan pedoman (instrumen) supervisi akademik bagi guru biologi SMU yang berlaku saat ini, sejalan dengan manajemen mutu pembelajaran biologi.

(3). Para guru biologi, hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman guru tentang pentingnya pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan pengawas dan kepala sekolah, sebagai salah satu bentuk bantuan profesional, bantuan tersebut harus dapat dipahami sebagai upaya perbaikan mutu pembelajaran biologi di SMU. Juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi guru biologi dalam melaksanakan pembelajaran yang sejalan dengan manajemen mutu.

Secara keseluruhan penelitian ini berguna bagi pengembangan model supervisi akademik mata pelajaran biologi di SMU yang berwawasan manajemen mutu. Untuk melaksanakan hal itu model supervisi akademik perlu memiliki tujuan dan asumsi-asumsi yang jelas serta dapat diterjemahkan ke dalam prosedur kerja yang operasional dengan memperhatikan keadaan obyektif situasi-kondisi dimana model itu diterapkan.


(35)

28

Kegunaan ilmiah dan praktis dari hasil penelitian ini secara explisit dapat dilihat pada bagian kesimpulan, implikasi dan rekomendasi.

D. Kerangka Pemikiran

1. Asumsi penelitian

Penggunaan standar pelayanan minimal pembelajaran biologi SMU (delapan unsur) untuk mengembangkan model supervisi akademik dalam upaya meningkatkan kinerja guru biologi SMU, perlu adanya asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Setiap guru memiliki kreativitas sendiri-sendiri dalam suatu proses belajar mengajar (Depdikbud, 1994, 1997; Depdiknas, 2000, 2001, 2002c; Subekti, 1997)

b. Delapan unsur Standar Pelayanan Minimal dalam model yang dikembangkan ada dan terjadi di dalam kelas, dan boleh jadi berbeda jenisnya tergantung pada masing-masing guru. Hal itu dapat dipahami, karena setiap guru selalu berfikir dan berkreasi dalam setiap masalah yang ditemukan atau dihadapi. Setiap guru memiliki kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving) terhadap masalah pembelajaran (Depdikbud, 1996, 1997; Depdiknas, 2002c, 2003c; Dinas Pendidikan Jabar, 2001, 2002; Satori, 1996/1997, 1989; Umaedi, 1999)

c. Model supervisi akademik yang dikembangkan dapat dilakukan oleh setiap pengawas dan kepala sekolah (Depdikbud, 1996, 1997; Depdiknas, 2002c, 2003c; Dinas Pendidikan Jabar, 2002; Satori, 1996/2997, 1989)


(36)

29

d. Supervisi akademik yang dilaksanakan terus menerus dan berkesinambungan dapat menolong guru dalam upaya perbaikan dan peningkatan pengajaran (Burgard, 1999; Cuttance, 1994; McClanahan & Wicks, 1993; Satori, 1996/1997; Sutisna. 1987, 1988)

e. Peningkatan mutu pembelajaran di SMU hanya akan terjadi secara efektif bilamana dikelola melalui manajemen pembelajaran yang tepat (Depdikbud, 1997; Heryanto & Marbun, 1993; Satori, 1996/1997, 1989; Sutisna, 1987) f. Kegiatan supervisi akademik pada dasarnya adalah melakukan kegiatan

pengendalian mutu pelaksanaan pembelajaran secara berkesinambungan untuk peningkatan kompetensi profesional guru (Burgard, 1999; Cuttance, 1994; Heryanto & Marbun, 1993; McClanahan & Wicks, 1993; Satori, 1996/19987; Sutisna, 1987, 1988 )

g. Mengajar yang bermutu terjadi setiap saat bersamaan dengan adanya niat dan upaya yang dilakukan untuk memperbaikinya (Satori, 1996; Sutisna, 1987 , 1988; Umaedi, 1999)

h. Salah satu langkah Manajemen Mutu Terpadu adalah menentukan indikator dari aktivitas proses pembelajaran untuk dijadikan standar acuan dalam kegiatan supervisi akademik oleh supervisor (Burgard, 1999; Depdiknas, 1996/1997; Gaspersz, 1997)

2. Paradigma Penelitian

Supervisi akademik yang dimaksud adalah perbuatan atau perilaku supervisor dalam membina, membimbing, dan memberikan bantuan secara langsung untuk


(37)

30

mempengaruhi perilaku guru-guru biologi SMU ke arah peningkatan kemampuan profesional mereka dalam mengelola proses belajar mengajar, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan mutu proses belajar dan hasil belajar para siswa. Model supervisi akademik mata pelajaran biologi yang dilaksanakan saat ini (2001-2002) adalah upaya supervisor dalam membina, membimbing dan membantu secara profesional guru biologi di SMU agar dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar di kelas. Kegiatan pembinaan, bimbingan dan bantuan dilakukan melalui kunjungan sekolah (observasi kelas) dan pembicaraan individual dengan guru melalui siklus supervisi yang meliputi pembicaraan pendahuluan sebelum observasi kelas, pelaksanaan observasi kelas untuk mengamati unjuk kerja guru dalam proses belajar mengajar, dan pembicaraan individual dengan guru setelah observasi kelas.

