MANUSIA DAN AGAMA dalam perpektif

MODUL 1
MANUSIA DAN AGAMA
 Pengertian Manusia
Beberapa para ahli mendefinisikan pengertian Manusia sebagai berikut:
 RENE DESCARTES
Manusia adalah makhluk ganda yang mempunyai pikiran dan badan perluasan apa
yang kita pikirkan dengan akal kita.
 UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh, jiwa, pikiran, dan prana atau badan
fisik.
 SOKRATES
Manusia adalah makhluk berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar.
 KEES BERTENS
Manusia adalah suatu makhluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuanya tidak
dinyatakan.
 I WAYAN WATRA
Manusia adalah makhluk yang dinamis dengan trias dinamikanya yaitu, cipta, rasa,
dan karsa.
 NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani
akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.

 ABINENO J. I
Manusia adalah “tubuh yang berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang berada atau yang
terbungkus dalam tubuh yang fana”.
 OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan
manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia
dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.

Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung
metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk
berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi
antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia
tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
1

Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mehanibcus
(manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (aliran yang
menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang
berbicara tentang alam bawa sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku

yang Nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil
proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi
secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif
mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak
mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan, memahami, dan
sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.

 Pengertian Agama
Agama merupakan sarana yang menjamin kelapangan dada dalam individu dan
menumbuhkan ketenangan hati pemeluknya. Agama akan memelihara manusia dari
penyimpangan, kesalahan dan menjauhkannya dari tingkah laku yang negatif. Bahkan agama
akan membuat hati manusia menjadi jernih halus dan suci. Disamping itu, agama juga
merupakan benteng pertahanan bagi generasi muda muslim dalam menghadapi berbagai
aliran sesat.
Agama juga mempunyai peranan penting dalam pembinaan akidah dan akhlak dan juga
merupakan jalan untuk membina pribadi dan masyarakat yang individu-individunya terikat
oleh rasa persaudaraan, cinta kasih dan tolong menolong.
Agama berasa dari bahasa sansekerta yaitu, dari kata “A” yang artinya tidak dan

“GAMA” artinya kacau. Jadi, agama artinya tidak kacau. dengan kata lain, agama merupakan
tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia baratter dapat
suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu: religi, religie, religion, yang berarti
melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa
usaha atau sejenis per ibadatan yang dilakukan secara berulang ulang.

2

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti:
hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan dan pembalasan. Kesemuanya
itu memberikan gambaran bahwa “addiin” merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak
dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu,
sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh.Syafaat,1965).
Dan secara umum, Agama adalah suatu system ajaran tentang Tuhan, dimana
penganut-penganut nya melakukan tindakan-tindakan ritual, moral atau social atas dasar
aturan-aturan-Nya. Oleh karena itu suatu agama mencakup aspek-aspek sebagai berikut.
a.Aspek kredial, yaitu ajaran tentang doktrin-doktrin ketuhanan yang harus diyakini.

b. Aspekritual, yaitu tentang tata cara berhubungan dengan Tuhan, untuk minta perlindungan
dan pertolongan-Nya atau untuk menunjuk kan kesetiaan dan penghambaan.
c. Aspek moral ,yaitu ajaran tentang aturan berperilaku dan bertindak yang benar dan baik
bagi individu dalam kehidupan.
d. Aspeksosial, yaitu ajaran tentang aturan hidup bermasyarakat.

Asal-usul terbentuk dan berkembangnya suatu agama dapat dikategorikan kedalam tiga jenis,
yaitu:
a. Agama yang muncul dan berkembang dari perkembangan budaya suatu masyarakat
disebut dengan Agama Budaya atau Agama Bumi (dalam bahasa Arab disebut Ardli) ,
seperti Hindu, Shinto, atau agama-agama primitive dan tradisional.

3

b. Agama yang disampaikan oleh orang-orang yang mengaku mendapat wahyu dari Tuhan
disebut agama wahyu atau agama langit (dalam bahasa Arab langit disebut samawi)
seperti Yahudi, Nasrani danI slam.
c. Agama yang berkembang dari pemikiran seorang filosof besar.
Dia memiliki pemikiran-pemikiran yang mengagumkan tentang konsep-konsep
kehidupan sehingga banyak orang yang mengikuti pandangan hidupnya dan kemudian

melembaga sehingga menjadi kepercayaan dan ideology bersama suatu masyarakat. Agama
semacam ini dinamakan sebagai agama filsafat, seperti Konfusianisme (Konghucu), Taoisme,
Zoroaster atau Budha.

