Sistem Pengontrolan Temperatur Holding Furnace Pada Proses Pencetakan Aluminium (Aplikasi PT. Indonesia Asahan Aluminium)

(1)

SISTEM PENGONTROLAN TEMPERATUR HOLDING FURNACE PADA PROSES PENCETAKAN ALUMINIUM

(APLIKASI PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM)

O L E H

NAMA : M. FADLI

NIM : 005203012

PROGRAM DIPLOMA IV

TEKNOLOGI INSTRUMENTASI PABRIK FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

SISTEM PENGONTROLAN TEMPERATUR HOLDING FURNACE PADA PROSES PENCETAKAN ALUMINIUM

(APLIKASI PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM)

Disusun Oleh :

NAMA : M. FADLI

NIM : 005203012

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing

(Drs. Hasdari Helmi, MT) NIP : 131 653 979

Diketahui Oleh : Ketua Program Diploma IV Teknologi Instrumentasi Pabrik

Fakultas Teknik USU

(Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai) NIP : 130 365 322

PROGRAM DIPLOMA IV

TEKNOLOGI INSTRUMENTASI PABRIK FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2007


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat kuasa dan kehendak-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan buku Karya Akhir ini dengan baik.

Karya Akhir ini dibuat sebagai syarat kelulusan program Diploma IV Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyusun Karya Akhir ini dengan judul “Sistem Pengontrolan Temperatur Holding Furnace Pada Proses Pencetakan Aluminium ”.

Dalam melakukan penulisan Karya Akhir ini, penulis banyak sekali menemui kesulitan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dan kerja keras yang dilakukan akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Akhir ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Armansyah Ginting, M. Sc, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai, selaku Ketua Program Diploma IV Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Hasdari Helmi, MT, selaku Sekretaris Program Diploma IV

Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dose3n pembimbing penulis.


(4)

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Universitas Sumatera Utara dan Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI).

6. Direksi dan Karyawan PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) di Kuala Tanjung.

7. Kepada kedua orang tuaku, Abu Bakar Badai (bapak) dan Ramlah. S (mamak) yang senantiasa memberikan dukungan semangat dan materi serta mendoakan penulis.

8. Kepada abang-abangku yang juga selalu mendukung dan memberikan masukan dan saran pada penulis.

9. Teman-temanku Mahasiswa / i khususnya angkatan “00” TIP D-IV Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun buku Karya Akhir ini penulis menyadari bahwa buku ini belum sempurna dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi ilmu pengetahuan dan tata bahasa. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi lebih baiknya buku Karya Akhir ini.

Akhir kata, segala bantuan dan budi baik yang penulis dapatkan, penulis menghaturkan terima kasih dan hanya ALLAH SWT yang dapat memberikan ridho dan rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyusun buku Karya Akhir ini. Semoga buku Karya Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bagi penulis sendiri tentunya.

Medan, Nopember 2007 Penulis,

M. Fadli NIM : 005203012


(5)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel... vi

Abstrak ... vii

Bab I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penulisan ... 1

I.2. Rumusan Masalah ... 3

I.3. Tujuan Penulisan ... 3

I.4. Batasan Masalah ... 3

I.5. Tinjauan Pustaka ... 4

I.6. Sistematika Penulisan ... 6

Bab II LANDASAN TEORI II.1. Temperatur ... 7

II.1.1. Metode Pengukuran Temperatur ... 8

II.1.2. Jenis Alat Ukur Temperatur ... 8

II.1.3. Prinsip Kerja Termokopel ... 8

II.1.4. Fungsi Termokopel... 9

II.1.5. Termokopel Sebagai Sensor Panas... 10

II.1.6. Prinsip Kerja Elemen Pemanas ... 10

II.2. Sistem Kontrol... 12

II.2.1. Pengertian Sistem Kontrol... 12

II.2.2. Tujuan Pengontrolan ... 12


(6)

Bab III PERALATAN KONTROL TEMPERATUR PADA HOLDING FURNACE

III.1. Peralatan Kontrol Temperatur... 17

III.1.1. Kontaktor ... 18

III.1.1.1. Fungsi Kontaktor... 18

III.1.1.2. Prinsip Kerja Kontaktor ... 18

III.1.2. Relay ... 19

III.1.2.1. Fungsi Relay ... 19

III.1.2.2. Prinsip Kerja Relay ... 20

III.1.3. Fungsi Timer ... 21

III.1.3.1. Prinsip Kerja Timer... 21

III.1.4. Pengatur Temperatur... 22

III.1.5. Konverter... 23

III.1.6. Indikator ... 24

III.1.7. Rekorder... 24

III.2. Furnace (Tanur)... 25

III.2.1. Pengenalan Furnace ... 25

III.2.2. Klasifikasi Furnace ... 26

III.2.3. Holding Furnace... 29

III.2.4. Konstruksi Holding Furnace ... 30

III.2.5. Proses Pengolahan Aluminium Cair didalam ... Holding Furnace... 31

Bab IV PENGONTROLAN TEMPERATUR HOLDING FURNACE IV.1. Proses Kontrol Temperatur ... 33

IV.2. Langkah Penanggulangan untuk mengetahui peralatan... Instrumen dapat bekerja dengan baik... 37


(7)

Bab V PENUTUP

V.1. Kesimpulan ... 41 V.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rangkaian dasar termokopel ... 8

Gambar 2.2 Bentuk fisik termokopel... 9

Gambar 2.3 Termokopel ... 10

Gambar 2.4 Elemen jumping ... 11

Gambar 2.5 Sistem kontrol loop terbuka ... 13

Gambar 2.6 Sistem kontrol loop tertutup... 15

Gambar 3.1 Simbol kontaktor... 17

Gambar 3.2 Simbol relay ... 19

Gambar 3.3 Prinsip kerja relay ... 20

Gambar 3.4 Digital type temperatur indikator ... 24

Gambar 3.5 Rekorder Pencetak ... 25

Gambar 3.6 The open hearth urnace dengan pembakaran gas... 27

Gambar 3.7 The muffle furnace dengan elemen pemanas (heater) ... 28

Gambar 3.8 Tanur pelebur type prebaked anoda furnace ... 29

Gambar 3.9 Holding Furnace... 30

Gambar 4.1 Diagram blok pengontrolan Holding Furnace... 33

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Contoh Standarisasi Pengkalibrasian ... 38


(9)

ABSTRAK

Holding Furnace adalah salah satu peralatan yang terdapat pada bagian Casting Plant. Holding Furnace ini berfungsi untuk menampung aluminium cair yang berasal dari tungku reduksi sebelum dilakukan pencetakan. Aluminium yang berada di dalam tungku reduksi mengalami beberapa perlakuan yaitu : Charging, Fluxing, Starring, Holding Time, dan Skimming Off dan seterusnya proses pencetakan pada Casting Machine. Setelah aluminium cair masuk kedalam Holding Furnace dikontrol panel disetting temperatur menjadi 730 oC. Jadi apabila temperatur 2 oC di atas atau di bawah nilai setting maka elemen pemanas pada tungku reduksi akan On (menyala). Hal itu dilakukan agar temperatur aluminium yang ada pada dapur tetap stabil. Karena aluminium yang ideal untuk dicetak bekisar pada temperatur 720 oC – 760 oC. Tetapi proses pencetakan juga bisa dilakukan antara temperatur 690 oC – 760 oC, tetapi apabila proses pencetakan dilakukan diluar temperatur ideal perlu dilakukan penanggulangan. Misalnya apabila temperatur aluminiumnya 760 oC, untuk mencegah terjadinya kelengketan pada alat Casting Plant maka debit aliran air pendingin harus dipercepat dari 90 m3/jam menjadi 118 m3/jam.


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat kuasa dan kehendak-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan buku Karya Akhir ini dengan baik.

Karya Akhir ini dibuat sebagai syarat kelulusan program Diploma IV Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyusun Karya Akhir ini dengan judul “Sistem Pengontrolan Temperatur Holding Furnace Pada Proses Pencetakan Aluminium ”.

Dalam melakukan penulisan Karya Akhir ini, penulis banyak sekali menemui kesulitan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dan kerja keras yang dilakukan akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Akhir ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Armansyah Ginting, M. Sc, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Ba’afai, selaku Ketua Program Diploma IV Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Hasdari Helmi, MT, selaku Sekretaris Program Diploma IV

Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dose3n pembimbing penulis.

4. Bapak Ir. T. Ahri Bachriun, Msc, selaku Koordinator Program Diploma IV Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(11)

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Universitas Sumatera Utara dan Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI).

6. Direksi dan Karyawan PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) di Kuala Tanjung.

7. Kepada kedua orang tuaku, Abu Bakar Badai (bapak) dan Ramlah. S (mamak) yang senantiasa memberikan dukungan semangat dan materi serta mendoakan penulis.

8. Kepada abang-abangku yang juga selalu mendukung dan memberikan masukan dan saran pada penulis.

9. Teman-temanku Mahasiswa / i khususnya angkatan “00” TIP D-IV Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun buku Karya Akhir ini penulis menyadari bahwa buku ini belum sempurna dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi ilmu pengetahuan dan tata bahasa. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi lebih baiknya buku Karya Akhir ini.

