TOKSIKOLOGI FORENSIK : suatu pemeriksaan

TOKSIKOLOGI FORENSIK
Alphonse Poklis

PENDAHULUAN
Toksikologi mempelajari mengenai racun, lebih spesifik lagi bersangkutan
dengan sifat kimia dan fisika dari suatu bahan beracun dan efek fisiologisnya pada
makhluk hidup, analisis kualitatif dan kuantitatif pada bahan biologis dan
nonbiologis, dan prosedur untuk mengobati keracunan. Racun adalah suatu
substansi yang bila digunakan pada jumlah yang cukup dapat menyebabkan
kesakitan atau kematian. Proses menelan air dalam jumlah besar dalam waktu
yang lama, disebut polidipsia psikogenik, dapat terjadi dalam bentuk skizofrenia,
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit yang fatal. Sebaliknya, tertelannya
arsenik, sianida, dan racun lainnya dalam hitungan menit tidak menyebabkan
toksisitas yang nyata. Paracelsus, seorang dokter pada abad ke-16 mengamati,
“Semua zat adalah racun; tidak ada satu pun yang bukan racun. Dosis yang tepat
membedakan racun dari obat.”
Baru-baru ini, ilmu toksikologi telah berkembang hingga mencakup
evaluasi risiko dalam penggunaan produk farmasi, pestisida, dan bahan tambahan
makanan, studi keracunan pada pekerjaan, paparan polusi lingkungan, efek
radiasi, dan, dengan menyesal, perang biologi dan kimiawi. Toksikologi forensik
terutama berkaitan dengan deteksi dan estimasi racun dalam jaringan dan cairan

tubuh yang diperoleh pada otopsi atau, kadang-kadang, dalam darah, urin, atau
lambung yang diperoleh dari pasien hidup. Setelah analisis selesai, ahli

toksikologi forensik kemudian menafsirkan hasil untuk efek fisiologis dan / atau
perilaku dari meracuni orang yang menjadi sampelnya. Hasil analisis jaringan
otopsi dapat mengungkapkan bahwa orang tersebut meninggal karena keracunan.
Pada pasien hidup, ditemukannya suatu zat dalam darah atau sampel urin dapat
menjelaskan koma, kejang, atau perilaku aneh.
Penyelidikan lengkap adalah tanggung jawab penting untuk menetapkan
penyebab kematian berdasar pemeriksa medis, koroner, atau ahli patologi, tetapi
keberhasilan atau kegagalan dalam kedatangan pada kesimpulan yang benar
sering tergantung pada upaya gabungan ahli patologi dan ahli toksikologi
forensik. Keracunan sebagai penyebab kematian dibuktikan dengan analisis
toksikologi yang menunjukkan adanya racun dalam jaringan atau cairan tubuh
korban. Sebagian besar obat dan racun tidak dapat diamati langsung dalam
jaringan tubuh, hanya dapat ditunjukkan oleh metode isolasi kimiawi dan
identifikasi. Jika tidak dilakukan analisis toksikologi, suatu kematian dapat
dianggap sebagai keracunan tanpa bukti yang pasti, atau kematian karena
keracunan dapat secara salah dikaitkan dengan penyebab lainnya.
Pada kasus kematian bukan akibat keracunan, ahli toksikologi forensik

dapat memberikan bukti tentang lingkungan terjadinya kematian. Perilaku
mengemudi yang aneh pada korban kecelakaan lalulintas dapat diakibatkan
adanya alkohol dalam darah atau jaringan. Obat-obatan psikoaktif, yang
memengaruhi perilaku, sering terkait dengan kematian mendadak atau kekerasan.
Deteksi dari alkohol, narkotika, halusinogen, atau obat-obatan lain dapat
memperkuat kesaksian para saksi sehubungan dengan perilaku agresif atau

irasional dari orang yang meninggal pada saat insiden terjadi. Sebaliknya, hasil
toksikologi negatif menggugurkan penggunaan narkoba. Temuan negatif juga
penting pada pasien yang seharusnya rutin minum obat untuk mengendalikan
kondisi patologis. Dalam kasus epilepsi, konsetrasi obat rendah atau negatif dapat
menunjukkan orang yang meninggal tidak minum obatnya sehingga mengalami
kejang yang fatal.

SEJARAH TOKSIKOLOGI FORENSIK
Hingga abad ke-19, dokter, pengacara, dan aparat penegak hukum
memiliki gagasan yang salah tentang tanda dan gejala keracunan. Dahulu,
dipercaya bahwa jika tubuh berwarna hitam, biru, atau "berbau busuk" maka
disebabkan karena racun. Pemahaman lain addalah bahwa jantung orang yang
diracuni tidak bisa dihancurkan oleh api, atau bahwa tubuh seseorang yang

meninggal karena keracunan arsenik tidak akan membusuk. Pada awal abad ke18, seorang dokter Belanda, Hermann Boerhoave, berteori bahwa berbagai racun
dalam kondisi panas, dalam bentuk uap menghasilkan bau yang khas, sehingga
melakukan pengujian zat yang dicurigai beracun dengan menempatkan zat
tersebut di atas bara panas dan menguji baunya. Meskipun Boerhave tidak
berhasil menerapkan metodenya, dia adalah yang pertama kali menyarankan
metode kimia untuk membuktikan keberadaan racun.
Selama abad pertengahan, racun yang paling umum berasal dari tumbuhan
(seperti hemlock, aconite, belladonna) dan logam beracun (arsenik dan garam

merkuri). Selama masa Renaisans Prancis dan Italia, pembunuhan politik dengan
racun dibangkitkan oleh Paus Alexander VI dan Cesare Borgia.
Penggunaan arsenik putih (arsenik trioksida) untuk pembunuhan
digunakan luas di kalangan masyarakat umum dan disebut dengan "bubuk
warisan". Popularitas tersebut adalah tonggak pertama isolasi kimia dan
identifikasi racun dalam jaringan tubuh dan cairan yang berpusat pada arsenik.
Pada 1775, Karl Wilhelm Scheele, ahli kimia Swedia terkenal, menemukan bahwa
arsenik putih diubah menjadi asam arsenous oleh air klorin. Penambahan seng
logam dapat mengurangi perubahan asam arsenous menjadi gas arsin beracun.
Jika dipanaskan, gas yang terbentuk dapat menyimpan logam arsenik pada
permukaan bejana dingin. Pada tahun 1821, Sevillas mengguakan dekomposisi

arsin untuk mendeteksi arsenik yang terdapat pada isi perut dan urin dalam kasuskasus keracunan. Pada tahun 1836, James M. Marsh, seorang ahli kimia di Royal
British Arsenal di Woolwich, menggunakan gas arsin untuk mengembangkan
metode pertama untuk menentukan racun yang diserap dalam jaringan dan cairan,
tubuh seperti hati, ginjal, dan darah.
Tahun 1800 merupakan tahun perkembangan toksikologi forensik sebagai
suatu disiplin ilmiah. Pada tahun 1814, Mathieiv J. B. Orfila (1787–1853), “bapak
toksikologi”, menerbitkan Traité des Poisons - pendekatan sistemik pertama
dalam penelitian sifat kimia dan fisiologis racun. Orfila berperan sebagai seorang
saksi ahli dalam banyak percobaan pembunuhan terkenal, dan khususnya
penerapan Uji Marsh untuk arsenik dalam percobaan meracuni Marie Lafarge,

merangsang minat populer dan ilmiah dalam sains. Sebagai Dekan Medis Fakultas
di Universitas Paris, Orfila melatih banyak siswa di bidang forensic toksikologi.
Isolasi racun alkaloid pertama yang berhasil dilakukan pada tahun 1850
oleh Jean Servials Stas, seorang ahli kimia Belgia, menggunakan larutan asam
asetat dietil alkohol untuk mengekstrak nikotin dari jaringan tubuh Gustave yang
dibunuh Fougnie. Dimodifikasi oleh kimiawan Jerman, Friedrich Otto, Stas-Otto
metode cepat diterapkan untuk isolasi berbagai racun alkaloid, termasuk kolkisin,
konin, morfin, narkotin, dan strychnin; metode ini masih digunakan sampai
sekarang.

