PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS

PERAMALAN BISNIS DAN EKONOMI
PERAMALAN PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS
DENGAN METODE DEKOMPOSISI TREND MOMENT
“Kabupaten Langkat”

Disusun Oleh:
NAMA

NPM

BIMA MAHDI

1204300189

FAJAR HAKIKI

1204300169

LUTHFI ANSHAR

1204300156


M. IBNUL

1204300111

M. JAILUL FAHMI PURBA

1204300154

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali
yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala
berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ANALISIS PERAMALAN PENAWARAN DAN

PERMINTAAN BERAS METODE DEKOMPOSISI TREN MOMENT di Kab. Langkat”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak,
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada kedua
orang tua kami. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Desi Novita SP., M.Si., selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Peramalan Bisnis dan Ekonomi. Dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan
menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Desember 2014

Penulis

1

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................................

i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

ii

DAFTAR TABEL ...........................................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

1


1.1. Latar Belakang ...................................................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................................

3

1.3. Tujuan ................................................................................................................

3

1.4. Kegunaan............................................................................................................

4

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................

5


2.1. Kajian Pustaka ....................................................................................................

5

2.2. Proyeksi Produksi/Penawaran Beras...................................................................

7

2.3. Proyeksi Kebutuhan/Permintaan Beras ..............................................................

10

2.4. Proyeksi Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras ....................................

11

2.5. Strategi Kebijakan Swasembada Beras ..............................................................

14


BAB III PENUTUP........................................................................................................

18

3.1. Kesimpulan .............................................................................................................

18

3.2. Saran .......................................................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

19

2

DAFTAR TABEL


Tabel 1 : Data Produksi Padi/Beras.................................................................................

8

Tabel 2 : Data Nilai Proyeksi Produksi Beras ................................................................

9

Tabel 3 : Data Jumlah Penduduk dan Permintaan Beras ...............................................

11

Tabel 4 : Data Nilai Proyeksi Permintaan Beras ............................................................

12

Tabel 5 : Data Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras .......................................

14


Tabel 6 : Data Proyeksi Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras ........................

14

3

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Grafik Produksi Beras ..................................................................................

9

Gambar 2: Grafik Permintaan Beras ..............................................................................

12

Gambar 3: Grafik Perbandingan Produksi dan Permintaan Beras .................................

15

4


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebutuhan akan pangan, maka urusan pangan
menjadi suatu kebutuhan yang vital bagi manusia. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manuasia (HAM), pemerintah wajib menyediakan
pangan yang layak. Hal ini tertuang dalam Deklarasi Roma tahun 1996 pada KTT Pangan
Dunia dan Deklarasi Millenium (MDGs) tahun 2000 yang menyepakati penurunan jumlah
penduduk lapar hingga setengahnya pada tahun 2015, dan International Convenant on
Economic, Social and Cultural Rights (ICOSOC) yang diratifikasi dengan UU No. 11 Tahun
2005 yang berisi tentang; Pertama, Hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak
baginya dan keluarganya atas pangan. Kedua, Setiap orang harus bebas dari kelaparan.
Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi demi keberlangsungan hidup
manusia. Jika terjadi kelangkaan dalam kebutuhan vital ini maka keseimbangan dalam
kehidupan manusia juga akan terganggu.

Pertanian tanaman pangan dalam pembangunan pertanian mempunyai peran yang
strategis, salah satu indikatornya adalah sebagai penghasil makanan pokok sebagian besar
penduduk Indonesia. Peran ini tidak dapat digantikan secara sempurna oleh sub sektor
pertanian lainnya. Ketahanan pangan merupakan prasyarat utama bagi ketahanan politik dan
ketahanan ekonomi, apalagi dihubungkan dengan kondisi perekonomian global maupun
nasional yang tidak stabil. Ketahanan pangan yang paling mantap dapat dicapai melalui
pencapaian swasembada pangan dimana langkah yang paling tepat adalah dengan
meningkatkan produksi pangan nasional.
Salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki posisi paling penting dalam
pembangunan pertanian adalah beras. Beras adalah bahan makanan pokok yang dikonsumsi
oleh hampir 90% penduduk Indonesia. Beras mengandung nilai gizi lebih baik dibandingkan
dengan makanan pokok lainnya. Setiap 100 gr beras giling mengandung energi 360 KKal dan
menghasilkan 6 gr protein. Hal ini bisa dibandingkan dengan bahan makanan lain seperti
jagung kuning yang mengandung 307 KKal dan 7,9 gr protein ataupun singkong yang
1

mengandung 146 KKal dan 1,2 gr protein. Oleh karena itu, komoditas beras dapat
dipergunakan untuk memperbaiki gizi masyarakat yang umumnya masih kekurangan energi
dan protein.
Konsumsi faktual rata-rata beras di Indonesia masih terbilang sangat tinggi daripada