Akhir kata, segala bantuan dan budi baik yang penulis dapatkan, penulis menghaturkan terima kasih dan hanya ALLAH SWT yang dapat memberikan ridho dan rahmat-NYA, sehingga penulis dapat menyusun buku Karya Akhir ini. Semoga buku Karya Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bagi penulis sendiri tentunya.

Medan, Nopember 2007 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel... vi

Abstrak ... vii

Bab I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penulisan ... 1

I.2. Rumusan Masalah ... 3

I.3. Tujuan Penulisan ... 3

I.4. Batasan Masalah ... 3

I.5. Tinjauan Pustaka ... 4

I.6. Sistematika Penulisan ... 6

Bab II LANDASAN TEORI II.1. Temperatur ... 7

II.1.1. Metode Pengukuran Temperatur ... 8

II.1.2. Jenis Alat Ukur Temperatur ... 8

II.1.3. Prinsip Kerja Termokopel ... 8

II.1.4. Fungsi Termokopel... 9

II.1.5. Termokopel Sebagai Sensor Panas... 10

II.1.6. Prinsip Kerja Elemen Pemanas ... 10

II.2. Sistem Kontrol... 12

II.2.1. Pengertian Sistem Kontrol... 12

II.2.2. Tujuan Pengontrolan ... 12

II.2.3. Sistem Kontrol Loop Terbuka ... 13

II.2.4. Sistem Kontrol Loop Tertutup... 14


(13)

Bab III PERALATAN KONTROL TEMPERATUR PADA HOLDING FURNACE

III.1. Peralatan Kontrol Temperatur... 17

III.1.1. Kontaktor ... 18

III.1.1.1. Fungsi Kontaktor... 18

III.1.1.2. Prinsip Kerja Kontaktor ... 18

III.1.2. Relay ... 19

III.1.2.1. Fungsi Relay ... 19

III.1.2.2. Prinsip Kerja Relay ... 20

III.1.3. Fungsi Timer ... 21

III.1.3.1. Prinsip Kerja Timer... 21

III.1.4. Pengatur Temperatur... 22

III.1.5. Konverter... 23

III.1.6. Indikator ... 24

III.1.7. Rekorder... 24

III.2. Furnace (Tanur)... 25

III.2.1. Pengenalan Furnace ... 25

III.2.2. Klasifikasi Furnace ... 26

III.2.3. Holding Furnace... 29

III.2.4. Konstruksi Holding Furnace ... 30

III.2.5. Proses Pengolahan Aluminium Cair didalam ... Holding Furnace... 31

Bab IV PENGONTROLAN TEMPERATUR HOLDING FURNACE IV.1. Proses Kontrol Temperatur ... 33

IV.2. Langkah Penanggulangan untuk mengetahui peralatan... Instrumen dapat bekerja dengan baik... 37


(14)

Bab V PENUTUP

V.1. Kesimpulan ... 41 V.2. Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rangkaian dasar termokopel ... 8

Gambar 2.2 Bentuk fisik termokopel... 9

Gambar 2.3 Termokopel ... 10

Gambar 2.4 Elemen jumping ... 11

Gambar 2.5 Sistem kontrol loop terbuka ... 13

Gambar 2.6 Sistem kontrol loop tertutup... 15

Gambar 3.1 Simbol kontaktor... 17

Gambar 3.2 Simbol relay ... 19

Gambar 3.3 Prinsip kerja relay ... 20

Gambar 3.4 Digital type temperatur indikator ... 24

Gambar 3.5 Rekorder Pencetak ... 25

Gambar 3.6 The open hearth urnace dengan pembakaran gas... 27

Gambar 3.7 The muffle furnace dengan elemen pemanas (heater) ... 28

Gambar 3.8 Tanur pelebur type prebaked anoda furnace ... 29

Gambar 3.9 Holding Furnace... 30

Gambar 4.1 Diagram blok pengontrolan Holding Furnace... 33

DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Contoh Standarisasi Pengkalibrasian ... 38


(16)

vii

ABSTRAK

Holding Furnace adalah salah satu peralatan yang terdapat pada bagian Casting Plant. Holding Furnace ini berfungsi untuk menampung aluminium cair yang berasal dari tungku reduksi sebelum dilakukan pencetakan. Aluminium yang berada di dalam tungku reduksi mengalami beberapa perlakuan yaitu : Charging, Fluxing, Starring, Holding Time, dan Skimming Off dan seterusnya proses pencetakan pada Casting Machine. Setelah aluminium cair masuk kedalam Holding Furnace dikontrol panel disetting temperatur menjadi 730 oC. Jadi apabila temperatur 2 oC di atas atau di bawah nilai setting maka elemen pemanas pada tungku reduksi akan On (menyala). Hal itu dilakukan agar temperatur aluminium yang ada pada dapur tetap stabil. Karena aluminium yang ideal untuk dicetak bekisar pada temperatur 720 oC – 760 oC. Tetapi proses pencetakan juga bisa dilakukan antara temperatur 690 oC – 760 oC, tetapi apabila proses pencetakan dilakukan diluar temperatur ideal perlu dilakukan penanggulangan. Misalnya apabila temperatur aluminiumnya 760 oC, untuk mencegah terjadinya kelengketan pada alat Casting Plant maka debit aliran air pendingin harus dipercepat dari 90 m3/jam menjadi 118 m3/jam.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya peradaban manusia dewasa ini ditandai dengan kemajuan pembangunan yang menuntut manusia untuk dapat memperoleh dan mempergunakan sumber daya alam secara efisien. Salah satu sumber daya alam yang besar manfaatnya untuk kebutuhan pembangunan adalah aluminium. Posisi aluminium ini sangat penting bagi pembangunan, karena aluminium banyak digunakan untuk pembuatan konstruksi mesin - mesin., bangunan, badan pesawat, dan alat rumah tangga. Ini disebabkan karena sifat aluminium yang tahan terhadap karat dan mempunyai berat yang lebih ringan dari jenis logam lainnya. Aluminium tidak dapat diperoleh dalam bentuk unsur atau langsung dalam bentuk aluminium yang biasa di kenal, tapi biasanya masih dalam bentuk senyawa oksida seperti Oksida Aluminium (Al2O3). Sehingga untuk mengolahnya dibutuhkan suatu pabrik untuk mengolah bahan baku alumina tersebut sampai diperoleh aluminium yang siap diolah sesuai kebutuhan.

PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) adalah salah satu pabrik peleburan aluminium seluas 200 Ha yang terletak di desa Kuala Tanjung, Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Dimana PT. INALUM dibagi 3 buah pabrik yaitu:


(18)

1. Carbon Plant

Carbon Plant adalah tempat untuk produksi anoda untuk pot reduksi. Dimana Carbon Plant ini dibagi atas 3 bagian utama yaitu karbon mentah (Green Plant), bagian pemanggangan (Baking Plant), dan bagian penangkaian (Rodding Plant). Blok-blok anoda mentah yang dihasilkan dibawa ke bagian pemanggangan dimana 106 unit pemanggangan terpasang. Kemudian anoda tersebut dibawa ke bagian penangkaian dan kemudian dipakai sebagai elektroda pada pot positif.

2. Reduction Plant

Reduction Plant terdiri atas tiga gedung reduksi masing-masing berukuran panjang 640 m dan lebar 50 m. Dimana setiap gedung terdapat 170 unit tungku reduksi tipe anoda panggang (Anode Prebaked)

3. Casting Plant

Pada gedung penuangan (Casting Plant) terdapat 1 unit Melting furnace berkapasitas 30 ton dan Holding furnace sebanyak 9 unit dengan kapasitas 30 ton/unit dan 7 unit Casting machine berkapasitas 6-12 ton/jam per unit.

Aluminium cair yang diisap dari tungku reduksi dimasukkan kedalam metal ladle dan diangkut dengan metal transport car ke bagian penuangan (Casting Plant). Dimana sebelum dicetak terlebih dahulu dimasukkan ke Holding furnace. Pada Holding furnace dilakukan beberapa proses mulai dari charging, fluxing, stiring, holding time, dan skimming off, dan kemudian casting. Aluminium yang dimasukkan ke dalam Holding furnace temperaturnya berkisar 840-860 oC yang kemudian diturunkan dan di tahan pada temperatur 730 oC. Temperatur aluminium yang bisa dicetak adalah paling rendah 690 oC dan paling


(19)

tinggi 760 oC. Apabila aluminium dicetak pada temperatur < 690 oC, maka ada kemungkinan aluminium itu akan membeku sebelum semuanya selesai dicetak, sedangkan apabila aluminium itu dicetak pada temperatur > 760 oC, maka ada kemungkinan aluminium itu akan lengket pada cetakan sehingga menimbulkan masalah pada jalannya produksi.

I.2. Rumusan Masalah

Dari paparan di atas, penulis tertarik untuk membahas bagaimana cara kerja sistem pengontrolan pada suatu pabrik aluminium.

Dari latar belakang di atas, dapat disimpulkan permaslahan yang di bahas pada karya akhir ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan Holding Furnace

2. Apa saja komponen pendukung alat kontrol Holding Furnace 3. Bagaimana cara kerja alat kontrol temperatur Holding Furnace

I.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya akhir adalah :

Membahas prinsip kerja alat pengontrolan temperatur pada proses pencetakan aluminium khususnya pada alat Holding Furnace.

