ANALISIS HUKUMAN KEBIRI TERHADAP PELAKU PENCABULAN ANAK DI TINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN

  ANALISIS HUKUMAN KEBIRI TERHADAP PELAKU PENCABULAN ANAK DI TINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN ( Jurnal ) OLEH: ANGGA KURNIAWAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

  ABSTRAK ANALISIS HUKUMAN KEBIRI TERHADAP PELAKU PENCABULAN ANAK DI TINJAU DARI TUJUAN PEMIDANAAN Oleh

  ANGGA KURNIAWAN Merajalelanya tindak pidana pencabulan terhadap anak di Indonesia saat ini negara kita sedang mengalami darurat terhadap kekerasan seksual terhadap anak yang amat sangat menghawatirkan di kalangan masyarakat khusus nya di lingkungan anak-anak saat ini. Presiden Republik Indonesia Jokowi dengan tegas menyatakan dan mendukung pemberian sanksi pidana kebiri kimiawi sebagai pidana tambahan terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan kebiri kimiawi di berikan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak bertujuan memberikan efek jera kepada masyarakat yang cendrung berpotensi melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak dan tentunya untuk mengurangi kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini yaitu: (1) Apakah syarat-syarat yang harus di penuhi untuk penjatuhan hukuman kebiri terhadap pelaku pencabulan anak dan (2) Bagaimanakah kedudukan hukuman kebiri terhadap pelaku pencabulan anak di tinjau dari tujuan pemidanaan Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif didukung dengan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan studi pustaka dan wawancara. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, seleksi data, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah disajikan dalam bentuk uraian, dibahas dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, untuk selanjutnya ditarik kesimpulan.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perlu dibentuk tim khusus dari Dokter Kepolisian (Dokpol) untuk pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana kebiri. Demikian pula perlu revisi terhadap Peraturan Kepolisian Republik Indonesia No. 12 Tahun 2011 tentang Kedokteran Kepolisian untuk menambahkan kemampuan Dokter Kepolisian dan penambahan kewenangan Dokter Polisi sebagaii eksekutor. Pidana kebiri ini menjadi alternatif pidana terakhir (ultimum remidium) bagi pelaku pencabulan anak di bawah umur. Hal ini relevan dilakukan karena dengan maraknya kasus-kasus kekerasan seksual pada anak di Indonesia, agar memberikan efek jera bagi pelaku pencabulan anak di bawah umur. Adapun saran penulis agar semakin ditingkatkannya pengawasan terhadap para pelaku pencabulan terhadap anak khususnya pemberantasan terhadap pelaku pencabulan terhadap anak, Perlunya penambahan peralatan atau fasilitas yang digunakan dalam proses penangkapan dan penyidikan, agar dalam pemeriksaan terhadap pelaku pencabulan terhadap anak dapat berjalan secara maksimal dalam melengkapi berkas persidangan dan perlu sanksi tegas dan penerapan yang adil dalam pemberian sanksi pidana kebiri kimiawi yang akan di berikan setelah menyelesaikan masa tahanan di lembaga pemasyarakatan bagi pelaku pencabulan terhadap anak agar tercapai nya penerapan Undang

  • – undang No 1 tahun 2016

  Kata Kunci :Pidana Kebiri dan Pelaku Pencabulan Anak

  ABSTRAK

THE ANALYSIS OF KEBIRI'S PUNISHMENTS TO THE ACTOR OF CHILDREN

  Oleh ANGGA KURNIAWAN

  Rampant criminal offenses against children in Indonesia today our country is experiencing an emergency against child sexual violence that is very worrying among its special community in the environment of children today. The President of the Republic of Indonesia Jokowi expressly advocates and supports the provision of chemical criminal sanctions as an additional criminal against child sex offenders, and the chemicals given to the perpetrators of sexual crimes against children aims to provide deterrent effect to the community that tends to potentially commit acts of sexual violence against children and certainly to reduce sexual crimes against children in Indonesia. Based on the description which becomes the subject matter in this thesis are: (1) What are the conditions that must be fulfilled for the punishment of the punishment against the child abuse and (2) How is the position of the punishment against the child abuser in review of the purpose of criminal punishment. The problem approach used is normative jurisdiction supported by empirical juridical. The data used are primary and secondary data, data collection with literature study and interview. While data processing through the stage of data examination, data selection, data classification, and data systematization. The data that have been presented in the form of description, discussed and analyzed descriptively qualitative, for further drawn conclusion.

