BAB II KAJIAN DAN PUSTAKA

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.

Landasan Teori
Terdapat sedikitnya empat teori belajar yang melandasi model Problem

Based Learning. Keempat teori belajar tersebut adalah teori belajar Jean Piaget,
teori belajar Vygotsky, teori belajar Driver dan Bell , dan teori belajar Hanbury.
Selanjutnya masing-masing teori belajar akan dijelaskan sebagai berikut:
Teori belajar Piaget (dalam Suyono dan Harianto 2011:107) berlandaskan
gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitifnya
atau peta mentalnya yang diistilahkan “schema/skema (jamak =
schemata/skemata)”, atau konsep jejaring untuk memahami dan menanggapi
pengalaman fisik dalam lingkungan di sekelilingnya. Lebih lanjut Piaget
mengatakan bahwa struktur kognitif anak meningatkan sesuai dengan
perkembangan usianya, bergerak dari sekedar refleks-refleks awal seperti
menangis dan menyusu, menuju aktivitas mental yang kompleks. Dasarnya tentu
saja teori perkembangan kognitif, sehingga beberapa konsep pokok seperti skema,
asimilasi dan akomodasi tetap relevan karena memang teori kognitivisme Piaget

memiliki kesinambungan hubungan dengan teori konstruktivisme. Menurut teori
konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari pikiran guru
ke pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Sehubungan

12

13

dengan itu, Tasker (1992:30) oleh hamzah dalam Harianto dan Suyono
(2011:108) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme
sebagai berikut: Pertama, peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan
secara bermakna. Kedua, pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga, mengkkaitkan antara gagasan dengan
informasi baru yang diterima.
Teori belajar Vigotsky dalam Thobroni dan Mustofa (2011:112) berbeda
dengan konstruktivisme kognitif yang dikemukaan oleh Piaget, konstruktivisme
sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky memiliki pengertian bahwa belajar bagi
anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Dalam
penjelasan lain, Tanjung mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah

interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan
sosial dalam belajar. Teori belajar Driver dan Bell (dalam Thobroni dan Mustofa
2011:111) mengajukan karakteristik teori belajar konstruktivisme sebagai berikut:
Pertama, siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi memiliki
tujuan. Kedua, belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan
siswa. Ketiga, pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan
dikonstruksi secara personal. Keempat, pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas. Kelima, kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber. Teori belajar Hanbury (dalam Thobroni dan Mustofa 2011:111)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu
sebagai berikut: Pertama, siswa mengonstruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki. Kedua, pembelajaran menjadi lebih

14

bermakna karena siswa mengerti. Ketiga, strategi siswa lebih dinilai. Empat,
siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman
dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Kaitan antara teori belajar Piaget, Vygotsky, Drivell dan Bell, dan

Hanbury pandangan konstruktivisme dengan model problem based learning
adalah prinsip-prinsip model problem based learning sejalan dengan pandangan
teori belajar tersebut. Dimana siswa secara aktif mengontruksi sendiri
pemahamannya dengan cara interaksi dengan lingkungannya melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Siswa diarahkan untuk belajar melalui bekerja pada
kelompok-kelompok kecil dimana siswa diberikan penekanan pada soal berbentuk
pemecahan masalah.

B. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
Suatu bentuk upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
salah satunya adalah diterapkannya kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang biasa
disebut dengan K13 mengacu pada model pembelajaran yang menggunakan
saintific approach. Model pembelajaran yang menggunakan saintific approach
merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas sebagaimana
seorang ahli sains. Dalam praktiknya siswa diharuskan melakukan serangkaian
aktivitas selayaknya langkah-langkah penerapan metode ilmiah (Kuhlthau,
maniotes, dan Caspari, 2007) dalam Abidin (2014:125). Serangkaian yang
dimaksut meliputi (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesis, (3)
mengumpulkan data, (4) mengolah dan menganalisis data, dan (5) membuat
kesimpulan.