konsumsi normatif yang dianjurkan. Konsumsi rata-rata beras nasional yakni 139 kilogram
per kapita per tahun melebihi negara tetangga, yaitu Thailand yang hanya mencapai 65
kilogram per kapita per tahun dan Malaysia yang hanya mencapai 75 kilogram per kapita per
tahun (Wiryawan, 2011). Tingginya rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia tersebut
mengakibatkan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan pangan
beras yang cukup tinggi dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Ditambah lagi 95%
dari total penduduk Indonesia masih mengutamakan beras sebagai pemuncak menu makanan
sehari-hari.
Potensi ekonomi kabupaten Langkat sebagian besar terletak pada produksi
pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, pertanian lainnya,
industri pengolahan serta jasa. Potensi sumberdaya lahan sawah yang ada di Kabupaten
Langkat, dalam mengusahakan usahataninya, petani tidak hanya mengusahakan satu
komoditas saja (padi) pada lahan usahataninya, melainkan beberapa komoditas yang
diusahakan secara diversifikasi dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan dari kegiatan
usahataninya. Selain itu, pengusahaan usahatani secara diversifikasi untuk dapat
memanfaatkan tenaga kerja keluarga secara optimal. Komoditas yang banyak diusahakan
petani secara diversifikasi adalah kedelai, sayuran, bunga teratai dan ikan lele. Komoditas ini
diusahakan petani dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan permintaan pasar.
Produksi padi di Kabupaten Langkat merupakan produksi terbesar kedua setelah
Kabupaten Deli Serdang di Sumatera Utara pada tahun 1997-2007. Produksi padi dari
pertanian yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, terbesar di Sumatera Utara.
Nurmalina (2007) memaparkan bahwa pada hasil analisis dinamis menunjukkan pada tahun
2015 akan terjadi defisit ketersediaan beras nasional sebanyak 7,15 juta ton per tahun yang
disebabkan oleh adanya pertumbuhan permintaan beras yang lebih cepat daripada
pertumbuhan penyediaannya. Hal ini sepatutnya diantisipasi dengan pengelolaan pertanian
padi yang baik melalui pengelolaan faktor-faktor produksinya oleh petani untuk menciptakan
peningkatan hasil produksi dalam rangka memenuhi pertumbuhan kebutuhan beras akibat
pertumbuhan penduduk.
Bagi Kabupaten Langkat agar tetap bisa menjadi daerah yang mandiri dalam
pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan peraturan menteri pertanian yang menetapkan
kondisi swasembada apabila skor dari rasio antara kebutuhan dan ketersediaan berkisar antara
2

> 1.00 – 1.14. Artinya dalam mencapai status swasembada pangan di suatu daerah khususnya
swasembada beras, maka daerah tersebut harus memenuhi kebutuhan beras masyarakat dari
hasil produksi lokal setidaknya seimbang dengan kebutuhan beras masyarakat atau 1,14 kali
lebih banyak ketersediaannya dibandingkan dengan kebutuhan beras penduduk. Peningkatan
produksi melalui optimalisasi faktor-faktor produksi termasuk teknologi oleh petani dan
pemenuhan kebutuhan beras penduduk berdasarkan tingkat kebutuhan normatif berdasarkan
pola pangan harapan yang dianjurkan untuk hidup layak merupakan sebuah tantangan bagi
Kabupaten Langkat. Komparasi keduanya akan menunjukkan suatu rasio keberimbangan
antara hasil produksi dan konsumsi yang pada akhirnya akan menggambarkan apakah
Kabupaten Langkat merupakan daerah yang sebenarnya mampu untuk berswasembada beras
atau tidak.
Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang
dikenal dengan sebutan peramalan (forecasting). Peramalan adalah proses untuk
memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran
kuantitas, kualitas, waktu, dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan
barang dan jasa. Setiap kebijakan ekonomi maupun kebijakan perusahaan tidak akan terlepas
dari usaha untuk meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya pada
masa yang akan datang, dimana kebijakan tersebut dilaksanakan.
Oleh karena itu, perlu dilihat dan dikaji siutasi dan kondisi pada saat kebijakan tersebut
dilaksanakan. Usaha untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi tersebut tidak terlepas
dari kegiatan peramalan. Peralaman dibuat guna mengetahui kondisi beras serta juga
mengetahui kebutuhan beras di daerah Kabupaten Langkat dimasa yang akan datang agar
dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka beberapa
masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Berapa nilai proyeksi produksi/penawaran beras di Kabupaten Langkat?
2. Berapa nilai proyeksi konsumsi/permintaan beras di Kabupaten Langkat?
3. Bagaimana kondisi beras dimasa yang akan datang di Kabupaten Langkat?
4. Apa strategi kebijakan yang tepat dalam menangani ketahanan pangan di Kabupaten
Langkat?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui nilai proyeksi produksi/penawaran beras di Kabupaten Langkat.
3

2. Untuk mengetahui nilai proyeksi konsumsi/permintaan beras di Kabupaten Langkat.
3. Untuk mengetahui kondisi beras dimasa yang akan datang di Kabupaten Langkat.
4. Untuk mengetahui strategi kebijakan yang tepat dalam menangani ketahanan pangan
di Kabupaten Langkat.
1.4. Kegunaan
1. Sebagai salah satu syarat nilai dan tugas untuk Mata Kuliah Peramalan Bisnis dan
Ekonomi.
2. Sebagai salah satu sumber referensi bagi pembaca.

