PENINGKATAN PENGETAHUAN MENGENAI MYOPIA PADA SISWA-SISWI SDN 2 BERKOH MELALUI KEGIATAN PENYULUHAN DAN PEMBERDAYAAN

  

Tema: 8 (Pengabdian kepada Masyarakat)

PENINGKATAN PENGETAHUAN MENGENAI MYOPIA PADA

SISWA-SISWI SDN 2 BERKOH MELALUI KEGIATAN

PENYULUHAN DAN PEMBERDAYAAN

  

Oleh

Alfi Muntafiah, Afifah, Octavia Permata Sari, Ika Murti Harini

Fakultas Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman

  

Alamat: Jln Dr Gumbreg No.1 Purwokerto

Email: alfimuntafiah99@gmail.com

ABSTRAK

  

Myopia (rabun jauh) merupakan kelainan refraksi yang paling sering terjadi pada anak usia

  sekolah. Mengingat bahwa mata merupakan panca indera yang sangat penting dan dampak yang ditimbulkan akibat gangguan pada indera ini dapat menyebabkan gangguan dalam kehidupan serta pekerjaan sehari-hari, serta menghambat perkembangan intelektualnya, maka penting sekali untuk memperhatikan masalah kesehatannya. Oleh karena itu, kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan siswa

  • –siswi mengenai myopia dan upaya - upaya yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan mata. Kegiatan ini dilakukan pada 140 siswa siswi kelas 4, 5 dan 6 SDN

  2 Berkoh Purwokerto, melalui metode penyuluhan, pelatihan, pemberian bahan bacaan berupa modul, leaflet dan poster. Kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan siswa-siswi mengenai

  myopia , berdasarkan hasil uji terhadap nilai pre-test dan post-test.

  Kata kunci: Myopia, SDN 2 Berkoh, penyuluhan, kelainan refraksi, kesehatan mata

  ABSTRACT

  Myopia is the most common refractive disorder in school-aged children. Given that the eyes are the most important of five senses and the impacts caused by this disturbance of the senses can cause disruption in life and daily work, and hamper his intellectual development, it is important to pay attention to his health problems. Therefore, this activity is done in an effort to increase the knowledge of students about myopia and the efforts that must be done to maintain eye health. This activity was conducted on 140 students of 4, 5 and 6 level in SDN 2 Berkoh Purwokerto, through the method of counseling, training, the provision of reading materials in the form of modules, leaflets and posters. This activity can increase students' knowledge of myopia, based on test results on pre-test and post-test. Key words: Myopia, SDN 2 Berkoh, counseling, refractive disorder, eye health

  PENDAHULUAN World Health Organization (2014) menyatakan bahwa 285 juta penduduk di dunia

  mengalami gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan tersebut disebabkan oleh kelainan refraksi (myopia, hiperopia atau astigmatisme) sebesar 43%, katarak yang tidak bisa ditangani merupakan kelainan refraksi yang paling sering terjadi. Prevalensi myopia meningkat secara substansial selama dekade terakhir. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fan et al. (2004), sebanyak 36,71% siswa sekolah di Hongkong mengalami myopia. Sementara itu Sari et al. (2015) melaporkan hasil penelitiannya bahwa dari 205 siswa yang diperiksa menggunakan kartu Snellen terdapat gangguan tajam penglihatan pada anak kelas 5 dan kelas 6 SDN 026 Pekanbaru sebanyak 82 siswa (39,99%), dengan rincian 23 siswa (28,04%) mengalami gangguan tajam penglihatan unilateral dan sebanyak 59 siswa (71,95%) mengalami gangguan tajam penglihatan bilateral.

  Berbagai pustaka menyebutkan mengenai etiologi myopia. Meskipun etiologi tidak terlalu jelas, kemajuan teknologi dianggap sebagai kombinasi faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian ini. Sebuah penelitian melaporkan bahwa terdapat hubungan positif antara perilaku belajar dengan kejadian myopia atau rabun jauh (Lenawati & Rudi, 2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada responden yang mengalami kejadian Myopia memiliki perilaku belajar yang kurang baik seperti kebiasaan belajar atau mengerjakan tugas hingga larut malam, sering menggunakan media komputer, handphone atau media elektronik lainnya dalam waktu lama dan kurang memperhatikan penggunaan penerangan yang baik saat belajar (Lenawati & Rudi, 2012). Perilaku tersebut apabila sering dilakukan dapat menyebabkan otot-otot di sekitar mata terkondisikan untuk mengalami kontraksi atau penegangan sehingga dapat menyebabkan bola mata semakin panjang dan kelengkungan lensa bertambah sehingga daya bias lensa terlalu kuat dan menyebabkan timbulnya myopia.