 Manusia Menurut Agama Islam
Yang dimaksud disini, manusia secara umum diciptakan dari segumpul darah dengan
jenis dan ras yang berbeda-beda tapi mereka mempunyai proses penciptaan yang sama, hal
ini menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan manusia, agar mereka ingat dan menyadari
bahwa Dia telah memberikan kemulian, melindungi peranan dan menjunjung tinggi
kedudukan mereka diantara makhluk yang lain.
Meminjam istilah Dr. Ali Shariati, seorang intelektual Muslim, yang mengatakan
bahwa: Manusia adalah makhluk dua dimensi yang membutuhkan penyelarasan kebutuhan
akan kepentingan dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, manusia harus memiliki konsep duniawi
atau kepekaan emosi serta intelegensi yang baik dan penting.
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah),
dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta
mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak
(N.A Rasyid, 1983:19).
Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, alnaas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah,
atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia

sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi
Adam.

4

Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk
yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran
dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Allah selaku pencipta alam semesta dan manusia telah memberikan informasi lewat
wahyu Al-quran dan realita faktual yang tampak pada diri manusia. Informasi itu diberi- Nya
melalui ayat-ayat tersebar tidak bertumpuk pada satu ayat atau satu surat. Hal ini dilakukanNya agar manusia berusaha mencari, meneliti, memikirkan, dan menganalisanya. Tidak
menerima mentah demikian saja. Untuk mampu memutuskannya, diperlukan suatu peneliti
Alquran dan sunnah rasul secara analitis dan mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan
melakukan penelitian laboratorium sebagai perbandingan, untuk merumuskan mana yang
benar bersumber dari konsep awal dari Allah dan mana yang telah mendapat pengaruh
lingkungan.
Hasil peneliti Alquran yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuannya bahwa
manusia terdiri dari unsur-unsur: jasad, ruh, nafs, qalb, fikr, dan aqal.
A. Jasad
Jasad merupakan bentuk lahiriah manusia, yang dalam Alquran dinyatakan diciptakan

dari tanah. Penciptaan dari tanah diungkapkan lebih lanjut melalui proses yang dimulai dari
sari pati makanan, disimpan dalam tubuh sampai sebagiannya menjadi sperma atau ovum (sel
telur), yang keluar dari tulang sulbi (laki-laki) dan tulang depan (saraib) perempuan (aThariq: 5-7). Sperma dan ovum bersatu dan tergantung dalam rahim kandungan seorang ibu
(alaqah), kemudian menjadi yang dililiti daging dan kenpmudian diisi tulang dan dibalut lagi
dengan daging. Setelahnia berumur 9 (sembilan) bulan, ia lahir ke bumi dengan dorongan
suatu kekuatan ruh ibu, menjadikan ia seorang anak manusia.
Meskipun wujudnya suatu jasad yang berasal dari sari pati makanan, nilai-nilai
kejiwaan untuk terbentuknya jasad ini harus diperhatikan. Untuk dapat mewujudkan sperma
dan ovum berkualitas tinggi, baik dari segi materinya maupun nilainya, Alquran
mengharapkan agar umat manusia selalu memakan makanan yang halalan thayyiban (Surat
Al-baqarah: 168, Surat Al-maidah 88, dan surat Al-anfal 69). Halal bermakna suci dan
berkualitas dari segi nilai Allah. Sedangkan kata thayyiban bermakna bermutu dan berkualitas
dari segi materinya.
5

B. Ruh
Ruh adalah daya (sejenis makhluk/ciptaan) yang ditiupkan Allah kepada janin dalam
kandungan (Surat Al-Hijr 29, Surat As-Sajadah 9, dan surat Shaad 27) ketika janin berumur 4
bulan 10 hari. Walaupun dalam istilah bahasa dikenal adanya istilah ruhani, kata ini lebih
mengarah pada aspek kejiwaan, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut nafs.

Dalam diri manusia, ruh berfungsi untuk :
1. Membawa dan menerima wahyu (Surat As-Syuara 193)
2. Menguatkan iman (Surat Al-Mujadalah 22)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa manusia pada dasarnya sudah siap menerima beban
perintah-perintah Allah dan sebagai orang yang dibekali dengan ruh, seharusnya ia elalu
meningkatkan keimanannya terhadap Allah. Hal itu berarti mereka yang tidak ada usaha
untuk menganalisa wahyu Allah serta tidak pula ada usaha untuk menguatkan keimanannya
setiap saat berarti dia mengkhianati ruh yang ada dalam dirinya.
C.Nafs
Para ahli menyatakan manusia itu pasti akan mati. Tetapi Al-Qur’an menginformasikan
bahwa yang mati itu nafsnya. Hal ini diungkapkan pada Surat Al-Anbiya ayat 35 dan Surat
Al-Ankabut ayat 57, Surat Ali-Imran ayat 185. Hadist menginformasikan bahwa ruh manusia
menuju alam barzah sementara jasad mengalami proses pembusukan, menjelang ia
bersenyawa kembali secara sempurna dengan tanah.