4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kajian Pustaka
a. Beras sebagai Komoditas Pangan Pokok
Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi
terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan pangan pokok
utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi
normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain. Beras adalah hasil olahan dari produk
pertanian yang disebut padi (Oryza sativa). Beras merupakan komoditas pangan yang
dijadikan makanan pokok bagi bangsa Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia,
Vietnam, Jepang, dan Myanmar.
Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh penduduk
Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen jumlah konsumsi protein
berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan dapat diperkirakan bahwa peranan beras
sebagai sumber energi bagi tubuh manusia dimasa mendatang akan semakin besar, oleh
karena itu sejak REPELITA III pemerintah memberikan prioritas pada kebijakan pangan yang
mengutamakan makanan pokok berpati lainnya untuk mengisi kekurangan beras. Mengingat
pentingnya beras untuk rata-rata orang Indonesia akan mengakibatkan ketidakseimbangan
penawaran dan permintaan, jika hal itu terjadi akan menimbulkan pengaruh yang tidak stabil
pada harga-harga serta dapat menimbulkan reaksi politik dan sosial yang tidak dikehendaki
yang cenderung menghambat kegiatan pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
b. Metode Peralaman Trend Moment
Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa mendatang
berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan
secara sistematis. Selama ini banyak peramalan dilakukan secara intuitif menggunakan
metode-metode statistika seperti metode smoothing, Box-Jenkins, ekonometri, regresi dan
sebagainya. Pemilihan metode tersebut tergantung pada berbagai aspek, yaitu aspek waktu,
pola data, tipe model sistem yang diamati, tingkat keakuratan ramalan yang diinginkan dan
sebagainya.
Peramalan dapat diartikan sebagai berikut:
a. Perkiraan atau dugaan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa di waktu
yang akan datang.
5

b. Peramalan merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan,
kecenderungan dan pola yang sistematis. Apabila direnungkan secara mendalam,
banyak orang akan terkejut karena menyadari bahwa pada kenyataannya banyak
keputusan penting yang yang dilakukan secara pribadi maupun perusahaan yang
mengarah kepada kejadian-kejadian di masa yang akan datang sehingga memerlukan
ramalan tentang keadaan lingkungan masa depan tersebut.
Dalam dunia ekonomi, hasil peramalan mampu memberikan gambaran tentang masa
depan perekonomian suatu daerah yang memungkinkan manajemen ekonomi untuk membuat
perencanaan, demi perbaikan dan perkembangan pertumbuhan ekonomi di daerah yang
bersangkutan. Kegunaan dari peramalan dapat terlihat pada saat pengambilan keputusan.
Setiap orang selalu dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan. Keputusan yang baik
adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa yang akan terjadi pada waktu
keputusan itu dilaksanakan. Apabila kurang tepat ramalan yang kita susun atau yang kita buat,
maka kurang baiklah keputusan yang kita ambil. Walaupun demikian perlu disadari bahwa
suatu ramalan adalah tetap ramalan, di mana selalu ada unsur kesalahan. Sehingga yang
paling diperhatikan adalah usaha untuk memperkecil kemungkinan kesalahan tersebut.
Ada enam faktor utama yang diidentifikasikan sebagai teknik dan metode peramalan
(Pinem, 2012) yaitu:
1. Horizon Waktu
Ada dua aspek dari horizon Waktu yang berhubungan dengan masing-masing metode
peramalan. Pertama adalah cakupan waktu dimasa yang akan datang, kedua adalah
jumlah periode untuk peramalan yang diinginkan.
2. Pola Data
Dasar utama dari metode peramalan adalah anggapan bahwa macam-macam dari pola
yang didapati didalam data yang diramalkan akan berkelanjutan.
3. Jenis dari Model
Model-model merupakan suatu deret dimana waktu digambarkan sebagai unsur yang
penting untuk menentukan perubahan-perubahan dalam pola. Model-model perlu
diperhatikan karena masing-masing model mempunyai kemampuan yang berbeda dalam
analisis keadaan untuk pengambilan keputusan.
4. Biaya
Umumnya ada 4 (empat) unsur biaya yang tercakup didalam penggunaan suatu prosedur
peramalan, yaitu biaya-biaya pengembangan, penyimpanan (Storage) data, operasi
pelaksanaan dan kesempatan dalam penggunaan teknik-teknik lainnya.
6

5. Ketepatan metode peramalan
Tingkat ketepatan yang dibutuhkan sangat erat kaitannya dengan tingkat perincian yang
dibutuhkan ddalam suatu peramalan.
6. Kemudahan dalam penerapan
Metode-metode yang dapat dimengerti dan mudah diaplikasikan sudah merupakan suatu
prinsip umum bagi pengambilan keputusan.
Dalam penerapan metode Trend Moment dapat di lakukan dengan menggunakan data
historis dari satu variabel, adapun rumus yang di gunakan dalam penyusunan dari metode ini
menurut Sugiarto & Dergibson (2002), adalah:
Y =a+b X
Dimana :
Y = nilai trend atau variabel yang akan diramalkan
a = bilangan konstant
b = slope atau koefisien garis trend
X = indeks waktu (dimulai dari 0,1,2,….n)
Untuk mencari nilai a dan b pada rumus diatas, digunakan dengan cara matematis
dengan penyelesaiannya menggunakan metode subtitusi dan metode eliminasi. Adapun
persamaannya menurut Sugiarto & Dergibson (2002), yaitu :
Σy=a .n+ b . Σx
Σxy=a . Σx+ b . Σ x

2

Dimana :
Σy = jumlah dari data penjualan
Σx = jumlah dari periode waktu
Σxy = jumlah dari data penjualan dikali dengan periode waktu
n = jumlah data
Setelah itu mengidentifikasi kesalahan terkecil yang digunakan dalam metode Trend
Moment ini dengan menggunakan MAD (Mean Absolute Deviation), rumusnya antara lain :