  Gangguan refraksi yang tidak diperhatikan merupakan masalah visual terkemuka di dunia pada beberapa tahun terkhir ini. Di sisi lain, anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus kita kawal untuk menyongsong masa depannya. Mengingat bahwa mata merupakan panca indera yang sangat penting dan dampak yang ditimbulkan akibat gangguan pada indera ini dapat menyebabkan gangguan dalam kehidupan serta pekerjaan sehari-hari, serta menghambat perkembangan intelektualnya, maka penting sekali untuk memperhatikan masalah kesehatannya. Seorang siswa yang menderita myopia dapat menyebabkan penerimaan informasi secara visual dari guru dapat terganggu (Syafi’in & Wibowo, 2013). Kelainan ini bila tidak dikoreksi dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dan bahkan apabila hal ini terus berlanjut dapat mengakibatkan resiko hilangnya penglihatan yang irreversible (Foster & Jiang, 2014).

  Untuk itu, diperlukan upaya untuk mendeteksi secara dini serta meningkatkan pengetahuan siswa-siswi dalam rangka pemeliharaan kesehatan mata, guna mencegah terjadinya

  

myopia dan menghindari komplikasi lebih lanjut pada siswa yang sudah mengalami myopia.

  Kegiatan ini diselenggarakan di SDN 2 Berkoh Jln Kalijaga, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di SD ini,

METODE PELAKSANAAN

  Metode yang digunakan pada kegiatan ini yaitu penyuluhan, pelatihan, pemberian bahan bacaan berupa modul, leaflet dan poster. Metode penyuluhan dilakukan dengan cara memberikan ceramah dengan materi tentang myopia, berupa penyebab/faktor resiko, cara pencegahan, dan juga upaya menghindari komplikasinya. Siswa siswi juga diberikan informasi mengenai kiat kiat menjaga kesehatan mata dengan baik. Metode pelatihan dilakukan dengan demonstrasi cara merawat kesehatan mata yang baik dan benar, contohnya mengenai posisi badan ketika membaca, jarak ideal membaca, jarak ideal menonton TV, dll. Modul, leaflet dan poster yang berisi informasi mengenai mata dan rabun jauh (myopia) diberikan kepada siswa siswi untuk dibawa pulang, dan juga diberikan kepada pihak SD, sebagai media pembelajaran di sekolah dan media informasi bagi siwa siswi dan keluarga di rumah, sedangkan poster hanya diberikan kepada SD untuk dipasang di tempat yang strategis.

HASIL DAN PENELITIAN

  Sebelum kegiatan inti penyuluhan dimulai, siswa siswi diberikan soal pre-test untuk mengukur pengetahuan siswa awal, dan diberikan soal post-test setelah kegiatan penyuluhan selesai, dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa-siswi mengenai materi yang telah diberikan. Nilai rerata hasil pre-test vs post-test per kelas secara berturut-turut adalah sebagai berikut : Kelas 4 nilai 26,96 vs 39, kelas 5 nilai 45,53 vs 48,93, dan kelas 6 nilai 70,93 vs 77,31. Uji nonparametrik dilakukan terhadap nilai pre dan post-test siswa kelas 4 (karena berdistribusi tidak normal) dan didapatkan nilai p= 0,058. Sementara itu, uji parametrik dengan t-test dilakukan terhadap nilai pre dan post-test kelas 5 dan kelas 6 (karena berdistribusi normal) dan didapatkan nilai p secara berturut turut 0,588 dan 0,074. Hal ini berarti bahwa setelah dilakukan penyuluhan pada siswa-siswi kelas 4,5 dan 6, terdapat peningkatan pengetahuan tentang myopia, meskipun peningkatannya tidak signifikan. Sementara itu, terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000) pada nilai pre-test antara kelas 4, 5 dan 6. Demikian pula halnya dengan nilai post-test antara kelas 4, 5, dan 6, terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,000). Tabel 1. Rerata nilai pre-test dan post-test siswa per kelas (sebelum dan sesudah penyuluhan).

  Kelas Jumlah siswa (n) Rerata nilai pre-test Rerta nilai post-test p (t- test)

  4 45 26,96 39 0,058

  5 37 45,53 48,93 0,588

  6 58 70,93 77,31 0,074

  Berdasarkan data tersebut dapat kami simpulkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan siswa setelah dilakukan penyuluhan, yang indikatornya adalah peningkatan rerata nilai post test. Disisi lain, kami juga menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan. Semakin tinggi tingkat kelas siswa, semakin baik pula tingkat pemahaman dan penerimaan terhadap suatu materi. Dalam hal ini, siswa-siswi kelas 6 memiliki tingkat pemehaman yang lebih baik dibandingkan dengan siswa siswi pada kelas yang lebih rendah (kelas 4 dan kelas 5).