Alquran menjelaskan bahwa, nafs terdiri dari 3 jenis:
1. Nafs Al-amarah (Surat Yusuf ayat 53), ayat ini secara tegas memberikan pengertian bahwa
nafs amarah itu mendorong ke arah kejahatan.
2. Nafs Al-lawwamah (Surat Al-Qiyamah ayat 1-3 dan ayat 20-21) dari penjelasan ayat
tersebut terlihat bahwa yang dimaksud dengan nafs lawwamah ini adalah jiwa yang condong

kepada dunia dan tak acuh dengan akhirat.
6

3. Nafs Al-Muthmainnah (Surat Al-Fajr ayat 27-30). Nafs muthmainnah ini adalah jiwa yang
mengarah ke jalan Allah untuk mencari ketenangan dan kesenangan sehingga hidup
berbahagia bersama Allah.

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling besar, untuk itu terlebih dahulu harus
mengenalnya. Kalau manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal tuhannya.
“Barang siapa sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya”
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (attin:4)
 Firman-firman Allah tentang Manusia
Dalam surat al-Hijr ayat 28-29 dijelaskan bahwa:

(‫مومإسذ مقامل مربمنمك لمل سممملامئك ممة مإممني مخالمقق بممشررا مممن مصل سمصانل مممسن محممنإ ممسسننونن‬٢٨ ﴿
(‫ت مفيمه ممن منرومحي مفمقنعوا ل منه مسامجمديمن‬
‫( مفمإمذا مس موي ستننه مون ممف س‬٢٩
‫خ ن‬
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang

berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud . (al-hijr(15);28-29).

Tentang ruh (ciptaan-Nya) yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang mengandung
embrio yang terbentuk dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit pengetahuan manusia,
sedikitnya juga keterangan tentang makhluk ghaib itu diberikan tuhan dalam Al-quran.

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “sesungguhnya aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (al-hajr(15);28-29). Yang

7

dimaksud”dengan bersujud” dalam ayat ini bukanlah menyembah, tetapi memberi
penghormatan.
Al-Qur’an tidak memberi penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan di dalam alquran intuk menyelidiki ruh yang gaib, sebab penyelikikan tentang ruh, mungkin berguna,
mungkin pula tidak berguna, dalam hubungan dengan masalah ruh ini Tuhan berfirman dalam
surat al-isra:85
(‫ل ال ررورح حمسن أ عسمحر عرحربي عوعما رأوحتيرتم حرمعن ال سحعل سمح إح ر علا قعحليللا‬

‫عحن ال رروحح ۖ قر ح‬
‫( عوي عسسأ عرلون ععك ع‬٨٥ ﴿
Artinya : Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Q.S. AlIsra:85).
Ayat-ayat diatas menunjukan bahwa manusia tumbuh dan berkembang mengikuti
tahapan tertentu. Jika analisis, Al-Qur’an dan hadits secara umum membagi kehidupan
manusia pertumbuhan dan perkebangan di dunia menjadi dua katagori besar, kelahiran dan
pasca kelahiran. Al-quran juga menyatakan, sebagimana petikan (Q.S Al-hajj 5) bahwa
periode perkelahiran telah ditentukan (biasanya 9 bulan dalam keadaan normal). Namun Alquran juga menyebutkan bahwa ada kasus-kasus pengecualian dimana periode prakelahiran
dihentikan, sebelum atau setelah waktu yang normal.

 Tugas Manusia
Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harus di pertanggung
jawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang di pikul manusia di muka bumi adalah tugas
kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di muka bumi untuk mengelola dan
memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi
khalifah, berarti manusia memperoleh mandate Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di
muka bumi.
Kekuasaan yang di berikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan
dirinya mengolah dan mendayagunakanvapa yang ada di muka bumi untuk kepentingan
8

hidupnya sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh Allah. Agar manusia bisa
menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan kepadanya kebenaran
dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum
yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia bisa menyusun konsep-konsep serta melakukan
rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.
Dua peran yang di pegang manusia di muka bumi. Sebagai khalifah dan abdullah
merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup, yang
sarat dengan kreatifitas dan amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Oleh
karena itu hidup seorang muslim akan di penuhi dengan amaliah, kerja keras yang tiada henti,
sebab bekerja bagi seorang muslim adalah membentuk satu amal shaleh.
Kedudukan manusia di muka bumi sebagai khalifah dan sebagai makhluk Allah,
bukanlah dua hal yang bertentangan melainkan suatu kesatuan yang padu dan tidak
terpisahkan. Kekhalifaan adalah ralisasi dari pengabdiannya kepada Allah yang
menciptakannya.
Dua sisi tugas dan tanggung jawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian rupa.
Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang menyebabkan
derajat manusia meluncur jatuh ke tingkat yang paling rendah, seprti firman Allah dalam
surat ath-Thin:4.
Dengan demikian, manusia sebagai khalifah Allah merupakan satu kesatuan yang
menyampurnakan nilai kemanusiaan yang memiliki kebebasan berkreasi dan sekaligus
menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang menempatkan posisinya pada ketrbatasan.
Perwujudan kualitas keinsanan manusia tidak terlepas dari konteks sosial budaya, atau
dengan kata lain kekhalifaan manusia pada dasarnya diterapkan pada konteks indvidu dan
sosial yang berporos pada Allah, seperti firman Allah dalam Muthathohirin:112.