  Based on the results of research that has been done, it is necessary to set up a special team of Doctor Police (Docpol) for the execution of the convicted nuns. Similarly, it is necessary to revise the Indonesian Police Regulation no. 12 Year 2011 on Police Medicine to add the ability of the Police Doctor and the addition of the authority of the Police Doctor as the executor. This criminal law becomes the last criminal alternative (ultimum remidium) for the perpetrators of child

  

abuse. This is relevant because of the rampant cases of sexual violence in

children in Indonesia, in order to provide a deterrent effect for perpetrators of

abuse of minors As for the author's suggestion to increase the supervision of the

perpetrators of abuse against children, especially the eradication of perpetrators

of child abuse, the addition of equipment or facilities used in the process of

arrest and investigation, so that in the examination of the perpetrators of abuse of

the child can run optimally in completing the file of the trial and need strict

sanctions and fair application in the provision of chemical penalty sanctions will

be given after completing the period of detention in prisons for perpetrators of

child abuse in order to achieve its implementation of Law No. 1 of 2016 Keywords: Criminal Crime and Child Abusers

I. PENDAHULUAN

  Upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata baik materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Presiden Republik Indonesia Jokowi dengan tegas menyatakan dan mendukung pemberian sanksi keberi bagi pelaku pencabulan terhadap anak di bawah umur, karna efek yang di timbulkan bila di biarkan secara bekerlanjutan dapat berdampak semakin buruk. Dalam hal ini dapat berefek burukbagi generasi muda Bangsa Indonesia Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui pemberian hukuman tambahan untuk para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Tujuan hukuman kebirian syaraf bagi yang terbukti melakukan tindakan kejahatan asusila terhadap anak dan menyebabkan korban meninggal sudah di anggap sangat pantas demi tujuan keamanan anak. Semakin maraknya kasus pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur pemerintah mengambil langkah tegas dengan memberikan pemberian sanksi hukum dengan pengebirian syaraf libido bertujuan memberikan efek jera, serta memberi peringatan bagi masyarakat agar tidak dengan mudah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

  adalah penerus bangsa, dalam hal ini

   -desember 2016,

  hukuman pengebirian syaraf libido sedikit mendapat pertentangan oleh beberapa pihak dengan menjujung HAM (Hak Asasi Manusia), karna ciri- ciri yang harus melekat pada Negara hukum adalah adanya pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan kepastian hukum. Hukuman pengebirian syaraf libido bagi terpidana pencabulan pada dasarnya adalah perlindungan HAM bagi orang banyak karena kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur merupakan salah satu extraordinary

  crime, anak-anak adalah harta terbesar

  keluwarga dan harapan penerus bangsa, Peradilan di Indonesia memang sudah bersifat tegas. Sebagai contoh kasus, masih teringat jelas beberapa bulan yang lalu Kasus pencabulan dan pembunuhan yang menimpa bocah berusia 14 tahun yang bernama Yuyun murid SMP yang di perkosa oleh 14 pelaku diladang sawit yang saat itu korban dengan dalam perjalanan pulang dari sekolah dan melewati perkebunan sawit yang sangat sepi, korban di perkosa secara bergiliran oleh ke 14 pelaku dan mengakibatkan korban meninggal dunia.

  2 Terhadap Undang-undang yang

  dapat menjadi rujukan berkaitan dengan perbuatan pencabulan terhadap anak adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor

1 Anak adalah masa depan kita dan anak

  1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

  1 Tahun 2016 tentang

   perubahan kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak. Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.Sanksi penegebiri syaraf libido dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.

