D 902008103 BAB VIII
Bab Delapan
Ekonomi dan Mata Pencaharian
Orang Bati
Ekonomi dan Aktivitas Menopang Hidup
Kegiatan ekonomi yang dilakukan Orang Bati yaitu mengolah
sagu dan sekaligus juga menjadi mata pencaharian hidup utama untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif bagi rumah tangga. Berkebun (ladang
berpindah) dilakukan untuk menanam jenis tanaman umur pendek
(tanaman semusim) seperti ubi kayu, ubi jalar, pisang, sayur-sayuran,
buah-buahan, dan lainnya. Selain itu juga Orang Bati melakukan
kegiatan bertani menetap dengan menanam jenis tanaman umur
panjang (tanaman keras) seperti cengkih, pala, kelapa, coklat sebagai
tanaman perdagangan.
Aktivitas untuk menopang kehidupan rumah tangga yaitu berburu hewan liar pada saat menghadapi musim paceklik yang panjang
atau musim susah (pinakuta danggu). Berburu dilakukan Orang Bati
dengan cara mengejar dan mengepung hewan buruan, maupun menggunakan jerat. Hasil usaha yang dapat dijual pada penduduk pesisir
pantai yaitu sagu, sedangkan cengkih, pala, kelapa, dan coklat dijual
pada pedagang pengumpul hasil bumi yang datang dari Pulau Geser
untuk membeli atau menjual ke pasar lokal di Pulau Geser.
Hasil Hutan Untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga
Sampai saat ini Orang Bati terus mengolah sagu (suat) untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, kerabat, kelompok, dan
komunitas. Apabila hasil olahan sagu tersebut melebihi kebutuhan
243
Esuriun Orang Bati
konsumsi rumah tangga, kemudian Orang Bati menjualnya pada
penduduk pesisir pantai atau ke pasar lokal di Pulau Geser. Hasil usaha
yang diperoleh dari kebun (ladang), berburu, maupun bertani
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, dan tidak menjual
pada orang lain. Proses penjualan menggunakan pertukaran dengan
uang, dan hasil pertukaran digunakan untuk belanja kebutuhan
konsumtif sehari-hari seperti gula, garam, kopi, rokok, sabun cuci,
tembakau dan lainnya.
Sagu (suat) yang dijual pada penduduk pesisir pantai atau ke
pasar lokal di Pulau Geser dalam bentuk tumang 1) sagu. Usaha memenuhi kebutuhan konsumtif dengan berburu hewan liar dilakukan
Orang Bati pada waktu tertentu apabila mereka berada pada musim
paceklik atau musim susah (pinakuta danggu) yang panjang dalam satu
tahun. Hasil yang diperoleh dari aktivitas berburu hewan liar diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif bagi anggota rumah
tangga dan kerabat. Orang Bati tidak menjual hasil buruan pada orang
lain.
Kegiatan produksi yang utama untuk menopang kehidupan
ekonomi rumah tangga di kalangan Orang Bati yaitu mengolah sagu
(suat), seperti dikemukakan oleh Orang Bati sebagai berikut:
Katur mamufanga oi, kamu cuma kalangal bomai damu-damu oi
sae, me suata. Artinya, produksi hanya mengandalkan apa yang
dimiliki yaitu sagu 2).
Walaupun ada kenyataan bahwa hasil yang diperoleh berupa
uang dari penjualan hasil tanaman perdagangan seperti cengkih, pala,
coklat, dan kelapa, tetapi bukan menjadi sumber penghasilan utama
bagi Orang Bati. Sebab jumlah jenis tanaman seperti cengkih, pala,
coklat, dan kelapa sebagai tanaman perdagangan ini tidak merata
Wadah penampung sari sagu (kya) terbuat dari anyaman daun sagu, dan dinamakan
tumang sagu. Orang Ambon-Maluku menggunakan istilah tumang Seram karena
ukurannya tidak besar dan tidak kecil atau sedang. Satu tumang sagu dijual pada
1)
penduduk pesisir pantai dengan harga Rp 5.0000. Kalau dijual ke pasar lokal di Pulau
Geser satu tumang sagu seharga Rp 7.5000.2) Selama ini Orang Bati hanya mengandalkan sagu (suat) sebagai makanan utama yang
secara turun-temurun terus dikonsumsi secara individu, keluarga, maupun kerabat.
244
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
dimiliki oleh setiap rumah tangga. Pohon cengkih yang dimiliki oleh
setiap rumah tangga berkisar antara 10 sampai dengan 20 pohon.
Ada rumah tangga yang memiliki jumlah pohon cengkih lebih
dari 20 pohon, tetapi ada juga yang kurang dari 10 pohon. Panen
cengkih biasanya satu tahun satu kali. Hasil panen cengkih sangat
tergantung pada keadaan musim di mana hasil dari pohon cengkih
berkisar antara 30 sampai 50 kg bagi rumah tangga yang memiliki
tanaman cengkih lebih dari 30 pohon. Tetapi rumah tangga yang
memiliki tanaman cengkih kurang dari 10 pohon, maka hasil yang
diperoleh sekitar 30 Kg untuk satu kali musim panen dalam satu tahun.
Namun ada kenyataan bahwa dalam satu sampai dengan dua kali
musim panen cengkih, ternyata Orang Bati tidak memperoleh hasil
karena cengkih tidak menghasilkan buah. Tanaman pala dan coklat
tergolong jenis tanaman yang baru dikembangkan Orang Bati pada saat
ini, sehingga hasilnya belum maksimal.
Perlu dikemukakan bahwa, jenis tanaman perdagangan seperti
cengkih, pala, coklat sangat ditentukan oleh faktor iklim dan musim,
keadaan tanah, sehingga musim panen sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor tersebut di atas. Apabila kondisi musim (laut tidak aman) di
mana hasil yang diperoleh dari tanaman cengkih, pala, coklat yang
hendak dijual ke pasar, namun tidak dapat menjangkau lokasi pasar
hasil bumi, maka Orang Bati menjual hasil tersebut pada pedagang
pengumpul hasil bumi yang datang dari Pulau Geser ke Pulau Seram
Bagian Timur atau Tana (Tanah) Besar untuk membeli. Apabila kondisi
laut di sekitar wilayah ini cukup ramah untuk dilayari secara baik,
maka Orang Bati dapat menjual hasil usaha mereka ke pasar lokal di
Pulau Geser, dan hasil penjualan yang diperoleh melalui uang dapat
digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan hidup bagi
keluarga (rumah tangga).
Dapat dikatakan bahwa pengaruh kondisi geografis wilayah
Pulau Seram Bagian Timur terhadap aktivitas ekonomi rumah tangga
Orang Bati sangat besar. Kendala yang dihadapi Orang Bati setiap saat
yaitu keadaan musim dan kesempatan untuk menjual hasil produksi ke
pasar lokal yang letaknya sangat jauh karena harus menyeberangi laut
245
Esuriun Orang Bati
ke Pulau Geser. Aktivitas ke pasar lokal di Pulau Geser membutuhkan
biaya transportasi yang sangat mahal. Umumnya aktivitas produksi
yang dilakukan Orang Bati untuk memproduksi sari sagu (kya) sebagai
penopang hidup yang utama dikemukakan sebagai berikut:
Kamukatur mamu fanga bomai tutu dadi, sampai nai ka ko tua
katanak bomai hasil kafatak. Katur mamu fanga kamu cuma
kalangal bomai damu-damu oi sae, me suata. Artinya, produksi
hanya mengandalkan sumber daya lokal saja misalnya sagu atau
suat 3).
Semua usaha dalam mengolah sagu (suat) dan hasil yang diproduksi Orang Bati sepanjang waktu dikelola dengan cara tradisional.
Sagu (suat) sebagai jenis tanaman lokal yang diutamakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Artinya mengolah sagu (suat)
untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, baik secara individu rumah
tangga, dan kerabat dilakukan sepanjang masa. Dalam kehidupan
sehari-hari di kalangan Orang Bati, tampak bahwa sistem ekonomi
yang berbasis kekerabatan masih sangat kuat. Orang Bati beranggapan
bahwa satu makan sayur, semua makan sayur, satu makan sagu semua
makan sagu. Artinya kebersamaan hidup yang mereka jalani sebagai
roina kakal atau orang satu asal merupakan mata-rantai untuk menghubungkan semua sistem kehidupan. Sistem ekonomi masih bersifat
subsisten sehingga ciri yang tampak nyata yaitu bersifat tradisional.
Sistem ekonomi yang berbasis kuat pada kekerabatan atau
ekonomi kekerabatan tersebut membuat Orang Bati mampu bertahan
hidup (survive) dalam menghadapi kondisi lingkungan dengan musim
yang berubah-ubah setiap waktu dalam satu tahun. Strategi mempertahan hidup (survive) yang dilakukan Orang Bati belum mengalami
perubahan karena di dalam menghadapi musim susah (pinakuta
danggu) Orang Bati senantiasa berusaha untuk saling tolong-menolong
(bobaiti) dan kerja sama atau masohi satu terhadap yang lain. Mereka
senantiasa membina relasi sebagai roina kakal sehingga dalam menghadapi situasi dan kondisi lingkungan yang menyebabkan mereka sama
sekali tidak memiliki akses untuk ke luar dari wilayah Pulau Seram
3)
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Adat dan Agama Dusun
Rumbou (Bati Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 15 Juli 2009.
246
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Bagian Timur dalam jangka waktu cukup lama, tetapi mereka secara
individu mau-pun kelompok agar dapat bertahan hidup (survive).
Usaha Orang Bati secara rutin untuk mengumpulkan bahan
makanan dari hutan (esu) seperti ubi-ubian, sayur-sayuran, dan lainnya
untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Aktivitas ini masih dilakukan
sepanjang waktu. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan hidup
rumah tangga maupun kerabat, Orang Bati mengumpulkan bahan
keperluan hidup dari hutan seperti daun tikar, kayu bakar, pelepah
sagu, batang pohon sagu yang sudah diambil seratnya, dan lainnya)
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berikut ini adalah contoh
dari bahan rumah tangga yang diambil dari hutan seperti yang terlihat
pada gambar 23 di bawah ini:
Gambar 23
Bahan dari Hutan Ini adalah Daun Tikar (Kirokot)
untuk Dianyam menjadi Tikar (Kiar)
247
Esuriun Orang Bati
Memenuhi Kebutuhan Ekonomi dengan Bertani Menetap
Bertani menetap dengan menanam jenis tanaman umur panjang
atau jenis tanaman keras untuk perdagangan seperti cengkih, pala,
kelapa, dan coklat. Hasil usaha yang diperoleh dari jenis-jenis tanaman
perdagangan tersebut dijual pada tengkulak atau pedagang keliling
yang datang ke wilayah Pulau Seram Bagian Timur untuk membeli
hasil bumi. Pedagang keliling tersebut berasal dari Pulau Geser yang
datang pada saat keadaan laut di sekitar wilayah ini dianggap tenang.
Hasil bumi seperti cengkih, pala, dan lainnya dijual pada tengkulak
yang datang di sekitar pesisir pantai timur Pulau Seram Bagian Timur.
Ada juga tengkulak yang datang dari Kota Geser untuk membeli hasil
bumi dari penduduk pesisir pantai, termasuk Orang Bati. Proses
pertukaran sudah menggunakan uang.
Apabila kondisi laut di sekitar wilayah ini tenang (tidak bergelombang besar), biasanya Orang Bati menjual hasil panen mereka
pada pedagang atau tengkulak dari Pulau Geser, dan hasil yang diperoleh dari penjualan, kemudian digunakan untuk membeli barangbarang kebutuhan hidup sehari-hari. Ada juga yang membeli pakaian
untuk anak-anak dan orang dewasa. Selain itu juga ada barang-barang
yang dipergunakan untuk keperluan hajatan, maupun kebutuhan lain
yang dianggap mendesak.
Cara Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Rumah Tangga
Aktivitas untuk memenuhi kebutuhanan konsumsi dilakukan
secara individu, keluarga, kerabat, maupun komunitas. Sebenarnya
tingkat konsumsi bahan kebutuhan hidup dari Orang Bati sehari-hari
dapat dikategorikan cukup tinggi apabila dihitung menurut kebutuhan
uang. Namun semua yang diperoleh melalui cara tradisional untuk
memenuhi kebutuhan hidup lebih diutamakan untuk konsumtif maka
tidak tampak dalam pengeluaran berupa uang untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi seperti mengambil kayu bakar di hutan untuk
kebutuhan masak, berarti tidak mengeluarkan uang untuk membeli
minyak tanah dan sebagainya.