∑ ¿ e∨ n¿
MAD=¿
Dimana nilai e adalah selisih antara nilai Y dengan peramalan (Yt). Model yang
memiliki MAD paling kecil adalah model persamaan yang paling baik.
2.2. Proyeksi Produksi/Penawaran Beras
Produksi padi di Kabupaten Langkat merupakan produksi terbesar kedua setelah
Kabupaten Deli Serdang di Sumatera Utara pada tahun 1997-2007. Produksi padi dari
7

pertanian yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, terbesar di Sumatera Utara.
Kini tersedia potensi pertanian yang cukup melimpah. Sebagian besar produksinya, sayurmayur dan jeruk malah telah dipasarkan ke provinsi lain bahkan ke luar negeri. Karena itu,
tidak mengherankan jika sektor ini menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah. Luas
areal pertanian meliputi lahan sawah irigasi teknis seluas 141.234 ha, sawah non irigasi teknis
seluas 131.213 ha, dengan saluran irigasi primer, sekunder dan tersier sepanjang 345.467 Ha.
Pada 2005, sawah-sawah ini menghasilkan 2.447.784 ton padi, sedangkan di tahun 2007
hanya memproduksi 3.234.784 ton padi.
Salah satu informasi yang sangat penting sebagai dasar pengambilan kebijakan terkait
komoditas padi/beras adalah data produksi, yang merupakan hasil perkalian antara luas panen
dan produkstivitas. Selama ini produktivitas yang diperoleh dari hasil survei ubinan adalah
dalam kualitas gabah kering panen (GKP). Sementara data produksi yang dipublikasikan BPS
adalah dalam kualitas gabah kering giling (GKG) dan data yang diperlukan Pemerintah dalam
perumusan kebijakan pangan adalah dalam bentuk beras. Penghitungan produksi padi/beras
dari GKP ke GKG dan dari GKG ke beras dilakukan dengan menggunakan angka konversi
GKP ke GKG dan konversi GKG ke beras.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2009 hingga kini, angka konversi GKP ke
GKG yang digunakan 86,02 persen yang merupakan hasil survei susut panen dan pasca panen
padi 2005-2007. Angka konversi itu sebenarnya telah diperbarui pada 2012 melalui survei
konversi gabah ke beras menjadi angka konversi baru, yakni 83,12 persen. Dengan angka
konversi ini, produksi padi dalam kualitas GKG akan terkoreksi negatif 2,90 persen. Namun,
BPS menangguhkan pemberlakuan angka konversi tersebut dengan alasan survei dilakukan
satu paket dengan survei lain yang hasilnya harus diberlakukan bersamaan. Untuk
memperoleh produksi beras dari angka produksi GKG, digunakan angka rendemen
penggilingan. Hingga kini BPS menggunakan angka rendemen 62,74 persen yang juga
merupakan hasil survei susut panen dan pasca panen 2005–2007. Angka ini pun telah
dimutakhirkan dan menghasilkan angka rendemen 62,85 persen.
Berikut hasil dan pembahasan data produksi padi yang dikonversikan menjadi beras di
Kabupaten Langkat Tahun 2003-2012.
Tabel 1: Data Produksi Padi/Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012
Tahun

Produksi Padi
GKP
(Ton)

Konversi Beras
62,85 %
(Ton)

2003
2004
2005

285.827
278.861
362.956

179.642
175.264
228.118

8

2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

318.965
346.662
364.513
407.334
329.601
374.466
412.055

200.470
217.877
229.096
256.009
207.154
235.352
258.977

Sumber: Departemen Pertanian

Tabel 2: Data Nilai Proyeksi Produksi Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012
Tahun

Period
e (x)

Produksi
Beras (y)

xy

x2

2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah

0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
45

179.642
175.264
228.118
200.470
217.877
229.096
256.009
207.154
235.352
258.977
2.187.959

0
175.264
456.236
601.409
871.508
1.145.482
1.536.057
1.450.080
1.882.815
2.330.789
10.449.639

0
1
4
9
16
25
36
49
64
81
285

Nilai
Proyeksi (y)

|e|

185.860,09
6.218
193.179,24
17.915
200.498,39
27.619
207.817,54
7.348
215.136,69
2.740
222.455,84
6.641
229.774,99
26.234
237.094,14
29.940
244.413,29
9.061
251.732,44
7.244
MAD = 14.096,13

Sumber: Data Olah Primer

Gambar 1: Grafik Produksi Beras Kab Langkat Tahun 2003 - 2012
Berdasarkan
diperoleh pada
diketahui nilai
berikut:
x
¿
¿
¿
∑¿

