Dalam dunia ilmu pengetahuan hukum ada y

Dalam dunia ilmu pengetahuan hukum ada yang disebut hukum publik dan
hukum perdata. Banyak hubungan hukum yang bersama-sama unsur-unsur yang
terang masuk golongan hukum publik dan hukum perdata. Pada dasarnya, semua
hukum mengatur tingkah laku dalam masyarakat untuk keselamatan masyarakat,
dan masyarakatlah yang selalu menjadi faktor dalam segala peraturan hukum.1
Hukum publik terbagi ke dalam tiga golongan hukum. Yang pertama
adalah hukum tata negara, kedua hukum tata usaha negara, dan ketiga hukum
pidana sehingga dengan hukum perdata ada empat golongan hukum. Hukum
publik tersebut memuat banyak norma, yaitu larangan-larangan dan diantara
norma-norma itu ada yang disertai ancaman hukuman atas pelanggarannya, yang
pada pokoknya merupakan hukum pidana,2 termasuk pada seseorang jika
melakukan kesalahan. Pada dasarnya kesalahan itupun bisa terjadi dan
mengakibatkan adanya ancaman hukuman baik jika kesalahan tersebut
mengakibatkan ancaman hukum pidana, tata negara atau tata usaha negara.
1.Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: PT Refika
Aditama,
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling mulia,Allah menciptakan manusia sebaikbaiknya makhluk. Allah menjamin segala hak-hak yang dibutuhkan dalam diri manusia.
Mulai dari hak hidup, hak kepemilikan, hak kepemilikan, hak memelihara kehormatan, hak
kemerdekaan, hak persamaan, hak menuntit ilmu pengetahuan, dan hak-hak yang lain. Hak
yang paling utama dan wajib mendapat perhatian ialah hak hidup. Sebab hal itu merupakan
hak yang suci dan tidak seorang pun yang dibenarkan secara hukum untuk melanggar hak ini,

dengan alasan apapun yang tidak dibenarkan.
pembunuhan diatur secara rinci dalam hukum pidana yang mana pembunuhan tersebut
dibagi lagi menjadi, pembunuhan sengaja, pembunuhan yang disertai tindak pidana lain,
pembunuhan berencana.
pembunuhan merupakan salah satu perbuatan yang menjatuhkan hak asasi manusia oleh
karenanya delik pembunuhan ini diatur dalam KUHP sebagai suatu tindak pidana terhadap
nyawa manusia. Begitu juga dalam hukum Islam, pengaturan tentang delik pembunuhan ini
diatur dalam Al Qur’an dan dipertegas oleh hadist, keduanya mengatur tentang jenis delik
pembunuhan, sanksi, serta bagaimana pelaksanaan hukuman. Meskipun masyarakat
Indonesia mayoritas beragama Islam, hukum yang diterapkan adalah hukum peninggalan
Belanda, yang pada kenyataanya berbeda sekali dengan hukum Islam. Sangat ironis sekali,
apabila masyarakat dalam suatu negara yang mayoritas beragama Islam, namun tidak
menerapkan ajaran Islam secara utuh dalam kehidupan masyarakat.

Pembunuhan secara etimologi, merupakan bentuk masdar ‫قتل‬, dari fi’il madhi ‫قتل‬
yang artinya membunuh.1 Adapun secara terminologi, sebagaimana dikemukakan oleh
Wahbah az-Zuhaili, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu perbuatan mematikan; atau
perbuatan seseorang yang dapat menghancurkan bangunan kemanusiaan.2 Sedangkan
menurut Abdul Qadir ‘Audah, pembunuhan didefinisikan sebagai suatu tindakan seseorang
untuk menghilangkan nyawa; menghilangkan ruh atau jiwa orang lain.3 Secara sederhana

menurut Wojowasito pembunuhan adalah perampasan nyawa seseorang.4
Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa
orang lain.5 Dari definisi tersebut, maka tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik
material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang
dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang.6
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembunuhan adalah perampasan hak hidup seseorang atau
peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang dapat mengakibatkan tidak berfungsinya
seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan
sengaja maupun tidak sengaja.
Dalam hukum pidana Islam, pembunuhan termasuk ke dalam jarimah qishash-diyat
(tindakan pidana yang bersanksikan hukum qishash atau diyat). Dan dengan penerapan
qishash dan diyat masyarkat akan bersih dari tindakan pidan yang dapat mengacaukan
ketertiban umum dan mengganggu stabilitas masyarakat.