15

Model pembelajaran proses saintific dapat dikatakan sebagai proses
pembelajaran yang memandu siswa untuk memecahkan masalah melalui kegiatan
perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, dan analisis data yang
teliti untuk menghasilkan sebuah kesimpulan. Dalam pandangan Barrienger
(dalam Abidin 2014:125) pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran
yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis dalam upaya
memecahkan masalah yang penyelesaiaan tidak mudah dilihat.
Abidin (2014:127) berpendapat bahwa model pembelajaran saintifik proses
merupakan model pembelajaran yang meminjami konsep-konsep penelitian untuk
diterapkan dalam pembelajaran. Dengan kata lain, model saintifik proses pada
dasarnya adalah model pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa memecahkan
masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut kemampuan
berpikikir kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi dalam upaya meningkatkan
pemahaman siswa.
Menurut Abidin ( 2014:149) terdapat empat model pembelajaran berbasis
pendekatan saintifik, yaitu

1. Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri adalah suatu model pembelajaran yang
dikembangkan agar siswa menemukan dan menggunakan berbagai sumber
informasi dan ide-ide untuk meningkatkan pemahaman mereka tetang masalah,
topik, atau isu tertentu.
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

16

Model pembelajaran berbasis masalah yang berakar dari keyakinan John
Dewey dalam Abidin (2014;158) bahwa guru harus mengajar dengan menarik
naluri alami siswa untuk menyelidiki dan menciptakan. Dewey menulis bahwa
pendekatan utama yang seyogyanya digunakan untuk setiap mata pelajaran di
sekolah adalah pendekatan yang mampu merangsang pikiran siswa untuk
memperoleh segala keterampilan belajar yang bersifat nonskolastik.
3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek
Model pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang
secara langsung melibatkan siswa dalam proses pembelajaran melalui kegiatan
penelitian untuk mengerjakan dan menyelesaikan suatu proyek pembelajaran
tertentu.

4. Model Pembelajaran Discovery
Metode Pembelajaran Discovery didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila siswa disajikan materi pembelajaran yang masih
bersifat belum tuntas atau belum lengkap sehingga menuntut siswa menyiapkan
beberapa informasi yang diperlukan untuk melengkapi materi ajar.
Dalam design strategi pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013
memang terdapat empat model pembelajaran yang telah disebutkan diatas. Namun
model pembelajaran berbasis masalah merupakan sutu model pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Banyak sekali
kelebihan dari penggunaan model pembelajaran ini diantaranya siswa lebih dalam
mengingat materi pembelajaran karena telah diterapkan dalam masalah-masalah
ataupun kasus-kasus yang diberikan oleh guru yang harus meraka selesaikan.

17

C. Model Problem Based Learning
a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Based Learning (PBL) didasarkan pada hasil penelitian Barrow dan
Tamblyn yang pertama kali diterapkan pada sekolah kedokteran di McMaster

University di Kanada pada tahun 60-an. PBL sangat efektif dilakukan pada
sekolah kedokteran dimana mahasiswa dihadapkan pada permasalahan kemudian
dituntut untuk menyelesaikannya. Walaupun pada awalnya diterapkan pada
sekolah kedokteran namun pada perkembangan selanjutnya diterapkan pada
pembelajaran secara umum.“Pada dasarnya, problem based learning hampir sama
dengan cased-based learning, salah satu model pembelajaran dalam bidang
hukum; goal-based scenario model; dan just-in-time training model dalam
pembelajaran manajemen dan bisnis; project-based learning model dalam
pembelajaran MIPA di sekolah dasar dan menengah.Semuanya berfokus pada
penyajian suatu permasalahan (nyata ataupun simulasi) kepada siswa, kemudian
siswa diminta mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan
investigasi berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai
bidang ilmu (multiple perspective)” (Pannen, dkk. 2001:85). Sudarman (2007)
mengemukanan bahwa Problem Based Learning adalah suatu pendekatan yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi pelajaran.

18


Duch, Groh, dan Allen (2001) dalam Abidin (2014:161) berpendapat bahawa
model pembelajaran Problem Based Learning diorientasikan agar siswa mampu:
a. Berpikir kritis, menganalisis, serta memecahkan masalah kehidupan yang
kompleks
b. Menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan berbagai sumber belajar
c. Bekerja secara kooperatif dalam tim.
b. Tahapan-tahapan Problem Based Learning (PBL)
Menurut Nurhadi, dkk (2004:60) “pembelajaran berbasis masalah terdiri
dari lima tahapan utama yaitu dimulai dengan guru memperkenalkan siswa
dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil
kerja”. Secara lengkap lima tahapan dalam pembelajaran bebasis masalah
disajikan dalam Tabel .1 berikut ini.
Tabel 2.1 Tahap-tahap Problem Based Learning
Tahapan
Tingkah Laku Guru
Tahap 1:
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa kepada
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi
Masalah

siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya.
Tahap 2 :
Guru membantu siswa mendefnisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
Mengorganisasi siswa
berhubungan dengan masalah tersebut
untuk belajar
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
Tahap 3 :
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
Membimbing penyelidikan
Penyelidikan individual dan masalah
Kelompok
Tahap 4 :
Guru membantu siswa merencanakan dan
Mengembangkan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
menyajikan hasil karya

video, dan model serta membantu mereka berbagi
tugas dengan teman

19

Tahap 5 :
Guru membantu siswa melakukan refeksi atau
Menganalisa dan
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan prosesmengevaluasi proses
proses yang mereka gunakan
pemecahan masalah
Sumber : Nurhadi, dkk (2004:60)
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa problem based learning memiliki
gagasan bahwa pembelajaran dapat dicapai dan tertanam didalam diri siswa jika
dipusatkan pada pemberian tugas pemecahan masalah yang real, otentik dan
relevan. Penerapan PBL terpusat kepada siswa sehingga pendidik memiliki peran
menyajikan masalah-masalah, sebagai narasumber, meluruskan pemikiran siswa
agar sesuai dengan tujuan pembelajaran serta memberikan penguatan-penguatan
kepada siswa.
c. Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)

Sebagai suatu strategi pembelajaran, Sanjaya (2006: 220) merumuskan
keunggulan dan kelemahan Problem Based Learning seperti berikut ini.
Keunggulan Problem Based Learning antara lain:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan abru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Peemcahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan. Di samping itu, pemecahan masalah itu juga dapat
mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun
proses belajarnya.
6. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa
setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan lain sebagainya),
pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus

20

dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekadar belajar dari guru atau dari
buku-buku saja.
7. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan diskusi siswa.
8. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Sedangkan kelemahan dari Problem Based Learning diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit unruk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui Problem Based Learning
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari.
Berdasasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran PBL harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus
dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing peserta didik pada kesadaran
adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia sebagai makhluk
sosial. Pada pembelajaran PBL masalah diselesaikan dengan cara diskusi dan
dibutuhkan penelitian mengenai masalah tersebut.

D. Penerapan Model Problem Based Learning dengan Media Kotak Kartu
Misterius (KOKAMI)
a. Pengertian Penerapan Model Problem Based Learning dengan Media Kotak
Kartu Misterius (KOKAMI)
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana siswa memecahkan permasalahan yang autentik dengan
maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri. Dalam upaya menyajikan

21

masalah-masalah pendidik dapat menggunakan media pembelajaran yang inovatif.
Media pembelajaran mempunyai arti yang penting dalam suatu proses
pembelajaran. Penggunaan media dapat membangkitkan kemampuan penyelesaian
masalah belajar serta membawa dampak positif terhadap psikologi siswa.
Menurut Kadir (dalam Suryadi ,2013) menyatakan bahwa salah satu jenis
media pembelajaran inovatif adalah KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) yaitu jenis
media visual yang dikombinasikan dengan permainan bahasa. Media KOKAMI
merupakan media pembelajaran yang berdasarkan pada permainan dalam
penggunaannya. Media ini berbentuk kartu yang didalamnya terdapat pertanyaan
dan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok siswa. Pembelajaran
menggunakan KOKAMI ini berlangsung dengan cara setiap kelompok siswa
mengambil kartu yang berisi tugas dikotak. Setelah mengetahui tugasnya,
kelompok siswa akan melakukan diskusi untuk menyelesaikan tugas
kelompoknya.
Permainan ini mempunyai kelebihan yaitu menanamkan pengetahuan
kepada siswa dengan menarik dan merangsang minat dan perhatian siswa. Kadir
(dalam Suryadi ,2013) berpendapat bahwa gabungan antara media pembelajaran
dengan permainan KOKAMI mampu secara signifkan memberikan motivasi dan
menarik minat siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model PBL dengan media
KOKAMI adalah model pembelajaran yang berdasarkan permasalahan yang harus