 Hubungan Manusia dengan Agama
Untuk membimbing manusia dalam meniti dan menata kehidupan, Allah menurunkan
agamanya sebagai pedoman yang harus dijadikan referensi dalam menetapkan setiap
keputusan, dengan jaminan ia akan terbebas dari segala kebingungan dan kesesatan. Firman
9

Allah yang terjemahannya: “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh
kehidupan). Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di
timpa rasa khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati”.(Q.SAlBaqarah:38). Dan Allah swt. Menegaskan bahwa satu-satunya hidayah yang benar yang Ia
ridhoi itu adalah agama islam.“Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah ISLAM”.“ Pada
hari ini Aku lengkapkan bagimu agama mu dan Aku sempurnakann hikmat-Ku kepadamu.
Dan Aku ridhoi Islam sebagai agamamu.
Yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam
kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun
yang datang dari dalam. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan
setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang di
lakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka
dengan rela mengeluar kabiaya, tenaga dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai
bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.
Allah berfirman dalam Al-Qr’ an SuratAl-Anfal: 36 Yang artinya: “sesungguh ya orang-orang
yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah”.
(QS.Al-Anfal:36) Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mereka gunakan agar orang-orang mengikuti keinginannya . Berbagai bentuk budaya,
hiburan, obat-obat terlarang dan lain sebaginya di buat dengan sengaja. Untuk itu, upaya
membatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan
agama godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini meningkat, sehingga uapaya
mengagamakan masyarakat menjadi penting.
Orang yang beriman kepada Allah dan menghambakan diri kepadaNya, mengatur
hidupnya agar sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an. Dia menjadikan agama sebagai
petunjuk hidupnya. Patuh kepada hal-hal yang baik menurut hati nuraninya, dan
meninggalkan segala yang buruk yang ditolak hati nuraninya.
Allah menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa Dia menciptakan manusia agar siap untuk
menghidupkan agamaNya:
Maka, teguhkanlah pengabdianmu kepada Agama yang benar yang Allah ciptakan untuk
manusia. Tiada yang mampu merubah ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Surat Ar-Rum: 30)

10

 Pengertian Agama menurut pandangan Islam
Agama yang Lurus merupakan agama yang lurus karena islam sebagai hidayah
(petunjuk) dalam kehidupan umat manusia sebagai mana firman Allah dalam surat AlBaqarah : 38) “Nanti akan Aku berikan kepadamu petunjuk (dalam menempuh kehidupan).
Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku tersebut, niscaya mereka tidak akan di timpa rasa
khawatir dan takut (dalam kehidupan) dan tidak akan bersedih hati ”.
(Q.SAl-Baqarah:38)
Dalam Al-Qur’an, agama disebut Millah, misalnya Millatu Ibrahim yang artinya
agama (yang dibawa) ibrahim. (An-Nahl:123). Selain itu dalam Al-Qur’an agama disebut
juga din atau ad-din. Misalnya: lakum dinukum waliya din yang artinya bagimu din (agama)
mu, dan bagiku din (agama) ku. (Al-Kafirun ayat 6).
Tetapi kata din, selain berarti agama juga berarti : pembalasan hari kiamat, adat kebiasaan,
undang-undang, peraturan, dan taat atau patuh.
Kemudian menurut arti istilah (terminologi), sebuah rumusan tentang pengertian agama
menyebutka, bahwa agama itu mengandung tiga unsur pokok:
1. Satu sistem CREDO (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang
mutlak di luar manusia;
2. Satu sistem RETUS (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya yang
mutlak itu; dan
3. Satu sistem NORMA (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata
keimanan dan tata peribadatan termaksud di atas (Anshari, 1979: 110-111).
Drs. Hasbullah Bakry, dalam sebuah artikelnya “Bicara tentang Definisi Agama” Surat
Kabar Kedaulatan Rakyat terbitan 10 Mei 1961 menyebutkan bahwa: “Agama adalah jalan
hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan YME serta berpedoman kitab suci dan dipimpin
oleh seorang Nabi”.
Dengan definisi itu dapat diketahui, bahwa yang disebut agama itu mengandung empat unsur:

