PENGARUH BERMAIN KOOPERATIF TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL

PENGARUH BERMAIN KOOPERATIF TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL
EMOSIONAL ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK PEMBINA AISYAH BARULAK
ADELLA KHARISMA DIYENTI

Universitas Negeri Padang
Jl. Prof Hamka Air Tawar Padang Sumatera Barat
Email: adellakharisma7@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan rendahnya kemampuan anak dalam
mengatur dirinya sendiri, bermain bersama temannya, tidak menghargai hasil karya teman dan
sering menertawakannya, berbicara kurang sopan kepada teman dan guru. Oleh karena itu,
peneliti mengunakan solusi bermain kooperatif supaya keterampilan sosial emosional anak dapat
lebih ditingkatkan. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui apakah bermain kooperatif dapat
berpengaruh terhadap keterampilan sosial anak di TK Pembina Aisyah Barulak serta untuk mengetahui
apakah bermain kooperatif dapat berpengaruh terhadap keterampilan emosional anak di TK Pembina
Aisyah Barulak. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan model pre-

experiment. Dalam penelitian dilakukan delapan kali perlakuan. Dengan menggunakan empat
jenis bermain kooperatif yaitu bermain balok, menggambar orang secara berkelompok, jembatan
kardus dan bermain hullahop berjalan. Penelitian ini menggunakan instrumen dengan indikator

keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun. Dalam proses validasi penulis menggunakan
validitas konstruk kepada dua validator, validitas isi memakai pendapat para ahli dan pengujian
reabilitas. Hasil penelitian yang dilakukan di TK Pembina Aisyah Barulak, Kec. Tanjuang Baru,
menyatakan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Artinya hipotesis alternatif diterima.
Maksudnya disini ialah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel keterampilan sosial
emosional dan variabel bermain kooperatif.
Kata kunci: Bermain Kooperatif, Keterampilan Sosial Emosional

Anak usia dini memiliki lima aspek perkembangan, yaitu perkembangan nilai agama
dan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial-emosional (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 58 tahun 2009). Aspek-aspek perkembangan tersebut harus mendapatkan
stimulasi optimal dari lingkungan sekitar. Stimulasi pembelajaran yang dilakukan disekolah
merupakan salah Satu stimulus yang dapat mengembangkan aspekaspek tersebut di atas. Eliason
dan Jenkins (2008) menyatakan bahwa pengembangan kognitif, bahasa, dan keaksaraan dapat
membentuk kemampuan berpikir dan membangun pemahaman. Seluruh aspek perkembangan di
atas harus mendapatkan stimulasi yang maksimal dan optimal melalui kegiatan pembelajara yang
bermakna bagi anak yang melibatkan Orang tua, guru dan sekolah. dalam ( Dadan Suryana
pengetahuan tentang strategi pembelajaran, sikap, dan motivasi guru :2013)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu program prioritas
pembangunan pendidikan nasional pada saat sekarang ini baik yang berbentuk formal, non

formal,

maupun

informal.

Pemerintah

melalui

Kementrian

Pendidikan

Nasional

mengupayakan untuk menggalakkan pendidikan anak usia dini di berbagai daerah, upaya
pemerintah ini bertujuan untuk memberikan perhatian yang lebih pada anak usia dini sebagai
generasi penerus yang akan memajukan bangsa dan Negara. Oleh karena itu usia dini
merupakan masa yang sangat cemerlang untuk diberikan pendidikan.

Menurut Widarmi D wijana, dkk (2009:1.6 ) Anak usia dini adalah anak yang
memiliki potensi dan kemampuan, namun semua potensi yang dimiliki anak masih harus di
kembangkan secara optimal, anak juga memiliki karakteristik yang khas dan unik yang tidak
sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya
Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 20 tahun 2003 ayat 1
disebutkan bahwa yang temasuk anak usia dini adalah anak pada rentang usia 0-6 tahun.
Sedangkan menurut kajian rumpun ilmu PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa
Negara, pendidikan anak usia dini berkisar 0-8 tahun.
Oleh karena itu, PAUD yang diselenggarakan harus bisa mencakup semua aspek
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam suasana yang menyenangkan dan dapat
menimbulkan minat dan bakat seorang anak. Hal tersebut dikarenakan anak usia dini berada
pada masa keemasan atau sering disebut dengan masa golden age yang di tandai dengan
terjadinya perubahan yang cepat dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.
Agar masa ini dapat dilalui dengan baik oleh setiap anak maka perlu di upayakan pendidikan

yang tepat bagi anak sejak usia dini. Menurut Dadan Suryana (2016:25) mennyatakan bahwa
setiap anak dilahirkan dengan potensi yang merupakan kemampuan yang berbeda-beda dan
terwujud karena interaksi yang dinamis antara keunikan individu anak dan adanya pengaruh
lingkungan.
Anak usia dini memiliki lima aspek perkembangan, yaitu perkembangan nilai agama

