Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Esuriun orang Bati D 902008103 BAB IV

Bab Empat

Bumi Seram dan Manusia
Batti
Mitologi Penciptaan Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Bumi
Seram
Mengapa Orang Seram senantiasa mengagung-agungkan Gunung
Murekele ? Ada apa dengan Gunung Murkele ? Penamaan Murkele
yang selama ini digunakan oleh sebagian besar Orang Seram di Maluku
dipahami sebagai tempat asal Manusia Awal (Alifuru). Letak Gunung
Murkele yang terdapat di Pulau Seram berada pada perbatasan Seram
Utara dan Seram Timur. Murkele artinya besar1). Sebagian besar Orang
Seram yang mendiami lokasi bermukim di Kanike, Roho, Maraina,
Salamena, Manusela, Soleha, Kabauhari, Maneo Randa, Maneo Tinggi,
Zeti, dan lainnya beranggapan bahwa Gunung Murkele sebagai gunung
tertinggi di Pulau Seram adalah gunung keramat (sakral). Gunung
Murkele dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram adalah tempat
penciptaan awal Bumi Seram dan Manusia Awal (Alifuru). Mahakuasa
Pencipta Alam Semesta dan Manusia menciptakan Bumi Seram dengan

1)Wawancara dengan Oyang Suriti atau Teta Haya (73 Tahun) Tokoh Adat Dusun

Banggoi, pada tanggal 15 Mei 2009, ia mengemukakan bahwa Gunung Murkele adalah
tempat asal Alifuru (Manusia Awala) atau Alifuru Ina. Dalam pengamatan peneliti
ketika berada di wilayah tersebut, ternyata Gunung Murkele mempunyai posisi lebih
tinggi dari gunung lain yang ada disekitarnya, maupun di Pulau Seram. Untuk itu dapat
dikatakan bahwa Gunung Murkele merupakan gunung tertinggi di Maluku. Murkele
artinya “Besar”. Apabila mendaki (naik) tidak mendapat puncak karena puncak
Gunung Murkele makin naik lebih tinggi. Apabila turun, tidak mendapat dasar
Gunung Murekel tidak menemukan puncak, dan kalau turun tidak menjumpai dasar.
Makna Gunung Murkele dalam hidup keseharian Orang Seram artinya “naik tidak
dapat puncak, dan turun tidak dapat dasar”. Ingat pesan peneliti yaitu hanya orangorang yang memiliki pertalian darah secara langsung dengan keturunan Alifuru Seram
dan memiliki hakikat “Batti” dapat mencapai puncak Gunung Murkele karena
merupakan salah satu tempat sakral (keramat) yang terdapat di Pulau Seram atau Nusa
Ina (Pulau Ibu).

125

Esuriun Orang Bati

tempat bernama Nusa Tuni atau Nusa Awal di-ungkapkan sebagai
berikut;

Pada awal penciptaan Nusa Tuni atau Nusa Awal, atau Bumi
Pulau Seram adalah Gunung Murkele Kecil, kemudian Gunung
Murkele Besar. Tempat ini pada awalnya masih berbentuk
bundar yang dinamakan Nusa Kupano, sedangkan tanah yang
melingkari pulau tesebut dinamakan Nusa Hulawano. Sebagian
besar Orang Seram percaya bahwa pulau ini memiliki lima tiang
utama sebagai penyangga yaitu; (1) Pondasi yang berada di
tengah pulau ialah Murkele Kecil dan Murkele Besar; (2) Pondasi
di sebelah utara ialah Salalea ; (3) Pondasi di sebelah selatan ialah
Silalousana (Supa Maraina); (4) Pondasi di sebelah barat ialah
Nunusaku; (5) Pondasi di sebelah timur ialah Amalia. Manusia
Awal (Alifuru) yang diciptakan pertama yaitu seorang perempuan atau ibu yang bernama Hulamasa di Gunung Murkele
Kecil, dan menempati Istana Kerajaan Lomine, kemudian di
Gunung Murkele Besar diciptakan seorang laki-laki bernama
Lupai yang menempati Istana Kerajaan Poiyano 2).

Berdasarkan lima pondasi utama sebagai penyangga Kerajaan
Alifuru atau Alifuru Ina di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu)
terdapat istana Kerajaan Lomine yang berkedudukan di Gunung
Murkele Kecil, dan istana Kerajaan Poyano di Gunung Murkele Besar.

Kerajaan Alifuru ini ditopang oleh lima kerajaan besar lainnya yaitu
Kerajaan Silalousana atau Silalou di bagian selatan Nusa Ina (Pulau Ibu)
yaitu di Supa Maraina, Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di
Salalea yang terdapat di sebelah utara Nusa Ina (Pulau Ibu), Kerajaan
Amalia di Yamasina di sebelah timur Nusa Ina (Pulau Ibu), dan
Kerajaan Nunusaku bernama Lounusa atau Tounusa di sebelah barat
Nusa Ina (Pulau Ibu), dan masing-masing istana kerajaan memiliki
nama yang menjadi Teon Negeri.
Bersumber dari lima Istana Kerajaan Alifuru atau Alifuru Ina
sebagai kerajaan besar di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram kemudian angka 5 (lima) menjadi angka yang sakral (keramat) dalam
kehidupan Alifuru Ina atau Alifuru Seram. Kesakralan angka 5 (lima)
memiliki kaitan dengan konstruksi utama dari fondasi Kerajaan Alifuru
2).Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat
Negeri Kabauhari-Seram Utara, pada tanggal 10 Juli 2010. Bapak AnTi adalah salah satu
informan pada saat peneliti melakukan penelitian bertema Studi Budaya Tutur Orang
Ambon-Maluku Tentang Orang Bati tahun 2005.

126

Bumi Seram dan Manusia Batti


yang bersifat kesemestaan, dan dipersepsikan sebagai totalitas yang
menyatu dengan kosmos di mana Penciptaan Nusa Ina (Pulau Ibu) atau
Pulau Seran dengan Manusianya yaitu Alifuru atau Alifuru Ina adalah
satu, dan Alifuru perempuan (Ina) atau seorang ibu merupakan Penciptaan Awal oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia.
Sebagian besar anak cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru)
atau Alifuru Ina atau Alifuru Seram percaya bahwa leluhur yaitu
Manusia Awal (Alifuru) diciptakan bersamaan dengan Nusa Ina (Pulau
Ibu) atau Pulau Seram. Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele
Besar yang terdapat di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram merupakan sumber kehidupan awal dari Manusia Seram atau Manusia
Awal (Alifuru) dan dipercaya sebagai leluhur dari Manusia Maluku.
Sebagian besar Orang Seram percaya bahwa orang-orang yang mendiami berbagai tempat di Maluku pada awalnya berasal dari Nusa Ina
(Pulau Ibu) atau Pulau Seram. Untuk itu Gunung Murkele sebagai
salah satu gunung tertinggi di Kepulauan Maluku dipersepsikan sebagai
tempat keramat karena pada tempat tersebut berdiamnya roh para
leluhur yang sudah meninggal dunia. Gunung Murkele Kecil dan
Gunung Murkele Besar merupakan tempat sakral (keramat) karena
semua orang yang meninggal dunia atau mati akan dipanggil pulang ke
Gunung Murkele oleh Penguasa Alam Semesta dan Manusia.
Persepsi sebagian besar keturunan Alifuru Seram bahwa Gunung

Murkele memiliki makna penting untuk memahami tentang kehidupan setelah kematian pada manusia. Artinya roh dari pada orang
yang telah meninggal dunia akan menempati puncak gunung tertinggi.
Untuk itu Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dipahami sebagai
Gunung Tanah atau Tampa Putus Pusa dari semua anak-cucu keturunan Manusia Awal (Alifuru) atau Alifuru Ina. Pemahaman terhadap makna Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram dan Manusianya
menjadi penting karena dalam mitologi tentang Bumi Nusa Ina atau
Bumi Seram pada waktu lampau, dan Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram
sebagai dunia nyata, maupun Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram yang
dihadapi kemudian masih diselumuti dengan berbagai rahasia.