data yang
tabel 2, telah
sebagai
n=10

∑ x=45

∑ y =2.187 .959
∑ xy=10.449.639
x
(¿¿ 2)=285
∑¿

9

Maka telah didapat nilai

a=185.860,085

persamaan Trend Moment adalah

dan nilai

b=7.319,15

Y^ =185.860,085+7.319,15 X

sehingga memiliki

dimana X adalah variabel

waktu. Untuk mengetahui prediksi produksi beras di tahun 2013 dan tahun 2014 maka di
masukkan persamaan Trend Moment tadi yang didapat sehingga menghasilkan nilai proyeksi
produksi beras tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10 maka hasilnya sebesar
259.051,585 Ton beras dan proyeksi produksi beras tahun 2014 dengan variabel waktu (X) =
11 maka hasilnya sebesar 266.370,735 Ton beras. Berdasarkan data produksi padi/beras pada
sepuluh tahun terakhir produksi beras/padi berfluktuatif namun lebih cenderung mengalami
peningkatan, begitu juga halnya pada nilai peramalan yang menunjukkan produksi padi/beras
mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukkan grafik produksi
beras mengalami trend positif. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi akibat peningkatan
produksi padi/beras di Kabupaten Langkat, diantaranya luas lahan padi yang bertambah,
peningkatan teknologi seperti penggunaan bibit-bibit unggul atau penyediaan sarana dan
prasarana produksi serta peran pemerintah terhadap komoditi pertanian. Sedangkan
penurunan produksi bisa disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu atau hama dan penyakit
tanaman yang menyerang tanaman padi. Hal ini menjadi motivasi bagi para petani untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta peran pemerintah yang menjadi sumber
informasi bagi para petani selaku pembuat dan penetapan kebijakan.
Kemudian untuk mengetahui standar error peramalan dengan menggunakan MAD
(Mean Absolute Deviation) yaitu metode untuk mengevaluasi metode peramalan
menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation
(MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut
masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit
yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai
berikut:
MAD=

∑|e|= 140961,3 =14.096,13
n

10

Jadi nilai standar error yang di peroleh dari perbandingan antara data real dan data ramalan
adalah sebesar 14.096,13 kesalahan peramalan.
2.3. Proyeksi Kebutuhan/Permintaan Beras
Perkembangan konsumsi beras per kapita di Indonesia tahun 2001-2009 berfluktuasi
tetapi cenderung meningkat. Tahun 2002 rata-rata konsumsi beras 115,5 kg/kapita/tahun.
Tahun 2003 turun menjadi 109,7 kg/kapita/tahun. Penurunan ini terjadi karena masyarakat
mulai mengkonsumsi pangan hasil diversifikasi pangan. Namun tahun 2004, konsumsi beras
10

naik drastis menjadi 138,81 kg/kapita/tahun, dan pada 2005-2007 sebesar 139,15
kg/kapita/tahun. Tahun 2007 konsumsi beras nasional sekitar 139 kg/kapita/tahun dan jumlah
ini berlangsung sampai sekarang.
Konsumsi beras nasional sebesar 139 kg/kapita/tahun dinilai sangat tinggi bila
dibandingkan negara lainnya di Asia seperti Jepang hanya 60 kg dan Malaysia 80 kg per
kapita per tahun. Hal ini mengakibatkan permintaan beras di dalam negeri tinggi dan tidak
seimbang dengan ketersediaan sehingga untuk menutupi kekurangnya dilakukan impor.
Pertumbuhan produksi beras tahun 2001-2006 sebesar 0.9% tetapi kenaikan ini tidak mampu
mengimbangi kenaikan konsumsi beras yaitu sebesar 2% per tahun yang mengakibatkan
Indonesia harus impor beras rata-rata 2 juta ton per tahun.
Permintaan suatu komoditi pertanian adalah banyaknya komoditi pertanian yang
dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya komoditi pertanian
umumnya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang substitusi, harga barang
komplementer, selera dan keinginan, jumlah konsumen yang bersangkutan. Karena jumlah
penduduk dan penyebaran pendapatan berpengaruh terhadap permintaan barang di pasaran,
maka fungsi permintaan terhadap barang juga dipengaruhi oleh variabel ini. Permintaan
konsumen terhadap beras dipengaruhi oleh banyak hal, seperti harga beras itu sendiri, harga
barang substitusi dan komplementer, pendapatan konsumen serta jumlah penduduk.
Permintaan beras tersebut harus diimbangi dengan produksi beras agar kebutuhan masyarakat
akan beras dapat terpenuhi.
Berikut hasil dan pembahasan data jumlah penduduk dan permintaan beras di
Kabupaten Langkat Tahun 2003-2012.
Tabel 3: Data Jumlah Penduduk dan Permintaan Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012
Permintaan Beras
Jumlah
Tahun
(*139 kg)
Penduduk
Ton
2003
944.580
131.296,62
2004

955.348

132.793,37

2005

970.433

134.890,19

2006

1.013.849

140.925,01

2007

1.027.414

142.810,55

2008

1.042.523

144.910,70

2009

1.057.768

147.029,75

2010

967.535

134.487,37

2011

976.582

135.744,90

2012

976.885

135.787,02

Sumber: BPS Langkat

11

Tabel 4: Data Nilai Proyeksi Permintaan Beras Kab. Langkat Tahun 2003-2012
Tahun

Periode
(x)

