MAKALAH PERBANDINGAN KBK DAN KTSP fix

MAKALAH

PERBANDINGAN KURIKULUM 2004 DAN 2006

Diusulkan Oleh:
Feby Permata Sari

150641100015

Nur Khoiriyah

150641100026

Siti Annisa

150641100027

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2018


i

DAFTAR ISI

A. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (2004)...........................................1

B. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (2006) .......................... 9
C. PERBANDINGAN KURIKULUM 2004 DAN 2006 ..................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

ii

A. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (2004)
1. PENGERTIAN KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dikenal dengan Kurikulum 2004,
merupakan suatu model kurikulum yang berlaku di Indonesia sebagai konsekuensi
diberlakukannya peraturan perundang-undangan tentang desentralisasi yang
mengatur pemerintah pusat dan daerah (Abong, 2015). Menurut (Arifin, 2013)
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan suatu konsep, pendekatan,
strategi kurikulum yang menekankan pada penguasaan berbagai kompetensi

tertentu. Peserta didik tidak hanya menguasai pengetahuan dan pemahaman, tetapi
juga keterampilan, sikap, minat, motivasi, dan nilai-nilai supaya dapat melakukan
sesuatu dengan penuh tanggung jawab. Konsekuensi logisnya adalah guru harus
berkualitas dan profesional serta dapat melakukan kerja sama dengan berbagai
pihak untuk meningkatkan mutu pendidikan. Meskipun demikian, KBK tidak
dapat digunakan sebagai satu-satunya konsep atau pendekatan yang digunakan
untuk memecahkan semua masalah pendidikan, akan tetapi paling tidak dapat
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perbaikan dan inovasi
pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai peserta didik,
penilaian, kegiatan pembelajaran, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan
dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Menurut (Mulyasa, 2010) kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan
sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas–tugas dengan standar performansi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar
dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kamahiran, ketepatan, dan keberhasilan
dengan penuh tanggung jawab. KBK memfokuskan pada pemerolehan

kompetensi–kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum ini
mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat pembelajaran yang dinyatakan

1

sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku
atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan.
2. KARAKTERISTIK KBK
Dari uraian tentang pengertian KBK, kita dapat menangkap dua makna yang
tersirat. Pertama, KBK mengharapkan adanya hasil dan dampak yang diharapkan
muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang
bermakna, dan kedua, KBK memberikan peluang pada siswa sesuai dengan
keberagaman yang dimiliki masing-masing. Makna pertama mengandung
pengertian, dalam KBK siswa tidak hanya dituntut untuk memahami sejumlah
konsep, akan tetapi bagaimana pemahaman konsep tersebut berdampak terhadap
perilaku dan pola pikir sehari-hari. Inilah hakikat pengalaman belajar yang
bermakna (meaningfull learning), yaitu bahwa pengembangan kompetensi
diarahkan untuk memberi ketrampilan dan keahlian bertahan hidup dalam
masyarakat yang cepat berubah, penuh persaingan dan tantangan, penuh
ketidakpastian dan ketidakmenentuan. Dalam konteks pembelajaran yang

bermakna, proses pembelajaran di sekolah harus menjadi pengalaman bagi siswa
untuk mengembangkan kemampuan belajaranya di masyarakat. Siswa dituntut
untuk terus belajar sesuai dengan tantangan masyarakat yang terus berubah.
Makna yang kedua adalah dalam KBK menghargai bahwa setiap siswa
memiliki kemampuan, minat, dan bakat yang berbeda. KBK memberikan peluang
kepada setiap siswa untuk belajar sesuai dengan keberagaman dan kecepatan
masing-masing. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus didesain agar dapat
melayani setiap keberagaman tersebut. Misalnya dalam pemanfaatan sumber
belajar (Learning resources), KBK menuntut keragaman penggunaan sumber
belajar secara optimal. Siswa dituntut untuk menggunakan berbagai sumber
informasi, yang tidak hanya mengandalkan mulut guru, akan tetapi dari sumber
lainnya termasuk media elektronik semacam komputer dan internet, video, dan
lain sebagainya. Oleh sebab kemajuan bidang teknologi khususnya teknologi
informasi, memungkinkan siswa dapat belajar sesuai dengan minat, kemampuan
dan kecepatan masing-masing.