Pada pertengahan kedua abad ke-19, para ahli toksikologi Eropa
terkemuka dalam pengembangan dan penerapan ilmu forensik. Prosedur
dikembangkan untuk mengisolasi dan mendeteksi alkaloid, logam berat, dan
racun yang mudah menguap.
Di Amerika, Rudolph A. Witthaus, Profesor Kimia di Cornell Universitas
Medical School, membuat banyak kontribusi untuk toksikologi dan melakukan
analisis untuk New York City di beberapa kasus keracunan terkenal: pembunuhan
Helen Potts oleh Carlyle Harris dan Annie Sutherland oleh Dr. Robert W.
Buchanan, keduanya menggunakan morfin. Pada tahun 1911, Tracy C. Becker dan
Profesor Witthaus menyunting empat jilid karya tentang yurisprudensi medis,
Kedokteran Forensik dan Toksikologi, buku teks forensik standar pertama yang
diterbitkan di AS. Pada tahun 1918, Kota New York mendirikan sistem
pemeriksaan medis, dan penunjukan Dr. Alexander O. Gettler sebagai ahli
toksikologi menandai permulaan toksikologi forensik modern di Amerika.

Kontribusi Dr. Gettler pada sains terbesar adalah pelatihan dan pengarahannya
pada pemimpin masa depan dalam toksikologi forensik.
Pada tahun 1949, Akademi Ilmu Forensik Amerika didirikan untuk
mendukung dan melanjutkan praktik semua tahap pengobatan hukum di AS. Para
anggota bagian toksikologi mewakili sebagian besar forensik toksikologis yang

bekerja di kantor koroner atau pemeriksa kesehatan. Beberapa yang lain
organisasi ilmu forensik internasional, nasional, dan lokal, seperti Society of
Forensic Toxicologists dan California Association of Toxicologists, menawarkan
forum untuk pertukaran data ilmiah yang berkaitan dengan analitis teknik dan
laporan kasus yang melibatkan racun dan obat baru yang masih jarang digunakan.
Asosiasi Internasional Ahli Toksikologi Forensik, didirikan di 1963, dengan lebih
dari 750 anggota di 45 negara, memungkinkan kerjasama di seluruh dunia dalam
menyelesaikan masalah teknis yang dihadapi ahli toksikologi.
Pada tahun 1975, Dewan Toksikologi Forensik Amerika memeriksa dan
mengesahkan ahli toksikologi forensik. Salah satu tujuan yang dinyatakan adalah
“untuk menyiapkan sistem peradilan, dan publik lainnya, sistem praktis dan adil
untuk mengidentifikasi orang-orang yang mengaku spesialis dalam toksikologi
forensik yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan.” Secara
umum, mereka yang disertifikasi harus memiliki gelar Doctor of Philosophy atau
gelar Doktor dalam bidang ilmu sains, memiliki minimal 3 tahun penuh
pengalaman profesional, dan lulus ujian tertulis. Saat ini, hanya ada sekitar 200
ahli toksikologi yang telah disertifikasi.

KEMATIAN YANG DISELIDIKI OLEH AHLI TOKSIKOLOGI
KERACUNAN YANG TIDAK DISENGAJA

Kecelakaan keracunan palimng banyakn terjadi di rumah. Anak-anak,
karena rasa ingin tahu dan sifat petualang mereka, dapat memperoleh akses dan
menelan obat, deterjen, pestisida, dan pembersih rumah tangga. Kesadaran akan
penyimpanan bahan kimia rumah tangga yang aman, ketersediaan pusat-pusat
informasi pengendalian racun, dan prosedur-prosedur ruang gawat darurat yang
lebih baik untuk mengobati keracunan anak semuanya telah berkontribusi baik,
ditandai dengan penurunan kematian. Keracunan tiddak disengaja pada orang
dewasa biasanya karena salah pelabelan obat, penyimpanan zat beracun dalam
wadah selain yang asli.
Keracunan yang tidak disengaja dapat terjadi di industri karena
kecerobohan atau kecelakaan yang mengekspos pekerja ke zat beracun. Sementara
potensi keracunan yang tidak disengaja dalam industri adalah besar, standar dan
peraturan keselamatan dan ketersediaan layanan medis darurat hari ini mencegah
industri dari menjadi sumber dari banyak intoksikasi yang fatal.

KEMATIAN KARENA PENYALAHGUNAAN OBAT
Penyalahgunaan narkoba, penggunaan obat-obatan nonmedis atau bahan
kimia lainnya untuk tujuan mengubah suasana hati atau mendorong euforia,
adalah sumber dari banyak keracunan. Penyalahgunaan narkoba mungkin
melibatkan penggunaan obat-obatan terlarang seperti heroin atau phencyclidine;

penggunaan obat yang dibatasi atau dikendalikan seperti kokain, barbiturat, dan

amfetamin; atau penggunaan bahan kimia dengan cara yang bertentangan dengan
fungsi obat - seperti menghirup pelarut dan produk aerosol. Sejak perkembangan
"budaya narkoba" pada pertengahan 1960-an, kematian disebabkan penggunaan
obat terlarang adalah keracunan fatal yang paling umum yang diinvestigasi oleh
ahli racun, khususnya di daerah perkotaan besar. Tabel 8.1 menyajikan obatobatan yang paling sering ditemui dalam investigasi kematian; perhatikan
tingginya insiden kokain, alkohol, dan heroin / morfin.
Dalam arti yang lebih luas, penyalahgunaan narkoba juga termasuk
penggunaan yang berlebihan zat yang legal secara hukum, seperti alkohol dan
obat resep. Penyalahgunaan alkohol adalah masalah narkoba terbesar di AS.
Alkohol memainkan peran penting dalam kematian dengan kekerasan. Dari
40.000 kematian kecelakaan mobil yang terjadi setiap tahun di AS, 50%
melibatkan pengemudi mabuk, dan 60% pembunuh pejalan kaki memiliki kadar
alkohol dalam darah yang signifikan. Lima puluh persen pasien di rumah sakit
dengan patah tulang memiliki riwayat menggunakan alkohol. Tingkat alkohol
dalam darah yang signifikan ditemukan pada 35% otopsi dari semua orang
melakukan bunuh diri dan 50% dari semua korban pembunuhan. Setiap tahun
banyak orang meninggal karena kondisi patologis secara langsung yang dikaitkan
dengan alkohol atau komplikasi dari kondisi patologis lainnya yang diperburuk

dengan konsumsi alkohol. Orang biasanya kehilangan kesadaran sebelum dosis
mematikan dicerna. Karena itu, kematian karena overdosis alkohol jarang terjadi.
Namun, banyak kematian yang tidak disengaja terjadi dari konsumsi obat resep
dan alkohol secara bersamaan.