  Dari hasil nilai siswa siswi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa melalui penyuluhan ini, pengetahuan siswa siswi menjadi lebih baik, khususnya terhadap materi yang kami berikan. Tak hanya dilihat dari nilai saja, namun lebih jauh lagi, dengan meningkatnya pengetahuan siswa mengenai myopia, maka angka kejadiannya di kalangan siswa siswi dapat menurun. Demikian pula, bagi anak anak yang sudah menderita myopia, tidak jatuh ke komplikasi lebih lanjut.

  Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan optotype Snellen yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan sekitar 50 siswa menderita myopia dari seluruh pemeriksaan yang dilakukan terhadap sekitar 150 siswa. Berbagai penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa prevalensi myopia cenderung meningkat terus, seiring dengan bertambahnya umur, dan 60% muncul pada usia sekolah, sehingga seringkali disebut sebagai school myopia. Berbagai faktor resiko myopia diantaranya faktor genetik dan lingkungan, dimana faktor lingkungan menyumbang angka kejadian yang lebih dominan. Faktor lingkungan tersebut diantaranya yaitu sering bermain

  

game dengan komputer/tablet/handphone, menonton TV > 2 jam per hari, mengerjakan tugas

  hingga larut malam, posisi belajar yang kurag baik, membaca dengan jarak dekat dan penerangan yang kurang baik. Pada kesempatan ini, tim pengabdi tidak mengeksplorasi faktor resiko yang ada pada siswa siswi.

  KESIMPULAN

  Melalui kegiatan pengabdian ini, standar pelayanan tingkat dasar dapat terlaksana, dimana siswa-siswi yang memiliki pengetahuan yang lebih baik, dapat melakukan berbagai upaya untuk mencegah (bagi siswa-siswi yang tidak menderita myopia) maupun menghindari komplikasi (bagi siswa-siswi penderita myopia) sedini mungkin.

UCAPAN TERIMAKASIH

  Program ini terjadi atas kerjasama lintas sektoral antara UNSOED, FK UNSOED

dan SDN 2 Berkoh. Terimakasih kami sampaikan kepada BLU UNSOED 2017 atas hibah

dana yang telah diberikan, serta seluruh tim pengabdian masyarakat myopi dan pihak SDN

  

sehingga kegiatan ini dapat terselenggara dengan baik dan lancar. Semoga kerjasama ini

bisa terjalin seterusnya.

  DAFTAR PUSTAKA Fan DSP, Lam DSC, Lam RF, Lau JTF, Chong KS, Cheung EYY, Lai RYK, and Chew SJ. 2004.

  Prevalence, Incidence, and Progression of Myopia of School Children in Hong Kong.

  Investigative Ophthalmology & Visual Science, Vol. 45, No. 4.

  Foster PJ, and Jiang Y. 2014. Epidemiology of myopia. Eye 28,202

  • –208 Lenawati H, dan Rudi E. 2012. Hubungan Perilaku Belajar dengan Kejadian Myopia (Rabun Jauh).

  Jurnal AKP No. 6. Sari N, Bebasari E, dan Nukman E. 2015. Description of Impaired Visual Acuity in Elementary th th School 5 dan 6 Grade at SDN 026 Pekanbaru in 2014. JOM FK Volume 1 No. 2.

  Syafi’in, Wibowo A. Pengaruh Pemberian Kacamata Koreksi pada Penderita Myopia terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 34 Surabaya. Jurnal Biometrika dan

  Kependudukan, Vol. 2, No. 1 Juli 2013: 82 –87

  World Health Organization. 2014. Visual impairment and blindness. Available at Eva Paul Riordan. 2009. Anatomi dan Embriologi Mata dalam Oftalmologi Umum ed.14. Jakarta.

  Widya Medika. Junquiera, LC. 2007. Histologi dasar : Teks dan atlas. Jakarta. EGC. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta. EGC. Saladin, K.S. 2006. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd ed. New York: McGraw-Hill.

  Seeley, R.R., Stephens, T.D.,Tate, P. 2006. Anatomy and Physiology. 7th ed. New York: McGraw- Hill. Ilyas, H.S., 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hartanto Willi. 2010. Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh di RSUP dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2002 – 31 Desember 2003. Semarang. Media Medika Muda.