LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWAT (1)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 )
B. Etiologi
a. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap
sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :

1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai

kegagalan sel beta melepas insulin.

2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain
agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan
mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian
peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan
jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat
pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

b. Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik

c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
ETIOLOGI
1. Virus dan Bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan
destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes
mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan
menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
2. Bahan Toksik atau Beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,
pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain
adalah sianida yang berasal dari singkong.
3. Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan ditularkan.
Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih besar

terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM merupakan penyakit
yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi

penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya. (Soegondo S, dkk. 2007)

C. Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi

ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.

C. Klasifikasi

Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan ,
yaitu :

Derajat 0

: Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I

: Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II

: Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III

: Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV


: Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.

Derajat V

: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada

gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat,
kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah
kaki teraba baik.

Jenis diabetes
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (DM Tipe 1)
Kekerapan DM Tipe 1 di negara barat + 10% dari DM Tipe 2. Di negara tropik
jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanyatimbul pada masa kanakkanak dan puncaknya pada masa akil balig. Tetapi ada juga yang timbul pada
masa dewasa.

2. Diabates Melitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
DM Tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul
makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ketujuh kekerapan
diabetes mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau
zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang
berkaitan dengan DM.
4. 4. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan.
Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila
tidak ditangani dengan benar.
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Plasma vena

200

Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa:

126


Plasma vena

110

Kadar glukosa darah sewaktu:

Darah kapiler
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
E. PATOFISIOLOGI
Dalam proses metabolisme,insulin memegang peran yang sangat penting
yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel.Insulin adalah suatu zat yang
dikeluarkan oleh sel beta di Pankreas.
1)

Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Di
dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi
sel beta. Sel beta mngeluarkan hormon insulin untuk mengatur kadar glukosa

darah. Selain sel beta ada juga srl alfa yang memproduksi glukagon yang bekerja

sebaliknya dengan insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel
delta yang mngeluarkan somastostatin.
2)

Kerja Insulin
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuknya
glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel, glukosa itu dimetabolismekan
menjadi tenaga.
3) Patofisiologi DM Tipe 1
Mengapa insulin pada DM Tipe 1 tidak ada? Ini disebabkan oleh karena
pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan karena adanya peradangan
pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya anti bodi terhadap sel beta
yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi
(ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.
4) Patofisiologi DM Tipe 2
Pada DM Tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Reseptor inulin ini
diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi
jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin)
banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang

masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di
dalam darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada
DM Tipe 1. Perbedaanya adalah DM Tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi,juga
kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.
Faktor-faktor yang banyak berperan sebagai penyebab resistensi insulin:
1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3. Kurang gerak badan
4. Faktor keturunan (herediter)
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
(Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing
terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat.
Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan
dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun,
luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadangkadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka
mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar
glukosa darahnya tinggi. (Soegondo S, dkk. 2007)
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
b.Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c.Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi
walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada
sampai pada pembuluh darah.
d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan
tetap kurus

e.Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. (Arjatmo, Tjokronegoro.
2002)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berupa:
1. Obat Hipoglikemik Oral
a.

Pemicu sekresi insulin:

1) Sulfonilurea
2) Glinid
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin:
1) Biguanid
2) Tiazolidindion
3) Penghambat glukosidase alfa
2. Insulin
3. Pencegahan komplikasi
a.

Berhenti merokok

b. Mengoptimalkan kadar kolesterol
c.

Menjaga berat tubuh yang stabil

d. Mengontrol tekanan darah tinggi
e.

Olahraga teratur dapat bermanfaat :

1) Mengendalikan kadar glukosa darah
2) Menurunkan kelebihan berat badan (mencegah kegemukan)
3) Membantu mengurangi stres
4) Memperkuat otot dan jantung
5) Meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ (HDL)
6) Membantu menurunkan tekanan darah
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan
(Brunner and Suddarth, 2002)
H. Penatalaksanaan Diet
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang
manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita
diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu:
J

1:

jumlah

kalori

sesuai

dengan

resep

dokter

harus

dihabiskan.

J

2: jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.

J

3: jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).

Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara
lain :
1. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %,
protein 20 %.
2. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %.
3. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %.
4. Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal.

Indikasi diet A :
Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
Indikasi diet B :
Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :

1. Kurang tahan lapar dengan dietnya.
2. Mempunyai hyperkolestonemia.
3.

Mempunyai

penyulit

mikroangiopati

misalnya

pernah

mengalami

cerobrovaskuler
4. Cident (cva) penyakit jantung koroner.
5. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi
belum ada nefropati yang nyata.
6. Telah menderita diabetes dari 15 tahun
Indikasi diet B1:
Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu
penderita diabetes terutama yang :
1. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
2. Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
3. Masih muda perlu pertumbuhan.
4. Mengalami patah tulang.
5. Hamil dan menyusui.
6. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
7. Menderita tuberkulosis paru.
8. Menderita penyakit graves (morbus basedou).
9. Menderita selulitis.
10. Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein
kadar tinggi.
Indikasi B2 dan B3 :
Diet B2. Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang
klirens reatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2 :

1. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
2.

Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 %
lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.

3. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3. Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik
yang klibers reatininnya kurang dari 25 MI/mt.
Sifat diet B3 :
1. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
2. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
3. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 /
hari. bila tidak akan merubah jumlah protein).
4. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
5. Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang
dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga
dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan
maksud untuk menurunkan BB. (Arjatmo, Tjokronegoro. 2002)

I. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu
timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes mellitus.
1. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus
Dua komplikasi akut yang paling penting adalah reaksi hipoglikemia dan koma
diabetik.
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Penderita koma hipoglikemik harus segera dibawa ke rumah sakit karena perlu

mendapat suntikan glukosa 40% dan infuse glukosa. Diabetisi yang mengalami
reaksi hipoglikemik (masih sadar), atau koma hipoglikemik, biasanya disebabkan
oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita
terlambat makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik
Berlawanan dengan koma hipoglikemik, koma diabetik ini timbul karena kadar
darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma
diabetik yang sering timbul adalah:
1)

Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)

2)

Minum banyak, kencing banyak

3)

Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam,
serta berbau aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
2. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan, angiopati diabetik
dibagi 2 :

a.

Makroangiopati (makrovaskular)

b. Mikroangiopati (mikrovaskular)
Walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi
sekaligus bersamaan. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM
berupa poliuria, polidipsia, lemas,dan berat badan turun. Gejala lain yang
mungkin dikemukakan oleh pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensia pada pasien pria,serta pruritus dan vulvae pada pasien wanita. Jika
keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang

>200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Umumnya hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang baru satu kali saja abnormal belum
cukup untuk diagnosis klinis DM.
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya
2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama.
Cara pemeriksaan TTGO :
1. Tiga hari sebelumnya makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak
3. Puasa semalam, selama 10-12 jam
4. Glukosa darah puasa diperiksa
5. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama /
dalam waktu 5 menit
6.

Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa.
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003)
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
K. Data yang Perlu Ditelusuri Lebih Lanjut
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? Dari genogram keluarga
biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung.

2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur atau tdak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya. Adanya riwayat
penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi
insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan
yang biasa digunakan oleh penderita.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

L. Pertimbangan Gerontologi
Aktifitas fisik yang konsisten dan realistic sangat menguntungkan bagi penderita
diabetes yang berusia lanjut. Keuntungannya mencakup penurunan hiperglikemia,
perasaan segar dan penggunaan kalori yang dikonsumsi sehingga terjadi
penurunan

berat

badan.

Karena

adanya

peningkatan

insidens

masalah

kardiovaskuler pada lansia, maka pola latihan secara bertahap dan konsisten harus
direncanakan agar tidak melebihi kapasitas fisik pasien. Gangguan fisik akibat
penyakit kronis lainnya juga harus dipertimbangkan. (Brunner and Suddart, 2002)
M. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
1. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 1999) meliputi :
a.

Aktivitas / Istirahat

Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
Tanda

menurun.

: penurunan kekuatan otot.

b. Sirkulasi
Gejala : ulkus pada kaki, penyembuhan lama, kesemutan/kebas pada ekstremitas.

Tanda :

kulit panas, kering dan kemerahan.
c.

Integritas Ego

Gejala

:

tergantung pada orang lain.

Tanda

:

ansietas, peka rangsang.

d. Eleminasi
Gejala

:

perubahan pola berkemih (poliuria), nakturia

Tanda

:

urine encer, pucat kering, poliurine.

e. Makanan/cairan
Gejala

: hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan.
Tanda
f.

: kulit kering/bersisik, turgor jelek.

Nyeri/ kenyamanan

Gejala

:

nyeri pada luka ulkus

Tanda

:

wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat hati-hati.

g. Keamanan

Gejala

:

kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Tanda

:

demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi

h. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala

:

faktor

risiko

keluarga

DM,

penyakit

jantung,

stroke,

hipertensi,

penyembuhan yang lamba. Penggunaan obatseperti steroid, diuretik (tiazid) :
diantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes mellitus (Doenges, 2000)
adalah :
a.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi, kacau mental.

b.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung
penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan
hormon stress.

c.

Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan

tidak adekuatnya pertahanan

perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.

d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolisme/infeksi.
e.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber
informasi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
(Doenges, 2000) meliputi :
a.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastric, berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental).
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.

Kriteria Hasil :

-

pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan

cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tandatanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler
baik dan membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi / Implementasi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2) Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
3) Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi.
Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi.
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
5) Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.

6) Ukur berat badan setiap hari.
R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
7) Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon
pasien secara individual.
b.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon
stress.
Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.

Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat, penurunan
jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
-

mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi / Implementasi :
1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien.
R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
3)

Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.

R : mempengaruhi pilihan intervensi.
4)

Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran,
dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.

R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani secara
tepat.
5) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.

c.

Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

-

mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan

intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
- pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya
pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan
ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap
kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya
sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3)

Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus,
kateter folley, dsb).

R:

Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.

4) Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R:
5)

Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak
berkerut).

R:

sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.

6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan terjadinya
risiko hipoventilasi.

7) Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
R:

penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

d. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah
Kriteria Hasil :

-

menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan

tenaga.
-

mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.

-

Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :

1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun
pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu.
R : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.
4)

Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya.

R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan.
5)

Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuan / toleransi pasien.

R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi pasien.
e.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber
informasi.

Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
Kriteria Hasil :

-

melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan

alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi / Implementasi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4)

Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.

R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a.

Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.

b. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
c.

Infeksi tidak terjadi

d. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah

e.

Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

( Doenges, M. 2000)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. (Brunner and
Suddart, 2002)
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun adanya
2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Noer, Sjaifoellah H.M., dkk.
2003)

Dalam menangani kasus Diabetes Melitus ini, diharapkan mahasiswa
terlebih dahulu memahami teoritis maupun asuhan keperawatannya terlebih
dahulu, agar dalam penangannya tidak ada kendala.

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2
Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E,

2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, cetakan
keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Soegondo S, dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, cetakan
keenam. Balai Penerbit FKUI : Jakarta