BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Perbedaan Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Pemberian Informed Consent pada Pasien Pra Operasi di RSUD Kabupaten Gayo Lues

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

  Manusia pernah merasakan sakit, baik itu penyakit ringan ataupun penyakit yang parah. Penyakit yang parah membutuhkan perawat dan terapi pengobatan yang baik. Pada penyakit-penyakit tertentu seperti Appendisitis, terapi yang baik adalah pembedahan disamping perawatan dan terapi pengobatan. Operasi atau pembedahan merupakan suatu langkah yang sangat penting untuk dilakukan apabila tindakan pembedahan tersebut merupakan satu-satunya jalan keluar bagi pasien (Effendy, 2005).

  Salah satu layanan yang ada di Rumah Sakit adalah layanan pengobatan melalui operasi. Operasi merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologis misalnya harga diri dan identitas diri (Brunner & Suddart, 2001).

  Kebanyakan orang akan merasa cemas ketika divonis harus menjalani operasi meskipun itu hanya operasi kecil. Sebab menurut pemahaman awam operasi berarti ada bagian tubuh yang akan disayat, dibuka sampai ke dalam dalamnya. Oleh sebab itu, sebagian orang pasti akan merasa cemas ketika harus menunggu tindakan medis tersebut. Walaupun demikian, sebuah operasi pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Misalnya, jika tumor ganas dibiarkan bersarang di tubuh seseorang, maka dapat dipastikan kisah hidupnya bakal berakhir, operasi dapat menjadi salah satu solusi. Namun, jika tidak dipertimbangkan secara tepat dan penuh perhitungan, tindakan medis tersebut dapat berakhir dengan kerugian di pihak pasien (Kusmawan, 2011).

  Operasi dapat menimbulkan respon yang berbeda bagi setiap pasien hal ini beralasan karena status kesehatan, kondisi akut atau kronis dan prognosa penyakit, serta pengalaman tindakan operasi pasien juga berbeda. sehingga respon pasien juga berbeda dan dapat ditunjukan melalui beberapa cara yaitu: cemas, marah, bingung, menolak, dan mengajukan banyak pertanyaan (Taylor, 1993).

  Pasien pra operasi juga dapat mengalami berbagai ketakutan, terutama ketakutan terhadap anestesi, nyeri, sesuatu yang buruk akan terjadi dan kematian, rasa takut/khawatir, ancaman lain terhadap citra tubuh dapat timbul karena ketidak tahuan pasien. Selain ketakutan-ketakutan di atas pasien sering mengalami kekhawatiran masalah finansial, tanggung jawab terhadap keluarga dan kewajiban dalam pekerjaan yang ditinggalkan selama operasi. Hal tersebut dapat menyebabakan ketidaktenangan atau kecemasan pada pasien (Smiltzer & Bare, 1996).

  Banyak pasien merasa tidak dapat mengeksperesikan ketakutannya, meskipun demikian penting untuk mengenali tanda-tanda lain dari kecemasan yang meliputi pucat yang berlebihan, pergerakan mata yang cepat, berkeringat, tremor tangan, postur kaku, agresif, bicara berlebihan serta tidak melihat langsung ke arah yang berbicara (Attree, 2000).

  Operasi dapat menimbulkan kecemasan baik bagi klien maupun keluarga sehingga perawat dan tenaga kesehatan lain perlu memberi perhatian pada upaya mengurangi kecemasan sekaligus menurunkan resiko operasi yang dapat timbul. Persiapan pra operasi penting sekali untuk memperkecil resiko operasi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pra operasi yang telah dilakukan.

  Kecemasan merupakan respon umum yang sering muncul pada individu yang mengalami sakit dan takut yang terus-menerus timbul. Perasaan ini timbul akibat ancaman terhadap diri sendiri, identitas diri dan harga diri. Ancaman yang dirasakan pasien yang menderita sakit antara lain karena anggota tubuhnya mengalami kerusakan akibat sakit, penurunan fungsi tubuh akibat sakit (Tamsuri, 2006).

  Cemas dalam operasi mungkin dapat dikurangi dengan cara mengetahui lebih banyak tentang kelainan yang pasien derita, sehingga pasien yakin kalau operasi merupakan jalan terbaik untuk mengatasi masalah. Sebenarnya, operasi tidak lagi menjadi hal yang menakutkan apalagi jika dikaitkan dengan rasa sakit. Pasalnya menjelang operasi pasien akan terbebas dari rasa sakit akibat kerja obat-obat anestesi. Cepatnya perkembangan kefarmasian terutama dengan formula yang diberikan oleh dokter anestesi, akan memperkuat keyakinan kalau pasien mendapatkan informasi tambahan dari orang lain yang pernah menjalani operasi yang sama. Jika dengan semua itu kekhawatiran masih juga menyelimuti tentu dokter bedah dapat menjadi tumpuan untuk bertanya (Kusmawan, 2011).

  Ada sejumlah laporan mengenai informasi bagi pasien bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah menerima cukup informasi. Kita ketahui benar bahwa perasaan cemas menghalangi informasi yang baru. Kemampuan untuk mengurangi perasaan cemas dalam diri pasien merupakan keterampilan yang perlu dimiliki oleh dokter agar pasien mempunyai keyakinan melalui penyampaian informasi yang baik mengenai apa yang terjadi pada diri mereka (Roper, 2002).

