Rencana Aksi Rehabilitasi Rekonstruksi Pasca Erupsi Merapi 2010 (Status Siaga)Kab.Sleman

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya Rencana Aksi Recovery Pasca Bencana Merapi (Status Siaga) tahun 2010 di Kabupaten Sleman ini dapat diselesaikan.

Rencana aksi ini terdiri dari 3 (tiga) bagian utama yaitu Gambaran Kondisi Wilayah Kabupaten Sleman sebelum bencana, Ringkasan Kejadian Bencana Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 dan langkah-langkah yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam masa tanggap darurat dan Rencana aksi Rehabilitasi Rekonstruksi pasca bencana erupsi Gunung Merapi yang disusun berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana dan analisis akibat bencana. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi untuk rencana aksi pemulihan dini (early recovery) dan rehabilitasi rekonstruksi sebagai langkah perbaikan ke depan.

Penyajian dalam dokumen tentang fakta dan peristiwa serta penanganan bencana alam diupayakan melalui pengidentifikasian dan pemetaan secara obyektif, sehingga diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendukung rencana aksi ini serta sebagai acuan dalam penyusunan program dan kegiatan untuk malaksanakan upaya pemulihan pasca bencana.

Sangat disadari bahwa rencana aksi ini masih jauh dari sempurna, namun demikian tetap diupayakan dapat memenuhi kebutuhan sebagai acuan program rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Akhirnya disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penyusunan Rencana Aksi ini.

Sleman, Desember 2010 Kepala Bappeda

Kabupaten Sleman

Drg.Intriati Yudatiningsih, M.Kes

Rencana Aksi Rehabilitasi & Rekonstruksi Pasca Erupsi Merapi 2010 (Status Siaga)Kab.Sleman

SAMBUTAN BUPATI SLEMAN

Kabupaten Sleman secara geografis merupakan daerah rawan bencana karena di bagian utara / hulu wilayah ini bertengger Gunung Merapi, salah satu gunung berapi paling aktif di dunia yang secara periodik siap memuntahkan lava ke lereng dan daratan sekitarnya Kejadian bencana alam erupsi Merapi memacu Pemerintah Kabupaten Sleman untuk memiliki konsep baku antisipasi dan penangggulangan bencana.

Kejadian bencana erupsi gunung api Merapi yang terjadi pada akhir tahun 2010 ini memberi banyak pelajaran berharga, masa tanggap darurat yang sangat kritis untuk penyelamatan jiwa, pemulihan dini dan rencana langkah rehabilitasi dan rekontruksi menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pelaksanaan dan pengorganisasian yang mantap menjadi kata kunci dalam langkah penanganan, what must be done, apa yang seharusnya dilakukan oleh berbagai pihak untuk memperlancar tindakan penanggulangan bencana menjadi hal vital untuk dipahami saat kejadian yang tidak dapat diduga waktunya. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah langkah untuk membangun kembali, menatap masa depan untuk bangkit dari keterpurukan akibat bencana. Rencana aksi ini disusun sebagai kerangka membangun kembali melalui langkah program rehabilitasi dan rekonstruksi.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi ini.

Sleman, Desember 2010 Bupati Sleman

SRI PURNOMO

Rencana Aksi Rehabilitasi & Rekonstruksi Pasca Erupsi Merapi 2010 (Status Siaga)Kab.Sleman

ii

RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA MERAPI (STATUS MERAPI SIAGA)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Kabupaten Sleman merupakan bagian utara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berujung di Gunung Merapi sebagai batas wilayah paling utara.

Gunung Merapi di Kabupaten Sleman merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, sehari-hari dalam kondisi normal aktif mengeluarkan asap yang berasal dari dapur magmanya, namun gunung ini secara periodik aktifitasnya meningkat dengan bererupsi dan meletus. Di satu sisi Merapi merupakan anugerah dengan keindahan dan kesuburan tanah di sekitarnya namun di sisi lain merupakan ancaman yang sering menimbulkan kerugian dan memakan korban. Telah disadari bahwa Merapi sebagai salah satu gunung teraktif di dunia, sehingga masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Sleman senantiasa waspada dalam hidup berdampingan dengan gunung ini. Diperlukan kewaspadaan yang teus menerus untuk dapat mengantisipasi untuk memantau aktivitasnya agar apabila terjadi erupsi dapat diminimalisir korban dan kerusakan yang ditimbulkannya. Dari data empiris diketahui bahwa periodisasi meningkatnya aktivitas Merapi berkisar antara

2 tahun sampai 7 tahun.

Kebijakan Penanggulangan bencana di Indonesia bertujuan untuk membangun sistem penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi dan menyeluruh dengan tetap menghargai budaya lokal, membangun kemitraan publik dan swasta, mendorong kesetiakawanan dan kedermawaan, serta menciptakan perdamaian dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan bersama pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, organisasi non pemerintah internasional, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya, melalui pembentukan Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana. Pada sub sistem kelembagaan telah dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Kebijakan Penanggulangan bencana di Indonesia bertujuan untuk membangun sistem penanggulangan bencana secara terencana, terkoordinasi dan menyeluruh dengan tetap menghargai budaya lokal, membangun kemitraan publik dan swasta, mendorong kesetiakawanan dan kedermawaan, serta menciptakan perdamaian dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa penanggulangan bencana merupakan urusan bersama pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, organisasi non pemerintah internasional, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya, melalui pembentukan Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana. Pada sub sistem kelembagaan telah dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di

Sebagai dasar penyusunan rencana pemulihan diperlukan penilaian kerusakan dan kerugian agar dapat diukur skala dampak bencana sehingga dapat menentukan prioritas penanganan dan pada akhirnya menentukan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi.

Kaitan antara penilaian kerusakan dan kerugian dengan rencana aksi sebagai pedoman kebijakan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi jelasnya dapat dilihat dalam gambar 1.1-I.

Gambar 1.1-I

Kaitan Penilaian Kerusakan dan Kerugian dengan Rencana Aksi

Penilaian Kerusakan & Kerugian

Penilaian Kebutuhan

Strategi Rehabilitasi & Rekonstruksi Rencana Induk/

Strategi Pendanaan & Pengawasan

Rencana Aksi

Sumber: Sekretariat P3B Bappenas

Penyusunan Rencana Aksi Penanganan Bencana Alam Letusan Merapi di Kabupaten Sleman dimaksudkan untuk mengidentifikasi kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh meletusnya Gunung Merapi pada tahun 2010, menyusun dan memetakan permasalahan dalam penanganan bencana, menyusun rencana aksi untuk mengatasi dampak bencana, sebagai upaya pendokumentasian peristiwa dan penanganan bencana alam di wilayah Kabupaten Sleman, sebagai lesson learned ketika terjadi peristiwa serupa di masa depan, sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.

Mengingat sampai saat ini status Gunung Merapi belum normal, maka rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi ini bersifat sementara. Adapun rencana aksi ini akan digunakan pula sebagai dasar dalam menyusun rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi disusun secara bersama dengan Provinsi DIY dan Pusat.

