PEMBELAJARAN INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA.

(1)

PEMBELAJARAN INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam

Disusun Oleh Wawat Erwati

1009699

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “PEMBELAJARAN

INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK

MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Tesis Ini Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:

Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M.Si

Pembimbing II

Dr. H. Ahmad Mudzakir, M.Si

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia


(4)

ABSTRAK

PEMBELAJARAN INKUIRI PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES

SAINS SISWA SMA

Penelitian ini dilatarbelakangi dari asumsi bahwa siswa perlu dibekali dengan keterampilan proses sains. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji apakah pembelajaran inkuiri dapat memberikan pengaruh positif terhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa. Penelitian weak quasi eksperimen ini menggunakan desain one group pretest-posttest design. Adapun kelas yang dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu Kelas XI IPA dengan jumlah siswa sebanyak 44 orang.

Pengumpulan data dilakukan melalui tes tertulis untuk penguasaan konsep dan LKS untuk keterampilan proses sains. Rata-rata N-Gain penguasaan konsep siswa secara keseluruhan 65,2% termasuk kategori sedang, perolehan rata-rata N-Gain berdasarkan ranah kognitif C2 (78%), C3 (69,31%), C4 (63,04%) dan C5 (52,27%). Untuk perolehan rata-rata N-Gain pada sub materi, yang tertinggi pada sub materi sifat larutan penyangga sebesar 72% dan perolehan rata-rata N-Gain yang terendah pada sub materi peranan larutan penyangga sebesar 41%. Berdasarkan rerata masing-masing indikator yang diperoleh dari LKS untuk mengembangkan kemampuan KPS diperoleh rerata tertinggi pada indikator menerapkan konsep (93,2%) dan rerata terendah pada indikator komunikasi (63,6%). Tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran inkuiri menunjukkan respon positif. Disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa SMA.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA A. Pembelajaran ... 11

1. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pembelajaran ... 14

a. Faktor Guru ... 14

b. Faktor Siswa ... 15

c. Faktor Sarana dan Prasarana ... 15


(6)

B. Pembelajaran Inkuiri ... 18

C. Penguasaan Konsep ... 25

D. Keterampilan Proses Sains ... 26

E. Deskripsi Materi Pokok Topik Larutan Penyangga ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penellitian ... 43

B. Desain Penelitian ... 43

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44

D. Prosedur Penelitian ... 44

1.Alur Penelitian ... 44

2. Tahap Persiapan ... 47

3. Tahap Pelaksanaan ... 47

4. Instrumen Penelitian ... 48

a. Tes Penguasaan Konsep ... 48

b. Tes Keterampilan Proses Sains ... 48

c. Angket ... 49

d. Lembar Observasi ... 49

5. Uji Coba Instrumen ... 49

a. Soal Tes ... 49

1) Daya Pembeda ... 50

2) Indeks Kesukaran ... 51

3) Validitas ... 52

4) Reliabilitas ... 54

6. Pengumpulan Data ... 55

7. Pengolahan dan Analisis Data ... 57

a. Data Hasil Tes Tertulis Penguasaan Konsep ... 57

b. Data Hasil Tes Keterampilan Proses Sains dari LKS ... 61


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Model Pembelajaran ... 62

B. Hasil Penelitian ... 66

1. Penguasaan Konsep Siswa ... 66

2. Keterampilan Proses Sains ... 74

3. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri ... 77

4. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Inkuiri ... 82

5. Hasil Wawancara Siswa ... 85

6. Tanggapan Guru Terhadap Pembelajaran Inkuiri ... 87

C. Pembahasan ... 90

1. Karakteristik Pembelajaran ... 91

2. Penguasaan Konsep Siswa ... 92

3. Keterampilan Proses Sains ... 94

4. Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri Dari Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran Berlangsung ... 96

5. Tanggapan Guru dan Siswa Terhadap Pembelajaran Inkuiri ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 103

B. Rekomendasi ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Perangkat Pembelajaran ... 109

B. Instrumen Penelitian ... 143


(8)

DAFTAR TABEL

No.

Tabel Nama Tabel Halaman

2.1 Sintak Model Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri … 21

2.2 Indikator Keterampilan Proses Sains ……….. 29

2.3 Indikator Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya 31 3.1 Desain Penelitian ... 43

3.2 Klasifikasi Daya Pembeda ….………. 51

3.3 Klasifikasi Indeks Kesukaran ……….... 52

3.4 Interpretasi Validitas Item Soal ……….. 53

3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ……….. 55

3.6 Teknik Pengumpulan Data ………... 56

3.7 Kategori N-Gain ………..……….. 60

3.8 Kategori Kemampuan Proses Sains………... 61

4.1 Distribusi Fase Pembelajaran dalam Model Pembelajaran Inkuiri Larutan Penyangga …... ……….. 63

4.2 4.3 Perolehan Data Pretes, Postes, dan N-Gain Penguasaan Konsep Secara Umum Klasifikasi Gain Ternormalisasi ……… 66 68 4.4 Data Normalitas Hasil Pretes, Postes dan N-Gain ……… 70

4.5 Data Uji t Antara Pretes dan Postes ……….. 70

4.6 Penguasaan Konsep Siswa Untuk Setiap Ranah Kognitif .. 72

4.7 Kegiatan Siswa Pada Praktikum …………...………. 74 4.8

4.9 4.10

Perolehan Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa

Berdasarkan Indikator ..……….. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri .. Aktivitas Siswa Pada Pembelajaran Inkuiri dalam Topik

Larutan Penyangga ……….

75

77 80


(9)

4.11

4.12 4.13

Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Inkuiri

Berdasarkan Kuesioner……… Hasil Wawancara Terhadap Siswa……….. Pedoman Wawancara Untuk Guru ………

82

86 88


(10)

DAFTAR GAMBAR

No.

Gambar Nama Gambar Halaman

2.1 Siklus Belajar …... 23

3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian ……… 45

4.1 Model Pembelajaran Inkuiri Larutan Penyangga ……… 64

4.2 Penguasaan Konsep Sebelum dan Sesudah Pembelajaran ……... 67

4.3 Persentase Siswa Pada Setiap Kategori Gain Ternormalisasi ……. 69

4.4 Gain Yang Dinormalisasi Setiap Sub Materi Larutan Penyangga... 71 4.5

4.6

Penguasaan Konsep Siswa Berdasarkan Ranah Kognitif ……... Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Secara

Keseluruhan ………. 73 76


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Nama Lampiran Halaman

A Perangkat Pembelajaran ……….. 109

B Instrumen Penelitian ………. 143


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat pada era informasi kini, menjadikan pendidikan IPA sangat penting bagi semua individu. Kemampuan siswa dalam bidang sains merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dalam perubahan pada era ini (Depdiknas : 2003). Pendidikan kimia sebagai salah satu disiplin IPA menjadi sangat penting untuk dipelajari. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip hukum), temuan sains dan proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik tersebut (Depdiknas : 2003).

Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini proses pembelajaran sains, khususnya kimia di sekolah-sekolah masih belum sesuai dengan harapan. Masih banyak diantara guru-guru yang belum kreatif dalam menggunakan fasilitas yang ada. Waktu yang tersedia sempit, materi yang terlalu padat, alat dan bahan yang tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam merancang pembelajaran inovatif, serta berbagai alasan lain. Akibatnya siswa kurang mempunyai pengalaman serta kurang mendapat kesempatan untuk mengamati dan mengalami sendiri tentang perubahan kimia yang seharusnya (Depdikbud, 1994).


(13)

2

Apabila dilihat dari perkembangan yang terjadi di lapangan, pembelajaran kimia masih berpusat pada guru sehingga banyak siswa yang hanya dapat mencatat dan menghafal materi yang diberikan guru. Fakta di lapangan menunjukkan pula bahwa selama ini proses pembelajaran sains pada umumnya dan khususnya mata pembelajaran kimia hanya menitik beratkan pada perolehan pengetahuan kimia sebagai produk, dan kurang menekankan pada bagaimana proses penemuan berlangsung. Akibatnya pengetahuan yang melekat pada diri siswa tidak dapat bertahan lama. Selain itu masih banyak guru di sekolah yang menyajikan pembelajaran kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir dalam hubungannya dengan proses belajar.

Dampak dari hal tersebut di atas dapat dilihat dari rendahnya pemahaman siswa SMA terhadap sains, khususnya terhadap mata pelajaran kimia. Hal ini dibuktikan dari rendahnya nilai ujian akhir yang diperoleh oleh siswa tersebut. Rendahnya nilai ujian akhir ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kurangnya motivasi siswa dalam belajar kimia, cara penjelasan guru yang kurang dapat dipahami oleh siswa, materi yang terlalu banyak, kurikulum yang berlaku selalu berganti-ganti, serta lingkungan sosial. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut perlu dikaji sebagai salah satu permasalahan yang harus segera diatasi. Salah satu fungsi pengajar adalah memotivasi kepada pihak yang diajarnya untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan sebaik mungkin secara efektif dan produktif (Surya, 2004). Guru hendaknya menyadari akan pentingnya memberikan motivasi belajar pada siswa. Dengan terbentuknya motivasi siswa dalam belajar akan memudahkan guru dalam mengajak siswa terlibat penuh dalam pembelajaran.


(14)

3

Peningkatan kualitas pendidikan dapat juga dilakukan melalui peningkatan kualitas pembelajaran yang sebenarnya dampaknya akan dapat dirasakan langsung. Upaya memperbaiki kualitas pendidikan telah dilakukan pemerintah, misalnya melalui perubahan terhadap kurikulum yang digunakan, dari kurikulum yang berpusat pada guru menjadi kurikulum yang berpusat pada siswa. Kurikulum tersebut diharapkan dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah untuk menghasilkan tamatan yang mempunyai kemampuan yang lebih baik.

Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, berkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, serta penilaian diri untuk suatu refleksi akan mendorong siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian pandangan baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung secara lebih efektif. Dalam hal ini peran utama guru adalah sebagai fasilitator belajar (Depdiknas, 2001).

Karyadi (1982) menyatakan bahwa ilmu kimia merupakan mata pelajaran yang sukar dan tidak semua siswa tertarik mempelajarinya. Sukri (1999) menyatakan kesannya tentang penyebab kesulitan siswa belajar kimia karena yang dibahas adalah hukum dan rumus-rumus tentang atom dan molekul yang tidak dapat dilihat, serta teori-teori kimia yang harus dihapal oleh siswa, sedangkan peristiwa yang mendasari terbentuknya rumus tersebut tidak dikemukakan dengan baik. Siswa akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah apabila ada soal yang mengandung keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Untuk menguasai konsep-konsep kimia, setiap siswa dituntut memiliki kemampuan berpikir logis tentang masalah abstrak dan menguji hipotesis secara


(15)

4

sistematis. Karena itu cara termudah dalam mempelajari kimia adalah menunjukkan kaitan antara hukum dan teori dengan eksperimen yang mendasarinya.

Mempelajari kimia perlu pula memperhatikan bagaimana proses dilakukan untuk memperoleh konsep kimia. Oleh karena itu, keterampilan proses sains sangat perlu dikembangkan selama pembelajaran kimia. Topik larutan penyangga dalam pelajaran kimia menunjukkan keterkaitan antar konsep yang cukup rumit. Konsep prasyarat yang harus dikuasai siswa adalah teori asam basa Bronsted-Lowry, persamaan reaksi asam basa dan kesetimbangan kimia. Meskipun demikian pembelajaran materi tersebut sarat akan konsep-konsep yang dapat dikembangkan dengan melibatkan kerja ilmiah melalui berbagai metode seperti metode praktikum dan diskusi kelompok. Selain itu, topik ini dapat menimbulkan banyak fenomena yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga keterampilan proses sains, keterampilan berpikir, serta sikap ilmiah siswa dapat berkembang selama pembelajaran. Alasan lain pemilihan materi ini karena di dalam materi larutan penyangga banyak sekali aplikasinya di dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi pada kenyatannya banyak siswa masih kesulitan memahami konsep tersebut. Di sisi lain belajar adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman (Wina Sanjaya, 2008), pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman merupakan proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi dapat dikurangi.


(16)

5

Semakin konkrit siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Dengan demikian perlu diupayakan metedo yang dapat memberikan pengalaman konkrit untuk dapat mengurangi kesulitan siswa tersebut.