A. Pengertian Delik
1 Ahmad Warson, Al-Munawwir, Cet. ke-1,(Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1992), hlm. 172.
2 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Cet. ke-3, ( Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, Jilid: VI ), hlm.
217.
3 Abdul Qadir ‘Audah, at-Tasyri’i al-Jina’i al-Islami, ( Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, t.t.), Jilid II, hlm. 6.
4 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, Cet. ke-2, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 113.

5 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, Cet. ke-1 (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 1.
6 Ibid
.

Kata “delik” berasal dari bahasa latin, yakni delictum. Dalam bahasa Jerman delict,
dalam bahasa Prancis delit, dan dalam bahasa Belanda delict. 7[1]Dalam kamus besar bahasa
Indonesia diberi batasan sebagai berikut. “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tidak pidana”.8[2]
Menurut Prof.Mr.Van Der Hoeven, rumusan tersebut tidak tepat karena yang dapat
dihukum bukan perbuatannya tetapi manusianya.
Dalam ilmu hukum pidana dikenal dengan delik Materiil dan delik Formil.
Hazewinkel- Suringa menyatakan bahwa jus peonale (Hukum Pidana Materiel) adalah
sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan bagi yang




melanggarnya diancam pidana.
Moeljatno merumuskan tindak pidana materil pada 2 butir :
Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan

Menentukan kapan dan dalam waktu apa hal-hal yang dilarang itu dikenai sanksi.
Sedang tindak pidana formil diartikan



bagaimana cara pengenaaan pidana.9[3]

B. Jenis-Jenis Pidana
Jenis-jenis pidana yang tercantum dalam pasal 10 KUHP. Jenis pidana ini juga berlaku
bagi delik yang tercantum diluar KUHP. Jenis pidana dibedakan menjadi dua hal :10[4]
1.
a.
b.
c.
d.
e.

Pidana Pokok
Pidana mati
Pidana penjara

Pidana kurungan
Pidana denda yang dapat diganti dengan pidana kurungan.
Pidana Tutupan

2.
a.
b.
c.

Pidana Tambahan
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang tertentu
Pengumuman putusan hakim.

C. Delik Pembunuhan Dalam Perspektif Hukum
Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan
cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Tindak pidana (delik)
7[1] Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika,
2005).,hlm7.
8[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai

Pustaka,2001).
9[3] Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana,(Jakarta : PT. Rineka Cipta,1994).,hlm.5.
10[4] Ibid.,175.

pembunuhan di Indonesia diatur secara gamblang dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) khususnya pada Buku II Bab XIX tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, yang
terdiri dari 13 pasal, yakni mulai dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350 KUHP.11[5]
Uraian tentang jenis tindak Kejahatan Terhadap Nyawa (misdrijven tegen het
leven) sesuai dengan KUHP, dapat dilihat dalam pasal-pasal berikut ini:
1. Pasal 338 KUHP, mengatur tentang sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
2. Pasal 339 KUHP, mengatur tentang pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh
sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pelaksanaannya, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
3. Pasal 340 KUHP, mengatur tentang sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.
4. Pasal 341 KUHP, mengatur tentang seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan
anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian dengan sengaja merampas nyawa

anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama 7
tahun.
5. Pasal 342 KUHP, mengatur tentang melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana,
6.

diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 343 KUHP, mengatur tentang orang lain yang turut melakukan sebagai pembunuhan

atau pembunuhan dengan rencana.
7. Pasal 344 KUHP, mengatur tentang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama 12 tahun.
8. Pasal 345 KUHP, mengatur tentang sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri atau
memberi sarana kepadanya diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun kalau
orang itu jadi bunuh diri.
9. Pasal 346 KUHP, mengatur tentang seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 4 tahun.
10. Pasal 347 KUHP, pada ayat (1) mengatur tentang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita “tanpa persetujuannya”, diancam dengan pidana penjara paling

11[5] R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan
Hoge Raad, Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006.

lama 12 tahun. Dan pada ayat (2) mengatur jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
itu, dikenakan pidana penjara paling lama 15 tahun.
11. Pasal 348 KUHP, pada ayat (1) mengatur tentang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita “dengan persetujuannya”, diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun 6 bulan. Dan pada ayat (2) mengatur jika perbuatan itu mengakibatkan matinya
wanita itu, dikenakan pidana penjara paling lama 7 tahun.
12. Pasal 349 KUHP, mengatur tentang seorang tabib, bidan atau juru obat membantu
melakukan pengguguran kandungan sebagaimana diatur dalam Pasal 346, 347, dan 348
KUHP, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan
dapat dicabut hak untuk menjalankan pekerjaannya.
13. Pasal 350 KUHP mengatur tentang pemidanaan karena pembunuhan, pembunuhan dengan
rencana, atau karena salah satu kejahatan menurut Pasal 344, 347, dan 348, dapat dijatuhkan
1)
2)
3)
4)


pencabutan hak tersebut pasal 35 nomor 1-5, yaitu :
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
Hak memasuki angkatan bersenjata;
Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
Hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum hak menjadi wali, wali pengawas,

pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;
5) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak
sendiri.
D. Subjek Tindak Pidana
Terkait dengan subjek tindak pidana perlu dijelaskan, pertanggungjawaban pidana
bersifat pribadi. Artinya, barangsiapa melakukan tindak pidana, maka ia harus bertanggung
jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus pidana.12[6].
Menjadi persoalan, siapa dan bagaimana konsep pertanggung jawaban pidana, dalam hukum
pidana kualifikasi pelaku (subjek) tindak pidana diatur dalam Pasal 55-56 KUHP.
Dalam KUHP terdapat lima bentuk yang merupakan subjek tindak pidana, yaitu
sebagai berikut.
1. Mereka yang melakukan (dader). Satu orang atau lebih yang melakukan tindak pidana.
2. Menyuruh melakukan (doen plegen). Dalam bentuk menyuruh-melakukan, penyuruh tidak
3.


melakukan sendiri secara langsung suatu tindak pidana, melainkan (menyuruh) orang lain.
Mereka yang turut serta (medeplegen). Adalah seseorang yang mempunyai niat sama dengan
niat orang lain, sehingga mereka sama-sama mempunyai kepentingan dan turut melakukan
tindak pidana yang diinginkan.
12[6] Adami Chazawi,Pelajaran Hukum Pidana Bagian II (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2007).,hlm.16.

4. Penggerakan (uitlokking). Penggerakan atau dikenal juga sebagai Uitlokking unsur perbuatan
melakukan orang lain melakukan perbuatan dengan cara memberikan/ menjanjikan sesuatu,
dengan ancaman kekerasan, penyesatan menyalahgunakan martababat dan kekuasaan beserta
5.

pemberian kesempatan,sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 55 ayat 1 angka 2.
Pembantuan (medeplichtigheid). Pada pembantuan pihak yang melakukan membantu
mengetahui akan jenis kejahatan yang akan ia bantu.13[7]
Sebagaimana diuraikan terdahulu, bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah
perbuatan orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia (naturlijke
personen).