248
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Kebutuhan hidup yang setiap waktu dipenuhi antara lain gula,
kopi, tembakau, rokok, sabun cuci, minyak tanah, pakaian dan lainnya
tidak dapat diperoleh dari hutan tetapi harus dibeli dengan uang pada
kios atau toko dari penduduk pesisir pantai maupun pasar lokal yang
terdapat di Pulau Geser. Dikemukakan Orang Bati bahwa:
Mamu fanga tua kawei eya bomai kamu kako sate tua kila bomai
kamufun. Artinya, semua yang diproduksikan hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri 4).
Untuk itu usaha memenuhi kebutuhan hidup secara konsumtif
merupakan pilahan yang tidak dapat dihindari Orang Bati. Sebab
barang yang diproduksi cukup mengalami kendala untuk dipasarkan
karena pengaruh kondisi geografis, transportasi lokal yang mahal,
sedangkan harga jual dari barang-barang yang diproduksi sangat
rendah sehingga antara hasil yang diperoleh dengan curahan waktu
dan tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas mencari
nafkah setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga
tidak seimbang. Persoalan hidup yang dihadapi Orang Bati dalam
memenuhi kebutuhan di luar konsumsi tergolong sulit.
Sementara itu kebutuhan konsumtif terus memaksa sehingga
tidak memberikan kesempatan pada Orang Bati untuk mengembangkan usaha mereka secara lebih baik dan layak untuk kemanusiaan.
Fenomena kehidupan yang dihadapi Orang Bati sampai saat ini cukup
krusial. Keterbatasan mereka dalam memenuhi berbagai kebutuhan
hidup disebabkan karena kondisi alam yang tidak ramah, keterbatasan
infrastruktur pembangunan yang meliputi transportasi, komunikasi,
perhubungan, dan lainnya di Seram Bagian Timur sehingga Orang Bati
terus mengalami isolasi dengan dunia luar untuk berinteraksi maupun
usaha memenuhi kebutuhan hidup secara layak bagi individu, kerabat,
kelompok, maupun komunitas.
Wawancara dengan bapak SeSia (73 Tahun) Tokoh Adat di Dusun Rumbou (Bati
4)
Tengah) Negeri Kian Darat, pada tanggal 25 Juli 2010.
249
Esuriun Orang Bati
Proses Perdagangan
Proses pemasaran hasil produksi dari hutan, kebun pada umumnya Orang Bati jual pada penduduk yang berada di sekitar perkampungan daerah pantai. Sebab untuk menjual ke pasar lokal yang terdapat di Kota Kecamatan Seram Timur di Pulau Geser membutuhkan
biaya transportasi darat maupun laut yang cukup tinggi serta kerja yang
sangat berat. Dikemukakan Orang Bati bahwa:
Karena mamu tinanaingga tua mamu sinobala boi naitifua, oi
yang be kamu kafatanak boit dait tifua. Artinya, terbatasnya
sarana transportasi darat maupun laut mengakibatkan biaya
pemasaran menjadi besar 5).
Transportasi darat sama sekali belum ada, sedangkan transportasi
laut yang menggunakan perahu (wona) yaitu sejenis motor tempel
(katinting) untuk menyeberang ke Pulau Geser. Sarana transportasi
tersebut membutuhkan biaya yang sangat mahal, apabila dibandingkan
dengan barang yang akan dijual, karena hasil yang diperoleh tidak
seimbang dengan pengeluaran. Seperti dikemukakan Orang Bati
bahwa:
Mamu kesempatan untuk kawei mamu pasar/tompat fatanak, oi
bei kamu kafatanak daite. Artinya, akses atau kesempatan kami
sama sekali tidak ada untuk mencapai pasar. Kami sama sekali
tidak memiliki kesempatan untuk itu bapak 6).
Pemasaran hasil produksi dari hutan, kebun, dan lainnya yang
dilakukan Orang Bati terus mengalami hambatan karena mereka sama
sekali tidak memiliki akses untuk mencapai wilayah pemasaran secara
lebih baik. Faktor penyebabnya yaitu, tidak tersedianya sarana
transportasi darat dan laut yang memadai, terutama dalam menghadapi
ke-adaan musim yang terus berubah sehingga laut sekitar wilayah ini
sulit diseberangi dengan sarana transportasi yang berukuran kecil.
Sebab di wilayah ini umumnya sarana transportasi laut yang sering
5)Wawancara dengan bapak HusRum (47 Tahun) warga Dusun Rumbou (Bati Tengah),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 20 Juli 2010.
6)Wawancara dengan bapak HaSia (70 Tahun) Tokoh Adat Dusun Bati Kilusi (Bati
Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 3 Juli 2010.
250
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
digunakan Orang Bati berukuran kecil, dan tidak tahan terhadap
pukulan ombak dan menghadapi gelombang laut yang besar di Selat
Keving dan Selat Geser, maupun Tanjung Masiwang.
Memanfaatkan Hutan (Esu) Untuk Memenuhi Nafkah
Pemanfaatan hasil usaha dari hutan maupun kebun dari Orang
Bati setelah dijual yaitu untuk memenuhi kebutuhan konsumtif seperti
belanja gula, kopi, tembakau, rokok, sabun cuci, minyak tanah dan
lainnya bagi keluarga, maupun kerabat. Persoalan tersebut dikemukakan Orang Bati bahwa:
Kamu cuma kakofanga bomai memamam siki roina tata nusu si.
Artinya, kami hanya mengkonsumsi apa yang kami miliki dari
leluhur kami sampai sekarang 7).
Suatu realitas yang teridentifikasi dari potret kehidupan ekonomi
yang dilakukan Orang Bati secara turun-temurun sampai saat ini belum
mengalami perubahan. Artinya Orang Bati masih mengandalkan caracara tradisional yang dilakukan oleh leluhur mereka dalam usaha
memenuhi kebutuhan ekonomi. Kondisi yang sementara ini dialami
Orang Bati dalam memenuhi kebutuhan atau kehidupan ekonomi
rumah tangga tergolong dalam sistem ekonomi subsisten. Fenomena
tersebut menyebabkan Orang Bati sulit untuk memenuhi kebutuhan
hidup lainnya seperti kebutuhan pendidikan pada anak-anak yang
sedang bersekolah atau yang berkeinginan untuk melanjutkan sekolah,
kebutuhan kesehatan, dan lainnya karena berkaitan dengan uang
sebagai alat tukar.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan ekonomi, kondisi yang
dialami Orang Bati sampai saat ini sangat terabaikan dari perhatian
berbagai pihak (pemerintah maupun masyarakat). Tetapi Orang Bati
tidak pernah putus asa, dan mereka terus berusaha untuk bertahan
hidup (survive) dengan apa yang dimilikinya. Orang Bati sangat per-
Wawancara dengan bapak AKel (54 Tahun) warga Dusun Kelsaur (Bati Pantai),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 28 Juli 2010.
7)
251
Esuriun Orang Bati
caya bahwa suatu waktu mesti terjadi perubahan dan perubahan itu
akan datang dengan sendirinya.
Persoalan seperti diungkapkan Orang Bati karena mereka tidak
mengetahui ke mana sebenarnya hendak menyampaikan hal ini. Sebab
di dunia luar sana, orang tidak percaya bahwa Orang Bati itu benarbenar ada dalam kenyataan. Orang luar senantiasa beranggapan bahwa
Orang Bati itu tidak ada. Untuk itu dalam usaha memenuhi kebutuhan
ekonomi, Orang Bati berusaha dengan cara yang diwariskan oleh
leluhur mereka sebagai pengetahuan lokal untuk bertahan hidup
(survive). Untuk memenuhi kebutuhan hidup secara individu maupun
rumah tangga, terdapat beberapa aktivitas hidup yang dilakukan Orang
Bati yang dikonsepkan oleh mereka sebagai mencari, yang memiliki
makna yaitu usaha yang dilakukan secara individu maupun kelompok
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pemanfaatan Kawasan Hutan Sagu (Yesu kiya) untuk
Menopang Hidup
Kawasan hutan sagu (yesu kiya) yang terdapat dalam wilayah
kekuasaan milik marga (etar) maupun dalam wilayah kekuasaan (watas
nakuasa) Orang Bati cukup luas dengan jumlah pohon sagu yang cukup
banyak dan bervariasi. Orang Bati senantiasa berusaha menjaga dan
melindungi, dan memelihara (merawat) tanaman sagu (suat) dan mengolahnya secara baik agar setiap saat bisa memenuhi kebutuhan
hidup. Gambaran tentang kondisi hutan sagu (yesu kiya) di Tana
(Tanah) Bati dapat dilihat pada gambar 24 berikut ini:
252
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Gambar 24
Kawasan Hutan Sagu (Yesu kiya) di Tana (Tanah) Bati
Meramu Sagu (Dadamu Kiya) Untuk Menopang Hidup
Sapanjang waktu Orang Bati mengolah sagu (suat) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Untuk sagu (suat) mendapat perlakuan khusus pada Orang Bati, karena pada masa lampau sebelum
mereka mengenal uang sebagai alat tukar, maka sagu (suat) dan hutan
sagu (yesu kiya) merupakan harta kawin (mahar). Walaupun sagu
(suat) tumbuh secara liar dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa)
Orang Bati mulai dari pesisir pantai, rawa-rawa, maupun pegunungan,
tetapi sagu yang terdapat dalam wilayah kekuasaan milik marga (etar)
senantiasa dirawat secara baik karena tanaman sagu (suat) memiliki
multi fungsi. Aktivitas meramu sagu (suat) dilakukan Orang Bati
sepanjang waktu untuk memenuhi kebutuhan hidup konsumtif dapat
dilihat pada gambar 25 dan 26 tentang kelompok peramu sagu di Tana
(Tanah) Bati berikut ini:
253
Esuriun Orang Bati
Gambar 25
Profil Kelompok Peramu Sagu (Dadamu Kiya) di Tana (Tanah) Bati
Gambar 26
Peramasan Serat Sagu (Dalamas Kiya) pada Arai (pelepah pohon sagu) dan
Sari Sagu dialirkan ke wadah penampung sari Sagu (foa) untuk Mengambil
Sari Sagu (Baya)
254
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Hasil olahan serat sagu (suat) yang sudah berupa sari sagu (baya)
biasanya ditampung dalam wadah yang dianyam dari daun sagu, atau
juga ditampung dalam karung plastik. Wadah penampung yang terbuat
dari daun sagu dinamakan tumang. Istilah umum yang digunakan
Orang Maluku yaitu tumang Seram, seperti contoh pada gambar 27
berikut ini:
Gambar 27
Sari Sagu yang ditempatkan dalam Wadah Penampung atau
Tumang Sagu (Bayraun). Istilah Umum adalah Tumang Seram
Berburu Hewan Liar untuk Menopang Hidup
Aktivitas berburu hewan liar yang dilakukan Orang Bati tidak
bersamaan kegiatan ke kebun, mengolah serat sagu, dan sebagainya.
Hewan liar yang diburu antara lain rusa (menjangan), burung maleo,
kasuari, burung, dan lainnya bagi Orang Bati yang telah menganut
Agama Islam, sedangkan mereka yang masih menganut agama leluhur
selain jenis hewan di atas mereka juga berburu babi hutan, dan kuskus. Kegiatan berburu dapat dilakukan secara perorangan, tetapi dapat
dilakukan secara kelompok yang terdiri dari tiga sampai dengan lima
orang. Peralatan berburu yang digunakan atara lain tombak dan parang
255
Esuriun Orang Bati
(peda). Ada juga yang menggunakan panah (busur dan anak panah) dan
parang (peda). Berburu hewan liar dilakukan melalui cara mengejar,
kemudian menikam dengan tombak atau memanah dengan panah.
Ada juga cara berburu dengan memasang atau meletakan jerat
pada bekas-bekas jalan dari hewan buruan dalam hutan, berdekatan
dengan kebun, atau jejak yang menuju arar sungai di mana hewan
tersebut sering datang untuk minum air. Profil salah seorang pemburu
hewan liar di Tana (Tanah) Bati dapat dilihat pada gambar 28 berikut
ini:
Gambar 28
Profil Pemburu Hewan Liar di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal)
Berburu hewan liar dilakukan Orang Bati sepanjang waktu
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjual pada penduduk pesisir
pantai. Hasil buruan yang tidak langsung dikonsumsi, biasanya
dikeringkan dan disimpan dalam wadah penyimpanan yang dinamakan
tagalaya sebagai tempat menyimpan makanan 8). Peralatan hidup rumah
Tempat menyimpan makanan yang terbuat dari anyaman bambu yang bernama soloa,
biasanya dikerjakan oleh orang perempuan. Tetapi bambu yang terdapat dalam hutan
(esu) biasanya diambil oleh orang laki-laki untuk di bawa pulang ke rumah.
8)
256
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
tangga yang terbuat dari anyaman bambu digunakan untuk
menyimpan makanan yang siap dikonsumsi setiap waktu seperti sagu
(suat) yang sudah dikeringkan dan daging dari hewan buruan.