I.4. Batasan Masalah

Menyadari pembahasan masalah mengenai sistem pengontrolan temperatur Holding Furnace pada proses pencetakan aluminium sangat luas maka penulis membatasi pembahasan pada karya akhir ini :


(20)

I.5. Tinjauan Pustaka

Dari fungsi beberapa komponen kontrol dan juga diagram kontrol temperatur pada Holding furnace, sistem pengontrolan temperatur pada Holding furnace ini digolongkan sebagai pengontrolan loop tertutup. Hal yang paling mendasar yang dikontrol pada Holding furnace ini adalah temperatur pada dapur (furnace).

Kecepatan kenaikan temperatur sangat tergantung kepada jenis dari hubungan elemen pemanas yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh perhitungan di bawah ini :

Contoh : Berapakah jumlah energi listrik yang di butuhkan untuk menaikkan temperatur molten 1 oC, bila jumlah molten 30 ton dengan kapasitas panas aluminium 0,3 Cal/gr oC dan efisiensi dapur 30 % ?

Jawab : Hs = Hm + Hf + Hg

Heff = Hs Hm

x 100% --- Hs = Heff

Hm

x 100%

Hm = m x Cp x ∆t

Dimana :

Hs = Sumber panas (Kcal) Hm = Panas molten (Kcal) Hp = Panas dapur (Kcal) Hg = Panas gas (Kcal)

M = Massa molten (gr) ∆t = Perubahan temperatur (oC)

Cp = Kapasitas panas aluminium (0,3 Cal/gr oC)


(21)

Maka :

Hm = m x Cp x ∆t

Hm = 30 x 106 x 0,3 Cal/gr oC x 1 oC = 9 x 106

Hs = Heff

Hm

x 100% =

% 30

Cal 10 9x 6

x 100 % = 30 x 106 Cal = 30 x 103 Kcal

Karena 1 Kwh = 860 Kcal

Kerja yang dikeluarkan = 860

10 30x 3

Kwh = 34,8 Kwh

I.6. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan Karya Akhir ini penulis akan menjelaskan isi dari tiap - tiap bab sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Berisikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Pada bab ini akan membahas teori dasar tentang temperatur, elemen pemanas dan yang berhubungan dengan sistem pengontrolan.

Bab III : Peralatan kontrol temperatur pada Holding Furnace

Pada bab ini akan membahas peralatan kontrol temperatur dan pengenalan alat Holding Furnace.


(22)

6

Bab IV : Pengontrolan temperatur Holding Furnace

Pada bab ini penulis membahas pengontrolan temperatur Holding Furnace pada proses pencetakan aluminium.

Bab V : Penutup

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang beberapa kesimpulan dari Karya Akhir ini dan beberapa saran yang dianggap perlu.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Temperatur

Temperatur adalah suatu penunjukan nilai panas atau nilai dingin yang dapat diperoleh/diketahui dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan termometer. Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan besaran temperatur. Tujuan pengukuran temperatur adalah untuk : 1. Mencegah kerusakan pada alat-alat tersebut

2. Mendapatkan mutu produksi/kondisi operasi yang di inginkan 3. Pengontrolan jalannya proses

II.1.1. Metode pengukuran temperatur

Ada 2 (dua) cara mengukur temperatur yaitu :

1. Metoda Pemuaian, yaitu panas yang diukur menghasilkan pemuaian, pemuaian dirubah kedalam bentuk gerak-gerak mekanik kemudian dikalibrasi dengan skala angka-angka yang menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur.

2. Metoda Elektris, yaitu panas yang diukur menghasilkan gaya gerak listik (Emf). Gaya gerak listrik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur.


(24)

II.1.2. Jenis – jenis Alat Ukur Temperatur

Secara sederhana, alat ukur temperatur dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu :

1. Alat ukur temperatur dengan metoda pemuaian, terdiri dari : a. Termometer tabung gelas

b. Termometer Bi-metal c. Filled thermal termometer

2. Alat ukur temperatur dengan metode elektris, terdiri dari : a. Termokopel

b. Resistance termometer

II.1.3. Prinsip kerja termokopel

Termokopel bekerja berdasarkan pembangkitan tenaga listrik pada titik sambung dua buah logam yang tidak sama (titik panas/titk ukur). Ujung lain dari logam tersebut sering disebut titik referensi (titik dingin) dimana temperaturnya konstan, seperti pada Gambar 2.1 :

Gambar 2.1 Rangkaian Dasar Termokopel


(25)

Umumnya, termokopel digunakan untuk mengukur temperatur berdasarkan perubahan temperatur menjadi sinyal listrik. Bila antara titik referensi dan titik ukur terdapat perbedaan temperatur, maka akan timbul GGL yang menyebabkan adanya arus pada rangkaian. Bila titik referensi ditutup dengan cara menghubungkannya dengan sebuah alat pencatat maka penunjukan alat ukur akan sebanding dengan selisih temperatur antara ujung panas (titik ukur) dan ujung dingin (titik referensi).

Gambar 2.2 Bentuk Fisik Termokopel

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bentuk fisik dari sebuah termokopel. Bagian luar termokopel berupa tabung logam pelindung yang berguna untuk menjaga kondisi termokopel agar tidak terpengaruh banyak oleh lingkungan dimana alat tersebut ditempatkan,

II.1.4. Fungsi Termokopel

Termokopel pada proses ini berfungsi sebagai pendeteksi temperatur pada Holding furnace. Termokopel berupa tranducer yang mendeteksi temperatur pada


(26)

sinyal tersebut ke Thermocontroller menerima sinyal tersebut dalam besaran temperatur. Termokopel ini bekerja setiap waktu selama proses berjalan, untuk memberi tahu setiap perubahan ataupun kondisi temperatur pada Holding furnace.

II.1.5. Termokopel sebagai sensor panas

Termokopel pada dasarnya adalah dua logam penghantar arus listrik dari bahan yang berbeda. Salah satu ujung-ujungnya dilas mati dan ujung yang satunya dibiarkan terbuka untuk sambungan ke lingkaran pengukuran. Sambungan yang di las mati disebut measuring junction sedangkan ujung yang satunya disebut reference junction. Seperti dapat kita lihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.3. Termokopel

II.1.6. Prinsip kerja elemen panas

Sumber panas pada Holding furnace berasal dari elemen pemanas yang terdapat pada bagian atap dari dapur tersebut. Dimana kawat yang digunakan pada elemen pemanas listrik ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Harus tahan lama pada suhu yang dikehendaki

2. Sifat mekanisnya harus cukup kuat pada suhu yang dikehendaki

3. Koefisien muai harus kecil, sehingga perubahan bentuknya pada suhu yang dikehendaki tidak terlalu besar.


(27)

4. Tahanan jenisnya harus tinggi

5. Koefisien suhunya harus kecil, sehingga arus kerjanya sedapat mungkin konstan.

Bahan yang digunakan untuk elemen pemanas ini adalah : 1. Krom – Nikel

2. Krom – Nikel – Besi 3. Krom – Nikel – Aluminium

Bahan tersebut tahan panas karena membentuk lapisan oksida yang kuat pada permukaannya, sehingga tidak terjadi oksida lebih lanjut . Bahan pemanas tersebut juga dapay digunakan dari suhu 1000 – 1200 oC, elemen pemanas yang digunakan di PT. Inalum adalah jenis Krom – Nikel.

Apabila salah satu elemen pemanas dalam satu fasa terputus, maka dapat dilakukan perhubungan singkat pada elemen tersebut. Sebagai contoh, misalkan elemen nomor 6 atau 7 yang putus maka dapat dilakukan perhubungan singkat secara langsung dari elemen nomor 5 ke elemen nomor 8, seperti terlihat pada Gambar 2.4. Perhubungan singkat elemen nomor 6 saja, ataupun nomor 7 saja tidak dimungkinkan karena letak terminal kedua ujungnya yang saling berseberangan.


(28)

II.2. Sistem Kontrol

II.2.1. Pengertian Sistem Kontrol

Sistem kontrol ini diperlukan karena dalam proses industri selalu ada besaran – besaran tertentu yang harus berada pada kondisi atau keadaan yang khusus. Kondisi yang dimaksud dapat berupa harga yang konstan untuk selang waktu tertentu. Hal – hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan hanya sekedar melakukan pengukuran saja, tapi sangat diperlukan pengontrolan.

Ditinjau dari kata pembentuknya sistem kontrol berasal dari dua kata yaitu sistem dan kontrol. Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari kombinasi beberapa komponen, yang bekerja sama sesuai fungsi masing – masing untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan yang sama. Kontrol adalah mengendalikan atau mengatur. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sistem kontrol adalah suatu cara pengendalian sebuah proses dimana ada suatu variabel yang dikontrol atau dimanipulasi untuk mencapai suatu keadaan tertentu.

