Pola Tata Ruang Dalam Rumah Tinggal Kuno
POLA TATA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL KUNO DESA BAKUNG
KECAMATAN UDANAWU BLITAR
(The Spatial Structure Patterns in Ancient Houses in Bakung Village Udanawu District Blitar)
Siti Maria Ulfa, Antariksa, Ema Yunita Titisari
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia – Telp. (0341) 567886
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The spatial structures of the acient house in the village of Bakung, Udanawu District, Blitar
have uniqueness on spatial changes thus forming a distinctive pattern. This change caused a
change in mindset, one of which is influenced by the rapid modernization process of the
modern information flow. The uniqueness comes with an adjustment to the condition of their
home environment before making any changes. The purpose of this study was to determine
the spatial structure pattern, the pattern changes and the factors influencing changes in the
pattern. This study uses descriptive methods with historical approach. The study shows the
spatial pattern of houses in this village. Changes in spatial structure patterns happen to
create a new function, reduced function which may lead to changes in the type of space,
symmetry, organization and hierarchy of space. Of these changes led to old-modern
conception of the spatial structure pattern of it. Factors affecting change is the basic human
needs, new technologies, life style, economy factor, inheritance system and cultures.
Keywords: the spatial structure patterns inner, changes, ancient houses
ABSTRAK
Tata ruang dalam rumah kuno di Desa Bakung, Kecamatan Udanawu Blitar mempunyai
keunikan pada perubahan tata ruang sehingga membentuk suatu pola tersendiri. Perubahan
ini disebabkan adanya perubahan pola pikir yang salah satunya dipengaruhi proses
modernisasi melalui cepatnya arus informasi modern. Keunikan ini muncul dengan adanya
penyesuaian terhadap kondisi lingkungan rumahnya sebelum melakukan perubahan. Tujuan
studi ini adalah mengetahui pola tata ruang, pola perubahannya serta faktor yang
mempengaruhi perubahan pola tersebut. Studi ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan historis. Hasil studi menunjukkan pola tata ruang rumah di desa ini. Perubahan
pola ruang terjadi untuk membuat fungsi baru, pengurangan fungsi yang dapat
mengakibatkan perubahan jenis ruang, kesimetrisan, organisasi serta hirarki ruang. Dari
perubahan ini memunculkan konsepsi lama-modern pada pola tata ruang dalamnya. Faktor
yang mempengaruhi perubahan adalah kebutuhan dasar manusia, teknologi baru, gaya
hidup, faktor ekonomi, system hak waris dan budaya.
Kata kunci: pola tata ruang dalam, perubahan, rumah tinggal kuno
PENDAHULUAN
Di
tengah
era
modernisasi,
perubahan pola pikir manusia lebih
mengarah ke bagaimana pemikiran orang-
1
orang di negara Barat (Eropa – Amerika).
Adanya perubahan pola pikir masyarakat
juga mengakibatkan terjadinya perubahan
rumah-rumah kuno di Desa Bakung,
Kecamatan Udanawu, Blitar. Seiring
derasnya arus informasi modern yang
masuk ke desa ini. Menurut Pangarsa
(2009),
sejak
tahun
1980-an
perkembangan arsitektur rumah sangat
patuh mengikuti “trend” arsitektur yang
didiktekan dunia dagang dan politik. Yu
(2009), mengatakan rumah modern lebih
menonjolkan permainan bentuk dan
tampilan untuk memperlihatkan status
sosial si penghuni dari pada kualitas ruang
yang ada di dalamnya. Hasil dari itu
adalah terbentuknya ruang yang tidak
mempunyai konsep berkelanjutan, sebab
ruang
yang
terbentuk
tidak
memperhatikan iklim sekitar. Konsep
rumah berkelanjutan dapat dilihat pada
rumah-rumah di kampung dalam hal ini
juga dapat dilihat pada rumah-rumah kuno
di Desa Bakung.
Permasalahan utama adalah apabila
rumah-rumah lebih mengarah ke trend,
maka
dimungkinkan
rumah-rumah
tersebut akan kehilangan karakteristik
lokal rumah dan menurut Dakung (1986)
dimungkinkan juga arsitektur tradisional
akan punah di tengah-tengah masyarakat.
Namun keunikan terjadi pada tata ruang
rumah di Desa Bakung, yaitu adanya
penyesuaian kondisi lingkungan rumahnya
sebelum melakukan suatu perubahan.
Dalam pembangunannya, rumah di desa
ini selalu mengaitkan budaya serta adat
istiadat. Jika ditinjau dari letak geografis
desa ini berada di wilayah jawa timur
namun secara historis merupakan wilayah
Mataraman yang merupakan cikal bakal
Kasunan Surakarta dan Kasultanan
Jogjakarta, sehingga kebuyaan daerah
Mataraman tidak jauh berbeda dari yang
ada di Solo dan Jogja. Masyarakat di desa
ini juga lebih mengedepankan tata karma
dan suka memendam perasaan dengan
alasan unggah-ungguh.
Dari penjelasan di atas, maka
diperlukannya studi mengenai pola tata
ruang rumah tinggal kuno di Desa Bakung
yang dilihat dari pola awal serta
perubahan yang terjadi untuk mengetahui
bagaimana
perubahan
itu
bisa
disesuaikan dengan lingkunan rumah
serta mengetahui bahwa arsitektur rumah
adalah suatu proses yang open-ending
dan juga melakukan studi mengenai faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan
tersebut.
METODE
Studi ini menggunakan metode
penelitian deskriptif (pemaparan kondisi)
yang dilakukan dengan pendekatan
historis dan tipologis. Studi pola tata ruang
rumah ini dilakukan dengan menganalisis
gambar denah dari segi tata ruang di
dalamnya, sehingga diketahui seperti apa
pola tata ruang yang terbentuk dan
perubahan apa yang terjadi pada pola tata
ruang rumah tersebut dan dilanjutkan
dengan mencari faktor-faktor penyebab
perubahan pola tata ruang pada rumah
tersebut dimulai dari faktor fisik ke faktor
non fisik.
Ruang lingkup studi dibatasi oleh
kriteria penentuan kasus bangunan rumah
tinggal, antara lain sebagai berikut:
a. Merupakan bangunan rumah tinggal
kuno, yaitu bangunan rumah tinggal
yang berusia 50 tahun atau lebih
(sesuai dengan UU RI No.11 tahun
2011).
b. Bangunan mempunyai tata ruang asli
meskipun kulit
bangunan sudah
mengalami perubahan ke arah modern.
Bangunan rumah tinggal yang masih
terawat dapat memberikan informasi
dan data yang menunjang untuk
keperluan penelitian.
c. Bangunan masih dihuni atau ditempati
oleh
pemiliknya
sehingga
bisa
mendapatkan data dan informasi yang
dibutuhkan untuk keperluan penelitian.
Informasi tersebut dapat memberikan
gambaran apakah terjadi perubahan di
dalam tata ruang rumah tinggal kuno.
Setelah mengadakan pengamatan
berdasarkan kriteria di atas, maka di
dapatkan 22 rumah tinggal kuno yang
dijadikan sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Tata Ruang Rumah Tinggal Kuno
Di Desa Bakung
Pola tata ruang dalam rumah tinggal
kuno di Desa Bakung adalah terdapat 4
macam jenis susunan gugus bangunan
berdasarkan letak fungsi bangunan utama,
yaitu
2
timur
atau
barat
dan
selalu
mengarahkan rumah ke arah selatan
atau utara untuk tujuan keselamatan.
Hal ini dikarenakan beberapa desa di
Kecamatan Udanawu, termasuk desa
ini selalu terkena hujan abu bila terjadi
letusan Gunung Kelud dan jika dilihat
dari letaknya, desa ini berada di
sebelah Barat dari Gunung Kelud dan
Gunung Kawi. Oleh sebab itu rumahrumah kuno di desa ini menghadap
kearah
Utara-Selatan
untuk
menghindari abu dari jika terjadi
letusan dari gunung tersebut. Selain
adanya keyakinan, orientasi rumah
juga
didasarkan
pada
kondisi
lingkungan atau kondisi geografis
yaitu, dengan menghadapkan rumah
ke
arah
utara–selatan
akan
memberikan keuntungan tersendiri,
yaitu fasade rumah tidak akan
terpapar oleh sinar matahari pagi atau
sore (Gambar 1).