Anyaman bambu tersebut dapat dilihat pada gambar 29 berikut ini:
Gambar 29
Tanggalaisa sebagai Tempat Menyimpan Makanan yang Siap Dikonsumsi
Makanan yang disimpan dalam soloa, atau yang berukuran kecil
yaitu futta. Biasanya alat ini dimanfaatkan untuk menyimpan makanan
menghadapi musim paceklik atau musim susah (pinakut danggu).
Sebab musim paceklik atau musim susah berlangsung cukup lama
sehingga diperlukan penyediaan makanan kering seperti sagu, dan
lainnya yang siap dikonsumsi setiap saat. Bahan ini terbuat dari bambu
yang dianyam oleh orang perempuan, seperti tampak pada gambar 30
berikut ini:
257
Esuriun Orang Bati
Gambar 30
Menganyam bambu untuk membuat Tanggalaisa (Tempat Menyimpan
Makanan) Orang Perempuan di Tana (Tanah) Bati
Apabila tiba musim tersebut di atas, kawasan Pulau Seram Bagian
Timur sering menghadapi tiupan angin laut yang sangat kencang dan
sering menimbulkan pusaran arus laut yang keras di Selat Keving dan
Selat Geser di bagian selatan serta Tanjung Masiwang di sebelah utara
dari Pulau Seram Bagian Timur. Kawasan tersebut benar-benar
mengalami ombak besar pada musim timur dan musim pancaroba
(peralihan) karena hujan lebat dapat turun setiap saat, hamparan
ombak laut yang keras sampai ke pesisir pantai yang menimbulkan
penguapan air laut sehingga sulit dilayari oleh penduduk yang
mendiami kawasan pesisir pantai sekitar wilayah ini termasuk Orang
Bati dengan menggunakan angkutan laut seperti perahu (wona) yaitu
sejenis motor tempel (katinting), perahu layar (jungk atau jungku).
Sebab sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah tagalesu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup konsumtif bagi
perorangan (individu) maupun kelompok yang terdiri dari tiga sampai
dengan lima orang. Berikut ini adalah profil salah seorang pemburu
hewan liar yang terdapat dalam kawasan hutan di Tana (Tanah) Bati.
258
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Mengumpulkan Bahan Makanan dari Hutan (Esu) untuk
Menopang Hidup
Kegiatan Orang Bati untuk mengumpulkan bahan dari kawasan
hutan di Tana (Tanah) Bati yaitu untuk memenuhi berbagai keperluan
hidup yang meliputi kebutuhan konsumtif seperti sayur-sayuran, ubiubian, buah-buahan, dan sebagainya. Selain itu juga mereka
mengumpulkan bahan-bahan untuk pembuatan peralatan hidup seperti
daun tikar, bambu, pelepah pohon sagu, dan sebagainya yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari. Kegiatan ini dapat
di-lakukan secara individu, tetapi dapat juga dilakukan secara
berkelompok yang terdiri dari tiga sampai dengan empat orang.
Membuat Kebun (Ladang Berpindah) untuk Menopang
Hidup
Orang Bati membuat kebun baru untuk menanam jenis tanaman
umur pendek (ubi kayu, ubi jalar, sayur-sayuran, dan lainnya) diawali
dengan menebang pohon dan membiarkan ranting dan daun pohon
sampai kering kemudian dibakar dan dibersihkan. Pembuatan kebun
baru juga dilakukan ritual. Berikut ini cara melakukan ritual di kebun
baru seperti pada gambar 31 di bawah ini:
259
Esuriun Orang Bati
Gambar 31
Cara Melakukan Ritual di Kebun (Tanai) Baru oleh Orang Bati
Mengelola dan Memanfaatkan Sumber Daya Alam dalam
Tanggalasu
Menghadapi kondisi iklim yang tidak menentu seperti di mana
keadaan laut tidak ramah biasanya usaha memenuhi kebutuhan hidup
secara konsumtif pada perorangan (individu) maupun kelompok
dirasakan sangat sulit. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah
tangga maka Orang Bati senantiasa memanfaatkan sumber daya yang
terdapat dalam wilayah hutan (esu) yang dinamakan tanggalasu 9) yang
Adalah bagian dari kawasan hutan (esu) yang disiapkan khusus dengan fungsi sebagai
lokasi untuk menyimpan tanaman sagu, ubi-ubian, sayur-sayuran, hewan buruan, dan
lainnya yang siap untuk diambil hasilnya pada waktu menghadapi musim paceklik atau
musim susah (pinakut danggu). Orang Bati menjaga, menlindungi, dan memelihara
tanaman untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dari berbagai sumber daya alam pada
wilayah “tanggalasu” sangat penting. Tanggalasu baru dimanfaatkan (dieksploitasi)
pada bulan Desember sampai dengan bulan Agustus setiap tahun, karena dalam jangka
waktu sembilan bulan mereka berada dalam kondisi iklim yang menyebabkan alam
tidak ramah. Pada saat kondisi alam ramah di mana mereka dapat berakses ke luar dari
Pulau Seram Bagian Timur yaitu selama tiga bulan pada bulan September, Oktober,
dan November setiap tahun, maka wilayah tagalesu ini tidak dimanfaatkan (dieksploitasi) sama sekali. Kawasan tanggalasu diberi kesempati oleh Orang Bati untuk
pemulihan. Masa pemulihan dari kawasan tagalesu yang berlangsung secara alami,
dilarang keras untuk dimanfaatkan (dieksploitasi. Secara adat wilayah tanggalasu tidak
dilakukan sasi (larang adat) atau noma, tetapi sudah menjadi tradisi, adat-istiadat,
maupun kebudayaan Orang Bati untuk mempertahankan hidup (survive) scara
9)
260
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
disiapkan khusus oleh masing-masing marga dalam wilayah kekuasaan
milik marga (etar) maupun yang terdapat dalam wilayah kekuasaan
(watas nakuasa) Orang Bati. Sumber daya alam dimanfaatkan apabila
Orang Bati menghadapi musim paceklik yang panjang atau musim
susah (pinakut danggu). Strategi bertahan hidup (survive) melalui cara
menyediakan bahan makanan di alam bebas untuk memenuhi kebutuhan hidup dilakukan Orang Bati sejak leluhur mendiami kawasan
Pulau Seram Bagian Timur, dan secara turun-temurun terus
dilestarikan oleh anak cucu pewaris tradisi dan kebudayaan Bati.
Kearifan Orang Bati yang telah dilakukan ratusan tahun sejak
leluhur mereka mendiami kawasan Pulau Seram Bagian Timur dengan
mengelola kawasan hutan (tanggalasu) yang berisi sumber daya alam
dari hutan (esu) seperti sagu, ubi-ubian, sayur-sayuran, hewan liar, dan
sebagainya karena lokasi tersebut dianggap potensial untuk
perkembangan berbagai jenis tanaman konsumtif maupun tempat
berlindung dari hewan liar untuk mencari makan dan berkembang
biak, sehingga dapat memudahkan mereka untuk menangkapnya
apabila dibutuhkan pada saat musim paceklik yang panjang atau musim
susah (pinakut danggu).
Semua yang dilakukan Orang Bati dalam wilayah tanggalasu
tidak lain dimaksudkan sebagai strategi bertahan hidup (survive) yang
dilakukan pada tingkat individu, kelompok, maupun komunitas. Hasil
yang diambil dari kawasan tanggalasu hanya dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif dan tidak pernah dijual pada orang
individu maupun kelompok menghadapi musim paceklik atau musim susah (pinakut
danggu) yang berlangsung cukup panjang setiap tahun dengan memanfaatkan sumber
daya alam yang terdapat dalam wilayah tagalesu. Cara pengelolaan tanggalasu
merupakan kearifan lokal (local wisdom) Orang Bati sejak leluhur mereka mendiami
wilayah Pulau Seram Bagian Timur, dan sampai sekarang masih dijaga, dilindungi,
dipeliha-ra,dan dilestarikan. Cara arif Orang Bati ini untuk mencegah kelaparan yang
bisa terjadi sewaktu-waktu pada komunitas mereka, dan bahaya kepunahan. Untuk itu
makna hutan (esu) bagi Orang Bati sebagai pemberi makan di masa damai, dan sebagai
tempat berlindung di masa perang senantiasa dilindungi. Usaha melakukan survival
strategy pada habitat Orang Bati melalui cara arif dalam mengelola wilayah hutan (esu)
untuk bertahan hiidup (survive) seperti ini oleh peneliti memaknainya sebagai
“kelangsungan hidup yang cakap (survival strategi)” karena berada pada basis adat
Esuriun, dan fenomena seperti ini belum dijumpai pada lingkungan komunitas lainnya
dalam wilayah Kepulauan Maluku.
261
Esuriun Orang Bati
lain. Realitas ini menyebabkan setiap wilayah hutan (esu) pada
lingkungan Orang Bati dianggap sakral, karena mereka percaya dalam
wilayah ini ada leluhur mereka yang senantiasa menjaga dan
melindunginya.
Untuk itu pada saat mereka membutuhkan sesuatu dari kawasan
tanggalasu, selanjutnya Orang Bati tinggal meminta secara baik dari
leluhur mereka. Selama ini mereka melakukan hal tersebut dan
senantiasa diberikan oleh leluhur mereka, sehingga hutan (esu)
dipersepsikan oleh Orang Bati sebagai wilayah bernyawa (hidup) yang
memiliki multi fungsi karena saling menghidupi di antara sesama
makhluk hidup yang berada didalamnya.
Mata rantai sebagai pengikat antara Orang Bati dengan hutan
(esu) masih terjaga, terlindungi secara baik sampai saat ini di Tana
(Tanah) Bati sehingga kawasan ini tidak dapat dimasuki oleh orang luar
sesuka hati mereka. Memasuki wilayah hutan (esu) di Tana (Tanah)
Bati harus melalui persetujuan Orang Bati dan hal itu didasarkan pada
”niat” yang jelas dan baik, sehingga tidak merusak tatanan hidup yang
sudah tercipta. Dikemukakan Orang Bati bahwa:
Jadi manlo yang bisa tawei nai nini wanuya supaya kela
menggeilu tata anak si darasa. Artinya, kampung ini dia seng
mati buang katorang (kita), tetapi katorang yang mati atau
meninggal buang kampung 10).
Kampung (wanuya) yang terdapat di Tana (Tanah) Bati tidak
pernah mati (meninggal dunia). Sebaliknya manusia yang meninggal
dunia dan pergi meninggalkan kampungnya. Untuk itu berdasarkan
konsep saling menjaga dan melindungi kampung (wanuya) merupakan
kewajiban dari seluruh warga yang mendiami Tana (Tanah) Bati
sampai saat ini.
Wawancara dengan bapak SeSia (74 Tahun) Tokoh Adat di Dusun Rumbou (Bati
10)
Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 27 Juli 2010.
262
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Bertani Menetap
Cara bertani menetap sudah dilakukan Orang Bati sejak lama.
Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis tanaman produksi seperti cengkih,
pala, kelapa yang sudah memberikan hasil. Aktivitas bertani untuk
menanam jenis tanaman umur panjang antara cengkih, pala, kelapa,
kenari, dan lainnya dilakukan sepanjang waktu. Jenis tanaman tersebut
sudah ada yang berproduksi atau memberi hasil, tetapi ada juga yang
belum memberi hasil.
Jenis Tanaman Cengkih
Orang Bati telah menanam cengkih cukup lama dalam dalam
wilayah kekuasaan milik marga (etar) tertentu, dan tanaman cengkih
sudah memberikan hasil (berproduksi) dapat dilihat pada gambar 32
berikut ini:
Gambar 32
Tanaman Cengkih (Tana Cengkiya) yang Telah Diusahakan Orang Bati
Di Tanai Wisoda
263
Esuriun Orang Bati
Jenis Tanaman Pala
Dalam wilayah kekuasaan milik marga (etar) di Tana (Tanah)
Bati terdapat jenis tanaman pala yang sudah berproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa Orang Bati sudah menenam tanaman pala cukup
lama sehingga hasilnya bisa diperoleh. Jenis tanaman pala yang sudah
berproduksi dapat dilihat pada gambar 33 dan 34 berikut ini:
Gambar 33
Tanaman Pala (Tana Balai) yang Ditanam Orang Bati di
Dusun Rumbou (Bati Tengah)
Gambar 34
Bunga pala (bala bungai) yang sedang dijemur
264
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Pertukaran
Proses pertukaran sebagai salah satu aktivitas di bidang ekonomi
yang dilakukan Orang Bati umumnya dilakukan melalui cara jual-beli
dengan menggunakan uang. Artinya Orang Bati menjual barang yang
mereka peroleh dari kegiatan berkebun atau ladang berpindah,
meramu sagu, berburu, bertani menetap dan lainnya yang dijual pada
orang lain sebagai pembeli. Hasil penjualan yang diperoleh berupa
uang kemudian digunakan untuk belanja barang-barang kebutuhan
hidup sehari-hari dan kebutuhan lainnya, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Alat tukar yang digunakan ketika Orang Bati menjual barang
kebutuhan hidup yaitu uang. Artinya Orang Bati sudah tidak mengenal
sistem barter seperti masa yang lampau. Hasil usaha yang dilakukan
oleh Orang Bati dari meramu sagu mereka jual kepada penduduk
pesisir pantai, atau ke Kota Kecamatan Seram Timur yang terdapat di
Pulau Geser untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, memenuhi
kebutuhan hajatan, serta kebutuhan lainnya yang sifatnya mendesak,
seperti kebutuhan untuk mengurus anggota keluarga yang meninggal
dunia, dan sebagainya.
