PENGARUH MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA bisnis

PENGARUH MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA
E-COMMERCE MELALUI ARBITRASE ONLINE (ONLINE
DISPUTE RESOLUTION) TERHADAP PERKEMBANGAN
HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL
Makalah

Disusun Oleh :
Dian Rubiana Suherman
20040016020

Magister Ilmu Hukum
Universitas Islam Bandung
2017

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Saat ini pengembangan dan penerapan teknologi informasi di sektor
ekonomi telah berkembang dengan cepat. Pengembangan dan penerapan teknologi
informasi yang demikian cepat mengakibatkan semakin mudahnya arus informasi
yang dapat diperoleh masyarakat, sekaligus memudahkan orang untuk melakukan

komunikasi satu sama lain dengan melintas batas ruang dan waktu. Globalisasi
dalam dunia ekonomi, khususnya perdagangan, semakin dimudahkan dengan
adanya internet (Interconnected Networking) sebagai media komunikasi yang
cepat.1
Electronic Commerce atau disingkat e-commerce, adalah kegiatan-kegiatan
bisnis yang menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufactures),
services providers, dan pedagang perantara (intermediaries) dengan menggunakan
jaringan-jaringan komputer (computer networks), yaitu Internet. E-commerce
sudah

meliputi

seluruh

spektrum

kegiatan

komersial.2


E-Commerce

memungkinkan kemudahan dalam bertransaksi antar pebisnis atau antara pebisnis
dengan konsumen di Indonesia dan juga di luar Indonesia. E-commerce
memungkinan pebisnis di Indonesia menjalin hubungan bisnis dengan mitranya di
luar negeri. Demikian juga sebaliknya, konsumen di Indonesia dengan mudah
mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya dari luar negeri.
1 Hetty Hassanah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Secara Elektronik
(Arbitrase Online) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22 No. 01 Februari 2010. Hlm.
92.
2 Sutan Remy Sjahdeini, E-commerce (Tinjauan Dari Perspektif Hukum), Jurnal Hukum Bisnis
Universitas Gajah Mada, Vol. 12/2001. Hlm. 1.

1

2

Transaksi dalam e-commerce kebanyakan dilakukan secara online, baik antar
pebisnis maupun antara pebisnis dan konsumen.3

Dengan jasa teknologi internet, banyak perusahaan melakukan beberapa
aktifitas bisnis seperti online marketing, distance selling, dan e-commerce.4
Transaksi elektronik memadukan jaringan sistem informasi berbasiskan komputer
(computer based information system), dengen sistem komunikasi yang
berdasarkan atas jaringan jasa telekomunikasi (telecommunication based).5 Dalam
Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi
disebutkan bahwa perdagangan secara eletkronik adalah setiap perdagangan baik
barang maupun jasa yang dilakukan melalui jaringan komputer atau media
elektronik lainnya. Sementara dalam studi yang dilakukan WTO disebutkan
bahwa, Electronic Commerce may be simply defined as the production,
advertising, sale, and distribution of products via telecommunication networks.6
Beberapa upaya internasional dalam memformulasikan aturan yang berkaitan
dengan e-commerce telah dimulai oleh beberapa organisasi internasional seperti,
UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development), UNCITRAL
(United Nations Commission on International Trade Law), OECD (Organization

3 Paustinus Siburian, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara
Elektronik), Jakarta, Djambatan, 2004. Hlm. 3.
4 Ibid. hlm. 29.
5 Ahmad M. Ramli, et.al, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi

Elektronik, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta, 2007. Hlm.
39.
6 Marc Bachetta, et.al., Electronic Commerce and the Role of WTO : Special Studies 2, Geneve :
WTO Pulication, 198, hlm. 1. Pengertian dari E-commerce menurut UNCITRAL, Dalam
Edmond Makarim dan Deliana, “Kajian Apek Hukum Perikatan”, dalam Edmond Makarim (ed),
Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003, hlm. 215-251. Dalam
Paustinus Siburian. Ibid.

3

for Economic Cooperation and Development), dan WTO (World Trade
Organization).7
Peranan badan arbitrase komersial di dalam menyelesaikan sengketasengketa bisnis dibidang perdagangan nasional maupun internasional dewasa ini
menjadi semakin penting. Banyak kontrak nasional dan internasional menyelipkan
klausula arbitrase. Dan memang bagi kalangan bisnis, cara penyelesaian sengketa
melalui badan ini memberi keuntungan sendiri daripada melalui badan peradilan
nasional. Arbitrase sebagai salah satu mekanisme dari alternatif penyelesaian
sengketa (alternative dispute resolution) di forum internasional maupun nasional,
kini telah berkembang dan dijadikan cara utama penyelesaian sengketa dibidang
bisnis. Kalau kita teliti Pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB),

tampak bahwa mekanisme penyelesaian sengketa secara damai dapat pula
diterapkan pada cara-cara penyelesaian sengketa (dan ketidaksefahaman) dibidang
publik, dimana pihak-pihaknya adalah negara atau institusi publik. Jadi dapat
dikatakan bahwa sengketa atau ketidaksefahaman itu, apakah sengketa bisnis
maupun publik, dapat saja diselesaikan melalui arbitrase dan mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa lainnya.8 Forum arbitrase biasanya dipilih oleh pengusahapengusaha asing karena mereka kurang mengenal sistem hukum di Indonesia dan
kurang paham formalitas-formalitas acara berperkara dan lain sebagainya.9