Oleh karena itu guru perlu memikirkan dan mengembangkan pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep tanpa mengabaikan pengembangan keterampilan berpikir dan keterampilan proses sains (KPS) siswa. Menurut Gagne (Dahar : 1985) pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip hanya dapat diperoleh siswa apabila memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains. Keterampilan-keterampilan proses sains itu ialah mengamati, mengklasifikasikan, berkomunikasi, mengukur, mengenal dan menggunakan hubungan ruang dan waktu, menarik kesimpulan, menyusun definisi operasional, merumuskan hipotesis, mengendalikan variabel-variabel, menafsirkan data dan bereksperimen (Dahar :1985).

Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah pembelajaran inkuiri. Pembelajaran ini berorientasi pada aktivitas siswa, dan dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Pembelajaran inkuiri yang berorientasi pada aktivitas siswa dapat melibatkan proses eksplorasi alam sekitarnya yang dapat merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan, melatih dan mengkaji sendiri proses penemuan (discovery) sehingga mencapai pemahaman ilmiah. Selain itu pembelajaran ini dapat mendorong siswa untuk mengidentifikasi asumsi, menggunakan cara berpikir kritis, logis dan kreatif serta terbuka terhadap penjelasan alternatif.


(17)

6

Melalui inkuiri, siswa secara aktif mengembangkan pemahaman sains melalui keterampilan bernalar dan berpikir (Colburn : 2000). Pembelajaran inkuiri dapat menciptakan situasi belajar yang menantang dan merangsang daya cipta serta kreatifitas peserta didik untuk berpikir dan menemukan sendiri isu membangun pengetahuan yang berupa konsep-konsep secara mandiri (Tobing : 1981).

Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan yang meningkatkan proses ilmiah kedalam waktu yang relatif singkat. Hasil penelitian Schlenker dalam Joyce (1992) menujukkan bahwa inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan menganalisis informasi. Penerapan pembelajaran dikatakan baik bila sesuai dengan kondisi dan konteksnya baik tujuan, waktu, kondisi siswa maupun karakteristik materi. Pendekatan tersebut juga dikombinasikan dan tidak ada aturan yang ketat mengenai konsekuensi maupun jenis kombinasinya (Bell : 2002). Melihat karakteristiknya pembelajaran inkuiri sangat potensial dikembangkan untuk materi larutan penyangga dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa.


(18)

7

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diungkapkan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa?”.

Untuk memperjelas masalah tersebut dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik pembelajaran inkuiri pada topi larutan penyangga yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa?

2. Bagaimana pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa?

3. Bagaimana pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa?

4. Bagaimana respon siswa dan pandangan guru tentang pembelajaran inkuiri yang telah disusun?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Memperoleh pembelajaran alternatif untuk materi larutan penyangga yang dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa. 2. Memperoleh informasi tentang peningkatan penguasaan konsep siswa


(19)

8

3. Memperoleh informasi tentang keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga.

4. Mengidentifikasi tanggapan siswa dan guru tentang pembelajaran inkuiri.

D. Manfaat Penelitian

Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kualitas pembelajaran kimia di tingkat persekolahan yang secara signifikan juga berdampak bagi pengembangan keterampilan sains siswa. Adapun bagi guru dan peneliti diharapkan dapat:

1. Berdampak positif pada pengembangan proses pembelajaran yang tidak hanya berorientasi pada pemahaman materi saja, melainkan lebih mengarah kepada keterampilan sains peserta didik.

2. Berdampak positif pada pengembangan kualitas diri dan profesionalitas seorang pendidik untuk terus meningkatkan keilmuan.


(20)

9

E. Definisi Operasional

1. Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran model konstruktivisme yang melibatkan siswa secara mental maupun fisik untuk memecahkan permasalah yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti sikap ilmuwan sains yang teliti, tekun, objektif, menghormati pendapat orang lain serta kreatif. Pembelajaran ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, 2) Siswa disuruh untuk membuat hipotesis dari permasalahan tersebut, 3) Siswa menguji hipotesisnya dengan percobaan, 4) Pengambilan kesimpulan dan perumusan.

2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa menguasai khususnya konsep-konsep larutan penyangga, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan penguasaan konsep dapat diases dengan pre-postes menggunakan bentuk soal pilihan ganda yang dikembangkan berdasarkan taksonomi Bloom, mencakup aspek: memahami (c2), mengaplikasi (c3) menganalisis (c4), dan mengevaluasi (c5).

3. Keterampilan proses sains didefinisikan sebagai keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains, baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik (manual) maupun keterampilan sosial. Indikator keterampilan proses sains yang ditinjau dalam penelitian ini meliputi indikator-indikator 1) melakukan prediksi, (2) mengklasifikasi, 3) membangun komunikasi, 4) menerapkan konsep. Alasan pemilihan indikator ini karena masih banyak siswa yang merasa kesulitan di dalam memprediksi,


(21)

10

mengklasifikasi, menerapkan konsep dan membangun komunikasi. Jadi, pemilihan indikator ini sangat tepat digunakan pada materi larutan penyangga. Keterampilan proses sains diases dengan menggunakan instrumen : rubrik penilaian, dan LKS.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu weak quasi eksperimen, sebagaimana yang dikatakan oleh Wiersma (1991:99) bahwa dalam quasi eksperimen, variabel bebas

sengaja “dimanipulasi”. Manipulasi yang dimaksud disini yaitu peneliti sengaja menerapkan sebuah pendekatan atau metode dalam sebuah pembelajaran, dan membuat suasana pembelajaran berjalan sebagaimana konsep pendekatan dan metode yang dibawa tersebut. Penelitian ini difokuskan pada pengujian pembelajaran inkuiri untuk mengetahui sejauh mana peningkatan penguasaan konsep dan pengembangan keterampilan proses sains siswa SMA kelas XI IPA dalam topik larutan penyangga.

B. Desain Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang peningkatan penguasaan konsep setelah implementasi model, digunakan desain eksperimen one group pretest-posttest design (desain kelompok tunggal dengan pretest-posttest). Desain

ini dapat digambarkan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Postes


(23)

44

Keterangan :

T1 = Pretest untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan

X = Perlakuan dengan menggunakan pembelajaran inkuiri yang dikembangkan

T2 = Posttest untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi perlakuan

Untuk melihat ada tidaknya pengaruh penerapan pembelajaran pada subjek penelitian terhadap penguasaan konsep dilakukan uji statistik, yang dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara nilai rerata pretes dan postes.

Data hasil pengembangan keterampilan proses sains siswa dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran diolah secara deskriptif, menggunakan tehnik pengolahan data sederhana (persentase pencapaian).

