APLIKASI DAN DISEMINASI ARANG KOMPOS BIO (1)

APLIKASI DAN DISEMINASI ARANG KOMPOS BIO AKTIF;
TEKNOLOGI INOVATIF UNTUK MENDUKUNG GERHAN DAN
PEMBANGUNAN KEHUTANAN YANG BERKESINAMBUNGAN

1)

OLEH :
GUSMAILINA**), SAEPULLOH***), MAHPUDIN***)
SRI KOMARAYATI**) & GUSTAN PARI **)
I. PENDAHULUAN
Arang kompos bioaktif (ARKOBA) adalah gabungan antara arang dan kompos
yang dihasilkan melalui teknologi komposting dengan bantuan mikroba lignoselulotik yang
tetap bertahan di dalam kompos, mempunyai kemampuan
agen hayati sebagai
biofungisida untuk melindungi tanaman dari serangan penyakit akar, sehingga disebut
bioaktif. Keunggulan lain dari ARKOBA adalah karena keberadaan arang yang menyatu
dalam kompos, yang bila diberikan pada tanah ikut andil dan berperan sebagai agent
pembangun kesuburan tanah, sebab arang mampu meningkatkan pH tanah sekaligus
memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah. Oleh sebab itu ARKOBA cocok dan
tepat dikembangkan secara luas di Indonesia mengingat 2/3 dari lahan pertanian maupun
kehutanan berada dalam kondisi masam (pH rendah), kritis dan marjinal akibat

menurunnya kandungan bahan organik tanah yang tak bisa digantikan perannya oleh
pupuk kimia. Pengembangan produksi ARKOBA saat ini minimal dapat memenuhi
konsumsi lokal serta mendongkrak suksesnya program GERHAN yang berlangsung
hingga tahun 2009 dan Go Organik 2010, serta yang tidak kalah pentingnya yaitu solusi
tepat untuk mengatasi persoalan sampah kota.
Produk ini dibuat atas dasar pemikiran bahwa perlu ditingkatkan optimalisasi dan
pemanfaatan limbah di sektor kehutanan yang selama ini menjadi sumber polutan
terutama serbuk gergaji pada berbagai industri perkayuan, juga masih tingginya volume
limbah pada saat pemanenan hutan.
Aplikasi, artinya teknologi maupun produk arang kompos bio aktif telah
diaplikasikan langsung ke masyarakat pengguna, diseminasi artinya bahwa teknologi
arang kompos bio aktif ini telah di sosialisasikan dan di beberapa daerah telah
berkembang pesat secara mandiri.
Kata kunci : limbah, arang kompos, bio aktif, lahan kritis, GERHAN
===========================================================
1) Disampaikan sebagai Substansi Materi Pada Acara Gelar Teknologi 13 Desember 2006 di
Cianjur
**)
Staf peneliti dan teknisi litkayasa, pada Puslitbang Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu, No.5. PO. Box
182. Bogor. Telp/Fax (0251) 633378 -633413

***)

Teknisi litkayasa pada Puslitbang Hasil Hutan, Bogor
II. MENGENAL ARANG KOMPOS BIO AKTIF (ARKOBA)

2
Arang kompos bioaktif adalah salah satu produk lanjutan dari arang. Merupakan
gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan.
Inovasi produk ARKOBA dilatar belakangi oleh perbandingan dari beberapa hasil uji coba
pengamatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada beberapa jenis media arang
serbuk gergaji.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan

tanaman yang ditanam pada media campuran arang serbuk gergaji dan kompos, sehingga
sejak tahun 1999 kelompok peneliti PKEHH (Pengolahan Kimia dan Energi hasil Hutan)
Puslitbang Teknologi Hasil Hutan mulai mengembangkan produk arang kompos dengan
bahan baku utama arang adalah serbuk gergaji, sedangkan bahan baku kompos dapat
berasal dari limbah organik pertanian, serasah mangium, serasah tusam, dan serasah
campuran dari beberapa jenis pohon.


Tujuan penambahan arang pada proses

pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan
dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah jumlah dan aktivitas
mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih
cepat. Arang bersifat sebagai soil conditioner di dalam tanah. Dari beberapa sumber
mengemukakan bahwa dengan hanya penambahan arang pada media tumbuh tanaman,
dapat meningkatkan perkembangan mikroorganisme positif di dalam tanah, sehingga
pertumbuhan tanaman jadi terpacu.

