INTERPOLASI DATA METODE IDW DAN KRIGING

O
T
G
A
w
g
b
x
k
f,y
P
W
ID
d
M
ro
h
n
a
m
lsizS

e
c
tp
u
.

Nama
: Wulan Handareni
NRP
: G24130020
Hari, Tanggal : Rabu, 21 Oktober 2015

Asisten Praktikum :
1. Ayularas Purnamasari S (G24120031)
2. Yahdi Isna M
(G24130079)
Praktikum ke-7

PENDUGAAN DATA HILANG


Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mempelajari metode interpolasi spasial Kriging dan
IDW serta mengetahui kegunaan interpolasi spasial di bidang meteorologi dan
klimatologi.
Metodologi
Alat dan Bahan yang digunakan pada pratikum metode klimatologi adalah
laptop/komputer, software Ms Excel, alat tulis, data unsur iklim dari NOAA, Software
ArcGis.
Praktikum meteode klimatologi dilaksanakan pada hari hari Rabu, 21 Oktober 2015
bertempat di laboratorium komputer Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB.
Langkah Kerja

Gambar 1 Metode interpolasi IDW

O
T
G
A
w
b

x
k
f,y
P
g
K
d
M
ro
h
n
a
m
S
iz
ls
e
c
tp
u

.
Gambar 2 Metode interpolasi Kriging

Pembahasan
Untuk keperluan penyusunan model suatu fenomena di satu wilayah diperlukan
data beberapa komponen data pendukung. Pada kenyataannya, sering kali seorang
peneliti dihadapkan pada ketidaklengkapan data yang diperlukan. Pertimbangan kondisi
lingkungan, fisiografis, keterbatasan data dari berbagai titik di permukaan bumi ini dapat
menghambat penyusunan model. Selanjutnya untuk menyusun suatu model yang baik
disiasati dengan melakukan intepolasi. Interpolasi merupakan suatu metode atau fungsi
matematika untuk menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Menurut
Burrough and McDonell (1998), interpolasi adalah proses memprediksi nilai pada suatu
titik yang bukan merupakan titik sampel, berdasarkan pada nilai-nilai dari titik-titik di
sekitarnya yang berkedudukan sebagai sampel.
Penentuan nilai baru didasarkan pada data yang ada pada titik-titik sampel. Tanpa
adanya langkah interpolasi ini, maka analisis spasial tidak dapat dilakukan secara akurat.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan interpolasi spasial.
Menurut Demers (2000), interpolasi spasial dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni
global and local interpolation, exact interpolation and inexact interpolation, deterministic
and stochastic interpolation. Diantara metode deterministik yang populer adalah Trend,

Spline, Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging. Praktikum kali ini akan dibahas
penggunaan metode IDW dan Kriging untuk kajian curah hujan. Metode IDW dapat
dikelompokkan ke dalam estimasi determenistik, yakni interpolasi dilakukan berdasarkan
perhitungan matematika. Sementara metode Kriging dapat digolongkan ke dalam estimasi
stochastik, di mana perhitungan secara statistik digunakan untuk menghasilkan interpolasi
(Pramono 2008).

Metode IDW merupakan metode interpolasi konvesional yang memperhitungkan
jarak sebagai bobot. Jarak yang dimaksud disini adalah jarak (datar) dari titik data
(sampel) terhadap blok yang akan diestimasi. Jadi semakin dekat jarak antara titik sampel
dan blok yang akan diestimasi maka semakin besar bobotnya, begitu juga sebaliknya.
Interpolasi stochastic menawarkan penilaian kesalahan dengan nilai prediksi.
Metode ini mengasumsikan kesalahan acak. Contoh model ini yang populer adalah
metode Kriging. Metode Kriging merupakan estimasi stochastik yang mirip dengan IDW,
menggunakan kombinasi linear dari weights untuk memperkirakan nilai di antara sampel
data. Metode ini dikembangkan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan
tambang. Asumsi dari model ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data
menunjukkan korelasi spasial. Model ini memberikan ukuran error dan confidence.
Model ini juga menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan spasial
dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Semivarogram ini menunjukkan bobot

(weights) yang digunakan dalam interpolasi (Hadi 2013).
Penentuan hasil pada metode IDW berdasarkan pada asumsi bahwa nilai atribut z
(nilai yang diestimasi) pada titik yang tidak didata adalah merupaka fungsi jarak dan nilai
rata-rata titik yang berada disekitarnya. Hasil interpolasi tergantung dari seberapa kuat
sebuah titik data yang diketahui mempengaruhi daerah di sekitarnya. Selain itu juga
jumlah titik di sekitarnya yang digunakan untuk menghitung rata-rata nilai, serta ukuran
pixel/raster yang dikehendaki. Sedangkan penentuan hasil pada metode Kriging
berdasarkan asumsi bahwa setiap titik di dalam bentang alam saling berhubungan dan
mempunyai sebuah trend. Trend (persamaan matematis) yang digunakan untuk
memprediksi titik yang tidak memiliki data/informasi.
Sumber data yang digunakan praktikum kali ini berasal dari NOAA. Data stasiun
yang digunakan untuk interpolasi adalah 41 stasiun cuaca yang tersebar di Indonesia,
mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, sampai Papua
(nama stasiun terlampir). Unsur iklim yang diinterpolasikan adalah curah hujan.