Tabel 8.1
Obat yang Paling Sering Ditemukan pada Pemeriksaan Kesehatan, 1991a
Urutan
1
2

Nama Obat
Kokain
Alkohol – dalam

Ditemukan
3.020
2.436

Persentase Total Kejadianb

45.74
36.90

kombinasi
3
Heroin / morfin
2.333
35.3
4
Kodein
783
11.86
5
Diazepam
587
8.89
6
Amitriptilin
437
6.62

7
Metadon
430
6.51
8
Nortriptilin
379
5.74
9
d-proksipoksifen
325
4.92
10
Difenhidramin
241
3.65
a
Drug Abuse Warning Network, data dari 27 area maju berdasar Institusi nasional
penyalahgunaan obat
b

Persentase dari total kejadian dapat mencapai 100%, karena satu kasus dapat

melibatkan lebih dari satu jenis obat

BUNUH DIRI DENGAN RACUN
Bunuh diri dengan racun adalah kasus yang umum terjadi, kasus bunuh
diri berhasil pada pria sebanyak dua kali dibanding pada wanita. Namun
percobaan bunuh diri dengan racun lebih banyak dua kali pada wanita dibandding
pada pria. Agen bunuh diri yang umum digunakan adalah karbon monoksida, gas
yang dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa karbon.
Knalpot mobil berisi konsentrasi karbon monoksida yang besar, metode yang
sering digunakan adalah dengan menyalakan mobil di garasi yang tertutup.
Sedangkan sianida, arsenik, dan racun terkenal lainnya kadang-kadang digunakan
sebagai agen bunuh diri, sebagian besar kematian hasil dari obat resep. Orang

yang menderita depresi dan gangguan emosional lainnya biasanya memiliki
persediaan obat yang banyak, bunuh diri melibatkan beberapa konsumsi obat;
biasanya tiga hingga tujuh obat yang berbeda dicerna pada satu waktu. Dengan
menganalisa lambung dan isi usus, darah, urin, dan organ utama tubuh, ahli
toksikologi dapat menentukan jumlah minimum racun yang tertelan. Dalam kasus
bunuh diri, hasil analisis tersebut menunjukkan kuantitas dosis besar; sehingga
membuktikan bahwa orang yang meninggal sengaja mengambil dosis tersebut.

KERACUNAN YANG MEMBUNUH
Keracunan yang tidak sengaja dan bunuh diri dengan racun sangat umum
terjadi, membunuh dengan racun jarang terjadi. Menentukan bahwa seseorang
meninggal sebagai akibat racun yang bersifat membunuh menjadi investigasi yang
paling sulit untuk petugas penegak hukum dan ahli medis. Bukti umum keracunan
diperoleh dari pengetahuan tentang gejala yang ditampilkan oleh orang yang
meninggal sebelum kematian, pemeriksaan postmortem tubuh oleh ahli patologi,
isolasi dan identifikasi racun oleh ahli toksikologi. Untuk menuntut tersangka,
petugas penegak hukum harus menetapkan bahwa pelaku memiliki akses ke
pasokan racun, mengetahui efek racun yang mematikan, dan bahwa tersangka
punya kesempatan memberikan racun pada orang yang meninggal.
Ketika korban diperiksa oleh dokter sebelum kematian, jarang ditemukan
keracunan sebagai penyebab penyakit pasien. Kecuali jika pasien kontak dengan
zat beracun (bekerja di kilang, kimia, atau pabrik peleburan; bekerja di pertanian
dan menggunakan pestisida dan herbisida). Pembunuhan dengan racun paling

sering terjadi di dalam rumah, jarang ada gejala keracunan yang tidak terduga
diakibatkan oleh penyakit tertentu seperti muntah, diare, kolaps dengan cepat, dan
lemahnya nadi, semua gejala keracunan arsenik, mungkin juga disebabkan oleh
ulkus lambung pecah atau peradangan pankreas atau usus buntu. Demikian juga,
strychnine dan tetanus menyebabkan kejang. Pupil yang mengecil dan narkosis
mungkin berasal dari obat narkotika atau lesi pada otak. Namun, terdapat keadaan
yang membuat diagnosis keracunan cukup pasti. Onset dan perkembangan gejala
kematian cepat segera setelah makan atau minum menunjukkan keracunan akut,
keracunan makanan dari bakteri memiliki onset gejala yang tertunda.
Ahli patologi dapat mengenali efek racun tertentu pada otopsi. Asam kuat
dan alkali dapat menyebabkan luka bakar yang luas di sekitar mulut atau
permukaan tubuh, dengan kerusakan berat pada jaringan internal. Racun metalik
dapat menyebabkan kerusakan intensif pada saluran pencernaan, hati, dan ginjal.
Fosfor, hidrokarbon terklorinasi, dan jamur beracun menyebabkan degenerasi
lemak pada hati. Namun, sebagian besar racun tidak menghasilkan perubahan
yang dapat diamati dalam jaringan tubuh; karenanya, dalam banyak contoh
keracunan, nilai pemeriksaan ahli patologi tubuh adalah menetapkan bahwa
kematian bukan karena penyebab alami atau cedera traumatis dan bahwa tidak ada
bukti penyebab kematian kecuali dari kemungkinan keracunan. Di kebanyakan
kasus, analisis toksikologi menghasilkan bukti pembunuhan dengan racun.

INVESTIGASI TOKSIKOLOGI DARI KEMATIAN AKIBAT RACUN
Investigasi toksikologi racun kematian dapat dibagi menjadi tiga langkah:

1. Memperoleh riwayat kasus dan spesimen yang sesuai
2. Analisis toksikologi
3. Interpretasi hasil analisis

RIWAYAT KASUS DAN SPESIMEN
Terdapat ribuan senyawa yang mematikan jika dicerna, disuntikkan, atau
dihisap. Ahli toksikologi hanya terbatas jumlah bahan yang digunakan untuk
melakukan analisisnya; oleh karena itu, sangat penting bahwa sebelum memulai
analisis, diberikan sebanyak mungkin informasi mengenai fakta pendukung kasus
seperti usia, jenis kelamin, berat badan, riwayat medis, dan pekerjaan orang yang
meninggal, serta setiap perawatan yang diberikan sebelum kematian, temuan
otopsi kotor, obat yang tersedia untuk orang yang meninggal, dan interval waktu
antara onset gejala dan kematian. Pada tahun tertentu, laboratorium toksikologi
akan melakukan analisis pada jaringan untuk racun sebagai obat resep (analgesik,
antidepresan, hipnotik, penenang), obat yang disalahgunakan (halusinogen,
narkotika, stimulan), produk komersial (antibeku, produk aerosol, insektisida,
rodentisida, gosok senyawa, pembunuh gulma), dan gas (karbon monoksida,
sianida). Identitas yang mungkin menjadi racun sebelum analisis akan sangat
membantu.
Pengumpulan spesimen untuk analisis toksikologi biasanya dilakukan oleh
ahli patologi di otopsi. Spesimen dari banyak cairan tubuh dan organ diperlukan
karena obat-obatan dan racun menunjukkan afinitas jaringan tubuh yang berbeda
(lihat Tabel 8.2). Obat-obatan dan racun tidak didistribusikan secara merata ke

seluruh tubuh, dan ahli toksikologi awalnya menganalisis organ-organ yang
diperkirakan memiliki konsentrasi obat tertinggi, Gambar 8.1. Sejumlah besar
setiap spesimen diperlukan untuk analisis toksikologi menyeluruh karena prosedur
mengekstrak dan mengidentifikasi satu senyawa atau kelas senyawa mungkin
tidak efektif dalam mengekstraksi atau mengidentifikasi.
Tabel 8.2 Barang Bukti yang Terkumpul pada Otopsi untuk Analisis Toksikologi
Spesimen
Jumlah
Zat Toksik yang Ditemukan
Jaringan lemak
200 g
Insektisida, thiopental
Empedu
Seluruhnya
Kodein, morfin
Darah
15 ml
Alkohol, karbonmonokssida
Jaringan otak
500 g
Racun yang mudah menguap
Ginjal
Satu organ
Logam berat
Hati
500 g
Banyak zat racun
Paru-paru
Satu organ
Metadon, gas, inhalan
Isi perut dan usus
Seluruhnya
Semua racun yang ditelan
Urin
Seluruhnya
Banyak zat racun
Badan bening mata
Seluruhnya
Digoksin, elektrolit, glukosa
Ahli patologis memberi keterangan untuk setiap wadah dalam
pengambilan sampel, yaitu tanggal dan waktu otopsi, nama orang yang
meninggal, identitas sampel, dan tanda tangan ahli patologi. Ahli toksikologi, saat
menerima spesimen, memberi ahli patologi tanda terima tertulis dan menyimpan
spesimen di kulkas terkunci sampai analisis. Prosedur ini memadai untuk
dilakukan pelacakan spesimen ke dalam prosedur hukum jika diperlukan.
Spesimen harus dikumpulkan sebelum pembalseman, karena proses ini
mungkin dapat menghancurkan atau mencairkan racun yang ada dan membuat
deteksi menjadi tidak mungkin dilakukan. Misalnya, sianida dihancurkan oleh
proses pembalseman, metil atau etil alkohol dapat menjadi konstituen dari cairan
pembalseman, sehingga memberikan indikasi yang salah tentang orang yang
meninggal sebelum meninggal.

ANALISIS TOKSIKOLOGI
Sebelum memulai analisis, seorang ahli toksikologi harus
mempertimbangkan : jumlah specimen yang tersedia, sifat racun yang akan dicari,
dan kemungkinan biotransformasi dari racun. Oleh karena jumlah spesimen
terbatas, maka harus mengikuti prosedur analisis yang disesuaikan dengan jumlah
sampel. Gambar 8.2 menguraikan skema untuk isolasi pada senyawa yang tidak
diketahui. Dalam kasus yang melibatkan pemberian racun oral, isi gastrointestinal
dianalisis pertama kali, karena sejumlah besar residu racun yang tidak terserap
mungkin ditemukan. Urin dapat dianalisis selanjutnya karena ginjal adalah organ
utama ekskresi untuk sebagian besar racun sehingga konsentrasi racun yang tinggi
sering ada dalam urin. Selanjutnya penyerapan dari saluran cerna, obat-obatan
atau racun pertama kali dibawa ke hati sebelumnya memasuki sirkulasi sistemik
umum; Oleh karena itu, analisis pertama dari suatu organ internal dilakukan pada
hati. Jika racun tertentu dicurigai atau diketahui terlibat dalam kematian, ahli
toksikologi memilih untuk menganalisis terlebih dahulu jaringan dan cairan di
mana racun terkonsentrasi paling banyak.
Biotransformasi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
konversi oleh tubuh dari bahan kimia asing ke bahan kimia yang berbeda secara
struktural. Metabolit (senyawa baru) dapat secara fisiologis aktif atau tidak aktif
dan tidak beracun, kurang beracun, atau lebih beracun daripada senyawa induk.
Dengan demikian, ahli toksikologi harus memiliki pemahaman tentang reaksi
biotransformasi. Dalam beberapa kasus, metabolit adalah satu-satunya bukti

bahwa obat atau racun telah diberikan sebelumnya. Bukti heroin atau kokain
penggunaan ditunjukkan dengan adanya metabolitnya masing-masing, morfin dan
benzoylekgonin.
Ahli toksikologi harus menyadari perubahan kimia normal yang terjadi
selama dekomposisi tubuh. Otopsi atau analisis toksikologi harus dimulai segera
setelah kematian karena proses dekomposisi dapat menghancurkan racun yang ada
pada awalnya atau dapat menghasilkan zat atau senyawa dengan sifat kimia atau
fisik yang mirip dengan racun. Sebagai contoh, selama dekomposisi, fenilalanin,
asam amino yang biasanya ada dalam tubuh, diubah menjadi phenylethylamine,
yang memiliki sifat kimia dan fisik yang sangat mirip untuk amfetamin.
Kandungan etil alkohol dan sianida darah mungkin menurun atau meningkat
tergantung pada tingkat pembusukan dan mikroba aktivitas. Namun, banyak
racun, seperti arsenik, barbiturat, merkuri, dan strychnine, mungkin masih bisa
dideteksi bertahun-tahun setelah kematian.
Dalam penyelidikan keracunan, pertama-tama diperlukan ahli toksikologi
untuk mengisolasi dan mengidentifikasi racun. Oleh karena itu, toksikologi
forensik sesuai dengan metode yang digunakan sebaiknya mengisolasi zat dari
jaringan tubuh atau cairan.

Kelompok I: Gas
Sebagian besar gas toksik tidak terdeteksi dalam spesimen otopsi,
beberapa mungkin diisolasi dari jaringan darah atau paru-paru melalui proses
aerasi. Biasanya, sampel udara dikumpulkan dari tempat paparan.

Kelompok II: Steam Volatile Poisons
Senyawa dalam kelompok ini diisolasi oleh distilasi uap. Contoh (darah,
urin, atau homogenat jaringan) dibuat asam dengan asam klorida atau basa dengan
magnesium oksida padat. Racun yang dapat disuling dari media asam termasuk
karbon tetraklorida, kloroform, sianida, etanol, metanol, fenol, nitrobenzen, dan
kuning fosfor. Racun yang bisa disuling dari media basa termasuk amfetamin,
anilin, meperidin, metadon, dan nikotin.