dan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, dan sosial-emosional (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional nomor 58 tahun 2009). Aspek-aspek perkembangan tersebut harus
mendapatkan stimulasi optimal dari lingkungan sekitar. Stimulasi pembelajaran yang
dilakukan disekolah merupakan salah Satu stimulus yang dapat mengembangkan aspekaspek
tersebut di atas. Eliason dan Jenkins (2008) menyatakan bahwa pengembangan kognitif,
bahasa, dan keaksaraan dapat membentuk kemampuan berpikir dan membangun
pemahaman. Seluruh aspek perkembangan di atas harus mendapatkan stimulasi yang
maksimal dan optimal melalui kegiatan pembelajara yang bermakna bagi anak yang
melibatkan Orang tua, guru dan sekolah. dalam ( Dadan Suryana pengetahuan tentang
strategi pembelajaran, sikap, dan motivasi guru :2013)
Orang tua, guru, dan masyarakat memiliki peran penting dalam pendidikan anak usia dini
serta harus mulai memikirkan cara terbaik untuk mengembangkan keterampilan anak, agar anak bisa
terampil berkomunikasi dengan baik dan lancar, mampu mengenali dan memecahkan masalah,
beradaptasi dan bersikap fleksibel, menghargai sesama dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk
mengembangkan keterampilan anak adalah melatih keterampilan sosial emosional. Novan Ardi
(2014: 8) berpendapat bahwa pengembangan keterampilan sosial emosional anak dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan anak usia dini di Indonesia,
merugilah suatu keluarga, masyarakat, dan bangsa jika mengabaikan pendidikan anak usia dini.
Sedangkan menurut Dani Wardani Keterampilan sosial emosional adalah kemampuan untuk menjalin
suatu hubungan dengan orang lain dan mampu menyesuaikan dengan tuntutan kondisi lingkungan

dimana dia tinggal.
Beberapa pendapat menekankan bahwa keterampilan sosial emosional adalah suatu
kemampuan, kecakapan anak untuk menyesuaikan diri secara wajar terhadap diri sendiri, keluarga,
dan lingkungan sosialnya, sehingga bisa diterima dengan baik dalam lingkungan masyarakat tempat
dimana anak tinggal. Adapun tugas perkembangan keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun
menurut Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan repuplik Indonesia nomor 137 tahun 2014

memaparkan tingkat capaian keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun adalah sebagai
berikut:
Memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan diri dengan situasi, memperlihatkan
kehati-hatian kepada orang yang belum dikenal (menumbuhkan kepercayaan kepada orang dewasa
yang tepat), mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar (mengendalikan diri secara
wajar), tahu akan hak nya, menaati aturan kelas (kegiatan, aturan), mengatur diri sendiri,
bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri, bermain dengan teman sebaya,
mengetahui perasaan teman dan merespon secara wajar, berbagi dengan orang lain, menghargai hak/
pendapat/karya orang lain, mengungkapkan cara yang diterima secara sosial dalam menyelesaikan
masalah (menggunakan pikiran untuk menyelesakan masalah), bersikap kooperatif dengan teman,
menunjukkan sikap toleran, mengekpresikan emosi sesuai dengan kondisi yang ada (senang, sedih,
antusias, dsb), mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat
Tugas-tugas perkembangan keterampilan sosial emosional anak di atas harus diperhatikan

oleh orang tua dan guru dalam mengembangkannya, salah satunya dengan adanya komunikasi yang
baik antara anak, orang tua, guru serta dukungan masyarakat yang dapat mendukung perkembangan
anak dengan baik. Semua orang tua dan guru berharap anak mampu mengendalikan emosi serta
menguasai keterampilan sosial yang cukup sebagai bekal kehidupan anak kelak. Apabila anak
mampu mengembangkan kemampuan sosial emosional maka anak akan mampu beradaptasi dengan
lingkungan, dapat berkenalan dengan mudah, mempunyai teman, mau mengalah sabar menunggu
giliran, mau bekerja sama dan berinteraksi dengan orang lain.
Diantara tugas keterampilan sosial emosional tersebut akan dibatasi beberapa point yang
akan dikembangkan yaitu mengatur diri sendiri, bermain dengan teman sebaya, berbagi dengan
orang lain, menghargai hak/pendapat/karya orang lain, mengenal tata karma dan sopan santun.
Adapun alasan penulis membatasi keterampilan sosial emosional yang diamati ini adalah karena hal
ini yang perlu ditingkatkan keterampilannya.
Berdasarkan pengamatan di TK Pembina Aisyah Barulak, Kec. Tanjuang Baru, Kab Tanah
Datar. Ada beberapa permasalahan diantaranya: dalam kegiatan sehari-hari anak kurang mampu
mengatur dirinya sendiri dan masih membutuhkan bantuan setiap kegiatan yang dilakukan, tidak
mau bermain bersama teman sebayanya dan berbagi dengan orang lain, serta tidak menghargai karya
temannya dan sering menertawakan hasil karya teman yang kurang bagus, juga terlihat anak yang
kurang sopan dalam berbicara sering berteriak bahkan mengeluarkan kata-kata yang tidak di dengar,

ada juga anak yang tidak bisa bermain secara kooperatif bersama temannya sehinga mengakibatkan