2

Berdasarkan makna tersebut, maka KBK sebagai sebuah kurikulum
memiliki 3 karakteristik utama. Pertama, KBK memuat sejumlah kompetensi

dasar yang harus dicapai oleh siswa. Artinya melalui KBK diharapkan siswa
memiliki kemampuan standar minimal yang harus dikuasai. Kedua, implementasi
pembelajaran dalam KBK menekankan kepada proses pengalaman dengan
memerhatikan keberagaman setiap individu. Pembelajaran tidak sekedar
diarahkan untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana materi itu
dapat menunjang dan memengaruhi kemampuan berpikir dan kemampuan
bertindak sehari-hari. ketiga, evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi
hasil dan proses belajar. Kedua sisi evaluasi itu sama pentingnya sehingga
pencapaian standar kompetensi dilakukan secara utuh yang tidak hanya mengukur
aspek pengetahuan saja, akan tetapi sikap dan keterampilan.
Depdiknas (2002) dalam (Sanjaya, 2011) mengemukakan karakteristik KBK
secara lebih rinci sebagai berikut :
a. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secaran individual
maupun klalsik: kurikulum berbasis kompetensi menekankan kepada
ketercapaian kompetensi. Artinya isi KBK pada intinya adalah sejumlah
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, kompetensi inilah yang selanjutnya
dinamakan standar minimal atau kemampuan dasar.
b. Berorientasi pada hasil (learning outcomes) dan keberagaman: keberhasilan
pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar. Indikator
inilah yang selanjutnya dijadikan acuan apakah kompetensi yang diharapkan

sudah tercapai atau belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu saja sangat
tergantung pada kemampuan siswa. Sebab diyakini, siswa memiliki
kemampuan dan kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang yang
sama kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai hasil belajar.
c. Pencapaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi: sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode yang digunakan
dalam proses pembelajaran harus bersifat multimetode. Hal ini dimaksudkan
untuk merangsang kemampuan berfikir siswa. Bahwa belajar sebagai proses
menerima informasi dari guru, dalam KBK harus ditinggalkan. Belajar adalah

3

proses mencari dan menemukan. Belajar adalah proses mengonstruksi
pengetahuan oleh siswa. Oleh karena itu proses pembelajaran harus bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif: sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya teknologi informasi, dewasa ini siswa bisa belajar dengan
memanfaatkan sumber belajar yang tersedia. Guru, dalam pembelajaran KBK,
guru bukan hanya satu-satunya sumber belajar. Guru berperan hanya sebagai
fasilitator untuk mempermudah siswa belajar dari berbagai macam sumber

belajar.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan pembelajaran KBK
tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai isi atau materi
pelajaran, akan tetapi bagaimana cara mereka menguasai pelajaran tersebut.
Oleh sebab itu, KBK menempatkan hasil dan proses belajar sebagai dua sisi
yang sama pentingnya.
Menurut (Mulyasa, 2010) karakteristik KBK antara lain mencakup
seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator – indikator evaluasi untuk
menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem
pembelajaran. Di samping itu KBK memilih sejumlah kompetensi yang harus
dikuasi oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus
sebagai hasil demonstrasi kompetensi yang dilakukan peserta didik, pembelajaran
lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi
yang dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila
mereka telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai
dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.
Berdasarkan

sumber


sedikitnya

dapat

diidentifikasikan

enam

karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu (1) sistem belajar dengan
modul; (2) menggunakan keseluruhan sumber belajar; (3) pengalaman lapangan;
(4) strategi individual personal; (5) kemudahan belajar; dan (6) belajar tuntas.
Menurut

(Uce,

2016)

Karakteristik


KBK

dianggap

cenderung

sentralisme. Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci, Daerah/Sekolah

4

hanya melaksanakannya saja. Dilihat dari struktur kurikulum dapat dijelaskan: 1)
Dalam Kurikulum KBK berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum
sebelumnya (1994 suplemen 1999); 2) Ada perubahan nama mata pelajaran; dan
3) Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN
dan PS di SD). Jadi, dapat disimpulkan bahwa karakteristik Kurikulum Berbasis
Kompetensi adalah:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual
maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar dan keragaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang

bervariasi.
d. Sumber belajar bukan dari guru saja, tetapi juga sumber belajar yang lain yang
memenuhi unsur edukasi.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
3.

KELEBIHAN KBK
Menurut (Arifin, 2013) pengembangan KBK mempunyai beberapa

keunggulan dibandingkan dengan model-model lainnya.
Pertama, pendekatan ini bersifat alamiah (kontekstual), karena berangkat,
berfokus, dan bermuara pada hakikat peserta didik untuk mengembangkan
berbagai kompetensi sesuai dengan potensinya masing-masing. Dalam hal ini
peserta didik merupakan subjek belajar, dan proses belajar berlangsung secara
alamiah dalam bentuk bekerja dan berdasarkan standar kompetensi tertentu, bukan
transfer pengetahuan (transfer of knowlegde).
Kedua, KBK boleh jadi mendasari pengembangan kemampuan–kemampuan lain.
Penguasaan ilmu pengetahuan, dan keahlian tertentu dalam suatu pekerjaan,
kemampuan


memecahkan

masalah

dalam

kehidupan

sehari-hari,

serta

pengembangan aspek-aspek kepribadian dapat dilakukan secara optimal
berdasarkan standar kompetensi tertentu.