22

dipecahkan oleh sekelompok siswa melalui media kartu yang dimainakn sehingga
siswa dapat menggembangkan cara berpikir kritis dan meningkatkan hasil
belajarnya.
Untuk melakukan pembelajaran ini, perlu disiapkan terlebih dulu sebuah
kotak tempat amplop-amplop berisi kartu pesan. Sedangkan kartu pesan berisi
materi pelajaran yang ingin disampaikan kepada siswa, diformulasikan dalam
bentuk perintah, petunjuk, pertanyaan, pemahaman gambar, bonus, atau sanksi.
Aturan permainan KOKAMI yaitu:
1) masing-masing terdiri atas delapan siswa (jika siswa 40 orang per kelas).
Jadi terdapat lima kelompok permaianan dengan duduk menghadap ke
papan tulis. Media Kokami dengan kelengkapannya di letakkan di depan
papan tulis di atas sebuah meja, sedangkan pada papan tulis guru sudah
menyiapkan sebuah tabel skor,
2) anggota setiap kelompok diwakili seorang ketua yang dipilih oleh guru
bersama-sama siswa,
3) selama permaianan berlangsung, ketua dibantu sepenuhnya oleh anggota,
4) ketua kelompok selain bertugas mengambil satu amplop dari dalam
kokami secara acak dan tidak boleh dilihat, juga membacakan isi amplop
dengan keras (boleh juga dibacakan anggota lain) dan harus diperhatikan
oleh seluruh anggota,
5) kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang tidak dapat diselesaikan
oleh salah satu kelompok,
6) pemenang ditentukan dari skor tertinggi dan mendapatkan bonus,
7) kelompok yang hanya mendapatkan setengah atau kurang dari setengah

23

jumlah skor pada setiap kartu pesan akan dikenakan sanksi.
Media KOKAMI yang digunakan berupa kartu-kartu yang berisi pertanyaanpertanyaan tentang pembelajaran akuntansi. Materi tentang pembelajaran
akuntansi dapat disampaikan melalui media KOKAMI dikarenakan materi
pembelajaran akuntansi berhubungan dengan kehidupan nyata yang terjadi seharihari disekitar siswa. Siswa dihadapkan pada permasalahan nyata tentang
pembelajaran akuntansi melalui media menarik dengan harapan siswa lebih
memahami materi yang disampaikan.
b. Kelebihan dan Kelemahan Penerapan Model Problem Based Learning dengan
Media Kotak Kartu Misterius (KOKAMI)
Kelebihan model PBI berbantuan media kokami antara lain: (1) siswa akan
terbiasa untuk dapat menyelesaikan masalah yang muncul tidak hanya dalam
pembelajaran, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari; (2) siswa dapat terbiasa
berdiskusi dengan teman sekelas; (3) makin mengakrabkan guru dengan siswa; (4)
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dengan mengajak siswa melakukan
permainan menggunakan media kokami; dan (5) meningkatkan motivasi siswa
untuk mengikuti pembelajaran. Kekurangan dari model PBL berbantuan media
kokami antara lain: (1) memerlukan waktu yang panjang; (2) memerlukan
pengelolaan kelas yang sesuai
Upaya-upaya yang dapat guru lakukan untuk menangani kekurangan
daripenerapan model Problem Based Learning (PBL) berbantuan media
KOKAMI yaitu dengan memberikan siswa masalah yang dekat dengan kehidupan
dan lingkungan sehari-hari yang dikerjakan secara berkelompok. Pada bagian
pengelolaan kelas, guru dapat mengatur kelas dari awal pembelajaran dimulai

24

seperti mengatur tempat duduk kelompok agar duduk secara berhadap-hadapan,
sehingga ditengah pembelajaran guru tidak kerepotan mengatur kelas kembali.
Selain itu guru juga dapat membuat peraturan-peraturan yang wajib ditaati oleh
seluruh siswa. Peraturan yang dibuat juga harus melibatkan siswa sehingga siswa
akan mematuhi peraturan yang telah dibuat. Setiap siswa yang melanggar
peraturan tersebut dapat dikenai sanksi. Sanksi yang diterapkan kepada pelanggar
juga merupakan kesepakatan antara guru dan siswa.

H. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan suatu proses
belajar. Sudjana (2009: 3) juga mendefnisikan “hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
Proses belajar yang baik akan menghasilkan hasil belajar yang baik. Hasil belajar
yang diperoleh oleh siswa di evaluasi yang biasa disebut evaluasi hasil belajar.
Imron (2011:116) menyatakan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik perlu
dilakukan agar diketahui perkembangan mereka dari waktu ke waktu. Sejalan
dengan pernyataan tersebut Ralph Tyler dalam Arikunto (2013:3) mengatakan
bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Dimyati dan Mudjiono (2009: 200) juga menyatakan, tujuan dari evaluasi hasil
belajar yaitu “untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa

25

setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan
tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol”.
Sebagai kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, maka evaluasi hasil belajar memiliki
sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan.Adapun ranah yang
dimaksud yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ranah kognitif adalah hal-hal yang terkait dengan intelektual seseorang,
misalnya menghafal, memberikan defnisi, mengerjakan soal, mengarang dan
sebagainya. Menurut Anderson dalam Yustisianisa dan Arifah (2012:21) terdapat
6 tahapan proses kognitif yaitu:
1. Mengingat (remembering)
2. Memahami (understand)
3. Mengaplikasi (apply)
4. Menganalisis (analyze)
5. Mengevaluasi (evaluate)
6. Mencipta (create)
Ranah Afektif adalah hal-hal yang terkait dengan sikap seseorang. Menurut
Anderson dalam Yustisianisa dan Arifah (2012:22) tahapan proses afektif adalah:
1. Penerimaan (receiring)
2. Responsi (responding)
3. Acuan nilai (valuing)

26

4. Organisasi (organization)
5. Karakterisasi (menjadi karakter)
Ranah psikomotorik menekankan pada keterampilan neuro-mascular, yaitu
keterampilan yang bersangkutan dengan gerakan otot. Taksonomi oleh Harrow
dalam Yustisianisa dan Arifah (2012:23) yaitu, meniru, manipulasi, ketepatan
gerakan, artikulasi dan naturalisasi. Terdapat 6 tingkatan dalam domain
psikomotorik sebagai berikut:
1. Gerakan refeks (gerakan yang tidak disadari)
2. Gerakan dasar (basic fundamental movements). Gerakan dasar adalah gerakan
yang muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik.
3. Gerakan perseptual (perceptual ability), adalah gabungan dari kemampuan
perseptual dan fungsi gerak.
4. Gerakan kemampuan fsik (psysical abilities), gerak yang lebih efsien,
berkembang melalui kematangan dan belajar.
5. Gerakan terampil (skilled movements), gerakan yang dapat mengontrol berbagai
tingkatan gerak, terampil, tangkas, cekatan, melakukan gerak yang sulit dan
rumit.
6. Gerakan indah dan kreatif (non-discursive communication), mengomunikasikan
perasaan melalui gerakan.
Berdasarkan hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa setelah menerima

27

pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi tiga aspek yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat dari kegiatan
evaluasi belajar yang akan menunjukan data yang dapat menunjukan sampai
dimana tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

I. Kemampuan Berpikir Kritis
Berpikir merupakan salah satu aktivitas mental yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Berpikir merupakan salah satu daya paling
utama dan menjadi ciri khas yang membedakan manusia dari hewan. Berpikir
adalah memanipulasi dan mengubah informasi dalam memori, Santrok (2014:9).
Salah satu bentuk berpikir adalah berpikir kritis (critical thinking).Cara berpikir
kritis seseorang dengan orang lainnya akan berbeda, oleh karena itulah harus
ditanamkan sejak dini. Banyak ahli yang mengungkapkan pendapatnya mengenai
kemampuan berpikir kritis, diantaranya yaitu: Pertama, Jacqueline dan Martin
Brooks (dalam Santrok, 2014) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah berpikir
reflektif, produktif, dan mengevaluasi bukti. Kedua, menurut Halpen (dalam
Achmad, 2007) berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi
kognitif dalam menentukan tujuan. Dari kedua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam berpikir kritis akan terjadi proses sebelum sampai pada
suatu kesimpulan.Kemampuan berpikir kritis mempunyai makna yaitu kekuatan
berpikir yang harus dibangun pada siswa sehingga menjadi suatu watak atau
kepribadian yang terpatri dalam kehidupan siswa untuk memecahkan segala
persoalan hidupnya dengan cara mengidentifikasi setiap informasi yang

28

diterimanya lalu mampu untuk mengevaluasi dan kemudian menyimpulkannya
secara sistematis lalu mampu mengemukakan pendapat dengan cara yang
terorganisasi.
Pada dasarnya kemampuan atau keterampilan berpikir kritis oleh Ennis,
1962 (dalam Muhfahroyin , 2009) dikembangkan menjadi indikator-indikator
yang terdiri dari lima kelompok besar dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
No.
Aspek
Indikator
Memfokuskan
pertanyaan

Menganalisis
argument

1.