Diantaranya adalah: endo dan ektomikoriza pada

tanaman kehutanan, rhizobium pada tanaman pertanian. Hal ini terjadi akibat kondisi
optimal yang tercipta bagi perkembangan mikro-organisme di dalam tanah.
Beberapa tahun terakhir Badan Litbang Kehutanan bekerja sama dengan JICA,
telah melakukan penanaman hutan di beberapa lokasi di Jawa Barat dengan
menambahkan arang di setiap lobang tanam. Hasil yang ditunjukkan cukup memuaskan,
dan baik untuk diterapkan, serta sangat positif mendukung program Dephut dalam
pencapaian target rehabilitasi, atau penghijauan/penanaman kembali hutan yang telah

rusak. Sehingga perlu didukung oleh instrumen kebijakan Departemen.
Berdasarkan sifat serta fungsi arang, maka sejak tahun 1999, Puslitbang Hasil
Hutan mulai mengembangkan pemanfaatan arang pada teknologi komposting. Hal ini
juga

didasari

oleh

penelitian-penelitian

yang

menyimpulkan

bahwa

arang

baik


dicampurkan pada saat proses komposting, atau jika terdapat kendala, maka arang
diberikan pada saat proses komposting selesai, maka pada awalnya dinamai Arang
Kompos.

Selanjutnya hasil dari beberapa pengamatan, menunjukkan bahwa setelah
2

3
arang kompos diaplikasikan, mikroorganisme yang digunakan sebagai aktivator yang
masih tersimpan pada arang kompos, berfungsi sebagi fungisida hayati (biofungisida)
untuk mencegah penyakit busuk akar pada tanaman, sehingga selanjutnya diberinama
Arang Kompos Bio Aktif (ARKOBA).
Manfaat arang kompos bioaktif (ARKOBA)
o

Arang kompos dapat ditingkatkan menjadi pupuk organik melalui pengkayaan
unsur hara dengan bahan-bahan organik alam.

o


Memacu perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan nilai kadar tukar
kation (KTK) tanah, pH tanah pada tingkat yang lebih sesuai bagi pertumbuhan
tanaman, sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat
kesuburan dan keasaman tanah yang rendah.

o

Arang kompos mempunyai sifat yang lebih baik dari kompos karena keberadaan
arang yang menyatu dalam kompos. Morfologi arang yang mempunyai pori sangat
efektif untuk mengikat dan menyimpan hara.

Hara tersebut dilepaskan secara

perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (efek slow release).
Karena hara tersebut tidak mudah tercuci, lahan akan selalu berada dalam kondisi
siap pakai.
o

Penggunaan arang kompos merupakan upaya untuk menjaga stabilitas bahan

organik tanah agar kelestarian produktivitas tanaman terjaga.

Baik diterapkan

untuk mencapai keberhasilan pembangunan hutan tanaman serta mendukung
kesinambungan dan kelestarian hutan, sekaligus program GERHAN.
Bahan baku yang dapat dibuat arang sebagai pencampur arang kompos antara
lain: serbuk gergaji sekam padi, kulit kayu, limbah pertanian dan perkebunan seperti
tongkol jagung, tempurung kelapa/kelapa sawit. Bahan yang dapat dibuat untuk kompos
antara lain: Serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti, serasah tusam,
serasah mangium, atau campuran limbah organik pertanian seperti, limbah sayuran,
jerami, kulit atau tongkol jagung, sampah organik pasar, atau kotoran hewan.
III. APLIKASI

3

4
Prospek masa depan pengomposan di Indonesia seperti umumnya peluang bisnis
di Indonesia, baik usaha skala kecil, menengah maupun skala usaha besar jika memang
memungkinkan apapun bisa dilakukan. Sebenarnya peluang pemanfaatan bahan organik

untuk produk kompos di Indonesia cukup terbuka lebar. Berbagai penelitian dan risetpun
sebenarnya telah banyak dilakukan oleh berbagai instansi resmi, lembaga tertentu atau
institusi akademisi/ universitas. Namun sayangnya belum dapat terkoordinasi dan
teraplikasi untuk mencapai sasaran yang tepat. Tanpa adanya suatu jaringan dan
keterbukaan dalam pengelolaan limbah untuk dapat dipakai sebagai produk yang
bermanfaat, misalnya melalui waste exchange atau bursa limbah, maka pengelolaan
tersebut akan selalu menjadi cost center, bukan suatu profit center.