11

1. Agama itu merupakan jalan hidup atau way of life. Suatu jalan muamalah yang
konkret. Dia memiliki aturan-aturan tertentu guna pedoman bagi amal kehidupan
penganut-penganutnya.
2. Agama itu mengajarkan kepercayaan (keimanan) adanya Tuhan YME. Tuhan itu
mustahil tidak ada, dan mustahil jumlahnya berbilangan.
3. Agama itu memiliki kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu yang diterima oleh
Nabinya dari Tuhan YME itu, dengan melalui bisikan Roh Suci (Malaikat Jibril).
4. Agama itu dipimpin oleh seorang Nabi. Kalau Nabi itu masih hidup, beliau tidak
tersembunyi di lingkungan orang-orang awam yang bodoh, tetapi menyebarkan
ajarannya dengan terbuka, dan sanggup berdiskusi di tengah orang-orang pandai. Dan
kalau Nabi itu sudah wafat, maka ada bukti-bukti yang terang bahwa beliau pernah
hidup, mengatakan ini dan itu guna petunjuk bagi umatnya (hafidy, 1982:123-124).

 Pentinganya Agama bagi Manusia
Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama
dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia, sangatlah
membutuhkan agama. Dan sangatlah dibutuhkannya agama oleh manusia, tidak saja di masa
primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang, tetapi juga di zaman modern
sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah sedemikian maju.

Berikut ini adalah sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam
kehidupan manusia.
1. Karena agama sumber moral.
2. Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
3. Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.

12

4. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun
di kala duka.
Yang pertama kali harus dilakukan oleh seseorang yang meyakini keberadaan Allah
adalah mempelajari apa-apa yang diperintahkan dan hal-hal yang disukai Penciptanya. Dia
lah yang memberinya ruh dan kehidupan, makanan, minuman dan kesehatan. Selanjutnya dia
harus mengabdikan seluruh hidupnya untuk patuh kepada perintah-perintah Allah dan
mencari ridhaNya.
Agama lah yang membimbing kita kepada moral, perilaku dan cara hidup yang diridhai
Allah. Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa orang yang patuh kepada agama
berada di jalan yang benar, sedangkan yang lainnya akan tersesat.
Dia yang dadanya terbuka untuk Islam mendapat cahaya dari Tuhannya. Sungguh celaka
orang-orang yang berkeras untuk tidak mengingat Allah! Mereka dalam kesesatan yang
nyata. (Surat az-Zumar: 22)

 Fungsi Agama bagi Manusia
Agama islam, dapat berperan dan berfungsi bagi manusia yang dapat dikembangkan
oleh setiap individu, sebagai berikut:
1. Pemberi makna bagi perbuatan manusia.
2. Alat control bagi perasaan dan emosi.
3. Pengendali bagi hawa nafsu yang terus berkembang.
4. Pemberi reinfor cement (dorongan penguat) terhadap kecenderungan berbuat baik
pada manusia.
5. Penyeimbang bagi kondisi psikis yang berkembang.

Fungsi Agama bagi Manusia juga sebagai berikut:
1. Memberikan dukungan dan pelipur lara yang dapat membantu mengatasi
kekhawatiran tentang masa depan yang tidak menentu dan mencemaskan.
2. Memberikan makna dan tujuan hidup bagi keberadaan manusia.
3. Memungkinkan adanya transdensi sehari.
13

4. Membantu manusia mengembangkan rasa identitas.
5. Membantu manusia selama menghadapi krisis yang terjadi pada tahap tradisi
kehidupan.

MODUL 2
SUMBER AJARAN ISLAM

Sumber Ajaran Islam itu ada tiga, yakni Al-Quran, Hadits (As-Sunnah), dan Ijtihad.
Ajaran yang tidak bersumber dari ketiganya bukan ajaran Islam.

14

Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan Hadits/As-Sunnah) langsung dari
Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang ketiga (ijtihad) merupakan hasil
pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu
kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

 Sumber Ajaran Islam: Al-Qur’an
Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. 75:17-18:
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika
Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”.
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat),
dan budi pekerti (akhlak).
Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula
dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab
sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitabkitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada
keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar,
membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).
Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan
para sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu
Bakar, lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan
mushaf Al-Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut
pula Mushaf Utsmani.

15

 Sumber Ajaran Islam: Hadists/As-Sunnah
Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau
"kebiasaan"

(traditions).

Sunnah

adalah

segala

perkataan,

perbuatan,

dan

penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah
persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda
Nabi Muhammad Saw.
“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu
(Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak
merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati”
(Q.S. 4:65).
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang
dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan
keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR.
Hakim dan Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin
setelahku” (H.R. Abu Daud).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran.
Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’
dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana
shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka
shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.
Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para sahabatnya
menuliskan apa yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak

16

bercampur-baur dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya
berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat.
Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M),
lalu disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Para
ulama waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan
kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis
Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah.
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits.
Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194
H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan
kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga
kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian
diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang menuangkan koleksi
haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam
Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan
Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni.