  Kedokteran (MKEK) Pusat Dr dr Prijo Sidipratomo SpRad(K) mengatakan dokter menolak menjadi eksekutor kebiri karena sangat bertentangan dengan kode etik.

  Sesuai kode etik, seorang dokter harus menjadi pelindung kehidupan sesuai Pasal

  11 Kode Etik Kedokteran. Hal lain yang akan menjadi ganjalan, seorang dokter bertindak harus dengan inform consent atau persetujuan tindakan medis dari pasien atau keluarganya, Tanpa itu dokter tidak bisa melakukan tindakan medis.

  Penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi eksekutor hukuman kebiri menimbulkan tanda tanya masyarakat.

  Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan pendekatan

  

  6

  yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  II. Pembahasan A. Kedudukan Hukuman Kebiri Terhadap Pelaku Pencabulan Anak Ditinjau Dari Tujuan Pemidanaan

3 Ketua Majelis Kehormatan Etik

  Sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini terus berproses melangkah maju dan terus merumuskan berbagai formulasi sanksi yan tepat kepada para pelaku penjaculan anak di bawah umur, sanksi pidana kebiri kimiawi adalah salah satu upaya maksimal dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yang semestinya terhindar dari perbuatan kejam tersebut, sanksi hukuman tambahan yang terdapat dalam pasal 82A Undang-Undang No.1 tahun 2016 yang adalah salah satu upaya maksimal dalam menangulangi kejahatan pencabulana anak. Tujuan sanksi pidana ini menuju pada efek jera dan tujuan pemidanaan ini mendapat komentar baik pro maupun kontra tentang hal pemerintah Indonesia tetap memberikan sanksi pidana tamnahan hukuman kebiri kimiawi dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2016, pemerintah pun tetap bergerak maju dan memberlakukan sanksi tersebut. Pemberian sanksi hukuman kebiri mungkin munurut sebagian berpendapat bahwa hukuman tersebut

I. Metode Penelitian

  tidak manusiawi dan tidak pantas dilakukan khususnya di Indonesia. Undang-Undang No.1 Tahun 2016, melaui proses yang panjang sanksi kebiri kimiawi di cantumkan pada

  pasal 81, pasal 82 dan pasal 81A sebagai hukuman tambahan dan itu bisa menjadi pilihan bagi aparat penegak hukum khususnya Hakim sebagai pengadil di dalam persidangan untuk memberikan hukuma dengan tujuan efek jera untuk para pelaku, sanksi kebiri kimiawi di anggap sesuai dengan tujuan pemidanaan sanksi pidana merupakan salah satu cara yang di gunakan untuk mencapai tujuan diadakannya hukuman pidana, pemberian hukuman pidana sebenarnya telah menjadi persoalan dan pemikiran di kalangan para ahli dalam mencari alasan

  • – alasan dan syarat-syarat seseorang dijatuhi hukuman pidana. Dalam hal ini ada tiga teori yang terkait pemidanaan, yaitu:

  4 1.

  Teori absolut 2. Teori Relatif 3. Teori Gabungan

  Dalam rancangan KUHP nasional, telah diatur tentang tujuan penjatuhan pidana yaitu:

  5 a.

  Mencegah dilakukannya tindakan pidana dengan menegakan norma 4 Roni Wiyanto, Asas-Asas Hukum Pidana

  Indonesia , (Bandung; Mandar Maju 2012) hlm 111.

  5 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dana perkembangannya, (Jakarta; sofmedia, 2012), hlm47

  hukum demi pengayoman masyarakat b.

  Mengadakan koreksi terhadap terpidana dengan demikian menjadikan orang yang baik dan berguna c.

  Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana memulihakn kesinambungan dan mendatangkan rasa dami dalam masyarakat d.

  Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang tercantum dalam rancangan KUHP tersebut merupakan penjabaran teori gabungan dalam arti yang luas yang meliputi usaha prevensi, koreksi, kedamaian dalam masyarakat, dan pembebasan rasa bersalah pada terpidana dan efek jera.