7 Hata, Pengertian Internet Menurut Supreme Court Amerika, dalam makalah seminar Cyber Law
di STHB Bandung, April 2001. Dalam Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi
Global, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005. Hlm. 30.
8 Paustinus Siburian, Op. Cit. Hlm. x.
9 Sudargo Gautama, Arbitrase Dagang Internasional, Bandung: Penerbit Alumni, 1986. Hlm 193194.

4

Dunia dagang, terutama internasional selalu takut untuk berperkara di
hadapan badan-badan peradilan. Ini berlaku untuk tiap sistem negara, baik negara
yang maju maupun masih berstatus negara berkembang. Para pedagang umumnya
takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya. Keadaan ini dirasakan di semua

negara. Tetapi lebih-lebih lagi, dalam keadaan sistem peradilan di negara kita.
Berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-tahun lamanya. 10 Berbagai
macam alasan mengapa orang-orang memilih forum arbitrase sebagai cara
penyelesaian sengketa privat diantaranya : 1. Kebebasan, Kepercayaan dan
Keamanan; 2. Keahlian (expertise); 3. Cepat dan Hemat Biaya; 4. Bersifat
Rahasia;

5.

Pertimbangan

putusan

arbitrase

lebih

bersifat

privat;


6.

Kecenderungan yang Modern; 7. Putusan arbitrase final dan mengikat.11
Berdasarkan definisi yang diberikan dalam pasal 1 angka 1 Undangundang No. 30 Tahun 1999, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa
perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Ada tiga hal yang dapat
dikemukakan dari definisi yang diberikan dalam Undang-undang No. 30 Tahun
1999 tersebut, yaitu : arbitrase merupakan salah satu bentuk perjanjian; perjanjian
arbitrase harus dibuat dalalm bentuk tertulis; perjanjian arbitrase tersebut
merupakan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang dilaksanakan di luar
peradilan umum.12 Penyelesaian melalui arbitrase dapat ditempuh melalui
beberapa cara, yaitu penyelesaian oleh seorang arbitrator secara terlembaga
10 Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.
Hlm. 2.
11 Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan
Keadilan, Jakarta: PT Tata Nusa, 2004. Hlm. 77-78.
12 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
Hlm. 44.


5

(intitutionalized) atau kepada suatu badan arbitrase ad hoc (sementara).13
Indonesia sebagai badan arbitrase yang akan menangani sengketa, maka
ketentuan-ketentuan arbitrase BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) berlaku
bagi mereka, baik ketentuan mengenai pemilihan arbiter, tata cara atau prosedur
pelaksanaan arbitrase, biaya yang harus dibayar dan lain-lain.14
Sejak beberapa tahun lamanya, nama Indonesia kurang begitu baik di
dunia internasional mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
internasional. Hal ini berlangsung baik sebelum maupun setelah adanya UndangUndang No. 30/1999. Pandangan negatif dunia internasional demikian sejak
dahulu hingga sekarang sering dikemukakan baik dalam penerbitan-penerbitan
internasional mengenai arbitrase maupun dalam berbagai konferensi internasional
diberbagai negara yang membahas masalah-masalah yang menyangkut arbitrase
internasional. Dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh ICCA
(International Council for Commercial Arbitration) di Singapura beberapa waktu
lalu (2012) yang dihadiri oleh kurang lebih 900 peserta dari berbagai negara
dalam salah satu dokumen konferensi tercantum kalimat yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara yang tidak bersahabat (unfriendly) terhadap arbitrase
internasional.15 Efektivitas arbitrase online dalam penyelesaian sengketa di
Indonesia masih menimbulkan pemasalahan. Pengadilan belum memberikan

penghargaan yang layak pada arbitrase, sehingga ketentuan dalam UndangUndang No. 30 Tahun 1990 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
13 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004. Hlm.
40.
14 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2006. Hlm. 28.
15 M. Husseyn Umar, BANI dan PENYELESAIAN SENGKETA, PT. Fikahati Aneska, Jakarta,
2013. Hlm. 61.