Memberikan
penjelasan sederhana
Bertanya dan
menjawab
pertanyaan

Mempertimbangkan

Sub-Indikator

Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan

Mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan
kemungkinan jawaban

Mengidentifikasi
kesimpulan

Mengidentifikasi alas
an yang dinyatakan

Mengidentifikasi alas
an yang tidak dinyatakan

Mengidentifikasi dan
menangani suatu
ketidaktepatan

Membuat ringkasan

Mengapa?

Apa yang menjadi
alasan utama?

Apa yang dimaksud
dengan…?

Apa yang menjadi
contoh

Apa yang bukan
contoh

Apa yang menjadikan
perbedaan?

Apa yang akan kamu
katakan tentang itu?


Mempertimbangkan

29

kredibilitas suatu
sumber

2.

Membangun
keterampilan dasar

Mengobservasi dan
mempertimbangkan
hasil observasi

Membuat deduksi
dan
mempertimbangkan
hasil deduksi
Membuat induksi
dan
mempertimbangkan
hasil induksi

3.

Menyimpulkan
Membuat
keputusan dan
mempertimbangkan
hasilnya

4.

Memberikan

Mendefinisikan

kesesuaian sumber

Mempertimbangkan
penggunaan prosedur yang
tepat

Kemampuan untuk
memberikan alasan

Kebiasaan berhati-hati

Mengurangi praduga/
menyangka

Laporan dilakukan
oleh pengamat sendiri

Mencatat hal-hal yang
perlu dilakukan

Mempertanggung
jawabkan hasil observasi

Menginterpretasikan
pertanyaan


Mengemukakan hal
yang umum

Mengemukakan
kesimpulan dan hipotesis

Mengemukakan
hipotesis

Merancang
eksperimen

Menarik kesimpulan
sesuai fakta

Menarik kesimpulan
dari hasil meyelidiki

Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan
latar belakang fakta-fakta

Membuat dan
menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan
akibat

Mengaplikasikan
konsep

Menyeimbangkan,
menimbang dan
memutuskan

Membuat bentuk:
sinonim, klarifikasi,

30

istilah dan
mempertimbangkan
definisi

5.

rentang, ekspresi yang
sama, operasional, contoh
dan non contoh

Strategi membuat
definisi bertindak dengan
memberikan penjelasan
penjelasan lebih lanjut
lanjut

Membuat isi definisi
Mengidentifikasi

Alasan yang tidak
dinyatakan
asumsi

Mengonstruksi
argument
Menentukan suatu

Mengungkap masalah

Memilih kriteria untuk
tindakan
mempertimbangkan solusi
yang mungkin

Merumuskan solusi
alternatif

Menentukan tindakan
Mengatur strategi dan
sementara
taktik

Me-review

Mengamati
penerapannya
Berinteraksi dengan Menggunakan argument
Menggunakan strategi
orang lain
logika
Menunjukkan posisi, orasi,
atau tulisan
Berdasarkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis tersebut, indikator

kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (1962), dan berpikir kritis dalam
akuntansi oleh Reinstein dan Bayou (1997), maka dalam penelitian ini disusun
pedoman penilaian kemampuan berpikir kritis yang disajikan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 2.3 Pedoman Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis siswa
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Aspek Kemampuan Berpikir Kritis
Merumuskan masalah
Keterampilan siswa bertanya
Keterampilan menjawab pertanyaan
Melakukan Diskusi
Melakukan kredibilitas (menganalisis, mensintesis, dan menilai secara kritis)
Melakukan observasi
Mengambil keputusan

31

8.