Supervisi akademik terutama dimaksudkan sebagai upaya menilai dan memantau kinerja guru dalam pembelajaran. Supervisi masih merupakan tanggungjawab kepala sekolah dan pengawas yang bertugas membantu guru. Perbaikan pengajaran dilakukan melalui pengamatan kelas dengan sasaran utama menilai kelemahan dan kekurangan guru dalam mengajar berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU. Pelaksanaan kegiatan supervisi akademik berkaitan dengan pemahaman kepala sekolah dan pengawas terhadap perannya sebagai supervisor pengajaran, sifat hubungan antara guru-guru biologi di SMU dengan kepala sekolah, pengawas, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA dalam kaitanya dengan upaya perbaikan mutu belajar mengajar.


(38)

31

Pengembangan model supervisi akademik, yaitu kondisi pelaksanaan supervisi akademik yang berlangsung saat ini dimodifikasi dengan menambahkan unsur-unsur standar pelayanan minimal pembelajaran biologi di SMU berdasarkan prinsip-prinsip manajemen mutu, yaitu pengelolaan pembelajaran yang menitik beratkan pada upaya dari guru secara optimal dalam memberikan layanan belajar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa yang ditelah ditentukan. Unsur-unsur pelayanan minimal dalam kegiatan pelaksanaan supervisi akademik yang dikembangkan paling tidak terdiri atas kegiatan: (1) memilih dan menentukan pokok bahasan esensial, dilengkapi dengan cara mempelajari biologi (sains), metode pembelajaran biologi, teknik pemberian tes dan esensi dari tes itu sendiri; (2) mutu hasil merupakan fungsi kesesuaian antara proses pembelajaran dengan misi dan keputusan efektif dalam pembelajaran, kebutuhan belajar dan perbedaan kultur kelas; (3) ketepatan dan efisiensi pembelajaran meliputi: kelayakan proses pembelajaran, kehandalan media, efektivitas pengelolaan kelas, perencanaan dan penjadwalan pembelajaran, perencanaan efisiensi pembelajaran, kemampuan dan pencapaian siswa, spesifikasi materi yang diajarkan; (4) pendekatan dan penyampaian pembelajaran meliputi: pendekatan konsep, pendekatan keterampilan proses, pendekatan inkuiri, pendekatan penemuan, dan pendekatan lingkungan; (5) proses penilaian meliputi: pendapat tentang pembelajaran, interpretasi tentang pelaksanaan pembelajaran, estimasi tentang mutu hasil pembelajaran; (6) penguasaan materi biologi terdiri atas pelayanan dan kewenangan pengajaran kepada guru (penyedia informasi, bantuan teknis, pengembangan keahlian, evaluasi yang mendukung proses), penghargaan atas profesionalisme guru, guru sebagai pusat


(39)

32

keberhasilan pembelajaran, pelibatan guru dalam upaya peningkatan mutu; (7) kondisi belajar meliputi: upaya memberdayakan siswa sesuai dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, mendorong siswa kepada keterampilan berpikir, kesiapan belajar, kebebasan inisiatif dan berkreasi, guru sebagai wali, sebagai pelatih, dan sebagai pembimbing; (8) keterampilan dasar mengajar meliputi: keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan. Dari unsur-unsur standar pelayanan minimal (delapan unsur) dalam pembelajaran biologi di atas disusun model instrumen supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU, yang memuat dua bagian isi dalam belajar biologi yaitu bagian terintegrasi dan bagian kontekstual. Bagian terintegrasi terdiri atas pemahaman sifat dasar biologi dalam hubunganya dengan teknologi, pengembangan keterampilan dan sikap ilmiah. Bagian kontekstual meliputi pemahaman tentang dunia kehidupan dan pengembangan keterampilan dan sikap belajar melalui pelajaran biologi.