Kelompok III: Racun Metalik
Logam diisolasi dari jaringan dengan menghancurkan semua bahan
organik. Jaringan dapat dihancurkan oleh panas yang berlebihan (kering) atau
direbus dengan asam pekat atau oksidator kuat (ashing basah). Berbagai metode
dapat digunakan untuk mengidentifikasi racun logam tertentu yang tersisa di
dalam abu jenazah.

Kelompok IV: Racun Organik yang Tidak Mudah Menguap
Senyawa dalam kelompok ini biasanya hadir dalam jaringan hanya dalam
hitungan menit. Beberapa obat (misalnya, barbiturat) dapat langsung diekstrak
dari jaringan oleh pelarut organik. Namun, banyak senyawa terpisah dari sebagian
besar matriks jaringan menjadi filtrat bebas protein di jaringan. Filtrat ini
kemudian mengalami ekstraksi selektif dengan pelarut organik pada berbagai

kondisi keasaman. Menggunakan teknik tersebut, obat-obatan diisolasi menjadi
lima kelompok :
1. Asam kuat (misalnya, chlorothiazide, salisilat)
2. Asam lemah (misalnya, acetaminophen, barbiturat)
3. Netral (mis., Meprobamate, methaprylon)
4. Basa (mis., Kodein, phenothiazines, quinine, strychnine)
5. Amfoterik (mis., Hidromorfon, morfin)

Kelompok V: Racun jenis lain
Kelompok ini mencakup semua racun yang tidak diklasifikasikan dalam
empat kelompok sebelumnya. Zat yang termasuk dalam kelompok ini adalah
anion anorganik (Bromin), ion organik yang larut dalam air (kurare, fluoroasetat,
parkuat), dan senyawa organik yang tidak larut dalam air atau alkohol.
Membutuhkan teknik khusus untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawasenyawa ini dari sampel biologis.
Jika racun yang menyebabkan kematian itu diketahui, analisis tertentu
dapat dilakukan dengan berbagai teknik analitik kimia modern yang disiapkan
oleh ahli toksikologi; Namun, jika agen tidak diketahui, atau lebih dari satu racun
dicurigai, harus dilakukan serangkaian analisis untuk menentukan racun mana
yang ada dan kemudian melakukan analisis kuantitatif jumlah masing-masing zat
beracun dalam berbagai spesimen. Semua metode ini dapat diterapkan untuk
analisis kualitatif (identifikasi) dan analisis kuantitatif (konsentrasi).

Uji Warna
Tes warna adalah prosedur kimia di mana zat yang diuji menyebabkan
perubahan dalam reagen, sehingga menghasilkan perubahan warna yang bisa
diamati. Tes warna dapat digunakan untuk menentukan kehadiran senyawa
spesifik atau komponen utama zat tersebut. Prosedur cepat dan mudah dilakukan.
Utilitas warna terbesar tes dalam toksikologi adalah pemeriksaan urin, karena
dapat dianalisis secara langsung tanpa prosedur ekstraksi. Sebuah contoh uji
warna adalah “Tes Trinder” untuk mendeteksi salisilat di dalam darah atau urin.
Reagen dari besi nitrat dan merkuri klorida dicampur dengan 1 ml darah atau urin;
jika ada salisilat, terjadi perubahan warna menjadi ungu. Tes Trinder positif
diamati untuk asam salisilat (metabolit aspirin), salisilamida, dan metil salisilat
sehingga harus dikonfirmasi dengan uji lainnya. Positif palsu, yaitu terjadi
perubahan warna tanpa adanya senyawa salisilat, dapat ditemukan pada urin
pasien diabetes yang mengekskresi asam asetoasetat dan pada konsumen dosis
tinggi fenotiazin.

Tes Mikrodifusi
Digunakan untuk isolasi cepat dan deteksi racun yang mudah menguap.
Sebuah alat mikrodifusi sederhana terdiri dari plat porselen kecil dengan dua
kompartemen terpisah, sebuah lubang dalam yang dikelilingi oleh lubang luar
terbentuk antara pinggiran dinding kompartemen bagian dalam dan dinding luar
yang lebih tinggi dari plat. Lubang luar adalah sel sampel 1- 5 ml, dari darah, urin,
atau jaringan. Pada lubang dalam ditambahkan "penyerap". Penyerapnya adalah

reagen atau pelarut di mana zat volatil tertentu akan mudah larut. Setelah sampel
dan absorben ditambahkan ke sel yang tepat, piringan disegel dengan bahan
penyegel dan pelat penutup. Jika dipanaskan, racun yang mudah menguap akan
berdifusi dari sampel ke atmosfer dan terperangkap oleh larutan penyerap berupa
reagen warna. Saat racun terlepas dari sampel, dapat diamati
pembentukan/perubahan warna dalam absorben. Zat yang dapat dideteksi antara
lain acetaldehyde, karbon monoksida, sianida, etanol, fluorida, hidrokarbon
terhalogenasi, dan metanol.

Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan. Komponen campuran sampel
didistribusikan antara dua fase, fase tetap dan fase gerak yang akan merembes
melalui matriks atau di atas permukaan fase tetap. Komponen tersebut
menunjukkan beragam derajat afinitas untuk setiap fase, dan saat mereka dibawa
oleh fase gerak, terjadi migrasi diferensial. Beberapa komponen dipertahankan
pada fase diam lebih lama dari yang lain, menghasilkan pemisahan senyawa.
Retensi komponen oleh fase tetap bergantung pada beberapa faktor, termasuk sifat
kimia dan fisik fase tetap gerak, serta kondisi eksperimental, seperti suhu atau
tekanan. Oleh karena itu, standar acuan murni kromatografi di bawah kondisi
yang sama. Senyawa diidentifikasi dengan membandingkan hasil retensi pada fase
diam dengan standar referensi dan dikonfirmasi dengan uji lainnya setelah

senyawa diketahui. Ada banyak jenis analisis kromatografi namun, hanya tiga
yang paling sering diterapkan oleh ahli toksikologi, yaitu kromatografi lapis tipis
(TLC), kromatografi cair gas (GLC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
Kromatografi Lapis Tipis
Pada jenis ini, fase tetap adalah "lapisan tipis" dari penyerap, biasanya
silika gel, yang tersebar seperti plat kaca. Ekstrak sampel terkonsentrasi dan
standar obat diterapkan sebagai serangkaian bintik di sepanjang bagian bawah plat
dan dibiarkan kering, kemudian ditempatkan dalam tangki tertutup, di mana
lapisan penyerap menyebabkan kontak dengan "pelarut pengembang" (fase gerak)
di bawah tempat yang diterapkan. Pelarut bergerak ke atas plat melalui kapiler,
melarutkan dan memisahkan komponen dari ekstrak. Ketika pelarut telah
mencapai bagian atas plat atau naik ke jarak yang telah ditentukan sebelumnya,
pelat dihapus dari tangki dan pelarut menguap dari plat. Setiap zat dari obat akan
terpisah selama migrasi, menghasilkan serangkaian bintik atau pita sempit yang
membentang dari bawah ke atas atau pada pelarut. Migrasi senyawa diekspresikan
oleh faktor retensi (Rf) yang didefinisikan sebagai rasio jarak yang dipindahkan
oleh senyawa ke jarak fase gerak naik plat dari titik penerapan senyawa.
Kehadiran obat divisualisasikan dengan menyemprot atau mencelupkan ke plat
berbagai reagen yang menghasilkan warna reaksi dengan komponen tertentu.
Beberapa obat akan bereaksi dengan reagen tetapi tidak dengan yang lain.
Misalnya, dalam skrining ekstrak urin untuk adanya penyalahgunaan obat-obatan,
ahli toksikologi mungkin terlebih dahulu menyemprot kromatogram dengan
ninhidrin, yang menghasilkan warna merah atau merah muda dengan amina