6

Sengketa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indoensia No. 3872 (selanjutnya disebut dengan
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999) tidak dapat diterapkan di dunia maya.
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 sesungguhnya sudah sangat maju dengan
memungkinkan penggunaan sarana elektronik untuk penyelesaian sengketa. 16
Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat bahwa pada akhir
2009 total pelanggan sementara pengguna internet sendiri di Indonesia telah
mencapai 18 juta pengguna.17 Membludaknya pemakai fasilitas intemet tersebut
sangat rrembuka peluang akan terjadinya sengketa antara pengguna jasa intemet,
di mana sengketa itu terjadi di dalam lalu-lintas komunikasi elektronik secara

online. Misalnya terjadi sengketa mengenai perdagangan secara online atau yang
bisa disebut dengan e-commerce.18
Hukum ekonomi internasional adalah bidang yang semakin berkembang
dalam hukum internasional yang melibatkan regulasi dan perilaku negara,
organisasi internasional, dan perusahaan swasta yang beroperasi di arena ekonomi
internasional. Sebagai contoh, hukum ekonomi internasional meliputi berbagai
disiplin ilmu menyentuh pada hukum internasional publik, hukum perdata
internasional, dan hukum dalam negeri yang berlaku untuk transaksi bisnis
internasional.19 Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa e-commerce dan online
16 Paustinus Siburian, Op. Cit. Hlm. 10.
17 Arbitrase Online Terobosan Baru, http:/ilaw.desihanara.con/2006/08/arbitrase-onlineterobosanbaru-di.html. Dalam Meria Utama, Pelaksanaan Online Dispute Resolution (ODR) Arbitrase Di
Indonesia Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, No. 42 tahun XV
Mei 2010. Hlm. 1837.
18 Meria Utama, Pelaksanaan Online Dispute Resolution (ODR) Arbitrase di Indonesia Menurut
Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, No. 42 Tahun XV Mei 2010. Hlm. 1837.
19 Wikipedia, International Economic Law,
https://en.wikipedia.org/wiki/International_economic_law. Diakses pada tanggal 26 Maret 2017.


7

dispute resolution merupakan bahasan dan memiliki pengaruh dalam hukum
ekonomi internasional.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana perkembangan mekanisme penyelesaian sengketa ecommerce melalui badan arbitrase online (online dispute resolution) ?
2. Bagaimana pengaruh penyelesaian sengketa e-commerce melalui badan
arbitrase online (online dispute resolution) terhadap perkembangan
hukum ekonomi internasional ?

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Perkembangan Penyelesaian Sengketa E-commerce Melalui Mekanisme
Arbitrase Online (Online Dispute Resolution)
Arbitrase online didefinisikan sebagai metode penyelesaian sengketa yang
mencakup semua kegiatan arbitrase, termasuk pengiriman ke sidang arbitrase dan
semua prosesnya, berlangsung di Internet melalui networks, e-mail, obrolan
group, atau konferensi online.20 Dengan memiliki keuntungan yang sama dengan
ADR (Alternative Dispute Resolution), keuntungan dari ODR (Online Dispute
Resolution) dapat diterapkan ke segala jenis sengketa. Sengketa kekayaan
intelektual, klaim asuransi, dan persoalan e-commerce business-to-business (B2B)
dan business-to-customer (B2C) cocok dengan kemampuan dari ODR tersebut.21
Penyerahan sengketa, baik kepada pengadilan maupun arbitrase, kerap kali
didasarkan pada suatu perjanjian diantara para pihak. Langkah yang biasa
ditempuh adalah dengan membuat suatu perjanjian atau memasukkan suatu
klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak atau perjanjian yang mereka buat,
baik kepengadilan atau badan arbitrase. Lazimnya dalam sistem hukum (common
law) dikenal dengan konsep “Long Arm Jurisdiction“. Dengan konsep ini,
pengadilan dapat menyatakan kewenangannya untuk menerima setiap sengketa
yang dibawa kehadapannya meskipun hubungan antara pengadilan dengan
sengketa tersebut tipis sekali. Disamping forum pengadilan atau badan arbitrase,

20 Jasna Arsic, International Commercial Arbitration on the Internet: Has the Future Come Too
Early ?, 14 JOURNAL OF INTERNATIONAL ARBITRATION 209, 209 (1997). Dalam,
Armağan Ebru Bozkurt YÜKSEL, Online International Arbitration, Ankara Law Review, Vol.4
No.1 2007. hlm. 84.
21 Colin Rule, Online Dispute Resolution for Business (B2B, e-commerce, consumer, employment,
insurance, and other commercial conflicts), Jossey-Bass, San Francisco, 2002. Hlm. 4.