  1. Kedudukan Pidana Kebiri Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia

  Pasca kemerdekaan, baik pada masa orde lama maupun orde baru, KUHP warisan Belanda ini masih tetap berlaku, padahal KUHP yang diberlakukan di Indonesia pada praktiknya sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang. Kenyataan inilah yang menyebabkan kebutuhan untuk melakukan pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Kondisi perubahan hukum yang adil dan sesuai dengan kenyataan yang berakar dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat kemudian secara tegas juga dinyatakan dalam konsideran Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa materi hukum pidana nasional harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia. Menurut penulis, hal ini menunjukan bahwa konsep pemidanaan dan penetapan sanksi dalam KUHP selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa hubungan antara penetapan sanksi pidana dan tujuan pemidanaan adalah titik penting dalam menentukan strategi perencanaan politik kriminal.

6 Salah satu bentuk

  Pemidanaan lainya yang ahir-ahir ini hangat dibicarakan adalah Pidana Kebiri. Kedudukan Pidana kebiri dalam sistem pemidanaan di Indonesia bukanlah sebagai pidana pokok, tambahan maupun pemberatan, namun termasuk dalam pidana tindakan. Pasal 81 ayat (7) Perppu No. 1 Tahun 2016 menegaskan, “terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip”. Perbedaan pidana pemberatan dan pidana tambahan berdasarkan Undang- undang No. 1 Tahun 2016 terletak pada

  Pasal 81 ayat 3 dan 4 yang menyatakan bahwa: Menurut hasil wawancara dengan jaksa, Kejaksaan Negeri Lampung, M. Rama E. Tujuan pemidana hukuman kebiri menjadi ancaman terhadap pelaku sebagai sanksi pidana tambahan, sanksi tersebut di anggap 6 Arief, Barda Nawawi (2010). Bunga Rampai

  Kebijakan Hukum Pidana . Jakarta:

  cukup berat dan sanksi tersebut akan diberikan jika si pelaku memang sudah berulang kali berurusan dalam kasus pencabulan anak di bawah umur dan juga dilihat proses perbuatan kejahatan itu dilakukan, dan dari berbagai hal akan menjadikan pertimbangan apakah sanksi tersebut menjadi pilihan akhir atau tidak, tentunya Undang-Undang No.1 Tahun 2016, pasal 81, pasal 82 dan pasal 81A harus lebih di sosialisasikan lagi ke masyarakat khususnya masyarakat yang ada di pedasaan karna kejahatan tersebut sering terjadi di wilayah atau lingkungan masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah, sehingga pelaksaan Undang-Undang ini dapat berjalan secara maksimal.

  7

  2. Relevansi Pidana Kebiri Dalam Teori Pemidanaan

  Masalah pokok dalam hukum pidana berkenaan dengan tiga hal, yaitu: masalah perbuatan pidana, masalah kesalahan/pertanggungjawaban pidana, serta masalah pidana dan pemidanaan. Kaitannya dengan ketiga masalah pokok hukum pidana di atas, ilmu hukum pidana yang dikembangkan dewasa ini lebih banyak membicarakan masalah-masalah dogmatik hukum pidana daripada sanksi pidana. Pembahasan tentang sanksi pidana yang bersifat memperkokoh norma hukum pidana belum banyak dilakukan, sehingga pembahasan seluruh isi hukum pidana dirasakan masih belum serasi. Andi Hamzah berpendapat bahwa pidana dan pemidanaan bukan hanya berkaitan erat 7 dengan hukum pidana, tetapi menjadi mendatangkan rasa damai dalam masalah inti hukum pidana. Namun, masyarakat, dan; masalah pidana dan pemidanaan d.