Cara Memasarkan Hasil Produksi Pertanian
Hasil dari tanaman cengkeh ada yang menjual ke pedagang di
Kota Kecamatan Seram Timur di Pulau Geser, tetapi ada juga yang
menjual kepada tengkulak yang mendiami pesisir pantai dan
melakukan aktivitas jual-beli semua hasil bumi yang diusahakan Orang
Bati. Buah kelapa yang telah diolah (dikeringkan) menjadi kopra dan
Orang Bati menjualnya kepada tengkulak. Hasil meramu sagu, kebun
seperti ubi-ubian (ubi kayu, ubi jalar, keladi, pisang), jagung, kacang
tidak dijual ke pasar, tetapi mereka menjualnya kepada penduduk desa
yang berada disekitar wilayah pesisir pantai. Pada umumnya mereka
yang menjual hasil kebun ini telah memiliki hubungan sosial yang baik
dengan penduduk desa-desa pesisir. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Orang Bati bahwa:
265
Esuriun Orang Bati
Suata umai nitata nini nusu, e suatai nai lua. Suat he habon baru
tata anak dalua baru datak cengkia, datak balai, datak koferan,
datak coklat, dan lainnya. Artinya, sagu merupakan sumber
makanan atau sumber ekonomi Orang Bati sejak zaman leluhur
sampai dengan saat ini. Dewasa ini baru Orang Bati mulai
mengembangkan jenis tanaman keras lainnya seperti cengkih,
pala, kelapa. Tetapi sejak awal sagu sudah menjadi sumber
kehidupan 11).
Orang Bati tidak pernah menyimpan atau menabung uang yang
mereka peroleh setelah berlangsungnya proses pertukaran. Semua hasil
penjualan yang mereka peroleh kemudian digunakan untuk membeli
barang-barang kebutuhan hidup. Hasil pengamatan yang dilakukan
terhadap proses pertukaran yang berlangsung setiap saat tidak
dilakukan secara barter lagi, namun uang sudah menjadi alat tukar
utama dan orang Bati sudah mengenal serta mengetahui mata uang
secara baik dan benar.
Dalam melakukan proses pertukaran barang dengan uang,
masyarakat yang mendiami desa-desa pesisir pantai tidak memiliki
keberanian untuk membohongi Orang Bati. Sebab Orang Bati telah
mengenal mata uang dengan baik. Semua proses transaksi yang berlangsung tidak dilakukan melalui mekanisme pasar. Dikemukakan oleh
Orang Bati bahwa:
Mamu kesempatan untuk kawei mamo pasaran/tompat fatanak,
oi yang de kamu kafatanak daite. Maknanya yaitu, mereka tidak
memiliki akses/kesempatan. Kami sama sekali tidak ada untuk
mencapai pasar. Kami sama sekali tidak memiliki kesempatan
untuk itu bapak” 12).
Proses pertukaran berlangsung antara pembeli dan penjual di
lingkungan pada saat penjual menjajakan barang jualannya dan pembeli langsung berhubungan untuk membeli dari penjual. Proses pertukaran semacam itu tergolong sangat tradisional. Namun hal ini telah
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) tokoh adat dan agama di Dusun
Rumbou (Bati Tengah) pada tanggal 18 Juli 2010.
12)Wawancara dengan bapak JuRu (65 Tahun) tokoh pemerintah di Kampung atau
Dusun Rumbou (Bati Tengah) pada tanggal 7 Juli 2010.
11)
266
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
berlangsung sejak dahulu sampai dengan saat ini karena tidak terdapat
pasar lokal di daerah ini. Hambatan lain yang dihadapi oleh Orang Bati
untuk mencapai pasar di Kota Kecamatan yaitu sarana transportasi. Hal
ini dikemukakan oleh Orang Bati sebagai berikut:
Karena mamu tinanai tua mamu sinobala terbatas, oi yang be
kamu kafatanak boit dait tifua. Maknanya yaitu, Terbatas sarana
transportasi darat maupun laut. Biaya pemasaran juga besar 13).
Selama ini yang berlangsung dalam kehidupan ekonomi lokal
pada lingkungan Orang Bati yaitu, hubungan antara pembeli dan
penjual berada dalam suatu hubungan saling mengenal dan saling
percaya yang sangat kuat. Seperti diungkapkan Orang Bati yaitu:
Mamu hasil usaha tana cukup wian tapi kamu katanak daite
bomai cara pelayanan ni sa’te. Artinya, hasil usaha pertanian/ladang cukup banyak tetapi tidak dapat dijual karena
jauh dari jangkauan dan pelayanan 14).
Pemanfaatan Hasil Produksi dari Kegiatan Bertani Menetap
Relasi sosial yang tercipta melalui interaksi saling mengenal dan
saling percaya telah menjadi mata-rantai penting dalam menata sistem
pertukaran di bidang ekonomi lokal diantara mereka sehingga
pertukaran barang dengan uang dapat tercipta karena didasarkan pada
relasi sosial-ekonomi yang bersumber pada nilai dasar yaitu ”relasi
saling memberi”. Semua yang diproduksi melalui usaha mencari nafkah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dan hal tersebut
dikemukakan bahwa:
Mamu fanga yang kawei eiya hanya kamu kako setiap hari
bomai kamufun, apalagi kamu kamau katanak yang gavin.
Wawancara dengan bapak AKil (62 Tahun) Tokoh Pemerintah Dusun Bati Kilusi
(Bati Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 11 Juli 2010.
14) Wawancara dengan bapak KaKel (60 Tahun) tokoh Pemerintah Dusun Kelsaur (Bati
Pantai), Negeri Kian Darat, pada tanggal 23 Juli 2010.
13)
267
Esuriun Orang Bati
Artinya, semua yang diproduksikan hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri 15).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Orang Bati berarti
pemanfaatan hasil produksi kemudian dijual pada konsumen. Untuk
mendukung kebutuhan ekonomi rumah tangga maka pengelolaan
kawasan tanggalasu sebagai wilayah untuk bertahan hidup (survive)
pada Orang Bati benar-benar terawasi secara baik walaupun tidak ada
larangan adat secara khusus, tetapi kesepakatan secara turun-temurun
agar kawasan tersebut dilestarikan. Selama ini Orang Bati melakukan
hal tersebut secara baik karena secara umum hutan (esu) dipersepsikan
oleh Orang Bati sebagai wilayah bernyawa. Hutan memiliki multi
fungsi dan peran dalam kehidupan ekonomi karena saling menghidupi
di antara sesama makhluk hidup yang berada di dalamnya.
Nilai yang mengikat Orang Bati dengan hutan (esu) masih terjaga
dan terlindungi secara baik sampai saat ini di Tana (Tanah) Bati
sehingga kawasan hutan tidak dapat dimasuki oleh orang luar sesuka
hatinya. Hasil usaha yang diperoleh dari wilayah hutan (esu) di Tana
(Tanah) telah dijual (dipertukarkan) dengan uang. Pertukaran dengan
uang yang tercipta berdasarkan relasi sosial-ekonomi, tetapi nilai dasar
yaitu yang terdapat dalam ”relasi saling memberi” tergolong masih
sangat kuat. Semua yang diproduksi melalui usaha dibidang nafkah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Dapat dikemukakan bahwa aktivitas ekonomi untuk menopang kebutuhan
hidup rumah tangga Orang Bati yang mendiami wilayah hutan.
Artinya relasi sosial-ekonomi yang tercipta melalui interaksi
saling mengenal dan saling percaya telah menjadi mata-rantai penting
dalam menata ekonomi rumah tangga pada lingkungan lokal diantara
mereka sebagai Orang Bati sehingga proses pertukaran barang dengan
uang sebagai wujud dari usaha bidang nafkah dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif bagi individu, rumah tangga, dan
komunitas. Apabila ada kelebihan baru Orang Bati menjual hasil
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Adat dan Agama Dusun
Rumbou (Bati Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 29 Juli 2010.
15)
268
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
produksi dari hutan maupun bertani kepada penduduk pesisir atau ke
pasar lokal di Pulau Geser.
Aktivitas ekonomi rumah tangga yang dilakukan Orang Bati
sampai saat ini termasuk kategori ekonomi subsisten. Kondisi seperti
ini belum mengalami perubahan karena disebabkan oleh lingkungan
Orang Bati di Pulau Seram Bagian Timur sangat tergantung pada
kondisi alam, musim dan keterbatasan dalam akses untuk mencapai
wilayah pemasaran karena tidak tersedianya sarana transportasi yang
layak untuk mencapai pasar. Selain itu juga infrastruktur perhubungan
laut maupun darat yang diharapkan bisa melayani kebutuhan Orang
Bati setiap saat ternyata tidak memadai. Realitas yang dialami Orang
Bati karena keterbatasan akses untuk mencapai wilayah pasar di mana
bahan-bahan kebutuhan hidup bisa diperoleh pada Kota Kecamatan
Seram Timur di Pulau Geser maupun di Kota Bula sebagai Ibukota
Kabupaten Seram Bagian Timur menyebabkan kehidupan ekonomi
Orang Bati tidak mengalami perubahan.
Aktivitas ekonomi dan mata pencarian hidup yang masih bersifat
subsisten dilakukan secara turun-temurun dan sampai saat ini belum
ada perubahan karena kondisi kehidupan Orang Bati di wilayah
tersebut masih terisolasi dan jauh dari jangkauan untuk mencapai
lokasi di mana hasil usaha mereka dapat dipasarkan. Kelangkaan dalam
memperoleh bahan kebutuhan hidup, infrastruktur ekonomi,
transportasi, perhubungan darat dan laut yang tidak memadai telah
menyebabkan kehidupan ekonomi Orang Bati mengalami hambatan
dalam perkembangan sehingga kemiskinan struktural yang sementara
ini dialami Orang Bati lebih disebabkan karena kebijakan pemerintah
daerah yang belum, bahkan tidak memperdulikan keadaan yang
dialami oleh masyarakat yang mendiami daerah terpencil. Kondisi
kemiskinan yang sementara ini dialami Orang Bati tidak jauh berbeda
dengan lingkungan masyarakat lainnya yang mendiami pulau-pulau
kecil di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Dikemukakan bahwa Orang Bati mengalami kemiskinan
struktural karena akses untuk memenuhi kebutuhan hidup sangat
269
Esuriun Orang Bati
terbatas. Secara administrasi pemerintahan, Orang Bati yang mendiami
wilayah di Pulau Seram Bagian Timur berada di Kecamatan Seram
Timur. Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki sumber daya manusia
yang sangat rendah sehingga tidak dapat menghadapi persaingan pada
lingkungan lokal sehingga Orang Bati selalu kalah dengan suku-suku
lainnya yang sudah lebih maju. Faktor penyebab sehingga Orang Bati
mengalami kemiskinan struktural yaitu pengaruh kondisi fisik geografis wilayah yang terisolasi, rendahnya pendidikan dari warga karena
tidak tersedianya sarana pendidikan yang memadai maupun keterbatasan tenaga guru pada semua jenjang pendidikan serta motovasi
dari peserta didik yang rendah karena lokasi pendidikan (sekolah) yang
letaknya jauh dari lokasi kediaman. Faktor iklim yang memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas Orang Bati terutama anak-anak usia
sekolah untuk mencapai lokasi sekolah yang letak sangat jauh dari
lokasi kediaman Orang Bati yang terdapat di pegunungan maupun
lereng bukit. Data empirik yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi
yang dilakukan Orang Bati maupun bidang kehidupan lainnya digunakan untuk melakukan analisis temuan penelitian (sintesis) tentang
Esuriun Orang Bati sebagai kekuatan bertahan hidup (survival strategy)
dengan cara-cara hidup sesuai kebudayaan.