perkelahian karena ketidakmampuan anak untuk bekerja sama dengan anak lain.
Aspek Sosial emosional yang kurang berkembang di TK Pembina Aisyah Barulak ini adalah
anak kurang mampu untuk bermain bersama dengan temannya. Kemampuan kerjasama yang kurang
berkembang karena pendidik jarang menggunakan mengunakan mentode bermain, sedangkan
melalui bermain tidak hanya dapat mengembangkan kemampuan bekerjasama melainkan juga dapat
meningkatkan sosial emosional anak lainnya, seperti membina hubungan dengan anak lain,
bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya,
mengatur diri sendiri. Tentunya hal ini akan menghambat pada perkembangan sosial emosional anak
nantinya dan akan berdampak pada kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya, dan juga kemampuan anak dalam mengolah emosinya, baik itu untuk dirinya sendiri,
teman sebaya, orang tua, dan lingkungan sekitarnya.
Selain itu terdapat beberapa masalah yang dikeluhkan oleh guru-guru di TK Pembina
Aisiyah Barulak mengenai keterampilan sosial emosional saat dilakukan wawancara juga
mengeluhkan hal yang sama berdasarkan hasil observasi

beberapa orang anak tidak mau

bekerjasama dalam kelompok ketika melakukan kegiatan, beberapa orang anak jarang melakukan
interaksi dengan orang lain (anak lebih banyak diam, anak tidak bisa mengatur diri sendiri harus
diingatkan oleh guru, anak tidak mau berbagi mainan ataupun makanan bersama temannya dan juga

anak juga kurang bisa menghargai hasil karya dan pendapat teman, dan sering berteriak-teriak dalam
berbicara dan kasar.
Permasalahan yang dipaparkan di atas tentu memiliki penyebab, diantaranya kegiatan yang
dilakukan tidak disukai anak sehingga anak tidak mau ikut main bersama, anak terbiasa bermain
sendiri dirumah sehingga susah melakukan interaksi dengan orang lain, kurangnya bermain
kooperatif yang diberikan guru disekolah, dan anak terbiasa dipenuhi keinginannya tanpa melihat
dampak yang akan terjadi pada anak.
Beragam permasalahan mengenai keterampilan sosial emosional yang dialami oleh anakanak di TK Pembina Aisyah Barulak, menuntut guru agar memiliki cara untuk meningkatkan
keterampilan sosial emosional anak, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan bermain
kooperatif yang dipandang dapat meningkatkan keterampilan sosial emosional anak. Sebagaimana
Syamsidah mengungkapkan bahwa:

Bermain kooperatif adalah permainan yang di lakukan secara bersama atau berkelompok
untuk mencapai suatu tujuan, yang bertujuan untuk mengasah kecerdasan interpersonal anak, yaitu
kecerdasan yang mengarah pada hubungan dengan orang lain, seperti kerja sama, saling membantu,
dan bertanggung jawab. Pendapat diatas juga di dukung oleh Mildred Parten yang mengatakan
Cooperative Play (bermain bersama) biasanya ditandai dengan adanya kerjasama atau pembagian
tugas antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Kegiatan
bermain bersama teman merupakan sarana anak untuk anak bersosialisasi atau bergaul dengan orang
lain.

Oleh karena itu, dari pendapat para ahli mengenai bermain kooperatif dan dampaknya
terhadap keterampilan sosial emosional maka bermain kooperatif

dapat dijadikan cara untuk

meningkatkan keterampilan sosial emosional anak. Permainan kooperatif yang dapat dilakukan
dalam penelitian ini diantaranya yaitu bermain balok, menggambar secara berkelompok,
mengelompokkan kejadian emosi, mengangkat bola menggunakan kening. Beberapa manfaat dari
bermain kooperatif diantaranya:
Bermain kooperatif merupakan cara yang bisa dilakukan oleh guru di sekolah untuk
meningkatkan keterampilan sosial emosional anak, guru bisa menjadikan permainan kooperatif
sebagai media dalam mengenal, belajar berkomunikasi, dan bersosialisasi pada anak, Bemain
kooperatif bisa di jadikan guru untuk mengenalkan lingkungan kepada anak misalnya melalui
bermain peran. Selain hal itu Parten dalam Montoholu (2018:2.20) mengemukakan bahwa
bermain kooperatif dapat dilakukan dengan permainan drama, permainan kontruktif membangun
dengan balok, bemain bersama yang ada unsur kalah menang, bermain di bak pasir, petak umpet,
dan bola kaki yang sederhana. Berdasarkan pendapat Parten diatas banyak cara yang bermain
kooperatif yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan sosial emosional misalnya
dalam permainan drama anak akan bisa belajar peran sosial yang terjadi dilingkungannya
sebenarnya, serta melatih anak untuk menaati aturan yang dibuat bersama, mengatur diri sendiri,

bermain dengan teman sebaya dan bermain kooperatif bersama teman, selanjutnyan bermain
kontruktif dengan balok selain dapat membagun kognitifnya anak juga belajar untuk menghargai
karya temannya dan permainan sederhana lainnya yang dapat mengembangkan keterampilan sosial
emosional anak.

Sedangkan secara khusus, Johnson menerangkan dari data hasil penelitian
menunjukkan bahwa “bermain kooperatif memiliki manfaat sebagai berikut: 1)
menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam aktifitas kerjasama, 2) memiliki aspek

psikologis yang lebih sehat, dan 3) mampu menerima perbedaan yang ada di antara teman
satu kelompok”. Mendukung pendapat diatas Nugraha mengemukakan bahwa manfaat
bermain kooperatif adalah mengajarkan anak bersikap sportif dan bekerja sama dalam
kelompok untuk mencapai tujuan.
Dari beragam macam-macam bermain kooperatif serta manfaat

bermain kooperatif

sebagai media atau alat bagi guru untuk mengembangkan keterampilan sosial emosional pada anak
usia dini. Maka akan dilakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Bermain Kooperatif Terhadap
Keterampilan Sosial Emosional Anak Usia 5-6 Tahun di TK Pembina Aisyah Barulak”.


Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka terdapat beberapa
permasalahan yang dapat di identifikasi masalahnya antara lain:
1.

Kurangnya keterampilan sosial emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak.

2.

Anak kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya.

3.

Beberapa anak kurang mampu untuk bermain bersama dengan temannya

4.

Orang tua dan guru kurang mampu mengembangkan sosial emosional anak

Batasan Masalah
Supaya lebih terarahnya pembahasan ini, maka penulis perlu membatasi
permasalahannya pada kurangnya keterampilan sosial emosional anak usia 5-6 tahun di TK
Pembina Aisyah Barulak, maka untuk meningkatkan keterampilan sosial emosional anak
akan dilakukan permainan kooperatif.
Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini yang menjadi rumusan masalah secara umun dalam penelitian
ini adalah :
1. Apakah bermain kooperatif dapat berpengaruh terhadap keterampilan sosial
emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak?
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah bermain kooperatif dapat berpengaruh terhadap
keterampilan sosial emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak.

Pengertian Keterampilan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Keterampilan adalah kata yang sering kali diucapkan oleh orang dewasa dalam
kehidupan sehari-hari, pada Kamus Besar Bahasa Indonesia di ungkapkan bahwa
keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas
dan mampu serta cekatan. Sementara keterampilan diartikan dengan kecakapan atau
kemampuan untuk menyelesaikan tugas. Pendapat lain mengatakan “keterampilan ini
sering diistilahkan dengan kata kompetensi yang bersal dari Bahasa inggris, yaitu
competence yang berarti kecakapan, kemauan, dan kewenangan”. (Hasan Alwi
dkk,2002:1180)
Dari kedua pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa keterampilan
adalah suatu cara, upaya, kemampuan, untuk mencapai suatu tujuan atau kecakapan yang
bagus terhadap suatu kehidupan yang sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Maka
dari itulah kita harus memiliki kerterampilan dalam berbagai bidang terutama sekali
terampil dalam kehidupan serhari-hari dalam berbagai hal yang dihadapi. Sosial adalah
sebuah kata yang berkenaan dengan hubungan yang terjalin antara seseorang dengan
orang lain, yang tidak dapat dihindari. Tanpa adanya hubungan dengan orang lain
manusia tidak akan bisa bertahan hidup, begitu juga dengan anak usia dini yang juga
harus belajar menjalin relasi dengan dirinya sendiri dan orang lain untuk mendapatkan
keinginannya.
Menurut Ahmad Susanto makna sosial dipahami sebagai upaya pengenalan
(sosialisasi) anak terhadap orang lain yang ada diluar dirinya dan lingkungannya, serta
pengaruh timbal balik dari segi kehidupan bersama yang mengadakan hubungan satu
dengan yang lainnya, baik dalam bentuk
Elizabet B. Hurlock berpendapat bahwa ketelampilan sosial adalah Perolehan
kemampuan prilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial memnjadi orang yang mampu
bermasyarakat memerlukan tiga proses yakni belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial,
memainkan peran sosial yang dapat diterima, perkembangan sikap sosial masing-masing proses
ini sangat berbeda satu sama lain tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan suatu proses akan
menurunkan kadar sosialisasi.

Sedangkan Janice J. Beaty dalam Yulia Siska, berpendapat bahwa keterampilan
sosial atau disebut juga prosocial behavior mencakup perilaku-perilaku seperti: (a)

empati yang didalamnya anak-anak mengekspresikan rasa haru dengan memberikan
perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan karena suatu masalah dan
mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk
bahwa anak menyadari perasaan yang dialami orang lain; (b) kemurahan hati atau
kedermawanan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatu barang miliknya
pada seseorang; (c) kerjasama yang di dalamnya anak-anak mengambil giliran atau
bergantian dan menuruti perintah secara sukarela tanpa menimbulkan per-tengkaran; dan
(d) memberi bantuan yang di dalamnya anak-anak membantu seseorang untuk
melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan menurut Yuliasiska, Penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan sosial dan
keterampilan berbcara anak usia dini.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan
sosial adalah suatu upaya untuk mencapai kecakapan, kemampuan, pada anak usia dini agar
mampu melewati perkembangan sosialnya, serta belajar bergaul dan bertingkah laku seperti orang
lain di dalam lingkungan sosialnya, sesuai dengan norma, nilai, dan harapan sosialnya.
Dadan Suryana dalam perkembagan sosial emosional anak (2016:179) mengatakan
bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa
yang yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu prilaku.
Goleman dalam, Aly dan Yeni mengatakan bahwa emosi adalah merujuk pada suatu perasaan
yang kuat atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian
kecendrungan

untuk

bertindak.

Berbeda

dengan

pendapat

diatas

Syamsudin

yang

mengemukakan bahwa emosi merupakan suatu suasana yang komplek dan getaran jiwa yang
muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu prilaku.