127

Esuriun Orang Bati

Hal yang diyakini oleh sebagian besar keturunan Alifuru Seram
atau Orang Seram bahwa, Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele
Besar merupakan tempat berdiam roh para leluhur dari semua
keturunan Suku Alifuru atau Alifuru Ina yang telah meninggal dunia
sehingga tempat ini adalah suci. Semua anak cucu keturunan Manusia
Awal (Alifuru) yang telah meninggal dunia akan dipanggil pulang oleh
Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia untuk kembali ke

Gunung Murkele dalam keadaan apa adanya. Makna kembali ke
Gunung Murkele berarti semua anak cucu keturunan Suku Alifuru
atau Alifuru Ina yang telah meninggal dunia kembali menjadi
penghuni Gunung Murkele. Selama ini Gunung Murkele diagungagungkan sebagai tempat suci sehingga dilarang keras untuk orang luar
datang ke tempat tersebut tanpa memiliki tujuan dan niat yang jelas.
Proses penciptaan awal Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram yang
selama ini diyakini oleh sebagian besar keturunan Alifuru Seram atau
Orang Seram dapat dijelaskan lebih lanjut yaitu :

Penciptaan Awal Nusa Tuni atau Nusa Awal
Penuturan Orang Seram tentang penciptaan awal mengenai
Pulau Seram dipahami sebagai Nusa Tuni (Pulau Pertama) atau Nusa
Awal 3). Makna dari Nusa Tuni atau Nusa Awal bertolak dari pemahaman bahwa, pada awal Pulau Seram diciptakan adalah gumpalan
awan putih yang turun dari langit membentuk gunung, dan menempati
lokasi di Gunung Murkele. Gumpalan awan putih ini membentuk
Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Kedua posisi
gunung yang dikenal dengan nama Gunung Murkele Kecil dan
Gunung Murkele Besar pada awalnya berbentuk bundar sehingga dinamakan Nusa Kupano.

3) Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat

Negeri Kabauhari, Seram Utara, pada tanggal 26 September 2009. Ia mengemukakan
bahwa penuturan seperti ini belum pernah ia sampaikan pada siapapun juga. Ini adalah
informasi pertama yang ia sampaikan ketika memperoleh penuturan dari leluhur
mereka secara turun-temurun.

128

Bumi Seram dan Manusia Batti

Tempat yang bernama Nusa Kupano berada pada pulau atau terbungkus dengan pulau yang dinamakan Nusa Hula Wano. Pulau ini
pada masa lampau adalah satu benua yang besar dan disebut dengan
nama Nusa El Hak, yang memiliki makna yaitu Pulau Ku, atau “Benua
Mu” yang berupa daratan luas yang membentang dari timur ke barat,
maupun dari utara ke selatan. Pada benua yang besar ini terdapat
tempat-tempat keramat (sakral), dan oleh sebagian besar Orang Seram
percaya bahwa tempat itu bernama Gunung Murkele Kecil, karena
awalnya terdapat Istana Kerajaan Lomine atau Kerajaan Alifuru Ina
atau lasim disebut Kerajaan Alifuru.

Istana Kerajaan Lomine berdiri kokoh di puncak Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar, karena ditopang oleh kerajaankerajaan lainnya yaitu kerajaan Amalai di Yamasina yang terletak di

sebelah Timur, Kerajaan Nunusaku (Lounusa atau Tounusa) di sebelah
Barat, Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di Salalea di sebelah
Utara, dan Kerajaan Silalousana atau Silalou di Supa Maraina di sebelah
Selatan. Akibat perkembangan yang terjadi dari zaman dahulu sampai
sekarang, di mana telah berlangsung perubahan-perubahan besar pada
wilayah ini, sehingga sekarang yang tinggal adalah ceritra turuntemurun yang diwariskan oleh leluhur Orang Seram kepada anak cucu
Alifuru.

Seram Sebagai Pulau Suci
Setelah Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia
menciptakan Nusa Tuni atau Nusa Awal yang berbentuk bundar (bulat)
atau disebut Nusa Kupano, maka Gunung Murkele Kecil dan Gunung
Murkele Besar berada dalam kesatuan yang saling berdampingan.
Pulau atau daratan yang luas membentang dari Gunung Murkele Kecil
sampai ke Gunung Murkele Besar dengan dataran rendah yang berada
di bawahnya dinamakan Nusa Hula Wano (Nusa = Pulau; Hula = Suci;
Wano = Limpah). Nusa Hula Wano artinya Pulau Suci Berkelimpah-

129


Esuriun Orang Bati

an 4). Makna dari Nusa Hula Wano dipahami oleh Orang Seram se-bagai
daerah yang subur dan memiliki berbagai sumber daya alam sebagai
warisan bagi keturunan anak cucu Alifuru atau Orang Maluku. Pulau
Seram dimaknai sebagai Pulau Suci karena merupakan tempat asal
Manusia Awal (Alifuru) dan merupakan leluhur dari Manusia Maluku
adalah seorang Perempuan atau Ibu yang bernama Hulamasa sehingga
Pulau Seram dimaknai sebagai Nusa Ina (Pulau Ibu).

Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) di Nusa Ina (Pulau Ibu)
atau Pulau Seram
Tempat ini dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram sampai
sekarang sebagai tempat Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) oleh
Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia bernama Hulamasa,
kemudian menempati istana di Gunung Murkele Kecil, sedangkan tempat yang bernama Gunung Murkele Besar ditempati oleh seorang lakilaki bernama Lupai. Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) ini terdiri dari
seorang perempuan bernama Hulamasa dan seorang laki-laki bernama
Lupai adalah leluhur yang hidup sepanjang masa. Untuk itu sampai sekarang sebagian besar Orang Seram percaya bahwa Istana Kerajaan
Lomine merupakan kerajaan awal dari Manusia Awal (Alifuru) yang
diciptakan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta pada masa lampau,

dan sampai sekarang kerajaan tersebut tetap ada, dan tidak berubah
sepanjang masa karena sifatnya kekal dan abadi.
Mengenai penciptaan Manusia Awal (Alifuru) dalam mitologi
Alifuru Seram atau Orang Seram yang mendiami wilayah sekitar
Gunung Murkele seperti Supa Maraina, Kanike, Roho, Salamena,
Soleha, Manusela, dan Murkele, maupun Orang Seram yang mendiami
Negeri Maneo Tinggi, Maneno Randa, Siriwa, Kabailu, Siahari, Seti,
Kabauhari, di Seram Utara, maupun masyarakat Banggoi di Seram
Timur Kecamatan Bula meyakini bahwa penciptaan Manusia Awal
atau Alifuru adalah penciptaan yang dilakukan oleh Maha Kuasa

Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat
Negeri Kabauhari-Seram Utara pada tanggal 27 September 2009.