1. Bale-Omah-Pawon berbentuk letter L
2. Bale-Omah-Omah jujukan-Pawon
berbentuk tangga
3. Omah-Pawon berjajar linier kesamping
4. Bale-Omah berjajar kebelakang, Pawon
berada di samping susunan Bale-Omah
Gambar 1. Orientasi bangunan rumah kuno di
Desa Bakung (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Disetiap jenis tersebut dipengaruhi
oleh
perkembangan
waktu
dan
pengetahuan. Dari keempat jenis tersebut
terdapat kesamaan maupun berpedaan
ditiap tata ruangnya, yaitu
• Orientasi
Orientasi
bangunan
pada
keempat kasus sama-sama kearah
Utara-Selatan, yaitu searah dengan
arah mata angin sebab masyarakat di
Desa Bakung ini menyakini bahwa
dalam membangun rumah terdapat
pantangan jika menghadap ke arah
3
Pemilihan orientasi rumah ke
arah utara selatan juga didasarkan
arah datangnya angin, meskipun arah
datang angin tidak selalu dari arah
utara selatan. Dari fenomena tersebut
maka, rumah di Desa Bakung
mempunyai orientasi bukaan (pintu
dan jendela) ke arah ruang terbuka,
yaitu halaman depan, halaman
belakang, dan halaman samping
(Gambar 2). Dengan adanya bukaan
tersebut maka masyarakat di Desa
Bakung sudah memikirkan akan iklim
di tempat rumah tersebut berada, yaitu
iklim
tropis,
sehingga
bukaan
digunakan
untuk
mendapatkan
pengaliran udara yang baik di dalam
ruang. Konsep ini sejalan dengan
konsep tanggap iklim pada bangunan
rumah tinggal.
Gambar 3. Proporsi rumah tinggal kuno di
Desa
Bakung
(Sumber:
Analisis penulis, 2011)
•
Gambar 2. Orientasi bukaan pada rumah kuno
di Desa Bakung (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Orientasi
fasade
bangunan
rumah di Desa Bakung ini bukan
ditentukan oleh letak jalan desa,
melainkan oleh orientasi sumbu UtaraSelatan, sehingga terdapat beberapa
bangunan yang menghadap ke utara
maupun keselatan, Namun sebagian
besar menghadap ke jalan desa
dengan dukungan arah jalan desa
melintang kearah Barat dan Timur.
Secara umum orientasi rumah
tinggal kuno di desa ini cenderung
dipengaruhi oleh faktor kenyamanan
dan kemudahan. Dari adanya arah
orientasi
ini
ternyata
sangat
mempengaruhi bentukan bangunan
rumah, yaitu memanjang ke samping
dan mempunyai proporsi dinding
rumah lebih tinggi jika dibandingkan
dengan atap rumah (Gambar 3). Hal
ini juga dikarenakan masyarakat di
desa ini takut akan adanya angin
kencang dan merobohkan rumah jika
dinding rumah terlalu tinggi.
Jenis dan Fungsi
Terdapat 3 jenis gugus yang
ada di rumah kuno di desa Bakung,
yaitu:1) rumah yang mempunyai gugus
Bale, Omah, dan Pawon, 2) rumah
dengan gugus Bale, Omah, Omah
jujukan, Pawon, dan 3) rumah dengan
gugus Omah dan Pawon. Fungsi
gugus omah sebagi bangunan utama
dan bangunan pelengkap adalah Bale,
Pawon, Omah jujukan dan sumur serta
kamar mandi. Dari ketiga jenis tersebut
sebenarnya merupakan pengurangan
dari gugus asli (Gambar 4). mulai dari
pengurangan gugus bale sampai
pengurangan gugus bale dan pawon.
Selain terdapat pengurangan juga
terdapat
penambahan
gugus
bangunan, yaitu berupa penambahan
gugus
omah
jujukan.
Dari
penambahan dan pengurangan gugus
tersebut muncullah variasi bentuk tipe
rumah kuno yang ada di Desa Bakung
ini.
Bentuk tipe gugus asli
4
Fungsi ruang yang terdapat pada
rumah tipe satu ini merupakan
pengelompokan ruang berdasarkan
intensitas kebutuhannya (Tabel 1).
Terdapat 3 fungsi, yaitu 1) primer,
yaitu ruangan yang sering muncul dan
dianggap penting oleh pemilik rumah,
2) sekunder, yaitu ruangan yang
sering
muncul
namun
tingkat
kepentingannya lebih rendah jika
dibandingkan dengan fungsi primer, 3)
tersier, yaitu ruangan yang tingkat
kepentingannya rendah dan sebagai
pelengkap dari fungsi primer dan
sekunder.
Bentuk tipe setelah mengalami penguran pada
gugus bale
Tabel 1. Pengelompokan fungsi berdasarkan
intensitas kebutuhannya
Primer
Bentuk tipe setelah mengalami pengurangan pada
gugus bale dan pawon
Bentuk tipe setelah mengalami penambahan gugus
omah jujukan
Gambar
4.
Sekunder
Tersier
Gugus bale
• Teras
• Ruang tamu
• Kamar
tidur
(fungsi tambahan)
Gugus omah
• Senthong
(kiwo,tengah,teng
en)
• Ruang keluarga
• Ruang
tamu
(fungsi tambahan)
• Kamar
mandi
(fungsi tambahan)
• Garasi
(fungsi
tambahan)
Gugus
omah
jujukan
• Teras
• Ruang tamu
• Ruang Keluarga
• Kamar tidur
• Musholla
• Kamar
mandi
(fungsi tambahan)
• Garasi
(fungsi
tambahan)
Gugus pawon
• Teras
• Area Masak
• Area Makan
• Lumbung
• Gudang
• Kamar
mandi
(fungsi tambahan)
• Kamar
tidur
(fungsi tambahan)
Sumur
Kamar Mandi
Bentuk varian tipe setelah
mengalami pengurangan dan
penambahan (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Ruang-ruang yang ada di dalam
gugus bale adalah teras, ruang tamu
dan ruang tidur yang mana sebagian
besar merupakan ruang tambahan.
Pada gugus omah terdapat ruang
sentong kiwo, tengah dan tengen,
ruang keluarga dan ada tambahan
ruang tidur. Di dalam gugus Pawon
terdapat area tempat masak yang
selalu ada luweng dan gentong, area
makan dan lumbung, ruang tambahan
lainnya adalah kamar tidur, gudang
dan kamar mandi. Untuk gugus omah
jujukan di dalamnya terdapat ruang
tamu, ruang keluarga, kamar tidur,
musholla, dan kamar mandi.
(Sumber: Analisis penulis, 2011)
5
•
bangunan sehingga sudah tidak layak
untuk dipakai.
Konfigurasi
Tatanan gugus bangunan ini
dilihat dari kemudahan pencapaian
yang mana arah dipengaruhi oleh
kebutuhan fungsional dan pemikiran
rasional dari pemilik rumah yang juga
didasarkan pada pemikiran logika dan
mental
spiritual
keagamaan.
Pemikiran-pemikiran tersebut antara
lain seperti posisi lahan rumah
terhadap arah jalan desa dan juga
letak sumber air. Tatanan gugus
bangunan terdiri dari 2 macam jika
dilihat dari perletakan gugus pawon
terhadap gugus omah, yaitu gugus
pawon yang berada di sebelah kiri
maupun kanan omah (Gambar 5).
Gambar 6. Susunan gugus bangunan
berbentuk grid
Gambar 5. Posisi letak gugus berdasarkan
letak lahan (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Konfigurasi
tatanan
gugus
bangunan berbentuk tatanan grid
(Gambar 6). Bagian depan adalah
bale, di belakang bale terdapat omah
dan di samping omah terdapat pawon
atau omah jujukan. Apabila terdapat
omah jujukan maka letak pawon
berada di belakang gugus omah
jujukan. Adanya perbedaan atap dan
klasifikasi fungsi yang di muat dalam
gugus
bangunan
memungkinkan
membuat rumah secara bertahap
dengan bagian omah dibagun terlebih
dahulu. Omah ini dapat menampung
fungsi dari gugus lain secara
sementara jika pada gugus yang lain
terdapat pengurangan maupun telah
mengalami penurunan kualitas fisik
•
6
Luas bale ditiap tipe maupun
ditiap sampel mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Hal ini berdasarkan
status sosial dari si penghuni. Semakin
besar bale makan kedudukan status
sosial semakin tinggi. Fungi bale juga
dipakai sebagai tempat pengeringan
padi
maupun
sebagai
tempat
menyimpan barang jika tidak dapat
ditampung di dalam gudang maupun
pada rumah yang tidak mempunyai
gudang. Susunan ruang di dalam
rumah tinggal kuno juga menganut
konsep dualisme (oposisi binair), yaitu
antara luar dan dalam, kiri kanan,
istirahat dan aktifitas serta wanita dan
laki-laki. Hal ini dapat dilihat seperti
pada pemisahan antara tempat duduk
di ruang tamu antara tamu wanita dan
tamu laki-laki serta adanya pemisahan
sentong kiwo yang merupakan kamar
bapak sedangkan sentong kanan
kamar ibu.