Sedangkan menurut Charles Darwin dalam Jhon W. Santrok emosi dipengaruhi
oleh dasar biologis dan juga pengalaman massa lalu, dalam bukunya “The Expression of
Emotion in Man and Animals menyebutkan bahwa ekspresi wajah manusia merupakan
sesuatu yang bersifat bawaan dan bukan hasil pembelajaran. Ekpresi ini bersifat
universal dalam berbagai budaya dan seluruh dunia, dan merupakan hasil evolusi emosi
pada binatang.
Dari pernyaatan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa emosi adalah sebuah
perasaan yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau

interaksi yang dianggap penting olehnya emosi ini di wakili oleh prilaku yang
mengekspresikan kenyamanan atau ketidak nyamanan seorang individu yang bisa di
ekpresikan melalui wajah dan juga tindakan. Emosi yang ada dalam diri kita dapat
berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan baik atau tidak baik, diantaranya
berbagai perasaan itu adalah ada perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan sedih
yang merupakan gambaran dari emosi. Setelah mengetahui pengertian emosi menurut
para ahli di atas, kalau kita berbicara emosi anak usia dini tentu saja kita harus
mengetahui pengertian dari perkembangan emosi itu sendiri karena massa ini tidak bisa
kita lewatkan begitu saja, terlebih khususnya kepada orang tua, yang harus benar-benar
memperhatikan perkembangan anaknya setiap waktu.
Karakteristik Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Usia 5-6 Tahun
Untuk itu hendaknya adanya kombinasi antara kecerdasan sosial dan emosianal untuk
dapat meningkatkan kepekaan sosial pada anak sehingga terciptanya toleransi sosial dan anak
mampu bermain serta berbagi dalam kelompoknya. Menurut peraturan menteri pendidikan dan
kebudayaan repuplik Indonesia nomor 137 tahun 2014 memaparkan tingkat capaian perkembangan
sosial emosional anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut:

a. Memperlihatkan kemampuan diri untuk menyesuaikan diri dengan situasi
b. Memperlihatkan kehati-hatian kepada orang yang belum dikenal (menumbuhkan
kepercayaan kepada orang dewasa yang tepat)
c. Mengenal perasaan sendiri dan mengelolanya secara wajar (mengendalikan diri secara
wajar)
d. Tahu akan hak nya
e. Menaati aturan kelas (kegiatan, aturan)
f. Mengatur diri sendiri
g. Bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan diri sendiri
h. Bermain dengan teman sebaya
i. Mengetahui perasaan teman dan merespon secara wajar
j. Berbagi dengan orang lain
k. Menghargai hak/pendapat/karya orang lain

l. Mengungkapkan cara yang diterima secara sosial dalam menyelesaikan masalah
(menggunakan pikiran untuk menyelesakan masalah)
m. Bersikap kooperatif dengan teman
n. Menunjukkan sikap toleran
o. Mengekpresikan emosi sesuai dengan kondisi yang ada (senang, sedih, antusias, dsb)
p. Mengenal tata karma dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya setempat

Bentuk-Bentuk Prilaku Sosial Emosional Anak Usia Dini.
Ada banyak bentuk prilaku sosial emosional anak usia dini yang perlu di kembangkan
dan diarahkahkan oleh orang tua yang guru karena ketika prilaku ini sudah tidak sewajarnya
terjadi pada anak hal ini dapat meyebabkan peyimpangan pada terhadap prilaku anak dan bisa
jadi akan berdamapak kepada kehidupan anak kedepannya.
Secara spesifik, Hurlock dalam Susanto Ahmad, mengklasifikasikan pola prilaku
sosial pada anak usia dini ke dalam pola-pola sebagai berikut:
a. Meniru, yaitu agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan prilaku orang yang
sangat ia kagumi.
b. Persaingan, yaitu keunggulan untuk mengungguli dan mengalahkan orang lain .
c. Kerja sama, mulai usia tahun ketiga akhir, anak mulai bermain secara bersama dan
kooperatif, serta kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat baik.
d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-perasaan dan emosi
orang lain.
e. Empati, seperti halnya simpati empati membutuhkan kemampuan untuk membayangkan
diri ditempat orang lain.
f. Dukungan sosial, dukungan dari teman-teman jauh lebih penting dari pada orang dewasa.
g. Membagi, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial
ialah membagi miliknya, terutama mainan untuk anak-anak lainnya.
h. Perilaku akrab, anak memberikan rasa kasih sayang kepada guru dan teman.
Prilaku-prilaku sosial ini perlu perlu diajarkan dan di kembangakan kepada anak sejak
dini contohnya saja anak mampu menghargai temannya, pendapat, hasil karya teman, tidak
mengejek dan prilaku ini juga bisa kita arahkan untuk mengajarkan anak mau membantu kepada

orang lain, tidak egois, memiliki sikap kebersamaan, kesederhanaan, kemandirian, yang pada
saat sekarang ini sudah mulai hilang dari perhatian para pendidik
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan kalimat kuncinya adalah
berilah anak pengalaman sosial yang benar, bahkan paling benar dan menyenangkan, maka
selanjutnya mereka akan menjadi manusia sosial yang benar pula. Karena usia 5-6 tahun ini
merupakan usia emas dalam fase perkembangan dan pengembangan individu. Semoga orang tua
dapat mengartikannya dengan tepat dalam memfasilitasi perkembangan anak ini.
Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas suatu kecakapan, cara, upaya
seorang anak atau individu untuk dapat menjalin hubungan dengan orang lain serta berinteraksi
terampil dalam berinteraksi dengan baik dalam lingkungannya agar terdapat pengarur timbal
balik dari segi kehidupan bersama antara satu dengan yang lain. Sedangkan keterampilan emosi
adalah suatu kemampuan, upaya, cara seseorang dalam mengekpresikan perasaan yang timbul
ketika seseorang berada dalam suatu keadaan atau interaksi yang dianggap penting olehnya.
Emosi yang ada pada seorang anak atau individu dapat berupa perasaaan senang atau tidak
senang, perasaan baik atau tidak baik diantaara beberapa perasaan itu adalah perasaan benci,
takut, marah, cinta, senang, dan sedih yang merupakan gambaran dari emosi itu sendiri.
Pengertian Bermain Kooperatif dan Tahap Bermain Pada Anak.
Dalam