 Sumber Ajaran Islam: Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah
yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Pelakunya disebut
Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran
dan As-Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang
berisi dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal yang
diangkat sebagai Gubernur Yaman.
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
17

“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa
bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati
Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad
Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan
Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk
tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan
ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi
petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak
dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang
harus dilakukan orang-orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal
sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan
selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!”
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara
tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai AlQuran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat
Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersamasama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan. Wallahu a'lam.
18

MODUL 3
AJARAN ISLAM AKIDAH

A. Pengertian Aqidah
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam
(pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu
19

biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan), al-muraashah (erat/rapat)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan aljazmu (penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut
diambil dari kata kerja: "‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah),
dan "‘Uqdatun Nikah" (ikatan pernikahan). Seperti dalam firman Allah Ta'ala,

‫عقرعسدتررم ال سأ عي سعماعن‬
‫علا ي رعؤاحخرذركرم الل رعره حبالل رعسغحو حفي أ عي سعماحنك رسم عول عكحسن ي رعؤاحخرذركسم حبعما ع‬
Artinya: "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud
(untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja ..." (Al-Maa-idah: 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul.
Bentuk jamak dari aqidah adalah aqaid. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi
ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Sedangkan Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi) yaitu perkara yang wajib
dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan
yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata
lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang
menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau
prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada tingkat keyakinan yang kokoh, maka tidak
dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya di atas hal tersebut.
Menurut M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa dan tak
dapat beralih dari padanya.
Adapun aqidah menurut Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut
pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan
yang tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-raguan.
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia, sama
halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Sedangkan Syekh Hasan Al-Banna

20

menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya hati membenarkannya sehingga menjadi
ketenangan jiwa, yang menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Aqidah merupakan aspek yang harus dimiliki lebih dahulu sebelum yang Iain‐lain. Aqidah itu
harus bulat dan penuh, tidak ada keraguan dan kesamaran di dalamnya. Aqidah yang benar adalah
Aqidah yang sesuai dengan ketetapan keterangan‐keterangan yang jelas dan tegas yang terdapat
dalam Alquran dan hadits. Aqidah ini merupakan hal yang utama dan pertama yang harus ditanamkan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aqidah adalah
pengikat yang menjadi keyakinan yang dianut oleh orang yang beragama Islam.
Seseorang yang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik dan
lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah dan melenceng maka akhlaknya pun akan
tidak benar. Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinannya
terhadap Allah juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui Sang Penciptanya
dengan benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah.
Sehingga ia tidak mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah
ditetapkan-Nya.
Adapun yang dapat menyempurnakan aqidah yang benar terhadap Allah adalah
beraqidah dengan benar terhadap malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya yang diturunkan
kepada para Rasul dan percaya kepada Rasul-rasul utusan-Nya yang mempunyai sifat jujur
dan amanah dalam menyampaikan risalah Tuhan Mereka. Keyakinan terhadap Allah,
Malaikat, Kitab, dan para Rasul-rasul-Nya berserta syariat yang mereka bawa tidak akan
dapat mencapai kesempurnaan kecuali jika disertai dengan keyakinan akan adanya hari Ahkir
dan kejadian-kejadian yang menggiringnya.

Salah satu ciri manhaj (jalan) yang lurus adalah manhaj yang memiliki kesamaan
mashdar (sumber) pengambilan dalil dalam masalah agama, khususnya masalah-masalah
yang berkaitan dengan akidah. Hal ini berlaku kapan dan di mana pun kaidah tersebut
digunakan. Tidak ada kesimpangsiuran pemahaman akidah pada setiap zaman dalam manhaj
tersebut. Dari zaman Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam hingga zaman sekarang dan
sampai kapan pun, prinsip akidah yang benar tidak pernah berubah. Jika ada perubahan
dalam hal akidah, tentu agama ini belumlah sempurna. Prinsip inilah yang digunakan oleh
para ulama dalam memahami dan menjaga syariat Islam. Jika kita menelaah tulisan para
21