Gambar 3 Interpolasi metode IDW
Gambar diatas adalah hasil interpolasi data curah hujan menggunakan metode
IDW dengan cakupan wilayah Pulau Jawa, Nusa Tenggara, Provinsi Sulawesi Selatan dan
Tenggara, Sumatera selatan hingga Lampung, Kalimantan Tengah dan Selatan, Maluku,
serta Papua Barat dan Tengah. Dapat dilihat bahwa interpolasi menggunakan metode

IDW menghasilkan nilai dengan cakupan wilayah yang lebih luas. Nilai interpolasi akan
lebih mirip pada data sampel yang berdekatan lokasinya daripada data yang lokasinya
lebih jauh. Karena metode ini menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga nilainya
tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih besar dari data sampel. Jadi, puncak bukit
atau lembah terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson dan
Philip 1985). Untuk mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan harus

rapat yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika sampelnya agak jarang dan tidak
merata, hasilnya kemungkinan besar tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Gambar 4 Interpolasi metode Kriging
Gambar diatas adalah hasil interpolasi data curah hujan menggunakan metode
Kriging di wilayah yang sama dengan metode sebelumnya. Hasil interpolasi nampak
berbeda dari metode IDW. Pada interpolasi kriging cakupan wilayah interpolasi lebih
sempit. Pada jarak yang dekat (sumbu horisontal), semivariance bernilai kecil, tetapi pada
jarak yang lebih besar, semivariance bernilai tinggi yang menunjukkan bahwa variasi dari
nilai z tidak lagi berhubungan dengan jarak sampel point.
Metode lain yang dapat digunakan untuk menginterpolasi data adalah Interpolasi
tetangga terdekat (Nearest Neighbor Interpolation). Nearest Neighbor adalah
metode paling sederhana dan pada dasarnya membuat piksel lebih besar. Warna pixel

dalam gambar yang baru adalah warna dari piksel terdekat dari gambar asli. Pada
interpolasi nearest neighbour (tetangga terdekat), nilai keabuan titik hasil diambil dari
nilai keabuan pada titik asal yang paling dekat dengan koordinat hasil perhitungan dari
transformasi spasial. Untuk citra 2 dimensi, tetangga terdekat dipilih di antara 4 titik asal
yang saling berhubungan satu sama lain.
Ada pula metode interpolasi Spline. Spline adalah metoda interpolasi yang biasa
digunakan untuk mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai
input. Metode ini baik digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian
permukaan bumi, ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Kurang
bagus untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang
sangat dekat. Jika dipilih metoda Spline maka ada pilihan tipe Regularized dan Tension.
Regularized membuat permukaan halus sedangkan Tension mempertegas
bentuk permukaan sesuai dengan fenomena model. ESRI (1996) menyatakan bahwa
metode interpolasi spline mengestimasinilai sel berdasarkan nilai rata-rata pada hampiran
antara point data masing-masing contoh.
Poligon Theissen juga salah satu metode interpolasi lokal. Metode ini disebut
juga metode proximal merupakan suatu upaya memberikan bobot data titik-titik di suatu
area. Sebagai contoh untuk interpolasi lokal untuk data presipitasi. Langkahnya adalah
sejumlah segitiga digambar dengan cara menghubungkan titik-titik kontrol (misalnya,
stasiun meteorologi) menggunakan teknik triangulasi Delaunay (juga digunakan untuk

TIN). Garis ditarik tegak lurus terhadap sisi segitiga di titik tengah. Poligon didefinisikan
oleh persimpangan (interaksi) dari garis-garis. Nilai-nilai untuk titik kontrol ditugaskan
untuk merepresentasikan poligon (Hadi 2013).