270
Ekonomi dan Mata Pencaharian
Orang Bati
Ekonomi dan Aktivitas Menopang Hidup
Kegiatan ekonomi yang dilakukan Orang Bati yaitu mengolah
sagu dan sekaligus juga menjadi mata pencaharian hidup utama untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif bagi rumah tangga. Berkebun (ladang
berpindah) dilakukan untuk menanam jenis tanaman umur pendek
(tanaman semusim) seperti ubi kayu, ubi jalar, pisang, sayur-sayuran,
buah-buahan, dan lainnya. Selain itu juga Orang Bati melakukan
kegiatan bertani menetap dengan menanam jenis tanaman umur
panjang (tanaman keras) seperti cengkih, pala, kelapa, coklat sebagai
tanaman perdagangan.
Aktivitas untuk menopang kehidupan rumah tangga yaitu berburu hewan liar pada saat menghadapi musim paceklik yang panjang
atau musim susah (pinakuta danggu). Berburu dilakukan Orang Bati
dengan cara mengejar dan mengepung hewan buruan, maupun menggunakan jerat. Hasil usaha yang dapat dijual pada penduduk pesisir
pantai yaitu sagu, sedangkan cengkih, pala, kelapa, dan coklat dijual
pada pedagang pengumpul hasil bumi yang datang dari Pulau Geser
untuk membeli atau menjual ke pasar lokal di Pulau Geser.
Hasil Hutan Untuk Memenuhi Kebutuhan Rumah Tangga
Sampai saat ini Orang Bati terus mengolah sagu (suat) untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, kerabat, kelompok, dan
komunitas. Apabila hasil olahan sagu tersebut melebihi kebutuhan
243
Esuriun Orang Bati
konsumsi rumah tangga, kemudian Orang Bati menjualnya pada
penduduk pesisir pantai atau ke pasar lokal di Pulau Geser. Hasil usaha
yang diperoleh dari kebun (ladang), berburu, maupun bertani
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, dan tidak menjual
pada orang lain. Proses penjualan menggunakan pertukaran dengan
uang, dan hasil pertukaran digunakan untuk belanja kebutuhan
konsumtif sehari-hari seperti gula, garam, kopi, rokok, sabun cuci,
tembakau dan lainnya.
Sagu (suat) yang dijual pada penduduk pesisir pantai atau ke
pasar lokal di Pulau Geser dalam bentuk tumang 1) sagu. Usaha memenuhi kebutuhan konsumtif dengan berburu hewan liar dilakukan
Orang Bati pada waktu tertentu apabila mereka berada pada musim
paceklik atau musim susah (pinakuta danggu) yang panjang dalam satu
tahun. Hasil yang diperoleh dari aktivitas berburu hewan liar diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif bagi anggota rumah
tangga dan kerabat. Orang Bati tidak menjual hasil buruan pada orang
lain.
Kegiatan produksi yang utama untuk menopang kehidupan
ekonomi rumah tangga di kalangan Orang Bati yaitu mengolah sagu
(suat), seperti dikemukakan oleh Orang Bati sebagai berikut:
Katur mamufanga oi, kamu cuma kalangal bomai damu-damu oi
sae, me suata. Artinya, produksi hanya mengandalkan apa yang
dimiliki yaitu sagu 2).
Walaupun ada kenyataan bahwa hasil yang diperoleh berupa
uang dari penjualan hasil tanaman perdagangan seperti cengkih, pala,
coklat, dan kelapa, tetapi bukan menjadi sumber penghasilan utama
bagi Orang Bati. Sebab jumlah jenis tanaman seperti cengkih, pala,
coklat, dan kelapa sebagai tanaman perdagangan ini tidak merata
Wadah penampung sari sagu (kya) terbuat dari anyaman daun sagu, dan dinamakan
tumang sagu. Orang Ambon-Maluku menggunakan istilah tumang Seram karena
ukurannya tidak besar dan tidak kecil atau sedang. Satu tumang sagu dijual pada
1)
penduduk pesisir pantai dengan harga Rp 5.0000. Kalau dijual ke pasar lokal di Pulau
Geser satu tumang sagu seharga Rp 7.5000.2) Selama ini Orang Bati hanya mengandalkan sagu (suat) sebagai makanan utama yang
secara turun-temurun terus dikonsumsi secara individu, keluarga, maupun kerabat.
244
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
dimiliki oleh setiap rumah tangga. Pohon cengkih yang dimiliki oleh
setiap rumah tangga berkisar antara 10 sampai dengan 20 pohon.
Ada rumah tangga yang memiliki jumlah pohon cengkih lebih
dari 20 pohon, tetapi ada juga yang kurang dari 10 pohon. Panen
cengkih biasanya satu tahun satu kali. Hasil panen cengkih sangat
tergantung pada keadaan musim di mana hasil dari pohon cengkih
berkisar antara 30 sampai 50 kg bagi rumah tangga yang memiliki
tanaman cengkih lebih dari 30 pohon. Tetapi rumah tangga yang
memiliki tanaman cengkih kurang dari 10 pohon, maka hasil yang
diperoleh sekitar 30 Kg untuk satu kali musim panen dalam satu tahun.
Namun ada kenyataan bahwa dalam satu sampai dengan dua kali
musim panen cengkih, ternyata Orang Bati tidak memperoleh hasil
karena cengkih tidak menghasilkan buah. Tanaman pala dan coklat
tergolong jenis tanaman yang baru dikembangkan Orang Bati pada saat
ini, sehingga hasilnya belum maksimal.
Perlu dikemukakan bahwa, jenis tanaman perdagangan seperti
cengkih, pala, coklat sangat ditentukan oleh faktor iklim dan musim,
keadaan tanah, sehingga musim panen sangat dipengaruhi oleh faktorfaktor tersebut di atas. Apabila kondisi musim (laut tidak aman) di
mana hasil yang diperoleh dari tanaman cengkih, pala, coklat yang
hendak dijual ke pasar, namun tidak dapat menjangkau lokasi pasar
hasil bumi, maka Orang Bati menjual hasil tersebut pada pedagang
pengumpul hasil bumi yang datang dari Pulau Geser ke Pulau Seram
Bagian Timur atau Tana (Tanah) Besar untuk membeli. Apabila kondisi
laut di sekitar wilayah ini cukup ramah untuk dilayari secara baik,
maka Orang Bati dapat menjual hasil usaha mereka ke pasar lokal di
Pulau Geser, dan hasil penjualan yang diperoleh melalui uang dapat
digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan hidup bagi
keluarga (rumah tangga).
Dapat dikatakan bahwa pengaruh kondisi geografis wilayah
Pulau Seram Bagian Timur terhadap aktivitas ekonomi rumah tangga
Orang Bati sangat besar. Kendala yang dihadapi Orang Bati setiap saat
yaitu keadaan musim dan kesempatan untuk menjual hasil produksi ke
pasar lokal yang letaknya sangat jauh karena harus menyeberangi laut
245
Esuriun Orang Bati
ke Pulau Geser. Aktivitas ke pasar lokal di Pulau Geser membutuhkan
biaya transportasi yang sangat mahal. Umumnya aktivitas produksi
yang dilakukan Orang Bati untuk memproduksi sari sagu (kya) sebagai
penopang hidup yang utama dikemukakan sebagai berikut:
Kamukatur mamu fanga bomai tutu dadi, sampai nai ka ko tua
katanak bomai hasil kafatak. Katur mamu fanga kamu cuma
kalangal bomai damu-damu oi sae, me suata. Artinya, produksi
hanya mengandalkan sumber daya lokal saja misalnya sagu atau
suat 3).
Semua usaha dalam mengolah sagu (suat) dan hasil yang diproduksi Orang Bati sepanjang waktu dikelola dengan cara tradisional.
Sagu (suat) sebagai jenis tanaman lokal yang diutamakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Artinya mengolah sagu (suat)
untuk memenuhi kebutuhan konsumtif, baik secara individu rumah
tangga, dan kerabat dilakukan sepanjang masa. Dalam kehidupan
sehari-hari di kalangan Orang Bati, tampak bahwa sistem ekonomi
yang berbasis kekerabatan masih sangat kuat. Orang Bati beranggapan
bahwa satu makan sayur, semua makan sayur, satu makan sagu semua
makan sagu. Artinya kebersamaan hidup yang mereka jalani sebagai
roina kakal atau orang satu asal merupakan mata-rantai untuk menghubungkan semua sistem kehidupan. Sistem ekonomi masih bersifat
subsisten sehingga ciri yang tampak nyata yaitu bersifat tradisional.
Sistem ekonomi yang berbasis kuat pada kekerabatan atau
ekonomi kekerabatan tersebut membuat Orang Bati mampu bertahan
hidup (survive) dalam menghadapi kondisi lingkungan dengan musim
yang berubah-ubah setiap waktu dalam satu tahun. Strategi mempertahan hidup (survive) yang dilakukan Orang Bati belum mengalami
perubahan karena di dalam menghadapi musim susah (pinakuta
danggu) Orang Bati senantiasa berusaha untuk saling tolong-menolong
(bobaiti) dan kerja sama atau masohi satu terhadap yang lain. Mereka
senantiasa membina relasi sebagai roina kakal sehingga dalam menghadapi situasi dan kondisi lingkungan yang menyebabkan mereka sama
sekali tidak memiliki akses untuk ke luar dari wilayah Pulau Seram
3)
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Adat dan Agama Dusun
Rumbou (Bati Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 15 Juli 2009.
246
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Bagian Timur dalam jangka waktu cukup lama, tetapi mereka secara
individu mau-pun kelompok agar dapat bertahan hidup (survive).
Usaha Orang Bati secara rutin untuk mengumpulkan bahan
makanan dari hutan (esu) seperti ubi-ubian, sayur-sayuran, dan lainnya
untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Aktivitas ini masih dilakukan
sepanjang waktu. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan hidup
rumah tangga maupun kerabat, Orang Bati mengumpulkan bahan
keperluan hidup dari hutan seperti daun tikar, kayu bakar, pelepah
sagu, batang pohon sagu yang sudah diambil seratnya, dan lainnya)
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berikut ini adalah contoh
dari bahan rumah tangga yang diambil dari hutan seperti yang terlihat
pada gambar 23 di bawah ini:
Gambar 23
Bahan dari Hutan Ini adalah Daun Tikar (Kirokot)
untuk Dianyam menjadi Tikar (Kiar)
247
Esuriun Orang Bati
Memenuhi Kebutuhan Ekonomi dengan Bertani Menetap
Bertani menetap dengan menanam jenis tanaman umur panjang
atau jenis tanaman keras untuk perdagangan seperti cengkih, pala,
kelapa, dan coklat. Hasil usaha yang diperoleh dari jenis-jenis tanaman
perdagangan tersebut dijual pada tengkulak atau pedagang keliling
yang datang ke wilayah Pulau Seram Bagian Timur untuk membeli
hasil bumi. Pedagang keliling tersebut berasal dari Pulau Geser yang
datang pada saat keadaan laut di sekitar wilayah ini dianggap tenang.
Hasil bumi seperti cengkih, pala, dan lainnya dijual pada tengkulak
yang datang di sekitar pesisir pantai timur Pulau Seram Bagian Timur.
Ada juga tengkulak yang datang dari Kota Geser untuk membeli hasil
bumi dari penduduk pesisir pantai, termasuk Orang Bati. Proses
pertukaran sudah menggunakan uang.
Apabila kondisi laut di sekitar wilayah ini tenang (tidak bergelombang besar), biasanya Orang Bati menjual hasil panen mereka
pada pedagang atau tengkulak dari Pulau Geser, dan hasil yang diperoleh dari penjualan, kemudian digunakan untuk membeli barangbarang kebutuhan hidup sehari-hari. Ada juga yang membeli pakaian
untuk anak-anak dan orang dewasa. Selain itu juga ada barang-barang
yang dipergunakan untuk keperluan hajatan, maupun kebutuhan lain
yang dianggap mendesak.
Cara Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Rumah Tangga
Aktivitas untuk memenuhi kebutuhanan konsumsi dilakukan
secara individu, keluarga, kerabat, maupun komunitas. Sebenarnya
tingkat konsumsi bahan kebutuhan hidup dari Orang Bati sehari-hari
dapat dikategorikan cukup tinggi apabila dihitung menurut kebutuhan
uang. Namun semua yang diperoleh melalui cara tradisional untuk
memenuhi kebutuhan hidup lebih diutamakan untuk konsumtif maka
tidak tampak dalam pengeluaran berupa uang untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi seperti mengambil kayu bakar di hutan untuk
kebutuhan masak, berarti tidak mengeluarkan uang untuk membeli
minyak tanah dan sebagainya.
248
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Kebutuhan hidup yang setiap waktu dipenuhi antara lain gula,
kopi, tembakau, rokok, sabun cuci, minyak tanah, pakaian dan lainnya
tidak dapat diperoleh dari hutan tetapi harus dibeli dengan uang pada
kios atau toko dari penduduk pesisir pantai maupun pasar lokal yang
terdapat di Pulau Geser. Dikemukakan Orang Bati bahwa:
Mamu fanga tua kawei eya bomai kamu kako sate tua kila bomai
kamufun. Artinya, semua yang diproduksikan hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri 4).
