BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Tari Saman Gayo Dalam Pembangunan Pariwisata Di Kabupaten Gayo Lues

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh dan lebih khusus lagi masyarakat Gayo. Bercerita tentang Tari Saman terlebih dahulu mengetahui seluk beluk dan asal usulnya.

  Tari Saman merupakan warisan budaya Aceh yang sangat dibanggakan sampai saat ini, tidak hanya menjadi kebanggaan Aceh saja tetapi salah satu jenis tarian ini sudah menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun sangat ironisnya ketika masyarakat di luar Aceh hanya mengetahui bahwa

  

Saman itu berasal dari Aceh secara umum. Mereka tidak mengerti secara spesifik

  dari mana Saman itu berasal, padahal Aceh sendiri terdiri berbagai macam suku serta berbeda adat istiadat satu sama lain. Seperti Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Singkil, dan yang lainnya di mana masih banyak kemajemukan dan perbedaan budaya adat dan bahasa.

  Pada dasarnya Saman berasal dari Gayo, khususnya dari dataran tinggi seribu bukit di Kabupaten Gayo Lues. Namun kenapa Tarian Saman Gayo ini menjadi brand Pemerintah Provinsi Aceh tanpa ada keterlibatan masyarakat Gayo sendiri? Masalah ini perlu dikaji dan ditelaah bagaimana fenomena tersebut sampai terjadi. Lebih tragisnya lagi apabila dianalisa masalah di atas merupakan salah satu masalah eksternal apabila dilihat dengan kacamata masyarakat Gayo.

  Untuk lebih jelasnya peneliti akan memaparkan keberadaan suku Gayo di wilayah Republik Indonesia. Tanah Gayo dibagi ke dalam empat kelompok besar.

  Daerah ini satu sama lainnya dibatasi oleh sungai-sungai yang sudah merupakan batas alam, sehingga menyebabkan hubungan antar penduduk begitu sulit, akan tetapi harus diakui bahwa keseluruhan Tanah Gayo itu secara etnografis adalah satu (Hurgronje , 1996).

  Daerah yang merupakan wilayah tempat tinggal orang Gayo pada umumnya, terletak di tengah-tengah wilayah administratif yang kini disebut dengan Provinsi Aceh. Wilayah tempat tinggal suku bangsa Gayo ini dikenal juga dengan nama Dataran Tinggi Gayo. Dataran tinggi ini merupakan bagian dari rangkaian Bukit Barisan yang melintasi Pulau Sumatera. Lingkungan alam yang berbukit-bukit ini, rupanya telah menyebabkan orang-orang Gayo terbagi menjadi kelompok-kelompok itu sejak waktu yang relatif lama hampir tidak ada kontak satu dengan yang lain, karena tiadanya prasarana perhubungan yang baik (Melalatoa , 1982).

  Di tengah lingkungan alam yang sedemikian itu, orang Gayo yang menghuni dataran tinggi Gayo telah terbagi ke dalam lima Kabupaten yaitu : Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang (Ibrahim, 2007). Dari kelima Kabupaten tersebut hampir seluruh penduduknya merupakan suku bangsa Gayo kecuali di Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, di sini terdapat dua kelompok orang Gayo yang jumlahnya sangat minoritas yaitu orang Gayo Serbajadi berlokasi di Kecamatan Lokop Serbajadi Kabupaten Aceh Timur serta orang Gayo Kalul berlokasi di Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Aceh Tamiang. Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah berdiam suku bangsa Gayo yang meliputi kelompok orang Gayo Lut dan orang Gayo Deret, sedangkan Kabupaten Gayo Lues meliputi suku bangsa orang Gayo Lues. Dalam penelitian ini akan dikhususkan membahas Tari Saman di Kabupaten Gayo Lues yang sering disebut dengan Daerah Seribu Bukit, walaupun ada tautannya dengan kelompok- kelompok orang Gayo lainnya. Sesuai dengan kesepakatan para tokoh adat Gayo bahwa asal Tari Saman adalah dari Kabupaten Gayo Lues yang dijuluki Daerah Seribu Bukit.

  Selain itu masih ada masalah lainnya baik dipandang dari sudut internal maupun eksternalnya. Secara umum masalah internal ada dua, pertama semakin terkikisnya budaya lokal Tari Saman sendiri, baik dilihat dari antusias masyarakat, nilai-nilai yang terkandung maupun hilangnya simbol-simbol fisik penunjang eksistensi kebudayaan Saman. Kedua Pemerintah Kabupaten Gayo Lues sendiri masih belum menemukan kejelasan asal usul keaslian Tari Saman ini berdasarkan fakta sejarah.

  Sedangkan masalah eksternal sendiri apabila ditinjau secara umum bisa dibagi menjadi dua permasalahan. Pertama terjadinya dominansi Pemerintah Provinsi terhadap kebudayaan asli Gayo yaitu Saman. Selama ini orang di luar Aceh hanya melihat Aceh sebagai entitas tunggal, bukan entitas jamak. Padahal, di Aceh tidak sebatas dihuni suku Aceh, tetapi ada suku Gayo, Singkil, Tamiang, Kluet, Aneuk Jameuk, Simelue, dan lain-lain dengan identitas dan simbol etnik- historis-kultural yang berbeda satu sama lain. Meski secara tidak langsung, Pemerintah Provinsi jangan lagi melakukan klaim dan pembenaran historis- kultural, terlebih terhadap suku Gayo. Kalau ini tetap terjadi, kemungkinan konflik sosial, horizontal, dan komunal akan terjadi di Aceh.