  Beberapa penelitian mengemukakan bahwa ketidaktenangan, rasa khawatir, cemas yang diukur pada pasien tersebut adalah karena tidak sempurnanya informasi yang diterima. Di United Kingdom dan Eropa dilaporkan bahwa kebutuhan akan informasi dan dukungan pada pasien pra operasi cukup tinggi, akan tetapi dari laporan yang didapat kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak diberikan dengan baik oleh tim medis dan perawat di Rumah Sakit tersebut Chalmers (2001) dalam Dale (2004)

  Hasil penelitian lain di USA melaporkan bahwa kebutuhan informasi yang diperlukan pasien tidak sepenuhnya terpenuhi. kejadian ini dapat mempengaruhi perawatan kesehatan dan peningkatan penderitaan yang tidak seharusnya dialami oleh pasien (Wen & Gustafson, 2004).

  Dokter dan perawat dapat melakukan banyak hal untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan informasi yang diperlukan pasien. Corbet (1994) dalam Ellis (1999) menyatakan bahwa dokter dan pasien diperbolehkan memasuki hubungan interpersonal yang akrab. Pasien berhak mengetahui lebih banyak tentang asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat sebagai petugas kesehatan yang hal yang tidak atau belum diketahui bila pasien bertanya. Memberikan informasi yang diperlukan sebagai suatu cara untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien sehingga menambah pengetahuan pasien yang berguna bagi pasien dalam mengambil keputusan.

  Dari hasil penelitian yang dilakukan Handerson dan Chien (2004) di Hongkong (N=83) pada pasien pra operasi, ditemukan bahwa pasien membutuhkan berbagai macam tipe informasi. Pasien tersebut kebanyakan membutuhkan informasi tentang tanda dan gejala penyakit yang dialami, komplikasi pasca operasi, efek prosedur operasi pada perubahan gaya hidup, efek operasi 24-48 jam pertama, alasan mengapa dokter menyarankan dilakukan operasi, bagaimana dokter melakukan tindakan operasi, kewajiban administrasi yang harus dipenuhi pasien saat berada di Rumah Sakit dan obat-obat yang dapat mempercepat penyembuhan.

  Perbedaan budaya dapat mempengaruhi penyampaian informasi pada pasien Usia memilki pengaruh yang terhadap kebutuhan informasi, dimana dilaporkan pasien yang lebih muda akan lebih membutuhkan informasi tentang penyakitnya (Dale, 2004).

  Taylor (1997) menyatakan bahwa operasi merupakan masa kritis dan menghasilkan ketakutan atau kecemasan yang dapat dikuranggi dengan komunikasi.

  Rumah Sakit merupakan salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, Dalam pelaksanaan setiap rumah sakit harus mempunyai prosedur tetap sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, salah satu isi antara lain mewajibkan semua dokter yang kepada pasien sebelum tindakan dilaksanakan. Kepada pasien harus dijelaskan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan yang akan diberikan serta resiko yang mungkin saja terjadi, apa yang akan terjadi bila tindakan tidak dilaksanakan dan apakah ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Hal ini tercakup dalam Informed Consent.

  Keberhasilan tindakan kedokteran bukan suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan keberhasilan yang berbeda-beda dari satu kasus ke kasus lainnya. Dewasa ini pasien mempunyai pengetahuan yang semakin luas tentang bidang kedokteran, serta lebih ingin terlibat dalam pembuatan keputusan perawatan terhadap diri mereka. Karena alasan tersebut, persetujuan yang diperoleh dengan baik dapat memfasilitasi keinginan pasien tersebut, serta menjamin bahwa hubungan antara dokter dan pasien adalah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan. Proses informed consent merupakan manisfetasi dari terpeliharanya hubungan saling menghormati dan komunikasi antara dokter dengan pasien, yang bersama-sama menentukan pilihan tindakan yang terbaik bagi pasien demi mencapai tujuan pelayanan kedokteran yang disepakati ( Medical Counsil, 2006).

  Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 8 pasien pra operasi di RSUD Kabupaten Gayo Lues cemas dalam menghadapi operasi diantaranya cemas bila operasi gagal, cemas menghadapi ruang operasi dan peralatan operasi. Pasien pra operasi menyatakan pemberian informasi belum dilakukan pada seluruh pasien,sementara menurut permenkes No.585 tahun 1989 tentang informed consent dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian informed consent pada pasien pra operasi di RSUD Kabupaten Gayo Lues.

  1.2 Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian informed consent pada pasien pra operasi di RSUD Kabupaten Gayo Lues?.

  1.3 Tujuan Penelitian 1.

  Mengetahui dan mengidentifikasi masalah kecemasan yang dihadapi oleh pasien pra operasi.

2. Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pasien pra operasi sebelum dan sesudah pemberian informed consent.

1.4 Hipotesis

  Ada perbedaan pemberian informed consent terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pra operasi di RSUD Kabupaten Gayo Lues.

1.5 Manfaat Penelitian 1.

  Penelitian ini dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan Rumah Sakit untuk meningkatkan kewajiban dokter yang akan melakukan tindakan operasi agar melaksanakan Persetujuan Tindakan Medis sesuai dengan prosedur, sehingga terjadi komunikasi efektif antara dokter dengan pasien agar dapat mengurangi tingakat kecemasan sebelum operasi dilaksanakan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat dijadikan referensi bagi calon peneliti yang ingin meneliti topik yang sama atau hampir sama.

  3. Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pemberian informed consent terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pra operasi.