1.2. Gambaran Umum Wilayah

1.2.1. Letak Wilayah

Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 °15’13” sampai dengan 110 °33’00” Bujur Timur dan 7°34’51” sampai dengan 7°47’03” Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan dengan

Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2.2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha atau 574,82 km 2 atau sekitar 18% dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang seluas 3.185,80

km 2 . Dalam perspektif mata burung, wilayah Kabupaten Sleman berbentuk segitiga dengan alas di sisi selatan dan puncak di sisi utara.

Secara administratif, Kabupaten Sleman terdiri atas 17 wilayah kecamatan, 86 desa, dan 1.212 Padukuhan. Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah Cangkringan (4.799 ha), dan yang paling sempit adalah Berbah (2.299 ha). Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel 1.2-I.

Tabel 1.2-I

Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Sleman

Banyaknya

No Kecamatan Luas (Ha)

Desa Padukuhan

1. Moyudan 4 65

2. Minggir 5 68

3. Seyegan 5 67

4. Godean 7 77

2.925 6. Mlati

5. Gamping 5 59

5 74 2.852 7. Depok

3 58 3.555 8. Berbah

4 58 2.299 9. Prambanan

6 68 4.135 10. Kalasan

4 80 3.584 11. Ngemplak

Banyaknya

No Kecamatan Luas (Ha)

Desa Padukuhan

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.

1.2.3. Topografi dan Geohidrologi

a. Topografi

Keadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar kecuali daerah perbukitan di bagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di Kecamatan Gamping. Semakin ke utara relatif miring dan di bagian utara sekitar lereng gunung Merapi relatif terjal.

Ketinggian wilayah Kabupaten Sleman berkisar antara 100 meter sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi 4 kelas yaitu ketinggian <100 meter, 100-499 meter, 500-999 meter, dan >1.000 meter dpl. Ketinggian <100 m dpl seluas 6.203 ha, atau 10,79% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Gamping , Berbah, dan Prambanan.

b. Geohidrologi

Kondisi geologi di Kabupaten Sleman didominasi dari keberadaan gunung Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan batuan terobosan, dengan endapan vulkanik mewakili lebih dari 90% luas wilayah.

Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air tanah (akifer) yang sudah terurai menjadi material pasir vulkanik, yang sebagian besar merupakan bagian dari endapan vulkanik Merapi muda. Material vulkanik Merapi muda ini dibedakan menjadi 2 unit formasi geologi yaitu formasi Sleman (lebih di dominasi oleh endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan formasi Yogyakarta (lebih di dominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air tanah (akifer) yang sudah terurai menjadi material pasir vulkanik, yang sebagian besar merupakan bagian dari endapan vulkanik Merapi muda. Material vulkanik Merapi muda ini dibedakan menjadi 2 unit formasi geologi yaitu formasi Sleman (lebih di dominasi oleh endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan formasi Yogyakarta (lebih di dominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga

Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi, rekahan atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten Sleman terdapat 4 jalur mata air ( springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman- Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi.

Di Kabupaten Sleman terdapat 154 sumber mata air, yang airnya mengalir ke sungai-sungai utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di Samudera Indonesia.

1.2.4. Karakteristik Wilayah

Berdasarkan karakteristik sumberdaya yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 kawasan sesuai dengan RTRW Kabupaten Sleman, yaitu :

1. Kawasan lereng gunung Merapi, dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Pakem, dan Cangkringan ( ringbelt) sampai dengan puncak gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumberdaya air dan ekowisata yang berorientasi pada kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya.

2. Kawasan timur meliputi Kecamatan Prambanan, sebagian Kecamatan Kalasan, dan Kecamatan Berbah. Wilayah ini merupakan tempat peninggalan purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata budaya dan daerah lahan kering serta sumber bahan batu putih.

3. Wilayah tengah yaitu wilayah aglomerasi kota Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Mlati, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan Gamping. Wilayah ini merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa.

4. Wilayah barat meliputi Kecamatan Godean, Minggir, Seyegan, dan Moyudan, merupakan daerah pertanian lahan basah yang tersedia cukup air dan sumber bahan baku kegiatan industri kerajinan mendong, bambu, serta gerabah.

Berdasar jalur lintas antar daerah, kondisi wilayah Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan negara yang merupakan jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman dengan kota-kota pelabuhan utama (Semarang, Surabaya, Jakarta). Jalur ini melewati wilayah Kecamatan Prambanan, Kalasan, Depok, Mlati, Tempel, dan Gamping. Selain itu, wilayah Kecamatan Depok, Mlati, dan Gamping juga dilalui jalan lingkar yang merupakan jalan arteri primer, sehingga kecamatan-kecamatan tersebut menjadi wilayah yang cepat berkembang, yaitu dari pertanian menjadi industri, perdagangan, dan jasa.

Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan, wilayah Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu kota Yogyakarta. Berdasar letak kota dan mobilitas kegiatan masyarakat, dapat dibedakan fungsi kota sebagai berikut:

1. wilayah aglomerasi (perkembangan kota dalam kawasan tertentu) merupakan

perkembangan kota Yogyakarta, maka kota-kota yang berbatasan dengan kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Depok, Gamping serta sebagian wilayah Kecamatan Ngaglik dan Mlati merupakan wilayah aglomerasi kota Yogyakarta;

2. wilayah sub-urban (wilayah perbatasan antara desa dan kota) meliputi kota Kecamatan Godean, Sleman, dan Ngaglik terletak agak jauh dari kota Yogyakarta dan berkembang menjadi tujuan kegiatan masyarakat di wilayah kecamatan sekitarnya, sehingga menjadi pusat pertumbuhan.

Wilayah fungsi khusus/ wilayah penyangga ( buffer zone) meliputi Kecamatan Tempel, Pakem, dan Prambanan yang merupakan pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya.

1.2.5. Perekonomian Daerah

a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata per tahun 12,61 % yaitu dari Rp7.669,10 milyar tahun 2005 menjadi Rp12.503,76 milyar pada tahun 2009. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK 2000) mengalami kenaikan rata-rata 4,01 % per tahun yaitu dari Rp5.080,56 milyar pada tahun 2005 menjadi Rp6.099,56 milyar di tahun 2009 Perkembangan PDRB Kabupaten Sleman selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1.2-II.