Organisasi
Organisasi ruang yang terjadi
pada rumah tinggal kuno di Desa
Bakung terdapat 4 jenis yang mana
organisasi ini sangat dipengaruhi oleh
adanya kelengkapan dari gugus
bangunan (Gambar 7). Organisasi
jenis pertama, yaitu pada bangunan
yang mempunyai gugus bale, omah
dan pawon, jenis kedua adalah yang
mempunyai gugus bale, omah, omah
jujukan dan pawon. Organisasi jenis
ketiga adalah rumah yang mempunyai
gugus bale dan omah yang tergabung
menjadi satu dan gugus pawon yang
terpisah
Gambar 7. Jenis organisai ruang pada rumah tinggal kuno di Desa Bakung (Sumber: Analisis penulis,
2011)
Hubungan antar ruang pada
rumah berbentuk garis hubung yang
terbentuk dari sirkulasi antara gugus
bale dan omah. Hubungan antara satu
titik ke titik lainnya berupa pintu-pintu
pada tiap ruangan yang membentuk
sirkulasi ruang, dari halaman depan ke
bagian sentong tengah (Gambar 8).
Garis hubung juga terdapat pada
gugus pawon, yaitu menghubungkan
dari emper ke halaman belakang.
Sebagian besar rumah tinggal kuno di
Desa Bakung awalnya memiliki 2
sumbu simetri. Satu garis hubung
terbentuk dari halaman depan dan
berpusat ke sentong tengah. Arah
pusat di sentong tengah ditandai
dengan adanya bentukan yang
berbeda dari pintu depan dan pintu
tengah
meskipun
terkadang
mempunyai ukurang yang hampir
sama. Garis hubung ini tidak akan
hilang meskipun terdapat tambahan
ruang di gugus bale maupun omah.
Garis hubung lain terbentuk dari titiktitik pintu dari halaman depan ke
halaman belakang pada gugus pawon.
Namun garis hubung ini rentan hilang
akibat adanya penambahan ruang.
7
Garis hubung antar ruang pada jenis 1 dan 2
berdasarkan susunan gugus bangunan
Musholla
R. Kel
R.Tamu
Taman
dalam
Garis hubung antar ruang pada jenis 4 berdasarkan susunan gugus bangunan
KM
KM
R. Makan
R.Tamu
R. Kel
Dapur
Garis hubung antar ruang pada jenis 3 berdasarkan susunan gugus bangunan
Gambar 8. Garis hubung antar ruang (Sumber: Analisis penulis, 2011)
Adanya
garis
hubung
ini
menandakan adanya hubungan antara
ruang dalam dengan ruang luar yang
saling mengimbas tanpa ada batas
yang tegas. Hal ini senada dengan
yang diungkapkan Budiharjo (1997),
bahwa rumah yang memiliki ruang
yang mengimbas antara ruang dalam
yang ruang luar sangatlah cocok untuk
daerah beriklim topis lembab, dan juga
pas
untuk
mewadahi
perilaku
masyarakat
yang
senang
bercengkrama dengan alam dan
tetangga
sekitar
secara
akrab
(Gambar 9).
Gambar 9. Hubungan antara ruang luar
dengan ruang dalam
•
8
Simetrisitas
Kesimetrisan ruang pada rumah
tinggal kuno di Desa Bakung dilihat
secara parsial dan integral dari
bentukan denah rumah. Secara
Hirarki ruang pada acara-acara
tertentu (eventual), seperti pada acara
selamatan, perkawinan, kelahiran
maupun kematian. Hirarki ruang
tersebut tentunya berbeda dengan
hirarki ruang sehari-hari jika dilihat dari
aktifitas pengguna ruang. Hal ini
dikarenakan adanya fleksibilitas dari
susunan ruang yang ada di dalam
rumah. Pembagian area publik dan
semi publik dalam hal eventual hampir
sama dengan hirarki sehari-hari,
namun pada eventual ini hanya
terdapat publik, semi publik dan privat
dengan pembagian publik untuk tamu,
semi publik untuk tamu dekat,
saudara, semi privat untuk saudara
dan anggota keluarga, sedangkan
privat hanya untuk penghuni rumah.
Penggolongan hirarki juga dapat
dilihat dari penempatan area bersih
dan area kotor. Area kotor kebanyakan
berada di sebelah kiri, sedangkan
untuk area bersih berada di sebelah
kanan. Hirarki untuk area sakral
berada di area tengah bagian
belakang, yaitu tepat di sentong
tengah (Gambar 11).
integral rumah-rumah tersebut memiliki
pola yang tidak simetris, namun jika
dilihat secara parsial kebanyakan
memiliki kesimetrisan di area yang
terlihat oleh umum atau sebagai fungsi
publik, namun ada sebagian yang
sampai masuk ke dalam fungsi privat,
yaitu gugus omah dengan sumbu
simetri yang berupa atau berada di
jalur sirkulasi (Gambar 10). Hal ini
dikarenakan pemilik rumah ingin
menambahkan nilai estetika dalam
bentuk simetri kepada pengunjung
rumah.
Gambar 10. Sumbu simetris pada denah jika
dilihat secara parsial (Sumber:
Analisis penulis, 2011)
•
Meskipun memiliki bentuk denah
yang asimetris namun denah pada
rumah kuno di desa ini memiliki
keseimbangan. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Budiharjo (1997),
bahwa keseimbangan pada denah
tercipta dari susunan ruang yang
asimetris. Ruang tersebut terolah
sebagai ruang yang dinamis yang
berorientasi pada gerak. Manusia
seolah dituntun dari satu ruang ke
ruang lain dengan pandangan dan
visual yang berbeda-beda.
Hirarki
Hirarki ruang yang terbentuk dari
rumah tinggal kuno di Desa Bakung
adalah dilihat dari pelaku aktifitas yang
memakai dalam ruang tersebut, atau
kebutuhan privasi sang pemilik rumah
dalam
melakukan
aktifitasnya
mempunyai area publik di bagian
depan rumah, semi publik 1 di kiri
depan, semi publik 2 di depan kanan,
semi privat 1 di belakang kanan, semi
privat 2 kanan tengah dan area privat
di kiri belakang.
Gambar 11. Hirarki ruang berdasarkan bersih,
kotor dan sakral, profan
Perubahan Pola Tata Ruang
Perubahan pola tata ruang dalam
pada rumah tinggal kuno di Desa Bakung
adalah sebagai berikut:
9
•
•
sebagai
ruang
tamu.
Hal
ini
dikarenakan terjadinya pengurangan
pada gugus bale, sehingga ruangruang yang ada di bale wadahi di
gugus ini.
Pembagian fungsi terdapat pada
area
memasak
akibat
adanya
perubahan
gaya
hidup
serta
ditemukannya teknologi baru. Area
memasak ini terbagi menjadi area
memasak dengan cara tradisonal dan
dengan cara modern. Pada beberapa
kasus rumah pembagian juga terdapat
pada area makan. Hal ini dikarenakan
adanya
kenaikan
status
sosial
sehingga muncul adanya pembagian
sekat-sekat ruang yang jelas. Adanya
perubahan berupa penambahan fungsi
baru atau yang lainnya yang bersifat
lebih modern menimbulkan adanya
konsepsi pola ruang lama-baru yang
diciptakan
oleh
pemilik
rumah
(Gambar 12). Konsep lama-baru
dalam satu bangunan antara lain
adalah adanya dua tempat masak
(tradisonal dan modern), rumah
dengan lantai tanah dan lantai
keramik, serta rumah dengan batas
tembok dan batas gedek (anyaman
bambu).