II.2.2 Tujuan Pengontrolan

Tujuan utama dari suatu sistem pengontrolan baik dari segi teori dan prakteknya adalah :

1. Mengoptimalkan unjuk kerja dari suatu sistem

2. Memperbaiki kualitas dan menurunkan biaya produksi 3. Memeperbaiki keseragaman produksi

4. Menghemat dalam pemerosesan material 5. Menghemat energi yang dibutuhkan 6. Menghemat peralatan pabrik

7. Meringankan pekerjaan


(29)

Pengontrolan dapat dilakukan secara manual maupun dengan cara otomatis. Suatu hal yang sederhana untuk menjelaskan perbedaan antara pengontrolan secara manual dengan pengontrolan secara otomatis, karena kedua jenis dari pengontrolan dapat dibedakan sebagai berikut :

1.Bila pada suatu sistem penentu tindakan adalah manusia, maka pengontrolan tersebut dinamakan pengontrolan secara manual.

2.Bila pada suatu sistem penentu tindakan adalah peralatan atau dilakukan oleh peralatan, maka pengontrolan tersebut dinamakan pengontrolan otomatis.

Di dalam pengontrolan suatu proses baik itu dengan manual maupun dengan otomatis, dikenal istilah dengan sistem loop terbuka dan pengontrolan dengan sistem loop tertutup.

II.2.3 Sistem kontrol loop terbuka

Sistem kontrol loop terbuka adalah suatu sistem kontrol dimana keluarannya tidak berpengaruh pada aksi pengaturan. Jadi pada sistem kontrol loop terbuka ini keluaran tidak di ukur ataupun di umpan balikkan untuk dibandingkan dengan masukan acuan. Pada Gambar 2.5 berikut ditunjukkan hubungan masukan dengan keluaran untuk sistem kontrol loop terbuka.

Masukan Keluaran

Plant / Proses Pengontrol


(30)

Pada setiap pengotrolan loop terbuka, keluarannya tidak dibandingkan dengan masukan acuan. Jadi setiap masukan acuan terdapat suatu kondisi operasi yang tetap. Dengan demikian, ketelitian operasi sangat tergantung pada kalibrasi peralatan. Namun dalam proses industri, pengontrolan dengan sistem loop terbuka ini sangat jarang dipergunakan.

II.2.4. Sistem kontrol loop tertutup

Sistem kontrol loop tertutup adalah suatu sistem kontrol yang sinyal keluarannya berpengaruh secara langsung pada aksi pengontrolan. Jadi sistem kontrol loop tertutup ini adalah merupakan sistem kontrol dengan menggunakan umpan balik. Pada dasarnya umpan balik ini merupakan hasil proses yang terjadi. Namun karena terjadinya beberapa gangguan yang bersifat merugikan sehingga hasil keluaran tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki, maka perlu dibandingkan kembali untuk memulai aksi pengontrolan.

Pengontrolan dengan sistem kontrol loop tertutup yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan harga yang diinginkan dan menggunakan perbedaaan tersebut untuk memulai aksi guna mengurangi perbedaaan. Prinsip pengontrolan dengan loop tertutup sebenarnya sederhana, yaitu menggunakan umpan balik atau hasil pengukuran yang menggerakkan mekanisme pengontrolan. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam diagram blok yang sangat sederhana seperti pada Gambar 2.6 :


(31)

Gangguan

Masukan Keluaran

Gambar 2.6 Sistem Kontrol Loop Tertutup

Prinsip pengontrolan sistem loop tertutup dapat dilakukan dalam banyak kegiatan operasi, seperti pengontrolan temperatur pemanasan, pengontrolan tekanan, pengontrolan tinggi permukaan cairan, dan lain-lain.

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, maka perlu mengukur dan mengontrol secara langsung variabel yang menunjukkan keadaan kualitas produksi. Hal seperti inilah yang disebut dengan istilah pengontrolan secara langsung.

Bila mengukur atau mengontrol secara langsung sulit dilakukan, maka diperlukan pengontrolan variabel sekunder, misalnya variabel temperatur dan tekanan yang secara langsung berhubungan dengan kualitas. Pengontrolan ini sering disebut pengontrolan secara tidak langsung.

Salah satu proses yang memerlukan pengontrolan yang tetap untuk mendapatkan hasil yang maksimal adalah proses pengontrolan temperatur pemanasan. Perlakuan panas adalah suatu proses yang kompleks. Dalam hal sebagian besar, perlakuan panas dapat meningkatkan mutu benda. Keberhasilan

Elemen pengukur atau umpan balik


(32)

16

penyimpangan pemanasan harus diusahakan sekecil mungkin karena temperatur yang terlalu kecil atau terlalu besar pada proses pemanasan dapat mengakibatkan penurunan kualitas produk yang dihasilkan.


(33)

BAB III

PERALATAN KONTROL TEMPERATUR PADA

HOLDING FURNACE

III.1. Peralatan Kontrol Temperatur III.1.1. Kontaktor

Kontaktor dapat dianggap suatu saklar penghubung ataupun pemutus yang bekerja secara elektromagnetik. Biasanya, kontaktor yang digunakan untuk motor atau beban yang dayanya relatif besar, seperti pada Gambar 3.1 :

Gambar 3.1 Simbol Kontaktor Menurut Standar IEC Keterangan gambar :

 1, 3, 5 : Nomor terminal yang di hubungkan ke supplay  2, 4, 6 : Nomor terminal yang di hubungkan ke beban  13, 14 / 23, 24 : Kontak bantu normally open (NO)

 31, 32 : Kontak bantu normally close (NC)  a, b : Terminal coil


(34)

III.1.1.1. Fungsi Kontaktor

Sistem kontrol pada Holding furnace ini menggunakan 4 buah kontaktor, dimana ke-4 buah kontaktor ini digunakan untuk mengontrol hidup matinya elemen pemanas. Kontaktor yang pertama digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas I (heater I) pada hubungan star, dan kontaktor yang kedua digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas I (heater I) pada hubungan delta. Kontaktor yang ketiga digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas II (heater II) pada hubungan star, dan yang keempat digunakan untuk menghubungkan elemen pemanas II (heater II) pada hubungan delta.

III.1.1.2. Prinsip Kerja Kontaktor

Prinsip kerja sebuah kontaktor dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.Saat mendapatkan arus sesaat pada tegangan nominal maka magnetik kontaktor bekerja menarik kontak – kontaknya sehingga kontak NC menutup dan kontak NO membuka.

2.Selama coil kontaktor bekerja, pengoperasian tombol tekan NO yang dihubungkan paralel dengan kontak bantunya tidak akan berpengaruh pada rangkaian karena arus mengalir melalui kontak bantu tersebut.

3.Untuk memutuskan rangkaian biasanya digunakan untuk tombol tekan NC sehingga aliran arus ke coil akan terputus dan kontak NO akan kembali membuka dan kontak NC juga tertutup.

4.Tegangan yang di izinkan masuk ke coil kontaktor adalah minimal 80 % dan maksimal 100 % dari tegangan nominalnya.


(35)

5.Bila mendapat tegangan kurang 80 % tegangan nominal, maka kontak – kontaknya tidak bekerja dengan baik sehingga bisa timbul percikan bunga api, bila dibiarkan terus menerus maka kontak – kontak itu akan meleleh.

6.Bila mendapat tegangan lebih besar dari 100 % tegangan nominalnya secara terus menerus akan mengakibatkan kerusakan pada coil kontaktor.

III.1.2. Relay

Sama halnya dengan kontaktor, relay ini juga bekerja secara elektromagnetik. Pada umumnya relay yang digunakan untuk rangkaian yang dayanya relatif rendah. Relay banyak digunakan dalam rangkaian kontrol untuk membuka dan menutup supplay tegangan komponen atau peralatan kontrol lainnya. Relay juga memiliki kontak utama dan kontak bantu NO dan NC, dimana bila kontak utamanya diberi tegangan maka kontak bantunya akan bekerja, dimana relay dapat dilihat pada Gambar 3.2 :

Gambar 3.2 Simbol Relay

III.1.2.1. Fungsi Relay

Relay yang digunakan pada sistem kontrol pada Holding Furnace ini ada 3 buah. Pertama adalah relay yang mengatur On atau Off nya rangkaian kontrol.


(36)

temperatur yaitu temperatur pada dapur di atas nilai setting. Relay yang ketiga adalah relay yang bekerja pada saat temperatur mencapai nilai setting.

III.1.2.2. Prinsip Kerja Relay

Prinsip kerja sebuah relay dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.Kontak – kontaknya bekerja berdasarkan elektromagnetik

2.Kontak – kontak di kopel pada inti gerak dan pada posisi normal kontak NO membuka dan kontak NC menutup.

3.Bila tegangan diberikan ke terminal kontak utama (coil) yaitu yang melilit pada inti diam, maka akan timbul gaya magnetik dan inti gerak akan tertarik.

4.Pada saat inti gerak tertarik kontak NC akan menutup dan kontak NO membuka, keadaan akan tetap seperti ini selama coil/kontak utama masih bertegangan.

5.Jika masukan tegangan diputus, maka pegas akan menarik inti gerak dan semua akan kembali ke posisi awal.

Pada Gambar 3.3 memperlihatkan yang mana sebuah rangkaian relay yang dapat digunakan pada alat pengatur temperatur.