Untuk itu usaha memenuhi kebutuhan hidup secara konsumtif
merupakan pilahan yang tidak dapat dihindari Orang Bati. Sebab
barang yang diproduksi cukup mengalami kendala untuk dipasarkan
karena pengaruh kondisi geografis, transportasi lokal yang mahal,
sedangkan harga jual dari barang-barang yang diproduksi sangat
rendah sehingga antara hasil yang diperoleh dengan curahan waktu
dan tenaga yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas mencari
nafkah setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga
tidak seimbang. Persoalan hidup yang dihadapi Orang Bati dalam
memenuhi kebutuhan di luar konsumsi tergolong sulit.
Sementara itu kebutuhan konsumtif terus memaksa sehingga
tidak memberikan kesempatan pada Orang Bati untuk mengembangkan usaha mereka secara lebih baik dan layak untuk kemanusiaan.
Fenomena kehidupan yang dihadapi Orang Bati sampai saat ini cukup
krusial. Keterbatasan mereka dalam memenuhi berbagai kebutuhan
hidup disebabkan karena kondisi alam yang tidak ramah, keterbatasan
infrastruktur pembangunan yang meliputi transportasi, komunikasi,
perhubungan, dan lainnya di Seram Bagian Timur sehingga Orang Bati
terus mengalami isolasi dengan dunia luar untuk berinteraksi maupun
usaha memenuhi kebutuhan hidup secara layak bagi individu, kerabat,
kelompok, maupun komunitas.
Wawancara dengan bapak SeSia (73 Tahun) Tokoh Adat di Dusun Rumbou (Bati
4)
Tengah) Negeri Kian Darat, pada tanggal 25 Juli 2010.
249
Esuriun Orang Bati
Proses Perdagangan
Proses pemasaran hasil produksi dari hutan, kebun pada umumnya Orang Bati jual pada penduduk yang berada di sekitar perkampungan daerah pantai. Sebab untuk menjual ke pasar lokal yang terdapat di Kota Kecamatan Seram Timur di Pulau Geser membutuhkan
biaya transportasi darat maupun laut yang cukup tinggi serta kerja yang
sangat berat. Dikemukakan Orang Bati bahwa:
Karena mamu tinanaingga tua mamu sinobala boi naitifua, oi
yang be kamu kafatanak boit dait tifua. Artinya, terbatasnya
sarana transportasi darat maupun laut mengakibatkan biaya
pemasaran menjadi besar 5).
Transportasi darat sama sekali belum ada, sedangkan transportasi
laut yang menggunakan perahu (wona) yaitu sejenis motor tempel
(katinting) untuk menyeberang ke Pulau Geser. Sarana transportasi
tersebut membutuhkan biaya yang sangat mahal, apabila dibandingkan
dengan barang yang akan dijual, karena hasil yang diperoleh tidak
seimbang dengan pengeluaran. Seperti dikemukakan Orang Bati
bahwa:
Mamu kesempatan untuk kawei mamu pasar/tompat fatanak, oi
bei kamu kafatanak daite. Artinya, akses atau kesempatan kami
sama sekali tidak ada untuk mencapai pasar. Kami sama sekali
tidak memiliki kesempatan untuk itu bapak 6).
Pemasaran hasil produksi dari hutan, kebun, dan lainnya yang
dilakukan Orang Bati terus mengalami hambatan karena mereka sama
sekali tidak memiliki akses untuk mencapai wilayah pemasaran secara
lebih baik. Faktor penyebabnya yaitu, tidak tersedianya sarana
transportasi darat dan laut yang memadai, terutama dalam menghadapi
ke-adaan musim yang terus berubah sehingga laut sekitar wilayah ini
sulit diseberangi dengan sarana transportasi yang berukuran kecil.
Sebab di wilayah ini umumnya sarana transportasi laut yang sering
5)Wawancara dengan bapak HusRum (47 Tahun) warga Dusun Rumbou (Bati Tengah),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 20 Juli 2010.
6)Wawancara dengan bapak HaSia (70 Tahun) Tokoh Adat Dusun Bati Kilusi (Bati
Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 3 Juli 2010.
250
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
digunakan Orang Bati berukuran kecil, dan tidak tahan terhadap
pukulan ombak dan menghadapi gelombang laut yang besar di Selat
Keving dan Selat Geser, maupun Tanjung Masiwang.
Memanfaatkan Hutan (Esu) Untuk Memenuhi Nafkah
Pemanfaatan hasil usaha dari hutan maupun kebun dari Orang
Bati setelah dijual yaitu untuk memenuhi kebutuhan konsumtif seperti
belanja gula, kopi, tembakau, rokok, sabun cuci, minyak tanah dan
lainnya bagi keluarga, maupun kerabat. Persoalan tersebut dikemukakan Orang Bati bahwa:
Kamu cuma kakofanga bomai memamam siki roina tata nusu si.
Artinya, kami hanya mengkonsumsi apa yang kami miliki dari
leluhur kami sampai sekarang 7).
Suatu realitas yang teridentifikasi dari potret kehidupan ekonomi
yang dilakukan Orang Bati secara turun-temurun sampai saat ini belum
mengalami perubahan. Artinya Orang Bati masih mengandalkan caracara tradisional yang dilakukan oleh leluhur mereka dalam usaha
memenuhi kebutuhan ekonomi. Kondisi yang sementara ini dialami
Orang Bati dalam memenuhi kebutuhan atau kehidupan ekonomi
rumah tangga tergolong dalam sistem ekonomi subsisten. Fenomena
tersebut menyebabkan Orang Bati sulit untuk memenuhi kebutuhan
hidup lainnya seperti kebutuhan pendidikan pada anak-anak yang
sedang bersekolah atau yang berkeinginan untuk melanjutkan sekolah,
kebutuhan kesehatan, dan lainnya karena berkaitan dengan uang
sebagai alat tukar.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan ekonomi, kondisi yang
dialami Orang Bati sampai saat ini sangat terabaikan dari perhatian
berbagai pihak (pemerintah maupun masyarakat). Tetapi Orang Bati
tidak pernah putus asa, dan mereka terus berusaha untuk bertahan
hidup (survive) dengan apa yang dimilikinya. Orang Bati sangat per-
Wawancara dengan bapak AKel (54 Tahun) warga Dusun Kelsaur (Bati Pantai),
Negeri Kian Darat, pada tanggal 28 Juli 2010.
7)
251
Esuriun Orang Bati
caya bahwa suatu waktu mesti terjadi perubahan dan perubahan itu
akan datang dengan sendirinya.
Persoalan seperti diungkapkan Orang Bati karena mereka tidak
mengetahui ke mana sebenarnya hendak menyampaikan hal ini. Sebab
di dunia luar sana, orang tidak percaya bahwa Orang Bati itu benarbenar ada dalam kenyataan. Orang luar senantiasa beranggapan bahwa
Orang Bati itu tidak ada. Untuk itu dalam usaha memenuhi kebutuhan
ekonomi, Orang Bati berusaha dengan cara yang diwariskan oleh
leluhur mereka sebagai pengetahuan lokal untuk bertahan hidup
(survive). Untuk memenuhi kebutuhan hidup secara individu maupun
rumah tangga, terdapat beberapa aktivitas hidup yang dilakukan Orang
Bati yang dikonsepkan oleh mereka sebagai mencari, yang memiliki
makna yaitu usaha yang dilakukan secara individu maupun kelompok
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pemanfaatan Kawasan Hutan Sagu (Yesu kiya) untuk
Menopang Hidup
Kawasan hutan sagu (yesu kiya) yang terdapat dalam wilayah
kekuasaan milik marga (etar) maupun dalam wilayah kekuasaan (watas
nakuasa) Orang Bati cukup luas dengan jumlah pohon sagu yang cukup
banyak dan bervariasi. Orang Bati senantiasa berusaha menjaga dan
melindungi, dan memelihara (merawat) tanaman sagu (suat) dan mengolahnya secara baik agar setiap saat bisa memenuhi kebutuhan
hidup. Gambaran tentang kondisi hutan sagu (yesu kiya) di Tana
(Tanah) Bati dapat dilihat pada gambar 24 berikut ini:
252
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Gambar 24
Kawasan Hutan Sagu (Yesu kiya) di Tana (Tanah) Bati
Meramu Sagu (Dadamu Kiya) Untuk Menopang Hidup
Sapanjang waktu Orang Bati mengolah sagu (suat) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Untuk sagu (suat) mendapat perlakuan khusus pada Orang Bati, karena pada masa lampau sebelum
mereka mengenal uang sebagai alat tukar, maka sagu (suat) dan hutan
sagu (yesu kiya) merupakan harta kawin (mahar). Walaupun sagu
(suat) tumbuh secara liar dalam wilayah kekuasaan (watas nakuasa)
Orang Bati mulai dari pesisir pantai, rawa-rawa, maupun pegunungan,
tetapi sagu yang terdapat dalam wilayah kekuasaan milik marga (etar)
senantiasa dirawat secara baik karena tanaman sagu (suat) memiliki
multi fungsi. Aktivitas meramu sagu (suat) dilakukan Orang Bati
sepanjang waktu untuk memenuhi kebutuhan hidup konsumtif dapat
dilihat pada gambar 25 dan 26 tentang kelompok peramu sagu di Tana
(Tanah) Bati berikut ini:
253
Esuriun Orang Bati
Gambar 25
Profil Kelompok Peramu Sagu (Dadamu Kiya) di Tana (Tanah) Bati
Gambar 26
Peramasan Serat Sagu (Dalamas Kiya) pada Arai (pelepah pohon sagu) dan
Sari Sagu dialirkan ke wadah penampung sari Sagu (foa) untuk Mengambil
Sari Sagu (Baya)
254
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Hasil olahan serat sagu (suat) yang sudah berupa sari sagu (baya)
biasanya ditampung dalam wadah yang dianyam dari daun sagu, atau
juga ditampung dalam karung plastik. Wadah penampung yang terbuat
dari daun sagu dinamakan tumang. Istilah umum yang digunakan
Orang Maluku yaitu tumang Seram, seperti contoh pada gambar 27
berikut ini:
Gambar 27
Sari Sagu yang ditempatkan dalam Wadah Penampung atau
Tumang Sagu (Bayraun). Istilah Umum adalah Tumang Seram
Berburu Hewan Liar untuk Menopang Hidup
Aktivitas berburu hewan liar yang dilakukan Orang Bati tidak
bersamaan kegiatan ke kebun, mengolah serat sagu, dan sebagainya.
Hewan liar yang diburu antara lain rusa (menjangan), burung maleo,
kasuari, burung, dan lainnya bagi Orang Bati yang telah menganut
Agama Islam, sedangkan mereka yang masih menganut agama leluhur
selain jenis hewan di atas mereka juga berburu babi hutan, dan kuskus. Kegiatan berburu dapat dilakukan secara perorangan, tetapi dapat
dilakukan secara kelompok yang terdiri dari tiga sampai dengan lima
orang. Peralatan berburu yang digunakan atara lain tombak dan parang
255
Esuriun Orang Bati
(peda). Ada juga yang menggunakan panah (busur dan anak panah) dan
parang (peda). Berburu hewan liar dilakukan melalui cara mengejar,
kemudian menikam dengan tombak atau memanah dengan panah.
Ada juga cara berburu dengan memasang atau meletakan jerat
pada bekas-bekas jalan dari hewan buruan dalam hutan, berdekatan
dengan kebun, atau jejak yang menuju arar sungai di mana hewan
tersebut sering datang untuk minum air. Profil salah seorang pemburu
hewan liar di Tana (Tanah) Bati dapat dilihat pada gambar 28 berikut
ini:
Gambar 28
Profil Pemburu Hewan Liar di Kampung atau Dusun Bati Kilusi (Bati Awal)
Berburu hewan liar dilakukan Orang Bati sepanjang waktu
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjual pada penduduk pesisir
pantai. Hasil buruan yang tidak langsung dikonsumsi, biasanya
dikeringkan dan disimpan dalam wadah penyimpanan yang dinamakan
tagalaya sebagai tempat menyimpan makanan 8). Peralatan hidup rumah
Tempat menyimpan makanan yang terbuat dari anyaman bambu yang bernama soloa,
biasanya dikerjakan oleh orang perempuan. Tetapi bambu yang terdapat dalam hutan
(esu) biasanya diambil oleh orang laki-laki untuk di bawa pulang ke rumah.
8)
256
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
tangga yang terbuat dari anyaman bambu digunakan untuk
menyimpan makanan yang siap dikonsumsi setiap waktu seperti sagu
(suat) yang sudah dikeringkan dan daging dari hewan buruan.