Efektivitas instrumen pengembangan model supervisi akademik yang dimaksud adalah adanya penerimaan oleh guru dan supervisor terhadap model supervisi akademik yang dikembangkan berdasarkan hasil dari pretes dan postes yang diberikan kepada mereka. Instrumen model pengembangan supervisi akademik untuk pretes dan postes menggambarkan adanya (memuat) unsur-unsur standar pelayanan minimal dalam pembelajaran biologi di SMU. Pretes bertujuan agar supervisor melaksanakan kegiatan supervisi akademik yang sesuai dengan standar pelayanan


(40)

33

minimum pembelajaran biologi, dan untuk guru sebagai bentuk uji kinerja dalam pelaksanaan pembelajaran biologi yang berpedoman pada harus tercapainya standar pelayanan minimal pembelajaran biologi SMU, sebagai unsur pengembangan supervisi akademik. Postes bertujuan untuk mengetahui konsistensi penerimaan model oleh para guru, kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA.

Kinerja guru biologi SMU dapat dilihat dari keberhasilan guru biologi dalam mengelola pembelajaran biologi SMU yang tercermin dari adanya peningkatan dalam (1) aspek kemampuan guru menguasai materi pelajaran yang akan dipelajari siswa, kemampuan membuat perencanaan atau persiapan mengajar, (2) kemampuan melaksanakan pembelajaran (melaksanakan semua yang telah disusun dalam persiapan mengajar), (3) kemampuan melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar serta memanfaatkan umpan balik. Kemampuan-kemanpuan tersebut di atas berpedoman pada ketercapaiaan standar pelayanan minimal (delapan unsur pengembang) pembelajaran biologi SMU.

Pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75 %) siswa terlibat secara aktif baik fisik, mental (berpikir) maupun sosial dalam proses pembelajaran, serta adanya kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, ada perubahan perilaku yang positif pada diri siswa seluruhnya atau sebagian besar (75 %).

Keberhasilan pembelajaran biologi di SMU yang dimaksud adalah ditandai adanya: a) Standar (baku) mengajar guru yang menggambarkan apa yang harus diketahui guru dan apa yang harus dilakukan guru dalam mengajar biologi di SMU,


(41)

34

yang memuat: (1) perencanaan program-program pembelajaran yang berbasis inkuiri, (2) tindakan yang diambil untuk membimbing dan memfasilitasi belajar siswa, dan (3) pengembangan lingkungan. b) Standar pengembangan profesional guru yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para guru biologi SMU. Standar ini mencakup: (1) mempelajari isi melalui inkuiri, (2) mengintegrasikan pengetahuan tentang isi dengan pengetahuan tentang belajar, (3) pedagogi (ilmu mendidik), dan (4) siswa. c) Standar penilaian yaitu untuk memutuskan mutu praktek penilaian proses dan hasil belajar, mencakup: (1) keputusan penilaian dengan keputusan yang dirancang untuk diinformasikan, (2) penilaian tentang pencapaian dan kesempatan (keduanya) untuk belajar. d) Standar isi merupakan garis-garis besar tentang apa yang harus siswa ketahui, pahami dan dapat dilakukan selama pendidikan (belajar). Standar-standar tersebut diperoleh dari penelusuran komentar guru dan supervisor terhadap instrumen model pengembangan supervisi akademik hasil dari pretes dan postes yang diberikan kepada mereka. Komentar tersebut dikelompokkan menjadi indikator-indikator penguat (inovasi) dalam pelaksanaan pembelajaran biologi di SMU, selanjutnya indikator-indikator penguat tersebut dijadikan bahan rumusan standar pembelajaran.

Pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA yang berlangsung saat ini masih berorientasi pada sisi administrasi yaitu kelengkapan dokumen-dokumen pengajaran seperti program tahunan, program semester, analisis materi pelajaran, program satuan pelajaran, rencana pengajaran, lembaran kerja siswa, pedoman penilaian, alat peraga, dan administrasi laboratorium.


(42)

35

Supervisor belum optimal membina, membimbing, dan memberi bantuan kepada peningkatan kompetensi guru dalam: 1) penguasaan materi pelajaran, 2) memilih dan mengembangkan bahan ajar, 3) memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar biologi, 4) memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai, 5) memilih dan memanfaatkan sumber belajar. Inisiatif kegiatan supervisi datang dari supervisor bukan dari guru (top-down). Pelaksanaan observasi kelas sekedar menilai apa yang terjadi di kelas berdasarkan pedoman supervisi akademik dari Depdikbud.

Pelaksanaan supervisi akademik saat ini belum pada manajemen mutu dalam upaya pengembangan strategi belajar mengajar biologi. Mutu layanan pembelajaran berorientasi pada: 1) pengembangan kompetensi bukan pada isi, 2) kunjungan kegiatan bukan kunjungan kelas dan hubungannya dengan luar kelas, 3) guru dan kelompok prefesional, 4) guru sebagai pengembang kurikulum, 5) menumbuhkan budaya ilmiah dan budaya belajar bagi siswa sehingga terjadi kegiatan dan proses belajar dalam lingkungan sekolah keluarga dan masyarakat, 6) kesinambungan dalam belajar dari mengajar ke membelajarkan, 7) mengoptimalkan sumber daya dan lingkungan sekitar.