  Membebaskan rasa bersalah pada menurut Bambang Pornomo, dianggap terpidana. merupakan suatu bentuk yang tak

  2) Pemidanaan tidak dimaksudkan banyak diketahui, sehingga untuk menderitakan dan pembahasan tentang ilmu hukum merendahkan martabat manusia. pidana dan menyoroti pidana pada umumnya dan pidana penjara pada

  2) Urutan pidana sebagaimana khususnya kurang mendapat perhatian. dimaksud pada ayat (1)

  Selama ini yang banyak dipersoalkan menentukan berat ringanya pidana dalam ilmu hukum pidana terletak di bidang asas-asas hukum pidana yang

  Sementara pada Pasal 67, pidana mati menyangkut perbuatan pidana dan merupakan pidana pokok yang bersifat pertanggungjawaban pidana, yang pada khusus dan selalu diancamkan secara dasarnya terletak di luar bidang pidana alternatif:

  8 dan sistem pemidanaan.

  1) Pidana tambahan terdiri atas Hal ini tampak pada tujuan

  a. hak-hak tertentu; pemidanaan, yaitu sebagai sarana Pencabutan Keduduan Pidana Kebiri Dalam pencegahan, pembinaan dan pemulihan Sistem Pemidanaan di Indonesia ketertiban masyarakat, serta sarana (Pasca Dikeluarkannya Undang- pembebasan rasa bersalah pelaku Undang No. 1 Tahun 2016) tindak pidana, hal ini dituangkan dalam b. Bagian ke Satu Paragraf I Pasal 54 Perampasan barang tertentu dan/atau tagihan yang mengatur tentang tujuan c. pemidanaan, yaitu:

  Pengumuman putusan hakim; d.

  Pembayaran ganti kerugian; dan 1) Pemidanaan bertujuan : e.

  Pemenuhan kewajiban adat setempat dan/atau kewajiban menurut hukum a. dilakukanya tindak

  Mencegah yang hidup dalam masyarakat. pidana dengan menegakan norma

  2) Pidana tambahan dapat dijatuhkan hukum demi pengayoman bersama-sama dengan pidana masyarakat; pokok, sebagaimana pidana yang b.

  Memasyarakatkan terpidana dengan berdiri sendiri atau dapat mengadakan pembinaan sehingga dijatuhkan bersamasama dengan menjadi orang yang baik dan pidana tambahan lain. berguna;

  3) tambahan berupa Pidana

  c. konflik yang Menyelesaikan pemenuhan kewajiban adat ditimbulkan oleh tindak pidana, setempat dan/atau kewajiban memulihkan keseimbangan dan menurut hukum yang hidup dalam 8 masyarakat atau pencabutan hak

  Hamzah, Andi (1993). Sistem Pidana dan

  yang diperoleh korporasi dapat

  Pemidanaan Indonesia . Jakarta: Pradnya

  dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana. 4)

  Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan pidana tambahan untuk tindak pidananya.

  hukum tetap melanjutkan rancangan hukuman ini dan hasil keseriusan pemerintah dalam menangulangi hal ini, pemerintah mengesahkan perpu NO.1 tahun 2016 menjadi Undang- undang No.1 Tahun 2016. Di dalam undang-undang baru ini melakukan perubahan dan penambahan satu pasal lagi yaitu pasal 81, pasal82 dan pasal

B. Apakah Yang Menjadi Faktor Penghambat Pemidanaan Terhadap Pelaku Pencabulan Anak

  kebiri / ke·bi·ri / sudah dihilangkan (dikeluarkan) kelenjar testisnya (pada jantan) atau dipotong ovariumnya Pemerintah dan aparat penegak hukum mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, khususnya dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) karna pelaksanaan sanksi kebiri di nilai melanggar kode para dokter yang tegabung dalam IDI. Tetapi pemerinah dan aparat penegak

  rabu 6

  9

  81A. Dari ketiga pasal tersebut terdapat sanski hukuman kebiri kimiawi. Pidana menurut pasal 10 1.

  Hukuman Pokok

  10 a.