Gambar 1.2-II

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009 (Milyar Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2010

b. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman selama 5 tahun mengalami fluktuatif. Pada tahun 2005 perekonomian tumbuh 5,03%, kemudian menurun menjadi 4,50% pada tahun 2006 yang disebabkan adanya bencana gempa bumi dan erupsi gunung Merapi yang mengakibatkan kerusakan pemukiman dan sarana prasarana faktor produksi. Pada tahun 2007 kondisi ekonomi mulai membaik, dimana pada tahun ini pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 4,61% dan semakin meningkat pada tahun 2008 yaitu sebesar 5,13%. Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi sebesar 4,48%. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Sleman selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Gambar 1.2-III Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009

70 PERTANIAN

60 PERTAMBANGAN/PENGGALIAN

50 INDUSTRI PENGOLAHAN 40

LISTRIK,GAS DAN AIR BERSIH 30

BANGUNAN PERDAGANGAN,HOTEL DAN

RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

10 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA

JASA ‐JASA

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2010

c. Struktur Perekonomian Daerah

Dinamika kegiatan ekonomi menyebabkan pertumbuhan tiap-tiap sektor berbeda-beda, yang memungkinkan terjadinya pergeseran sumbangan tiap-tiap sektor dalam pembentukan PDRB. Selama periode tahun 2005-2009, kontribusi sektor primer cenderung terus mengalami penurunan yaitu dari 17,86% pada tahun 2005 menjadi 16,94% pada tahun 2009; kontribusi sektor sekunder cenderung mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2005 sebesar 27,45% menjadi 27,77% pada tahun 2007 dan mengalami penurunan kembali menjadi sebesar 27,25% pada tahun 2009; sedangkan kontribusi sektor tersier terus mengalami kenaikan yaitu dari 54,69% pada tahun 2005 meningkat menjadi 55,79% pada tahun 2009.

Dalam lima tahun terakhir perekonomian Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran; jasa-jasa; pertanian; dan industri pengolahan.

d. PDRB Per Kapita

PDRB perkapita menurut harga berlaku (ADHB) selama 5 tahun meningkat rata- rata per tahun 11,55% yaitu dari Rp7.672.227 pada tahun 2005 menjadi Rp11.868.036 pada tahun 2009. Sedangkan PDRB perkapita menurut harga konstan (ADHK 2000) meningkat rata-rata per tahun 3,31% yaitu dari Rp5.082.668 pada tahun 2005 menjadi Rp5.789.440 pada tahun 2009. PDRB per kapita Kabupaten Sleman menurut harga berlaku (ADHB) selama 5 tahun terakhir disajikan pada tabel 1.2-IV.

Gambar 1.2-IV PDRB Per Kapita Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009

e. Inflasi

Tingkat inflasi di Kabupaten Sleman selama periode tahun 2005-2009 mengalami fluktuasi (turun naik) yaitu dari 15,48% pada tahun 2005 turun menjadi 10,88% pada tahun 2006, kemudian turun lagi menjadi 7,62% pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 naik menjadi 10,16%. Pada tahun 2009 inflasi turun menjadi 4,03%.

Pada tahun 2005 inflasi tertinggi pada kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi sebesar 26,58% dan terendah pada kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 6,17%. Pada tahun 2006 inflasi tertinggi pada kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 16,86% dan terendah pada kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi sebesar 1,92%. Pada tahun 2007 inflasi tertinggi pada kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 11,12%, dan terendah pada kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi sebesar 1,92%.

Pada tahun 2008 inflasi tertinggi pada kelompok pengeluaran perumahan sebesar 18,21% dan terendah pada kelompok pengeluaran kesehatan sebesar 4,75%. Pada tahun 2009 inflasi tertinggi pada kelompok pengeluaran makanan jadi, minumam, rokok, dan tembakau sebesar 6,41% dan kelompok transportasi dan komunikasi mengalami deflasi yakni sebesar (1,62%). Inflasi kabupaten Sleman menurut kelompok pengeluaran dapat dilihat pada tabel 1.2-V.

Tabel 1.2-V

Inflasi Kabupaten Sleman Menurut Kelompok Pengeluaran

Tahun 2005-2009

Tingkat Inflasi (%) No Kelompok Pengeluaran

1 Bahan Makanan 14,74 16,86 11,12 10,30 4,25 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

2 16,21 13,38 3,35 7,91 6,41 Tembakau

3 Perumahan 15,39 11,72 5,13 18,21 5,11 4 Sandang

10,20 10,27 5,37 9,18 3,26 5 Kesehatan

7,75 4,02 5,84 4,75 3,63 6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga

5,50 4,26 7 Transportasi dan Komunikasi

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, 2010

1.2.6. Pertanian

Produksi padi selama 5 tahun mengalami kenaikan rata-rata 1,19% per tahun yaitu dari 241.931 ton pada tahun 2005 menjadi 269.404 ton pada tahun 2009. Surplus beras juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 1,24% pertahun yaitu dari 83.349 ton pada tahun 2005 menjadi 95.925 ton pada tahun 2009.

1.2.7. Peternakan

Perkembangan populasi ternak selama 5 tahun terakhir menunjukkan populasi sapi potong meningkat rata-rata sebesar 27,33% pertahun yaitu sebanyak 45.007 ekor pada tahun 2005 menjadi sebanyak 54.921 ekor pada tahun 2009. Sedangkan populasi sapi perah mengalami penurunan karena harga susu tidak sebanding dengan besarnya biaya produksi.

1.2.8. Perkebunan

Data perkebunan luas lahan usaha perkebunan menurun dari 9.236,00 ha tahun 2005 menjadi 9.117 ha pada tahun 2009, sehingga jumlah produksi dari tahun 2004 sampai tahun 2008 mengalami penurunan kecuali tanaman kakao, mendong, tebu, jambu mete, kapuk randu, kenanga, nilam. Untuk lebih jelasnya jumlah populasi perkebunan dapat dilihat pada tabel 1.2-VI.

Tabel 1.2-VI Data Perkebunan Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009

NO Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009

9.197,42 9.117 Jumlah Produksi (Kw) 2 Teh

1 Luas Lahan Usaha

10 Jambu Mete

11 Kapuk Randu

19.777 - Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan 2010

14 Penyerapan Tenaga Kerja

1.2.9. Perikanan

Perkembangan luas lahan usaha perikanan darat khususnya yang dilakukan di kolam luasannya dari tahun 2005 sampai 2009 cenderung meningkat, dari data yang ada pada tahun 2005 seluas 529,82 ha kemudian naik menjadi 573,75 ha pada tahun 2009. Kenaikan luas lahan ini diikuti dengan kenaikan jumlah produksi yang sangat besar, pada tahun 2005 hanya sebesar 4.932,70 ton menjadi 10.013,92 ton pada tahun 2009.

Produksi ikan per tahun di Kabupaten Sleman juga mengalami kenaikan yang sangat besar. Ikan konsumsi pada tahun 2005 sebesar 5.275,80 ton dan pada tahun 2009 meningkat pesat menjadi 12.104,70 ton, demikian juga dengan benih ikan juga mengalami peningkatan yang signifikan, data yang ada menunjukkan pada tahun 2005 sebanyak 302.127.800 ekor dan pada tahun 2009 meningkat menjadi sebanyak 789.367.500 ekor.

Konsumsi ikan perkapita di Kabupaten Sleman juga mengalami peningkatan, pada tahun 2005 konsumsi ikan perkapita sebesar 17,50 kg/kapita/th dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 25,95 kg/kapita/th.