Esensi pemikiran yang terkandung dalam uraian di atas adalah bagaimana upaya meningkatkan mutu proses belajar mengajar biologi di SMU secara terus menerus dan berkesinambungan dengan cara meningkatkan mutu kinerja guru biologi SMU melalui kegiatan supervisi akademik berwawasan manajemen mutu pembelajaran. Dalam kaitan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) supervisi akademik lebih ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemampuan dan kinerja


(43)

36

mengajar guru yang dilaksanakan secara kontinu dan berkesinambungan. Hal ini dirasakan perlu dicari dan dikembangkan suatu sistem bantuan profesional bagi guru-guru biologi SMU dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran biologi di SMU. Di Indonesia, persoalan ini berkaitan dengan peranan kepala sekolah dan pengawas rumpun MIPA sebagai pembina pengajaran. Di samping itu, dalam upaya membantu peranan kepala sekolah dan pengawas perlu adanya forum-forum pelayanan profesional yang memungkinkan dilakukannya sistem bantuan profesional kepada para guru biologi secara terus menerus, forum tersebut di antaranya adalah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) biologi di tingkat regional (kota) atau pada gugus-gugus sekolah. MGMP biologi yang ada pada saat ini perlu dikondisikan sebagai suatu bentuk kegiatan gugus kendali mutu, juga merupakan forum untuk bekerja dan berpikir sebagai suatu kelompok profesional yang memiliki kepentingan sama, yaitu memperbaiki proses belajar mengajar. MGMP berfungsi pula sebagai forum imbas pembaruan pendidikan dan pengajaran dari satu guru ke guru lainnya, dari satu sekolah ke sekolah lainnya. MGMP juga sebagai tempat untuk menuangkan gagasan baru, baik yang datang dari anggotanya sendiri maupun dari pemandu bidang studi (guru inti dan pengawas), dan mungkin dari kepala sekolah.

Model supervisi akademik yang dikembangkan adalah model supervisi yang dilaksanakan pada saat ini, dimodifikasi sesuai dengan kondisi obyektif di daerah/sekolah dengan cara menambahkan unsur-unsur pelayanan minimal dalam pembelajaran biologi SMU, atau bagaimana guru memberi layanan belajar secara optimal pada siswa sesuai dengan kebutuhan belajarnya. Selanjutnya, unsur-unsur


(44)

37

tersebut dikembangkan menjadi instrumen kepengawasan pembelajaran biologi. Sasaran dari instrumen model supervisi akademik mata pelajaran biologi SMU yang dikembangkan adalah kepengawasan terhadap bagian isi biologi terdiri atas dua untaian, yaitu : (1) untaian terintegrasi, dan (2) untaian kontekstual. Kedua untaian itu merupakan ciri yang membedakan antara mata pelajaran biologi dengan mata pelajaran lainnya. Untaian terintegrasi mencakup: (a) pengalaman belajar siswa tentang pemahaman sifat dasar biologi dan hubungannnya dengan teknologi, dan (b) pengembangan keterampilan dan sikap ilmiah, sebagai pengalaman belajar yang terkait dengan pemusatan perhatian dan perencanaan, perolehan informasi dan penginterpretasian, serta kemampuan melaporkan. Sedangkan untaian kontekstual meliputi: (c) pengalaman belajar siswa tentang pemahaman akan dunia kehidupan, dan (d) pengalaman belajar siswa tentang keterampilan dan sikap belajar melalui mata pelajaran biologi, dikaitkan dengan komunikasi, numerasi, pengelolaan diri, kompetisi, kerja dan belajar, serta dikaitkan dengan hubungan sosial, kooperasi, dan aksi sosial. Instrumen ini diuji cobakan kepada pengawas dan kepala sekolah juga kepada guru. Instrumen hasil uji coba diberikan kepada pengawas, kepala sekolah, dan guru biologi yang menjadi responden penelitian sebagai pretes. Guru dan pengawas serta kepala sekolah mendapat pelatihan menggunakan instrumen model pengembangan yang berbasis pada manajemen mutu, kemudian diberikan postes, hasil dari postes dikaitkan dengan kinerja guru dan supervisor. Selanjutnya ditelaah komentar tertulis dan wawancara sebagai bahan dalam menentukan indikator-indikator sebagai penguat keberhasilan pembelajaran biologi. Dari indikator-indikator tersebut


(45)

38

dirumuskan: 1) standar mengajar, 2) standar pengembangan profesional guru, 3) standar penilaian, dan 4) standar isi mata pelajaran biologi. Kegiatan supervisi dilakukan terus menerus dan berkesinambungan sehingga mutu proses belajar mengajar biologi dan hasil belajar siswa meningkat. Paradigma penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 2.