Adanya
konsep
ini
menandakan bahwa si pemilik rumah
di Desa Bakung ini mengadakan
penyesuain
sebelum
melakukan
perubahan kearah modern.
Orientasi
Pada rumah-rumah kuno di Desa
Bakung ini tidak ada yang mengalami
perubahan pada orientasi bangunan,
sebab masyarakat di desa ini sangat
percaya akan adat yang ada serta
sangat paham akan lingkungan rumah
mereka. Namun pada rumah-rumah
baru (umur rumah di bawah 40 tahun)
orientasi rumah berubah mengikuti
arah jalan.
Jenis dan fungsi
Perubahan berupa penambahan
jenis ruang sering terjadi di gugus bale
maupun di gugus pawon, hal ini
dikarenakan area ini merupakan area
penunjang.
Untuk
gugus
omah
kebanyakan mengalami perubahan
pada penambahan fungsi ruang
namun tidak penambahan ruang ini
tidak bersifat massif. Penambahan
ruang sering terjadi pada penambahan
fungsi ruang tidur sebagai akibat
adanya
perubahan
gaya
hidup
sehingga
anggota
keluarga
menginginkan adanya ruang privasi
tersendiri.
Penambahan
ruang
kebanyakan dipengaruhi oleh adanya
perubahan gaya hidup serta naiknya
status
sosial
penghuni
rumah.
Penambahan ruang omah jujukan
sebagai akibat adanya perluasan dari
gugus omah namun masih yang
bersifat lebih umum jika dibandingkan
dengan gugus omah. Rumah yang
memiliki Omah jujukan, sering kali
gugus ini dipakai sebagai tempat
diskusi antar anggota keluarga,
sedangkan gugus omah dipakai
sebagai area istirahat.
Pengurangan fungsi sering terjadi
pada area bale dan sebagaian di area
pawon. Hal ini terjadi karena fungsi
yang terdapat pada gugus bale adalah
fungsi tersier sehingga sering diubah
untuk mencukupi kebutuhan primer
yang tidak terpenuhi. Faktor adanya
pembagian hak waris dan kondisi
ekonomi sering menyadi penyebab
hilangnya gugus bale.
Penggabungan fungsi sering
terjadi di area omah, yaitu ruang
keluarga yang sekaligus berfungsi
.
Gambar 12. Konsep lama-baru dalam satu
bangunan
•
10
Konfigurasi
Perubahan tatanan gugus bangunan
seringkali terjadi pada area pawon,
yaitu dengan adanya fungsi gugus
omah
jujukan
menyebabkan
berubahnya letak posisi gugus pawon.
Hal ini dikarenakan si pemilik rumah
•
•
•
Faktor Penyebab Perubahan Pola Tata
Ruang
Faktor penyebab perubahan pola tata
ruang adalah:
• Kebutuhan dasar manusia
Bertambahnya jumlah penghuni rumah
dan adanya keinginan untuk membuat
ruang yang lebih privat.
• Teknologi baru
Faktor ini terdapat pada kasus
berubahnya letak kamar mandi dari
luar bangunan ke dalam bangunan
serta adanya dua fungsi area
memasak
dengan
klasifikasi
menggunakan peralatan yang modern
dan dengan menggunakan peralatan
tradisional. Hal ini dikarenakan telah
ditemukannya teknologi sanitasi yang
tidak
menimbulkan
bau
serta
penemuan bahan bakar baru untuk
memasak dengan cara yang mudah
• Gaya hidup
Adanya pengaruh dari era modern,
sehingga merubah kebiasaan untuk
hidup dengan cara yang lebih modern
dan canggih.
• Faktor ekonomi
Perubahan terjadi pada pengurangan
gugus bale akibat adanya penjualan
soko agar bisa memperbaiki kondisi
ekonomi keluarga
• Sistem hak waris
Pembagian hak waris pada rumah
sering kali mengakibatkan sebagian
gugus
hilang
maupun
adanya
penambahan sekat yang jelas dari
rumah.
• Budaya
Adanya perubahan akan menaiknya
status sosial keluarga menyebabkan
terjadinya perubahan penambahan
ruang-ruang dalam rumah.
menempatkan area semi publik
dibagian belakang dan area semi
privat agak di bagian belakang.
Konfigurasi rumah-rumah kuno di
Desa
Bakung
tidak
mengalami
perubahan pada bentuk susunan
ruang meskipun terdapat perubahan
pada jenis maupun fungsinya, yaitu
tetap mempunyai organisasi berbentuk
grid.
Organisasi
Perubahan organisasi terjadi akibat
adanya perubahan susunan gugus
bangunan karena ada penambahan
maupun pengurangan gugus.
Adanya perubahan terhadap tatanan
ruang maupun fungsi yang terdapat
pada rumah tinggal kuno di Desa
Bakung tidak berpengaruh pada garis
hubung antar ruang yang berpusat di
sentong tengah. Namun sangat
berpengaruh pada garis hubung yang
terbentuk di gugus pawon. Hal ini
dikarenakan posisi pintu di gugus bale
dan omah tidak akan berubah,
sedangkan di area pawon dapat
diubah sesuai kebutuhan. Dengan
adanya garis hubung ini ini dapat
sangat mengesankan bahwa area di
sentong tengah adalah area yang
sakral.
Simetrisitas
Sumbu simetris yang terdapat pada
denah rumah-rumah tinggal kuno di
Desa Bakung. Jika dilihat secara
integral tidak ada yang memiliki pola
simetrsi, namun jika dilihat secara
parsial terdapat kesimetrisan di bagian
publik. Namun kesimetrisan ini dapat
berubah dengan adanya perubahan
tatanan
ruang
baik
berupa
penambahan maupun pengurangan.
Hirarki
Perubahan hirarki sering terjadi di
antara area semi privat dan area semi
publik. Perubahan ini dikarenakan
selain adanya pengurangan maupun
penambahan gugus bangunan juga
akibat adanya tean teknologi baru
serta perubahan dari kebiasaan
penghuni rumah.
PENUTUP
Pola tata ruang rumah tinggal kuno
di Desa Bakung mempunyai keterlibatan
dalam hal pentaan ruang dalam dan luar
yang
ditunjukkan
dengan
adannya
konsepsi lama-baru yang dibuat oleh
pemilik rumah itu sendiri. Orientasi rumah
tinggal kuno di Desa Bakung ini
berdasarkan arah mata angin. Bentuk
rumah terdiri dari 3 jenis dan susunan
11
ruang yang kesemuanya berbentuk grid.
Rumah tersebut juga memiliki hirarki
ruang dalam yang semakin kebelakang
semakin privat dan semakin ketengah
semakin sakral, sedangkan semakin ke
kiri semakin kotor.
Perubahan pola tata ruang terjadi
untuk membuat fungsi baru. Perubahan
orientasi rumah hanya terjadi pada rumahrumah baru yang berumur di bawah 40
tahun.
Perubahan
dalam
bentuk
pengurangan
fungsi
mengakibatkan
perubahan jenis ruang, kesimetrisan,
organisasi serta hirarki ruang. Namun
perubahan-perubahan
tersebut
tidak
disertai dengan penambahan ruang yang
bersifat masiif. Ruang yang rentan
mengalami perubahan adalah ruang-ruang
di gugus bale dan pawon, sedangkan
ruang yang tetap (sulit mengalami
perubahan) adalah ruang-ruang di gugus
omah, yaitu sentong tengah yang
merupakan area paling sakral di dalam
rumah.
Faktor
yang
mempengaruhi
perubahan pola tata ruang dalam rumah
tinggal kuno di Desa Bakung adalah
kebutuhan dasar manusia, teknologi baru,
gaya hidup, faktor ekonomi, sistem hak
waris dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, Eko. 1997. Arsitektur Sebagai
Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan
Dakung, S. (Ed.). 1986. Arsitektur
Tradisional Daerah Istimewa
Frick, H. 1997. Pola Struktur dan Teknik
Bangunan Di Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius & Soegijapranata University
Press.