primer seperti amfetamin atau efedrin. Selanjutnya, ia dapat mengaplikasikan
etanol dalam sulfur asam, yang menghasilkan serangkaian warna merah muda,
oranye, biru, atau hijau yang cerah bintik-bintik dengan obat penenang fenotiazin
dan metabolitnya. Plat mungkin kemudian disemprot dengan iodoplatinat, yang
bereaksi dengan semua basa nitrogen.
Ada banyak reagen semprot TLC, tetapi ahli toksikologi harus dipandu
oleh sifat kimia dari senyawa yang ingin dikenali. Setelah identifikasi tentatif dari
senyawa didapatkan, selanjutnya dikonfirmasi oleh tes kimia lain. Tabel 8.3
menyajikan Rfs dan reaksi dengan reagen visualisasi beberapa obat yang biasanya
dicari dalam skrining toksikologi.

Tabel 8.3 Data Kromatografi Lapis Tipis untuk Beberapa Obat yang Sering Dicari
Obat

Rf

Morfin
Fenilpropano
alamin
Kodein
Kuinin
Amfetamin

0.15
0.27

Fenobarbital
Amobarbital
Klorpromazi
n
Tioridazin

0.53
0.75
0.78

Diazepam

0.88

0.30
0.38
0.39

0.78

Reagen Semprot
Ninhidrin Difenildipanas
Karbazon kan
pada
Sulfat
Merkuri

Sinar UV

Iodoplati
na

Biru

Biru
Coklat
muda
Coklat
Coklat

Coklat

Coklat

Hijau
kekuning
an

Coklat
tua
Coklat
kemeraha
n

Merah

Merah
muda
Ungu
Ungu
Merah
Biru

Amitriprilin

0.98

Biru

Coklat
muda

Kromatografi Gas Cair
Pada jenis ini, fase gerak adalah pembawa gas inert (misalnya, helium,
nitrogen) yang mengalir melalui kolom yang dikemas dengan packed column atau
lebih dari satu fase tetap melapisi dinding kolom kapiler. Terdapat banyak jenis
bahan cair yang tersedia, variasi fase tetap tergantung pada sifat senyawa atau
kelompok senyawa yang ingin diidentifikasi. Sampel yang diekstraksi akan
diuapkan dan dibawa melalui kolom oleh gas ke detektor, yang menghasilkan
sinyal elektronik yang diperkuat dan ditampilkan pada perekam. Migrasi senyawa
melalui kolom biasanya diekspresikan oleh waktu retensi (Rt), yaitu waktu antara
injeksi sampel dan deteksi senyawa. Waktu retensi memberikan identifikasi
tentatif dari senyawa, dan kekuatan sinyal elektronik ke perekam dapat digunakan
untuk menentukan jumlah senyawa yang ada dalam sampel. Ekstrak spesimen
pada kondisi yang sama seperti referensi dan menghasilkan waktu puncak pada
saat yang sama dapat menjadi referensi obat dalam spesimen. Ketinggian puncak
dan area di bawah puncak secara langsung berkaitan dengan konsentrasi obat yang
ada. Kromatografi gas sangat cocok untuk analisis zat yang mudah menguap
seperti alkohol.

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Pada jenis ini, fase gerak adalah cairan yang mengalir melalui kolom yang
dikemas dengan fase diam yang solid di bawah tekanan terus menerus. Banyak

jenis bahan stasioner tersedia, dan ahli toksikologi dapat menggunakan hampir
semua pelarut atau banyak air campuran sebagai fase cair. Oleh karena itu,
prosedur khusus dapat dikembangkan untuk memisahkan senyawa yang tidak
mudah diatasi dengan metode kromatografi lainnya. Metode ini sangat cocok
untuk senyawa yang mudah terbakar panas, yang dapat terdekomposisi ketika
diuapkan untuk pemisahan GLC. Seperti pada GLC, obat dapat diidentifikasi dari
Rt, dan respon detektor sesuai dengan konsentrasi obat yang ada dalam sampel.

Spektroskopi
Spektroskopi menyangkut penyerapan atau produksi energi radiasi.
Menyerap radiasi adalah karakteristik semua molekul; Namun, panjang
gelombang radiasi yang diserap dapat bervariasi dari sinar-X hingga ultraviolet,
infra-merah, gelombang mikro, dan frekuensi radio. Oleh karena itu, interaksi
antara senyawa kimia dan radiasi tergantung pada struktur molekul dan panjang
gelombang radiasi. Penyerapan radiasi oleh senyawa ditentukan oleh panjang
gelombang radiasi, spektrum penyerapan diamati yang mana adalah karakteristik
dari senyawa itu. Spesifitas spektrum terkait ke wilayah penyerapan. Misalnya,
banyak senyawa memiliki spektrum ultraviolet (200 hingga 350 nm) yang sama
sementara spektrum infra merah (2,8 hingga 25 M) adalah "sidik jari" yang sangat
spesifik dari senyawa tertentu, terdapat juga hubungan langsung antara besarnya
penyerapan radiasi energi dan jumlah materi yang menyerap yang berlaku untuk
penyerapan energi radiasi, dari sinar-X ke gelombang radio. Secara eksperimental

dengan memilih panjang gelombang penyerapan maksimum, konsentrasi suatu
senyawa yang ada dalam sampel dapat ditentukan.
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur penyerapan energi radiasi
terdiri dari sumber radiasi, sel sampel yang dilalui radiasi melewati, dan detektor
untuk mengukur penyerapan radiasi. Instrumen komersial yang digunakan untuk
mengukur penyerapan bentuk-bentuk cahaya ini bervariasi dari kolorimeter
sederhana, digunakan untuk mengukur penyerapan dalam rentang yang terlihat,
untuk spektrofotometer yang sangat canggih menggunakan cahaya monokromatik
dan elektronik sensitif untuk mendeteksi, memperkuat, dan merekam tingkat
radiasi rendah.
Penyerapan sinar ultraviolet (UV) dapat menghasilkan transisi elektronik
dalam molekul organik, menyebabkan perpindahan elektron dari energi rendah ke
orbit berenergi tinggi. Panjang gelombang sebenarnya dari penyerapan maksimum
tergantung kelompok kimia yang ada dalam molekul, pelarut di mana senyawa
terlarut, pH, dan suhu larutan. Larutan berair dan alkohol adalah pelarut yang
paling umum digunakan oleh ahli toksikologi. Plotting atau grafik elektronik
absorbansi senyawa dibandingkan dengan panjang gelombang (210-350 nm)
menghasilkan penyerapan ultraviolet spektrum. Kebanyakan obat untuk
kepentingan analisis toksikologi menyerap cahaya di area ultraviolet. Spektrum
UV adalah karakteristik senyawa dan dapat digunakan untuk identifikasi
sementara dari obat. Banyak senyawa menampilkan spektrum UV yang sama,
misalnya amfetamin, efedrin, metamfetamin, phenylethylamine, propoxyphene,
dan banyak obat lain yang memiliki maksima penyerapan UV dalam larutan asam

di 263, 257, dan 252 nm. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan memisahkan
senyawa dengan HPLC dan kemudian merekam spektrum UV sebagai obat yang
terisolasi. Konsentrasi obat ditentukan dengan membandingkan besar daya serap
pada panjang gelombang maksimal dengan serangkaian konsentrasi standar obat
murni yang dianalisis di bawah kondisi eksperimen yang sama.