(46)

Balikan

Proses Supervisi Akademik Mata Pelajaran Biologi di SMU

GAMBAR 1.2: PARADIGMA PENELITIAN PENGEMBANGAN MODEL SUPERVISI AKADEMIK MATA PELAJARAN BIOLOGI

Model

Supervis i saat ini (001/002) MBS : Manaje-men mutu pembel-ajaran Model pengem-bangan Supervis i Untai terintegrasi Unsur-unsur model pengembangan mutu Pembelajaran Untaian kontekstual Supervisor : - Pengawas rumpun MIPA/Bio - Kepala Sekolah - Guru inti/senior MGMP Guru Biologi MGMPS Perbaikan dan peningkat an kinerja guru Perbaikan dan peningkat an kualitas PBM Hasil Belajar Biologi Bantuan


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dikerjakan dalam tiga tahap, yaitu: (1) meneliti pelaksanaan supervisi akademik yang sedang berlangsung saat ini (memotret keadaan) lalu dimodifikasi menurut standar pelayanan minimal pembelajaran yang terdiri atas delapan unsur pengembangan model supervisi akademik, (2) menjaring, menganalisis, dan merumuskan kisi-kisi instrumen pengembangan model supervisi akademik untuk mata pelajaran biologi SMU yang menggambarkan adanya standar pelayanan minimal pembelajaran biologi (delapan unsur) di SMU, dan (3) menguji signifikansi, efektivitas dan konsistensi model yang telah dirumuskan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dilengkapi dengan kuantitatif untuk menguji efektivitas model pengembangan.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan paradigma kualitatif dilanjutkan dengan metode kuantitatif/setengah eksperimen (Quasi Experimental), dengan jenis disain pretes-postes satu kelompok dengan langkah-langkah yang ditempuh yaitu: Langkah-langkah penelitiannya adalah :

1. Observasi kondisi pelaksanaan supervisi akademik yang berlangsung saat ini (memotret keadaan) oleh supervisor (pengawas dan kepala sekolah) untuk melihat kinerja guru biologi dalam mengajar saat ini.


(48)

160

2. Mengkaji secara teoritis model supervisi saat ini kemudian dikembangkan sesuai dengan standar pelayanan minimal pembelajaran yang terdiri atas delapan unsur model.

3. Merancang dan menyusun kisi-kisi instrumen pengembangan model supervisi akademik mata pelajaran biologi dari delapan unsur yang merupakan layanan minimal dalam pembelajaran biologi di SMU

4. Merancang dan menyusun butir-butir (item) instrumen supervisi akademik mata pelajaran biologi yang sesuai dengan layanan pembelajaran biologi berdasarkan prinsip manajemen mutu pembelajaran

5. Instrumen tersebut ditetapkan bersama supervisor (kepala sekolah dan pengawas) 6. Mengujicobakan instrumen pengembangan model kepada guru biologi (guru

senior, guru pembina mata pelajaran), pengawas, dan kepala sekolah yang bukan sampel penelitian ini

7. Menyusun instrumen pengembangan model supervisi akademik dari hasil uji coba 8. Melaksanakan pretes pada guru biologi, kepala sekolah, dan pengawas dari tanggal

28 April 2003 sampai dengan tanggal 10 Mei 2003.

9. Guru dan pengawas juga kepala sekolah mendapatkan pelatihan/informasi dan diklat sepuluh kali pertemuan (dua minggu sekali) terintegrasi dengan kegiatan MGMP dan MGMP Sekolah dalam menggunakan instrumen supervisi akademik hasil dari pengembangan yang berorientasi pada manajemen mutu pembelajaran biologi 10. Melaksanakan postes pada guru, pengawas, dan kepala sekolah dari tanggal 29


(49)

161

11. Melakukan analisis data untuk melihat perbedaan antara pretes dan postes, dianalisis secara kuantitatif dengan metode deskriptif, untuk mendapatkan gambaran efektivitas pengembangan model, serta unsur penguat (inovasi) yang merupakan komentar tertulis dan dari hasil wawancara, kemudian di telaah/dikaji sebagai bahan dalam menentukan indikator keberhasilan pembelajaran dalam mata pelajaran biologi di SMU. (prosedur penelitian lihat Gb. 3.1. Halaman 183)

Pelaksanaan penelitian ini dibantu oleh kepala sekolah, pengawas dan guru inti yang bukan sampel penelitian untuk membantu mengatasi hambatan administrasi dan teknis dalam pengambilan data pada pelaksanaan pelatihan, membantu meningkatkan pemahaman guru terhadap pengertian dan implementasi dari delapan unsur dalam model.