Pangarsa, Galih W. 2009. Arsitektur
Berbudaya Kemasan Nilai Hakiki
Berlanggam
Bahasa
Negeri.
http://arsiteknusantarawacana.blogsp
ot.com/2009/03/arsitektur-berbudayakemasan-nilai.html (5 Maret 2011)
Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Yu Sing. 2009. Trend Arsitektur 2009.
http://rumahyusing.blogspot.com/2009/07/trenarsitektur-2009.html. (5 Maret 2010)
12
KECAMATAN UDANAWU BLITAR
(The Spatial Structure Patterns in Ancient Houses in Bakung Village Udanawu District Blitar)
Siti Maria Ulfa, Antariksa, Ema Yunita Titisari
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Indonesia – Telp. (0341) 567886
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The spatial structures of the acient house in the village of Bakung, Udanawu District, Blitar
have uniqueness on spatial changes thus forming a distinctive pattern. This change caused a
change in mindset, one of which is influenced by the rapid modernization process of the
modern information flow. The uniqueness comes with an adjustment to the condition of their
home environment before making any changes. The purpose of this study was to determine
the spatial structure pattern, the pattern changes and the factors influencing changes in the
pattern. This study uses descriptive methods with historical approach. The study shows the
spatial pattern of houses in this village. Changes in spatial structure patterns happen to
create a new function, reduced function which may lead to changes in the type of space,
symmetry, organization and hierarchy of space. Of these changes led to old-modern
conception of the spatial structure pattern of it. Factors affecting change is the basic human
needs, new technologies, life style, economy factor, inheritance system and cultures.
Keywords: the spatial structure patterns inner, changes, ancient houses
ABSTRAK
Tata ruang dalam rumah kuno di Desa Bakung, Kecamatan Udanawu Blitar mempunyai
keunikan pada perubahan tata ruang sehingga membentuk suatu pola tersendiri. Perubahan
ini disebabkan adanya perubahan pola pikir yang salah satunya dipengaruhi proses
modernisasi melalui cepatnya arus informasi modern. Keunikan ini muncul dengan adanya
penyesuaian terhadap kondisi lingkungan rumahnya sebelum melakukan perubahan. Tujuan
studi ini adalah mengetahui pola tata ruang, pola perubahannya serta faktor yang
mempengaruhi perubahan pola tersebut. Studi ini menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan historis. Hasil studi menunjukkan pola tata ruang rumah di desa ini. Perubahan
pola ruang terjadi untuk membuat fungsi baru, pengurangan fungsi yang dapat
mengakibatkan perubahan jenis ruang, kesimetrisan, organisasi serta hirarki ruang. Dari
perubahan ini memunculkan konsepsi lama-modern pada pola tata ruang dalamnya. Faktor
yang mempengaruhi perubahan adalah kebutuhan dasar manusia, teknologi baru, gaya
hidup, faktor ekonomi, system hak waris dan budaya.
Kata kunci: pola tata ruang dalam, perubahan, rumah tinggal kuno
PENDAHULUAN
Di
tengah
era
modernisasi,
perubahan pola pikir manusia lebih
mengarah ke bagaimana pemikiran orang-
1
orang di negara Barat (Eropa – Amerika).
Adanya perubahan pola pikir masyarakat
juga mengakibatkan terjadinya perubahan
rumah-rumah kuno di Desa Bakung,
Kecamatan Udanawu, Blitar. Seiring
derasnya arus informasi modern yang
masuk ke desa ini. Menurut Pangarsa
(2009),
sejak
tahun
1980-an
perkembangan arsitektur rumah sangat
patuh mengikuti “trend” arsitektur yang
didiktekan dunia dagang dan politik. Yu
(2009), mengatakan rumah modern lebih
menonjolkan permainan bentuk dan
tampilan untuk memperlihatkan status
sosial si penghuni dari pada kualitas ruang
yang ada di dalamnya. Hasil dari itu
adalah terbentuknya ruang yang tidak
mempunyai konsep berkelanjutan, sebab
ruang
yang
terbentuk
tidak
memperhatikan iklim sekitar. Konsep
rumah berkelanjutan dapat dilihat pada
rumah-rumah di kampung dalam hal ini
juga dapat dilihat pada rumah-rumah kuno
di Desa Bakung.
Permasalahan utama adalah apabila
rumah-rumah lebih mengarah ke trend,
maka
dimungkinkan
rumah-rumah
tersebut akan kehilangan karakteristik
lokal rumah dan menurut Dakung (1986)
dimungkinkan juga arsitektur tradisional
akan punah di tengah-tengah masyarakat.
Namun keunikan terjadi pada tata ruang
rumah di Desa Bakung, yaitu adanya
penyesuaian kondisi lingkungan rumahnya
sebelum melakukan suatu perubahan.
Dalam pembangunannya, rumah di desa
ini selalu mengaitkan budaya serta adat
istiadat. Jika ditinjau dari letak geografis
desa ini berada di wilayah jawa timur
namun secara historis merupakan wilayah
Mataraman yang merupakan cikal bakal
Kasunan Surakarta dan Kasultanan
Jogjakarta, sehingga kebuyaan daerah
Mataraman tidak jauh berbeda dari yang
ada di Solo dan Jogja. Masyarakat di desa
ini juga lebih mengedepankan tata karma
dan suka memendam perasaan dengan
alasan unggah-ungguh.
Dari penjelasan di atas, maka
diperlukannya studi mengenai pola tata
ruang rumah tinggal kuno di Desa Bakung
yang dilihat dari pola awal serta
perubahan yang terjadi untuk mengetahui
bagaimana
perubahan
itu
bisa
disesuaikan dengan lingkunan rumah
serta mengetahui bahwa arsitektur rumah
adalah suatu proses yang open-ending
dan juga melakukan studi mengenai faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan
tersebut.
METODE
Studi ini menggunakan metode
penelitian deskriptif (pemaparan kondisi)
yang dilakukan dengan pendekatan
historis dan tipologis. Studi pola tata ruang
rumah ini dilakukan dengan menganalisis
gambar denah dari segi tata ruang di
dalamnya, sehingga diketahui seperti apa
pola tata ruang yang terbentuk dan
perubahan apa yang terjadi pada pola tata
ruang rumah tersebut dan dilanjutkan
dengan mencari faktor-faktor penyebab
perubahan pola tata ruang pada rumah
tersebut dimulai dari faktor fisik ke faktor
non fisik.
Ruang lingkup studi dibatasi oleh
kriteria penentuan kasus bangunan rumah
tinggal, antara lain sebagai berikut:
a. Merupakan bangunan rumah tinggal
kuno, yaitu bangunan rumah tinggal
yang berusia 50 tahun atau lebih
(sesuai dengan UU RI No.11 tahun
2011).
b. Bangunan mempunyai tata ruang asli
meskipun kulit
bangunan sudah
mengalami perubahan ke arah modern.
Bangunan rumah tinggal yang masih
terawat dapat memberikan informasi
dan data yang menunjang untuk
keperluan penelitian.
c. Bangunan masih dihuni atau ditempati
oleh
pemiliknya
sehingga
bisa
mendapatkan data dan informasi yang
dibutuhkan untuk keperluan penelitian.
Informasi tersebut dapat memberikan
gambaran apakah terjadi perubahan di
dalam tata ruang rumah tinggal kuno.
Setelah mengadakan pengamatan
berdasarkan kriteria di atas, maka di
dapatkan 22 rumah tinggal kuno yang
dijadikan sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Tata Ruang Rumah Tinggal Kuno
Di Desa Bakung
Pola tata ruang dalam rumah tinggal
kuno di Desa Bakung adalah terdapat 4
macam jenis susunan gugus bangunan
berdasarkan letak fungsi bangunan utama,
yaitu
2
timur
atau
barat
dan
selalu
mengarahkan rumah ke arah selatan
atau utara untuk tujuan keselamatan.
Hal ini dikarenakan beberapa desa di
Kecamatan Udanawu, termasuk desa
ini selalu terkena hujan abu bila terjadi
letusan Gunung Kelud dan jika dilihat
dari letaknya, desa ini berada di
sebelah Barat dari Gunung Kelud dan
Gunung Kawi. Oleh sebab itu rumahrumah kuno di desa ini menghadap
kearah
Utara-Selatan
untuk
menghindari abu dari jika terjadi
letusan dari gunung tersebut. Selain
adanya keyakinan, orientasi rumah
juga
didasarkan
pada
kondisi
lingkungan atau kondisi geografis
yaitu, dengan menghadapkan rumah
ke
arah
utara–selatan
akan
memberikan keuntungan tersendiri,
yaitu fasade rumah tidak akan
terpapar oleh sinar matahari pagi atau
sore (Gambar 1).