  Maraknya kasus pencabulan anak di bawah umur di Negara ini membuat pemerintah dan aparat penegak hukum lainnya merasa geram, dan segera memberikan tindakan khusus guna menekan angka kasus pencabulan anak di Negara ini dapat menurun dan semoga tidak terjadi lagi perbuatan buruk yang dapat merusak mental anak. Sanksi berat sudah di siapkan untuk para pelaku, dan sanksi kebiri di nilai, menjadi sanksi yang cukup berat bagi para pelaku karna selain sanksi pidana yang akan mereka peroleh sanksi kebiri juga siap menanti mereka. Definisi atau arti kata kebiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia:

  Penjara (sementara waktu atau seumur hidup) c.

  Kurungan d.

  Denda (Undang-Undang No. 1 tahun 1960, dikonversikan: dikali 15) e. Tutupan (Undang-Undang No. 20 tahun 1946)

  2. Hukuman Pokok a.

  Pencabutan beberapa hak tertentu b.

  Perampasan barang tertentu c. Pengumuman keputusan hakim

  Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu : tahap formulasi, tahap aplikasi dan tahap eksekusi.

  1. Tahap formulasi Tahap formulasi adalah tahap penegakan hukum pidana in absracto oleh badan pembentuk undang- undang.Dalam tahap ini pembentuk undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang seduai dengan keadaan dan situasi masa kini 10 Nikmah Rosidah,S.H.,M.H Asas-Asas

  Hukuman mati b. dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang- undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini juga dapat disebut dengan tahap kebijakan legislatif.

  2. Tahap aplikasi Tahap aplikasi adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan.dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif.

  3. Tahap eksekusi Tahap eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidan yang telah dibuat oleh pembentuk undang- undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana pidana dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang- undangan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang- undang dan nilai-nilai serta daya guna.

  1. Syarat-syarat utama dalam pemberian sanksi kebiri kimiawi terhadap pelaku pencabulan anak.

  Sejak Perpu No. 1 tahun 2016 telah di sahkan menjadi Undang-Undang No. 1 Tahun 2016, pemberian sanksi kebiri kimiawi sudah dapat di berlakukan terhadap para tersangka yang tertangkap dan terbukti melakukan kejahatan pencabulan anak di bawah umur, presiden jokowi secara tegas mengumumkan hal tersebut. Tetapi sanksi tersebut tidak tertuju kepada semua para pelaku pencabulan anak di bawah umur ada berbagai aspek yang di tinjau dan sanksi tersebut di gunakan secara hati-hati dan penuh pertimbangan. Ada sejumlah syarat bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang akan dijatuhi hukuman kebiri. Syarat umum bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang akan di jatuhkan hukuman kebiri a.

  Pertama pelaku yang akan dikebiri divonis hukuman pidana minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun.

  b. keputusan hakim yang mutlak di berika kepada pelaku atau terdakwa, karna keputusan hakim menjadi syarat utama dalam membrikan sanksi.

  c.

  Ketiga hukuman kebiri diberikan apabila pelaku sudah dewasa atau sudah berumur dia atas 18 tahun

  Syarat khusus bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang akan di jatuhkan hukuman kebiri a.

  Keempat hukuman kebiri diberikan apabila Hukuman pokoknya itu minimalnya lima tahun maksimalnya 20 tahun.

  b.

  Kelima hukuman kebiri diberikan apabila si pelaku melakukannya lebih dari satu kali atau korbannya lebih dari satu c. hukuman kebiri diberikan apabila jumlah korban lebih dari satu.

  Kemudian syarat lainnya adalah jika ulah pelaku mengakibatkan rusaknya alat kelamin korban, atau korban menderita penyakit kelamin menular serta gangguan jiwa menyebabkan korbannya terkena penyakit menular. Atau kerusakan alat reproduksi

  Menurut hasil wawancara dengan dr . Arif Yudho Prabowo. dalam dunia kedokteran bila seorang dokter menjadi eksekutor dalam pemeberian sanksi pidana hukuman kebiri kimiawi secara kode etik dalam profesi kedokteran itu melanggar sumpah seorang dokter karna hukuman kebiri bertolak belakang dengan kode etik profesi dan semua itu tertuang dalam Pasal 8, Pasal10, Pasal 11 dan Pasal 12.