2003

0

Permintaan Beras
Ton
(y)
131.296,62

2004

1

2005

xy

x2

Nilai Proyeksi

|e|

0

0

135.900,08

4.603,46

132.793,37

132.793,37

1

136.381,74

3.588,36

2

134.890,19

269.780,37

4

136.863,40

1.973,21

2006

3

140.925,01

422.775,03

9

137.345,06

3.579,95

2007

4

142.810,55

571.242,18

16

137.826,72

4.983,83

2008

5

144.910,70

724.553,49

25

138.308,38

6.602,32

2009

6

147.029,75

882.178,51

36

138.790,04

8.239,72

2010

7

134.487,37

941.411,56

49

139.271,70

4.784,33

2011

8

135.744,90

1.085.959,18

64

139.753,36

4.008,46

2012

9

135.787,02

1.222.083,14

81

140.235,02

4.448,00

Jumlah

45

1.380.675,46

6.252.776,83

285

MAD = 4.681,16

Sumber: Data Olah Primer

Gambar 2 : Grafik Permintaan Beras Kab Langkat Tahun 2003 - 2012

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 4, telah diketahui nilai sebagai berikut:
n=10

x
(¿¿ 2)=285
∑¿

∑ x=45
∑ y =1.380.675,46
∑ xy=6.252.776,83

x
¿
¿
¿

∑¿
Maka telah didapat nilai

a=135.900,076

persamaan Trend Moment adalah

dan nilai

b=481,66

Y^ =135.900,076+ 481,66 X

sehingga memiliki

dimana X adalah variabel

waktu. Untuk mengetahui prediksi kebutuhan beras di tahun 2013 dan tahun 2014 maka di
masukkan persamaan Trend Moment tadi yang didapat sehingga menghasilkan nilai proyeksi
12

kebutuhan beras pada tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10 maka hasilnya sebesar
140.716,68 Ton beras dan proyeksi kebutuhan beras pada tahun 2014 dengan variabel waktu
(X) = 11 maka hasilnya sebesar 141.198,34 Ton beras. Permintaan beras pada sepuluh tahun
terakhir di Kabupaten Langkat cenderung meningkat namun mengalami penurunan yang
cukup drastis pada tahun 2010 dimana pada tahun 2009 permintaan beras sebesar 147.029,75
Ton kemudian mengalami penurunan permintaan beras menjadi sebesar 134.487,37 Ton . Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2 menunjukkan grafik proyeksi permintaan beras
mengalami peningkatan. Peningkatan permintaan beras ini disebabkan oleh semakin
bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang semakin
meningkat tersebut juga mendorong peningkatan konsumsi bahan pangan, terutama beras
sebagai bahan pangan pokok. Sedangkan penurunan permintaan beras kemungkinan
disebabkan semakin banyaknya diversifikasi bahan pangan selain beras sehingga konsumsi
beras menjadi turun serta adanya program-program kebijakan pemerintah untuk pengurangan
jumlah penduduk seperti program keluarga berencana.
Kemudian untuk mengetahui standar error peramalan dengan menggunakan MAD
(Mean Absolute Deviation) yaitu metode untuk mengevaluasi metode peramalan
menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation
(MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut
masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit
yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai
berikut:
MAD=

∑|e|= 46.811,6 =4.681,16
n

10

Jadi nilai standar error yang di peroleh dari perbandingan antara data real dan data ramalan
adalah sebesar 4.681,16 kesalahan peramalan.
2.4. Proyeksi Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras
Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas), merupakan konsepsi Nasional dalam
Pencapaian Tujuan Nasional, yang pada intinya tercapainya Keamanan dan Kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintahan Negara.
Suatu rumusan Tujuan Nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD RI
1945, ialah membentuk suatu ”Pemerintahan Negara” yang melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
13

Produksi padi dan kebutuhan akan beras merupakan hal mutlak yang harus selalu
mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini dikarenakan untuk mencegah permintaan akan
beras yang lebih besar daripada produksi padi para petani. Karena jika terjadi demikian maka
kesejahteraan masyarakat akan terhambat akibat kekurangan bahan pangan pokok. Selain itu
juga dapat menimbulkan masalah-masalah di bidang lainnya di badan pemerintahan seperti di
bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lainnya.
Berikut hasil dan pembahasan data perbandingan produksi dan konsumsi beras di
Kabupaten Langkat tahun 2003 – 2012.
Tabel 5: Data Perbandingan Produksi dan Kebutuhan Beras Kabupaten Langkat Tahun 2003 2012
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Produksi Beras

Permintaan Beras

Surplus

(ton)
179.642
175.264
228.118
200.470
217.877
229.096
256.009
207.154
235.352
258.977

(ton)
131.296,62
132.793,37
134.890,19
140.925,01
142.810,55
144.910,70
147.029,75
134.487,37
135.744,90
135.787,02

(ton)
48.345,65
42.470,77
93.227,66
59.544,49
75.066,52
84.185,72
108.979,67
72.666,86
99.606,98
123.189,55

Sumber : Data Olah Primer

Tabel 6: Data Proyeksi Perbandingan Produksi Beras dan Kebutuhan Beras Kabupaten
Langkat Tahun 2003 - 2012
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah

Periode
(x)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
45

Surplus (y)

xy

x2

48.345,65
42.470,77
93.227,66
59.544,49
75.066,52
84.185,72
108.979,67
72.666,86
99.606,98
123.189,55
807.283,88

42.470,77
186.455,32
178.633,47
300.266,08
420.928,62
653.878,00
508.668,04
796.855,86
1.108.705,97
4.196.862,14

0
1
4
9
16
25
36
49
64
81
285

Sumber : Data Olah Primer

14

Proyeksi

|e|

49.960,1
1.614,48
56.797,5
14.326,76
63.634,9
29.592,75
70.472,3
10.927,81
77.309,7
2.243,17
84.147,1
38,64
90.984,5
17.995,19
97.821,9
25.155,00
104.659,3
5.052,27
111.496,6
11.692,91
MAD = 11.863,9