  Kedua akibat dari diskriminasi serta pencaplokan budaya di atas,

  Pemerintah Kabupaten Gayo Lues semakin sulit untuk membangun kembali nama baik budaya Saman baik di tingkat nasional maupun internasional. Apalagi seni Tari Saman (bukan Saman asli Gayo Lues) telah masuk ke dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai penyelenggaran terbesar dengan 3000 orang penari di Banda Aceh tahun 2010 silam. Namun ironisnya, dari segi gerak, metode, penari dan pelaksaaan teknis lainnya sangat jauh dari keaslian Tari Saman yang asli.

  Hal ini tentunya akan menimbulkan konflik antar masyarakat Aceh sendiri. Mungkin di satu pihak kita sedikit bangga dengan mencuatnya nama

  

Saman kembali sebagai entitas Aceh. Namun klaimisasi budaya oleh Pemerintah

  Provinsi di atas telah menyalahi semangat otonomi daerah sebagai salah satu keunggulan dalam kearifan budaya lokal masyarakat Gayo.

  Kemudian dari tinjauan politis juga, kita tidak tahu dengan perkembangan dalam pemekaran daerah nantinya. Contoh kasus dapat kita lihat Kabupaten Gayo Lues beserta enam Kabupaten/ Kotamadya telah berupaya memisahkan diri dari naungan Provinsi Aceh dengan membentuk Provinsi ALA (Aceh Louser Antara) terdiri dari Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Singkil dan Kotamadya Subulussalam. Walaupun gagal, untuk sementara keenam Kabupaten/ Kotamadya tersebut terus berjuang agar kesetaraan pembangunan serta marjinalisasi ekonomi dapat terhapuskan. Timbul sebuah pertanyaan di masa yang akan datang, kejelasan entitas Saman yang sangat dibanggakan ini menjadi hak dan milik siapa? Oleh karena itu perlu kejelasan kepemilikan dari saat ini sehingga akan mempermudah menjawab permasalahan di masa yang akan datang.

  Melihat masalah-masalah di atas, Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Gayo Lues semakin gelisah dan takut akan kehilangan simbol kesenian yang dari dulu dibanggakan ini. Tari Saman adalah salah satu cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan Nasional. Oleh karena itu beberapa tahun ini Pemerintah Kabupaten Gayo Lues terus berupaya membangun kembali kejayaan kesenian ini dengan meningkatkan kekuatan internal dan mengekspose ke kancah Internasional serta berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait.

  Hasilnya pada mulai tahun 2010 usaha tersebut telah mendapat antusias dari organisasi dunia bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Tari Saman yang berasal dari Provinsi Aceh telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Untuk mendapatkan pengakuan ini perlu proses verifikasi yang panjang, dan ke masa depan kita targetkan warisan dunia milik Indonesia yang diakui UNESCO akan semakin banyak.

  Indonesia memiliki beragam budaya dan tempat wisata yang menyebar keseluruh nusantara dari Sabang sampai Merauke. Beragam budaya tersebut merupakan salah satu kekayaan alam yang menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara kaya di dunia. Karena parawisata adalah salah satu bidang yang dapat menyumbangkan devisa untuk negara. Berkaitan dengan hal tersebut dilihat Tari

  

Saman yang telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu

  Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (Intangible Heritage) dapat dijadikan sebagai ikon budaya Kabupaten Gayo Lues.

  1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan berbagai permasalahan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi Tari Saman sebagai ikon budaya Kabupaten Gayo Lues dikaitkan dengan pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues? Untuk membantu mempermudah pembahasan rumusan masalah yang telah diungkap di atas, maka akan diejawantahkan rumusan tersebut ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

  1. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?

  2. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?

  3. Bagaimana potensi Tari Saman dalam mendukung pembangunan daerah terutama di bidang pariwisata?

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk menjelaskan dalam bentuk deskriptif tentang kebijakan dan program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam mengembangkan pembangunan pariwisata.

  2. Untuk menjelaskan keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari

  Saman sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?

  3. Untuk menjelaskan potensi Tari Saman dalam mendukung pembangunan daerah terutama di bidang pariwisata.

1.4. Manfaat Penelitian

  Sementara itu, manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini adalah:

  1. Manfaat Teoritis

  a. Penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan konsep pengembangan budaya khususnya dalam memahami pelestarian warisan budaya tak benda (Intangible Heritage) terkait dengan upaya pembangunan pariwisata daerah.

  b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada teori pembangunan sosial budaya yang mungkin bisa dirujuk untuk kajian- kajian ilmiah selanjutnya.

  2. Manfaat Praktis

  a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam membangun pelestarian Tari

  Saman sebagai warisan asli budaya bangsa Indonesia pada umumnya dan

  masyarakat Gayo Lues pada khususnya agar lebih mencintai budaya bangsa sendiri dari pada budaya bangsa lain. b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan oleh Pemerintah Daerah lain dalam mengembangkan kebudayaan daerahnya terutama kesenian berupa tarian untuk memperoleh pengakuan dunia Internasional sebagai bagian dari proses pembangunan pariwisata daerah.

  c. Hasil penelitian tentang Tari Saman ini dapat dimanfaatkan untuk sarana memajukan kebudayaan nasional bangsa Indonesia serta mempertinggi derajat kemanusian bangsa Indonesia di mata dunia Internasional.