8

9

para pihak dapat pula menyertakan sengketanya kepada cara alternatif
penyelesaian sengketa, yang lazim dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute
Resolution) atau APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa). Pengaturan alternatif
disini dapat berupa cara alternatif disamping pengadilan.22
Dalam hukum internasional terutama dalam hukum ekonomi internasional,
arbitrase merupakan salah satu badan penyelesaian sengketa yang paling diminati
dalam persoalan perjanjian keperdataan lintas negara. Penyelesaian sengketa
melalui badan arbitrase ini diatur oleh berbagai macam lembaga internasional
dibidang perdagangan atau ekonomi. ICC (International Chamber of Commerce)
mengatur penyelesaian sengketa arbitrase dalam ICC Rules of Arbitration 2012,
peraturan ICC ini mengatur mengenai penyelesaian sengketa perdagangan melalui
badan arbitrase ICC (ICC arbitration body). Selanjutnya dalam hal sengketa
investasi, hukum internasional memiliki badan ICSID (Internationl Centre for the
Settlement of Investment Disputes) yang berada dibawah naungan UNCITRAL
(United Nations Commisions on Internatioanal Trade Law). UNCITRAL sendiri
memiliki peraturan mengenai arbitrase yang diatur dalam UNCITRAL Rules of
Arbitration dan UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration
sebagai soft-law.
Dalam penyelesaiaan arbitrase ini para pihak memiliki kebebasan untuk
memilih hakimnya (arbiter) yang menurut mereka netral dan ahli atau spesialis
mengenai pokok sengketa yang mereka hadapi. Dalam hal arbitrase internasional,
putusan arbitrasenya relatif lebih dapat dilaksanakan di negara lain dibandingkan

22 Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Fikahati Aneska, 2012. Hlm. 56.

10

apabila sengketa tersebut diselesaikan melalui misalnya pengadilan. Jenis
arbitrase terdiri dari dua macam yaitu : 23
1. Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunteer, merupakan arbitrase yang
dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan
perselisihan tertentu.
2. Arbitrase institusional, merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase
yang berifat permanent sehingga arbitrase institusional tetap berdiri
untuk selamanya dan tidak bubar, meskipun perselisihan yang yang
ditangani telah selesai diputus.
Sebenarnya sampai saat ini pengaturan mengenai ODR (Online Dispute
Resolution) atau penyelesaian sengketa secara online belum diatur secara jelas dan
tegas baik dalam hukum atau peraturan internasional ataupun dalam peraturan
nasional Indonesia. Masih banyaknya pertentangan (perbedaan) dan kendala
sarana dan/atau prasarana yang mendukung ODR menjadi salah satu faktor
sulitnya pengaturan mengenai hal ini. Salah satu contohnya adalah dalam New
York Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards
1958, para pihak hanya mengakui perjanjian secara tertulis, dan dalam beberapa
kasus diperlukan naskah asli perjanjian ataupun salinan perjanjian yang telah
disahkan (legalisasi).24
Keberadaan ODR di sebagian negara termasuk di Indonesia masih
tergolong relatif baru, sehingga secara yuridis penggunaan mekanisme
penyelesaian sengketa secara online (ODR) belum diatur dan dirumuskan secara
jelas dalam peraturan perundang-undangan. Di antara yang belum diatur itu dalam
23 Ibid.
24 UNCITRAL, General Assembly: Possible future work on online dispute resolution in crossborder electronic commerce transactions, United Nations Commission on International Trade
Law, Forty-third session, New York, 2010. Hlm. 13.

11

sistem hukum Indonesia, antara lain dalam hal bahwa pada dasarnya arbitrase
online merupakan alternatif penyelesaian sengketa dalam e-commerce yang
berkaitan dengan kontrak atau perjanjian. Klausul arbitrase dalam perjanjian
online atau pertukaran e-mail belum diatur secara jelas dalam hukum positif
Indonesia.25 Pelaksanaan arbitrase online di Indonesia telah sesuai dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Meskipun, dasar hukum pelaksanaan
arbitrase online telah ada, permasalahannya adalah tidak ada aturan pelaksanaan
yang mengatur bagaimana arbitrase online itu dijalankan. Apabila pengaturan
pelaksanaan arbitrase online diserahkan kepada para pihak untuk mengaturnya
sendiri, dikhawatirkan tidak ada standar yang baku tentang pelaksanaan arbitrase
online yang efektif dan efisien. Selain tidak adanya aturan pelaksanaan mengenai
arbitrase online, hambatan terbesar pelaksanaan arbitrase online di Indonesia
menyangkut sarana dan prasarana arbitrase online.26
Saat ini, arbitrase merupakan pilihan pokok bagi para pengusaha atau
perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan secara elektronik (e-commerce).
Pemilihan penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbtirase pada sengketasengketa e-commerce salah satunya dikarenakan hasil putusan dari mekanisme
arbitrase tersebut bersifat final and binding (final dan mengikat) bagi para pihak,
artinya, setelah putusan dikeluarkan oleh arbiter atau badan arbitrase, para pihak
wajib mengikuti putusan tersebut dan tidak dapat diganggu gugat, atau tidak ada
upaya hukum yang dapat dilakukan.
25 Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Yogyakarta: Gama
Media, 2008. Hlm. 218-219.
26 Huala Adolf, Masalah Hukum Arbitrase Online, BPHN KEMENHUKHAM, Jakarta, 2010.
Hlm. 54.