ulama dalam menjelaskan akidah, maka akan didapati 2 sumber pengambilan dalil penting.
Dua sumber tersebut meliputi :
1. Dalil asas dan inti yang mencakup Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ para ulama
2. Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan
yang telah diberikan oleh Allah azza wa jalla
B. Sumber Islam Aqidah
 Al-Quran Sebagai Sumber Akidah
Al Qur’an adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wassalam melalui perantara Jibril. Di dalamnya, Allah telah menjelaskan segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia maupun di akhirat. Ia
merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang yang
beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Keagungan lainnya adalah tidak akan pernah
ditemui kekurangan dan celaan di dalam Al Qur’an, sebagaimana dalam firman-Nya
“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (Al Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil.
Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui” (Q.S. Al An’am:115)
Al Imam Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini
kepada Rasul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan
manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan di atas pundaknya, termasuk di
dalamnya perkara akidah. Allah menurunkan Al Qur’an sebagai sumber hukum akidah karena
Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah
kepada-Nya. Bahkan jika dicermati, akan ditemui banyak ayat dalam Al Qur’an yang
menjelaskan tentang akidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu,
menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami akidah yang bersumber dari AlQur’an karena kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq
dan tidak pernah sirna ditelan masa.
 As Sunnah: Sumber Kedua

22

Seperti halnya Al Qur’an, As Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah
subhanahu wata’ala walaupun lafadznya bukan dari Allah tetapi maknanya datang dari-Nya.
Hal ini dapat diketahui dari firman Allah.
“Dan dia (Muhammad) tidak berkata berdasarkan hawa nafsu, ia tidak lain kecuali wahyu
yang diwahyukan” (Q.S An Najm : 3-4)
Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda:
“Tulislah, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar darinya kecuali
kebenaran sambil menunjuk ke lidahnya”. (Riwayat Abu Dawud)
Yang menjadi persoalan kemudian adalah kebingungan yang terjadi di tengah umat karena
begitu banyaknya hadits lemah yang dianggap kuat dan sebaliknya, hadits yang shohih
terkadang diabaikan, bahkan tidak jarang beberapa kata “mutiara” yang bukan berasal dari
Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam dinisbatkan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari
usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah untuk mendapatkan
keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, Maha Suci Allah yang telah menjaga kemurnian As
Sunnah hingga akhir zaman melalui para ulama ahli ilmu. Allah menjaga kemurnian As
Sunnah melalui ilmu para ulama yang gigih dalam menjaga dan membela sunnah-sunnah
Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam dari usaha-usaha penyimpangan. Ini tampak dari
ulama-ulama generasi sahabat hingga ulama dewasa ini yang menjaga sunnah dengan
menghafalnya dan mengumpulkannya serta berhati-hati di dalam meriwayatkannya. Para
ulama inilah yang disebut sebagai para ulama Ahlusunah. Oleh karena itu, perlu kiranya jika
kita menuntut dan belajar ilmu dari mereka agar tidak terseret dalam jurang penyimpangan.
Selain melakukan penjagaan terhadap Sunah, Allah menjadikan Sunnah sebagai sumber
hukum dalam agama. Kekuatan As Sunnah dalam menetapkan syariat-termasuk perkara
akidah-ditegaskan dalam banyak ayat Al Qur’an, diantaranya firman Allah yang artinya :
“Dan apa yang diberikan Rasul kepada kalian maka terimalah dan apa yang ia larang maka
tinggalkanlah” (Q.S Al Hasyr:7)
Dan firman-Nya
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Alloh dan taatilah Rasul” (Q.S An Nisaa:59)

23

Firman Allah tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk
juga mengambil sumber-sumber hukum akidah dari As Sunnah dengan pemahaman ulama.
Ibnul Qoyyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati
Rasul-Nya sholallohu ‘alaihi wassalam dengan mengulangi kata kerja (taatilah) yang
menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independent tanpa harus mencocokkan
terlebih dahulu dengan Al Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan
tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
 Ijma’ Para Ulama
Ijma’ adalah sumber akidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat Muhammad
sholallohu ‘alaihi wassalam setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka
bukanlah orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan
mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan Ijma’, Allah subhanahu wata’ala berfirman yang
artinya
”Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti
kebenaran baginya dan mengikuti jalan bukan jalannya orang-orang yang beriman, maka
Kami akan biarkan ia leluasa berbuat kesesatan yang ia lakukan dan Kami masukkan ia ke
dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (Q.S An Nisaa:115)
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disyariatkannya
ijma’, yaitu diambil dari kalimat “jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti ijma’.
Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil syar’i yang wajib untuk diikuti karena
Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul. Di dalam
pengambilan ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh
ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al Qur’an
dan Sunnah yang shahih karena perkara akidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi ijma’ adalah menguatkan Al Quran
dan Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzoni
sehingga menjadi qotha’i.
 Akal Sehat Manusia
Selain ketiga sumber akidah di atas, akal juga menjadi sumber hukum akidah dalam Islam.
Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya
24