Anyaman bambu tersebut dapat dilihat pada gambar 29 berikut ini:
Gambar 29
Tanggalaisa sebagai Tempat Menyimpan Makanan yang Siap Dikonsumsi
Makanan yang disimpan dalam soloa, atau yang berukuran kecil
yaitu futta. Biasanya alat ini dimanfaatkan untuk menyimpan makanan
menghadapi musim paceklik atau musim susah (pinakut danggu).
Sebab musim paceklik atau musim susah berlangsung cukup lama
sehingga diperlukan penyediaan makanan kering seperti sagu, dan
lainnya yang siap dikonsumsi setiap saat. Bahan ini terbuat dari bambu
yang dianyam oleh orang perempuan, seperti tampak pada gambar 30
berikut ini:
257
Esuriun Orang Bati
Gambar 30
Menganyam bambu untuk membuat Tanggalaisa (Tempat Menyimpan
Makanan) Orang Perempuan di Tana (Tanah) Bati
Apabila tiba musim tersebut di atas, kawasan Pulau Seram Bagian
Timur sering menghadapi tiupan angin laut yang sangat kencang dan
sering menimbulkan pusaran arus laut yang keras di Selat Keving dan
Selat Geser di bagian selatan serta Tanjung Masiwang di sebelah utara
dari Pulau Seram Bagian Timur. Kawasan tersebut benar-benar
mengalami ombak besar pada musim timur dan musim pancaroba
(peralihan) karena hujan lebat dapat turun setiap saat, hamparan
ombak laut yang keras sampai ke pesisir pantai yang menimbulkan
penguapan air laut sehingga sulit dilayari oleh penduduk yang
mendiami kawasan pesisir pantai sekitar wilayah ini termasuk Orang
Bati dengan menggunakan angkutan laut seperti perahu (wona) yaitu
sejenis motor tempel (katinting), perahu layar (jungk atau jungku).
Sebab sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah tagalesu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup konsumtif bagi
perorangan (individu) maupun kelompok yang terdiri dari tiga sampai
dengan lima orang. Berikut ini adalah profil salah seorang pemburu
hewan liar yang terdapat dalam kawasan hutan di Tana (Tanah) Bati.
258
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Mengumpulkan Bahan Makanan dari Hutan (Esu) untuk
Menopang Hidup
Kegiatan Orang Bati untuk mengumpulkan bahan dari kawasan
hutan di Tana (Tanah) Bati yaitu untuk memenuhi berbagai keperluan
hidup yang meliputi kebutuhan konsumtif seperti sayur-sayuran, ubiubian, buah-buahan, dan sebagainya. Selain itu juga mereka
mengumpulkan bahan-bahan untuk pembuatan peralatan hidup seperti
daun tikar, bambu, pelepah pohon sagu, dan sebagainya yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan hidup sehari-hari. Kegiatan ini dapat
di-lakukan secara individu, tetapi dapat juga dilakukan secara
berkelompok yang terdiri dari tiga sampai dengan empat orang.
Membuat Kebun (Ladang Berpindah) untuk Menopang
Hidup
Orang Bati membuat kebun baru untuk menanam jenis tanaman
umur pendek (ubi kayu, ubi jalar, sayur-sayuran, dan lainnya) diawali
dengan menebang pohon dan membiarkan ranting dan daun pohon
sampai kering kemudian dibakar dan dibersihkan. Pembuatan kebun
baru juga dilakukan ritual. Berikut ini cara melakukan ritual di kebun
baru seperti pada gambar 31 di bawah ini:
259
Esuriun Orang Bati
Gambar 31
Cara Melakukan Ritual di Kebun (Tanai) Baru oleh Orang Bati
Mengelola dan Memanfaatkan Sumber Daya Alam dalam
Tanggalasu
Menghadapi kondisi iklim yang tidak menentu seperti di mana
keadaan laut tidak ramah biasanya usaha memenuhi kebutuhan hidup
secara konsumtif pada perorangan (individu) maupun kelompok
dirasakan sangat sulit. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah
tangga maka Orang Bati senantiasa memanfaatkan sumber daya yang
terdapat dalam wilayah hutan (esu) yang dinamakan tanggalasu 9) yang
Adalah bagian dari kawasan hutan (esu) yang disiapkan khusus dengan fungsi sebagai
lokasi untuk menyimpan tanaman sagu, ubi-ubian, sayur-sayuran, hewan buruan, dan
lainnya yang siap untuk diambil hasilnya pada waktu menghadapi musim paceklik atau
musim susah (pinakut danggu). Orang Bati menjaga, menlindungi, dan memelihara
tanaman untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dari berbagai sumber daya alam pada
wilayah “tanggalasu” sangat penting. Tanggalasu baru dimanfaatkan (dieksploitasi)
pada bulan Desember sampai dengan bulan Agustus setiap tahun, karena dalam jangka
waktu sembilan bulan mereka berada dalam kondisi iklim yang menyebabkan alam
tidak ramah. Pada saat kondisi alam ramah di mana mereka dapat berakses ke luar dari
Pulau Seram Bagian Timur yaitu selama tiga bulan pada bulan September, Oktober,
dan November setiap tahun, maka wilayah tagalesu ini tidak dimanfaatkan (dieksploitasi) sama sekali. Kawasan tanggalasu diberi kesempati oleh Orang Bati untuk
pemulihan. Masa pemulihan dari kawasan tagalesu yang berlangsung secara alami,
dilarang keras untuk dimanfaatkan (dieksploitasi. Secara adat wilayah tanggalasu tidak
dilakukan sasi (larang adat) atau noma, tetapi sudah menjadi tradisi, adat-istiadat,
maupun kebudayaan Orang Bati untuk mempertahankan hidup (survive) scara
9)
260
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
disiapkan khusus oleh masing-masing marga dalam wilayah kekuasaan
milik marga (etar) maupun yang terdapat dalam wilayah kekuasaan
(watas nakuasa) Orang Bati. Sumber daya alam dimanfaatkan apabila
Orang Bati menghadapi musim paceklik yang panjang atau musim
susah (pinakut danggu). Strategi bertahan hidup (survive) melalui cara
menyediakan bahan makanan di alam bebas untuk memenuhi kebutuhan hidup dilakukan Orang Bati sejak leluhur mendiami kawasan
Pulau Seram Bagian Timur, dan secara turun-temurun terus
dilestarikan oleh anak cucu pewaris tradisi dan kebudayaan Bati.
Kearifan Orang Bati yang telah dilakukan ratusan tahun sejak
leluhur mereka mendiami kawasan Pulau Seram Bagian Timur dengan
mengelola kawasan hutan (tanggalasu) yang berisi sumber daya alam
dari hutan (esu) seperti sagu, ubi-ubian, sayur-sayuran, hewan liar, dan
sebagainya karena lokasi tersebut dianggap potensial untuk
perkembangan berbagai jenis tanaman konsumtif maupun tempat
berlindung dari hewan liar untuk mencari makan dan berkembang
biak, sehingga dapat memudahkan mereka untuk menangkapnya
apabila dibutuhkan pada saat musim paceklik yang panjang atau musim
susah (pinakut danggu).
Semua yang dilakukan Orang Bati dalam wilayah tanggalasu
tidak lain dimaksudkan sebagai strategi bertahan hidup (survive) yang
dilakukan pada tingkat individu, kelompok, maupun komunitas. Hasil
yang diambil dari kawasan tanggalasu hanya dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif dan tidak pernah dijual pada orang
individu maupun kelompok menghadapi musim paceklik atau musim susah (pinakut
danggu) yang berlangsung cukup panjang setiap tahun dengan memanfaatkan sumber
daya alam yang terdapat dalam wilayah tagalesu. Cara pengelolaan tanggalasu
merupakan kearifan lokal (local wisdom) Orang Bati sejak leluhur mereka mendiami
wilayah Pulau Seram Bagian Timur, dan sampai sekarang masih dijaga, dilindungi,
dipeliha-ra,dan dilestarikan. Cara arif Orang Bati ini untuk mencegah kelaparan yang
bisa terjadi sewaktu-waktu pada komunitas mereka, dan bahaya kepunahan. Untuk itu
makna hutan (esu) bagi Orang Bati sebagai pemberi makan di masa damai, dan sebagai
tempat berlindung di masa perang senantiasa dilindungi. Usaha melakukan survival
strategy pada habitat Orang Bati melalui cara arif dalam mengelola wilayah hutan (esu)
untuk bertahan hiidup (survive) seperti ini oleh peneliti memaknainya sebagai
“kelangsungan hidup yang cakap (survival strategi)” karena berada pada basis adat
Esuriun, dan fenomena seperti ini belum dijumpai pada lingkungan komunitas lainnya
dalam wilayah Kepulauan Maluku.
261
Esuriun Orang Bati
lain. Realitas ini menyebabkan setiap wilayah hutan (esu) pada
lingkungan Orang Bati dianggap sakral, karena mereka percaya dalam
wilayah ini ada leluhur mereka yang senantiasa menjaga dan
melindunginya.
Untuk itu pada saat mereka membutuhkan sesuatu dari kawasan
tanggalasu, selanjutnya Orang Bati tinggal meminta secara baik dari
leluhur mereka. Selama ini mereka melakukan hal tersebut dan
senantiasa diberikan oleh leluhur mereka, sehingga hutan (esu)
dipersepsikan oleh Orang Bati sebagai wilayah bernyawa (hidup) yang
memiliki multi fungsi karena saling menghidupi di antara sesama
makhluk hidup yang berada didalamnya.
Mata rantai sebagai pengikat antara Orang Bati dengan hutan
(esu) masih terjaga, terlindungi secara baik sampai saat ini di Tana
(Tanah) Bati sehingga kawasan ini tidak dapat dimasuki oleh orang luar
sesuka hati mereka. Memasuki wilayah hutan (esu) di Tana (Tanah)
Bati harus melalui persetujuan Orang Bati dan hal itu didasarkan pada
”niat” yang jelas dan baik, sehingga tidak merusak tatanan hidup yang
sudah tercipta. Dikemukakan Orang Bati bahwa:
Jadi manlo yang bisa tawei nai nini wanuya supaya kela
menggeilu tata anak si darasa. Artinya, kampung ini dia seng
mati buang katorang (kita), tetapi katorang yang mati atau
meninggal buang kampung 10).
Kampung (wanuya) yang terdapat di Tana (Tanah) Bati tidak
pernah mati (meninggal dunia). Sebaliknya manusia yang meninggal
dunia dan pergi meninggalkan kampungnya. Untuk itu berdasarkan
konsep saling menjaga dan melindungi kampung (wanuya) merupakan
kewajiban dari seluruh warga yang mendiami Tana (Tanah) Bati
sampai saat ini.
Wawancara dengan bapak SeSia (74 Tahun) Tokoh Adat di Dusun Rumbou (Bati
10)
Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 27 Juli 2010.
262
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Bertani Menetap
Cara bertani menetap sudah dilakukan Orang Bati sejak lama.
Hal ini dapat dilihat dari jenis-jenis tanaman produksi seperti cengkih,
pala, kelapa yang sudah memberikan hasil. Aktivitas bertani untuk
menanam jenis tanaman umur panjang antara cengkih, pala, kelapa,
kenari, dan lainnya dilakukan sepanjang waktu. Jenis tanaman tersebut
sudah ada yang berproduksi atau memberi hasil, tetapi ada juga yang
belum memberi hasil.
Jenis Tanaman Cengkih
Orang Bati telah menanam cengkih cukup lama dalam dalam
wilayah kekuasaan milik marga (etar) tertentu, dan tanaman cengkih
sudah memberikan hasil (berproduksi) dapat dilihat pada gambar 32
berikut ini:
Gambar 32
Tanaman Cengkih (Tana Cengkiya) yang Telah Diusahakan Orang Bati
Di Tanai Wisoda
263
Esuriun Orang Bati
Jenis Tanaman Pala
Dalam wilayah kekuasaan milik marga (etar) di Tana (Tanah)
Bati terdapat jenis tanaman pala yang sudah berproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa Orang Bati sudah menenam tanaman pala cukup
lama sehingga hasilnya bisa diperoleh. Jenis tanaman pala yang sudah
berproduksi dapat dilihat pada gambar 33 dan 34 berikut ini:
Gambar 33
Tanaman Pala (Tana Balai) yang Ditanam Orang Bati di
Dusun Rumbou (Bati Tengah)
Gambar 34
Bunga pala (bala bungai) yang sedang dijemur
264
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
Pertukaran
Proses pertukaran sebagai salah satu aktivitas di bidang ekonomi
yang dilakukan Orang Bati umumnya dilakukan melalui cara jual-beli
dengan menggunakan uang. Artinya Orang Bati menjual barang yang
mereka peroleh dari kegiatan berkebun atau ladang berpindah,
meramu sagu, berburu, bertani menetap dan lainnya yang dijual pada
orang lain sebagai pembeli. Hasil penjualan yang diperoleh berupa
uang kemudian digunakan untuk belanja barang-barang kebutuhan
hidup sehari-hari dan kebutuhan lainnya, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Alat tukar yang digunakan ketika Orang Bati menjual barang
kebutuhan hidup yaitu uang. Artinya Orang Bati sudah tidak mengenal
sistem barter seperti masa yang lampau. Hasil usaha yang dilakukan
oleh Orang Bati dari meramu sagu mereka jual kepada penduduk
pesisir pantai, atau ke Kota Kecamatan Seram Timur yang terdapat di
Pulau Geser untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, memenuhi
kebutuhan hajatan, serta kebutuhan lainnya yang sifatnya mendesak,
seperti kebutuhan untuk mengurus anggota keluarga yang meninggal
dunia, dan sebagainya.