12

Para pengusaha atau perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce
tersebut telah memberikan suatu bentuk persetujuan yang dapat disetujui atau
ditolak oleh para konsumen. Persetujuan tersebut biasanya terdapat pada halaman
Conditions of Use, Terms of Use, User Aggrement dan lain sebagainya. Di dalam
halaman tersebut, konsumen dapat melihat klausul-klausul yang diterapkan oleh
pengusaha atau perusahaan e-commerce yang akan diterapkan dalam setiap
penggunaan layanan yang diberikan oleh pengusaha atau perusahaan e-commere
tersebut. Salah satu klasul yang di tuliskan adalah mengenai mekanisme
penyelesaian sengketa ketika terjadi sengketa antara pengusaha atau perusahaan
tersebut dengan konsumen yang merasa dirugikan, atau sebaliknya. Sebagai
contoh, Amazon, sebagai salah satu perusahaan terbesar dibidang e-commerce
yang bergerak sebagai perantara antara penjual dan pembeli memiliki klausul
penyelesaian sengketa yang akan diselesaikan melalui mekanisme arbitrase,
sebagai berikut :27
“Any dispute or claim relating in any way to your use of any Amazon
Service, or to any products or services sold or distributed by Amazon or
through Amazon.com will be resolved by binding arbitration, rather than
in court, except that you may assert claims in small claims court if your
claims qualify. The Federal Arbitration Act and federal arbitration law
apply to this agreement.”
Contoh yang lain adalah perusahaan Ebay (eBay) yang bergerak dibidang
yang sama seperti Amazon memiliki halaman User Aggrements yang memiliki
klausul penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbitrase, sebagai berikut :28
“B. Agreement to Arbitrate
27 Amazon, Conditions of Use: Disputes,
https://www.amazon.com/gp/help/customer/display.html/ref=footer_cou?nodeId=508088.
Diakses pada tanggal 26 Maret 2017.
28 Ebay, User Aggrement: Legal Disputes, http://pages.ebay.com/help/policies/useragreement.html#17. Diakses pada tanggal 26 Maret 2017.

13

You and eBay each agree that any and all disputes or claims that have
arisen, or may arise, between you and eBay relating in any way to or
arising out of this or previous versions of the User Agreement, your use of
or access to eBay's Services, or any products or services sold, offered, or
purchased through eBay's Services shall be resolved exclusively through
final and binding arbitration, rather than in court. Alternatively, you may
assert your claims in small claims court, if your claims qualify and so long
as the matter remains in such court and advances only on an individual
(non-class, non-representative) basis. The Federal Arbitration Act governs
the interpretation and enforcement of this Agreement to Arbitrate.”
Maka dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa e-commerce
melalui mekanisme arbitrase merupakan pilihan utama bagi para pengusaha atau
perusahaan dibidang e-commerce karena beberapa perusahaan besar yang
memiliki skala internasional memilih untuk melakukan mekanisme penyelesaian
sengketa melalui badan arbitrase.
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin banyak bermunculan
teknologi-teknologi terbaru yang mengandalkan jaringan inter-koneksi (internet)
yang semakin canggih dan cepat semakin mendorong perkembangan cara-cara
penyelesaian sengketa karena sengketa yang mungkin timbul bukanlah sengketa
yang terjadi di dalam suatu lingkup wilayah yang kecil, tapi dapat terjadi masalah
atau sengketa yang meliwati batas-batas negara yang juga memiliki perbedaan
hukum atau yurisdiksi yang dapat berpengaruh terhadap penyelesaian sengketa itu
sendiri. Setiap tahun, hampir satu juta sengketa diselesaikan secara online dan
lebih dari seribu penyedia jasa penyelesaian sengketa online (ODR providers)
menawarkan jasa-jasanya secara global. Dari teknologi gadget, ODR telah
menjadi fenomena utama dalam penyelesaian sengketa. Disamping kejadian
tersebut, ICC (International Chamber of Commerce), sebagai Peradilan Arbitrase
Internasional yang di ketuai oleh Robers Briner, telah meluncurkan beberapa