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA yang berada di Bandung. Adapun yang dijadikan sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA sebanyak 44 siswa yang sedang belajar kimia pada materi larutan penyangga.

D. Prosedur Penelitian 1. Alur Penelitian

Untuk memudahkan langkah-langkah penelitian, maka dibuatkan alur penelitian. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada alur penelitian pada gambar 3.1.


(24)

45

Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian

Perbaikan Studi Pendahuluan

Studi Literatur Standar Isi Mata Pelajaran Kimia

SMA

Studi Literatur Pembelajaran

Inkuiri

Studi Literatur Keterampilan

Proses Sains

Penyusunan RPP dengan Model Inkuiri Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan KPS Siswa Pada Topik Larutan Penyangga

Penyusunan Instrumen Penelitian

Validasi Instrumen Penelitian

Uji Coba Tes Tertulis Implementasi Model Pembelajaran

Pretes

Postes

Wawancara dan Angket Observasi

Pengolahan dan Analisis Data


(25)

46

Alur penelitian diawali dengan studi literatur tentang standar isi mata pelajaran kimia SMA, dilanjutkan dengan studi literatur pembelajaran inkuiri, studi literatur keterampilan proses sains, dan kajian tentang larutan penyangga. Kajian tersebut dijadikan pedoman dalam penyusunan instrumentasi berupa kisi-kisi butir soal tes, angket dan pedoman wawancara. Terhadap hasil awal penyusunan masing-masing instrument tersebut di atas, dilakukan konfirmasi dengan rekan sejawat, dosen pembimbing, dan judgement kepada dua orang dosen.

Berikutnya dilakukan uji coba instrument. Soal tes diuji cobakan pada siswa kelas XI yang telah mempelajari konsep larutan penyangga. Kelas siswa yang melaksanakan uji coba soal tes bukan siswa yang menjadi subjek penelitian. Tujuan diadakan uji coba soal tes adalah untuk menganalisis tingkat kesukaran tiap butir soal, daya pembeda tiap butir soal, validitas, dan reliabilitas soal.

Implementasi penerapan pembelajaran ini dilakukan pada satu kelas, dinilai dari pemberian pretes, penerapan model (pembelajaran), dan diakhiri dengan postes. Selanjutnya siswa diminta mengisi angket untuk memperoleh tanggapan mengenai pembelajaran yang diterapkan. Langkah terakhir diadakan analisis data temuan baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk menyusun laporan dan rekomendasi.


(26)

47

2. Tahap Persiapan

a. Melakukan studi literatur pembelajaran kimia, studi literatur bahan kajian, studi literatur pembelajaran inkuiri, studi literatur keterampilan proses sains.

b. Perumusan pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan KPS.

c. Menyusun instrument penelitian seperti soal tes tertulis, angket, dan pedoman wawancara.

d. Melakukan validasi instrumen penelitian. e. Melakukan revisi instrumen penelitian. f. Menguji instrumen penelitian.

g. Menentukan sekolah lokasi penelitian. h. Mempersiapkan surat perijinan penelitian.

3. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan penerapan pembelajaran yang telah dibuat. Penerapan pembelajaran tersebut dilakukan oleh peneliti, dan dibantu oleh reka sejawat yang bertindak sebagai obsever untuk mengamati kegiatan-kegiatan guru dan para siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan penerapan pembelajaran ini berlangsung sejak tanggal 1 Mei sampai dengan 23 Mei 2006.


(27)

48

4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini terdiri dari tes penguasaan konsep dan tes keterampilan proses sains, angket dan lembar observasi siswa dan guru.

a. Tes Penguasaan Konsep

Tes penguasaan konsep berisi 11 butir soal yang telah divalidasi, bertujuan untuk mengukur penguasaan konsep pada materi pokok larutan penyangga. Tes penguasaan konsep dikonstruksi dalam bentuk pilihan ganda dengan jumlah option lima. Tes ini disusun bedasarkan pada domain kognitif Bloom yang

mencakup C2, C3, C4 dan C5 yang dapat menunjukkan tingkat penguasaan konsep

siswa.

b. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes keterampilan proses sains digunakan sebagai instrumen untuk mengukur keterampilan proses sains yang dimiliki siswa, yang meliputi keterampilan memprediksi, membangun komunikasi, mengklasifikasi dan menerapkan konsep. Instrumen yang digunakan berupa soal essai sebanyak 6 soal pada LKS.

Pada kegiatan praktikum, siswa diberi panduan berupa dua Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS disusun untuk membekali siswa dalam pembelajaran inkuiri. LKS 1 dimaksudkan untuk melatih keterampilan siswa dalam memprediksi, mengklasifikasi dan berkomunikasi. Selanjutnya LKS 2 digunakan


(28)

49

sebagai alat evaluasi KPS yaitu keterampilan siswa dalam berkomunikasi tulis, memprediksi, mengaplikasi (menerapkan konsep), dan mengklasifikasi.

c. Angket

Angket untuk guru dan siswa berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada guru dan siswa untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa terhadap model pembelajaran yang dibawakan oleh peneliti. Observasi guru dan siswa digunakan untuk memastikan bahwa seluruh rancangan pembelajaran dilaksanakan.

d. Lembar Observasi

Lembar observasi keterlaksanaan digunakan untuk mengukur sejauh mana tahapan pembelajaran kimia dengan pembelajaran inkuiri yang telah direncanakan terlaksana dalam pembelajaran.

5. Uji Coba Instrumen

Setelah proses pembelajaran selesai, data yang telah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik untuk data kuantitatif dan secara deskriptif untuk data kualitatif. Adapun data yang diperoleh berasal dari:

a. Soal Tes

Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif dalam bentuk pilihan ganda. Soal tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan


(29)

50

kognitif siswa dalam menguasai materi larutan penyangga. Tes disusun berdasarkan kompetensi dasar yang dicapai. Soal tes diuji cobakan untuk melihat daya pembeda, indeks kesukaran, validitas, dan reliabilitas. Butir-butir soal dikembangkan berpedoman kepada tujuan pembelajaran dari konsep yang dipelajari.