Gambar 3.3 Prinsip Kerja Relay


(37)

III.1.3. Fungsi Timer

Timer yang digunakan pada rangkaian kontrol Holding furnace ini ada 2 buah, dimana timer yang digunakan adalah timer jenis timer on – off delay. Timer disini berfungsi untuk menentukan kapan elemen pemanas (heater) bekerja (ON), dan kapan elemen pemanas (heater) tidak bekerja (OFF). Timer sistem kontrol pada Holding furnace ini di setting 2 detik. Maksudnya apabila temperatur dapur sudah berada dibawah nilai setting, maka 2 detik setelah itu elemen pemanas akan hidup. Biasanya elemen pemanas hidup apabila temperatur dapur 728 oC. Dan apabila suhu dapur sudah berada di atas nilai setting (730 oC), maka 2 detik setelah itu eleman pemanas akan mati. Biasanya elemen pemanas akan mati apabila temperatur dapur 732 oC.

III.1.3.1. Prinsip Kerja Timer

Timer memiliki prinsip kerja yang hampir sama dengan relay dan kontaktor. Timer juga memiliki kontak utama dan kontak bantu. Bedanya kontaktor dan relay bekerja tergantung ada tidaknya tegangan yang diberikan pada kontak utamanya sedangkan timer bekerja tergantung ada tidaknya tegangan pada kontak utamanya dan juga setting waktu yang diberikan. Berdasarkan cara kerjanya, timer dapat digolongkan atas 3 macam yaitu :

1.Timer On-Delay yaitu timer dimana terjadi penundaan waktu On pada saat awal pengoperasian (menjalankan pengoperasian)

2.Timer Off-Delay yaitu timer dimana terjadi penundaan waktu Off pada saat pemutusan rangkaian (menghentikan pengoperasian)


(38)

3.Timer On-Off Delay yaitu pada timer On-Off delay terjadi penundaan waktu pengoperasian, baik pada awal pengoperasian maupun pada saat pemutusan rangkaian.

III.1.4. Pengatur Temperatur

Fungsi pengaturan temperatur yaitu : Temperature Indicating Controller (TIC) pada sistem kontrol holding furnace ini ditempatkan di ruang panel. Pada Temperature Indicating Controller (TIC) inilah diberi setting point yaitu temperatur dimana proses yang diharapkan dapat berjalan dengan baik. Pada awal proses, operator memberi nilai setting point pada Temperature Indicating Controller (TIC). Apabila dapur masih kosong (aluminium belum dimasukkan) nilai setting point diset pada temperatur 630 oC, hal ini dilakukan untuk mencegah agar elemen pemanas tidak berada pada posisi On, sehingga pemakaian energi listrik dapat dihindari. Kemudian setelah aluminium dimasukkan ke dalam dapur, maka operator akan mengubah nilai setting pointnya 730 oC. Apabila ada perbedaan temperatur antara dapur dan nilai setting point, maka termokopel akan memberi sinyal pada Temperature Indicating Controller (TIC) dengan mengaktifkan elemen pemanas (heater). Apabila temperatur dapur berada di bawah setting point maka elemen pemanas (heater) akan hidup, dan begitu sebaliknya apabila temperatur dapur berada pada di atas nilai setting point maka elemen pemanas (heater) berhenti.

Prinsip kerja pengatur temperatur yaitu : Temperature Indicating Controller (TIC) merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengontrol temperatur Holding furnace. Temperatur Indicating Controller (TIC) bukan hanya berfungsi untuk mengontrol jalannya proses, tetapi juga mengubah besaran


(39)

yang diterimanya dalam bentuk angka sehingga operator yang ada di Instrument Panel mengetahui berapa temperatur dapur. Temperatur Indicating Controller (TIC) dihubungkan dengan thermokopel, temperatur dapur yang diterima oleh termokopel di ubah dalam bentuk tegangan, kemudian tegangan tersebut dikirimkan ke converter. Tegangan yang di terima oleh converter di ubah dalam bentuk arus (4 – 20 mA) kemudian di kirimkan ke Temperatur Indicating Controller (TIC). Apabila ada perbedaan temperatur dapur dengan temperatur setting, maka Temperatur Indicating Controller (TIC) akan memberikan sinyal kepada elemen pemanas dimana sinyal yang diberikan merupakan sinyal on – off nya elemen pemanas.

III.1.5. Converter

Converter yang digunakan pada rangkaian kontrol temperatur pada holding furnace ini ada satu buah, dimana converter ini ditempatkan di Local Operation Panel (LOP). Converter ini berfungsi mengubah hasil pengukuran yang diterima dari termokopel agar dapat diterima oleh receiver termasuk controller, recorder dan indicator.

Converter temperatur adalah suatu alat yang berfungsi mengubah harga pengukuran yang diperoleh termokopel menjadi sinyal baku yang dapat diterima oleh receiver, termasuk controller, recorder. Dan converter ini juga berperan mengubah sinyal kendali yang di kirim dari controller menjadi sinyal yang dapat mengoperasikan relay dan kontaktor. Pada converter listrik pneumatik, sinyal listrik yang digunakan adalah 4 – 20 mA dan sinyal pneumatiknya 0,2 – 1,0 Kg/cm2.


(40)

III.1.6. Indikator

Indikator adalah suatu alat yang digunakan untuk mengubah besaran yang diterima oleh konverter menjadi skala angka sehingga dapat dibaca berapa nilai dari besaran tersebut. Indikator yang digunakan pada rangkaian kontrol ini ada satu buah yang terpasang di Local Operation Panel (LOP).

Fungsi suatu indikator adalah untuk mengubah sinyal yang diterima oleh konverter menjadi skala angka sehingga dapat diketahui besaran yang terjadi dalam proses. Harga yang diukur hanya dinyatakan sesaat saja, sehingga harga yang diperlukan harus dan dicatat secara berulang – ulang. Sinyal tersebut tercatat pada alat indikator seperti pada Gambar 3.4 :

Gambar 3.4 Digital Type Temperatur Indikator

III.1.7. Recorder

Rekorder dipakai untuk mengetahui perubahan dari waktu ke waktu dalam kondisi operasi atau mendapatkan rekaman harga hasil pengukuran yang penting. Dalam sistem pengontrolan ini menggunakan satu buah rekorder yang ditempatkan di ruang panel.

Sinyal yang diterima oleh recorder direkam secara terus-menerus dengan menggunakan pena perekam. Recorder dipakai untuk mengetahui perubahan dari


(41)

waktu ke waktu dalam kondisi operasi atau mendapatkan rekaman harga hasil pengukuran yang penting. Recorder ini dirancang sedemikian rupa sehingga tempat pengukur dapat di indentifikasi dengan warna tinta cetaknya seperti terlihat pada Gambar 3.5 :

Gambar 3.5 Recorder Pencetak

III.2. Furnace (Tanur)

III.2.1. Pengenalan Furnace (Tanur)

Furnace (tanur) adalah suatu peralatan yang dipergunakan untuk tempat pengerjaan panas terhadap beberapa benda. Umumnya furnace pada bagian dalam dan di lapisi dengan batu tahan panas (fire brick), yang tebal lapisannya tergantung dari maksud pemakaiannya. Dimana lapisan batu itu harus cukup kuat untuk menahan seluruh berat tungku sewaktu berlangsungnya pemanasan dan harus tahan mengisolir panas dari dalam ruang furnace tersebut. Lebih tebal lapisan batu tahan panasnya maka lebih baik, hanya saja biasanya harganya lebih mahal. Untuk lapisan batu tahan panas ini umumnya dibuat dari bermacam-macam tanah liat yang sifat tahan panasnya juga bervariasi. Kandungan silikon merupakan kandungan yang paling dominan dari tanah liat yang digunakan sebagai batu tahan panas yang titik leburnya mencapai 1710 oC. Keuntungan


(42)

1.Sifat tahan panas pada temperatur yang tinggi.

2.Sifat konduktifitas panasnya yang baik sehingga proses untuk pemanasan lapisan batu tahan panasnya tidak susah dan juga pemanasan yang merata dapat dicapai.

3.Tidak mempengaruhi sifat –sifat benda yang akan dipanaskan.

III.2.2. Klasifikasi Furnace

Dari sekian banyak furnace (tanur) yang biasa dipergunakan, dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

1.Menurut Desain dan Ukuran antara lain : Untuk pekerjaan pemanasan terhadap berbagai macam benda, digunakan tanur yang disesuaikan dengan besar kecilnya ukuran benda yang dipanaskan, sehingga tanur tidak terlalu sempit untuk benda – benda yang besar dan tidak mubajir untuk benda – benda yang berukuran kecil.