sesuai dengan kedudukannya. Termasuk pemuliaan terhadap akal juga bahwa Islam
memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak ke dalam pemahamanpemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan
dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa. Agama Islam tidak membenarkan pengagungan
terhadap akal dan tidak pula membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia,
seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan
kesempurnaan dalam amal, dengan keduanyalah ilmu dan amal menjadi sempurna. Hanya
saja ia tidak dapat berdiri sendiri. Di dalam jiwa, ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama
seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkan cahaya iman dan Al Qur’an ia
seperti mendapatkan cahaya matahari dan api. Akan tetapi, jika ia berdiri sendiri, ia tidak
akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi
sesuatu yang berunsur kebinatangan”. Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang
bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan pancaindera untuk
menangkapnya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat tersentuh oleh pancaindera
maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak atau gaib,
seperti akidah, tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk
wahyu baik dari Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih. Al Qur’an dan As Sunnah
menjelaskan kepada akal bagaimana cara memahaminya dan melakukan masalah tersebut.
Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surga dan neraka karena tidak
bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al Qur’an dan
As Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus meyakininya.
Mengenai hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al Qur’an,
As Sunnah, dan Ijma’ yang menyelisihi akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan
akal sehat adalah batil, sedangkan tidak ada kebatilan dalam Qur’an, Sunnah dan Ijma’, tetapi
padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka
memahaminya dengan makna yang batil.
 Fitrah Kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassalam bersabda
“Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membuat
ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi” (H.R Muslim)

25

Dari hadits ini dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk
menghamba kepada Allah. Akan tetapi, bukan berarti bahwa setiap bayi yang lahir telah
mengetahui rincian agama Islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa, tetapi
setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh
penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui
bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama.
Bahkan, ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru kepada Alloh seperti
dijelaskan dalam firman-Nya.
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan niscaya hilanglah siapa yang kalian seru
kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling, dan
manusia adalah sangat kufur” (Q.S Al Israa’:67)
Semoga Allah memahamkan kita terhadap ilmu yang bermanfaat, mengokohkan keimanan
dengan pemahaman yang benar, memuliakan kita dengan amalan-amalan yang bermakna.
Wallahu’alam.

C. Ruang Lingkup Aqidah
Seperti yang sudah disimpulkan di atas bahwa aqidah adalah pengikat yang menjadi
keyakinan yang dianut, maka ruang lingkup aqidah juga berkenaan dengan keyakinan.
Keyakinan itu sendiri disebut dengan iman. Rukun Iman adalah hal wajib yg mesti
diimani/diyakini oleh seseorang yang mengaku beragama Islam. Tidak meyakini salah satu
dari rukun iman ini, maka keimanan seorang muslim akan diragukan. Adapun ruang lingkup
aqidah di antaranya adalah:
1. Iman kepada Allah SWT

26

Meliputi upaya meyakini eksistensi Allah SWT dengan mempelajari dan mengenalNya melalui; dzat, asma’, sifat (karakteristik) dan af’al (perbuatan-Nya). Titik tekan yang
paling utama adalah pada sifat-Nya yang berupa karakteristik Allah SWT. Dari sifat ini umat
Islam akan dengan mudah mengidentifikasikan sesuatu itu tergolong sebagai khaliq
(pencipta) atau makhluq (yang dicipta). Dalam hal ini pembahasan akan dipisah garis
dikotomi yang tegas antara sifat wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah SWT. Di samping
mengetahui dan meyakini sifat yang wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah yang perlu
diketahui dan diyakini agar menambah keimanan megenai adanya Allah adalah mengenai
nama-nama Allah yang baik yang berjumlah 99 yang dikenal dengan Al-Asma Al-Husna.
Adapun sifat yang wajib dan mustahil bagi Allah adalah sebagai berikut:
NO
SIFAT WAJIB
ARTINYA
1 Wujud
Ada
2 Qidam
Dahulu
3 Baqa'
Kekal
4 Mukhalafatuhu lil hawadits Berbeda dengan ciptaan-Nya
5 Qiyamuhu binafsihi
Berdiri dengan sendirinya
6 Wahdaniyyah
Esa, tunggal, satu
7 Qudrah
Berkuasa
8 Iradah
Berkehendak
9 Ilmu
Mengetahui
10 Hayat
Hidup
11 Sam'un
Mendengar
12 Basar
Melihat
13 Kalam
NO
SIFAT MUSTAHIL Berkata ARTINYA
14
Yang
1 Qadirun
Adam
TidakBerkuasa
ada
15
Muridun
Yang
Berkehendak
2 Huduus
Baru
16
Alimun
Yang
3 Fana
RusakMengetahui
17
4 Hayyun
Mumatsalatuhu lil hawadits Yang
SamaHidup
dengan ciptaan-Nya
18
Sami'un
Yang
Mendengar
5 Ihtiyaju lighairihi
Membutuhkan yang lain
19
Basirun
Yang
Melihat
6 Ta'addud
Berbilang
20
Yang
Berbicara
7 Muta