Mengevaluasi hasil laporan

J. Kajian dari Penelitian Terdahulu
Penelitian Tindakan Kelas berbasis Lesson Study di Indonesia masih sangat
terbatas.Lesson Study pertama kali dikembangkan oleh para guru pendidikan di
Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan lesson study mualai diikuti
oleh negara lain, termasuk di Indonesia. Di Indonesia lesson study mulai gencar
disosialisasikan untuk dijadikan sebagai model dalam rangka meningkatkan proses
pembelajaran siswa.
Tabel 2.4 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Terdahulu
No.
Nama, Tahun dan Judul
Jenis
Hasil Peneitian
Penelitian
Penelitian
1.
Penelitian Andana Imantaka Penelitian
Dari hasil penelitian
(2015) “Penerapan Problem Tindakan Kelas
yang telah dilakukan
Based Learning berbasis
(PTK)
Imantaka menunjukkan
Lesson Study pada Mata
kenaikan hasil belajar
Pelajaran Akuntansi untuk
siswa yang signifikan
Meningkatkan Hasil Belajar
yaitu rata-rata dari
Peserta Didik Kelas X
kasus pertama adalah
Keuangan di SMK
58,48 dan hasil rataMuhammadiah 5 Kepanjen”
rata kasus kedua
adalah 82,67,
mengalami
peningkatan sebanyak
24,19. Dengan
demikian pemberian
tindakan telah berhasil
meningkatkan hasil
belajar.
2.

Penelitian Galuh
Edytiantaka ( 2012)
“Penerapan Model Problem
Based Learning (PBL)
disertai Mind Mapping
untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir
Kritis dan Hasil Belajar
Kognitif Siswa Kelas XISSI SMA Laboratorium

Penelitian
Tindakan Kelas
(PTK)

Hasil dari penelitian
yang dilakukan Galuh
presentase keterampilan
berpikir kritis siswa
kelas XI-SSI pada
siklus I yaitu sebesar
52,4% dan pada siklus
ke II 72%. Untuk hasil
belajar kognitif pada
siklus I yaitu 21%

32

3.

UM”
Penelitian Awal Restiono
(2013) “Penerapan Model
Problem Based Learning
Untuk Mengembangkan
Aktivitas Berkarakter Dan
Meningkatkan Pemahaman
Konsep Siswa Kelas Xi”

Eksperimen
Semu

terjadi peningkatan
Hasil penelitan tersebut,
disimpulkan bahwa
model pembelajarn
Problem Based
Learning berpengaruh
positif terhadap aktifitas
dan pemahaman konsep
siswa.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan beberapa
penelitian sebelumnya. Persamaan dan perbedaan tersebut terdapat pada
pengkajian topik, jenis dan pendekatan penelitian, subjek penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan hasil penelitian. Pada beberapa
penelitian sebelumnya juga menggunakan model problem based learning
berpanduan lesson study namun variabel yang terikat yang diteliti aktivitas belajar
dan hasil belajar. Sedangkan penelitian ini menggunakan model problem based
learning dengan media KOKAMI dan variabel terikatnya kemampuan berpikir
kritis dan hasil belajar. Subjek penelitian dilakukan pada siswa kelas X akuntansi
SMK Cendika Bangsa Kepanjen.

K. Kerangka Berpikir
Permasalahan yang dihadapi oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah, motivasi yang dimiliki siswa juga
sangat rendah, di dalam proses pembelajara hanya terpusat pada guru dan hasil
belajar siswa masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Berdasarkan
permasalahan tersebut maka akan lebih cocok jika menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning dengan media Kotak Kartu Misterius
(KOKAMI), yakni dengan memberikan masalah masalah akuntansi dan

33

dikerjakan secara berkelompok. Diharapkan dengan menerapkan model dan media
pembelajaran tersebut peserta didik mampu meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, memiliki minat dan juga motivasi yang tinggi untuk mengikuti
pembelajaran dan juga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Untuk
lebih jelasnya berikut akan digambarkan kerangka berpikirnya.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran:
 Hasil belajar akuntansi rendah
 KBM berpusat pada guru
 Kurangnya motivasi dan minat siswa
 Kemampuan berpikir siswa yang masih
rendah

Penerapan model pembelajaran problem based learning
dengan media KOKAMI berbasis lesson study

34

 Hasil belajar akuntansi meningkat
 KBM dapat berpusat pada peserta didik dan dilakukan
secara dua arah
 Kemampuan berpikir siswa meningkat
 Meningkatnya motivasi dan minat siswa dalam
pembelajaran
Gambar 2.1 Kerangka berpikir