2.Menurut Metode Pemanasan yaitu berdasarkan sumber panas, tanur dapat dibedakan atas :

A.Tanur dengan pembakaran gas, yaitu tanur yang sumber panasnya diperoleh dari pembakaran gas, seperti gas LPG. Pembakaran dilakukan dengan menempatkan beberapa buah burner kedalam tanur melalui pintu – pintu yang telah tersedia. Proses ini dapat kita lihat pada Gambar 3.6 berikut :


(43)

Gambar 3.6 The Open Hearth Furnace Dengan Pembakaran Gas

B.Furnace dengan pemanasan menggunakan energi listrik

Pemanasan furnace dilakukan dengan menggunakan elemen pemanas (heater) yang mengubah energi listrik menjadi energi panas. Elemen pemanas (heater) ini biasanya ditempatkan di atap bagian dalam furnace atau dinding furnace sepanjang tidak terganggu oleh benda – benda yang dipanaskan. Pemanasan dengan menggunakan heater, bukan hanya lapisan dinding tanur saja yang dipanaskan, tetapi juga benda – benda yang dibuat didalam tanur, akibat dari hantaran panas lapisan batu tahan panas dan juga melalui atmosfir di dalam furnace secara radiasi. Pada Gambar 3.7 berikut ini dapat kita lihat Type Muffle dengan pemanasannya menggunakan elemen pemanas (heater).


(44)

Gambar 3.7 The Muffle Furnace dengan Elemen Pemanas (heater)

3.Menurut Penggunaan

Furnace yang digunakan harus disesuaikan dengan penggunaan dalam hal benda – benda yang akan dimuat diberi perlakuan panas. Artinya furnace yang dipergunakan pada perlakuan panas pada besi tidak boleh dipergunakan untuk menampung aluminium atau sebaliknya, karena bila pemanasan dilakukan sampai mencapai titik lebur suatu benda, maka di khawatirkan sisa – sisa benda yang menempel dilapisan batu tahan panas akan tertinggal dan tergabung dengan benda yang lain yang berbeda komposisinya. Seperti halnya di pabrik peleburan besi, pabrik peleburan aluminium juga menggunakan beberapa tanur yang penggunaannya dibedakan atas tiga macam yaitu :

A. Melting furnace (Tanur Pelebur), yaitu tanur yang digunakan untuk melebur

bahan baku alumina menjadi aluminium cair. Salah satu contoh tanur pelebur yang digunakan dalam pabrik aluminium yaitu tanur pelebur type Prebaked Anoda Furnace. Kontruksi dari tanur terdiri dari :


(45)

1.Lapisan luar yang merupakan kerangka baja dari bahan baja tuang 2.Lapisan batu tahan panas

3.Lapisan karbon

B. Baking furnace (Tanur Panggang), yaitu tanur yang dipergunakan untuk

memanggang blok – blok anoda yang akan digunakan pada proses reduksi

C. Holding furnace( Tanur Penampung), yaitu tanur yang dipergunakan untuk

menampung aluminium cair sebelum dilakukan proses pencetakan atau proses casting. Salah satu tanur pelebur yang digunakan pada proses pencetakan aluminium tampak pada Gambar 3.8 :

Keterangan : 1. Blok Anoda 2. Lapisan Katoda 3. Larutan Klorit 4. Alumina

Gambar 3.8 Tanur Pelebur Type Prebaked Anoda Furnace

III.2.3. Holding Furnace

Dapur ini mempunyai atap datar dengan dinding yang terbuat dari plat baja yang sisi dalamnya dilapisi batu tahan api. Bagian atap dari dapur tersebut diberi


(46)

yang digunakan pada elemen pemanas ini adalah energi listrik. Tegangan 380 volt tiga fasa disalurkan ke 54 buah elemen pemanas, yang kemudian dibagi menjadi dua grup yang setiap grupnya dapat dihubungkan secara bintang (star) untuk posisi normal dan hubungan delta pada posisi khusus.

III.2.4. Kontruksi Holding Furnace

Seperti halnya sebuah rumah tanpa penyekat, tanur ini dilengkapi dengan beberapa buah pintu, diantaranya pintu untuk pemasukan aluminium cair (charging door), pintu untuk pemasukan Flux, pintu pengeluaran Dross, dan lubang untuk penuangan aluminium cair ke peralatan pencetak. Seperti pada Gambar 3.9 berikut menunjukkan bagian – bagian dari sebuah Holding furnace.

Gambar 3.9 Holding Furnace


(47)

III.2.5. Proses Pengolahan Aluminium Cair di Dalam Holding Furnace

Aluminium cair yang diperoleh dari proses reduksi, dimasukkan kedalam vacum ladle dan kemudian dibawa ke dapur penampung dengan menggunakan Metal Transport Car (MTC), dimana temperatur aluminium cair pada saat itu berkisar antara 840 – 860 oC. Setelah sampai ke tempat dapur penampung, aluminium cair tersebut akan mengalami beberapa perlakuan antara lain :

1.Charging yaitu proses penuangan/pemasukan aluminium cair dan cold metal ke dalam furnace. Dimana charging ini dibagi atas dua yaitu :

A. Charging aluminium cair yaitu memasukkan molten kedalam furnace

dengan menggunakan bantuan Hoist Crane 10 ton untuk memiringkan ladle dengan menumpu pada clamp di MTC.

B. Charging cold metal yaitu memasukkan metal ke dalam dapur, dimana

metal yang dimasukkan antara lain : ingot out product, ingot spec out, scrap, recovery metal, static block, dan bekas sample.

2.Flux Treatment yaitu memberi garam dengan komposisi 0,64 Kg/ton

Aluminium bertujuan untuk mengikat gas – gas yang terperangkap di dalam molten dan juga untuk mengangkat kotoran – kotoran (dross) ke atas permukaan molten. Dimana garam yang digunakan adalah : NaCl sebanyak 30 %, NaSiF6 sebanyak 10 %, KCl sebanyak 34 % dan NaF sebanyak 6 %.

3.Stirring yaitu proses pengadukan molten di furnace setelah pemberian flux. Proses ini berfungsi untuk mempercepat pengikatan kotoran –kotoran yang membentuk dross, dan untuk membentuk kadar Fe yang lebih homogen, proses ini berlangsung selama 2 – 5 menit.


(48)

4.Holding Time yaitu proses dimana aluminium tersebut dibiarkan selama 2,5 jam. Hal ini berfungsi agar kotoran – kotoran yang terikat dapat terapung ke atas permuakaan molten.

5.Skiming Off yaitu proses pengeluaran dross yang berada di atas permukaan

molten. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bantuan forklift tipe rotary.

6.Sampling yaitu proses pengambilan sample untuk di analisa apakah molten

yang ada sesuai dengan grade yang direncanakan sebelumnya. Untuk TPM

(Test Product Metal) dilakukan 2,5 jam setelah skiming off atau 1,5 jam

sebelum casting.

7. Casting yaitu proses pencetakan aluminium cair menjadi aluminium batangan (aluminium ingot). Dimana sebelum dilakukan proses pencetakan, semua alat yang digunakan terlebih dahulu harus dipanaskan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya ledakan yang diakibatkan dari kelembaban alat yang digunakan (thermal shock). Proses pencetakan dapat dilakukan apabila temperatur aluminium cair di dalam dapur berkisar antara 690 – 760 oC, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah ketika berlangsungnya proses pencetakan.


(49)

BAB IV

PENGONTROLAN TEMPERATUR

HOLDING FURNACE

IV.1. Proses Kontrol Temperatur

Dari fungsi beberapa komponen kontrol dan juga diagram kontrol temperatur pada Holding furnace, sistem pengontrolan temperatur pada Holding furnace ini digolongkan sebagai pengontrolan loop tertutup. Hal yang paling mendasar yang dikontrol pada Holding furnace ini adalah temperatur pada dapur (furnace). Keluaran yang dikontrol adalah temperatur pada dapur, dan sebagai kontroler adalah Temperature Indicating Controller, dan sebagai feedback adalah sebuah transducer yaitu termokopel. Proses yang dimaksud adalah kegiatan Temperature Indicating Controller mengirim sinyal ke LOP (Local Operation Panel) untuk meng – ON dan meng – OFF kan elemen pemanas (heater). Hubungan ini dapat dinyatakan dalam Gambar 3.2 diagram blok sebagai berikut :


(50)

Vs (T) adalah tegangan yang merupakan fungsi temperatur, berasal dari

termokopel. Vref adalah tegangan referensi, yang merupakan temperatur set. VE

merupakan tegangan error dari amplifier yang terdapat didalam temperatur kontroller menjadi suatu tegangan Vo untuk mengendalikan heater.

Nilai masukan temperatur adalah 730 oC, dengan demikian Temperatur Indicating Controller, mengontrol agar sistem keluarannya 730 oC dengan proses yang dilakukan adalah dengan menghidupkan elemen pemanas (heater). Secara praktek, apabila temperatur dapur 2 oC diatas dan dibawah nilai setting point maka elemen pemanas akan ON atau OFF, maksudnya apabila temperatur 728 oC, maka Temperatur Indicating Controller akan memberikan sinyal supaya heater berada pada posisi ON maka proses pemanasan akan berlangsung sehingga temperatur akan naik. Apabila temperatur dapur sudah mecapai 732 oC, maka Temperatur Indicating Controller akan memberikan sinyal supaya heater berada pada posisi OFF.

Transducer yang digunakan disini adalah termokopel yang berfungsi sebagai feedback –nya yang membandingkan temperatur pada furnace dengan nilai acuan . Jika nilainya masih berbeda, maka termokopel akan mengirim sinyal ke Temperatur Indicating Controller untuk tetap mengontrol sampai proses itu selesai.