E. Cara pemidanaan Kasus Pembunuhan Berencana
Didalam KUHP dan didalam Perundang-undangan pidana yang lain. Tindak pidana
dirumuskan didalam pasal-pasal. Perlu diperhatikan bahwa di bidang hukum pidana
kepastian hukum merupakan hal yang esensial, dan ini telah ditandai dengan adanya
asas legalitas pada pasal 1 ayat 1 KUHP. Untuk benar-benar yang apa yang diamaksudkan
didalam pasal-pasal itu masih diperlukan penafsiran.14[8]
Dalam hukum pidana Indonesia, sebagaimana di Negara-negara Hukum lainnya,
tindak pidana umumnya di rumuskan dalam kodifikasi. Namun demikian, tidak terdapat
ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya, yang merinci lebih
lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak pidana.15[9]
1. Study Kasus
Sumber : Jawa Pos , Sabtu 8 Maret 2014
Kasus Pembunuhan Ade Sara
a. Perkara Kasus
1) Kronologi peristiwa

13[7] R. Soesilo, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal( Bogor : Politea, 1991)., hlm. 73-75.

14[8] Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 55-56.
15[9] Chairul Huda, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban
Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), hal. 31.



Sara berpamitan pada orangtuanya menginap di rumah teman (Senin 3 Maret 2014)



Sara bertemu dengan Assifa di kafe daerah Gondangdia. Saat bertemu, Syifa
mengajak Sara bertemu Hafiz yang menunggu di mobil Kia Visto. (Selasa 4 Maret
2014 ,pukul 21.00)



Terjadi cekcok mulut antara Hafiz dan Ade Sara. Cekcok ini berlanjut dengan
penganiayaan Sara hingga tewas yang dilakukan oleh Hafiz dengan dibantu oleh
Assifa.(Selasa 4 Maret 2014, pukul 21.00 – 22.00)



Hafiz dan Assifa berputar – putar dengan menggunakan mobil mulai dari
Rawangmaun lalu ke Jakarta Selatan mencari lokasi pembungang mayat hingga
akhirnya mobil Hafiz mogok karena aki soak.(Selasa 4 Maret 2014 ,pukul 22.00 –
23.00 )



Hafiz dan Assifa membuang mayat Ade di ruas Tol Lingkar Luar Jakarta KM.49
Cikunir,Bekasi ,Jawa Barat.(Rabu ,5 Maret 2014 pukul 04.00)



Mayat Sara ditemukan petugas Jasa Marga Didin Hermansyah (Rabu,5 Maret pukul
06.30 )



Hafiz ditangkap di RSCM pada saat melayat korban.(Kamis 6 Maret 2014 pukul
16.00)



Polisi mengkap Assifa di kampusnya di kawasan Pulomas ,Jakarta Timur



Sara ditemakamkan di TPU Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.

2) Pihak – pihak dalam kasus


Ø Korban : Ade Sara Angelina Suroto (sembilan belas tahun )



Ø Pelaku : Ahmad Imam Al Hafiz (dua puluh tahun )

Assyifa Ramadhan ( sembilan belas tahun)
b. Ketentuan Pidana

Bila dilihat berdasarkan berita yang tengah dipaparkan diketahui bahwa pelaku divonis
340 oleh polisi, yaitu tentang pembunuhan berencana. Pasal 340 menyebutkan : “Barangsiapa
sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Dari pasal tersebut diatas maka pelaku dapat diancam dengan pidana mati,seumur
hidup,atau maksimal dua puluh tahun. Menurut Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto Hafiz
dan Assifa diancam dengan pidana seumur hidup.
c.

Unsur-unsur Delik Pembunuhan Berencana
Pasal 340 yakni pembunuhan berencana maka terdapat unsur – unsur pembunuhan
berencana yakni :




Merampas nyawa ,merampas nyawa berarti membuat meninggal seseorang
Sengaja, Menurut Kamus Bahasa Indonesia, sengaja berarti yang dimaksudkan,memang



direncanakan ,memang dinginkan /dikehendaki.
Nyawa orang lain yang dihilngkan, Nyawa orang lain yang dihilangkan memeliki arti bahwa
sesungguhnya ada orang lain yang bertindak sebagai pelaku pembunuhan dan ada pihak lain



yang selaku pihak yang menjadi korban dari pembunuhan tersebut.
Rencana terlebih dahulu
Sesungguhnya arti berencana adalah antara niat an pelaksanaan harus ada waktu
berfikir secara tenang ,pelaksanaanya harus tenang tanpa guncangan mental.
Saat melakukan tindakan kejahatan tersebut juga nampak bahwa pelaku melakukan
dengan sadar,tanpa gangguan mental bahwa apa yang telah diperbuatnya tersebut dapat
menghilangkan nyawa orang lain.