1.2.10. Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan di Kabupaten Sleman pada tahun 2009 mampu mendukung ketersediaan pangan melalui produksi tanaman pangan berupa padi sebanyak 269.404 ton dan beras sebanyak 167.385,83 ton. Serta mengalami surplus beras sebesar 96.571 ton untuk pemenuhan kebutuhan beras di Kabupaten Sleman dan Propinsi DIY. Produksi tanaman pangan dan hortikultura yang mengalami kenaikan antara lain tanaman sayuran, cabe dan kacang panjang. Produksi jagung juga mengalami kenaikan dari 24.254 ton menjadi 32.712 ton, demikian juga singkong mengalami kenaikan. Kabupaten Sleman dapat mensuplai kebutuhan benih ikan di propinsi DIY sebanyak 789.367.500 ekor, dari total jumlah produksi di Propinsi DIY sebanyak 806.000.000 ekor. Untuk konsumsi ikan sebanyak 12.425 ton dari total produksi se-propinsi DIY, hal ini diikuti adanya penambahan luas kolam seluas 573,75 ha. Dalam meningkatkan pemberdayaan petani dan kelompok tani diberikan dana penguatan modal sebesar Rp13.068.725.600 dan dilakukan pengukuhan kembali kelompok petani yang eksis dan dinamis sebanyak 616 kelompok.

1.2.11. Perdagangan

Perkembangan jumlah eksportir, volume dan nilai eksport sampai dengan tahun 2009 mengalami penurunan disebabkan adanya krisis keuangan global pada pertengahan tahun 2008, semakin ketatnya persaingan pada pasar global dan semakin maraknya atribut ekspor yang dipersyaratkan negara mulai tahun 2007 seperti Amerika dan Eropa dengan berbagai pertimbangan untuk keselamatan konsumen .

1.2.12. Perindustrian

Jumlah kelompok industri kecil dan rumah tangga meningkat dari 14.867 pada tahun 2005 menjadi 15.012 pada tahun 2009. Penurunan jumlah industri kecil dan rumah tangga yang diakibatkan adanya bencana gempa bumi dan erupsi gunung Merapi pada tahun 2006 sudah mulai bisa naik kembali pada tahun 2007. Sedangkan kelompok industri menengah dan besar mengalami peningkatan yaitu dari 81 pada tahun 2005 menjadi 100 pada tahun 2009. Nilai investasi industri kecil dan rumah tangga serta industri menengah dan besar selama tahun 2005 – 2009 mengalami peningkatan sebesar 11,21%, yaitu dari Rp433,83 miliar pada tahun 2005 menjadi Rp482,46 miliar pada tahun 2009.

1.2.13. Koperasi

Peningkatan dan perkembangan perkoperasian di Kabupaten Sleman terlihat dari jumlah koperasi yang ada menunjukkan tren yang semakin meningkat yaitu 530 koperasi pada tahun 2005 menjadi 601 koperasi pada tahun 2009. Jumlah koperasi aktif juga meningkat dari 247 koperasi pada tahun 2005 menjadi 481 pada tahun 2009. Sementara jumlah koperasi beku semakin menurun dari 96 pada tahun 2005 menjadi 91 pada tahun 2009. Jumlah anggota semakin meningkat dari 199.095 orang pada tahun 2005 menjadi 218.835 orang pada tahun 2009.

Demikian juga dari hasil usaha koperasi juga mengalami peningkatan. Dilihat dari jumlah modal sendiri mengalami peningkatan yaitu dari Rp56.784.901.000 pada tahun 2005 menjadi Rp118.189.567.000 pada tahun 2009. Jumlah volume usaha sebesar Rp372.601.397.000 pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp671.888.372.000 pada tahun 2009. Sisa Hasil Usaha (SHU) sebesar Rp9.815.822.000 pada tahun 2005 meningkat menjadi Rp16.064.961.000 pada tahun 2009 .

1.2.14. Pariwisata

Pariwisata merupakan sektor yang mempunyai potensi yang baik dan memiliki daya tarik yang kompetitif. Kabupaten Sleman merupakan daerah tujuan utama wisata di DIY karena banyaknya potensi obyek wisata yang ada. Perkembangan jumlah wisatawan manca negara dan wisatawan nusantara meningkat dari 3.312.674 orang pada tahun 2005 menjadi 3.595.924 orang tahun 2009. Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara meningkat dari 2,06 hari pada tahun 2005 menjadi 2,81 hari pada tahun 2009. Sedangkan lama tinggal wisatawan nusantara meningkat dari 1,36 hari pada tahun 2005 menjadi 2,84 hari pada tahun 2009.

1.2.15. Penduduk menurut kelompok umur

Pada tahun 2005 jumlah penduduk kelompok umur yang paling banyak adalah kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 122.652 jiwa (12,84%) sedangkan jumlah kelompok umur paling sedikit adalah kelompok umur 55-59 tahun yaitu sebanyak 36.457 jiwa (3,81%). Pada tahun 2009 kelompok umur yang paling banyak juga kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 134.374 jiwa (12,75%) dan kelompok umur paling rendah juga masih terjadi pada kelompok umur 55-59 tahun yaitu sebesar 42.665 jiwa (4,04%).

Tabel 1.2-VII Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Sleman Tahun 2005-2009

Tahun

Jenis Data 2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah penduduk menurut Kelompok Umur

73.673 75.444 83.944 95.282 86.135 20 - 24 tahun

148.295 134.374 25 – 29 tahun

100.483 102.770 30 – 34 tahun

71.305 79.633 79.352 86.736 81.423 35 – 39 tahun

73.764 76.709 75.292 76.476 77.257 40 – 44 tahun

65.553 67.415 71.904 68.066 73.781 45 – 49 tahun

Tahun

Jenis Data 2005 2006 2007 2008 2009

50 – 54 tahun 55.314 43.373 51.828 41.786 52.181 55 – 59 tahun

36.457 43.766 41.580 38.303 42.665 60 – 64 tahun keatas

117.003 122.364 Sumber : Badan Pusat Statistik Kab. Sleman, 2010

BAB II. KEJADIAN BENCANA DAN PENANGANAN TANGGAP DARURAT

2.1. Erupsi Merapi

Setelah gunungapi Merapi erupsi yang terakhir pada tahun yang 2006, pada tahun 2010 ini Merapi erupsi lagi dengan intensitas letusan yang lebih tinggi dari tahun- tahun sebelumnya, diperkirakan erupsi tahun 2010 ini merupakan tipe letusan dan erupsi periode 100 tahunan. Pada bulan Oktober dan November 2010 terjadi erupsi dan letusan yang membawa korban baik harta maupun jiwa manusia. Sampai dengan saat ini status Gunung Merapi masih dalam kondisi Siaga. Setelah sebelumnya dinyatakan Awas dan berakhir pada tanggal 3 Desember 2010. Pada tanggal 26 Oktober 2010 terjadi erupsi dan letusan yang cukup besar, kemudian erupsi kembali besar pada tanggal 5 November 2010. Letusan pada tahun 2010 ini banyak menimbulkan kerusakan, kerugian dan korban.