Termokopel ini mendeteksi besaran temperatur dan mengubahnya ke besaran listrik yaitu tegangan, dan kemudian tegangan tersebut diteruskan oleh extension lead ke converter yang terdapat di Local Operation Panel (LOP). Dari converter sinyal tersebut diteruskan ke peralatan kontrol baik yang ada di Local


(51)

Operation Panel maupun di dalam Instrument Panel (IP). Di Local Operation Panel sinyal tersebut diterima oleh sebuah indikator, sedangkan Instrument Panel diterima oleh dua buah peralatan kontrol, yang pertama berupa Temperature Indicating Controller (TIC), yang berfungsi sebagai indikator skala dan sebagai kontroller, sedangkan yang kedua adalah recorder, yang mencatat perubahan temperatur secara kontinu. Sehingga apabila terjadi perubahan temperatur maka Temperature Indicating Controller akan memberikan sinyal ke Local Instrument Panel (LOP) untuk meng-ON dan meng-OFF kan ke elemen pemanas.

Kecepatan kenaikan temperatur sangat tergantung kepada jenis dari hubungan elemen pemanas yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh perhitungan di bawah ini :

Contoh : Berapakah jumlah energi listrik yang di butuhkan untuk menaikkan temperatur molten 1 oC, bila jumlah molten 30 ton dengan kapasitas panas aluminium 0,3 Cal/gr oC dan efisiensi dapur 30 % ?

Jawab : Hs = Hm + Hf + Hg

Heff = Hs Hm

x 100% --- Hs = Heff

Hm

x 100%

Hm = m x Cp x ∆t Dimana :

Hs = Sumber panas (Kcal) Hm = Panas molten (Kcal) Hp = Panas dapur (Kcal) Hg = Panas gas (Kcal)


(52)

Maka :

Hm = m x Cp x ∆t

Hm = 30 x 106 x 0,3 Cal/gr oC x 1 oC = 9 x 106

Hs = Heff

Hm

x 100% =

% 30 Cal 10 9 6 x

x 100 % = 30 x 106 Cal = 30 x 103 Kcal

Karena 1 Kwh = 860 Kcal

Kerja yang dikeluarkan = 860

10 30x 3

Kwh = 34,8 Kwh

1.Elemen semua pemanas hubungan Y dan Y, maka dayanya 65 Kwh + 65 Kwh = 130 Kwh

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1 oC =

Kwh Kwh 130 8 , 34

= 0,26 jam

Dengan kecepatan kenaikan temperatur =

jam C o 26 , 0 1

= 3,85 oC/jam = 0,064

o

C/menit

2.Elemen pemanas hubungan ∆ dan Y, dayanya 195 Kwh + 65 Kwh = 260 Kwh

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1 oC =

Kwh Kwh 260 8 , 34

= 0,13 jam

Dengan kecepatan kenaikan temperatur =

jam C o 13 , 0 1

= 7,69 oC/jam = 0,128

o

C/menit

3.Elemen pemanas hubungan ∆ dan ∆, dayanya = 195 Kwh + 195 Kwh = 390 Kwh

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 1 oC =

Kwh Kwh 360 8 , 34

= 0,089 jam


(53)

Dengan kecepatan kenaikan temperatur =

jam C

o 089 , 0

1

= 1,24 oC/jam = 0,187

o

C/menit

IV.2. Langkah penanggulangan untuk mengetahui peralatan instrument dapat bekerja dengan baik.

Untuk memperoleh hasil produksi yang sesuai dengan yang kita inginkan, maka harus dilakukan pengontrolan. Pengontrolan dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh peralatan instrumen yang baik pula. Untuk mengetahui apakah peralatan instrumen yang kita gunakan masih bekerja sesuai dengan standarnya, maka untuk mengetahuinya kita harus melakukan suatu pengecekan. Di PT. Indonesia Asahan Aluminium pengecekan terhadap peralatan instrumen dilakukan setiap 3 bulan. Dimana pengecekan itu dilakukan sebagai berikut : Lepaskan termokopel dari rangkaian kontrol, kemudian supplay Local Operation Panel dengan tegangan sesuai untuk termokopel jenis CA, dimana standar yang kita gunakan adalah :

Supplay 16,38 SE = 4 mA Temperatur = 400 oC Supplay 48,88 SE = 20 mA Temperatur = 1200 oC

Seperti pada tabel telah kita peroleh data pengecekan terhadap beberapa peralatan instrumen akan dapat menentukan apakah peralatan tersebut masih bisa digunakan atau perlu dikalibrasi dengan menentukan persen errornya yang diijinkan untuk peralatan tersebut yaitu : untuk Indicator (1%), Recorder (0,5%), Converter (0,5%)


(54)

Tabel 4.1 Contoh Standarisasi Kalibrasi DC (mV) SEp (mA) LOP Indicator (oC)

TIC Indicator (oC)

Recorder (oC)

16,38 3,98 400 400 400

23,50 7,99 610 598 603

Persen kesalahan suatu peralatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Error = ( HT

HP

HT

) x 100 %

Dimana : HT = Harga teori HP = Harga praktek

A. Sinyal elektrik pada tegangan 16,38 mV

SE = (

50 , 23 38 , 16 38 , 16 

x 16 ) + 4 = 4 mA

Er = (

mA mA mA 4 98 , 3 4 

) x 100 % = 0,5 %

B. Sinyal elektrik pada tegangan 23,50 mV

SE = (

50 , 23 38 , 16 50 , 23 

x 16 ) + 4 = 7,51 mA

Er = (

51 , 7 99 , 7 51 , 7 

) x 100 % = 6,39 %

C. Temperatur standar pada tegangan 16,38 mV

Temp = (

50 , 23 38 , 16 38 , 16 

x 800 ) + 400 = 400 oC


(55)

Er = (

400 400 400

) x 100 % = 0 %

D. Temperatur standar pada tegangan 23,50 mV

Temp = (

50 , 23 38 , 16 50 , 23 

x 800 ) + 400 = 575,26 oC

Er = (

26 , 575 610 26 , 575 

) x 100 % = 6,04 %

Dari data pengamatan dapat kita ambil kesimpulan bahwa peralatan instrumen tersebut perlu di kalibrasi, karena persen error yang dihasilkan sudah melampaui batas error yang diijinkan (proses standar) pada peralatan tersebut. Pengkalibrasian peralatan instrumen dapat dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1.Sambungkan output dari converter pada amperemeter, sehingga sinyal elektrik yang keluar dari converter dapat dibaca pada amperemeter.

2.Supplay input dari peralatan instrumen dengan standar tegangan yang sesuai dengan tabel untuk thermokopel CA, dimana tegangan yang dimaksud ada Supplay =16,38 mV, SE = 4 mA, Temperatur = 400 oC

Supplay = 48,88 mV, SE = 20 mA,Temperatur = 1200 oC

3.Periksa penunjukan pada amperemeter untuk mengetahui besarnya sinyal elektrik yang dikeluarkan oleh converter.

4.Apabila ada perbedaan maka lakukan pengaturan, untuk titik 0 % atur dengan menggunakan gigi pengatur nol sehingga penunjukan pada amperemeter 4 mA, dan untuk titik 100 % gunakan span rider sehingga penunjukan pada amperemeter 20 mA.


(56)

40

5.Setelah pengkalibrasian selesai, lakukan kembali pengukuran untuk memastikan apakah alat tersebut sudah bekerja sesuai dengan standarnya, sebelum peralatan instrumen tersebut digunakan untuk mengontrol jalannya proses.

Pada pengontrolan temperatur yang dilakukan di PT Inalum, setting temperatur kontrol panel diset 730 oC, hal ini dilakukan karena temperatur aluminium yang paling ideal untuk mencetak adalah berkisar antara 720 oC – 730

o

C. Penurunan temperatur pada waktu dilakukannya proses pencetakan adalah 0,348 oC/menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencetak 30 ton

aluminium adalah

jam ton

ton / 12

30

= 2,5 jam = 150 menit. Jadi apabila proses

pencetakan dimulai pada temperatur 730 oC, maka temperatur pada akhir pencetakan dapat diperkirakan :

= 730 oC – (,348 oC/menit x 130 menit) = 730 oC – 45,24 oC

= 684,76 oC

Jadi proses pencetakan dapat dilakukan karena kita ketahui bahwa titik didih aluminium 660 oC. Sehingga kemungkinan terjadinya pembekuan aluminium dalam dapur sebelum semuanya selesai untuk dicetak dapat dihindari, karena temperatur akhir dari pencetakan tersebut adalah 684,76 oC


(57)

BAB V

PENUTUP

V.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Sistem pengontrolan temperatur yang digunakan pada dapur penampung (Holding furnace) yang terdapat di PT. Indonesia Asahan Aluminium termasuk sistem pengontrolan loop tertutup.

2. Setting pengontrolan temperatur yang dilakukan di PT Inalum yaitu temperatur disetting dikontrol panel pada temperatur 730 oC.