B. Data dan Sumber Data

Pada tahap pertama, data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Data tersebut merupakan kinerja guru dalam pembelajaran pada saat ini berkaitan dengan supervisor dalam memberikan bimbingan dan bantuan, kemudian dikaji secara teoritis dan dikaitkan dengan delapan unsur model. Tahap kedua merancang dan menyusun instrumen bersama supervisor dan guru inti, lalu melakukan uji coba instrumen. Data dari hasil uji coba dianalisis bersama supervisor (pengawas dan kepala sekolah) dan guru inti/senior untuk mendapatkan kesamaan atau kesepakatan yang sesuai dengan indikator pada semua unsur dalam model, artinya tepat sama atau dapat direduksi sehingga tepat sama, maka model itu merupakan model supervisi. Jika tidak terjadi kesepakatan atau kesesuaian maka, keputusan kesesuaian antara model tampilan guru


(50)

162

dengan model yang dikembangkan, keputusan tersebut diuji dengan model triangulasi dan menggunakan kriteria: sesuai apabila dua dari tiga memutuskan sesuai dan tidak diterima selain dari itu. Selanjutnya, model dipreteskan kepada semua guru biologi dalam rangka mendapatkan efektivitasnya. Tetapi, jika belum sesuai, maka diberikan pelatihan dalam upaya membantu guru melaksanakan model yang dikembangkan.

Subjek penelitian adalah guru biologi SMU di Kota Tasikmalaya. Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa guru biologi berjumlah 58 orang, 42 orang pernah disupervisi rata-rata sekali selama menjadi guru. Dari 58 guru biologi di SMU Negeri/Swasta, guru SMUN (8 SMUN) berjumlah 42 orang, guru dipekerjakan (DPK) di SMU Swasta (14 SMU Swasta) 11 orang, dan lima orang guru biologi diangkat oleh Yayasan SMU Swasta. Dari 58 orang guru biologi SMUN, yang tidak mengajar di sekolah lain sebanyak 37 orang (63,79%). Guru biologi SMU di kota Tasikmalaya semuanya pernah mengikuti penataran seperti PKG, SPKG, LKG, TUTOR, Laboratorium IPA, bidang studi biologi (Pendalaman Materi), karya ilmiah, dan MGMP. Jumlah penduduk kota Tasikmalaya pada tahun 2001/2002 sebanyak 538.586 jiwa. Penduduk kota Tasikmalaya sebagian besar (63,23%) mempunyai mata pencaharian dari sektor usaha kecil menengah bidang: industri pengolahan, perdagangan dan jasa (Bapeda, 2002). Jumlah Siswa SMU di Kota Tasikmalaya sebanyak 11.927 orang, jumlah siswa yang belajar IPA sebanyak 9.696 orang (kelas I 4.050, kelas II 3.954, dan kelas III IPA 1692 orang). Jumlah guru SMU sebanyak 919 orang, guru biologi SMU 58 orang (Dinas pendidikan kota Tasikmalaya, 2002). Dari 58 guru biologi di kota Tasikmalaya hasil studi pendahuluan sebanyak 23 orang


(1)

--- (2002b). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta : Dikdasmen

--- (2002c). Pola Induk Pengembangan Silabu Berbasis Kemampuan Dasar Sekolah Menengah Umum (SMU), Pedoman Khusus Model 3 Biologi, Jakarta

--- (2002d). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikdasmen.

--- (2003a). Kebijakan Nasional Tentang Akreditasi Sekolah. Jakarta : Badan Akreditasi Sekolah Nasional.

--- (2003b), Penilaian Berbasis Kompetensi, Balitbang, Jakarta.

--- (2003c), Kurikulum 2004, Standar Kompetensi , Mata Pelajaran Biologi, SMU dan MA, Jakarta: Dikdasmen

Deporte, R.B. & Hernacki, M. (1992). Quantum Learning : Unleashing The Genius In You. New York : Dell Publishing.

Dick, W. & Carey, L. (1996). The Systematic Design of Instruction (edisi keempat). New York: Harper Collins College Publishers.

Dinas Pendidikan Jawa Barat (2002), Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung.

Doolittle, P. (1994). “ Teacher Portofolio Assessment”. ERIC Digest, ED385608. ERIC Clearinghous on Assessment and Evaluation Washington DC

Eisner, E.W. (1979, 1996). The Educational Imagination : on The Design and Evaluation of School Program. New York : Macmillan Publishing.