kehidupan anak, bermain merupakan arti yang sangat penting.

Bermain itu alamiah dan spontan, anak-anak tidak perlu diajarkan bermain mereka
bisa bermain dengan apa saja yang ada di sekitarnya, diantaranya bermain yang
dilakukakn anak adalah bermain kooperatif.
Moeslishatoen mengemukakan bahwa “bermain kooperatif adalah terjadi bila
anak secara aktif mengalang hubungan dengan anak-anak lain untuk membicarakan,
merencanakan, dan melaksanakan kegiatan bermain”. Mildred Parten dalam
Moeslishatoen juga mengatakan “Cooperative play, meliputi interaksi sosial dalam
suatu kelompok yang memiliki suatu rasa identitas kelompok dan kegiatan yang
terorganisasi”.
Montoholu juga memperjelas pendapat parten di atas bahwa bermain
kooperatif adalah bermain bersama melakukan suatu proyek bersama melakukan
suatu proyek bersama, misalnya dalam permainan drama, permainan konstruktif

membangun dengan sebuah kota atau melakukan permainan bersama yang ada unsur
kalah menangnya, bermain di bak pasir, bermain bola kali yang sederhana, petak
umpet.
Pendapat yang lebih jelas lagi menurut Syamsidah mengatakan bermain
kooperatif adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok untuk mencapai
suatu tujuan. Permainan ini dapat dilaksanakan secara berkompetisi. Dengan
demikian, kelompok yang menang akan merasa senang apalagi jika diberi hadiah.
Permainan kooperatif ini sebaiknya dilaksanakan oleh 4-5 anak dalam satu
kelompok, dapat dilaksanakan di dalam maupun diluar ruangan.
Bermain bersama adalah cara yang di gunakan anak-anak dalam mengenal serta
belajar berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya permainan yang banyak
disukai anak-anak adalah bermain peran, fantasi, dan lain-lain karena lewat permainan itu
keinginan dan ide mereka disampaikan secara sederhana dan bebas lewat permainan karena
secara tidak sadar anak sudah melakukakan komunikasi dan juga terkadang juga
mendapatkan wawasan baru dari temanya yang lain. Namun tidak semua anak juga dapat
menyampaikan pendapatnya secara bebas, tergantung kepada kepribadian dan hasil dari
pendidikan di lingkunngan keluarganya. Terkadang ada seorang anak yang agak pendiam dan
sedikit tertutup terkadang pula ada yang berani dan terbuka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bermain kooperatif
adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok untuk mencapai suatu tujuan. sehingga
dapat menumbuhkan keterampilan sosial emosional pada anak, dan melatih anak agar mampu
berkomunikasi dengan baik dengan lingkungannya, serta mampu bekerja sama.

Ciri-Ciri/Karakteristik Bermain Kooperatif Pada Anak
Permain kooperatif memiliki ciri-ciri atau karakteristik ini merupakan menjadi
sebuah pembeda dengan permainan lainnya karena setiap permainan tentu memiliki
karakteristinya sendiri. Adapun ciri-ciri anak bermain kooperaratif menurut Isjoni dalam
Endah sebagai berikut adalah sebagai berikut:
a.

Setiap anak memiliki peran

b.

Terjadi hubungan interaksi langsung di antara anak

c.

Setiap angoota kelompok bertanggung jawab juga terhadap teman-teman
sekelompoknya

d.

Pendidik hanya berinteraksi dengan kelompok saat anak membutuhkan bantuan.

Sependapat dengan Isjoni diatas Ali Nugraha mengungkapkan bahwa “bermain kooperatif
dilakukan secara berkelompok, masing-masing anak memiliki peran dan memiliki bagian-bagian yang
untuk di kerjakan sehingga dapat mencapai tujuan permainan”. misalnya menirukan kegiatan dipasar, ada
anak yang berperan dan bertugas menjadi penjual dan anak yang bertugas menjadi pembeli.
Moeslichatoen mengemukan bahwa bermain kooperatif merupakan “kegiatan bermain yang dapat melatih
anak menentukan teman lainnya dalam mengerjakan tugas yang di berikan selain itu melatih anak untuk
saling berinteraksi dengan temannya”.
Pendapat lain dikemukan Soemiarti Patmonodewo dalam Endah mengatakan bahwa bermain
kooperatif masing-masing anak memiliki peran tertentu guna mencapai tujuan kegiatan bermain.
Misalnya bermain toko-tokoan, ada anak yang menjadi penjual dan ada yang menjadi pembeli. Selain itu
menurut Andang Ismail bahwa bermain kooperatif di tandai dengan adanya kerjasama atau pembagian
tugas dan permainan peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai tujuan
tertentu. Slamet Suyanto mengemukakakan bahwa untuk kelompok taman kanak-kanak, belajar dalam
kelompok meliputi kelompok kecil, sedang, dan kelompok besar (seluruh kelas).
Berdasarkan