14

proyek terkait dengan IT (Informations and Techonoligies).29 Hal tersebut
termasuk permasalahan ketentuan-ketentuan dalam penggunaan IT dalam
arbitrase,30 merombak sistem berbasis website untuk menampung dan mengatur
proses-proses arbitrase,31 dan mengatur sistem tempat transaksi (clearinghouses)
online untuk klaim-klaim sederhana.32
Di negara-negara yang telah maju, etika bisnis menjadi bagian yang
diajarkan dan dikaji dalam pendidikan hukum bisnis (business law). Terkait
dengan hal itu, untuk di Indonesia, masih ada 2 (dua) hal lagi yang harus
diperhatikan untuk segera dibenahi dan dikembangkan, yaitu: pertama, perlunya
memperluas pengajaran dan penyebaran wawasan pengetahuan mengenai hukum
bisnis yang terkait dengan etika bisnis, dan ke dua, perlunya sosialisasi mengenai
nilai-nilai dan kesadaran etika bisnis ke segala lapisan pelaku bisnis Indonesia.33
II.2. Pengaruh Penyelesaian Sengketa E-Commerce Melalui Badan Arbitrase
Online (online disute resolution) Terhadap Hukum Ekonomi
Internasional
Hukum ekonomi internasional adalah bidang yang semakin berkembang
dalam hukum internasional yang melibatkan regulasi dan perilaku negara,
29 Gabrielle Kaufmann-Kohler, Online Dispute Resolution and its Significance for International
Commercial Arbitration, Global Reflections on International Law, Commerce and Dispute
Resolution, ICC Publishing, 2005. Hlm. 437.
30 ‘Operating Standards for Using IT in International Arbitration (“The Standards”)’ in Using
Technology to Resolve Business Disputes, ICC ICArb. Bull. Special Supplement (ICC
Publishing, 2004). Hlm. 75. Dalam, Gabrielle Kaufmann-Kohler, Ibid.
31 M. Philippe, ‘NetCase: A New ICC Arbitration Facility’ in Using Technology to Resolve
Business Disputes, ICC ICArb. Bull. Special Supplement (ICC Publishing, 2004). Hlm. 53.
Dalam, Gabrielle Kaufmann-Kohler, Ibid.
32 ICC is working towards the creation of a global business-to-consumer online dispute resolution
clearinghouse. The clearinghouse is to be a worldwide central filing platform for business-toconsumer complaints, which would receive consumer disputes and refer them to appropriate
ODR providers; see C. Rule, Online Dispute Resolution for Business. B2B, E-Commerce,
Consumer, Employment, Insurance, and Other Commercial Conflicts (San Francisco: JosseyBass, 2002). Hlm. 115. Dalam, Gabrielle Kaufmann-Kohler, Ibid.
33 Djafar Al Bram, Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi, PKIH FHUP, Jakarta, 2011.
Hlm. 20-21.

15

organisasi internasional, dan perusahaan swasta yang beroperasi di arena ekonomi
internasional. Sebagai contoh, hukum ekonomi internasional meliputi berbagai
disiplin ilmu menyentuh pada hukum internasional publik, hukum perdata
internasional, dan hukum dalam negeri yang berlaku untuk transaksi bisnis
internasional.34
Selama beberapa dekade, hukum ekonomi internasional yang paling sering
dikaitkan dengan perdagangan internasional, terutama karena fakta bahwa
perdagangan telah mengembangkan lembaga-lembaga hukum multilateral yang
paling matang (misalnya GATT dan kemudian WTO) untuk mengatur
perdagangan internasional. Hari ini, bagaimanapun, berbagai disiplin ilmu secara
rutin diakui sebagai disiplin ilmu yang berdampak dan relevan dengan hukum
ekonomi internasional, termasuk:
a. Hukum Keuangan Internasional (International monetary law)
b. Regulasi Finansial Internasional (including banking, derivatives,
insurance and securities regulation)
c. Pembangunan Internasional (International development)
d. Perburuhan dan Hukum Jasa Internasional (International labor and
services law)
e. Hukum Investasi Internasional (including international commercial
arbitration)
f. Hukum Kekayaan Intelektual Internasional (International intellectual
property law)
g. Hukum Perpajakan Internasional (International tax law)
h. Hukum Lingkungan Internasional (International environmental law)
i. Kedaulatan Utang dan Rekonstruksi (Sovereign debt and restructuring)

34 Wikipedia, International Economic Law, Op. Cit.

16

Apabila melihat poin (e) di atas, penyelesaian sengketa komersil melalui
arbitrase internasional merupakan salah satu aspek yang berpengaruh dan relevan
dengan hukum ekonomi internasional.
Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan hukum ekonomi
internasional sejajar dengan perkembangan berbagai aspek atau disipilin yang
antara lain telah disebutkan di atas, dan salah satu aspek tersebut adalah
perkembangan cara-cara atau mekanisme penyelesaian sengketa atau dalam hal ini
adalah arbitrase. Arbitrase sebagai salah satu mekanisme dari alternatif
penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) di forum internasional
maupun nasional, kini telah berkembang dan dijadikan cara utama penyelesaian
sengketa dibidang bisnis. Kalau kita teliti Pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsabangsa (PBB), tampak bahwa mekanisme penyelesaian sengketa secara damai
dapat

pula

diterapkan

pada

cara-cara

penyelesaian

sengketa

(dan

ketidaksefahaman) dibidang publik, dimana pihak-pihaknya adalah negara atau
institusi publik. Jadi dapat dikatakan bahwa sengketa atau ketidaksefahaman itu,
apakah sengketa bisnis maupun publik, dapat saja diselesaikan melalui arbitrase
dan mekanisme alternatif penyelesaian sengketa lainnya. 35 Forum arbitrase
biasanya dipilih oleh pengusaha-pengusaha asing karena mereka kurang mengenal
sistem hukum di Indonesia dan kurang paham formalitas-formalitas acara
berperkara dan lain sebagainya.36
Dunia dagang, terutama internasional selalu takut untuk berperkara di
hadapan badan-badan peradilan. Ini berlaku untuk tiap sistem negara, baik negara
35 Paustinus Siburian, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan Secara
Elektronik), Loc. Cit.
36 Sudargo Gautama, Arbitrase Dagang Internasional, Loc. Cit.