Indikasi

permasalahan saat ini adalah peluang agar supaya teknologi ini dapat teraplikasi meski
dengan dasar bisnis kerakyatan tetapi dasar kelestarian, kepedulian, dan manfaat
merupakan hal yang perlu lebih dikemukakan serta ditonjolkan.
Prospek masa depan aplikasi teknologi arang kompos di Indonesia merupakan
salah satu peluang bisnis, baik usaha skala kecil, menengah maupun skala usaha besar.
Banyak peluang yang mungkin diisi oleh produk ini seperti di sektor kehutanan, kegiatan
Gerhan yang akan berlangsung sampai tahun 2009, Go Organik 2010 oleh Deptan, serta
meningkatnya trend gaya hidup masyarakat yang lebih memilih produk-produk organik
yang aman dan sehat, menuntut penyediaan bahan/pupuk organik berkualitas.
Dari beberapa uji coba pemberian arang kompos pada tanah selain dapat

menambah ketersediaan unsur hara tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis
tanah, juga dapat meningkatkan pH tanah dan nilai KTK tanah, sehingga cocok digunakan
untuk rehabilitasi/reklamasi lahan-lahan kritis, masam yang makin meluas di Indonesia.
Dari beberapa aplikasi arang kompos yang telah diuji cobakan, baik di laboratorium,
maupun di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang diberi arang
kompos meningkat hingga 2 kali lipat dibanding dengan yang tidak diberi arang kompos.
Aplikasi arang kompos bioaktif yang telah dilakukan selain di Kabupaten Garut adalah
di Ciloto (KPH Cianjur), pada tanaman pak choi, brokoli, dan wortel. Hasil yang diperoleh
dalam satuan luas 400 m persegi, produksi meningkat 1, 5 kwintal, jika dibandingkan
dengan pupuk yang yang biasa digunakan oleh petani seperti bokasi, selain itu juga
mengurangi penggunaan pupuk kimia sebesar 40 %.

4

5
IV. DISEMINASI
Pembuatan arang kompos cukup mudah untuk terapkan pada masyarakat
pedesaan dan sekitar hutan, dengan menggunakan bahan baku yang terdapat di
sekitarnya. Sejalan dengan program pengembangan tersebut, Puslitbang Hasil Hutan,
sejak tahun 2000 juga telah melaksanakan sosialisasi/diseminasi sekaligus peragaan

pembuatan arang kompos di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera yang dikemas
dalam bentuk acara Gelar Teknologi dan Temu Lapang antara lain di Kabupaten Serang;
Ciamis; Tasikmalaya; Garut; Pandeglang; Lw Liang; Ciloto (KPH Cianjur); KRPH Jembolo
Utara, Kota Semarang; dan Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi. Sebagian besar
dana yang diperoleh untuk menunjang kegiatan ini bersumber dari dana Kerjasama
P3THH dengan JIFPRO-Jepang. Kerjasama ini dimulai sejak tahun 2000 hingga tahun
2003/2004, sedang sebagai dana pendamping adalah dana DIK-S DPL. Pada bulan April
2006 kegiatan ini juga dilakukan di desa Karyasari, Kabupaten Lw Liang, Bogor. Produksi
arang kompos bio aktif difokuskan untuk memacu produktivitas daun murbei untuk
budidaya ulat sutera. Selain itu juga diaplikasikan pada budidaya nilam, pepaya, dan
tanaman Melaleuca bracteata.
Salah satu daerah yang menggunakan Arang Kompos untuk menunjang program
GNRHL 2003-2004 adalah Kabupaten Garut, yang telah mengembangkan arang kompos
sebanyak 750 ton sampai dengan bulan April 2005.

Arang kompos yang dihasilkan

langsung digunakan pada persemaian bibit, serta sebagian juga sudah diaplikasi di
lapangan dengan hasil yang memuaskan. Untuk itu bagi daerah-daerah lain yang akan
menggunakan arang kompos sebagai sarana penunjang program GNRHL dapat

mencontoh keberhasilan Kabupaten Garut.