Cara Memasarkan Hasil Produksi Pertanian
Hasil dari tanaman cengkeh ada yang menjual ke pedagang di
Kota Kecamatan Seram Timur di Pulau Geser, tetapi ada juga yang
menjual kepada tengkulak yang mendiami pesisir pantai dan
melakukan aktivitas jual-beli semua hasil bumi yang diusahakan Orang
Bati. Buah kelapa yang telah diolah (dikeringkan) menjadi kopra dan
Orang Bati menjualnya kepada tengkulak. Hasil meramu sagu, kebun
seperti ubi-ubian (ubi kayu, ubi jalar, keladi, pisang), jagung, kacang
tidak dijual ke pasar, tetapi mereka menjualnya kepada penduduk desa
yang berada disekitar wilayah pesisir pantai. Pada umumnya mereka
yang menjual hasil kebun ini telah memiliki hubungan sosial yang baik
dengan penduduk desa-desa pesisir. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Orang Bati bahwa:
265
Esuriun Orang Bati
Suata umai nitata nini nusu, e suatai nai lua. Suat he habon baru
tata anak dalua baru datak cengkia, datak balai, datak koferan,
datak coklat, dan lainnya. Artinya, sagu merupakan sumber
makanan atau sumber ekonomi Orang Bati sejak zaman leluhur
sampai dengan saat ini. Dewasa ini baru Orang Bati mulai
mengembangkan jenis tanaman keras lainnya seperti cengkih,
pala, kelapa. Tetapi sejak awal sagu sudah menjadi sumber
kehidupan 11).
Orang Bati tidak pernah menyimpan atau menabung uang yang
mereka peroleh setelah berlangsungnya proses pertukaran. Semua hasil
penjualan yang mereka peroleh kemudian digunakan untuk membeli
barang-barang kebutuhan hidup. Hasil pengamatan yang dilakukan
terhadap proses pertukaran yang berlangsung setiap saat tidak
dilakukan secara barter lagi, namun uang sudah menjadi alat tukar
utama dan orang Bati sudah mengenal serta mengetahui mata uang
secara baik dan benar.
Dalam melakukan proses pertukaran barang dengan uang,
masyarakat yang mendiami desa-desa pesisir pantai tidak memiliki
keberanian untuk membohongi Orang Bati. Sebab Orang Bati telah
mengenal mata uang dengan baik. Semua proses transaksi yang berlangsung tidak dilakukan melalui mekanisme pasar. Dikemukakan oleh
Orang Bati bahwa:
Mamu kesempatan untuk kawei mamo pasaran/tompat fatanak,
oi yang de kamu kafatanak daite. Maknanya yaitu, mereka tidak
memiliki akses/kesempatan. Kami sama sekali tidak ada untuk
mencapai pasar. Kami sama sekali tidak memiliki kesempatan
untuk itu bapak” 12).
Proses pertukaran berlangsung antara pembeli dan penjual di
lingkungan pada saat penjual menjajakan barang jualannya dan pembeli langsung berhubungan untuk membeli dari penjual. Proses pertukaran semacam itu tergolong sangat tradisional. Namun hal ini telah
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) tokoh adat dan agama di Dusun
Rumbou (Bati Tengah) pada tanggal 18 Juli 2010.
12)Wawancara dengan bapak JuRu (65 Tahun) tokoh pemerintah di Kampung atau
Dusun Rumbou (Bati Tengah) pada tanggal 7 Juli 2010.
11)
266
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
berlangsung sejak dahulu sampai dengan saat ini karena tidak terdapat
pasar lokal di daerah ini. Hambatan lain yang dihadapi oleh Orang Bati
untuk mencapai pasar di Kota Kecamatan yaitu sarana transportasi. Hal
ini dikemukakan oleh Orang Bati sebagai berikut:
Karena mamu tinanai tua mamu sinobala terbatas, oi yang be
kamu kafatanak boit dait tifua. Maknanya yaitu, Terbatas sarana
transportasi darat maupun laut. Biaya pemasaran juga besar 13).
Selama ini yang berlangsung dalam kehidupan ekonomi lokal
pada lingkungan Orang Bati yaitu, hubungan antara pembeli dan
penjual berada dalam suatu hubungan saling mengenal dan saling
percaya yang sangat kuat. Seperti diungkapkan Orang Bati yaitu:
Mamu hasil usaha tana cukup wian tapi kamu katanak daite
bomai cara pelayanan ni sa’te. Artinya, hasil usaha pertanian/ladang cukup banyak tetapi tidak dapat dijual karena
jauh dari jangkauan dan pelayanan 14).
Pemanfaatan Hasil Produksi dari Kegiatan Bertani Menetap
Relasi sosial yang tercipta melalui interaksi saling mengenal dan
saling percaya telah menjadi mata-rantai penting dalam menata sistem
pertukaran di bidang ekonomi lokal diantara mereka sehingga
pertukaran barang dengan uang dapat tercipta karena didasarkan pada
relasi sosial-ekonomi yang bersumber pada nilai dasar yaitu ”relasi
saling memberi”. Semua yang diproduksi melalui usaha mencari nafkah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif dan hal tersebut
dikemukakan bahwa:
Mamu fanga yang kawei eiya hanya kamu kako setiap hari
bomai kamufun, apalagi kamu kamau katanak yang gavin.
Wawancara dengan bapak AKil (62 Tahun) Tokoh Pemerintah Dusun Bati Kilusi
(Bati Awal), Negeri Kian Darat, pada tanggal 11 Juli 2010.
14) Wawancara dengan bapak KaKel (60 Tahun) tokoh Pemerintah Dusun Kelsaur (Bati
Pantai), Negeri Kian Darat, pada tanggal 23 Juli 2010.
13)
267
Esuriun Orang Bati
Artinya, semua yang diproduksikan hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri 15).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Orang Bati berarti
pemanfaatan hasil produksi kemudian dijual pada konsumen. Untuk
mendukung kebutuhan ekonomi rumah tangga maka pengelolaan
kawasan tanggalasu sebagai wilayah untuk bertahan hidup (survive)
pada Orang Bati benar-benar terawasi secara baik walaupun tidak ada
larangan adat secara khusus, tetapi kesepakatan secara turun-temurun
agar kawasan tersebut dilestarikan. Selama ini Orang Bati melakukan
hal tersebut secara baik karena secara umum hutan (esu) dipersepsikan
oleh Orang Bati sebagai wilayah bernyawa. Hutan memiliki multi
fungsi dan peran dalam kehidupan ekonomi karena saling menghidupi
di antara sesama makhluk hidup yang berada di dalamnya.
Nilai yang mengikat Orang Bati dengan hutan (esu) masih terjaga
dan terlindungi secara baik sampai saat ini di Tana (Tanah) Bati
sehingga kawasan hutan tidak dapat dimasuki oleh orang luar sesuka
hatinya. Hasil usaha yang diperoleh dari wilayah hutan (esu) di Tana
(Tanah) telah dijual (dipertukarkan) dengan uang. Pertukaran dengan
uang yang tercipta berdasarkan relasi sosial-ekonomi, tetapi nilai dasar
yaitu yang terdapat dalam ”relasi saling memberi” tergolong masih
sangat kuat. Semua yang diproduksi melalui usaha dibidang nafkah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif. Dapat dikemukakan bahwa aktivitas ekonomi untuk menopang kebutuhan
hidup rumah tangga Orang Bati yang mendiami wilayah hutan.
Artinya relasi sosial-ekonomi yang tercipta melalui interaksi
saling mengenal dan saling percaya telah menjadi mata-rantai penting
dalam menata ekonomi rumah tangga pada lingkungan lokal diantara
mereka sebagai Orang Bati sehingga proses pertukaran barang dengan
uang sebagai wujud dari usaha bidang nafkah dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif bagi individu, rumah tangga, dan
komunitas. Apabila ada kelebihan baru Orang Bati menjual hasil
Wawancara dengan bapak SaRum (64 Tahun) Tokoh Adat dan Agama Dusun
Rumbou (Bati Tengah), Negeri Kian Darat, pada tanggal 29 Juli 2010.
15)
268
Ekonomi dan Mata Pencaharian Orang Bati
produksi dari hutan maupun bertani kepada penduduk pesisir atau ke
pasar lokal di Pulau Geser.
Aktivitas ekonomi rumah tangga yang dilakukan Orang Bati
sampai saat ini termasuk kategori ekonomi subsisten. Kondisi seperti
ini belum mengalami perubahan karena disebabkan oleh lingkungan
Orang Bati di Pulau Seram Bagian Timur sangat tergantung pada
kondisi alam, musim dan keterbatasan dalam akses untuk mencapai
wilayah pemasaran karena tidak tersedianya sarana transportasi yang
layak untuk mencapai pasar. Selain itu juga infrastruktur perhubungan
laut maupun darat yang diharapkan bisa melayani kebutuhan Orang
Bati setiap saat ternyata tidak memadai. Realitas yang dialami Orang
Bati karena keterbatasan akses untuk mencapai wilayah pasar di mana
bahan-bahan kebutuhan hidup bisa diperoleh pada Kota Kecamatan
Seram Timur di Pulau Geser maupun di Kota Bula sebagai Ibukota
Kabupaten Seram Bagian Timur menyebabkan kehidupan ekonomi
Orang Bati tidak mengalami perubahan.
Aktivitas ekonomi dan mata pencarian hidup yang masih bersifat
subsisten dilakukan secara turun-temurun dan sampai saat ini belum
ada perubahan karena kondisi kehidupan Orang Bati di wilayah
tersebut masih terisolasi dan jauh dari jangkauan untuk mencapai
lokasi di mana hasil usaha mereka dapat dipasarkan. Kelangkaan dalam
memperoleh bahan kebutuhan hidup, infrastruktur ekonomi,
transportasi, perhubungan darat dan laut yang tidak memadai telah
menyebabkan kehidupan ekonomi Orang Bati mengalami hambatan
dalam perkembangan sehingga kemiskinan struktural yang sementara
ini dialami Orang Bati lebih disebabkan karena kebijakan pemerintah
daerah yang belum, bahkan tidak memperdulikan keadaan yang
dialami oleh masyarakat yang mendiami daerah terpencil. Kondisi
kemiskinan yang sementara ini dialami Orang Bati tidak jauh berbeda
dengan lingkungan masyarakat lainnya yang mendiami pulau-pulau
kecil di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Dikemukakan bahwa Orang Bati mengalami kemiskinan
struktural karena akses untuk memenuhi kebutuhan hidup sangat
269
Esuriun Orang Bati
terbatas. Secara administrasi pemerintahan, Orang Bati yang mendiami
wilayah di Pulau Seram Bagian Timur berada di Kecamatan Seram
Timur. Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki sumber daya manusia
yang sangat rendah sehingga tidak dapat menghadapi persaingan pada
lingkungan lokal sehingga Orang Bati selalu kalah dengan suku-suku
lainnya yang sudah lebih maju. Faktor penyebab sehingga Orang Bati
mengalami kemiskinan struktural yaitu pengaruh kondisi fisik geografis wilayah yang terisolasi, rendahnya pendidikan dari warga karena
tidak tersedianya sarana pendidikan yang memadai maupun keterbatasan tenaga guru pada semua jenjang pendidikan serta motovasi
dari peserta didik yang rendah karena lokasi pendidikan (sekolah) yang
letaknya jauh dari lokasi kediaman. Faktor iklim yang memiliki pengaruh besar terhadap aktivitas Orang Bati terutama anak-anak usia
sekolah untuk mencapai lokasi sekolah yang letak sangat jauh dari
lokasi kediaman Orang Bati yang terdapat di pegunungan maupun
lereng bukit. Data empirik yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi
yang dilakukan Orang Bati maupun bidang kehidupan lainnya digunakan untuk melakukan analisis temuan penelitian (sintesis) tentang
Esuriun Orang Bati sebagai kekuatan bertahan hidup (survival strategy)
dengan cara-cara hidup sesuai kebudayaan.
270