4)

130

Bumi Seram dan Manusia Batti


Pencipta Alam Semesta dan Manusia setelah menciptakan Nusa Ina
(Pulau Ibu) atau Pulau Seram, kemudian disusul dengan kedua dan
penciptaan ketiga. Mengenai penciptaan awal, kedua, dan ketiga
dituturkan oleh Alifuru Seram atau Orang Seram bahwa penciptaan
pertama oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia yaitu
Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Bumi Pulau Seram. Setelah terbentuknya Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram, kemudian Maha
Kuasa Pencipta Alam Semesta menciptakan Manusia Awal (Alifuru)
atau Alifuru Ina yaitu seorang perempuan. Manusia Awal (Alifuru)
atau Alifuru Ina tersebut masih merupakan benda yang tidak bergerak.
Persepsi sebagian besar Alifuru Seram atau Orang Seram mengenai penciptaan Alifuru atau Alifuru Ina dipahami dari konsep
pembuatan atau penciptaan bagan atau bentuk manusia di Gunung
Murkele Kecil. Penciptaan Manusia Awal (Alifuru) perempuan (ina)
kemudian Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia menghembuskan nafas melalui kekuatan (roh-Nya) dalam diri Manusia Awal
(Alifuru) tersebut sehingga ia hidup. Setelah Manusia Awal atau
Alifuru bisa bernafas (hidup), kemudian diberi nama oleh Maha Kuasa
Pencipta Alam Semesta dan Manusia yaitu ”Hulamasa”. Manusia Awal
atau Alifuru perempuan (Ina) atau ibu ditempatkan pada istana
Kerajaan Lomine di Gunung Murkele Kecil. Setelah itu Maha Kuasa
Pencipta Alam Semesta dan Manusia menciptakan seorang Alifuru
laki-laki di Gunung Murkele Besar, kemudian dihembuskannya nafas
dan ia menjadi hidup. Alifuru laki-laki ini kemudian diberi nama
Lupai, kemudian Alifuru laki-laki tersebut ditempatkan pada Kerajaan
Poiyano yang berkedudukan di Gunung Murkele Besar. Dikemukakan
oleh Alifuru Seram atau Orang Seram bahwa pada saat Manusia Awal
(Alifuru) ini diciptakan, Bumi Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu) masih
kosong atau sama sekali belum dihuni oleh manusia lain.
Nama dari Manusia Awal (Alifuru) perempuan yaitu Hulamasa
mengandung makna yaitu Hula = Suci dan Masa = Waktu atau Zaman.
Jadi Hulamasa artinya suci sepanjang zaman atau suci sepanjang masa.
Laki-laki diberi nama Lupai, artinya Api. Setelah bagan manusia awal
ini bisa bergerak dan sudah menjadi manusia karena roh sudah

131

Esuriun Orang Bati

berdiam di dalam diri manusia itu dan terus bekerja, kemudian lahir
kemampuan berpikir, bertindak, dan berbuat pada manusia. Kedua
Alifuru Perempuan dan Laki-Laki ini menjadi hidup dan mulai berkomunikasi. Bahasa yang digunakan oleh mereka yaitu bahasa Upa
atau Koa. Bahasa Upa atau Koa ini masih digunakan oleh penduduk
atau keturunan Alifuru Seram yang mendiami wilayah sekitar Gunung
Murkele sampai sekarang, dan juga suku-suku lainnya yang telah melakukan migrasi ke luar dari wilayah tersebut. Induk dari bahasa Upa
atau Koa masih dijumpai pada keturunan Alifuru Seram atau Orang
Seram yang mendiami Negeri Kabauhari di Seram Utara, dan lainnya.
Alifuru Seram atau Orang Seram yang telah bermigrasi ke arah selatan
Pulau Seram di sekitar Teluk Teluti, baik yang mendiami wilayah
pesisir pantai maupun pegunungan menyebutnya bahasa Lamasa,
karena induk dari bahasa Lamasa yaitu bahasa Upa atau Koa.
Bertolak dari mitologi penciptaan Bumi Nusa Ina atau Bumi
Seram tersebut, maka keberadaan Manusia Awal atau Alifuru sebagai
manusia yang utuh, kemudian Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan
Manusia memberikan segala perannya untuk mengatur dan menguasai
alam semesta di mana mereka berada. Maha Kuasa Pencipta Alam
Semesta dan Manusia terus berada dengan Manusia Awal atau Alifuru
sebagai hasil ciptaannya. Artinya keberadaan mereka setiap saat tidak
dilepaskan begitu saja. Hal ini dimaksudkan agar Maha Kuasa Pencipta
Alam Semesta dan Manusia dapat memantau tentang cara berpikir,
cara bertindak, dan cara berbuat yang dilakukan pada Manusia Awal
atau Alifuru ciptaannya.
Hulamasa sebagai manusia ciptaannya terus menyimpan semua
amanat itu di dalam hatinya agar ia selalu berpikir, bertindak, dan berbuat secara suci di hadapan Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan
Manusia. Ia selalu taat kepada Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan
Manusia, sehingga semua permintaannya selalu dipenuhi. Untuk itu
mencari Manusia Awal atau Alifuru di Bumi Pulau Seram yang menghuni Gunung Murkele bukan dalam bagan manusia tidak bergerak,
tetapi mencarinya di dalam peta manusia hidup karena telah memperoleh nafas kehidupan di dalam diri Hulamasa, maupun Lupai.

132

Bumi Seram dan Manusia Batti

Hulamasa sejak jutaan tahun yang lampau berdiam di Gunung
Murkele Kecil dan dikenal oleh masyarakat Seram sebagai Ibu Bumi
Pulau Seram dengan segala yang diperankannya. Dipercaya sampai saat
ini oleh masyarakat Seram bahwa Hulamasa itu adalah manusia suci,
dan tidak pernah mati. Ia selalu jujur di hadapan Maha Kuasa Pencipta
Alam Semesta dan Manusia sehingga pada waktunya ia diangkat hiduphidup oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Setelah
Hulamasa diangkat hidup-hidup oleh Maha Kuasa Pencipta Alam
Semesta dan Manusia sehingga yang ditinggalkan pada anak cucu (keturunan) sebagai warisan yaitu berupa “Matitinia” yang artinya
“Kelimpahan”.
Penciptaan Manusia Awal atau Alifuru yang bernama Hulamasa
dan Lupai dipercaya oleh masyarakat Seram sampai sekarang bahwa
mereka masih mendiami Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele
Besar. Untuk itu kedua tempat ini dianggap sebagai wilayah yang sangat keramat (sakral) dan dirahasiakan (secret). Orang yang dapat
datang ke tempat ini adalah keturunan Alifuru yang benar-benar memahami dan mengetahui asal-usulnya secara benar. Orang lain yang
bukan keturunan Alifuru sulit untuk datang ke tempat tersebut karena
dianggap pamali (tabu). Makna penciptaan Manusia Awal (Alifuru)
perempuan dan laki-laki sebagai peristiwa yang sama hanya hakikatnya
yang berbeda, dan dimaksudkan adalah penciptaan Manusia Awal
(Alifuru) di Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram.
Penciptaan Kedua yaitu Kelilau
Penciptaan yang kedua oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta
dan Manusia yaitu menciptakan manusia yang diberi nama Ipapoto.
Manusia kedua ini dijadikan oleh Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta
dan Manusia untuk menyediakan tempat bagi orang-orang yang sudah
meninggal (orang-orang yang telah mati) dan disebut Pu Hua atau
dengan ungkapan lain yaitu orang yang mendiami alam barsah agar roh
dari manusia atau orang yang telah meninggal dunia tadi bisa berdiam
di alam barsah secara tenang. Maksudnya yaitu, ketika orang yang
telah meninggal dunia ini berada di alam barsah, kemudian orang ter-