beberapa pendapat dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik bermain

kooperatif adalah dilakukan anak secara berkelompok, masing-masing anak memiliki peran dan bagian
tugas yang akan dikerjakan, sehingga anak bertanggung jawab juga terhadap diri sendiri dan
kelompoknya, sedangkan pendidik hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan sehingga
terjadilah peningkatan bekerjasama dan komunikasi yang baik pada anak.
METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah “metode eksperimen, metode
eksperimen adalah sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”Menurut Sugiono
dalam metodologi penelitian. Moh. Kasiram mengatakan penelitian ekperimen adalah model
penelitian dimana peneliti memanipulasi suatu stimulasi atau kondisi, kemudian
mengobservasi akibat dari perubahan stimulasi atau kondisi tersebut pada obyek yang di
kenai stimuli atau kondisi tersebut.

Peneliti memilih menggunakan pre-ekperimen yaitu dengan tipe one group
pretest-postest design. Pada penelitian ini awalnya peneliti melakukan pengukuran
terhadap variabel terikat sebelum diberi tindakan, baru setelah itu diberi perlakuan,
kemudian dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel terikat dengan alat ukur yang
sama. Adapun objek yang akan menjadi populasi calon peneliti adalah seluruh anak di
TK Pembinan Aisyah Barulak, Kec.Tanjuang Baru, Kab Tanah Datar, yang terdiri dari 2
kelas yang dengan jumlah siswa keseluruhan adalah 25 orang. Teknik mengambil
sampel yang di pakai adalah dengan cara purposive sampling Pada penelitian ini penulis
akan mengunakan teknik pengumpulan data observasi yang akan menggunakan bentuk
intrumen checklist dengan kategori keterampilan sosial emosional dalam penelitian ini
memberikan rentang skor 1-4 dengan kategori penilaian belum terampil, cukup terampil,
terampil, sangat terampil dan dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel di atas dapat dipahami bahwa pada data pretest ada 2 anak dengan
persentase 15,38% yang keterampilan sosial emosionalnya pada kategori sangat terampil, 4 anak
dengan persentase 30,76% dalam kategori terampil, 2 anak dengan persentase 15,38% yang
kategori cukup terampil dan ada 5 anak dengan persentase 38,46% yang masih pada kategori
belum terampil. Setelah diberikan tes awal (pretest) kepada kelompok ekperimen, langkah
selanjutnya adalah melaksanakan treatment berupa bermain kooperatif kepada kelompok
ekperimen. Bentuk bermain kooperatifnya antara lain bermain balok, mengambar orang secara
berkelompok, jembatan kardus dan hullahop berjalan.
Berdasarkan hasil analisis data statistik di atas maka harga “t” hitung sebanyak 3,96
dengan df 12. Apabila dikonsultasikan pada tabel nilai t, taraf 1% diperoleh harga kritik t sebesar
3,06 maka hasil dari t hitung yaitu: 3,96 >3,06. Maka untuk mempermudah melihat dimana
kedudukan t hitung dan t tabel maka untuk lebih akurat lagi data yang di peroleh akan dibantu
dengan SPSS 20 yang hasilnya sebagai berikut: Ho : Tidak ada perbedaan nilai test rata – rata
antara Pre–test dan Post–tes Nilai t = - 13,781 Nilai P = Sig ( 2-tailed ) ( 0,000 ) 0,000 < @
( 0,05 ) maka Ho ditolak. Jadi ada perbedaan nilai rata – rata Pre – test dan Post – Test.