Adapun kronologi kejadian erupsi dan letusan merapi tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 2.1-I.

Tabel 2.1-I. Kronologi Kejadian Erupsi Dan Letusan

NO TANGGAL

KETERANGAN

1. 20 September 2010 Status Gunung Merapi ditingkatkan dari Normal menjadi

Waspada

2. 21 Oktober 2010

Status Merapi menjadi Siaga

3. 25 Oktober 2010

Status Merapi menjadi Awas. Warga, terutama Ibu hamil, anak balita, lansia mulai di evakuasi ke daerah yang lebih aman. Telah disiapkan 7 barak pengungsian yakni Glagaharjo, Kepuhar-jo, Umbulharjo, Hargobinangun, Purwo-binangun, Girikerto dan Wonokerto. Pemkab Sleman telah siapkan sarana transportasi di Wilayah Cangkringan, Desa Kepuharjo 10 truk, Umbulharjo 10 truk, Glagaharjo 7 truk, Kecamatan Turi Wonokerto 6 truk, Girikerto 6 truk, dan swadaya dari masyarakat sendiri.

4 26 Oktober 2010 Gunung Merapi meletus. Sebanyak 40 orang tewas. (sumber slemankab.go.id). Warga yang berada di lokasi Kawasan Rawan Bencana diungsikan ke barak barak pengungsian.

5 3 November 2010

Terjadi awanpanas besar selama 1,5 jam. Dilaporkan bahwa awan panas mencapai 9 km di alur Sungai. Gendol. Daerah aman diluar radius 15 km dari puncak Merapi. (Sumber http://www.merapi.bgl.esdm.go.id

6 5 November 2010

Gunung Merapi Erupsi. 222 Jiwa Meninggal. (sumber slemankab.go.id). Wilayah yang aman bagi para pengungsi diubah dari di luar radius 15 km, menjadi di luar radius 20 km dari puncak G. Merapi. (sumber http://www.merapi.bgl.esdm.go.id )

NO TANGGAL

KETERANGAN

7 19 November 2010

Terhitung tanggal 19 November 2010 pukul 12:00 WIB, wilayah yang aman bagi parapengungsi adalah sebagai berikut: Kab. Sleman: sebelah Timur K. Boyong di luar 15 km, sebelah Barat K. Boyong di luar 10 km dari puncak G. Merapi. Kab. Magelang di luar 10 km daripuncak G. Merapi. Kab. Boyolali di luar 5 km dari puncak G. Merapi. Kab Klaten di luar 10 km dari puncak G. Merapi.

8 3 Desember 2010

Terhitung sejak tanggal 3 Desember 2010 status Gunung Merapi diturunkan menjadi siaga, namun demikian penanganan masih bersifat tanggap darurat mengingat masih adanya ancaman lahar dingin.

2.2. Kronologis Perubahan Zona Bahaya

Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas Gunung Merapi, yang ditandai dengan peningkatan status Awas dan sampai saat ini baru menurun ke status Siaga, Badan Geologi juga meningkatkan radius zona berbahaya. Perubahan zona aman dari Merapi tergambarkan sebagai berikut :

NO NO SURAT BADAN

ZONA BAHAYA GEOLOGI

TANGGAL

1 2048/45/BGL.V/2010

25 Oktober 2010

10 Km DARI PUNCAK MERAPI

2 2317/45/BGL.V/2010,

20 km dari puncak Merapi 3 2377/45/BGL.V/2010

5 November 2010

19 November 2010

10 km dari puncak diwilayah barat S. Boyong dan 15 km di wilayah timur S. Boyong

4 3120/45/BGL.V/2010

3 Desember 2010

2.5 km dari puncak G. Merapi. Lebih khusus pada KRB III sementara di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman

2.3. Keputusan Bupati Sleman Berkaitan Dengan Masa Tanggap Darurat

Menyikapi dinamika dan perkembangan yang ada seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas Gunung Merapi, Pemerintah Kabupaten Sleman menerbitkan Keputusan Bupati sebagai payung hukum bagi aparat Pemerintah Kabupaten Sleman dalam melakukan tindakan. Beberapa Keputusan Bupati yang diterbitkan diantaranya meliputi :

• Keputusan Bupati Sleman No 31 Tahun 2010 Tentang Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi, tanggal 9 November 2010.

• Keputusan Bupati Sleman No 322/Kep. KDH/A/2010 Tentang Status Keadaan Darurat Bencana tanggal 22 Oktober 2010, yang intinya mengenai :

a. Status keadaan darurat bencana, yaitu darurat siaga Gunungapi Merapi dan darurat bencana hidrometeorologis

b. Instansi terkait bersama-sama masyarakat untuk dapat mengambil langkah- langkah penangan bencana secara koordinatif. • Keputusan Bupati Sleman No 323/Kep. KDH/A/2010 Tentang penunjukkan Komandan Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi, yakni, IR Widi Sutikno, Msi, Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman sebagai komandan tanggap darurat Bencana Gunungapi Merapi.

• Keputusan Bupati Sleman No 325/Kep. KDH/A/2010 Tentang keadaan darurat

Gunungapi Merapi dengan status AWAS tanggal 25 Oktober 2010, yang intinya mengenai :

a. Keadaan darurat Gunungapi Merapi dengan status AWAS.

b. Instansi terkait bersama-sama masyarakat untuk dapat mengambil langkah langkah penangan bencana gunungapi secara koordinatif. • Keputusan Bupati Sleman No 327/Kep. KDH/A/2010 Tentang Status Keadaan

darurat Gunungapi Merapi tanggal 26 Oktober 2010, yang intinya mengenai :

a. Status keadaan darurat bencana Gunungapi Merapi

b. Status keadaan darurat bencana Gunungapi Merapi ditetapkan selama 14 (empat belas) hari sejak tangal Keputusan ini ditetapkan

c. Sintansi terkait bersama-sama masyarakat unutk dapat mengambil langkah- langkah penanganan bencana gunung api secara koordinatif • Perpanjangan masa tanggap darurat dalam Keputusan Bupati Sleman no

342/Kep.KDH/A/2010 (tanggal 9 Oktober 2010) dengan masa tanggap darurat

14 hari terhitung sejak tanggal berakhirnya tanggap darurat sesuai Keputusan Bupati Sleman no 327/Kep.KDH/A/2010.

• Perpanjangan kedua status keadaan darurat bencana gunung api Merapi

berdasarkan Keputusan Bupati no 350/Kep. KDH/A/2010 tanggal 23 November 2010, selama 14 hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut.

2.4. Pelaksanaan Tanggap Darurat

Upaya pemulihan dari kejadian bencana pada dasarnya dapat dibagi dalam beberapa tahapan seperti gambar berikut:

Pelaksanaan kegiatan tanggap darurat di kabupaten Sleman ditangani oleh Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi sesuai Keputusan Bupati Sleman No 31 Tahun 2010 Tentang Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi, tanggal 9 November 2010.