Kualifikasinya : Pembunuhan Berencana
Namun bila dilihat dari kronologis peristiwa serta informasi yang didapat pada berita
pelaku juga dapat dijerat pasal 351 ayat ke – 3 yang berbunyi sebagai berikut, Jika
mengakibtakan mati ,dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Menurut penulis kasus ini termasuk penganiayaan karena niatan awal pelaku bukanlah
membunuh tetapi menganiaya tapi karena sifat kesal atas perilaku dan sifat lawannya
akhirnya pelaku membunuhnya. Sehingga bila benar pelaku pembunuhan awalnya hanya
penganiayaan dan mengakibatkan mati maka pelaku mendapat pidana penjara lebih ringan

yakni tujuh tahun bila dibanding pengenaan pasal 340 KUHP yakni seumur hidup atau
maksimal dua puluh tahun.
2. Analisis Kasus
Pada kasus di atas, pelaku berjumlah dua orang telah melakukan tindak pidana
pembunuhan dengan cara menganiaya korban disertai dengan tindak kekerasan yang diawali
percekcokan antara Hafiz dan Ade Sara di Cafe Gongdangdia.
Dalam kasus ini, pelaku dapat dijerat dengan pasal 340 KUHP yaitu mengenai
pembunuhan berencana yang berbunyi “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih
dahulu merampas nyawa oranglain, diancam, karena pembunhan dengan rencana
(moord),dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun. ”16[10]
Tindak pidana ini masuk dalam golongan “pembunuhan” Unsur-unsurnya sebagai
berikut:
1. Tindakan yang dilakukan ialah “membunuh”;
2. Yang dirampas ialah “Nyawa orang lain”;
3. Tujuan perbuatan itu ialah dengan maksud penganiayaan dengan kekerasan dan berakibat
korban terbunuh, dengan melawan hukum (melawan hak).
Unsur-unsur tersebut dapat digolongkan menjadi unsur-unsur objektif dan unsur-unsur
subjektif17[11]
Unsur – Unsur Objektifnya berupa :



Menghilangkan nyawa seseorang
Dengan dirancang terlebih dahulu (voorbedachte rade)
Unsur – Unsur Subjektifnya berupa :



Dengan sengaja
Pasal 340 KUHP merupakan bentuk pokok atau disebut moord atau pembunuhan
direncanakan terlebih dahulu.
Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan berencana terletak dalam apa yang
terjadi didalam diri si pelaku sebelum pelaksanaan penghilangan nyawa orang lain. Untuk
pembunuhan berencana diperlukan berfikir tenang bagi si pelaku, waktu berfikir dan
16[10]Moeljatno,KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA,(Jakarta :Bumi
Aksara,2012).,hlm.123.

17[11] H.A.K.Moch.Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus,(Bandung : PT.Citra Aditya
Bakti,1994).,hlm.92

pelaksanaannya dipisah oleh jarak sedang dalam pembunuhan biasa pengambilan putusan
untuk menghilangkan nyawa orang dan pelaksanaannya merupakan satu kesatuan.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan
salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini
terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya. Delik
pidana salah satunya pembunuhan, Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak
melawan hukum.
Terkait dengan subjek tindak pidana perlu dijelaskan, pertanggungjawaban pidana
bersifat pribadi. Artinya, barangsiapa melakukan tindak pidana, maka ia harus bertanggung
jawab, sepanjang pada diri orang tersebut tidak ditemukan dasar penghapus pidana
Tindak pidana dirumuskan didalam pasal-pasal. Perlu diperhatikan bahwa di bidang
hukum pidana kepastian hukum merupakan hal yang esensial, dan ini telah ditandai dengan
adanya asas legalitas pada pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : ”Tiada suatu perbuatan dapat

dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan dilakukan”.
B. saran
Hukum di indonesia harus lebih di tegakkan agar permasalahan kasus-kasus hukum
pidana di indonesia bisa diatur lebih baik lagi dan yang melanggar hukum harus diberi
hukuman yang setimpal sesuai dengan Undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA
Chazawi, Adami,Pelajaran Hukum Pidana Bagian II,Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka,2001.
H.A.K.Moch.Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus,Bandung : PT.Citra Aditya Bakti,1994.
Hamzah,Andi, Asas-asas Hukum Pidana,Jakarta : PT. Rineka Cipta,1994.
Huda, Chairul, Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana
Tanpa Kesalahan, Jakarta: PT. Kencana, 2006.
Marpaung,Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika, 2005.
Moeljatno,KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA,Jakarta :Bumi Aksara,2012.
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
R. Soesilo, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Politea, 1991.
Soerodibroto, R. Soenarto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan
Hoge Raad, Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006.

A. Jenis-Jenis Sanksi Untuk Tindak Pidana Pembunuhan
Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap
nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal
350. Kejahatan terhadap nyawa orang lain terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
a. Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk
yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya.
Adapun rumusan dalam Pasal 338 KUHP adalah sebagai berikut :
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun”. [18]
Yang dapat digolongkan dengan pembunuhan ini misalnya : seorang suami yang datang
mendadak dirumahnya, mengetahui istrinya sedang berzina dengan orang lain, kemudian
membunuh istrinya dan orang yang melakukan zina dengan istrinya tersebut. Sedangkan Pasal 340
KUHP menyatakan sebagai berikut :
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam,
karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. [19]
Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah
sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja
b. Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.
“Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus
timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah
perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang
dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan
nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu.
Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”, unsur ini
juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya
tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan
untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Berkenaan dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si
pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi masalah, meskipun

pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud
dalam Pasal 338 KUHP.
Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang
menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh
dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus
dengan pelaku.[20]
Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk
perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan
ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.[21]
b. Pembunuhan Dengan Pemberatan
Hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan
maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri
atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan
hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”[22]
Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai, atau didahului
oleh kejahatan”. Kata “diikuti” dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan
untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.
Misalnya :
A hendak membunuh B; tetapi karena B dikawal oleh P maka A lebih dahulu menembak P, baru
kemudian membunuh B.
Kata “disertai” dimaksudkan, disertai kejahatan lain; pembunuhan itu dimaksudkan untuk
mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu.
Misalnya : C hendak membongkar sebuah bank. Karena bank tersebut ada penjaganya, maka C lebih
dahulu membunuh penjaganya.
Kata “didahului” dimaksudkan didahului kejahatan lainnya atau menjamin agar pelaku kejahatan
tetap dapat menguasai barang-barang yang diperoleh dari kejahatan.
Misalnya : D melarikan barang yang dirampok. Untuk menyelamatkan barang yang dirampok
tersebut, maka D menembak polisi yang mengejarnya.
Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan dalam
rumusan Pasal 339 KUHP itu adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif : 1) dengan sengaja
2) Dengan maksud
b. Unsur obyektif : 1) Menghilangkan nyawa orang lain
2) Diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana lain