1. Bale-Omah-Pawon berbentuk letter L
2. Bale-Omah-Omah jujukan-Pawon
berbentuk tangga
3. Omah-Pawon berjajar linier kesamping
4. Bale-Omah berjajar kebelakang, Pawon
berada di samping susunan Bale-Omah
Gambar 1. Orientasi bangunan rumah kuno di
Desa Bakung (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Disetiap jenis tersebut dipengaruhi
oleh
perkembangan
waktu
dan
pengetahuan. Dari keempat jenis tersebut
terdapat kesamaan maupun berpedaan
ditiap tata ruangnya, yaitu
• Orientasi
Orientasi
bangunan
pada
keempat kasus sama-sama kearah
Utara-Selatan, yaitu searah dengan
arah mata angin sebab masyarakat di
Desa Bakung ini menyakini bahwa
dalam membangun rumah terdapat
pantangan jika menghadap ke arah
3
Pemilihan orientasi rumah ke
arah utara selatan juga didasarkan
arah datangnya angin, meskipun arah
datang angin tidak selalu dari arah
utara selatan. Dari fenomena tersebut
maka, rumah di Desa Bakung
mempunyai orientasi bukaan (pintu
dan jendela) ke arah ruang terbuka,
yaitu halaman depan, halaman
belakang, dan halaman samping
(Gambar 2). Dengan adanya bukaan
tersebut maka masyarakat di Desa
Bakung sudah memikirkan akan iklim
di tempat rumah tersebut berada, yaitu
iklim
tropis,
sehingga
bukaan
digunakan
untuk
mendapatkan
pengaliran udara yang baik di dalam
ruang. Konsep ini sejalan dengan
konsep tanggap iklim pada bangunan
rumah tinggal.
Gambar 3. Proporsi rumah tinggal kuno di
Desa
Bakung
(Sumber:
Analisis penulis, 2011)
•
Gambar 2. Orientasi bukaan pada rumah kuno
di Desa Bakung (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Orientasi
fasade
bangunan
rumah di Desa Bakung ini bukan
ditentukan oleh letak jalan desa,
melainkan oleh orientasi sumbu UtaraSelatan, sehingga terdapat beberapa
bangunan yang menghadap ke utara
maupun keselatan, Namun sebagian
besar menghadap ke jalan desa
dengan dukungan arah jalan desa
melintang kearah Barat dan Timur.
Secara umum orientasi rumah
tinggal kuno di desa ini cenderung
dipengaruhi oleh faktor kenyamanan
dan kemudahan. Dari adanya arah
orientasi
ini
ternyata
sangat
mempengaruhi bentukan bangunan
rumah, yaitu memanjang ke samping
dan mempunyai proporsi dinding
rumah lebih tinggi jika dibandingkan
dengan atap rumah (Gambar 3). Hal
ini juga dikarenakan masyarakat di
desa ini takut akan adanya angin
kencang dan merobohkan rumah jika
dinding rumah terlalu tinggi.
Jenis dan Fungsi
Terdapat 3 jenis gugus yang
ada di rumah kuno di desa Bakung,
yaitu:1) rumah yang mempunyai gugus
Bale, Omah, dan Pawon, 2) rumah
dengan gugus Bale, Omah, Omah
jujukan, Pawon, dan 3) rumah dengan
gugus Omah dan Pawon. Fungsi
gugus omah sebagi bangunan utama
dan bangunan pelengkap adalah Bale,
Pawon, Omah jujukan dan sumur serta
kamar mandi. Dari ketiga jenis tersebut
sebenarnya merupakan pengurangan
dari gugus asli (Gambar 4). mulai dari
pengurangan gugus bale sampai
pengurangan gugus bale dan pawon.
Selain terdapat pengurangan juga
terdapat
penambahan
gugus
bangunan, yaitu berupa penambahan
gugus
omah
jujukan.
Dari
penambahan dan pengurangan gugus
tersebut muncullah variasi bentuk tipe
rumah kuno yang ada di Desa Bakung
ini.
Bentuk tipe gugus asli
4
Fungsi ruang yang terdapat pada
rumah tipe satu ini merupakan
pengelompokan ruang berdasarkan
intensitas kebutuhannya (Tabel 1).
Terdapat 3 fungsi, yaitu 1) primer,
yaitu ruangan yang sering muncul dan
dianggap penting oleh pemilik rumah,
2) sekunder, yaitu ruangan yang
sering
muncul
namun
tingkat
kepentingannya lebih rendah jika
dibandingkan dengan fungsi primer, 3)
tersier, yaitu ruangan yang tingkat
kepentingannya rendah dan sebagai
pelengkap dari fungsi primer dan
sekunder.
Bentuk tipe setelah mengalami penguran pada
gugus bale
Tabel 1. Pengelompokan fungsi berdasarkan
intensitas kebutuhannya
Primer
Bentuk tipe setelah mengalami pengurangan pada
gugus bale dan pawon
Bentuk tipe setelah mengalami penambahan gugus
omah jujukan
Gambar
4.
Sekunder
Tersier
Gugus bale
• Teras
• Ruang tamu
• Kamar
tidur
(fungsi tambahan)
Gugus omah
• Senthong
(kiwo,tengah,teng
en)
• Ruang keluarga
• Ruang
tamu
(fungsi tambahan)
• Kamar
mandi
(fungsi tambahan)
• Garasi
(fungsi
tambahan)
Gugus
omah
jujukan
• Teras
• Ruang tamu
• Ruang Keluarga
• Kamar tidur
• Musholla
• Kamar
mandi
(fungsi tambahan)
• Garasi
(fungsi
tambahan)
Gugus pawon
• Teras
• Area Masak
• Area Makan
• Lumbung
• Gudang
• Kamar
mandi
(fungsi tambahan)
• Kamar
tidur
(fungsi tambahan)
Sumur
Kamar Mandi
Bentuk varian tipe setelah
mengalami pengurangan dan
penambahan (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Ruang-ruang yang ada di dalam
gugus bale adalah teras, ruang tamu
dan ruang tidur yang mana sebagian
besar merupakan ruang tambahan.
Pada gugus omah terdapat ruang
sentong kiwo, tengah dan tengen,
ruang keluarga dan ada tambahan
ruang tidur. Di dalam gugus Pawon
terdapat area tempat masak yang
selalu ada luweng dan gentong, area
makan dan lumbung, ruang tambahan
lainnya adalah kamar tidur, gudang
dan kamar mandi. Untuk gugus omah
jujukan di dalamnya terdapat ruang
tamu, ruang keluarga, kamar tidur,
musholla, dan kamar mandi.
(Sumber: Analisis penulis, 2011)
5
•
bangunan sehingga sudah tidak layak
untuk dipakai.
Konfigurasi
Tatanan gugus bangunan ini
dilihat dari kemudahan pencapaian
yang mana arah dipengaruhi oleh
kebutuhan fungsional dan pemikiran
rasional dari pemilik rumah yang juga
didasarkan pada pemikiran logika dan
mental
spiritual
keagamaan.
Pemikiran-pemikiran tersebut antara
lain seperti posisi lahan rumah
terhadap arah jalan desa dan juga
letak sumber air. Tatanan gugus
bangunan terdiri dari 2 macam jika
dilihat dari perletakan gugus pawon
terhadap gugus omah, yaitu gugus
pawon yang berada di sebelah kiri
maupun kanan omah (Gambar 5).
Gambar 6. Susunan gugus bangunan
berbentuk grid
Gambar 5. Posisi letak gugus berdasarkan
letak lahan (Sumber: Analisis
penulis, 2011)
Konfigurasi
tatanan
gugus
bangunan berbentuk tatanan grid
(Gambar 6). Bagian depan adalah
bale, di belakang bale terdapat omah
dan di samping omah terdapat pawon
atau omah jujukan. Apabila terdapat
omah jujukan maka letak pawon
berada di belakang gugus omah
jujukan. Adanya perbedaan atap dan
klasifikasi fungsi yang di muat dalam
gugus
bangunan
memungkinkan
membuat rumah secara bertahap
dengan bagian omah dibagun terlebih
dahulu. Omah ini dapat menampung
fungsi dari gugus lain secara
sementara jika pada gugus yang lain
terdapat pengurangan maupun telah
mengalami penurunan kualitas fisik
•
6
Luas bale ditiap tipe maupun
ditiap sampel mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Hal ini berdasarkan
status sosial dari si penghuni. Semakin
besar bale makan kedudukan status
sosial semakin tinggi. Fungi bale juga
dipakai sebagai tempat pengeringan
padi
maupun
sebagai
tempat
menyimpan barang jika tidak dapat
ditampung di dalam gudang maupun
pada rumah yang tidak mempunyai
gudang. Susunan ruang di dalam
rumah tinggal kuno juga menganut
konsep dualisme (oposisi binair), yaitu
antara luar dan dalam, kiri kanan,
istirahat dan aktifitas serta wanita dan
laki-laki. Hal ini dapat dilihat seperti
pada pemisahan antara tempat duduk
di ruang tamu antara tamu wanita dan
tamu laki-laki serta adanya pemisahan
sentong kiwo yang merupakan kamar
bapak sedangkan sentong kanan
kamar ibu.