Kegiatan tersebut langsung dikelola oleh

Dinas Kehutanan Kabupaten Garut bekerja sama dengan Koperasi Lestari DISHUT Kab.
Garut.

v. TEKNIK PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIO AKTIF (ARKOBA)
5

6

1. Pembuatan Arang : pembuatan arang biasanya dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu: menggunakan tungku drum dan tungku semi kontinyu.

Tungku drum

digunakan untuk membuat arang tempurung kelapa, atau potongan-potongan kayu
limbah.

Sedangkan

untuk membuat arang serbuk gergaji

lebih

cocok

menggunakan tungku semi kontinyu (Gusmailina, dkk., 2002). Arang serbuk gergaji
juga dapat digunakan langsung sebagai campuran pada media tumbuh tanaman,
baik di dalam polybag maupun pada tanah. Arang serbuk gergaji yang dicampur
dengan kotoran ternak (pupuk kandang) akan memberikan hasil yang lebih baik lagi
dibanding jika hanya menggunakan arang saja.
2. Pembuatan arang Kompos :
a. Bahan arang : serbuk gergaji, sekam padi, kulit kayu, limbah pertanian/perkebunan
(tongkol jagung, tempurung kelapa/kelapa sawit)
b. Bahan kompos :

serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti

serasah tusam, serasah mangium, atau serasah campuran, limbah organik
pertanian, limbah sayuran, jerami, kulit/tongkol jagung, sampah organic pasar dan
kotoran hewan
Jika bahan baku yang akan dikomposkan berukuran besar sebaiknya
digiling/dicacah dahulu dengan alat giling (chopper), golok atau parang sampai
mencapai ukuran 2-3 cm
c. Aktivator : Berguna untuk mempercepat proses pengomposan dengan bahan aktif
mikroorganisme. Jenis activator yang digunakan disesuaikan dengan jenis bahan
baku yang akan dikomposkan.

Untuk limbah yang sulit hancur disarankan

menggunakan activator yang mengandung bahan aktif khusus mikroorganisme
pengurai

lignoselulosa

diantaranya

yang

mengandung

mikroorganisme

Trichoderma dan Cytophaga sp.
d. Peralatan pengomposan : Proses pengomposan dapat berlangsung pada beberapa
macam tempat seperti : kotak kayu dengan ukuran 1m x 1m x 1m, bak semen
permanent, kombinasi bak semen dengan penutup kayu, dan kantong plastic
jumbo.

6

7
Pembuatan arang kompos prinsipnya sama dengan pengomposan biasa yaitu melalui
proses fermentasi, langkah-langkah pembuatan arang kompos adalah sbb:
o

Pada bahan baku yang sudah dicacah ditambah arang serbuk sebanyak 10-30 % dari
berat volume bahan yang akan dikomposkan;

o

Tambahkan aktivator sebanyak 0,5-10 % tergantung jenis bahan yang akan dikomposkan,

o

Aduk campuran hingga rata; tambahkan air hingga kondisi kadar air campuran bahan
berkisar antara 20%-30 %;

o

Masukkan ke dalam wadah pengomposan

o

Khusus untuk bahan yang sulit hancur seperti limbah kehutanan, sebaiknya pada minggu
ke dua, ke tiga dan ke empat dibalik kemudian di aduk ulang, tambahkan air bila kondisi
agak kering;

o

Pengukuran suhu dilakukan guna mengetahui apakah proses berjalan dengan sempurna.
Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu
meningkat hingga mencapai 55 oC - 60 oC, lalu menurun pada minggu-minggu berikutnya.
Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah selesai dan kompos
dapat dibongkar;

o

Proses pengomposan berlangsung antara 2 sampai 10 minggu tergantung bahan baku
yang digunakan, untuk limbah sayuran/dedaunan segar pengomposan berlangsung
selama 2 minggu, pengomposan serasah dedaunan kering berlangsung selama 1 bulan,
sedangkan serbuk gergaji selama 2-3 bulan;

o

Secara visual kompos yang sudah matang akan mengalami perubahan warna,
sedangkan indikator kompos yang siap pakai yaitu mempunyai nisbah C/N di bawah atau
sama dengan 20;

o

Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus

kemudian

dikemas lalu disimpan ditempat yang kering dan teduh;
o

Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan.

Pembuatan arang kompos juga dapat dilakukan di areal tegakan hutan. Bahan
baku yang dapat digunakan berupa limbah pemanenan hutan. Ranting dan cabang yang
tertinggal dijadikan arang kemudian sebagai bahan untuk kompos adalah dedaunan segar
atau serasah.