1) Daya Pembeda (DP)

Daya pembeda sebuah soal adalah kemampuan suatu soal tersebut untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang kemampuannya rendah. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila peserta didik yang pandai dapat mengerjakan dengan baik, dan peserta didik yang kurang pandai tidak dapat mengerjakan dengan baik. Discrimminatory Power (daya pembeda) dihitung dengan membagi testee kedalam dua kelompok,

yaitu kelompok atas (the higher group); kelompok testee yang tergolong pandai, dan kelompok bawah (the lower group); kelompok testee yang tergolong rendah. Analisis daya pembeda untuk tiap butir soal dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Arikunto (2002):

B B

A A

J

B

J

B

DP

Keterangan:

DP = daya pembeda

BA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA = jumlah siswa kelompok atas


(30)

51

Hasil perhitungan daya pembeda kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman dan Sukjaya (1990:202) berikut:

Tabel 3.2

Klasifikasi Daya Pembeda

Rentang Kategori

0,00 < DP ≤ 0,19 Kurang

0,20 < DP ≤ 0,39 Cukup

0,40 < DP ≤ 0,69 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Berdasarkan hasil pengolahan daya pembeda (DP) butir soal, diperoleh daya pembeda berkisar antara 0,21 sampai 0,67 dengan distribusi 3 item (27,3%) termasuk klasifikasi cukup, 8 item (72,7%) dengan klasifikasi baik.

2) Indeks Kesukaran (IK)

Indeks kesukaran suatu item menunjukkan apakah butir soal termasuk sukar, sedang ataupun mudah. Untuk mengetahui taraf kemudahan setiap item soal digunakan rumus Surapranata (2004)

N X

p  

Dimana

P = nilai tingkat kemudahan

∑X = jumlah peserta tes yang menjawab benar N = jumlah seluruh peserta tes

Suherman dan Sukjaya (1990:213) mengklasifikasikan indeks kesukaran (IK) sebagai berikut:


(31)

52

Tabel 3.3

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Rentang Kategori

IK = 0,00 Terlalu Sukar

0,00 < IK  0,30 Sukar

0,30 < IK  0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 0,00 Terlalu Mudah

Adapun hasil perhitungan, diperoleh tingkat indeks kesukaran (IK) berkisar antara 0,56 sampai 0,83, dengan distribusi 2 item (18,2%) termasuk klasifikasi mudah, 6 item (54,5%) dengan klasifikasi sedang, dan 3 item (27,3) dengan kualifikasi sukar.

3) Validitas

Tinggi-rendahnya koefisien validitas tes hasil ditentukan berdasarkan hasil perhitungan nilai koefisien korelasi antara skor untuk setiap butir soal dengan skor total. Perhitungan koefisien validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi produk momen Pearson, yaitu:

                           

       2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 n i i n i i n i n i i i n i i n i i n i i i xy y y n x x n y x y x n r keterangan

rxy =koefisien korelasi

X = skor tiap item Y = skor total


(32)

53

Untuk memberi interpretasi mengenai validitas item butir soal, dapat digunakan pedoman penilaian seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2008:257) ditunjukkan pada Tabel berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Validitas Item Soal

No Tingkat Hubungan Interval

1 Sangat Tinggi 0,80 - 1,00

2 Tinggi 0,60 - 0,79

3 Sedang 0,40 - 0,59

4 Rendah 0,20 - 0,39

5 Sangat Rendah 0,00 - 0,19

Dengan taraf signifikansi 5%, rhitung dibandingkan dengan rTabel, dengan

interpretasi sebagai berikut:

rhitung < rTabel, maka korelasi tidak signifikan rhitung > rTabel, maka korelasi signifikan

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat, diuji dengan uji t dengan rumus sebagai berikut:

2

1

2

r

n

r

t

, Sugiyono (2008:257) Keterangan:

t = daya beda uji t n = jumlah subjek r = koefisien korelasi

Harga koefisien korelasi yang diperoleh, kemudian dikonsultasikan pada tabel harga kritis r product moment dengan tingkat kepercayaan tertentu sehingga dapat diketahui signifikansi korelasi tersebut. Jika harga r hasil perhitungan lebih besar dari harga kritis dalam table, maka korelasi tersebut signifikan. Berdasarkan


(33)

54

hasil pengolahan data yang dilakukan, diperoleh nilai koefisien korelasi item total

untuk semua item memberikan nilai signifikansi positif ≤ 0.05. Selain itu,

koefisien korelasi untuk semua item memberikan nilai positif ≥ 0.30.

Saifuddin Azwar (2003) dalam Kusnendi (2009:9) mengatakan bahwa, jika koefisien korelasi item total memberikan nilai signifikansi positif ≤ 0.05 atau jika koefisien korelasi item total dikoreksi (corrected item-total correlation)

memberikan nilai positif ≥ 0.25 atau ≥ 0.30 maka item tersebut dikatakan

memiliki validitas yang memadai dalam mengukur konstruk yang diteliti.

4) Reliabilitas

Reliabilitas merujuk kepada konsistensi skor yang dicapai oleh peserta didik yang sama ketika mereka diuji ulang dengan soal yang sama pada kesempatan yang berbeda. Pada penelitian ini reliabilitas menggunakan teknik belah dua Spearman-Brown dengan koefisien reliabilitas (Arikunto, 1999:173)

          2 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 2 r r

r

Dengan:

r11 = koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

2 1 2 1

r = koefisien antara skor-skor tiap bahan tes

Interpretasi dari derajat Reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel klasifikasi koefisien reliabilitas butir soal berikut:


(34)

55

Tabel 3.5

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Batasan Kategori

0,80<r11 ≤1,00 Sangat Tinggi 0,60<r11 ≤0,80 Tinggi 0,40<r11 ≤0,60 Sedang 0,20<r11 ≤0,40 Rendah <r11 ≤0,20 Sangat rendah

Hasil uji reliabilitas data. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS, maka diperoleh hasil sebesar 0.928 dengan klasifikasi sangat tinggi.

6. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan melalui beberapa sumber, diantaranya:

a. Tes tertulis sebelum pembelajaran (pretes) b. Tes tertulis setelah pembelajaran (postes) c. Lembar kerja siswa dan laporan praktikum d. Kuesioner

e. Wawancara

f. Lembar observasi siswa dan guru


(35)

56

Tabel 3.6

Teknik Pengumpulan Data

No Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpulan Instrumen

1 Siswa Penguasaan konsep

siswa sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan

Pretes dan Postes Butir soal pilihan ganda yang memuat penguasaan konsep

2 Siswa Keterampilan proses

sains setelah mendapat perlakuan

LKS Butir soal essai

yang memuat beberapa indikator keterampilan proses sains

3 Siswa Tanggapan siswa

terhadap pembelajaran

Angket Angket

4 Guru Keterlaksanaan

pembelajaran

Observasi Lembar observasi

aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran

5 Guru Tanggapan guru

terhadap pembelajaran inkuiri

Wawancara Pedoman

wawancara guru

Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data penguasaan konsep siswa yang diperoleh dari tes tertulis (pretes dan postes) terdiri dari 11 butir soal pilihan ganda. Untuk tiap butir soal pilihan ganda diberi nilai 1 untuk jawaban yang benar, dan 0 untuk jawaban yang salah. Sedangkan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa digunakan LKS.