133

Esuriun Orang Bati

sebut dipanggil pulang ke Gunung Murkele oleh Hulamasa sebagai
penguasa. Dalam kepercayaan Alifuru Seram atau Orang Seram termasuk keturunan Alifuru Bati atau Orang Bati bahwa orang yang telah
meninggal dunia ini akan dipanggil pulang oleh penguasa pada
Gunung Tertinggi (Murkele) dan gunung lainnya seperti Gunung Bati
yang sangat dipercaya sebagai tempat berdiamnya para leluhur yang
telah meninggal dunia. Sebab orang yang telah meninggal dunia, ia
datang dengan mata yang masih tertutup, tetapi telinganya masih peka
untuk mendengar.
Orang yang sudah meninggal ini dipanggil pulang ke Gunung
Murkele kemudian dimandikan oleh Hulamasa. Setelah itu Hulamasa
akan membuka mata dan telinganya sehingga ia bisa melihat dan mendengar. Hulamasa memberikan nama baru pada orang tersebut dan
menyerahkannya pada Kelilau, artinya penguasa kerajaan maut. Kelilau
adalah manusia berkepala besar, dan bermata empat. Terdapat dua
mata di bagian depan dan dua mata di bagian belakang. Keturunan
Alifuru Seram atau Orang Seram yang mendiami wilayah sekitar
Gunung Murkele maupun wilayah di Seram Utara menyebut orang
bermata empat sesuai bahasa lokal yang mereka anut yaitu Mata Leli
Kalua. Menurut keterangan yang diperoleh dari Alifuru Seram atau
Orang Seram di sekitar Gunung Murkele dan juga Alifuru Bati atau
Orang Bati yaitu Kelilau berdiam di Gunung Murkele. Kelilau sangat
ditakuti oleh penduduk yang berada di sekitar tempat ini sampai
sekarang.
Sebab, di daerah sekitar mereka sampai saat ini seringkali mengalami peristiwa-peristiwa yang sangat mengerikan seperti tiba-tiba
ada orang yang diculik dan hilang tidak pernah kembali. Orang yang
sering diculik antara lain anak-anak kecil, baik laki-laki maupun
perampuan, serta orang perempuan dewasa. Apabila terjadi peristiwa
seperti ini masyarakat percaya bahwa itu adalah perlakuan dari Kelilau,
karena orang tersebut mengakhiri ajalnya dan dipanggil pulang oleh
Hulamasa, dan diambil oleh Kelilau.
Kedatangan Kelilau dalam berbagai wujud seperti burung elang,
atau disebut juga Lusi (Garuda) atau Rajawali yang sedang be134

Bumi Seram dan Manusia Batti

terbangan. Ia juga bisa nampak berupa seekor babi hutan, anjing, bahkan menyerupai awan merah atau awan hitam yang sedang bergerak di
langit dan membentuk gumpalan tebal. Situasi seperti ini sangat menakutkan penduduk sekitar wilayah ini, terutama bagi mereka yang
melihatnya. Informasi yang disampaikan oleh Orang Seram, apabila
muncul tanda-tanda seperti ini mereka sangat percaya bahwa akan
muncul suatu bencana tertentu, dan mereka sama sekali tidak mengetahui kapan hal itu terjadi. Mereka sebagai anggota masyarakat
hanya bisa berdoa sesuai dengan kepercayaan yang diturunkan oleh
leluhurnya, agar mereka semua dapat diampuni dan dijauhkan dari
segala musibah yang dapat mengancam diri mereka masing-masing
maupun masyarakatnya. Doa-doa yang mereka sampaikan yaitu ditujukan pada leluhur yang sudah meninggal dunia, dan dipercaya bahwa mereka semua berdiam di Gunung Murkele Kecil dan Gunung
Murkele Besar.

Penciptaan Ketiga yaitu Lolaka
Penciptaan ketiga yaitu Lolaka yang kemudian memunculkan
keempat kursi Emas Raja di Murkele yaitu Ilelapotoa, Halamure,
Sulumena, dan Lailosa. Keempat kursi emas ini oleh Hulamasa menempatkan pada Usali Nusa Hulawano. Usali artinya Baeleo atau rumah
adat dalam Nusa Hula Wano (Pulau Suci Berkelimpahan). Jadi Usali
Nusa Hula Wano artinya Baeleo (rumah adat) yang terdapat di dalam
Pulau Suci Berkelimpahan. Dikemukakan oleh Orang Seram bahwa
yang dimaksud dengan keempat kursi emas itu adalah: (1) Ilelapotoa
yang menempati Istana Kerajaan Silalou di Supa Maraina; (2) Halamure
yang menempati Istana Kerajaan Yamasina di Amalia Manusela; (3)
Selumena yang menempati Istana Kerajaan Mumusikoe atau Lemon
Emas di Salalea; (4) Lailosa yang menempati Istana Kerajaan Lounusa
atau Tounusa di Nunusaku.
Kehidupan ini terus berlangsung di Nusa Ina (Pulau Ibu) sampai
terjadi kebinasaan dunia yang pertama, dan dipahami oleh sebagian
besar Orang Seram yaitu ”Bumi Pulau Nusa Ina atau Bumi Pulau
Seram” tergenang oleh air laut. Semua wilayah tergenang oleh air laut,
135

Esuriun Orang Bati

kecuali Gunung Murkele 5) yang tidak tergenang oleh air laut sehingga
tempat tersebut dianggap sakral karena merupakan awal kehidupan
Manusia Seram atau Manusia Maluku.

Keturunan Alifuru atau Alifuru Ina
Dalam perkembangannya, Lupai kawin dengan seorang perempuan bernama Kapitiolu atau Ilelapotoa di Supa Maraina. Hasil perkawinan antara Lupai dan Ilelapotoa memperoleh anak-anak yaitu
Sinarala, Kohonusa, Sinalata, Atuani, Ituhuni, Tehuayo, Tanasale, dan
seorang saudara perempuan bernama Matinapole. Sinarela kawin dengan seorang perempuan dari marga Aitonam bernama Tasipela. Hasil
perkawinan mereka yaitu memiliki anak-anak antara lain Tanamal,
Lesiain, Waraia, dan Fot. Empat anak ini kemudian menjadi Raja di
Kepulauan Raja Ampat.
Keturunan Lupai ini sangat banyak sehingga ia bersama isteri
dan anak-anaknya tidak mendiami lagi Gunung Murekele Besar, tetapi
mereka pindah ke Supa Maraina. Ketika berada di Supa Maraina Lupai
dimandikan atau diurapi oleh seorang Latu yang bernama Latu Kene
atas perintah Hulamasa untuk menerima jabatan Latu (Raja) yang bernama Latu Konsina pada pemerintahan istana Tihulu di Gunung
Kabau. Atas dasar itulah Hulamasa menempatkan Latu Konsina menjadi Raja sampai dengan kebinasaan dunia yang pertama. Berikut ini
dikemukakan mengenai susunan kekerabatan pada bagan 1 sebagai
berikut:

5)

Pada saat berdiskusi dengan Oyang Suriti atau Tete Haya (73 Tahun) Tokoh Adat
Dusun Banggoi, pada bulan April 2009 dijelaskan bahwa dalam bahasa lokal atau
bahasa Upa atau Koa yang digunakan oleh orang-orang di Gunung Murkele maupun
bahasa Lamasa yang digunakan oleh orang-orang di Teluk Teluti, arti dari Murkele
yaitu “Besar” atau “Benua Mu”. Arti yang sama tentang Murkele juga disampaikan oleh
bapak AnTi pada saat berdiskusi bulan januari 2010, itu adalah Benua Mu, Nusa El
Hak. Makna mendasar dari Murkele yaitu Benua ale dan beta atau benua kamu dan
saya, atau tampa (tempat) asal, tanah kelahiran, tampa putus pusa, Gunung Tanah dari
leluhur ale dan beta atau kamu dan saya yaitu Alifuru (Manusia Awal) atau Alifuru Ina.
Makna lain dari Murkele yang diketahui yaitu, apabila mendaki tidak menemukan
puncak, dan menuruni tidak menemukan dasar. Itu adalah hakikat dari “Gunung
Murkele” yang terdapat di Pulau Seram atau Nusa Ina atau Ina Nusa.