Selain melakukan evakuasi untuk penyelamatan jiwa maka kegiatan tanggap darurat termasuk pula memenuhi kebutuhan pengungsi. Pelaksanakan kegiatan ini dibantu pula oleh Pemerintah Provinsi DIY, Pemerintah Pusat/BNPB, kabupaten/kota tetangga, LSM, dan beberapa lembaga relawan.

Berdasarkan data terakhir pada tanggal 9 Desember 2010, jumlah korban bencana letusan merapi di Kabupaten Sleman adalah 285 jiwa korban meninggal dunia yang terdiri dari 189 meninggal karena luka bakar dan 96 jiwa karena non luka bakar. Dari semua korban meninggal terdapat 9 orang balita meninggal.Korban yang mengalami luka berat adalah 121 jiwa. Terdapat 24.286 jiwa saat ini masih mengungsi.

2.5. Kelembagaan Masa Tanggap Darurat

Agar kinerja aparat Pemkab Sleman, relawan maupun pihak lain dalam menangani bencana Merapi 2010 ini dapat terkoordinasi dengan baik, maka dibentuklah Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi. Pembantukan organisasi penanganan tangap darurat bencana tersebut berdasarkan atas Keputusan Bupati Sleman No 31 Tahun 2010 Tentang Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi, tanggal 9 November 2010. Dalam organisasi ini, Bupati Sleman dan Wakil Bupati Sleman selaku penanggungjawab penangulangan bencana Gunungapi Merapi. Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi berkedudukan di Pos Komando Utama Stadion Maguwoharjo.

Adapun susunan organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi terdiri dari :

1. Komandan

2. Wakil Komandan

3. Sekretariat, terdiri dari :

a. Urusan Umum

b. Urusan Keuangan

c. Urusan Perencanaan dan pelaporan

4. Bidang operasi

5. Bidang logistik

6. Bidang sarana dan prasarana

7. Bidang Kesehatan

8. Bidang Penanganan khusus dan

9. Bidang data dan informasi

Struktur Organisasi Komando Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi adalah sebagai berikut:

Bupati

Wakil Bupati

Pengarah

Sekretariat

Komandan Wakil Komandan

& Pelaporan Keuangan

Bidang Data Bidang Operasi

& informasi Penanganan

Prasarana

Khusus

Tempat Tempat Pengungsian

Pengungsian Pengungsian Stadion

Youth Centre

Masjid Agung

GOR

Diluar Wilayah Wilayah

Maguwoharjo dan Balatrans

Pangukan

Kabupaten Kecamatan Sleman

Dalam melaksanakan aktivitas selama masa tanggap darurat, Pemkab Sleman melalui Keputusan Bupati Sleman No 323/Kep. KDH/A/2010 Tentang penunjukkan Komandan Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi telah menunjuk IR Widi Sutikno, Msi, Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral Kabupaten Sleman sebagai Komandan Tanggap Darurat Bencana Gunungapi Merapi. Dengan adanya satu komando, maka seluruh aktivitas selama masa tanggap darurat dapat dikoordinir dengan baik dan tidak saling tumpang tindih.

b. Aktivitas Di Masa Tanggap Darurat

Dalam menyikapi setiap perubahan status Merapi, Pemerintah Kabupaten Sleman telah mempersipakan langkah-langkah antisipasi. Sehingga saat status Gunung Merapi berubah, maka langkah-langkah yang harus dilakukan sudah direncanakan dengan matang.

c. Saat Status Waspada

• Persiapan Aktivasi Posko Pakem • Updating Data Penduduk Terancam • Identifikasi Kebutuhan Aktivasi Barak (Rapat Antara Kesbanglinmas PB

Dengan SKPD Terkait Operasi Tanggap Darurat ; Kepala Desa Sebagai Koordinator Barak; Tanggal 6 Oktober 2010

• Rapat Koordinasi Dengan BPPTK; Tanggal 10 Oktober 2010; Tentang Kemu ngkinan Letusan Merapi Yang Tidak Lazim • Sosialisasi Status Waspada Di Kinahrejo (Tanggal 14 Oktober 2010) Turgo (Tanggal 16 Oktober 2010) • Persiapan Anggaran Tanggap Darurat

d. Status Siaga

• Rapat Operasional Penanggulangan Bencana Tanggal 21 Oktober 2010 Jam 22.00 Sd 24.00 Diikuti Oleh Pemkab Sleman, Propinsi DIY, Kodim, Polres, Pmi, Dan Sar.

• Percepatan Program Penanggulangan Bencana :

1) Sosialisasi 4 Titik Pada Tgl 22 Oktober 2010 (Glagaharjo, Kepuharjo, Girikerto, dan Wonokerto – 100 Audien/Pertemuan)

2) Perbaikan Ruas Jalan Evakuasi Mulai Tanggal 22 Oktober 2010 Diawali Ruas Jalan Kepuharjo, Glagaharjo

3) Droping Mck Mobile Di Desa Umbulharjo

4) Droping Perlengkapan Barak Tanggal 22 Oktober 2010 (Tenda, Alat Dapur, Alat Makan, dsb) Ke Wonokerto, Girikerto, Purwobinangun, Hargobinangun, Umbulharjo, Kepuharjo, Glagaharjo)

5) Persiapan Armada Transportasi Evakuasi Dengan Menghubungi Transport Lokal

6) Pemasangan Lampu Penerang Jalan Evakuasi Di Beberapa Titik (Tanggal 22 Oktober 2010)

7) Persiapan Aktivasi Pos Pelayanan Kesehatan

8) Persiapan Droping Logistik Ke Barak Pengungsian

e. Status Awas

• Pembuatan Organisasi Komando Tanggap Darurat Tanggal 25 Oktober 2010 • Tanggal 25 Oktober 2010 Dilakukan Operasi Evakuasi Dengan Target 13.581 Orang, Berdasarkan Rekomendasi Badan Geologi Tentang Dusun Yang Harus Dikosongkan (Operasi Evakuasi Dilakukan Oleh Pemkab Sleman, Tni, Polri, Sar, Pmi, Ormas)

• Menetapkan 7 (Tujuh) Barak Utama Untuk Pengungsian Yaitu:

1) Wonokerto

2) Girikerto (2 Titik)

7) Glagaharjo • Melakukan Aktivasi Barak Dengan Droping Logistik Dan Perlengkapan Sarana Prasarana Pengungsian • Penetapan Posko Utama Pakem Sebagai Pusat Organisasi Tanggap Darurat • Aktivasi Rencana Tanggap Darurat Masing-Masing Sektor

f. Perpindahan Titik Pengungsian

• Tanggal 29 Oktober 2010 Pengungsi Di Barak Umbulharjo Pindah Ke Kiyaran Dan Desa Wukirsari (Sektor Logistik Dan Sarpras Menambah Lokasi Droping Dan Penambahan Sarpras Pengungsi – Mck Dan Air Baku)

• Tanggal 31 Oktober 2010 Titik Pengungsian Berkembang Menjadi

14 Lokasi, Jumlah Pengungsi 19.524 Jiwa

• Pada Tanggal 2 November 2010, Titik Pengungsian Sudah Mencapai 23 Titik, Dengan Jumlah Pengungsi Mencapai 21.428 Jiwa.