Organisasi
Organisasi ruang yang terjadi
pada rumah tinggal kuno di Desa
Bakung terdapat 4 jenis yang mana
organisasi ini sangat dipengaruhi oleh
adanya kelengkapan dari gugus
bangunan (Gambar 7). Organisasi
jenis pertama, yaitu pada bangunan
yang mempunyai gugus bale, omah
dan pawon, jenis kedua adalah yang
mempunyai gugus bale, omah, omah
jujukan dan pawon. Organisasi jenis
ketiga adalah rumah yang mempunyai
gugus bale dan omah yang tergabung
menjadi satu dan gugus pawon yang
terpisah
Gambar 7. Jenis organisai ruang pada rumah tinggal kuno di Desa Bakung (Sumber: Analisis penulis,
2011)
Hubungan antar ruang pada
rumah berbentuk garis hubung yang
terbentuk dari sirkulasi antara gugus
bale dan omah. Hubungan antara satu
titik ke titik lainnya berupa pintu-pintu
pada tiap ruangan yang membentuk
sirkulasi ruang, dari halaman depan ke
bagian sentong tengah (Gambar 8).
Garis hubung juga terdapat pada
gugus pawon, yaitu menghubungkan
dari emper ke halaman belakang.
Sebagian besar rumah tinggal kuno di
Desa Bakung awalnya memiliki 2
sumbu simetri. Satu garis hubung
terbentuk dari halaman depan dan
berpusat ke sentong tengah. Arah
pusat di sentong tengah ditandai
dengan adanya bentukan yang
berbeda dari pintu depan dan pintu
tengah
meskipun
terkadang
mempunyai ukurang yang hampir
sama. Garis hubung ini tidak akan
hilang meskipun terdapat tambahan
ruang di gugus bale maupun omah.
Garis hubung lain terbentuk dari titiktitik pintu dari halaman depan ke
halaman belakang pada gugus pawon.
Namun garis hubung ini rentan hilang
akibat adanya penambahan ruang.
7
Garis hubung antar ruang pada jenis 1 dan 2
berdasarkan susunan gugus bangunan
Musholla
R. Kel
R.Tamu
Taman
dalam
Garis hubung antar ruang pada jenis 4 berdasarkan susunan gugus bangunan
KM
KM
R. Makan
R.Tamu
R. Kel
Dapur
Garis hubung antar ruang pada jenis 3 berdasarkan susunan gugus bangunan
Gambar 8. Garis hubung antar ruang (Sumber: Analisis penulis, 2011)
Adanya
garis
hubung
ini
menandakan adanya hubungan antara
ruang dalam dengan ruang luar yang
saling mengimbas tanpa ada batas
yang tegas. Hal ini senada dengan
yang diungkapkan Budiharjo (1997),
bahwa rumah yang memiliki ruang
yang mengimbas antara ruang dalam
yang ruang luar sangatlah cocok untuk
daerah beriklim topis lembab, dan juga
pas
untuk
mewadahi
perilaku
masyarakat
yang
senang
bercengkrama dengan alam dan
tetangga
sekitar
secara
akrab
(Gambar 9).
Gambar 9. Hubungan antara ruang luar
dengan ruang dalam
•
8
Simetrisitas
Kesimetrisan ruang pada rumah
tinggal kuno di Desa Bakung dilihat
secara parsial dan integral dari
bentukan denah rumah. Secara
Hirarki ruang pada acara-acara
tertentu (eventual), seperti pada acara
selamatan, perkawinan, kelahiran
maupun kematian. Hirarki ruang
tersebut tentunya berbeda dengan
hirarki ruang sehari-hari jika dilihat dari
aktifitas pengguna ruang. Hal ini
dikarenakan adanya fleksibilitas dari
susunan ruang yang ada di dalam
rumah. Pembagian area publik dan
semi publik dalam hal eventual hampir
sama dengan hirarki sehari-hari,
namun pada eventual ini hanya
terdapat publik, semi publik dan privat
dengan pembagian publik untuk tamu,
semi publik untuk tamu dekat,
saudara, semi privat untuk saudara
dan anggota keluarga, sedangkan
privat hanya untuk penghuni rumah.
Penggolongan hirarki juga dapat
dilihat dari penempatan area bersih
dan area kotor. Area kotor kebanyakan
berada di sebelah kiri, sedangkan
untuk area bersih berada di sebelah
kanan. Hirarki untuk area sakral
berada di area tengah bagian
belakang, yaitu tepat di sentong
tengah (Gambar 11).
integral rumah-rumah tersebut memiliki
pola yang tidak simetris, namun jika
dilihat secara parsial kebanyakan
memiliki kesimetrisan di area yang
terlihat oleh umum atau sebagai fungsi
publik, namun ada sebagian yang
sampai masuk ke dalam fungsi privat,
yaitu gugus omah dengan sumbu
simetri yang berupa atau berada di
jalur sirkulasi (Gambar 10). Hal ini
dikarenakan pemilik rumah ingin
menambahkan nilai estetika dalam
bentuk simetri kepada pengunjung
rumah.
Gambar 10. Sumbu simetris pada denah jika
dilihat secara parsial (Sumber:
Analisis penulis, 2011)
•
Meskipun memiliki bentuk denah
yang asimetris namun denah pada
rumah kuno di desa ini memiliki
keseimbangan. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Budiharjo (1997),
bahwa keseimbangan pada denah
tercipta dari susunan ruang yang
asimetris. Ruang tersebut terolah
sebagai ruang yang dinamis yang
berorientasi pada gerak. Manusia
seolah dituntun dari satu ruang ke
ruang lain dengan pandangan dan
visual yang berbeda-beda.
Hirarki
Hirarki ruang yang terbentuk dari
rumah tinggal kuno di Desa Bakung
adalah dilihat dari pelaku aktifitas yang
memakai dalam ruang tersebut, atau
kebutuhan privasi sang pemilik rumah
dalam
melakukan
aktifitasnya
mempunyai area publik di bagian
depan rumah, semi publik 1 di kiri
depan, semi publik 2 di depan kanan,
semi privat 1 di belakang kanan, semi
privat 2 kanan tengah dan area privat
di kiri belakang.
Gambar 11. Hirarki ruang berdasarkan bersih,
kotor dan sakral, profan
Perubahan Pola Tata Ruang
Perubahan pola tata ruang dalam
pada rumah tinggal kuno di Desa Bakung
adalah sebagai berikut:
9
•
•
sebagai
ruang
tamu.
Hal
ini
dikarenakan terjadinya pengurangan
pada gugus bale, sehingga ruangruang yang ada di bale wadahi di
gugus ini.
Pembagian fungsi terdapat pada
area
memasak
akibat
adanya
perubahan
gaya
hidup
serta
ditemukannya teknologi baru. Area
memasak ini terbagi menjadi area
memasak dengan cara tradisonal dan
dengan cara modern. Pada beberapa
kasus rumah pembagian juga terdapat
pada area makan. Hal ini dikarenakan
adanya
kenaikan
status
sosial
sehingga muncul adanya pembagian
sekat-sekat ruang yang jelas. Adanya
perubahan berupa penambahan fungsi
baru atau yang lainnya yang bersifat
lebih modern menimbulkan adanya
konsepsi pola ruang lama-baru yang
diciptakan
oleh
pemilik
rumah
(Gambar 12). Konsep lama-baru
dalam satu bangunan antara lain
adalah adanya dua tempat masak
(tradisonal dan modern), rumah
dengan lantai tanah dan lantai
keramik, serta rumah dengan batas
tembok dan batas gedek (anyaman
bambu).