Proses pengomposan dapat dilakukan dengan jalan membuat lobang

persegi atau lobang sepanjang larikan sedalam 0,5 m. Lobang ini sebelumnya dialas
dengan plastik agar proses pengomposan tidak ada kontak langsung dengan tanah,
7

8
kemudian semua bahan yang akan dikomposkan dimasukkan ke dalam lobang lalu ditutup
lagi dengan plastik, kemudian biarkan sampai kompos terbentuk. Kompos yang terbentuk
kemudian dapat dibongkar lalu dipindahkan, atau dibiarkan sebagai pengganti pupuk pada
penanaman berikutnya.

VI. PENUTUP
Target produksi ARKOBA yaitu : pertama, meningkatkan efisiensi industri
pengolahan kayu melalui pemanfaatan limbah. Ke dua, volume serasah daun di areal
hutan tanaman cukup tinggi. Serasah daun tusam (Pinus merkusii) dan mangium (Acacia
mangium) masing-masing mencapai 12,56 - 16,65 ton/hektar dan 8-9 ton/hektar. Pada
musim kemarau dan kering dapat menjadi pemicu

kebakaran hutan.

Ke tiga,

meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk, maka jumlah sampah juga meningkat.
Timbunan sampah kota diperkirakan meningkat lima kali lipat tahun 2020. Kalau tahun
1995 jumlah rata-rata produksi sampah perkotaan di indonesia 0,8 kg per kapita per hari,
tahun 2000 menjadi 1,0 kg, maka tahun 2020 diperkirakan 2,1 kg per kapita. Di Indonesia
terdapat sekitar 450 TPA sebagai sumber emisi gas CH 4 (methana). Sebagai contoh,
sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik sekitar 56% akan
menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan CO 2 486.500
ton.

Kekuatan efek CH4

dalam pemanasan global 23 kali lebih tinggi dari CO 2.

International Panel on Climate Change (IPCC) 1988, melaporkan bahwa rata-rata
temperatur global telah meningkat 0,6.%, dilaporkan bahwa tahun 1998 adalah dekade
terpanas.

Meningkatnya suhu Bumi diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya

perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.Untuk mengejar target pengurangan
emisi GRK, maka produksi gas methana perlu dikendalikan. Komposting merupakan
proses yang dipilih oleh Global Environment Facility yang dianggap sesuai untuk
diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK sekaligus untuk membantu
perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.

Dengan demikian penerapan

teknologi produksi ARKOBA memberi dampak yang multi use, dan demi ”kemaslahatan
bumi dan ummat manusia”.

8

9

DAFTAR BACAAN
Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di TPA
Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor
Gusmailina, S.Komarayati dan T. Nurhayati. 1990. Pemanfaatan residu fermentasi padat sebagai
kompos pada pertumbuhan anakan Eucalyptus urophylla, Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
(4):157-163
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif
sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan Proyek.Pusat Penelitian dan
Pengembangan hasil Hutan. Bogor
Gusmailina, G. Pari dan S.Komarayati. 1999. Teknologi penggunaan arang dan arang aktif
sebagai soil conditioning pada tanaman kehutanan. Laporan proyek. Pusat Penelitian Hasil
Hutan, Bogor (Bahan publikasi).
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil
conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO.
Bogor (tidak diterbitkan)
Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Laporan kerjasama penelitian P3THH – JIPFRO.
Bogor
Gusmailina, G. Pari., and S. Komarayati. 2002. Implementation study of compos and charcoal
compost production. Laporan Kerjasama Puslitbang Teknologi hasil Hutan dengan JIFPRO,
Jepang . Tahun ke 3. Bogor (Tidak dipublikasi).
Gusmailina, Gustan Pari dan Sri Komarayati. 2002. Pedoman Pembuatan
Arang Kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi hasil Hutan.
Badan Penelitiandan dan pengembangan Kehutanan. Bogor. ISBN: 979-3132-27
Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos
dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3.
Halaman 231 – 242. Bogor
Reintjes, C., Haverkort, B., Bayer. W., 1999. Pertanian masa depan. Pengantar untuk pertanian
berkelanjutan dengan input luar rendah. Penerbit Kanisius. Jakarta

9