Data hasil pengisian angket yang merupakan tanggapan siswa dan wawancara terhadap siswa dan guru akan dipaparkan dalam bentuk deskriptif.


(36)

57

7. Pengolahan dan Analisis Data

Pada tahap ini, dilakukan analisis terhadap seperangkat data yang telah dikumpulkan selama pelaksanaan berlangsung. Data-data yang diperoleh tersebut dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. Data Hasil Tes Tertulis Penguasaan Konsep

Langkah-langkah pengolahan data kuantitatif untuk mengetahui perubahan penguasaan konsep siswa adalah sebagai berikut:

1. Menghitung rerata total skor dari pretes dan postes dengan menggunakan rumus: n xi X n i

  1 Dengan, 

X = rerata x1 = skor ke-1

n = banyaknya subjek

2. Menghitung simpangan baku total skor pretes dan postes dengan menggunakan rumus:

        n i n X xi s 1 2 1 Dengan, 

X = rerata x1 = skor ke-1


(37)

58

3. Uji Normalitas

Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah data pretes dan postes terdistribusi secara normal atau tidak. Adapun langkah-langkah pelaksanaan uji normalitas yang dimaksud antara lain:

 Menggunakan tingkat keberartian α sebesar 0,05

 Menentukan derajat kebebasan dk = j – 3 dengan j sebagai banyaknya kelas interval.

 Menentukan nilai χ2

hitung dengan rumus berikut:

h h

f f f

 0

2

Dengan,

χ2

= chi kuadrat

fh = frekuensi yang dihaapkan

f0 = frekuensi yang diobservasi (Arikunto, 2002)

Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara membandingkan nilai

χ2

hitung dengan χ2tabel. Apabila χ2hitung ≤ χ2tabel, maka data terdistribusi normal.

Sedangkan jika χ2

hitung> χ2tabel, maka data tidak terdistribusi normal.

4. Uji Homogenitas

Bertujuan untuk mengetahui apakah kedua populasi mempunyai variansi yang homogen dan heterogen. Tes uji homogenitas dua buah variansi ini dilakukan bila kedua kelompok data ternyata berdistribusi normal. Langkah-langkahnya sebagai berikut:


(38)

59

 Mencari nilai F dengan menggunakan rumus:

) 1 ( ) 1 ( 2 2 R k R k n F XY XY    

Vk

Vb

F

dimana V = S2 Vb = variansi terbesar Vk = variansi terkecil S = standar deviasi n = jumlah responden R = reliabilitas

k = variabel

 Menentukan nilai F daftar dengan mencari nilai

Fα = (n1-1)(n2-1)

 Menentukan homogenitas dengan kriteria, jika F hitung < Fα (n1

-1)(n2-1) maka kedua variansi tersebut homogen, sedangkan jika F hitung ≥ Fα (n1-1)(n2-1) maka kedua variansi tidak homogen.

Berdasarkan perhitungan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada taraf

signifikansi (α) 0,05 data yang diolah merupakan data yang homogen.

5. Uji Signifikansi

Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan uji-t menggunakan rumus berikut:

            y x y

x n n

y x t

s

2 1 1


(39)

60

Dengan: dk = nx + ny – 2, dan

Varians

 

2

1

1

2 2 2

y x y y x x y x

n

n

n

n

s

s

s

Kriteria uji-t adalah jika -tTabel ≤ thitung ≤ tTabel maka dapat dikatakan bahwa nilai pretes dan postes relatif sama atau tidak dapat perbedaan. Sedangkan jika thitung <

-tTabel atau thitung > tTabel, maka dapat dikatakan bahwa pretes dan postes tidak sama

atau terdapat perbedaan.

6. Menentukan N-Gain dengan rumus:

pre maks pre post S S S S g    Dengan,

Spost = skor pretes

Spre = skor pretes

Smaks = skor maksimal ideal

Adapun kriteria N-Gain, sebagai berikut:

Tabel 3.7 Kategori N-Gain

Batasan Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang


(40)

61

b. Data Hasil Tes Keterampilan Proses Sains Dari LKS

Kemampuan keterampilan proses sains siswa diperoleh dari skor hasil tes LKS dalam bentuk essai. Menghitung rata-rata skor seluruh siswa untuk tiap indikator KPS yang diukur sebagai berikut:

jumlah skor total jumlah skor =

jumlah skor ideal

Data untuk kemampuan indikator KPS siswa dari LKS praktikum diperoleh dengan cara member skor setiap indikator KPS yang diukur. Jawaban benar (lengkap) diberi skor 2, jawaban tidak lengkap diberi skor 1, jawaban tidak ditulis (tidak lengkap) diberi skor 0. Kemudian dihitung frekuensi tindakan yang dilakukan oleh siswa sesuai dengan kriteria yang ada kemudian dibuat persentasenya. Kategori kemampuan keterampilan proses sains dapat dilihat pada tabel 3.8

Tabel 3.8

Kategori Kemampuan Proses Sains Persentase (%) Kategori

80 – 100 65 – 79 55 – 64 <55

Baik Sekali Baik Cukup Kurang

c. Angket


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

 Karakteristik pembelajaran inkuiri berbasis praktikum pada materi larutan penyangga dirancang untuk enam kali pertemuan, dimana setiap pertemuannya mengikuti sintak pembelajaran berhadapan dengan masalah, pengumpulan data untuk verifikasi, perumusan penjelasan dan menganalisis hasil temuan. Tahap pengumpulan data hanya dilakukan pada pertemuan pertama melalui proses inkuiri dengan metode praktikum. Dalam setiap tahapan inkuiri metode tanya jawab dan diskusi selalu digunakan.

 Pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Peningkatan penguasaan konsep pada C2 (pemahaman) termasuk kategori tinggi, C3 (mengaplikasi) dan C4 (menganalisis) termasuk kategori sedang, dan C5 (mengevaluasi) termasuk kategori rendah.

 Pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Yang berkembang selama pembelajaran adalah empat indikator keterampilan proses sains yaitu berkomunikasi, berprediksi, mengklasifikasi dan mengaplikasi (menerapkan konsep) pada kategori tinggi. Beberapa kategori keterampilan proses sains yang berkembang adalah menerapkan konsep,


(42)

104

berprediksi dan mengklasifikasi (kategori tinggi), dan berkomunikasi (kategori sedang).

 Siswa dan guru memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran yang dikembangkan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas serta mengingat akan keterbatasan yang dimiliki peneliti dilihat dari aspek waktu, biaya, dan tenaga, maka perlu dikemukakan beberapa saran berikut.

1. Penelitian dilakukan di SMAN Kota Bandung yang termasuk cluster 1 untuk SMA-SMA Negeri yang ada di Kota Bandung. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan model pembelajaran inkuiri untuk pokok bahasan yang sama di SMA-SMA yang termasuk cluster 2, cluster 3, cluster 4, dan cluster 5. Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji kebenaran pendapat

Ruslan dan Sone (1968) yang mengatakan bahwa pendekatan inkuiri dan penemuan sangat cocok untuk siswa-siswa yang mempunyai kemampuan dan motivasi tinggi.

2. Pembelajaran inkuiri sebaiknya menjadi suatu model yang sering digunakan dalam pembelajaran agar siswa terbiasa untuk menemukan konsep sendiri sebagai bekal bagi mereka dalam belajar secara mandiri.

3. Kelemahan pembelajaran yang telah diteliti adalah pada kemampuan berkomunikasi. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikembangkan model dengan penguatan pada komunikasi.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (Eds), Abridged Education a Taxonomyz for

Learning, Teaching and Assesing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of

Educational Objective). New York: Longman, Inc., 2001, halaman 67

Arifin, M., et al. (2000). Strategi belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Arifin, M. (2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Arifin, M., dkk. (2007). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Kimia. Jakarta: Universitas Terbuka

Arikunto, S. (1999). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta

Bell-Kluger, B. (2002), Recognizing Inquiry: Comparing Three Hands-On Teaching Techniques. In Foundation Vol. 2. A Monograph for Professionals in Science, Mathematics and Technology Education. Devision of Elementary, Secondary and Informal Education. National Science Foundation.

Bloom. B.S. (1971). Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: Mc. Graw Hill Inc.

Colburn, Alan. (2000), An Inquiry Primer, Science Scope March 2000.

Dahar, R.W. (1985), Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar Ditinjau dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar: Jakarta: Erlangga. Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga


(44)

106

Damayanti (2006), Model Pembelajaran Inkuiri Yang Didukung Oleh Penggunaan Multimedia Komputer Pada Materi Larutan Penyangga Siswa Kelas XI Semester Genap, Tesis, PPS UPI.

Departemen Agama RI. (2004). Pedoman Khusus Kimia Madrasah Aliyah. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Jakarta.

Depdiknas, (2003), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Kimia. Jakarta, Depdiknas.

Depdikbud, (1994), Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Depdikbud.

Harini, T. (2005). Analisis Keterampilan Proses Sains Pada Pembelajaran Materi Penyepuhan dalam Sub Pokok Bahasan Sel Elektrolinis dengan Menggunakan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM). Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI

Indrawati. (2000). Model-Model Pembelajaran IPA, Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA.

Jarret, D. (1997). Inquiry Strategies For Science and Mathematics Learning. Northwest Regional Education Laboratory. Oregon.

Joyce, et al (1992). Model of Teaching. 4th ed. Allyn and Bacon Massachusetts 02194. USA.

Joyce, Weil. (2000). Models of Teaching. 6th ed, Boston:Allyn and Bacon.

Kuslan, Louis I, Stone, A.H (1968). Teaching Children Science: An Inquiry Approach. Belmont, California : Wads Worth Publishing Company, Inc.

Kusnendi. (2009). Metode Penelitian Aplikasi Statistika. Hand Out. Program Studi Magister Pendidikan IPS Sekolah pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan

Liliasari. (1995). Kimia 3: untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 3 Program IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdikbud.


(45)

107

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible Hidden Variable in

Diagnostic Pretest Scores. American Journal Physics. 70, 1259-1266.

Nasution, N.dkk. (1992) Psikologi Pendidikan, Depdikbud, Jakarta.

Pudjijogyanti, C.R. (1988). Konsep Diri Dalam Pendidikan. Arcan. Jakarta Purba, Michael. (2004). Kimia Untuk SMA Kelas XI, Jakarta: Erlangga.

Ruseffendi, H. E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Peneltian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press

Rustaman, N., & Rustaman, A. (1997). Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Semiawan, Conny., dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Grasindo

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sopandi. (2004), Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dengan Kegiatan Laboratorium Pada Pokok Bahasan Koloid, Tesis, PPS UPI.

Subiyanto. (1988), Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK

Sudjana. (1999). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Suherman & Sukjaya. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah

Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung


(46)

108

Sund & Trowbridge. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Charles E. Merril Publishing Company. Colombus. Ohio.]

Suparno, Paul. (1966). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Surapranata, S. (2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Sutresna, N. (2005). Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama

Tobing, R.L. (1981). Model Pengajaran IPA di Sekolah Lanjutan. Jakarta: Depdikbud


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

 Karakteristik pembelajaran inkuiri berbasis praktikum pada materi larutan penyangga dirancang untuk enam kali pertemuan, dimana setiap pertemuannya mengikuti sintak pembelajaran berhadapan dengan masalah, pengumpulan data untuk verifikasi, perumusan penjelasan dan menganalisis hasil temuan. Tahap pengumpulan data hanya dilakukan pada pertemuan pertama melalui proses inkuiri dengan metode praktikum. Dalam setiap tahapan inkuiri metode tanya jawab dan diskusi selalu digunakan.

 Pembelajaran inkuiri pada topik larutan penyangga dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa. Peningkatan penguasaan konsep pada C2 (pemahaman) termasuk kategori tinggi, C3 (mengaplikasi) dan C4 (menganalisis) termasuk kategori sedang, dan C5 (mengevaluasi) termasuk kategori rendah.

 Pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa. Yang berkembang selama pembelajaran adalah empat indikator keterampilan proses sains yaitu berkomunikasi, berprediksi, mengklasifikasi dan mengaplikasi (menerapkan konsep) pada kategori tinggi. Beberapa kategori keterampilan proses sains yang berkembang adalah menerapkan konsep,


(2)

104

berprediksi dan mengklasifikasi (kategori tinggi), dan berkomunikasi (kategori sedang).

 Siswa dan guru memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran yang dikembangkan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas serta mengingat akan keterbatasan yang dimiliki peneliti dilihat dari aspek waktu, biaya, dan tenaga, maka perlu dikemukakan beberapa saran berikut.

1. Penelitian dilakukan di SMAN Kota Bandung yang termasuk cluster 1 untuk SMA-SMA Negeri yang ada di Kota Bandung. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan model pembelajaran inkuiri untuk pokok bahasan yang sama di SMA-SMA yang termasuk cluster 2, cluster 3, cluster 4, dan cluster 5. Penelitian tersebut dilakukan untuk menguji kebenaran pendapat Ruslan dan Sone (1968) yang mengatakan bahwa pendekatan inkuiri dan penemuan sangat cocok untuk siswa-siswa yang mempunyai kemampuan dan motivasi tinggi.

2. Pembelajaran inkuiri sebaiknya menjadi suatu model yang sering digunakan dalam pembelajaran agar siswa terbiasa untuk menemukan konsep sendiri sebagai bekal bagi mereka dalam belajar secara mandiri.

3. Kelemahan pembelajaran yang telah diteliti adalah pada kemampuan berkomunikasi. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikembangkan model dengan penguatan pada komunikasi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W. dan Krathwohl, D.R. (Eds), Abridged Education a Taxonomyz for

Learning, Teaching and Assesing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of

Educational Objective). New York: Longman, Inc., 2001, halaman 67 Arifin, M., et al. (2000). Strategi belajar Mengajar Kimia. Bandung: Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Arifin, M. (2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia, Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Arifin, M., dkk. (2007). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Kimia. Jakarta: Universitas Terbuka

Arikunto, S. (1999). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. Rineka Cipta

Bell-Kluger, B. (2002), Recognizing Inquiry: Comparing Three Hands-On Teaching Techniques. In Foundation Vol. 2. A Monograph for Professionals in Science, Mathematics and Technology Education. Devision of Elementary, Secondary and Informal Education. National Science Foundation.

Bloom. B.S. (1971). Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning. New York: Mc. Graw Hill Inc.

Colburn, Alan. (2000), An Inquiry Primer, Science Scope March 2000.

Dahar, R.W. (1985), Kesiapan Guru Mengajarkan Sains di Sekolah Dasar Ditinjau dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.


(4)

106

Damayanti (2006), Model Pembelajaran Inkuiri Yang Didukung Oleh Penggunaan Multimedia Komputer Pada Materi Larutan Penyangga Siswa Kelas XI Semester Genap, Tesis, PPS UPI.

Departemen Agama RI. (2004). Pedoman Khusus Kimia Madrasah Aliyah. Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Jakarta.

Depdiknas, (2003), Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Kimia. Jakarta, Depdiknas.

Depdikbud, (1994), Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Depdikbud.

Harini, T. (2005). Analisis Keterampilan Proses Sains Pada Pembelajaran Materi Penyepuhan dalam Sub Pokok Bahasan Sel Elektrolinis dengan Menggunakan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM). Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI

Indrawati. (2000). Model-Model Pembelajaran IPA, Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru IPA.

Jarret, D. (1997). Inquiry Strategies For Science and Mathematics Learning. Northwest Regional Education Laboratory. Oregon.

Joyce, et al (1992). Model of Teaching. 4th ed. Allyn and Bacon Massachusetts 02194. USA.

Joyce, Weil. (2000). Models of Teaching. 6th ed, Boston:Allyn and Bacon.

Kuslan, Louis I, Stone, A.H (1968). Teaching Children Science: An Inquiry Approach. Belmont, California : Wads Worth Publishing Company, Inc. Kusnendi. (2009). Metode Penelitian Aplikasi Statistika. Hand Out. Program

Studi Magister Pendidikan IPS Sekolah pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan

Liliasari. (1995). Kimia 3: untuk Sekolah Menengah Umum Kelas 3 Program IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan, Depdikbud.


(5)

Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics : A Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Scores. American Journal Physics. 70, 1259-1266. Nasution, N.dkk. (1992) Psikologi Pendidikan, Depdikbud, Jakarta.

Pudjijogyanti, C.R. (1988). Konsep Diri Dalam Pendidikan. Arcan. Jakarta Purba, Michael. (2004). Kimia Untuk SMA Kelas XI, Jakarta: Erlangga.

Ruseffendi, H. E. T. (1998). Statistika Dasar untuk Peneltian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press

Rustaman, N., & Rustaman, A. (1997). Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan Kurikulum 1994. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Semiawan, Conny., dkk. (1992). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Grasindo

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sopandi. (2004), Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dengan Kegiatan Laboratorium Pada Pokok Bahasan Koloid, Tesis, PPS UPI.

Subiyanto. (1988), Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK

Sudjana. (1999). Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Suherman & Sukjaya. (1990). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah

Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.


(6)

108

Sund & Trowbridge. (1973). Teaching Science By Inquiry In The Secondary School. Charles E. Merril Publishing Company. Colombus. Ohio.]

Suparno, Paul. (1966). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Surapranata, S. (2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum. Bandung. PT. Remaja Rosda Karya

Sutresna, N. (2005). Kimia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Grafindo Media Pratama

Tobing, R.L. (1981). Model Pengajaran IPA di Sekolah Lanjutan. Jakarta: Depdikbud


Dokumen yang terkait

Pengembangan Lembar Kerja Siswa berbasis keterampilan proses sains pada konsep larutan penyangga

1 3 126

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP

11 78 199

PENERAPAN PRAKTIKUM BERBASIS MASALAH PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA

2 23 231

ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING.

4 7 40

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA.

0 3 45

PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DENGAN PORTOFOLIO UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA TOPIK LISTRIK DINAMIS.

0 0 43

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN METODE MINI PROJECT UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA PADA TOPIK PEMISAHAN CAMPURAN.

1 3 45

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA.

0 1 21

PENGEMBANGAN MODUL KIMIA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI IPA SMA.

3 4 17

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Pratikum Pada Topik Pengukuran Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP

0 0 11