Gagne, R., Briggs, L. & Wagner, W. (1992). Principle of Instructional Design (edisi keempat). New York: Holt Rinehart and Winston.

Gagne, R., M. (1974). Essential of Learning for Instruction. Illinois: The Dryden Press

Gaspersz, V. (1997a). Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa. Jakarta: Gramedia.

--- (1997b). “Pendidikan Tinggi dan Perspektif Bisnis tahun 2020”. Makalah disajikan dalam seminar Manajemen Perguruan Tinggi bagi Pimpinan PTS di Lingkungan Kopertis Wilayah IV. Bandung.


(2)

Glickman, C.D. (1981). Developmental Supervision. Washington: ASCD. --- (1982). Supervision of Teaching. Washington: ASCD.

Good, Carter, V. (1973), Dictionary of Education, New York: McGraw-Hill Book Company.

Gorton, R.A. (1976). School Administration. Dubuque, Iowa: Wm. C. Company Publisher

Gustafson, K. & Branch, R. (1997). Survey of Intructional Development Models (edisi ketiga). Syracuse, NY: ERIC Clearing House on Information Resources, Syracuse University.

Hadisubroto, S. (1988). Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data, Penafsiran Data dan Rekomendasi dalam Penelitian Kualitatif. Bandung : IKIP Bandung

Harris, B.M. (1985). Supervisory Behavior in Education. New Jersey : Prentice-Hall Inc.

Hassan, Z. (1995). Studi Evaluasi Pencapaian Hasil Pemantapan PKG/SPKG. Malang: Lembaga Penelitian IKIP Malang

Helgeson, S.L. (1992). Problem Solving Research in Middle/Junior High School Science Education. Columbus. OH : Clearing House for Mathematics, Science and Environmental Education

Heryanto, E. & Marbun, B.N. (1993). Pengendalian Mutu Terpadu. Jakarta: Gramedia.

Hidayat, U.B. (l996). Penerapan Pengendalian Mutu di Perguruan Tinggi. Bandung : Kopertis Wilayah IV

Hopkins, D. (1993). A Teachers’ Guide to Classroom Research. Philadelpia : Open University Press.

Ibrahim, B. (1997). TQM (Total Quality Management), Jakarta: Djembatan

Joyce, B. & Weil, M. (1996). Models of Teaching (edisi ke-5). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall

Kemeny, J.G. (1961). A Philosopher Look at Science. New York: D.V. Nostrand Company Inc.


(3)

Kessels, J.W.M. (1993) Toward Design Standards for Curiculum Consistency in Corporate Education. Disertasi. Terschuur: J.W.M. Kessels.

Kessels, J.W.M. & Plomp, Tj. (1997). The Importance of Relational Aspect in The System Approach. Dalam A.J. Romiszowzki & C.R. Dills (Eds.), Instructional development Paradigms (93-126). Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.

Liontos, L.B. (1994). Share decision-making. ERIC Digest, 87. ERIC Clearinghouse on Educational Management. Eugene, OR.

Marks, J.R, Stoops, E., & Stoops, J.K. (1971). Handbook of Educational Supervision . Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Marquard, Michael, J. (1996). Building the Learning Organization. New York: McGraw-Hill

Mayer, W. V., (l977). Biology Teachers Handbook, Third Edition. New York : John Wiley and Sons

McClanahan, E. & Wicks, C. (1993). A Teacher Handbook for Using TQM in the Classroom. Chino Hills, California: PACT Publishing.

Moonen, J.C.M.M. (1996). Prototyping as a Design Method. Dalam Tj. Plomp dan D.P. Ely (Eds), International Encyclopedia of Educational Technology (edisi kedua, 186-190). Cambrige: Pergamon.

Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. --- (1986). Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung : Jemmars

Natawidjaya, R. (1990). Profesionalisme Guru. Bandung: FPS IKIP Bandung. National Research Council. (1996). National Science Education Standards (NSE).

Washington DC : National Academy Press.

Nurtain. (1989). Supervisi Pengajaran, Teori, dan Praktek. Jakarta: Depdikbud. Nursisto. (2002). Peningkatan Prestasi Sekolah Menengah. Yogyakarta : Insan

Cendekia

Poedjiadi, A. (1987). Sejarah dan Filsafat Sains, Bandung: P2LPTK. FPS. IKIP. Bandung.


(4)

--- (1999). Pengantar Filsafat Ilmu bagi Pendidik.,Bandung: Yayasan Cendrawasih.

--- (2001). Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam Pendidikan Sains, Bandung : PPS. UPI.