3. Proses pencetakan dapat dilakukan apabila temperatur aluminium cair di dalam dapur berkisar antara 690 oC – 760 oC, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah ketika berlangsungnya proses pencetakan. 4. Komponen kontrol yang digunakan pada rangkaian kontrol ini adalah

kontroller ON – OFF

V.2. SARAN

1. Agar memperoleh hasil pengukuran yang akurat, terlebih dahulu sebaiknya peralatan instrumen yang digunakan harus dilakukan pengkalibrasian yang sesuai dengan standarisasi.

2. Untuk meningkatkan hasil dan kesinambungan produksi, hendaknya tenaga ahli dibidang tersebut lebih diperbanyak.


(58)

42

DAFTAR PUSTAKA

1.Dales Boucher “ Basic Control System Procces Aplication “, Cataloguing Room SGE PT Inalum Tahun 2001.

2.Frans Gunawan “ Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses “ Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994.

3.Ir. Mansyur, Msi “ Instrumen dan Proses Kontrol “, Medan, 2004. 4.Penuntun Praktikum Instrumentasi 1 dan 2, PTKI, Medan, 2002.

5.PT. Winda Karyatami “ Thermocuple the Temperatur Sensor Catalog Krupp + Closs Assembled and Distributed “, 1996.

6.Seisuke, dkk, “ Instrumentasi Mini Plant “ Pendidikan Teknologi Kimia Industri, tahun 2002.

7.Srivasta, AC, “ Teknik Instrumentasi “ Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.

8.Yulianto Eko, Ir, dkk, “ Laporan Penelitian di Pabrik Peleburan PT Inalum “ Kuala Tanjung,1995.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

1.Dales Boucher “ Basic Control System Procces Aplication “, Cataloguing Room SGE PT Inalum Tahun 2001.

2.Frans Gunawan “ Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses “ Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994.

3.Ir. Mansyur, Msi “ Instrumen dan Proses Kontrol “, Medan, 2004. 4.Penuntun Praktikum Instrumentasi 1 dan 2, PTKI, Medan, 2002.

5.PT. Winda Karyatami “ Thermocuple the Temperatur Sensor Catalog Krupp + Closs Assembled and Distributed “, 1996.

6.Seisuke, dkk, “ Instrumentasi Mini Plant “ Pendidikan Teknologi Kimia Industri, tahun 2002.

7.Srivasta, AC, “ Teknik Instrumentasi “ Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.

8.Yulianto Eko, Ir, dkk, “ Laporan Penelitian di Pabrik Peleburan PT Inalum “ Kuala Tanjung,1995.


(1)

Tabel 4.1 Contoh Standarisasi Kalibrasi DC (mV) SEp (mA) LOP Indicator (oC)

TIC Indicator (oC)

Recorder (oC)

16,38 3,98 400 400 400

23,50 7,99 610 598 603

Persen kesalahan suatu peralatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Error = ( HT

HP HT

) x 100 % Dimana : HT = Harga teori HP = Harga praktek

A. Sinyal elektrik pada tegangan 16,38 mV SE = (

50 , 23 38 , 16 38 , 16 

x 16 ) + 4 = 4 mA

Er = (

mA mA mA 4 98 , 3 4 

) x 100 % = 0,5 %

B. Sinyal elektrik pada tegangan 23,50 mV SE = (

50 , 23 38 , 16 50 , 23 

x 16 ) + 4 = 7,51 mA

Er = (

51 , 7 99 , 7 51 , 7 

) x 100 % = 6,39 %

C. Temperatur standar pada tegangan 16,38 mV Temp = (

50 , 23 38 , 16 38 , 16 


(2)

Er = (

400 400 400

) x 100 % = 0 %

D. Temperatur standar pada tegangan 23,50 mV Temp = (

50 , 23

38 , 16 50 , 23 

x 800 ) + 400 = 575,26 oC

Er = (

26 , 575

610 26 , 575 

) x 100 % = 6,04 %

Dari data pengamatan dapat kita ambil kesimpulan bahwa peralatan instrumen tersebut perlu di kalibrasi, karena persen error yang dihasilkan sudah melampaui batas error yang diijinkan (proses standar) pada peralatan tersebut. Pengkalibrasian peralatan instrumen dapat dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1.Sambungkan output dari converter pada amperemeter, sehingga sinyal elektrik yang keluar dari converter dapat dibaca pada amperemeter.

2.Supplay input dari peralatan instrumen dengan standar tegangan yang sesuai dengan tabel untuk thermokopel CA, dimana tegangan yang dimaksud ada Supplay =16,38 mV, SE = 4 mA, Temperatur = 400 oC

Supplay = 48,88 mV, SE = 20 mA,Temperatur = 1200 oC

3.Periksa penunjukan pada amperemeter untuk mengetahui besarnya sinyal elektrik yang dikeluarkan oleh converter.

4.Apabila ada perbedaan maka lakukan pengaturan, untuk titik 0 % atur dengan menggunakan gigi pengatur nol sehingga penunjukan pada amperemeter 4 mA, dan untuk titik 100 % gunakan span rider sehingga penunjukan pada amperemeter 20 mA.


(3)

40

5.Setelah pengkalibrasian selesai, lakukan kembali pengukuran untuk memastikan apakah alat tersebut sudah bekerja sesuai dengan standarnya, sebelum peralatan instrumen tersebut digunakan untuk mengontrol jalannya proses.

Pada pengontrolan temperatur yang dilakukan di PT Inalum, setting temperatur kontrol panel diset 730 oC, hal ini dilakukan karena temperatur aluminium yang paling ideal untuk mencetak adalah berkisar antara 720 oC – 730 o

C. Penurunan temperatur pada waktu dilakukannya proses pencetakan adalah 0,348 oC/menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mencetak 30 ton aluminium adalah

jam ton

ton / 12

30

= 2,5 jam = 150 menit. Jadi apabila proses pencetakan dimulai pada temperatur 730 oC, maka temperatur pada akhir pencetakan dapat diperkirakan :

= 730 oC – (,348 oC/menit x 130 menit) = 730 oC – 45,24 oC

= 684,76 oC

Jadi proses pencetakan dapat dilakukan karena kita ketahui bahwa titik didih aluminium 660 oC. Sehingga kemungkinan terjadinya pembekuan aluminium dalam dapur sebelum semuanya selesai untuk dicetak dapat dihindari, karena temperatur akhir dari pencetakan tersebut adalah 684,76 oC


(4)

BAB V

PENUTUP

V.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Sistem pengontrolan temperatur yang digunakan pada dapur penampung (Holding furnace) yang terdapat di PT. Indonesia Asahan Aluminium termasuk sistem pengontrolan loop tertutup.

2. Setting pengontrolan temperatur yang dilakukan di PT Inalum yaitu temperatur disetting dikontrol panel pada temperatur 730 oC.

3. Proses pencetakan dapat dilakukan apabila temperatur aluminium cair di dalam dapur berkisar antara 690 oC – 760 oC, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah ketika berlangsungnya proses pencetakan. 4. Komponen kontrol yang digunakan pada rangkaian kontrol ini adalah

kontroller ON – OFF

V.2. SARAN

1. Agar memperoleh hasil pengukuran yang akurat, terlebih dahulu sebaiknya peralatan instrumen yang digunakan harus dilakukan pengkalibrasian yang sesuai dengan standarisasi.

2. Untuk meningkatkan hasil dan kesinambungan produksi, hendaknya tenaga ahli dibidang tersebut lebih diperbanyak.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dales Boucher “ Basic Control System Procces Aplication “, Cataloguing Room SGE PT Inalum Tahun 2001.

2. Frans Gunawan “ Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses “ Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994.

3. Ir. Mansyur, Msi “ Instrumen dan Proses Kontrol “, Medan, 2004. 4. Penuntun Praktikum Instrumentasi 1 dan 2, PTKI, Medan, 2002.

5. PT. Winda Karyatami “ Thermocuple the Temperatur Sensor Catalog Krupp + Closs Assembled and Distributed “, 1996.

6. Seisuke, dkk, “ Instrumentasi Mini Plant “ Pendidikan Teknologi Kimia Industri, tahun 2002.

7. Srivasta, AC, “ Teknik Instrumentasi “ Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.

8. Yulianto Eko, Ir, dkk, “ Laporan Penelitian di Pabrik Peleburan PT Inalum “ Kuala Tanjung,1995.


(6)

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Dales Boucher “ Basic Control System Procces Aplication “, Cataloguing Room SGE PT Inalum Tahun 2001.

2. Frans Gunawan “ Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses “ Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994.

3. Ir. Mansyur, Msi “ Instrumen dan Proses Kontrol “, Medan, 2004. 4. Penuntun Praktikum Instrumentasi 1 dan 2, PTKI, Medan, 2002.

5. PT. Winda Karyatami “ Thermocuple the Temperatur Sensor Catalog Krupp + Closs Assembled and Distributed “, 1996.

6. Seisuke, dkk, “ Instrumentasi Mini Plant “ Pendidikan Teknologi Kimia Industri, tahun 2002.

7. Srivasta, AC, “ Teknik Instrumentasi “ Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.

8. Yulianto Eko, Ir, dkk, “ Laporan Penelitian di Pabrik Peleburan PT Inalum “ Kuala Tanjung,1995.