ARSITEK IKUT BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP

ARSITEK IKUT BERTANGGUNG JAWAB
TERHADAP MASALAH KEBAKARAN
Antariksa
PADA TAHUN 1975, di dalam surat kabar Los Angeles Times, John Pastier
menggoreskan sebuah kritik untuk film The Towering Inferno karya Irwin Allen,
yang isinya: Paul Newman mengetahui semua tata letak dari shaft pipa, ducting,
dan panel box dalam bangunan tersebut. Ia juga mengerti semua jaringan kabel
dan sirkit elektrik dengan baik sekali dari pada teman sekerjanya. Di samping itu,
ia juga mengetahui letak pintu penyelamat kebakaran tanpa melihat spesifikasi
tertulisnya, ahli dalam elevator serta dapat menggunakan waktu untuk
menyelamatkan orang-orang yang berada di dalam bangunan tersebut, yang mana
pada saat itu semua orang mengecualikan Steve McQueen . Ini adalah sebuah ironi
potret kejadian kebakaran pada bangunan tinggi, permasalahan keselamatan
kebakaran merupakan syarat utama bagi keselamatan manusia dan bangunan itu
sendiri tentunya, sebelum semuanya harus dimakan api. Pada kejadian itu pun
dapat kita lihat secara menyeluruh bagaimana pun juga semewah dan segemerlap
bangunan dalam keadaan terbakar, sudah tidak mungkin lagi kekuatan bangunan
beserta elemen-elemennya dapat melindungi manusia yang ada di dalamnya.
Kebakaran Terus Melanda
Belum lama berselang Pasar Mercu Buana di kota Medan mengalami kebakaran,
1700 kios terbakar hangus, delapan mobil pemadam kebakaran yang masing-masing

berkapasitas 4000 liter air dikerahkan untuk dapat menghalau api, ternyata
semprotan air malah menambah mengganasnya nyala api menjalar dan merambat
ke kios-kios lainnya. Baru sejam kemudian didatangkan sepuluh unit pemadam
kebakaran lagi. Meskipun demikian api baru dapat dipadamkan tiga jam kemudian.
Penyebab terjadinya kebakaran masih dalam penyelidikan. Kemudian disusul pula
kejadian berikutnya terbakarnya Pasar Anyar di kota Bogor yang menghanguskan
3.249 kios dan 1.294 pedagang kehilangan tempat berdagang. Dua belas mobil
pemadam kebakaran dikerahkan untuk mengatasi pasar yang luasnya 1.5 hektar
dan dibangun dua lantai itu, sedangkan api penyebab kebakaran dikatakan berasal
dari kortsluiting listrik pada panel gardu listrik. Ini juga merupakan kejadian besar
sesudah lebaran yang menggoncang kedua kota tersebut. Banyak faktor teknis di
sini yang perlu mendapat perhatian khusus teritama di dalam perencanaan
bangunannya. Karena dari kejadian di atas Pemerintah Derah Medan telah
mengirimkan ahli teknisnya ke Jakarta dan Bandung untuk berkonsultasi, apakah
bangunan pasar yang terbakar tersebut masih dapat digunakan atau harus
dirobohkan untuk dibangun bangunan baru. Sabtu malam tanggal 18 Juli 1987, api
muncul lagi di daerah permukiman padat di Paseban, Jakarta Pusat. Api
menghanguskan satu RW yang meliputi tiga RT, mengakibatkan sekitar 216 kepala
keluarga yang terdiri dari 1.296 jiwa kehilangan tempat tinggal, 170 bangunan
habis dimakan api. Barisan BPK (Badan Pemadam Kebakaran) sekitar 25 unit

1

kendaraan dikerahkan dari lima wilayah DKI Jakarta untuk memadamkan kobaran
api tersebut, diperkirakan sumber api dari korstluiting listrik yang didapatkan dari
salah satu rumh penduduk.
Tugas Penting Arsitek
Pada hakekatnya tanggung jawab hasil karya arsitektur itu cukup besar peranannya
terhadap masyarakat. Keadaan lain yang kurang menguntungkan, ialah bahwa
hingga kini masih banyak arsitek dalam menyelesaikan tugasnya belum dapat
mengembangkan kerjasamanya dengan ahli-ahli lain, demikian diungkapkan
Parmono Atmadi (Arsitektur dan Pengembangannya, Yogyakarta, 19 November
1981). Di sini diharapkan bahwa kerjasama dengan para ahli lain akan dapat turut
memntapkan kedudukan arsitek itu sendiri di dalam masyarakat. Sebaiknya arsitek
harus lebih banyak berpaling terhadap masalah-masalah teknis penanganan
kebakaran dengan ahli-ahli lain yang mendukung semua pekerjaan perencanaan
dan perancangan nantinya. Di samping itu pula perlu keikutsertaan dari Dinas
Pemadam Kebakaran, di mana segala informasi mengenai masalah keselamatan
kebakaran akan lebih banyak masukan yang sangat membantu untuk memecahkan
semua persoalan. Di dalam perencanaan nantinya para arsitek dapat memikirkan
apakah bangunan yang direncanakan itu harus menggunakan pintu rolling door,

kalau melihat dari pengalaman bila terjadi kebakaran pada sebuah bangunan yang
menggunakan pintu rolling door, pintu tersebut sangat sukar untuk dibuka maupun
dibongkar. Dengan demikian dari hasil pengalaman sudah akan timbul satu
pemikiran baru di dalam perencanaan nantinya. Diharapkan pula dari hasil rencana
atau rancangannya yng baru juga sudah memikirkan keawetan dan kekuatan dari
bahan pengganti pintu tersebut, hal-hal semacam inilah yang harus mendapat
perhatian khusus oleh para arsitek. Ahli lainnya juga dituntut dapat memberikan
spesifikasi kekuatan dan keawetan bahan yang digunakan di dalam perencanaan
terhadap bahaya kebakaran. Baik hal tersebut menyangkut jenis kabel-kabelnya
serta sistem jaringan yang dipakai, dan bagaimana melakukan penyelamatan
terhadap bahan-bahan tersebut jika suatu saat terjadi bencana kebakaran.
Demikian juga untuk bahan konstruksi yang digunakan di dalam perencanaan,
seberapa jauh kadar keawetan serta kekuatannya jika konstruksi tersebut
terbakar. Bagaimana penyelamatan bahan itu? Bagaimana pula pengaruhnya
terhadap manusia yang ada di dalamnya? Semua permasalahan di atas memang
harus dipikul tanggung jawabnya oleh para arsitek kita sebelum melangkah lebih
jauh lagi terhadap hasil karya arsitektur itu sendiri. Di mana pun juga tidak akan
dapat lepas dari faktor keselamatan kebakaran, karena hal tersebut merupakan
bagian yang sangat penting dari hasil karya arsitektur secara keseluruhan. Kalau
pun dunia arsitektur telah melahirkan arsitek semacam Mies van der Rohe, Frank

Lloyd Wright, Le Corbusier, Alvar Aalto, Kenzo Tange, Paul Rudolph, dan
sebagainya untuk karya arsitekturnya. Akan tetapi yang lebih penting adalah
arsitektur itu ada karena manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya kalau arsitektur melindungi manusia.

Tulisan ini telah dimuat dalam harian Suara Indonesia Tanggal 8 September 1987

2