5

Ketiga, ada bidang–bidang studi atau mata pelajaran tertentu yang dalam
pengembangannya lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi, terutama
yang berkaitan dengan keterampilan.
Sedangkan menurut Muhammedi (2016) keunggulan KBK adalah:
a) KBK lebih mengedepankan penguasaan materi hasil dan kompetensi
paradigma pembelajaran versi UNESCO: learning to know, learning to do,
learning to live together, dan learning to be.
b) Sistem penilaian lebih menitik beratkan pada aspek kognitif, penilaian
memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif.
c) KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB),
penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan
pengelolaan kerikulum berbasis sekolah (PKBS).
4. KELEMAHAN KBK
Menurut (Sanjaya, 2011) terdapat empat kekeliruan atau kelemahan pada
kurikulum berbasis kompetensi, diantaranya:
a. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal siswa
Layaknya sebagi seorang dokter yang profesional, sebelum ia melakukan
treatment atau tindakan kepada pasien, terlebih dahulu akan melakukan diagnosis,
misalnya ia akan bertanya, bagian mana yang sakit, apakah pasien sudah makan
obat sebelumnya? Dan sebagainya, sambil memeriksa bagian tubuh pasien.
Setelah dokter menemukan gejala-gejala sumber penyakit, baru ia menentukan
apa yang harus dilakukannya; apakah pasien cukup berobat jalan, harus di
opname, dan lain sebagainya. Demikian juga seorang pengacara, sebelum ia
melakukan tindakan hukum ia akan mempelajari kasus yang dihadapi kliennya.
Termasuk perundangan sesuai dengan kasus yang ditanganinya. Apakah seorang
arsitek bangunan, sebelum ia membangun sebuah gedung bertingkat, atau
membangun sebuah jembatan, tidak didahului survey tentang struktur tanah serta
aspek-aspek pendukung lainnya? tidak, bukan? Ya, seorang profesional, sebelum
ia melakukan tindakan selamanya akan didahului oleh langkah diagnosis,
sehingga langkah ini merupakan bagian dari pekerjaan profesionalnya.

6

Kemudian bagaimana dari guru kita di atas? tampaknya dia tidak melakukan
diagnosis tentang keadaan siswa, sehingga dia tidak mengetahui apakah siswa
suddah paham tentang materi yang dijelaskannya; demikian juga ia tidak
mengetahui apakah siswa sudah membaca buku yang ia baca. Jangan–jangan
siswa lebih paham dari gurunya tentang materi pelajaran yang akan diajarkannya,
karena selain siswa membaca buku yang menjadi rujukan guru, siswa pun
membaca buku lain yang dianggap relevan.
b. Guru tidak pernah mengajar berfikir siswa
Pernahkah seorang yang sedang bermain catur mangantuk? tidak bukan? ya,
tentu tidak, sebab bermain catur membutuhkan konsentrasi dan motivasi,
demikian juga halnya dengan seseorang yang sedang bermain kartu. Kita tidak
akan menemukan mereka mengantuk atau melakukan aktivitas lain. Seorang yang
sedang bermain catur akan memusatkan perhatiannya kepada bidak caturnya;
seorang yang sedang bermain kartu akan mengonsentrasikan pikirannya pada
kartu yang sedang dimainkannya.
Demikian

juga

halnya

dalam

mengajar.

Mengajar

bukan

hanya

menyampaikan materi pelajaran akan tetapi melatih kemampuan berpikir,
menggunakan struktur kognitifnya secara penuh dan terarah. Materi pelajaran
mestinya digunakan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir, bukan
sebagai tujuan. Mengajar yang hanya menyampaikan informasi akan membuat
siswa kehilangan motivasi dan konsentrasinya. Mengajar adalah mengajak
berpikir siswa,sehingga melalui kemampuan berfikir akan terbentuk siswa yang
cerdar dan mampu memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.
c. Guru tidak berusaha memperoleh umpan balik
Proses mengajar adalah proses yang bertujuan, oleh sebab itu apa yang
dilakukan oleh seorang guru seharusnya mengarah pada pencapaian tujuan. Apa
bedanya antara seorang guru dengan seorang tukang obat atau pembual? Ya,
perbedaannya terletak pada tujuan yang ingin dicapai. Walau keduanya samasama bicara, tapi bicaranya tukang obat berbeda dengan bicaranya guru. Apa yang
keluar dari mulut seorang tukang obat tidak lebih dari keiinginannya untuk
menarik perhatian oranng; sedangkan apa yang keluar dari mulut guru selalu