• Tanggal 4 November 2010 Pengungsian Dipindahkan Tersentral Di Maguwoharjo; Operasi Evakuasi Jam 23.00 Wib • Pengungsi Sejumlah 36.000 Memenuhi Stadion Maguwoharjo

g. Mekanisme Penyaluran Bantuan

Penyaluran Permintan

Formulir

kebutuhan

R/R

h. Penyesuaian Anggaran

Guna mendukung aktivitas pada masa tanggap darurat, Pemerintah Kabupaten Sleman melakukan penyesuaian dalam anggaran APBD tahun 2010. Kegiatan yang dianggap tidak dapat dilaksanakan akibat dampak erupsi Merapi maka harus ditangguhkan, anggaran yang ditangguhkan tersebut dapat dimanfaatkan guna mendukung kegiatan tanggap darurat dan pemulihan dini ( early recovery) yang dilaksanakan tahun 2010. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sleman juga melakukan penyesuaian anggaran dan reschedule anggaran tahun 2011. Melalui penyesuaian anggaran dan reschedule ini merupakan langkah Pemerintah Kabupaten Sleman untuk tanggap terhadap upaya rehabilitasi rekonstruksi pasca bencana Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, sehingga SKPD terkait dapat melaksanakan kegiatan recovery dengan dana APBD tahun anggaran 2011.

III. PERKIRAAN KERUSAKAN DAN KERUGIAN

3.1. Metodologi Penilaian Kerusakan dan Kerugian

Tujuan utama penilaian seberapa besar kerusakan dan kerugian adalah untuk sesegera mungkin mengukur skala dampak bencana sehingga dapat ditentukan prioritas penanganan dan pada akhirnya menentukan strategi rehabilitasi dan rekonstruksi. Tujuan lain penilaian kerusakan dan kerugian adalah memperkirakan apakah investasi yang akan dialokasikan dapat memberikan manfaat atau tidak bagi kehidupan masyarakat dan pembangunan daerah yang terkena dampak bencana.

Penilaian kerusakan dan kerugian ( Damage and Loss Assesment/DaLA) merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran komprehensif dampak langsung dan tidak langsung dari bencana tentang kerusakan infrastuktur dan perumahan. Metodologi yang sudah digunakan secara luas telah dikembangkan oleh United Nation yaitu Economic Commission for Latin America and Caribbean / ECLAC atau Badan PBB Komisi untuk Amerika Latin dan Karibia. Pada awalnya penilaian kerusakan dan kerugian dilakukan oleh multi sektor dibawah pengawasan Bappenas. Dengan lahirnya UU No.24 tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana , penilaian kerusakan dan kerugian secara sah sudah menjadi bagian dari tahapan tahapan penanggulangan bencana. Dengan demikian sangatlah penting bagi pemerintah untuk membangun kapasitas sumberdaya manusia yang ahli dalam penilaian kerusakan dan kerugian. Perkiraan kerusakan dan kerugian menganalisis tiga aspek utama yaitu :

1. Kerusakan (dampak langsung), merupakan dampak aset, saham, properti yang dinilai dengan harga unit penggantian (bukan rekonstruksi) yang disepakati. Perkiraan itu harus memperhitungkan tingkat kerusakan (apakah aset masih bias dipulihkan/diperbaiki, atau sudah sama sekali hancur).

2. Kerugian (dampak tidak langsung), merupakan aliran-aliran yang akan terkena dampak, seperti pendapatan yang berkurang pengeluaran yang bertambah dan lain-lain selama periode waktu hingga aset dipulihkan.

Kerusakan dan kerugian akan dijumlahkan berdasarkan nilai saat ini. Penentuan periode waktu pemulihan sangat penting. Jika pemulihan berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan, kerugian bisa meningkat secara signifikan. Efek Ekonomi (kadang disebut dampak sekunder) mencakup dampak fiskal, dampak pertumbuhan PDB, dan lain-lain.

Damage and Loss Assesment (DaLA) atau penilaian kerusakan dan kerugian akibat erupsi gunung Merapi yang menimpa kabupaten Sleman, sudah mulai dilakukan setelah terjadinya letusan tanggal 22 Nopember 2010. Pada saat itu status Merapi masih dinyatakan Awas, sehingga hasil pendataan kerusakan dan kerugian dilakukan terus menerus sampai akhirnya data tersebut baru dikunci pada tanggal 9 Desember setelah 6 hari status merapi diturunkan menjadi siaga pada tanggal 3 Desember 2010.

Penilaian kerusakan dan kerugian dibagi dalam 5 (lima) sektor yaitu pemukiman, infra strukstur, sosial, ekonomi dan lintas sektor. Berdasarkan data yang terkumpul dan setelah melalui verifikasi, maka perhitungan sementara total perkiraan kerusakan dan kerugian akibat erupsi gunungapi Merapi di kabupaten sleman

sebesar Rp. 5,405 Triliun, yang terdiri dari nilai kerusakan sebesar Rp 894,357 Milyar serta nilai kerugian sebesar Rp 4,511 Trilyun.

Adapun rincian nilai kerusakan dan kerugian akibat letusan gunung Merapi di kabupaten Sleman menurut sektor pemukiman, sektor infrastruktur, perekonomian, soial dan lintas sektor dapat dilihat pada tabel 3.2-I.

Tabel 3.2-I

Rekapitulasi Penilaian Kerusakan dan Kerugian Pasca Erupsi Gunung Merapi SEKTOR/

TOTAL NO

NILAI KERUSAKAN

NILAI KERUGIAN

SUBSEKTOR

(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)