Berdasarkan hasil pengolahan data diatas terdapat bahwa anak terampil mengelola
emosinya dengan baik yang terlihat dari hasil peningkatan dari pretest dan postest. Begitu juga
dengan keterampilan sosial anak yang meninggat dan menunjukkkan perubahan terhadap prilaku
anak sehari-hari. Keterampilan sosial emosional secara keseluruhan di TK Pembina Aisyah
Barulak terdapat 1 orang anak dengan persentase 7,69% berada dengan kategori sangat terampil,
11 orang anak dengan persentase 84,61% berada dalam kategori terampil, 1 orang anak dengan
persentase 7,69% kategori cukup terampil. Sesuai dengan hasil pengolahan data tentang
keterampilan sosial emosional anak secara keseluruhan maka dapat diartikan bahwa sebagian
besar dari anak di TK Pembina Barulak memiliki kerterampilan sosial emosional yang terampil.
Mengembangkan sosial emosional pada anak salah satu caranya adalah melalui bermain,
karena dunia anak usia dini adalah dunia bermain, dapat juga dikatakan bahwa bermain adalah
pekerjaan anak usia dini, melalui kegiatn bermain orang tua atau pendidik PAUD memeliki
banyak peluang untuk mengajarkan berbagai hal yang ingin ditingkatkan pada berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk pada pekembangan sosial emosional.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan tentang keterampilan
sosian emosional anak usia 5-6 tahun melalui bermain kooperatif di TK Pembina Aisyah
Barulak dapat disimpulkan bahwa : Bermain kooperatif berpengaruh terhadap
keterampilan sosial emosional anak di TK Pembina Aisyah Barulak diantaranya indikator
yang berhasil ditingkatkan keterampilannya adalah mengatur diri sendiri, bermain dengan
teman sebaya, berbagi dengan orang lain, menghargai hak/pendapat/karya orang lain,
mengenal tata karma dan sopan santun. Berdasarkan hasil analisis data statistic didapatlah
bahwa harga “t”sebanyak 3,96 dengan df 12 apabila dilihat pada tabel nilai t yaitu pada df
12, taraf 1% maka diperoleh harga kritik t sebesar 3,06, jadi 3,96>3,06. Kemudian
dengan membandingkan hasil dari t hitung (t0) sebesar 3,96 dengan t tabel (tt) 3,06, maka
dapat dianalisa bahwa t0 lebih besar dari tt berarti keterampilan sosial emosional dapat
meningkat melalui bermain kooperatif.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis analisis mengenai pengaruh
bermain kooperatih terhadap keterampilan sosial emosinal anak di TK Pembina Aisyah
Barulak, ada beberapa hal yang penulis sarankan khususnya kepada guru pembimbing
diantaranya: Kepada kepala sekolah diaharakan agar dapat selalu mengadakan evaluasi
terhadap kegiatan yang telah dilakukan baik kerjasama antara guru dan orang tua, guru
dengan guru, serta guru dengan anak dalam upaya meningkatkan keterampilan sosial
emosional anak agar dapat diterima dalam masyarakatnya serta dalam menyusun
Rencana Kegiatan lebih banyak menggunakan metode bermain kooperatif. Kepada Guru
kelas diharapkan kepada guru untuk menciptakan kegiatan lebih ditingkatkan lagi
kreatifitasnya dan lebih membuat kegiatan yang menarik seperti permainan kooperatif
yang tidak hanya terfokus kepada kegiatan yang dilakukan didalam kelas saja untuk
meningkatkan kerjasama pada anak

dapat melatih anak berkomunikasi dan

mengendalikan emosinya dengan baik. Kepada Orang tua diraharapakan agar selalu
memberikan perhatian yang cukup baik itu dalam segi moril maupun materil untuk anak,
serta menjalain kerjasama yang bagus dengan guru di sekolah agar apa yang menjadi
cita-cita orang tua dan guru dalam mengembangan seluruh potensi yang ada pada anak
bisa terpenuhi. Kepada peneliti selanjutnya, penelitian ini belum komprehensif, karena
baru melihat keterampilan sosial emosional anak melalui bermain kooperatif, maka untuk
kebutuhan peneliti berikutnya bisa menggunakan cara melalui metode bermain peran
dalam mengembangkan keterampilan sosial emosional anak, dan menggunanakan
penelitian dengan ekperimen yang lebih ketat yang memakai kelompok kontrolnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudjijono. Pengantar Statistic Pendidikan. Jakarta;Raja Grafindo. 2005.
Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuntitatif. Jakarta: Prenada media. 2011.
Desmita. Metodologi Penelitian. Batusangkar:STAI Press. 2010.
Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia Dini : UNP Press Padang. 2013
Dadan Suryana. Stimulasi dan Aspek Perkembangan Anak. Jakarta: Kencana.2016
Dadan Suryana. Pengetahuan tentang strategi pembelajaran, Sikap, dan motivasi guru Jurnal

Ilmu Pendidikan, Jilid 19, Nomor 2, Desember 2013, hlm. 196-201
Elizabet B. Hurlock. Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga.
Hasan Alwi dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Jhon W.Santrock. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta:Erlangga. 2007.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repuplik
Indonesia Nomor 137 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.2014.
Moeslichatoen. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1999.
Moh. Kasiram. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: UIN Maliki Press. 2010.
Muhammad fadila. Desain Pembelajaran Anak Usia Dini Yogyakarta: Ar-Ruzz media. 2012.
Nana Sutjana. Metode Statistika, Bandung : Tarsito. 1996.
Saifuddin anwar. Reliabilitas dan Validitasa . Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2012.
Sofia Hartati. how tobe good teacher and to be a good mother. Duri: enn media. 2007.
Susanto Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Prenada Media Group. 2011.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta. 2011.
Siti Aisyah,dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta:
Universitas terbuka. 2008.
Suharsimi Arikunto. Manajemen Penelitian, Jakarta: PT Rineka Cipta. 2009.
Sumardi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Rosada. 2011.

Sutrisno Hadi. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara. 2004.
Siti Aisyah,dkk. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta :
Universitas terbuka. 2008.
Syamsidah. Permainan Kooperatif untuk PAUD dan TK, Jogjakarta: Diva kids. 2015.
Widarmi D wijana, dkk. Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Jakarta: Universitas terbuka.
2009.
Wiyani, Novan Ardy. Mengelola dan Mengembangkan Kecerdasan Sosial dan Emosi Anak Usia
Dini, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2014.
Yeni,Aly. Metode Pengembangan Sosial Emosional, Jakarta: Universitas Terbuka. 2008.
Yuliani Nurani Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT.Indeks. 2009.
Yulia-siska, Penerapan metode bermain peran dalam meningkatkan keterampilan sosial dan
keterampilan berbcara anak usia dini.pdf. Diakses tanggal 30 november 2017