3) Untuk menyiapkan/memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah
dilakukan
4) Untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang
bersangkutan
5) Untuk dapat menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara melawan hukum,
dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan tindak pidana.
Unsur subyektif yang kedua “dengan maksud” harus diartikan sebagai maksud pribadi dari
pelaku; yakni maksud untuk mencapai salah satu tujuan itu (unsur obyektif), dan untuk dapat
dipidanakannya pelaku, seperti dirumuskan dalam Pasal 339 KUHP, maksud pribadi itu tidak perlu
telah terwujud/selesai, tetapi unsur ini harus didakwakan oleh Penuntut Umum dan harus dibuktikan
di depan sidang pengadilan.
Sedang unsur obyektif yang kedua, “tindak pidana” dalam rumusan Pasal 339 KUHP, maka
termasuk pula dalam pengertiannya yaitu semua jenis tindak pidana yang (oleh UU) telah ditetapkan
sebagai pelanggaran-pelanggaran dan bukan semata-mata jenis-jenis tindak pidana yang
diklasifikasikan dalam kejahatan-kejahatan. Sedang yang dimaksud dengan “lain-lain peserta” adalah
mereka yang disebutkan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni mereka yang melakukan (pleger), yang
menyuruh melakukan (doenpleger), yang menggerakkan/membujuk mereka untuk melakukan tindak
pidana yang bersangkutan (uitlokker), dan mereka yang membantu/turut serta melaksanakan tindak
pidana tersebut (medepleger).
Jika unsur-unsur subyektif atau obyektif yang menyebabkan pembunuhan itu terbukti di
Pengadilan, maka hal itu memberatkan tindak pidana itu, sehingga ancaman hukumannya pun lebih
berat dari pembunuhan biasa, yaitu dengan hukuman seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh
tahun. Dan jika unsur-unsur tersebut tidak dapat dibuktikan, maka dapat memperingan atau bahkan
menghilangkan hukuman.
c. Pembunuhan Berencana
Hal ini diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang,
karena bersalah melakukan pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.” [23]
Mengenai arti kesengajaan, tidak ada keterangan sama sekali dalam KUHP. Lain halnya
dengan KUHP swiss dimana dalam pasal 18 dengan tegas ditentukan : Barangsiapa melakukan
perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan
sengaja.

Dalam Memorie van toelicting swb (MvT) mendefinisikan bahwa pidana pada umumnya
hendaklah dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan
dikehendaki dan diketahui.[24]
Menurut teori kehendak kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya
perbuatan seperti yang dirumuskan dalam wet. (de op verwerkelijking der wettelijke omschrijving
gerichte wil).
Sedangkan menurut pengertian lain, kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan
mengetahui unsur – unsur yang diperlukan menurut rumusan wet (de wil tot handelen bj
voorstelling van de tot de wettelijke omschrijving behoorende bestandelen). [25]
Dari rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
b. Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.
Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan
timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP.
d. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya (kinder-doodslag)
Hal ini diatur oleh Pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Seorang ibu yang karena takut akan diketahui ia sudah melahirkan anak, pada ketika anak itu
dilahirkan atau tiada beberapa lama sesudah dilahirkan, dengan sengaja menghilangkan nyawa anak
itu dipidana karena bersalah melakukan pembunuhan anak, dengan pidana penjara selama –
lamanya tujuh tahun.”[26]
Unsur pokok yang ada dalam Pasal 341 tersebut adalah bahwa seorang ibu dengan sengaja
membunuh anakkandungnya sendiri pada saat anak itu dilahirkan atau beberapa saat setelah anak
itu dilahirkan. Sedangkan unsur yang terpenting dalam rumusan Pasal tersebut adalah bahwa
perbuatannya si ibu harus didasarkan atas suatu alasan (motief), yaitu didorong oleh perasaan takut
akan diketahui atas kelahiran anaknya.
Jadi Pasal ini hanya berlaku jika anak yang dibunuh oleh si ibu adalah anak kandungnya
sendiri bukan anak orang lain, dan juga pembunuhan tersebut haruslah pada saat anak itu dilahirkan
atau belum lama setelah dilahirkan. Apabila anak yang dibunuh itu telah lama dilahirkan, maka
pembunuhan tersebut tidak termasuk dalam kinderdoodslag melainkan pembunuhan biasa menurut
Pasal 338 KUHP.
e. Pembunuhan Bayi Oleh Ibunya Secara Berencana (kinder-moord)
Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
Seorang ibu yang untuk menjalankan keputusan yang diambinya karena takut diketahui orang bahwa
ia tidak lama lagi akan melahirkan anak, pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu

menghilangkan jiwa anaknya itu dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan anak berencana
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun. [27]
Pasal 342 KUHP dengan Pasal 341 KUHP bedanya adalah bahwa Pasal 342 KUHP, telah
direncanakan lebih dahulu, artinya sebelum melahirkan bayi tersebut, telah dipikirkan dan telah
ditentukan cara-cara melakukan pembunuhan itu dan mempersiapkan alat –alatnya. Tetapi
pembunuhan bayi yang baru dilahirkan, tidak memerlukan peralatan khusus sehingga sangat rumit
untuk membedakannya dengan Pasal 341 KUHP khususnya dalam pembuktian karena keputusan
yang ditentukan hanya si ibu tersebut yang mengetahuinya dan baru dapat dibuktikan jika si ibu
tersebut telah mempersiapkan alat-alatnya.
f. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri
Hal ini diatur oleh Pasal 344 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang lain itu sendiri, yang disebutkan
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. [28]
Pasal 344 ini membicarakan mengenai pembunuhan atas permintaan dari yang
bersangkutan. Unsur khususnya, yaitu permintaan yang tegas dan sungguh/nyata, artinya jika orang
yang minta dibunuh itu permintaanya tidak secara tegas dan nyata, tapi hanya atas persetujuan saja,
maka dalam hal ini tidak ada pelanggaran atas Pasal 344, karena belum memenuhi perumusan dari
Pasal 344, akan tetapi memenuhi perumusan Pasal 338 (pembunuhan biasa).
Contoh dari pelaksanaan Pasal 344 KUHP adalah jika dalam sebuah pendakian (ekspedisi),
dimana kalau salah seorang anggotanya menderita sakit parah sehingga ia tidak ada harapan untuk
meneruskan pendakian mencapai puncak gunung, sedangkan ia tidak suka membebani kawankawannya dalam mencapai tujuan maka dalam hal ini mungkin ia minta dibunuh saja.
g. Penganjuran Agar Bunuh Diri
Hal ini diatur oleh Pasal 345 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang supaya membunuh diri, atau menolongnya dalam
perbuatan itu, atau memberi ikhtiar kepadanya untuk itu, dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun, kalau jadi orangnya bunuh diri.[29]
Yang dilarang dalam Pasal tersebut, adalah dengan sengaja menganjurkan atau memberi
daya upaya kepada orang lain, untuk bunuh diri dan kalau bunuh diri itu benar terjadi. Jadi seseorang
dapat terlibat dalam persoalan itu dan kemudian dihukum karena kesalahannya, apabila orang lain
menggerakkan atau membantu atau memberi daya upaya untuk bunuh diri dan baru dapat dipidana
kalau nyatanya orang yang digerakkan dan lain sebagainya itu membunuh diri dan mati karenanya.
Unsur “jika pembunuhan diri terjadi” merupakan “bijkomende voor-waarde van strafbaarheid”, yaitu
syarat tambahan yang harus dipenuhi agar perbuatan yang terlarang/dilarang tadi dapat dipidana.

[18]

R. Sugandi, SH, op. cit, hlm. 357.

[19]

Ibid. hlm. 359

[20]

Ibid., hlm. 35.

[21]

M. Sudradjat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP, cet.

ke-2, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986, hlm. 122.
[22]
I

R. Sugandi, SH, op. cit, hlm.358.

Ibid., hlm. 359.

[24]

Prof. Moeljanto, S.H, Asas – Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta,

1993, hlm. 171
[25]

Ibid, hlm, 172.

[26]

R. Sugandi, SH, op. cit., hlm.147.

[27]

Ibid, hlm. 360

[28]

Ibid, hlm. 360

[29]

Ibid, hlm. 360