Adanya
konsep
ini
menandakan bahwa si pemilik rumah
di Desa Bakung ini mengadakan
penyesuain
sebelum
melakukan
perubahan kearah modern.
Orientasi
Pada rumah-rumah kuno di Desa
Bakung ini tidak ada yang mengalami
perubahan pada orientasi bangunan,
sebab masyarakat di desa ini sangat
percaya akan adat yang ada serta
sangat paham akan lingkungan rumah
mereka. Namun pada rumah-rumah
baru (umur rumah di bawah 40 tahun)
orientasi rumah berubah mengikuti
arah jalan.
Jenis dan fungsi
Perubahan berupa penambahan
jenis ruang sering terjadi di gugus bale
maupun di gugus pawon, hal ini
dikarenakan area ini merupakan area
penunjang.
Untuk
gugus
omah
kebanyakan mengalami perubahan
pada penambahan fungsi ruang
namun tidak penambahan ruang ini
tidak bersifat massif. Penambahan
ruang sering terjadi pada penambahan
fungsi ruang tidur sebagai akibat
adanya
perubahan
gaya
hidup
sehingga
anggota
keluarga
menginginkan adanya ruang privasi
tersendiri.
Penambahan
ruang
kebanyakan dipengaruhi oleh adanya
perubahan gaya hidup serta naiknya
status
sosial
penghuni
rumah.
Penambahan ruang omah jujukan
sebagai akibat adanya perluasan dari
gugus omah namun masih yang
bersifat lebih umum jika dibandingkan
dengan gugus omah. Rumah yang
memiliki Omah jujukan, sering kali
gugus ini dipakai sebagai tempat
diskusi antar anggota keluarga,
sedangkan gugus omah dipakai
sebagai area istirahat.
Pengurangan fungsi sering terjadi
pada area bale dan sebagaian di area
pawon. Hal ini terjadi karena fungsi
yang terdapat pada gugus bale adalah
fungsi tersier sehingga sering diubah
untuk mencukupi kebutuhan primer
yang tidak terpenuhi. Faktor adanya
pembagian hak waris dan kondisi
ekonomi sering menyadi penyebab
hilangnya gugus bale.
Penggabungan fungsi sering
terjadi di area omah, yaitu ruang
keluarga yang sekaligus berfungsi
.
Gambar 12. Konsep lama-baru dalam satu
bangunan
•
10
Konfigurasi
Perubahan tatanan gugus bangunan
seringkali terjadi pada area pawon,
yaitu dengan adanya fungsi gugus
omah
jujukan
menyebabkan
berubahnya letak posisi gugus pawon.
Hal ini dikarenakan si pemilik rumah
•
•
•
Faktor Penyebab Perubahan Pola Tata
Ruang
Faktor penyebab perubahan pola tata
ruang adalah:
• Kebutuhan dasar manusia
Bertambahnya jumlah penghuni rumah
dan adanya keinginan untuk membuat
ruang yang lebih privat.
• Teknologi baru
Faktor ini terdapat pada kasus
berubahnya letak kamar mandi dari
luar bangunan ke dalam bangunan
serta adanya dua fungsi area
memasak
dengan
klasifikasi
menggunakan peralatan yang modern
dan dengan menggunakan peralatan
tradisional. Hal ini dikarenakan telah
ditemukannya teknologi sanitasi yang
tidak
menimbulkan
bau
serta
penemuan bahan bakar baru untuk
memasak dengan cara yang mudah
• Gaya hidup
Adanya pengaruh dari era modern,
sehingga merubah kebiasaan untuk
hidup dengan cara yang lebih modern
dan canggih.
• Faktor ekonomi
Perubahan terjadi pada pengurangan
gugus bale akibat adanya penjualan
soko agar bisa memperbaiki kondisi
ekonomi keluarga
• Sistem hak waris
Pembagian hak waris pada rumah
sering kali mengakibatkan sebagian
gugus
hilang
maupun
adanya
penambahan sekat yang jelas dari
rumah.
• Budaya
Adanya perubahan akan menaiknya
status sosial keluarga menyebabkan
terjadinya perubahan penambahan
ruang-ruang dalam rumah.
menempatkan area semi publik
dibagian belakang dan area semi
privat agak di bagian belakang.
Konfigurasi rumah-rumah kuno di
Desa
Bakung
tidak
mengalami
perubahan pada bentuk susunan
ruang meskipun terdapat perubahan
pada jenis maupun fungsinya, yaitu
tetap mempunyai organisasi berbentuk
grid.
Organisasi
Perubahan organisasi terjadi akibat
adanya perubahan susunan gugus
bangunan karena ada penambahan
maupun pengurangan gugus.
Adanya perubahan terhadap tatanan
ruang maupun fungsi yang terdapat
pada rumah tinggal kuno di Desa
Bakung tidak berpengaruh pada garis
hubung antar ruang yang berpusat di
sentong tengah. Namun sangat
berpengaruh pada garis hubung yang
terbentuk di gugus pawon. Hal ini
dikarenakan posisi pintu di gugus bale
dan omah tidak akan berubah,
sedangkan di area pawon dapat
diubah sesuai kebutuhan. Dengan
adanya garis hubung ini ini dapat
sangat mengesankan bahwa area di
sentong tengah adalah area yang
sakral.
Simetrisitas
Sumbu simetris yang terdapat pada
denah rumah-rumah tinggal kuno di
Desa Bakung. Jika dilihat secara
integral tidak ada yang memiliki pola
simetrsi, namun jika dilihat secara
parsial terdapat kesimetrisan di bagian
publik. Namun kesimetrisan ini dapat
berubah dengan adanya perubahan
tatanan
ruang
baik
berupa
penambahan maupun pengurangan.
Hirarki
Perubahan hirarki sering terjadi di
antara area semi privat dan area semi
publik. Perubahan ini dikarenakan
selain adanya pengurangan maupun
penambahan gugus bangunan juga
akibat adanya tean teknologi baru
serta perubahan dari kebiasaan
penghuni rumah.
PENUTUP
Pola tata ruang rumah tinggal kuno
di Desa Bakung mempunyai keterlibatan
dalam hal pentaan ruang dalam dan luar
yang
ditunjukkan
dengan
adannya
konsepsi lama-baru yang dibuat oleh
pemilik rumah itu sendiri. Orientasi rumah
tinggal kuno di Desa Bakung ini
berdasarkan arah mata angin. Bentuk
rumah terdiri dari 3 jenis dan susunan
11
ruang yang kesemuanya berbentuk grid.
Rumah tersebut juga memiliki hirarki
ruang dalam yang semakin kebelakang
semakin privat dan semakin ketengah
semakin sakral, sedangkan semakin ke
kiri semakin kotor.
Perubahan pola tata ruang terjadi
untuk membuat fungsi baru. Perubahan
orientasi rumah hanya terjadi pada rumahrumah baru yang berumur di bawah 40
tahun.
Perubahan
dalam
bentuk
pengurangan
fungsi
mengakibatkan
perubahan jenis ruang, kesimetrisan,
organisasi serta hirarki ruang. Namun
perubahan-perubahan
tersebut
tidak
disertai dengan penambahan ruang yang
bersifat masiif. Ruang yang rentan
mengalami perubahan adalah ruang-ruang
di gugus bale dan pawon, sedangkan
ruang yang tetap (sulit mengalami
perubahan) adalah ruang-ruang di gugus
omah, yaitu sentong tengah yang
merupakan area paling sakral di dalam
rumah.
Faktor
yang
mempengaruhi
perubahan pola tata ruang dalam rumah
tinggal kuno di Desa Bakung adalah
kebutuhan dasar manusia, teknologi baru,
gaya hidup, faktor ekonomi, sistem hak
waris dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, Eko. 1997. Arsitektur Sebagai
Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan
Dakung, S. (Ed.). 1986. Arsitektur
Tradisional Daerah Istimewa
Frick, H. 1997. Pola Struktur dan Teknik
Bangunan Di Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius & Soegijapranata University
Press.
Pangarsa, Galih W. 2009. Arsitektur
Berbudaya Kemasan Nilai Hakiki
Berlanggam
Bahasa
Negeri.
http://arsiteknusantarawacana.blogsp
ot.com/2009/03/arsitektur-berbudayakemasan-nilai.html (5 Maret 2011)
Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Yu Sing. 2009. Trend Arsitektur 2009.
http://rumahyusing.blogspot.com/2009/07/trenarsitektur-2009.html. (5 Maret 2010)
12