Gambar 3: Grafik Perbandingan Produksi dan Permintaan Beras Kabupaten Langkat Tahun
2003 - 2012

Perbandingan Produksi Beras dan Permintaan Beras
300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun

Produksi Beras

Permintaan Beras

Sumber: Data Olah Primer

n=10

x
(¿¿ 2)=285
∑¿

∑ x=45
∑ y =807.283,88
∑ xy=4.196 .862,14

x
¿
¿
¿

∑¿

15

Maka telah didapat nilai

a=49960,13

persamaan Trend Moment adalah

dan nilai

b=6837,39

Y^ =49960,13+6837,39 X

sehingga memiliki

dimana X adalah variabel

waktu. Berdasarkan pada tabel 5 menunjukkan sejak sepuluh tahun terakhir Kabupaten
Langkat mengalami surplus beras. Ini membuktikan tingkat ketahanan pangan masih cukup
aman sehingga Kabupaten Langkat dapat swasembada beras dan menjadi contoh bagi daerah
lain. Jika diproyeksikan kembali untuk di tahun 2013 dengan nilai X = 10 dan tahun 2014
dengan nilai X = 11 maka Kabupaten Langkat tetap surplus beras dan mengalami peningkatan
sebesar 118.334,03 Ton beras di tahun 2013, sedangkan tahun 2014 sebesar 125.171,42 ton
beras. Keadaan seperti ini merupakan hal yang strategis dan perlu diapresiasi karena secara
umum kondisi global saat ini sedang menghadapi berbagai krisis. Krisis energi yang dibarengi
dengan krisis pangan bahkan saat ini krisis keuangan global sedang melanda berbagai belahan
dunia.
Swasembada pangan berkelanjutan dapat terus ditopang dengan implementasi program 3M
yang mencakup Meningkatkan ketahanan pangan, Meningkatkan nilai tambah dan daya saing
melalui pemanfaatan teknologi pertanian, serta Meningkatkan kesejahteraan petani.
Kesuksesan swasembada pangan utamanya beras di Kabupaten Langkat memiliki nilai
strategis dan memberikan harapan baru bagi produksi dan ketahanan pangan nasional. Upaya
mempertahankan swasembada pangan tersebut harus terus menerus didukung dengan
kebijakan dan program yang kondusif. Program penguatan kelembagaan petani, revitalisasi
penyuluhan, dan kelancaran penyediaan sarana produksi pertanian serta pembiayaan pertanian
harus tetap menjadi prioritas utama.
Kemudian untuk mengetahui standar error peramalan dengan menggunakan MAD
(Mean Absolute Deviation) yaitu metode untuk mengevaluasi metode peramalan
menggunakan jumlah dari kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation
(MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut
masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit
yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai
berikut:
MAD=

∑|e|= 118.639 =11.863,9
n

10

Jadi nilai standar error yang di peroleh dari perbandingan antara data real dan data ramalan
adalah sebesar 11.863,9 kesalahan peramalan.

2.5. Strategi Kebijakan Swasembada Pangan Beras
Potensi sumber daya nasional yang terdiri atas

(1) sumber daya alam dan lingkungan serta
(2) sumber daya manusia, selama ini belum digali dan dikelola secara optimal.
Sumber daya alam dan lingkungan antara lain mencakup potensi fisik material dan
potensi hayati; sedangkan sumber daya manusia mencakup potensi kuantitas dan kualitas
manusia dan interaksi serta struktur sosialnya. Kekayaan dan potensi sumber daya alam dan
lingkungan dapat dilihat dari potensi lahan pertanian, air dan udara, hutan, laut dan pesisir,
serta material tambang. Sedangkan kekayaan sumber daya manusia ditunjukkan dengan
populasi dan angkatan kerja yang sangat besar serta kekuatan interaksi dan jaringan sosialnya.
Selama ini berbagai sumber daya tersebut sudah dimanfaatkan, meskipun dalam
prakteknya belum dikelola secara optimal sehingga belum mampu memberikan kontribusi dan
kemanfaatan yang cukup signifikan bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain penguasaan teknologi
yang relatif masih lemah, sikap mental yang kurang progresif serta kualitas sumber daya
pelaku yang belum memadai.
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) menyiapkan enam program
untuk mendorong swasembada pangan. Keenam kebijakan ini masuk dalam program
ketahanan pangan.Enam kebijakan itu antara lain;
1. memperluas lahan pertanian dan perikanan. Deputi Pendanaan Pembangunan
Kementerian PPN Wismana Adi Surya Brata mengatakan, kebijakan ini akan sesuai
dengan kaidah pembangunan yang berkelanjutan dan tata ruang.
2. melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian dan perikanan
khususnya, dalam hal ini sistem jaringan irigasi, sistem perbaikan pada jalan usaha tani
dan memperbanyak produksi di daerah sentra produksi pangan.
3. penyediaan benih atau bibit unggul, mendukung industri hilir baik pertanian dan
perikanan, memberikan hasil inovasi penelitian untuk pertanian serta pengembangan
pertanian dalam rangka meningkatkan kualitas dan produktivitas hasil pertanian.
4. pemantapan cadangan pangan pemerintah dan juga dalam hal menganekaragamkan
konsumsi pangan pangan masyarakat.
5. stabilitas harga pangan nasional atau dalam negeri.
6. terjaminnya ketersediaan pupuk dan pengembangan pupuk organik melaui pembenahan
mekanisme subsidi pupuk.
Strategi yang dikembangkan dalam upaya pembangunan ketahanan pangan adalah
sebagai berikut :