Spektrometri massa
Dalam spektrometri massa, sampel ditembak dengan berkas elektron yang
menghasilkan molekul bermuatan atau menghancurkan sampel menjadi fragmen
ionik dari sampel asli, partikel bermuatan dipisahkan dan dideteksi menurut massa
atomnya. "Spektrum massa" adalah tampilan dari fragmen massa-ke-muatan yang
berbeda yang dihasilkan dan kelimpahan relatif. Pola fragmentasi dari molekul
kompleks menghasilkan spektrum karakteristik yang sangat spesifik. Identifikasi
triazolam didasarkan pada ion molekuler pada 343, pola fragmentasi mass-tocharge (m / e) karakteristik, dan kelimpahan relatif masing-masing ion. Misalnya:
313 m / e, kelimpahan 100; 238 m / e, kelimpahan 87; 75 m / e, kelimpahan 60;
342m / e, kelimpahan 50; dan seterusnya. Umumnya, tujuh kecocokan sampel
yang tidak diketahui dibandingkan dengan standar referensi cukup untuk
identifikasi. Meskipun prinsipnya ssederhana, instrumentasi yang digunakan
untuk menghasilkan spektra massa sangat kompleks.
Dalam analisis toksikologi, obat-obatan atau racun biasanya pertama kali
dipisahkan oleh analisis kromatografi gas. Sebagai senyawa elusi dari kolom,
dibawa ke ruang tembak spektrometer massa. Sistem terkomputerisasi

menampilkan spektrum massa yang dihasilkan dan secara otomatis mencari
spektrum yang tersimpan dari senyawa yang diketahui untuk mengidentifikasi
sampel yang tidak diketahui.

Immunoassay
Merupakan teknik yang membutuhkan antibodi yang berikatan erat dengan
obat yang spesifik. Terdapat tiga sistem yang tersedia secara komersial dan
digunakan dalam toksikologi forensik: enzyme multiplied immunoassay technique
(EMIT), fluorescent polarization immunoassay (FPIA), dan radioimmunoassay
(RIA). Sebuah immunoassay terdiri dari campuran antibodi spesifik obat dan
antibodi disiapkan. "Label" mungkin atom radioaktif (RIA), atau senyawa
fluorescent yang melekat secara kimiawi (FPIA), atau enzim (EMIT). Ketika
sampel mengandung obat ditambahkan ke campuran, bersaing dengan "label obat"
untuk mengikat antibodi. Kehadiran obat yang dicari ditunjukkan oleh perubahan
radioaktivitas (RIA), fluorescence polarization (FPIA), atau reaksi enzim (EMIT).
Teknik-teknik ini dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, cepat
dan mudah diterapkan, sampel dapat dianalisis secara langsung tanpa ekstraksi
sebelumnya. Teknik immunoassay sangat berguna dalam skrining racun dalam
spesimen biologi seperti urin. Teknik ini sangat spesifik untuk obat atau kelas obat
tertentu, karena obat adalah satu-satunya antigen yang akan bereaksi atau
mengikat dengan antibodi yang disiapkan. Obat apa saja yang antibodi spesifik
dapat diproduksi secara teoritis dapat dianalisis dengan teknik immunoassay.

Interpretasi Hasil
Setelah analisis spesimen selesai, dilakukan interpretasi hasil mengenai
efek fisiologis dari zat racun pada jenazah pada konsentrasi yang ditemukan.
Pertanyaan khusus tentang jalur masuk, konsentrasi racun cukup atau tidak untuk
menyebabkan kematian atau melibatkan tindakan orang yang meninggal untuk
berkontribusi sampai kematiannya, harus dapat dijawab. Masalah yang paling
sulit adalah untuk menilai makna fisiologis hasil analisis.
Dalam menentukan jalur masuk, dievaluasi hasil analisis berbagai
spesimen. Sebagai aturan umum, konsentrasi racun tertinggi akan ditemukan di
jalur masuk. Adanya sejumlah besar obat dalam saluran cerna dan hati
menunjukkan konsumsi oral, konsentrasi yang tinggi di paru-paru menunjukkan
inhalasi, dan konsentrasi racun yang tinggi di jaringan di sekitar tempat suntikan
menunjukkan suntikan intramuskular. Injeksi intravena mengantarkan obat
langsung ke sirkulasi sistemik, melewati efek konsentrasi awal di hati.
Adanya bahan beracun di saluran pencernaan tidak membuktikan agen
tersebut adalah penyebab kematian. Harus ditunjukkan telah terjadi penyerapan
racun, dibawa ke sirkulasi umum menuju organ yang akan memberikan efek yang
fatal. Kecuali bahan kimia korosif kuat dengan efek merusak langsung jaringan,
sehingga menyebabkan perdarahan dan syok. Contohnya adalah hidroklorik
terkonsentrasi dan sulfur asam, alkali, dan fenol.
Hasil analisis urin memberikan sedikit manfaat dalam menentukan efek
fisiologis agen beracun. Secara umum, hasil urin hanya menunjukkan suatu racun
berada dalam tubuh. Korelasi nilai urin dengan efek fisiologis buruk berhubungan

dengan berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat ekskresi senyawa spesifik dan
volume urin.
Efek fisiologis sebagian besar obat dan racun berkorelasi dengan
konsentrasi dalam darah dan menetapkan bahwa penyerapan telah terjadi. Oleh
karena itu, konsentrasi darah seringkali merupakan indikator toksisitas terbaik;
akibatnya, darah adalah spesimen yang paling berharga bagi ahli toksikologi.
Untuk menginterpretasikan kadar pada darah atau jaringan dengan benar,
harus dipertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi konsentrasi racun.
Interpretasi nilai-nilai darah atau jaringan dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1)
normal atau terapeutik, (2) beracun, dan (3) mematikan. Nilai normal adalah
konsentrasi suatu zat yang ditemukan dalam populasi umum dan tidak memiliki
efek racun pada tubuh. Misalnya, sianida biasanya mudah diidentifikasi sebagai
bahan kimia yang sangat beracun; namun, sejumlah kecil sianida dihasilkan
setelah mengkonsumsi makanan tertentu atau setelah merokok tembakau. Oleh
karena itu, sejumlah kecil sianida adalah konstituen normal dalam tubuh dan pada
konsentrasi rendah dapat ditoleransi. Banyak logam berat, seperti arsenik, timbal
dan merkuri, yang tidak penting bagi tubuh, muncul dalam populasi umum karena
kontaminasi lingkungan. Kaategori terapeutik adalah bahwa konsentrasi obat pada
dosis yang efektif secara terapi - jumlah obat yang cukup diperlukan untuk
mengobati gangguan medis, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan keracunan.
Nilai toksik adalah konsentrasi senyawa yang terkait dengan efek berbahaya yang
tidak atau mungkin mengancam kehidupan. Nilai yang mematikan adalah