136

Bumi Seram dan Manusia Batti

Bagan 1
Struktur Kekerabatan Keturunan Alifuru di Nusa Ina (Pulau Ibu) atau
Pulau Seram

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian.

Mitologi Kebinasaan Dunia atau Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu)
Mitologi tentang kebinasaan dunia atau bumi Nusa Ina atau
Pulau Seram dapat dikemukakan lebih lanjut:

Kebinasaan Dunia yang Pertama
Dituturkan oleh Orang Seram bahwa, kebinasaan dunia yang
pertama ini disebabkan karena hujan lebat yang turun secara terusmenerus pada siang maupun malam hari. Sungai-sungai besar mengalami banjir besar. Air yang terbawa oleh sungai menuju ke laut yang
mengakibatkan permukaan air laut terus naik dan menutup seluruh
dataran sampai daerah sekitar pegunungan. Air itu naik setinggi
Gunung Kabau, Unaheli, Ala, Lumute, Reirenisiwa, Kakopi, Hoale,
Musele Inai, dan pegunungan Lube di Seram Timur. Melihat kejadian
alam yang ganas dan mengerikan saat itu, kemudian Latu Konsina
bekerja keras untuk mengatur semua lalu-lintas darat maupun lalulintas laut, serta lalu-lintas udara.

137

Esuriun Orang Bati

Pada waktu itu banyak kapal-kapal yang sedang mondar-mandir
di sekitar wilayah ini, dan orang-orang yang berada di atas kapal
meminta pertolongan. Sebagai seorang raja, Latu Konsina memiliki
karunia yang unik untuk bisa berbicara lewat udara dan suaranya dapat
disadap pada semua tempat antara Kabau dengan Murkele, Kabau
dengan Amalia, Kabau dengan Supa Maraina, Kabau dengan Salalea,
Kabau dengan Nunusaku, Kabau dengan Lube di Seram Timur, Kabau
dengan kapal-kapal yang berada di laut, Kabau dengan Hulamasa yang
mendiami Istana Lomine di Gunung Murkele Kecil. Kapal-kapal
tersebut diizinkan untuk masuk di pelabuhan yang bernama Totulaia
yaitu suatu tempat di sebelah timur Istana Kabau. Kapal-kapal besar itu
kemudian dipandu oleh Latu Konsina untuk masuk ke Gunung
Murkele kemudian melaporkan diri kepada Hulamasa.
Setelah Nusa Tuni atau Nusa Awal mengalami bencana alam
yang dasyat, dan menimbulkan kebinasaan dunia yang pertama dituturkan oleh Orang Seram bahwa setelah kejadian itu tersebut Nusa
Ina mengalami perubahan besar pada bentuk fisik, sewaktu bumi ini
tenggelam oleh air laut, kemudian air membeku. Ketika keadaan air
laut mulai surut karena air yang membeku mulai mencair, di manamana dalam wilayah Nusa Ina (Pulau Ibu) terjadi patahan sehingga
postur Nusa Ina (Pulau Ibu) yang besar sebagai benua pada saat itu
menjadi rusak. Atau saat air telah surut, banyak belahan bumi mengalami kerontokan. Dalam dialek lokal disebutkan bahwa Bumi Nusa
Tuni atau Nusa Awal atau Nusa Ina (Pulau Ibu) mengalami kebinasaan
(kerusakan), karena belahan bumi ini jatuh berkeping-keping, kemudian terjadi kekeringan atas wilayah yang tergenang air laut dan
menjadi daratan baru. Tempat di mana air menceraikan daratan yang
satu dengan daratan yang lain, maupun lautan yang satu dengan lain,
gunung yang satu dengan gunung yang lain sehingga terdapat garis
pemisah di antara daratan dengan daratan maupun lautan dengan lautan. Kerusakan tersebut meninggalkan induk atau inti pulau atau poros
dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang dinamakan ”Seram”.
Timbul garis pemisah antara Nusa Tuni atau Nusa Awal yang
dinamakan Papialaka. Batas yang memisahkan Nusa Tuni dengan laut-

138

Bumi Seram dan Manusia Batti

an dinamakan Nusa Holu yang artinya ”Daratan Baru” atau Pulau
Seram. Leluhur yang mendiami daratan baru atau Pulau Seram beserta
keturunannya bahwa Nusa Hulawano sudah berubah hanya gununggunung saja yang berdiri kokoh dan tetap menjulang tinggi. Semua
jalan yang dahulu-nya ada tetapi sekarang (pada saat itu) tidak ada lagi,
dan pada saat ini tidak ada lagi karena sudah mencul jalan yang baru.
Wilayah ini menjadi sukar untuk dijelajahi keturunan Alifuru saat itu
karena tidak mendapatkan jalan yang sesungguhnya atau jalan yang
sebenarnya.
Pemahaman Alifuru Seram atau Orang Seram mengenai mitologi
kebinasaan dunia yang pertama yaitu Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) atau
Bumi Pulau Seram mengalami kehancuran atas kehendak dari Maha
Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Penuturan Orang Seram
tentang kebinasaan dunia yang pertama ini disebabkan karena turunnya hujan lebat secara terus-menerus, baik siang maupun malam hari.
Hujan lebat berlangsung sangat lama sehingga terjadi banjir di manamana, dan sungai-sungai besar meluap kemudian airnya mengalir ke
laut. Air hujan dan air laut bercampur menjadi satu, kemudian naik
menutupi seluruh daratan. Wilayah yang tidak tergenang oleh air yaitu
Gunung Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Situasi yang sangat
genting saat itu dituturkan oleh Alifuru Seram atau Orang Seram
bahwa:
Akibat permukaan air laut terus naik dan menutup seluruh
daratan maupun gunung-gunung, setinggi gunung Kabau,
Unaheli, Ala, Lumute, Reirenisiwa, Kakopi, Hoale, Musele Inai,
dan pegunungan Lube di Seram Timur. Melihat kejadian alam
yang sangat ganas dan mengerikan, kemudian Latu Konsina
bekerja keras mengatur semua lalu-lintas darat, laut, serta udara.
Pada waktu itu banyak kapal-kapal yang sedang mondar-mandir
disekitar wilayah ini. Semua kapal meminta pertolongan. Sebagai
seorang raja, Latu Konsina yang berkedudukan di Gunung Kabau
memiliki karunia unik yaitu bisa berbicara lewat udara dan
suaranya dapat disadap pada semua tempat, seperti wilayah
antara Kabau dengan Murkele, Kabau dengan Amalia, Kabau
dengan Supa Maraina, Kabau dengan Salalea, Kabau dengan
Nunusaku, Kabau dengan Lube di Seram Timur, Kabau dengan
kapal-kapal yang berada di laut, Kabau dengan H di Gunung
Murkele Kecil. Kapal-kapal itu kemudian diizinkan untuk masuk
ke pelabuhan yang bernama Totulaia yaitu suatu tempat di

139

Esuriun Orang Bati

sebelah timur istana Kabau. Kapal-kapal itu antara lain Kapal
Belanda, Inggris, Jepang, Cina, dan lainnya. Kapal-kapal besar itu
kemudian dipandu untuk masuk ke Gunung Murkele kemudian
melaporkan diri kepada “H”. Ketika Nusa Tuni atau Nusa Awal
dilanda bencana alam yang dasyat, maka timbul kebinasaan
dunia, dan hal itu dipahami sebagai kebinasaan dunia yang I
(pertama)”. 6)