17

yang maju maupun masih berstatus negara berkembang. Para pedagang umumnya
takut untuk berperkara bertahun-tahun lamanya. Keadaan ini dirasakan di semua
negara. Tetapi lebih-lebih lagi, dalam keadaan sistem peradilan di negara kita.
Berperkara bisa berlarut-larut, artinya bisa bertahun-tahun lamanya. 37 Berbagai
macam alasan mengapa orang-orang memilih forum arbitrase sebagai cara
penyelesaian sengketa privat diantaranya : 1. Kebebasan, Kepercayaan dan
Keamanan; 2. Keahlian (expertise); 3. Cepat dan Hemat Biaya; 4. Bersifat
Rahasia;

5.

Pertimbangan

putusan

arbitrase

lebih

bersifat

privat;

6.

Kecenderungan yang Modern; 7. Putusan arbitrase final dan mengikat.38
Dalam hukum internasional terutama dalam hukum ekonomi internasional,
arbitrase merupakan salah satu badan penyelesaian sengketa yang paling diminati
dalam persoalan perjanjian keperdataan lintas negara. Penyelesaian sengketa
melalui badan arbitrase ini diatur oleh berbagai macam lembaga internasional
dibidang perdagangan atau ekonomi. ICC (International Chamber of Commerce)
mengatur penyelesaian sengketa arbitrase dalam ICC Rules of Arbitration 2012,
peraturan ICC ini mengatur mengenai penyelesaian sengketa perdagangan melalui
badan arbitrase ICC (ICC arbitration body). Selanjutnya dalam hal sengketa
investasi, hukum internasional memiliki badan ICSID (Internationl Centre for the
Settlement of Investment Disputes) yang berada dibawah naungan UNCITRAL
(United Nations Commisions on International Trade Law). UNCITRAL sendiri
memiliki peraturan mengenai arbitrase yang diatur dalam UNCITRAL Rules of

37 Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Loc. Cit.
38 Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan
Keadilan, Loc. Cit.

18

Arbitration dan UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration
sebagai soft-law.
UNCITRAL (United Nations Commisions on International Trade Law)
sebagai salah satu lembaga yang berwenang untuk mengatur mengenai aturanaturan dibidang perdagangan internasional yang berada di bawah naungan
Perserikatan
perkembangan

Bangsa-bangsa
hukum

menjadi

ekonomi

salah

satu

internasional

tonggak

terutama

penting

dalam

hal

bagi
ini

pengembangan aturan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan
internasional. Pada tahun 2009 Amerika Serikat merekomendasikan bahwa
Sekretariat UNCITRAL diminta untuk menyiapkan studi tentang kemungkinan
pekerjaan di masa depan bahwa UNCITRAL mungkin terlibat pada subjek ODR
dalam transaksi e-commerce lintas batas. Mengikuti permintaan tersebut,
Sekretariat UNCITRAL menyelenggarakan pertemuan pada Maret 2010
bekerjasama dengan Pace Law School Institute of International Commercial dan
Penn State Dickinson School of Law.39
Diskusi mengenai hal dan masalah mengenai penyelesaian sengketa ecommerce melalui mekanisme arbitrase online atau online dispute resolution
masih berlanjut sampai saat ini dan dapat dikatakan belum ada titik terang
mengenai pengaturan hukum mengenai hal dan masalah tersebut. Namun, dari
diskusi-diskusi salah satunya yang diselenggarakan oleh UNICITRAL dapat
disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa melalui mekanisme arbitrase online
atau online dispute resolution sangat berpengaruh terhadap hukum ekonomi

39 Eleven Journals, ODR Redress System for Consumer Disputes: Clarifications, UNCITRAL
Works & EU Regulation on ODR, International Journal of Online Dispute Resolution, 2014.

19

internasional baik saat ini maupun dimasa yang akan datang nantinya. Mekanisme
penyelesaian sengketa melalui media arbitrase online atau bentuk penyelesaian
sengketa online lainnya sangat berdampak pada kemudahan dan kelancaran laju
perekonomian dalam skala global, karena proses penyelesaian sengketa dinilai
akan lebih cepat, ekonomis dan memiliki nilai-nilai positif lainnya. Tetapi, disisi
lain, implementasi dari mekanisme tersebut dirasa masih belum bisa diterapkan
secara global, karena tidak semua negara atau masyarakat suatu negara memiliki
atau memahami teknologi dan maupun mekanisme penyelesaian sengketa tersebut
terutama bagi negara dan masyarakatnya yang sedang berkembang.