  Menurut saya, kode etik kedokteran sampai saat ini menjadi hambatan utama bila sanksi pidana tambahan di berikan kepada para pelaku, karna kode etik profesi dan semua itu tertuang dalam Pasal 8, Pasal10, Pasal 11 dan Pasal 12, melarang mereka untuk melakukan suatu perbuatan yang bersifat menyakiti pasien karna dokter umum yang patuh terhadap kode etik tidak diperbolehkan melakukan tindakan pengebirian, dan solusi dalam hal ini adalah dengan membentuk dokter khusus yang tergabung dalam dokter kepolisian yang tentunya dokter kepolisian akan tunduk pada undang- undang dan perintah atasan agar bisa melaksanakan eksekusi tersebut, sehingga penerapan hukuman kebiri kimiawi bisa dilaksanakan dan tidak ada lagi hambatan, tentunya juga harus di dukung oleh sarana dan prasana dalam penerapan pelaksanaan

  2. Eksekutor Pidana Kebiri

  Banyak pihak yang menilai pidana kebiri terlalu keji dan tidak manusiawi, tidak mendidik, serta merendahkan derajat dan martabat manusia. Ada juga yang berpendapat pidana kebiri diberlakukan karena desakan masyarakat sehingga beraroma dendam dan subyektif. Terakhir muncul penolakan dari dokter, dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI), untuk menyuntik pelaku pedofil dengan zat kimia. Dokter menolak menjadi eksekutor pidana kebiri dengan alasan bertentangan dengan kode etik (KODEKI). Sesuai kode etik, seorang dokter harus menjadi pelindung kehidupan sesuai dengan Pasal 11 Kode Etik Kedokteran. Seorang dokter harus mengerahkan segala kemampuanya untuk memelihara kehidupan alamiah pasienya dan tidak untuk mengakhirinya. Selain itu, terdapat tiga asas alasan utama dokter (IDI) menolak menjadi eksekutor kebiri, yaitu): a. Asas manfaat Berdasarkan asas ini melakukan kebiri tidak memiliki manfaat sama sekali. Dengan demikian apabila kebiri dilakukan oleh seorang dokter ia akan melanggar etik. Dari aspek medis teknis pelaksanaan tidaklah sederhana, perlu melibatkan dokter ahli bedah, ahli anastesi, dan ahli kedokteran jiwa.

  b. Asas jangan mencederai atau jangan merugikan Prinsip ini menjadi penegasan asas manfaat. Asas ini berlaku dari segala aspek kehidupan, jangan mencederai dari segi spiritual (hak beribadah), jangan mencederai dari aspek psikologi yaitu kewajiban menyimpan rahasia kedokteran, aspek finansial jangan sampai pasien mengeluarkan biaya yang tidak diperlukan. Jika direlevansikan dengan pidana kebiri, pelaku dalam hal ini pasien sangat dirugikan karena kehilangan hak berketurunan. Hak berketurunan sejatinya ciptaan Tuhan, jika manusia menghalangi itu dengan paksa, maka sama saja menentang kehendak tuhan.

  c. Asas Otonomi Mensyaratkan segala pikiran pertimbangan dan keputusan dokter yang akan dikerjakan wajib diketahui, disadari, dan disetujui oleh pasien.

  Bahkan untuk tindakan yang berpotensi merusak jaringan diperlukan surat persetujuan tertulis. Kode etik dibuat sebagai rambu-rambu bagi anggota organisasi profesi. Sifatnya mengikat dan wajib dipatuhi oleh seluruh anggotanya. Bagi anggota yang melanggar bisa dikenakan sanksi dari mulai yang ringan seperti teguran sampai dengan pemecatan, sehingga wajar jika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak karena pertanggungjawaban eksekusi terhadap pelaku pidana kebiri oleh dokter dipertanggungjawabkan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Eksekutor yang dapat mengeksekusi terpidana kebiri adalah Kepolisian Republik Indonesia melalui Kedokteran Kepolisian (Dokpol). Karena Dokpol berbeda dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berdasarkan kewenangan dan pertanggungjawaban. Seseorang menjadi Dokpol, selain setelah menjadi dokter harus menjalani pendidikan di Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SIPSS) Akademi Kepolisian.