Setelah berakhirnya peristiwa tersebut, maka Hulamasa sebagai
penguasa bersama Upu Ama mengambil inisiatif untuk memantau
daerah sekelilingnya. Mereka berjalan meninjau bumi itu dengan
menggunakan petunjuk jalan dari hewan piaran yaitu anjing dan babi.
Untuk meninjau wilayah timur dan selatan mereka dipandu oleh seekor anjing berwarna merah yang bernama Wasula. Untuk meninjau
wilayah barat mereka dipandu oleh seekor anjing berwarna macan
yang bernama Asiaule. Untuk meninjau wilayah pegunungan dan
daratan bagian utara dan sebagian wilayah selatan mereka dipandu
oleh seekor babi bernama Masila.
Maksudnya yaitu mereka melakukan pemantauan terhadap keadaan bumi pada saat itu melalui empat wilayah. Hasil pemantauan
terhadap kondisi tersebut kemudian mereka memberi nama bagi bumi
yang ditinjau yaitu; (1) Bumi atau wilayah sebelah barat sampai penghujung bumi itu dinamakan Siale; (2) Bumi atau wilayah sebelah timur
sampai penghujung bumi dinamakan Siritotuni; (3) Bumi atau wilayah
sebelah utara dinamakan Tasihihina; (4) Bumi atau wilayah sebelah
selatan dinamakan Tasi Manoa. Dikisahkan oleh leluhur kepada anak
cucunya keturunan Alifuru bahwa, setelah bumi atau dunia ini mengalami kerontokan (patahan) dan terjadi kekeringan di mana-mana.
Kondisi ini menyebabkan timbulnya bumi Nusa Tuni atau Nusa Awal
telah menjadi daratan yang luas. Bumi yang telah menjadi daratan luas
ini dinamakan Nusa Holu. Daratan baru yang melingkari atau membungkus Nusa Tuni atau Nusa Awal ini oleh Hulamasa diberi nama
yaitu Seram.
Setelah air laut surut, terjadi perubahan besar karena banyak
belahan bumi mengalami keruntuhan, gugur, atau patahan. Bumi
6)Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat
Negeri Kabauhari, Seram Utara, pada tanggal 11 Juli 2010.

140

Bumi Seram dan Manusia Batti

Seram atau saat itu bernama Bumi Nusa Tuni atau Nusa Awal atau
Nusa Ina (Pulau Ibu) juga mengalami demikian. Belahan Bumi Pulau
Seram yang patah kemudian jatuh berkeping-keping. Kondisi ini kemudian menimbulkan kekeringan dan muncul sebagai wilayah daratan. Sisa genangan air yang menceraikan daratan yang satu dengan
daratan yang lainnya tetap menjadi lautan. Timbul garis pemisah
antara daratan dengan daratan maupun lautan dengan lautan. Garis pemisah bagi Nusa Tuni atau Nusa Awal dinamakan Papialoka artinya
menjadi batas antara Nusa Tuni dengan lautan yang dinamakan Nusa
Holu yang artinya Daratan Baru yang kemudian dinamakan Seram.
Artinya Bumi Nusa Ina (Pulau Ibu) telah berubah dan menjadi Bumi
Pulau Seram, karena bentuk aslinya sebagai daratan (benua) yang luas
menjadi pulau-pulau yang berukuran kecil, dan dikelilingi oleh lautan
yang luas. Oleh Orang Seram diungkapkan bahwa:
Bumi Pulau Seram atau Benua-Mu (Nusa El Hak) menjadi binasa
(rusak) dan hilang. Kondisi pada awalnya Nusa Tuni atau Nusa
Awal adalah suatu daratan yang sangat luas. Tetapi saat ini hanya
tinggal induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu) yang terbesar dari pulaupulau lain disekitarnya 7), dan dinamakan Seram. Jadi Seram
merupakan induk dari Nusa Ina (Pulau Ibu) menurut mitologi
penciptaan Bumi Nusa Ina atau Bumi Seram.

Makna penuturan ini mengingatkan pada keturunan Manusia
Awal (Alifuru) atau keturunan Alifuru Ina beserta anak cucunya yaitu
Nusa Hulawano sudah berubah. Hanya gunung-gunung yang tetap
berdiri kokoh dan menjulang tinggi. Semua jalan yang dahulu ada telah
mengalami kebiasaan sehingga tidak dapat dilalui saat itu. Pada saat ini
jalan tersebut sudah tidak ada lagi, sehingga untuk menjelajahi alam di
Pulau Seram menjadi sangat sukar karena jalan yang sebenarnya tidak
ada lagi, kemudian anak cucu yang bisa bertahan hidup dari bencana
alam yang maha dasyat tersebut membuat jalan-jalan yang baru.

Wawancara dengan bapak SeSa (74 Tahun) Tokoh Adat Dusun Rumbou (Bati Tengah)
Negeri Kian Darat pada tanggal 21 Januari 2009, kemudian melalui verifikasi data
lapangan hal yang sama ditegaskan oleh Oyang Suriti atau teta Haya (Tokoh Adat)
Kampung atau Dusun Banggoi pada tanggal 4 Juli 2009.
7)

141

Esuriun Orang Bati

Kebinasaan Nusa Hula Wano (Pulau Suci Berkelimpahan)
Makna dari kebinasaan dunia yang pertama adalah kemarahan
dari Penguasa Pencipta Alam Semesta terhadap manusia dunia ini,
termasuk manusia yang mendiami Nusa Hula Wano (Pulau Suci Berkelimpahan). Kehidupan manusia pada saat itu makin hari makin serakah, dan ingin menguasai dunia dengan kekuatan sendiri sebagai
wujud keangkuhannya, dan manusia telah mengabaikan kekuatan yang
dimiliki oleh Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia. Kemarahan dari Penguasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia diwujudkan dengan cara menurunkan hujan yang deras.
Hujan yang diturunkan oleh Penguasa Pencipta Alam Semesta
berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan
bertahun-tahun sehingga seluruh permukaan bumi tergenang oleh air
dan bumi menjadi tenggelam, termasuk bumi Nusa Hula Wano. Setelah pulau ini mengalami kebinasaan yang pertama karena tergenangnya air yang disebabkan karena hujan lebat yang turun sepanjang waktu dan seluruh daratan (dataran) tergenang air, kemudian
terjadi pembekuan, dan kemudian pembekuan tersebut mencair secara
perlahan-lahan. Pada tahapan ini terjadi patahan yang luar biasa, dan
maka lambat laun bumi Nusa Hula Wano mulai kering dan ditumbuhi
oleh rumput dan pohon-pohon. Pada saat itu belum ada sumber air.
Untuk itu Loloaka bertindak memerintahkan Siria dan Aitura untuk
membuka sumber-sumber air. Perintah ini tidak diketahui oleh
Hulamasa. Setelah diketahui oleh Hulamasa, maka ia memerintahkan
Tinapole untuk menutup semua sumber mata air.