Raths, L. E; Selma, W; Arthur, J; Arnold, R. (1986). Teaching For Thinking. New York NY: Teachers College Press

Renner, J.W. & Stafford, D.G., (1972). Teaching Science in the Secondary School. New York , Evanston, San Francisco, London: Harper & Row Publishers

Rif’at, M. (2000). “ Pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah dan Masyarakat”. Makalah disajikan pada Pelatihan Guru MIT BAWAMAI, Pontianak.

Rossen, G. & Kelly, N. (1979). Biology. Artamon, N.S.W Australia : Bellbird Book.

Rustaman, N.Y; et al. (2003 ). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: FPMIPA UPI

Sallis, E. (1993). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Ltd.

Sartika, I.D. (1999). Mutu Total STPDN. Ringkasan Disertasi pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Satori, D. (1996/1997). Supervisi Akademik. Jakarta: Depdikbud.

Satori, D. (1989). Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar, Disertasi pada FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

--- (2001). “Program Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah”, dalam modul Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung : Dinas Pendidikan Jawa Barat. ---(2003). “ Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam

Perspektif Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan” . Makalah pada Seminar Implementasi MBS dalam Otonomi Daerah, Tasikmalaya.

Senge, Peter M. (1990). TheFitfth Discipline The Art and Practise of The Learning. New Jersey : Prentice- Hall Inc.

Sergiovanni, T.J. & Starrat, R.J. (1983). Supervision Human Perspectives. New York: McGraw Hill.


(5)

Sjarief, D. (1999). Perencanaan dan Implementasinya dalam Manajemen Strategik di Perguruan Tinggi Swasta. Ringkasan Disertasi. Bandung: PPS IKIP Bandung.

Slavin, R. (1997). Educational Psychology (edisi ke-5). Boston : Allyn & Bacon Soetisna, D.A. (1999). Total Quality Management di Perguruan Tinggi. Ringkasan

Disertasi pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Squires, D.A., William, G. H; & John, K.S. (1983). Effective School and Classroom : A Research Based Perspective. Virginia : Association for Supervision Curriculum Development

Stephans, P. & Crawley ,T. (1994). Becoming an Effective Teacher. England: Heinemann Educational Books.

Subekti, R. (1997). Profil Kemampuan Dasar (profesional) Guru ditinjau dari Tindakan dan Keputusan Pembelajaran oleh Guru dalam Konteks Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan dan Penilaian Pengajaran Biologi di SMU. Disertasi pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan

Sudirman, I. (1997). “Total Quality Management dan usaha penerapannya di PTS dalam menghadapi kebutuhan tahun 2020” Makalah pada seminar dan lokakarya pengelolaan PTS di Kopertis Wilayah IV, Bandung

Sund, R.B. et al. (1973), Teaching Science by Inquiry in the secondary School. Columbus, Ohio: Charles B, Merrill Publishing Company

Supandi & Sanusi, A. (1988). Kebijaksanaan dan Keputusan Pendidikan. Depdikbud: P2LPTK.

Suryadi, A. & Tilaar, H. AR. (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan : Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Surya, M. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya

Sutisna, O. (1977). Azas-Azas Supervisi Pengajaran. Bandung: FIP IKIP Bandung. ---. (1987a). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek

Profesional. Bandung: Angkasa.


(6)

Tessmer, M. (1994). “Formative Evaluation Alternatives”. Performance Improvement Quarterly, 7 (1), 3-18.

Tim FIP UPI. (2000). Materi Pelatihan: Konsep Penilaian Portofolio. Bandung: UPI Tim Riset MBS. (2004). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Di Kota

Tasikmalaya. Bandung: Dinas Pendidikan Jawa Barat.

Towle, A, (1989), Modern Biology, Austin : Holt, Rinehart and Winston.

Tripp, S.D. & Bichelmeyer, B. (1990). “Rapid prototyping: an Alternative instructional design strategy”. Educational Technology dan Development, 38 (1). 31-44.

Tunggal, A.W. (1998). Management Mutu Terpadu. Jakarta: Rineka Cipta

Tyler, R W. (1991). Curriculum Resourse, dalam A. Lewy (Ed.), The International Encyclopedia of Curriculum. Oxford: Pegarmon Press.

Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikdasmen

UPI. (2000). Keterampilan Dasar Mengajar (Generic Teaching Skill). Bandung: UPT PPL,UPI

Visscher, J.I.A. & Schulten, E. (1997)., II, Maret. Design Approach in Training and Education: Insight from Practice. Makalah Disajikan pada AERA, Chicago Walker, D. (1990). Fundamentals of Curriculum. Fort Worth: Harcourt Brace

College.

Walter, F.B; et al. (1988). New Dimensions in Science Education. Columbus,OH: Ohio Department of Education

Wiles, K. & Lovell, J.T (1975), Supervision for Better Schools. New Jersey: Prentice-Hall Inc.