A PERUMAHAN

1 Perumahan 446,217,534,000 31,352,010,000 477,569,544,000 2 Taman

B INFRASTRUKTUR

1 Jalan - Jalan Desa

43,682,400,000 - Jalan Kabupaten

26,525,000,000 - Penerangan Jalan Umum

- 935,350,000 - Rambu Lalulintas

2 Jembatan/Gorong- gorong

- 2,300,000,000 Bandara,

3,873,877,669 Kendaraan 4 Gedung

Pemerintah 6,200,000,000 6,200,000,000 5 Air Bersih

- SIPAS

20,250,000,000 - PDAM

6 Bendung, Irigasi, Sungai, Mata air:

- 9,975,000,000 - Bendung dan Irigasi BBWSSO

- Bendung dan Irigasi Kabupaten

- 40,575,597,281 - Normalisasi Sungai

- 15,536,437,500 - Embung/Mataair

22,848,750,000 7 Energi: - Bahan Bakar

24,000,000 - Listrik

8 Komunikasi dan Informatika

C SOSIAL

1 Kesehatan 2,258,534,952 7,796,357,422 10,054,892,374 2 Lembaga Sosial

1,322,000,000 610,000,000 1,932,000,000 5 Pendidikan - TK

10,287,229,380 - SMP

200,000,000 - SMA/SMK

2,726,830,514 - Pemeliharaan TK, SD, SMP, SMK

D EKONOMI

249,796,056,040 dan Hortikultura

1 Tanaman Pangan

4 Kehutanan (Hutan Rakyat)

* 103,740,000,000 5 Perkebunan

25,103,115,000 6 Industri Kecil

11,432,169,978 Rumah Tangga & Koperasi

78,013,596,932 9 Keuangan dan

Perbankan - 308,744,308,040 308,744,308,040

E LINTAS SEKTOR

1 Lingkungan Hidup 5,755,212,896 3,384,000,000,000 3,389,755,212,896 (TNGM)

2 Pemerintahan

1,018,748,000 3 Ketertiban dan Keamanan

30,000,000 4 Tata Ruang

Sumber: Data kerusakan dan Kerugian Bencana Erupsi Merapi, Bappeda Kabupaten Sleman, 2010

Penilaian kerusakan dan kerugian per sektor dan sub sektor dapat dilihat pada uraian sebagai berikut :

3.2.1. Sektor perumahan

Sektor perumahan terdiri dari dua sub sektor yaitu sub sektor perumahan dan taman menempati posisi kerusakan dengan nilai tertinggi yaitu Rp.446.332.974.000,- atau sebesar 49,91 % dari total dari keseluruhan nilai kerusakan .

a. Sub Sektor Perumahan

Akibat letusan gunung merapi terdapat 2.613 unit rumah mengalami rusak berat, sedangkan 156 unit rumah mengalami rusak sedang dan 632 unit rumah mengalami kerusakan ringan. Penduduk yang rumahnya rusak berat ada yang secara fisik rumahnya tampak rusak, tetapi ada pula sebagian rumah atau total rumah secara fisik tidak tampak karena tertimbun material vulkanik. Penduduk yang rumahnya rusak sedang, berat / tertimbun pasir dan berlokasi di wilayah tidak aman umumnya mengungsi ketempat yang aman juga untuk menghindari potensi bahaya banjir lahar dingin. Adapun penilaian kerusakan untuk rumah rusak berat / total terimbun yaitu 2.613 unit rumah x Rp 154.070.000 x 100% = Rp. 402.584.910.000,-sedangkan untuk rumah rusak sedang nilai kerusakannya 156 unit rumah x Rp. 154.070.000 x 60 % = Rp.14.420.952.000,- serta untuk rumah rusak ringan nilai kerusakannya 632 unit rumah x Rp.154.070.000 x 30 % = Rp. 29.211.672.000,- Sehingga akhirnya didapat nilai kerusakan pada sub sektor perumahan sebesar Rp.446,332 milyar.

Penilaian terhadap kerugian sub sektor perumahan juga berdasarkan pada nilai pembuatan tempat tinggal sementara/shelter, karena sebelum mereka menempati rumah di relokasi mereka tinggal di shelter. Besaran nilai kerugian adalah Rp 31,352 milyar.

b. Taman

Kerusakan dan kerugian taman akibat bencana merapi berada di lokasi taman

2 2 wisata kaliurang II seluas 167 m 2 , Taman Wara 51 m Taman Eden 20 m dan di taman swakelola seluas 35 m 2 . Adapun perkiraan nilai kerusakan taman

sebesar Rp.115.440.000,-.

3.2.2. Sektor Infrastruktur

Erupsi Gunungapi Merapi (Oktober-November 2010) telah mengakibatkan kerusakan serta kerugian yang merupakan dampak langsung dan tidak langsung terhadap sistem jaringan infrastruktur terutama di wilayah sekitar Gunungapi Merapi. Penilaian kerusakan dan kerugian pada sektor infrastruktur meliputi jalan, jembatan/gorong-gorong, bandara/terminal/kendaraan, gedung pemerintah, air bersih, bending/irigasi/sungai/mata air, energi, serta komunikasi dan informatika .

Nilai kerusakan sektor infrastruktur adalah sebesar Rp 219,461 milyar atau sekitar 24,54% dari nilai total kerusakan sedangkan nilai kerugian adalah sebesar Rp 4,965 milyar atau sekitar 0,11% dari nilai total kerugian. Adapun nilai total kerusakan dan kerugian adalah sebesar Rp 224,427 milyar atau sekitar 4,15% dari nilai total kerusakan dan kerugian.

Penilaian kerusakan dan kerugian pada sektor infrastruktur dapat diuraikan ke dalam sub-sub sektor sebagai berikut:

a. Jalan

Penilaian terhadap kerusakan jalan dilakukan terhadap jalan desa dan kabupaten serta perlengkapan di atasnya seperti lampu penerangan jalan umum dan rambu lalu lintas. Kerusakan jalan dapat berupa kerusakan berat seperti hancurnya jalan sampai kerusakan ringan seperti tertutupnya jalan oleh material vulkanik. Nilai kerusakan jalan desa adalah sebesar Rp 43,682 milyar, jalan kabupaten sebesar Rp 26,525 milyar, lampu penerangan jalan umum sebesar Rp 935 juta, serta rambu lalu lintas sebesar Rp 88,05 juta.

b. Jembatan/Gorong-gorong

Penilaian terhadap jembatan/gorong-gorong dilakukan terhadap jembatan/gorong-gorong yang mengalami kerusakan baik kerusakan berat , sedang, maupun ringan. Nilai kerusakan jembatan dan gorong-gorong yang rusak adalah sebesar Rp 2,3 milyar.

c. Bandara, Terminal, Kendaraan

Meskipun tidak mengalami kerusakan, erupsi Merapi menimbulkan sejumlah kerugian seperti yang dialami oleh Bandara Adisucipto yang tidak beroperasi selama 16 hari. Sama halnya dengan bandara, beberapa terminal angkutan

d. Gedung Pemerintah

Kerusakan yang dialami oleh gedung pemerintah adalah berupa tertutupnya gedung oleh material vulkanik Merapi sehingga akhirnya tidak dapat dipergunakan untuk kegiatan pemerintahan. Nilai kerusakan yang dialami oleh gedung pemerintah adalah sebesar Rp 6,2 milyar.

e. Air Bersih

Guna memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat di sekitar Gunungapi Merapi memanfaatkan Sistem Instalasi Penyediaan Air Bersih Sederhana (SIPAS) yakni dengan cara mengalirkan air dari sumber mataair menggunakan pipa/selang ke rumah-rumah. Nilai kerusakan yang dialami oleh SIPAS adalah sebesar Rp 20,250 milyar. Selain merusak SIPAS, erupsi Merapi juga merusak jaringan air bersih PDAM senilai Rp 8,225 milyar serta menimbulkan kerugian senilai Rp 300 juta.

f. Bendung, Irigasi, Sungai, Mataair