Lolaka bersama Aitura dan Siria selanjutnya membuat satu
rumah yang dinamakan Luma Pakai Siwa. Rumah ini berkedudukan di
sebelah timur dari Gunung Murkele, pada tempat yang bernama
Ulasae. Untuk membangun rumah dengan syarat yang sudah ditentukan yaitu; (1) Tiang rumah harus 9 buah; (2) Panjang rumah harus 9
meter; (3) Lebar rumah harus 9 meter; (4) Tinggi rumah harus 9 meter;

142

Bumi Seram dan Manusia Batti

(5) Kasu rumah harus 9 buah; (6) Atap rumah dari daun rumbia (daun
sagu); (7) Tiap-tiap senal atap harus berlapis atau bersusun 98)”.
Setelah mereka selesai membangun rumah, kemudian mereka
menghuninya. Siria dan Aituria kemudian berpikir bahwa, apabila
tidak membuka sumber air maka manusia yang mendiami bumi baru
ini akan mati lemas. Apabila mereka tidak melaksanakan perintah atau
amanat itu maka dapat mendatangkan malapetaka bagi mereka berdua.
Siria dan Aituria kemudian membuka lobang. Ketika lobang ini dibuka,
maka terjadilah ledakan, dan hembusan angin dari dalam bumi itu
dengan menimbulkan bunyi yang sangat dasyat. Hembusan dasyat ini
mengakibatkan lautan (daratan yang masih tergenang itu) menjadi
surut.
Lobang tersebut dinamakan Titos. Sekitar lobang ini masih bertiup angin sampai sekarang, dan di atas lobang itu tumbuh satu jenis
pohon bakau (mangi-mangi atau mange-mange atau aata) atau jenis
tanaman mangrov. Pohon mangrov yang masih hidup dan terdapat di
daerah tersebut dipercaya sebagai tempat keramat (sakral). Bersamaan
dengan peristiwa itu juga naik ke darat di atas Gunung Kabau yaitu seekor ikan sebagai Tuan Laut. Sebagian besar Orang Seram yang mendiami wilayah sekitarnya menyebut ikan tersebut dengan nama Welia.
Kondisi ini membuat Latu Konsina segera bertindak melaporkan
kejadian tersebut kepada Hulamasa.
Perintah Hulamasa kepada Kahonusa yaitu ikan tersebut agar
segera dibunuh. Kahonusa segera membunuh ikan tersebut dengan satu
alat yang bernama Sokoletia. Ikan itu merasa sakit, kemudian ikan tersebut menghempaskan badannya sekuat tenaga sehingga membuat
bumi Pulau Seram terguncang. Bersamaan dengan itu juga rontoklah
bumi Pulau Seram, sehingga membuat Gunung Murkele Besar dan
Nunusaku turut tergoncang. Ikan tersebut terus lari mengelilingi
lautan Murkele sampai ikan itu mati sendiri. Dipersepsikan oleh Orang

8)

Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat
Negeri Kabauhari-Seram Utara pada tanggal 22 November 2009.

143

Esuriun Orang Bati

Seram di sekitar wilayah ini yaitu ikan itu mati dan kepalanya terletak
di Lahua, sedangkan ekornya di Kaimala.
Wilayah sekitar Lahua dan Kaimala ini tumbuh pohon sagu yang
sangat banyak, dan dipercaya oleh sebagian besar Orang Seram bahwa
pohon-pohon sagu tersebut berasal dari darah ikan. Tulang ikan tersebut kemudian diambil dan disimpan oleh marga Aitonam dan Kiahali
sampai sekarang. Peristiwa yang mengakibatkan Bumi Pulau Seram
tergoncang tadi, kemudian jatuh berkeping-keping sehingga air yang
terdapat di lautan sekitarnya menjadi surut. Terjadi kekeringan di
mana-mana di Bumi Pulau Seram. Keadaan laut yang telah surut
senantiasa dipantau sehingga diketahui bahwa daratan yang pertama
kering di Pulau Seram terdapat pada beberapa tempat yaitu,
Imamaihaue, Nusaole, Pualola, Tolofafa, Katoule, Lumisa, dan Seram
Timur. Tahap kekeringan berikutnya yaitu Tapi Makahala, Ulai Selia,
Ulai Moronia, Ulai Makahala, dan di tempat ini air laut mengendap,
kemudian membeku menjadi garam dalam tumpukan yang besar, dan
disebut garam batu atau Tasi Utua.
Garam batu itu dipercaya masih ada sampai sekarang. Sebagian
besar Orang Seram percaya bahwa garam batu itu adalah tanda bahwa
tidak akan terjadi lagi genangan air laut. Garam batu itu bisa digunakan
untuk berbagai keperluan hidup atau sering dikonsumsi oleh penduduk
sekitar wilayah tersebut, tetapi harus memperoleh izin dari penjaganya. Orang yang mengambil garam batu tanpa memperoleh izin dari
penjaga, dipercaya bahwa orang tersebut akan meninggal dunia atau
mati pada hari itu juga.
Berbagai wilayah yang telah kering di bumi Pulau Seram,
kemudian tumbuh rumput dan pohon. Adanya rumput dan pohon ini
maka kehidupan manusia dapat berlangsung sampai saat ini. Dalam
bahasa lokal yang digunakan oleh masyarakat sekitarnya yaitu Nusa
Holu (daratan baru). Melihat kenyataan Bumi Pulau Seram yang
hancur sedemikian rupa, maka Hulamasa memanggil semua Upu Ama
berbicara untuk menata kembali kehidupan yang akan datang dengan
dunia yang luas. Kata-kata bijak yang diungkapkan yaitu ”masa lampau

144

Bumi Seram dan Manusia Batti

penuh kelimpahan, tetapi masa yang akan datang menjadi rahasia”.
Ungkapan ini ditemui dalam bahasa tanah yaitu:
Leko-leko sewae. Tutumani leomu rulue. Lawa ria wai sehu
nusa. Nusa seale sailala kek. Mata koikoi kopi silunie. Lumu
lassie roe wele-wele. Inai sei ronia safatenu koa. Saala hoto
nunaisa. Rulua pale nesa malua. Polo koikoi pulileka salaka.
Hulai kesa manu lio lioe. Heno.....Hena......” 9)

Nusa Holu telah menjadi dunia baru dengan tanah yang subur.
Berikutnya yaitu dilakukan perpindahan penduduk dari tempat itu.
Namun mereka tidak memperoleh sumber air atau mata air. Manusia
saat itu mulai kehausan. Loloaka kemudian bertindak dan memerintahkan Siria dan Aituria untuk membuka sumber mata air tanpa
sepengetahuan Hulamasa. Tetapi Hulamasa mengetahui rencana tersebut, dan memerintahkan seorang perempuan yang bernama Tinapole
agar menutup seluruh sumber air. Siria dan Aituria kemudian berpikir,
apabila mereka tidak melaksanakan perintah Loloaka maka dapat
menimbulkan bencana pada diri mereka sendiri. Untuk itu mereka
berdua berunding dan mengambil keputusan sendiri dengan jalan
membunuh Tinapole. Peristiwa pembunuhan Tinapole ini mengakibatkan dunia (Bumi Seram) mengalami kegelapan selama tujuh
hari siang dan tujuh hari malam.
Dalam kegelapan malam itu di Luma Paki Siwa (Rumah Sembilan
Tiang), maka Loloaka memberitahukan semua rumput dan pohonpohon dengan namanya masing-masing. Buah pohon mana yang bisa
dimakan dan buah pohon mana yang tidak bisa dimakan. Rumput
mana yang bisa dimakan, dan tidak bisa dimakan. Memberitahukan
nama-nama pohon dan rumput yang menjadi obat, memberitahukan
semua jenis binatang berkaki empat dengan nama-namanya mulai dari
binatang melata, burung di udara, dan memberitahukan semua
binatang yang berbisa yang dimakan maupun binatang berbisa yang
tidak bisa dimakan, serta segala yang ada di bumi ini dengan segala
manfaatnya.

9)Wawancara verifikasi data lapangan dengan bapak AnTi (62 Tahun) Tokoh Adat
Negeri Kabauhari pada tanggal 11 Juli 2010, kapata ini memiliki makna yaitu, masa
lampau penuh kelimpahan, tetapi masa yang akan datang merupakan rahasia.