a) Peningkatan kapasitas produksi pangan nasional secara berkelanjutan (minimum setara
dengan laju pertumbuhan penduduk) melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan
diversifikasi.
b) Revitalisasi industri hulu produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin
pertanian) .
c) Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan.
d) Revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada ; koperasi, UKM dan
lumbung desa.
e) Pengembangan kebijakan yang kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan yang
melindungi pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliput penerapan technical
barrier for Trade (TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit , dan harmonisasi
tarif bea masuk, pajak resmi dan tak resmi.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari
subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi
dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Proses ini akan
hanya akan berjalan dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi
pemerintah. Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan,
SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Proyeksi produksi beras tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10 menghasilkan
sebesar 259.051,585 Ton beras dan proyeksi produksi beras tahun 2014 dengan variabel
waktu (X) = 11 menghasilkan sebesar 266.370,735 Ton beras. Berdasarkan data
produksi padi/beras pada sepuluh tahun terakhir produksi beras/padi berfluktuatif
namun lebih cenderung mengalami peningkatan, begitu juga halnya pada nilai
peramalan yang menunjukkan produksi padi/beras mengalami peningkatan.
2. Proyeksi kebutuhan beras pada tahun 2013 dengan variabel waktu (X) = 10
menghasilkan sebesar 140.716,68 Ton beras dan proyeksi kebutuhan beras pada tahun
2014 dengan variabel waktu (X) = 11 menghasilkan sebesar 141.198,34 Ton beras.

Permintaan beras pada sepuluh tahun terakhir di Kabupaten Langkat cenderung
meningkat namun tidak terlalu signifikan.
3. Selisih produksi beras dan kebutuhan beras mengalami surplus sehingga jika
diproyeksikan di tahun 2013 dengan nilai X = 10 dan tahun 2014 dengan nilai X = 11
maka tetap surplus beras dan mengalami peningkatan sebesar 118.334,03 Ton beras di
tahun 2013, sedangkan tahun 2014 sebesar 125.171,42 ton beras.
4. Ada enam streategi kebijakan untuk mendorong swasembada beras yaitu memperluas
lahan pertanian, melakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian,
penyediaan benih atau bibit unggul, pemantapan cadangan pangan pemerintah, stabilitas
harga pangan nasional atau dalam negeri dan terjaminnya ketersediaan pupuk dan
pengembangan pupuk organik melaui pembenahan mekanisme subsidi pupuk.
3.2. Saran
1. Kepada petani sebaiknya perlu mengetahui hal-hal yang menyebabkan produksi
menurun dan tau bagaimana cara pengolahan atau pembibitan tanaman padi yang benar
sehingga dapat meningkatkan produksi padi yang menjadi sumber ketahanan pangan.
2. Kepada pemerintah sebaiknya terus memantau masalah-masalah yang terjadi atau akan
terjadi terhadap ketahanan pangan agar tidak terjadi rawan pangan terutama untuk
komoditi beras.

DAFTAR PUSTAKA
Assauri Sofjan, 1990. Teknik dan Metode Peramalan.
Badan Pusat Statistik Langkat. 2012. Langkat Dalam Angka 2012. Kabupaten Langkat
Emperadani, W. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beras di
Rantau Prapat. Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara.
Fanny, W. 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga Perdesaan Dalam
Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Desa Putukrejo Kecamatan
Kalipare Kabupaten Malang). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian – Program Studi Agribisnis.
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta
Fauziyah, Rahmi. 2013. Strategi Kebijakan Tanaman Pangan.

(http://rahmifauziyah914.blogspot.com/2013/03/makalah-ketahanan-pangan.html, diakses
pada 2 Januari 2015)
Gaybita, N. 2008. Sentra Kebijakan Perberasan Nasional.
(www.majalahpadi.blogspot.com, Diakses pada 28 Desember 2014)
Khoirina, Anindya. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi.
(http://anindyaditakhoirina.wordpress.com, diakses pada tanggal 26 Desember 2014)
Lindeke R. (2005). Forecasting Model. Modul Pembelajaran.
Muthia. 2013. Penerapan Metode Trend Moment dalam Forecast Penjualan Motor Yamaha di
PT. Hasjrat Abadi. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di
Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No. 1, Maret 2008: 47-79.
Nuryanti, Sri. 2005. Analisis Keseimbangan Sistem Penawaran dan Permintaan Beras di
Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 23 No.1, Mei 2005: 71-81.
Rohandi, M. 2013. PENERAPAN METODE TREND MOMENT DALAM FORECAST
PENJUALAN MOTOR YAMAHA DI PT. HASJRAT ABADI. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.
(http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFT/article/download/204/183, di akses pada tanggal 23
Desember 2014)
Sidik. 2011. Strategi Kebijakan Swasembada Beras.
(http://sidikaurora.wordpress.com/2011/04/22/swasembada-pangan/, diakses pada 2 Januari
2015)
Santoso, Singgih.2009.Business Forecasting Metode Peramalan Bisnis Masa Kini dengan
Minitab dan SPSS, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sugiarto, dan Dergibson, S. 2002. Metode Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.