MAKALAH EVALUASI NILAI GIZI PENGARUH PRO

MAKALAH EVALUASI NILAI GIZI
PENGARUH PROSES PEMASAKAN PADA CABAI BESAR
(CAPSICUM ANUNUM L) TERHADAP KADAR VITAMIN C
DAN PROVITAMIN A (β-KAROTEN)

Oleh:
Rico Fernando Theo

B.1411097

Siti Dita Aditianingsih

B.1410880

Afrilia Nurfitiani

B.1410998

TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA

BOGOR
2015

DAFTAR ISI
I PENDAHULUAAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................2
II PEMBAHASAN.................................................................................................3
2.1 Cabai Merah dan Hijau..................................................................................3
2.2 Vitamin C dan Provitamin A.........................................................................3
2.3 Pemasakan......................................................................................................5
2.4 Pengaruh Proses Pemasakan Terhadap Kadar Vitamin C dan Provitamin A
..............................................................................................................................5
III KESIMPULAN.................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

I PENDAHULUAAN

1.1 Latar Belakang
Cabai adalah salah satu rempah-rempah dapur yang banyak digunakan

pada masakan masyarakat Indonesia. Cabai dalam masyarakat biasanya
digunakan sebagai bumbu, sambal, atau dimakan langsung bersama gorengan.
Cabai memiliki jenis yang beraneka ragam, seperti cabai rawit, cabai keriting,
dan cabai besar. Proses pengolahan cabai yang populer dan umum dilakukan
oleh masyarakat Indonesia adalah dengan dimasak.
Pemasakan

merupakan

salah

satu

proses

pengolahan

yang

menggunakan panas. Pemasakan merupakan salah satu proses pengolahan

pangan yang banyak dilakukan baik pada skala rumah tangga atau skala
industri (Aisyah et al 2014). Beberapa cara pemasakan yang umum dilakukan
adalah perebusan, pengukusan, penumisan. Perebusan adalah proses
pemasakan dalam air mendidih sekitar 100⁰C, dimana air sebagai media
penghantar panas. Pengukusan merupakan proses pemasakan dengan medium
uap air panas yang dihasilkan oleh air mendidih, penumisan merupakan
proses pemasakan dengan menggunakan sedikit minyak dan air (Williams
1979 dalam Aisyah et al 2014). Pemasakan selain dapat meningkatkan cita
rasa dan membunuh mikroorganisme patogen, juga dapat mempengaruhi
kandugan zat gizi makanan pada cabai khususnya vitamin (Mulyati 1994).
Vitamin yang terkandung dalam cabai dan bermanfaat bagi tubuh
diantaranya adalah vitamin C dan provitamin A (β-karoten). Menurut
Cahyono (2003) dalam Huzdaifah 2014, kandungan vitamin C dalam 100
gram cabai adalah 70 mg. Menurut Tjahjadi (2005) dalam Huzdaifah. 2014,
kandungan Vitamin C pada cabai segar dalam 100 gram adalah 125 mg.
Namun, kandungan vitamin pada cabai akan berkurang saat dimasak karena
sifatnya yang mudah rusak terhadap panas. Oleh karena itu, proses
pemasakan perlu diperhatikan untuk meminimalisir kehilangan komponen
gizi termasuk vitamin untuk memperoleh manfaat bagi tubuh selain
meningkatkan cita rasa. Salah satu parameter yang dapat dilakukan untuk


1

meminimalisir kehilangan vitamin adalah dengan pemilihan metode
pemasakan yang tepat.

1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan mengetahui pengaruh proses pemasakan terhadap
kadar vitamin C dan Provitamin A pada cabai besar hijau dan merah.

2

II PEMBAHASAN

2.1 Cabai Merah dan Hijau
2.2 Vitamin C dan Provitamin A
Vitamin adalah zat organik yang tidak dapat dibuat oleh tubuh, tetapi
diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Vitamin merupakan komponen
penting dalam bahan pangan walaupun terdapat dalam jumlah yang sedikit.
Vitamin adalah zat esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran

penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Vitamin dikelompokkan
ke dalam dua golongan, yaitu vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K)
dan vitamin larut air (vitamin C dan B kompleks) (Muchtadi dan Sugiyono
2013).
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut air.
Umumnya vitamin C banyak terdapat pada bahan nabati. Bahan makanan
yang merupakan bahan sumber vitamin C adalah jeruk, tomat, dan cabe hijau.
Vitamin C mudah rusak karena oksidasi terutama pada suhu tinggi atau enzim
askorbat oksidase. Vitamin ini mudah hilang selama pengolahan dan
penyimpanan. Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh temperatur
(suhu), cahaya, maupun udara sekitar (oksidasi) (Muchtadi dan Sugiyono
2013). Vitamin C berfungsi sebagai pembentuk jaringan ikat, berperan dalam
pembentukan sel-sel darah merah dan meregenerasi vitamin E sehingga dapat
digunakan kembali sebagai antioksidan (Mery 2011). Hipovitaminosis C atau
kekurangan vitamin C menyebabkan penyakit sariawan yang ditandai dengan
gusi bengkak dan berdarah (Huzdaifah 2014).
Vitamin A merupakan vitamin yang larut lemak. Pada umumnya,
vitamin A terdapat dalam hasil-hasil hewani, seperti daging, susu, dan telur.
Hasil nabati umunya tidak mengandung vitamin A, tetapi mengandung zat
dalam bentuk provitamin A sebagai β-karoten yang terdapat di dalam tomat,

ubi jalar, cabe, wortel, dan sayuran-sayuran hijau (Muchtadi dan Sugiyono
2013). Provitamin A merupakan bahan dasar dari sintesa vitamin A pada
tubuh manusia. Menurut Suharjo (1999) provitamin A adalah pigmen

3

berwarna kuning atau jingga yang memberi warna pada wortel, ubi, labu
kuning, jagung, cabai, dan sebagiannya.
Vitamin A memiliki sifat larut lemak, mudah rusak oleh proses oksidasi
pada suhu tinggi, sinar UV, dan O2. Reaksi oksidasi dapat dipercepat oleh
beberapa ion logam, seperti tembaga (Cu) dan Besi (Fe) (Tjasari 2005).
Vitamin A tidak akan rusak oleh sebagian besar cara memasak, tetapi
sebagian hilang kalau dimasak dengan suhu tinggi, seperti digoreng (Mery
2011). Kekurangan provitamin A dapat mengakibatkan buta senja, kelainan
membran mukosa (Mery 2011). Hipervitamin A juga mengakibatkan gejala
sakit kepala mual-mual, kelainan kulit, dan sakit tulang (Huzdaifah 2014).

4

2.3 Pemasakan

Pemasakan merupakan salah satu proses pengolahan menggunakan
panas. Pemasakan merupakan salah satu proses pengolahan panas yang
sederhana dan mudah dilakukan baik pada skala rumah tangga atau industri.
Tujuan dilakukannya pemasakan adalah untuk memperoleh cita rasa tertentu
dan menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologi yang tidak diinginkan
dalam bahan panga, seperti aktivitas enzim dan mikrobiologis. Namun,
pemasakan mempengaruhi kerusakan komponen zat gizi, seperti vitamin
dalam bahan pangan (Muchtadi dan Sugiyono 2013). Beberapa cara
pemasakan yang umum dilakukan adalah perebusan dan penggorengan.
Pemasakan dapat dilakukan dengan media air panas yang disebut
dengan perebusan maupun media minyak atau yang disebut penggorengan.
Pengetahuan tentang seberapa besar perubahan yang terjadi pada suatu bahan
akibat proses pengolahan dapat digunakan untuk menentukan metode
pengolahan yang tepat (Rahayu dan Pribadi 2012). Pada perebusan, bahan
makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya
terutama vitamin-vitamin laurt air (B kompleks dan C) sedangkan vitamin
larut lemak (A,D,E, dan K) kurang terpengaruh (Rahayu dan Pribadi 2012).
Pada penggorengan, kehilangan vitamin akan lebih besar karena suhu yang
digunakan lebih tinggi.
2.4 Pengaruh


Proses Pemasakan Terhadap Kadar Vitamin C dan

Provitamin A
Vitamin C mudah sekali terdegradasi, baik oleh temperatur (suhu),
cahaya, maupun udara sekitar (oksidasi). Secara umum, reaksi oksidasi
vitamin C ada dua macam, yaitu proses oksidasi spontan dan tidak spontan.
Proses oksidasi spontan adalah oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan
enzim atau katalisator sedangkan oksidasi tidak spontan terjadi dengan
adanya penambahan enzim atau katalisator (Rahayu dan Pribadi 2012). Pada
saat direbus dan digoreng, rekasi yang terjadi pada vitamin C adalah proses
oksidasi spontan.
Mekanisme oksidasi spontan terjadi karena mono anion asam askorbat
merupakan