145

Esuriun Orang Bati

Melihat peristiwa kegelapan selama tujuh hari siang dan tujuh
hari malam adalah aneh, kemudian Hulamasa membentuk dua kelompok untuk memeriksa keadaan tersebut. Kelompok pertama dipimpin oleh Rehena, dan kelompok kedua dipimpin oleh Ropena.
Kedua kelompok ini ditugaskan untuk menyelidiki tentang peristiwa
yang sedang terjadi disekitar Ulasae. Ketika Rehena melakukan pemeriksaan, kemudian ia memberikan laporan kepada Hulamasa bahwa
tidak terjadi sesuatu di wilayah itu. Hasil penyelidikan yang dilakukan
oleh Ropena kemudian ia melaporkannya kepada Hulamasa bahwa
Siria dan Auturia telah membunuh Tinapole.
Sesudah bumi mengalami kegelapan tujuh hari siang dan tujuh
hari malam, maka Hulamasa memerintahkan anak-anaknya untuk berangkat dari Gunung Murkele ke Ulasae untuk hadir menyaksikan dibukanya sumber mata air. Anak-anak tersebut adalah Ailatua,
Tamalapotoa, Awasona, Liliahu, Tamala Huku, Waekehi, Awalale,
Amanokuani, dan Penyisa. Mereka melaksanakan perintah masing
yaitu; (1) Siria dan Aituria membuka sumber air yang diberi nama
Samahaulu. Sumber air ini mengalir ke laut menjadi sungai dan memberi nama atas sungai-sungai itu adalah “Samal”. Sumber air Samahaulu
memncarkan sumber-sumber mata air Sariputih, Isal, Muhana, dan
Tebuha untuk wilayah Seram Utara, sedangkan untuk wilayah Seram
Selatan ialah Waelao atau Wailao; (2) Membuka sumber mata air
Lofing untuk wilayah Seram Timur. Sumber mata air Lofing mengalirkan sumber mata air Masiwang (Alsul Masiwang) dan Bobot; (3)
Membuka sumber mata air Nunusaku maka mengalirlah sumber mata
air atau wai Tala, Eti, dan Sapalewa atau yang dikenal dengan Tala
Batai, Eti Batai, dan Sapalewa Batai atau Batang Air Tala, Batang Air
Eti, dan Batang Air Sapalewa.
Setelah itu Hulamasa memberikan jabatan kepada 9 orang anaknya yaitu; (1) Ailatua menjadi Raja dengan gelar Raja Tanah; (2)
Tamalapatoa menjadi Kapitan yang berkedudukan di Amalia Manusela;
(3) Awasona sebagai pembantu Kapitan; (4) Liliahu diberikan jabatan
Latu yang disebut Latumaloi untuk melaksanakan pemerintahan
Amalia; (5) Huku diberi nama Tamala Huku; (6) Waekehi ditempatkan

146

Bumi Seram dan Manusia Batti

di Iha Tala Liwa untuk menjaga buku tembaga; (7) Awalele ditempatkan di Lopika atau Laimu dengan kedudukan dan jabatan sebagai Latu atau Raja; (8) Amanokuani ditempatkan di Amalia Manusela
dan diangkat menjadi Ketua Adat untuk melaksanakan Sumpah Adat
bagi pelantikan raja-raja; (9) Penyisa ditempatkan di Amalia dalam
kedudukan dan jabatan sebagai Marinyo (penyiar berita dari Latu atau
Raja kepada penduduk).

Kosmologi Alifuru Seram atau Orang Seram
Analisis yang dilakukan terhadap kosmologi Alifuru Seram atau
Orang Seram meliputin pemahaman dan pemaknaan terhadap:
Muncul Sebutan Seram
Munculnya sebutan Seram dipersepsikan oleh masyarakat Seram
bahwa setelah Nusa Hula Wano dilanda bencana alam tersebut, maka
pulau ini menjadi tenggelam. Kehidupan yang tersisa yaitu di Gunung
Murkele Kecil dan Gunung Murkele Besar. Untuk itu wilayah ini
benar-benar dianggap sebagai keramat, karena tidak hancur dalam
bencana tersebut. Konsep tentang Seram yang saat ini digunakan oleh
masyarakat asli di wilayah tersebut untuk menamakan pulau terbesar
di Kepulauan Maluku ini dengan nama Pulau Seram. Jadi berbicara mengenai Pulau Seram sesungguhnya tidak terbedakan dari pemahaman
masyarakat tentang Nusa Ina (Pulau Ibu) atau juga Tanah Besar.
Semua bentuk penamaan terhadap pulau tersebut memiliki
makna filosofis yang sama yaitu pada masa lampau menurut penciptaan
alam semesta bahwa perempuan adalah penguasa pulau itu, dan
perempuan juga diciptakan pertama kali oleh Maha Kuasa Pencipta
Alam Semesta. Untuk itu di Maluku sampai saat ini Pulau Seram
dikenal sebagai Pulau Ibu atau Nusa Ina, dan bisa dipahami melalui
pemaknaan terhadap Seram.

147

Esuriun Orang Bati

Makna Seram
Mengapa leluhur masyarakat Seram yang berasal dari keturunan
Alifuru menamakan pulau ini dengan nama Seram? Dalam bahasa lokal
(bahasa asli) penduduk yang mendiami wilayah di sekitar Gunung
Murkele yang dinamakan bahasa Upa atau bahasa Koa. Makna Seram
atau Ceram yaitu Tidak Ada Lagi Kekuatan Yang Bisa Menghancurkan
Bumi Pulau Itu, kecuali kekuatan dari Maha Kuasa Pencipta Alam
Semesta dan Manusia. Untuk itu nama bagi pulau terbesar di Kepulauan Maluku tersebut adalah “Seram” dan sampai saat ini terus digunakan.
Dituturkan oleh Orang Seram bahwa Nusa Hula Wano yang di
dalamnya terdapat Kerajaan-Kerajaan Alifuru antara lain Kerajaan
Lomine di Murkele, Kerajaan Amalai di Yamasina, Nunusaku (Lounusa
atau Tounusa), Kerajaan Mumusikoe atau Lemon Emas di Salalea,
Kerajaan Silalousana atau Silalou di Supa Maraina, merupakan lima kerajaan yang memiliki pengaruh besar pada masa lampau, dan merupakan penyangga Nusa Ina atau Pulau Ibu atau Pulau Seram.
Kerajaan-kerajaan ini memiliki pengaruh sangat luas, dan dikenal
sampai ke mana-mana di seluruh benua tersebut. Kerajaan-kerajaan ini
pernah mengalami masa kejayaannya pada masa lampau, kemudian
mengalami masa surut ketika Nusa Hula Wano dilanda oleh bencana
alam yang dahsyat. Kejadian ini oleh sebagian besar Orang Seram dipahaminya sebagai Kebinasaan Dunia Yang Pertama, dan memiliki
kaitan dengan nama lain dari Pulau Seram setelah kejadian yang
pernah melanda Nusa Ina (Pulau Ibu) atau Pulau Seram.

Nama Lain dari Pulau Seram
Persepsi Orang Seram seperti dikemukakan di atas sekaligus menegaskan bahwa nama Pulau Seram bukan baru lahir pada waktu sekarang, tetapi nama Pulau Seram sudah ada sejak leluhur dari keturuan
Alifuru atau Alifuru Ina mendiami wilayah ini pada waktu lampau, dan
nama Pulau Seram sudah digunakan. Persoalannya yaitu, proses sosialisasi yang berlangsung selama ini mengenai nama Pulau Seram
148

Bumi Seram dan Manusia Batti

belum dikenal secara luas. Berikut ini dapat dikemukakan beberapa
nama lain untuk menyebut Pulau Seram yaitu:

Nusa Ina (Pulau Ibu)
Berdasarkan mitologi Penciptaan Alam Semesta yang terkait
dengan Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu), bukan hak manusia, tetapi hak dari Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta. Awal penciptaan
dunia ini, atau yang dimaksud adalah dunia Nusa Ina (Pulau Ibu) atau
Tanah Besar atau disebut Pulau Seram adalah tempat yang kosong.
Maha Kuasa Pencipta Alam Semesta dan Manusia benar-benar menunjukkan kekuasaannya sehingga Nusa Ina (Pulau I