BAB III
SIMPULAN & SARAN
III.1. Simpulan
1. Laju perkembangan dibidang perdagangan tidak dapat dipungkiri
sedang dalam laju yang cepat terutama perdagangan dengan cara atau
bentuk elektronik. Saat ini, di Indonesia sendiri, semakin banyak
pengusaha atau perusahaan yang mulai mengembangkan usahanya ke
bentuk elektronik baik itu dibidang perdagangan barang maupun jasa.
Arbitrase

merupakan

salah

satu

tonggak

bagi

perkembangan

perdagangan secara elektronik tersebut, karena arbitrase merupakan
mekanisme penyelesaian sengketa yang paling mudah, ringan dan
memiliki sifat final and binding bagi para pihak. Saat ini sedang
berkembang dan mulai banyak badan-badan arbitrase yang menawarkan
jasanya melalui mekanisme online, penyelesaian sengketa dapat
dilakukan dengan cara mempertemukan berbagai pihak melalui media
online, seperti chat, video conference, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan mekanisme penyelesaian sengketa melalui media
arbitrase online saat ini memiliki dampak yang cukup signifikan
terhadap hukum ekonomi internasional. Hal tersebut dikarenakan
hukum ekonomi internasional sendiri belum memiliki dasar hukum
untuk menangani hal tersebut dan sedang didiskusikan oleh berbagai
pihak saat ini. Hal tersebut dikarenakan mekanisme penyelesaian
sengketa e-commerce memiliki banyak faktor yang menyulitkan, antara

20

21

lain adalah perkembangan teknologi dan pengetahuan yang berbeda
antara negara dan masyarakatnya antara yang satu dengan yang lainnya,
dan adanya perbedaan aturan-aturan nasional mengenai hal tersebut.
III.2. Saran
1. Pemerintah Indonesia harus mengikuti setiap perkembangan di dunia,
terutama dalam hal ini mengenai hukum ekonomi internasional dan
segala

permasalahan

yang

ada

agar

dapat

mengikuti

setiap

perkembangan yang terjadi di masa yang akan datang.
2. Pemerintah Indonesia harus memilki kesiapan dalam pengaturan
masalah-masalah mengenai mekanisme penyelesaian sengeketa melalui
badan arbitrase internasional maupun badan arbitrase online.

Daftar Pustaka
Buku
Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Bogor,
2005.
Ahmad M. Ramli, et.al, Menuju Kepastian Hukum di Bidang: Informasi dan Transaksi
Elektronik, Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jakarta,
2007.
Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Gama Media,
Yogyakarta, 2008.
Djafar Al Bram, Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Mediasi, PKIH FHUP, Jakarta, 2011
Eman Suparman, Pilihan Forum Arbitrase dalam Sengketa Komersial untuk Penegakan
Keadilan, PT Tata Nusa, Jakarta, 2004.
Gabrielle Kaufmann-Kohler, Online Dispute Resolution and its Significance for
International Commercial Arbitration, Global Reflections on International Law,
Commerce and Dispute Resolution, ICC Publishing, 2005.
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2006.
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
Huala Adolf, Arbitrase Komersil Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 1993.
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Huala Adolf, Masalah Hukum Arbitrase Online, BPHN KEMENHUKHAM, Jakarta, 2010.
M. Husseyn Umar, BANI dan PENYELESAIAN SENGKETA, PT. Fikahati Aneska, Jakarta,
2013.
Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Fikahati Aneska, 2012.
Paustinus Siburian, Arbitrase Online (Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdagangan
Secara Elektronik), Djambatan, Jakarta, 2004.

Rule, Colin, Online Dispute Resolution for Business (B2B, e-commerce, consumer,
employment, insurance, and other commercial conflicts), Jossey-Bass, San
Francisco, 2002
Sudargo Gautama, Arbitrase Dagang Internasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1986.
Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.
Jurnal
Armağan Ebru Bozkurt YÜKSEL, Online International Arbitration, Ankara Law Review,
Vol.4 No.1 2007.
Eleven Journals, ODR Redress System for Consumer Disputes: Clarifications, UNCITRAL
Works & EU Regulation on ODR, International Journal of Online Dispute
Resolution, 2014.
Hetty Hassanah, Penyelesaian Sengketa Perdagangan Melalui Arbitrase Secara Elektronik
(Arbitrase Online) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 22
No. 01 Februari 2010.
Meria Utama, Pelaksanaan Online Dispute Resolution (ODR) Arbitrase di Indonesia
Menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, No.
42 Tahun XV Mei 2010.
Sutan Remy Sjahdeini, E-commerce (Tinjauan Dari Perspektif Hukum), Jurnal Hukum
Bisnis Universitas Gajah Mada, Vol. 12/2001.
UNCITRAL, General Assembly: Possible future work on online dispute resolution in crossborder electronic commerce transactions, United Nations Commission on
International Trade Law, Forty-third session, New York, 2010.
Sumber Lain
Wikipedia, International Economic Law, https://en.wikipedia.org/wiki/International_economic_law

Ebay, User Aggrement: Legal Disputes, http://pages.ebay.com/help/policies/useragreement.html#17.
Amazon, Conditions of Use: Disputes,
https://www.amazon.com/gp/help/customer/display.html/ref=footer_cou?nodeId=508088.