sasaran

menyerangan

oksidasi


oleh

molekul

oksigen
5

menghasilkan radikal anion askorbat dan H2O diikuti pembentukan dehidroasam askorbat dan hidrogenperoksida. Dehidro-asam askorbat (asam Ldehidroaskorbat) merupakan bentuk oksidasi dari asam L-askorbat yang
masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C; namun asam L-dehidroaskorbat bersifat sangat labil dan dapat mengalami perubahan menjadi 2.3-Ldiketogulonat (DKG). DKG yang terbentuk tidak mempunyai keaktifan
vitamin C lagi sehingga jika DKG terbentuk akan mengurangi bahkan
menghilangkan vitamin C yang ada dalam produk (Rahayu dan Pribadi
2012).
Vitamin A (β-karoten) dapat rusak akibat pemanasan. Vitamin A akan
stabil dalam kondisi ruang hampa udara, namun akan cepat rusak ketika
dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu tinggi. Vitamin
tersebut akan rusak seluruhnya apabila dioksidasi dan didehidrogenasi produk
(Rahayu dan Pribadi 2012). Vitamin A memiliki sifat mudah teroksidasi dan
tidak stabil pada pH asam, tetapi stabil pada pH netral dan basa. Vitamin C
tidak stabil pada pH netral dan basa, tetapi stabil pada pH asam. Sifat vitamin

C yang mudah larut dalam air mengakibatkan penurunan vitamin C pada
perebusan lebih banyak berkurang daripada vitamin A karena vitamin A larut
dalam minyak. Suhu berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C.
Semakin tinggi suhu maka kandungan vitamin C semakin meneurun
(Rachmawati el al 2009).
Menurut Mulyati (1994), vitamin yang terdapat pada bahan pangan
secara alami, tetapi jika bahan tersebut dimasak maka kandungannya akan
berkurang. Perbedaan penurunan vitamin akaibat proses pemasakan
disebabkan karena vitamin mempunyai struktur kimia dan stabilitas yang
berbeda-beda. Vitamin C (asam askorbat) dapat terdegradasi oleh panas,
udara, kondisi alkali, dan aktivita enzim (Aisyah et al 2014). Vitamin A (βkaroten) pada sel tanaman selain berada dalam bentuk komplek dengan
protein, strukturnya banyak mengandung ikatan rangkap sehingga relatif
stabil terhadap pemasakan, tetapi sangat sensitif terhadap oksidasi
(Andarwulan dan Koswara 1989).

6

Penurunan kandungan vitamin C dan provitamin A (β-karoten) pada cabai merah
dan hijau yang digoreng lebih banyak dibandingkan dengan yang direbus. Hal ini
karena minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng merupakan media

penghantar panas yang mempunyai titik didih lebih besar dari 100OC (Aisyah et al
2014). Metode pemasakan dapat mempengaruhi tekstur dan nilai nutrisi dari
sayur-sayuran. Oleh karena itu, pemilihan metode pemasakan yang tepat dapat
menjadi salah satu cara untu meminimalisir kehilangan komponen gizi yang
berlebih (Aisyah et al 2014).

7

III KESIMPULAN

8

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah Y, Rasdiansyah, dan Muhaimin. 2014. Pengaruh Pemanasan Terhadap
Aktivitas Antioksidan Pada Beberapa Jenis Sayuran. Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia. Vol. 6 (2): 28-32.
Andarwulan N dan Koswara S. 1989. Kimia Vitamin. Jakarta (ID): Rajawali Pers.
Huzdaifah. 2014. Pengaruh Proses Pemasakan Pada Cabai Besar Terhadapa Kadar
Vitamin dan Provitamin A. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Mery E. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit-Penyakit untuk
Perawat dan Dokter. Yogyakarta (ID): Andi
Muchtadi TR dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.
Bandung (ID): Alfabeta.
Mulyati, ND.1994. Mempelajari Pengaruh Metode Pemasakan Terhadap Stabilitas
Karoten pada Beberapa Sayuran Hijau [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rahayu ES dan Pribadi P. 2012. Kadar Vitamin dan Mineral dalam Buah Segar
dan Manisan Basah Karika Dieng (Carica pubescens Lenne & K. Koch).
Jurnal Biosantifika. Vol. 4 (2): 89-97.
Suharjo, M. 1999. Prinsip- Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Tjasari. 2005. Nilai-Nilai Gizi Pangan. Jakarta (ID): Graha Ilmu.

9