  Faktor sarana atau fasilitas, hambatan ini penjadi pertimbangan khusus bagi hakim dalam membrikan sanksi pidana keberi selain terbentur oleh para pendapat yang tidak mendukung masalah sanks ini pun terbentur oleh pada eksekutor ya itu peran dokter dalam menyuntikan kebiri kimiawi terhadap pelaku karna dokter memiliki kode etik kedokteran dan ikatan dokter Indonesia (IDI) yang tidak mengizinkan memberikan sanksi kebiri kimiawi karna mereka berpendapat bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan kerna menyalah aturan dokter yang seharusnya melakukan tindakan penyembuhan tetapi dalam hal ini dokter di tuntut melakukan perbuatan yang menciderai kesehatan pada manusia walau senyata nya hal ini di atur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2016.

III. Simpulan

  Bedasarkan hasil penelitian yang telah 3.

DAFTAR PUSTAKA

  dilakukan penulis dan telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat Buku-buku / Literatur diambil kesimpulan yaitu: 1.

  Sutiyoso Bambang dan Sri Hastuti Penjatuhan pidana kebiri kimiawi kepada pelaku pencabulan anak di Puspitasari, 2005, Aspek- bawah umur yang sudah cukup Aspek Perkembangan umur sudah di anggap sangat tepat Kekuasaan Kehakiman di karna salah satu persoalan besar Indonesia , UII Press, yang tengah di hadapi bangsa ini Yogyakarta, hlm.51 sanagt menhawatirkan dan

  Soekanto Soerjono. 1983 Faktor- Indonesia dapat di kategorikan

  Faktor yang Mempengaruhi

  sebagai darurat terhadap kejahatan

  Penegakan Hukum. Jakarta:

  pencabulan anak di bawah umur, Rajawali., hlm.124 hukuman kebiri kimiawi yang termuat dalam pasal 81, pasal82 dan

  Abdulkadir Muhammad. 2004, Hukum

  pasal 81A Undang-Undang No. 1

  dan Penelitan Hukum ,

  tahun 2016, dengan alas an utama Bandung: PT. Citra Aditya meberikan efek jera terhadap Bakti, hlm. 73. pelaku.

  2. Pelaksanaan eksekusi kebiri harus Prakoso Djoko dan Nurwachid, 1984, dilakukan nantinya oleh tim khusus

  Studi Tentang Pendapat-

  yang dibentuk Dokpol. Tanggung

  Pendapat Mengenai Efektivitas

  jawab etika dan masalah lainya

  Pidana Mati Di Indonesia

  terkait dokpol sudah diambil oleh

  Dewasa Ini ,Ghalia Indonesia,

  negara dan aparatur negara hanya Jakarta:, hlm.19. sebagai pelaksana. Hal itu harus

  Soekanto Soerjono. 1983. Faktor- dilakukan setelah proses sidang

  faktor yang Mempengaruhi

  yang seadil adilnya, dengan hakim

  Penegakan

  memegang teguh nilai-nilai

  Hukum .Jakarta.Raja

  keadilan. Pemerintah sudah Grafindo Persada. hlm.4-5 mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun

  2016 tentang perlindungan Anak Sudarto, 1990, Hukum Pidana, yang tujuanya adalah untuk

  Purwokerto, Fakultas Hukum melindungi anak-anak Indonesia Universitas Jenderal dari perilaku kekerasan seksual yang Soedirman,hlm.23. keji serta nantinya akan ada tiga Peraturan Pemerintah di perppu

  Rosidah Nikmah, 2011, Asas-Asas tersebut yakni Rehabilitasi Sosial,

  Hukum Pidana. semarang, hlm 73-74 Kebiri, dan Pemasangan Chip.