Kesimpulan
Interpolasi spasial dibutuhkan dalam bidang meteorologi dan klimatologi untuk
mengatasi terbatasnya data, lingkungan, serta kondisi fisiografis lainnya. Sehingga
pemodelan unsur iklim tetap dapat dilakukan. Metode interpolasi IDW memberikan hasil
interpolasi yang lebih akurat dari metode Kriging. Hal ini dikarenakan semua hasil
dengan metode IDW memberikan nilai mendekati nilai minimum dan maksimum dari
sampel data. Sedang metode Kriging terkadang memberikan hasil interpolasi dengan
kisaran yang rendah.
Daftar Pustaka
Burrough PA and McDonnell RA. 1998. Principles Of Geographical Information System.
London (UK) : Oxford University Press Inc.
Demers and Michael N. 2000. Fundamentals of Geographic Information System Second
Edition. New York(US) : Jhon Wiley and Sons.
ESRI. 1996. Using the ArcView Spatial Analyst. Redlands (US) : Environmental Systems
Research Institute, Inc
Hadi BS. 2013. Metode Interpolasi Spasial dalam Studi Geografi. J Geomedia. Vol

11(2):231-240.
Pramono dan Gatot H. 2008. Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi. Forum Geografi. Vol. 22(1):97-110.
Watson DF & Philip GM. 1985. A Refinement of Inverse Distance Weighted
Interpolation. J Geo Processing. Vol 2: 315-327.

LAMPIRAN
Tabel 1 Data curah hujan dari berbagai stasiun yang digunakan
LONGITUD
E

LATITUDE

STATION_NAME

TPCP

STATION

120,333


-9,667

WAINGAPU MAU HAU
ID

50

GHCND:ID000097340

116,267

-8,75

MATARAM LOMBOK
INTERNATIONAL
AIRPORT ID

1191

GHCND:IDM00097240

115,167

-8,749

DENPASAR NGURAH
RAI ID

790

GHCND:IDM00097230

122,237

-8,641

WAI OTI ID

434

GHCND:IDM00097300

118,687

-8,54

MUHAMMAD
SALAHUDDIN ID

660

GHCND:IDM00097270

117,412

-8,489

SUMBAWA BESAR ID

521

GHCND:IDM00097260

114,383

-8,217

BANYUWANGI ID

717

GHCND:IDM00096987

124,567

-8,217

ALOR MALI
KALABAHI ID

127

GHCND:IDM00097320

131,3

-7,983

SAUMLAKI OLILIT ID

578

GHCND:ID000097900

109,017

-7,733

CILACAP ID

360

GHCND:ID000096805

112,787

-7,38

SURABAYA JUANDA
ID

2077

GHCND:IDM00096935

112,717

-7,217

SURABAYA PERAK ID

607

GHCND:IDM00096933

113,967

-7,05

KALIANGET MADURA
IS

414

GHCND:IDM00096973

110,375

-6,973

ACHMAD YANI ID

1531

GHCND:IDM00096839

110,417

-6,967

SEMARANG ID

20

GHCND:IDM00096837

109,15

-6,85

TEGAL ID

2392

GHCND:IDM00096797

108,267

-6,75

CIREBON JATIWANGI
ID

241

GHCND:IDM00096791

106,933

-6,7

BOGOR CITEKO ID

658

GHCND:IDM00096751

106,57

-6,293

BUDIARTO ID

114

GHCND:IDM00096739

106,833

-6,183

JAKARTA
OBSERVATORY ID

3

GHCND:ID000096745

106,656

-6,126

SOEKARNO HATTA
INTERNATIONAL ID

725

GHCND:IDM00096749

106,133

-6,117

SERANG ID

524

GHCND:IDM00096737

106,867

-6,1

JAKARTA TANJUNG
PRIOK

361

GHCND:IDM00096741

112,633

-5,85

SANGKAPURA
BAWEAN ID

2792

GHCND:ID000096925

132,75

-5,683

TUAL DUMATUBUN

361

GHCND:IDM00097810

122,617

-5,467

BAU BAU BETO
AMBIRI ID

142

GHCND:IDM00097192

119,55

-5,067

UJANG PANDANG
PAOTERE ID

2440

GHCND:IDM00097182

119,554

-5,062

HASANUDDIN ID

1967

GHCND:IDM00097180

138,95

-4,067

WAMENA ID

351

GHCND:ID000097686

102,339

-3,864

FATMAWATI
SOEKARNO ID

531

GHCND:IDM00096253

128,083

-3,7

AMBON PATTIMURA
ID

124

GHCND:ID000097724

114,763

-3,442

SYAMSUDIN NOOR ID

1075

GHCND:IDM00096685

104,701

-2,898

SULTAN MAHMUD
BADARUDDIN II ID

1333

GHCND:IDM00096221

132,25

-2,883

FAK FAK TOREA ID

41

GHCND:IDM00097630

107,755

-2,746

H AS
HANANDJOEDDIN ID

91

GHCND:IDM00096249

111,673

-2,705

ISKANDAR ID

635

GHCND:IDM00096645

120,367

-2,55

MASAMBA ANDI
JEMMA ID

1201

GHCND:IDM00097126

119

-2,5

MAJENE

121

GHCND:IDM00097120

113,943

-2,225

TJILIK RIWUT ID

1047

GHCND:IDM00096655

106,13

-2,17

PANGKALPINANG ID

147

GHCND:IDM00096237