konsentrasi racun yang efeknya dapat menyebabkan kematian didapatkan pada
kasus-kasus yang terdokumentasi dan diselidiki dengan baik.
Pada kasus tertentu, ahli toksikologi dapat membedakan keracunan akut
atau kronis. Sebagai contoh, rambut adalah spesimen pilihan untuk diagnosis
paparan arsenik kronis. Arsenik yang beredar di darah disimpan di folikel rambut,
di mana ia terperangkap oleh keratin dan mengangkat folikel di rambut yang
sedang tumbuh. Sel-sel germinal dari rambut dalam ekuilibrium yang relatif dekat
dengan arsenik yang beredar, konsentrasi arsenik dalam darah naik atau turun,
demikian juga jumlah arsenik yang disimpan di rambut yang sedang tumbuh.
Rambut tumbuh sekitar 0,4 hingga 0,5 mm / hari atau sekitar setengah inci (12,5
mm) per bulan. Oleh karena itu, analisis segmen 1,0 cm atau kurang menunjukkan
pemaparan bulanan. Kandungan arsenik normal dari rambut bervariasi dengan
faktor gizi, lingkungan, dan fisiologis; Namun, batas atas maksimum pada orang
yang tidak terkena arsenik adalah sekitar 5 ppm. Setelah seseorang tidak terpapar
arsenik, nilai pada rambut kembali normal dalam beberapa minggu.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap suatu
konsentrassi racun yang diberikan meliputi usia, jenis kelamin (status normal),
berat badan, kematangan, dan status gizi, genetik, dan imunologi. Penyakit atau
kondisi patologi organ tertentu dan aktivitas sistem saraf pusat (depresi, stres, dll.)
harus dipertimbangkan. Faktor tambahan yang sering mempersulit interpretasi
adalah fenomena farmakologis dari "toleransi". Toleransi adalah keadaan
penurunan respon terhadap racun sebagai hasilnya paparan sebelumnya, biasanya
selama jangka waktu yang panjang. Ada beberapa mekanisme fisiologis untuk

pengembangan toleransi, adaptasi sel adalah yang paling bermasalah bagi ahli
toksikologi. Adaptasi sel adalah bentuk toleransi yang semakin meningkat pada
darah atau jaringan obat diperlukan konsentrasi lebih tinggi untuk memperoleh
respon farmakologis obat terseebut. Sebagai contoh, pecandu narkoba dapat
secara teratur mengambil dosis metadon yang bagi mereka tidak menghasilkan
depresi sistem saraf pusat, sementara dosis yang sama dapat menyebabkan
kematian pada seseorang yang tidak secara teratur menerima opiat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi darah atau jaringan
berhubungan dengan sifat senyawa dan susunan biologis individu. Komposisi
kimia dan karakteristik fisik suatu bahan sering mempengaruhi toksisitasnya.
Sebagai contoh, garam hidroklorida atau oksida dari logam tertentu jauh lebih
banyak larut dalam saluran pencernaan dan lebih cepat diserap daripada garam
sulfida. Secara umum, semakin cepat penyerapan suatu agen, semakin tinggi
konsentrasi darah. Sediaan farmasi dapat diformulasikan dalam sedemikian rupa
sehingga, dapat diatur setelah ditelan, obat diserap dengan cepat atau lambat.
Faktor biologis yang terutama mempengaruhi konsentrasi darah adalah
pengikatannya dengan protein jaringan dan laju biotransformasi dari racun.
Tingkat biotransformasi suatu zat secara genetik terkontrol dan sering mengikuti
variasi individu yang signifikan. Jika beberapa individu diberi dosis obat yang
sama per berat badan, konsentrasi darah masing-masing dapat sangat bervariasi
karena perbedaan tingkat biotransformasi obat tersebut.
Toksin dieleminasi dari tubuh melalui berbagai rute. Gas seperti karbon
monoksida melalui paru-paru pada udara ekspirasi. Logam beracun, DDT, dan

morfin, melalui empedu dan feses. Meskipun bukan merupakan rute utama
ekskresi, sebagian besar racun disekresi tubuh melalui: air susu, keringat, dan air
mata. Rute utama ekskresi sebagian besar racun melalui urin. Tingkat eliminasi
racun melalui urin sangat mempengaruhi jumlahnya dalam darah atau jaringan.
Ekskresi urin tergantung pada volume dan keasaman urin. Secara teoritis, dapat
dihasilkan perubahan sepuluh kali lipat eliminasi asam lemah atau basa dengan
mengubah keasaman satu pH urin.
Setelah meninjau riwayat kasus, dengan mempertimbangkan faktor
toksisitas, distribusi, dan biotransformasi dan membandingkan hasil analitik
dengan kasus serupa yang pernah dilaporkan dalam literatur profesional atau
kasus serupa dari pengalamannya sendiri, ahli toksikologi dapat memberikan
interpretasi terhadap suatu kasus.

Ahli Toksikologi sebagai Saksi Ahli
Toksikologi forensik sering dipanggil untuk memberi kesaksian di
pengadilan terkait dengan atau temuan analitisnya dan interpretasinya. Meskipun
hanya beberapa yang memiliki gelar medis, diizinkan untuk memberikan
pernyataan di pengadilan tentang efek obat atau racun pada tubuh manusia. Ahli
toksikologi harus terlebih dahulu menetapkan bahwa telah disusun rantai
pengawasan dari semua spesimen yang dianalisis secara tepat bahwa semua
spesimen yang diterima berasal dari yang dinyatakan meninggal dan disimpan
sebelum, selama, dan sesudah analisis sehingga mencegah yang tidak berwenang
merusak spesimen. Ahli toksikologi harus benar-benar memahami prinsip-prinsip,

prosedur, dan batasan semua uji yang dilakukan. Interpretasinya harus sesuai ilmu
pegetahuan dan pengalaman sendiri pada kasus serupa. Meskipun terdapat
ketidakcocokan dengan ahli di lapangan, semua kesimpulan harus berdasar ilmiah
atau pengetahuan medis. Seperti semua saksi ahli, ahli toksikologi forensik harus
menyajikan semua kesaksian dengan kejujuran dan integritas. Tidak ada yang
mengetahui semua hal tentang bidang medis atau ilmiah tertentu. Kesaksian yang
sukses di pengadilan dapat menegakkan keadilan; paling buruk, mungkin
berfungsi sebagai pengalaman pendidikan.

Dokumen yang terkait

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Khutbah Washil bin Atho' wa ma fiha minal asalib al-insyaiyah al-thalabiyah : dirasah tahliliyah

3 67 62

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Perancangan media katalog sebagai sarana meningkatkan penjualan Bananpaper : laporan kerja praktek

8 71 19