7

diarahkan untuk mencapai tujuan belajar, yakni perubahan tingkah laku. Oleh
karena itu dalam setiap proses mengajar, guru perlu mendapatkan umpan balik,
apakah tujuan yang ingin dicapai dikuasi oleh siswa apa belum, apakah proses
atau gaya bicara guru dapat dimengerti atau tidak. Hal ini sangat diperlukan untuk
proses perbaikan mengajar yang telah dilakukannya.
d. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai
pelajaran
Dewasa ini, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama
teknologi informasi setiap orang bisa memperoleh pengetahuan lewat berbagai
media. Anda ingin belajar bahasa inggris? Silahkan anda belajar melalui kaset
atau melalui video dan radio. Anda ingin belajar matematika atau lainnya?
Silahkan anda belajar melalui VCD yang CD-nya sudah banyak dijual di pasaran.
Apakah

anda

ingin

mengetahui

peristiwa-peristiwa

aktual?

Silahkan

berkomunikasi lewat internet. Dewasa ini setiap orang bisa belajar dari berbagai
sumber belajar. Dengan demikian, kalau sekarang ini ada guru yang menganggap
dirinya paling pinter, paling menguasai sesuatu, itu sangat keliru. Bisa terjadi
dewasa ini siswa lebih menguasai materi pelajaran dibandingkan gurunya. Coba
anda renungkan, siswa yang di rumahnya banyak membaca koran, majalah, bukubuku, banyak mempelajari berbagai pengetahuan lewat internet, mendengarkan
berita lewat media televisi, dan lain sebagainya, maka siswa yang demikian akan
lebih hebat dari gurunya yang tidak pernah membaca koran, tidak mengikuti
perkembangan dunia, tidak pernah berkomunikasi dengan internet karena tidak
memiliki fasilitas untuk itu dan lain sebagainya.
Jadi dengan demikian dalam era informasi sekarang ini seharusnya telah
terjadi perubahan peranan guru. Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya
sumber belajar (learning resources), akan tetapi lebih berperan sebagai pengelola
pembelajaran (manager of instruction). Dalam posisi semacam ini bisa terjadi
guru dan siswa saling membelajarkan. Salahkah kalau guru belajar dari siswa?
(Sanjaya, 2011).

8

5. STRUKTUR DAN PENGORGANISASIAN KBK
Tabel Struktur KBK Sekolah Menengah Pertama
Alokasi waktu
No.
Mata pelajaran
Kelas VII
Kelas VIII Kelas IX
1.
Pendidikan agama
2
2
2
2.
Kewarganegaraan
2
2
2
3.
Bahasa dan sastra
2
2
2
Indonesia
4.
Matematika
5
5
5
5.
Sains
5
5
5
6.
Pengetahuan sosial
5
5
5
7.
Bahasa inggris
4
4
4
8.
Pendidikan jasmani
2
2
2
9.
Kesenian
2
2
2
10. Keterampilan
11. Teknologi informasi dan
2
2
2
komunikasi
Jumlah
34
34
34
Diadopsi dari (Arifin, 2011).
Menurut Arifin (2011) ketentuan untuk kelas VII—IV adalah:
a) Minggu afektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34 minggu
dan jam sekolah efektif per minggu minimal 29 jam (1740 menit)
b) Alokasi waktu yang disediakan adalah 34 jam pelajaran per minggu
c) Satu jam palajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit
d) Sekolah dapat mengalokasikan waktu melaksanakan kegiatan sekolah seperti
kunjungan perpustakaan, olahraga, baksti sosial, dan sejenisnya
e) Mata pelajaran sains mencakup materi fisika, biologi, dan kimia
f) Mata pelajaran sosial mencakup materi ekonomi, sejarah, dan geografi
g) Penyajian mata pelajaran kesenian, keterampilab, dan teknologi informasi dan
komunikasi diatur oleh sekolah dengan menggunakan sistem blok.
Daerah atau sekolah dapat menambah mata pelajran yang sesuai dengan
kebutuhannya, maksimal sebanyak empat jam pelajaran.
B. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (2006)
1. Pengertian KTSP
Mulyasa (2011) menyatakan bahwa KTSP merupakan singkatan dari
kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/ daerah, karakteristik sekolah/ daerah, sosial budaya
masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sedangkan menurut Rohman
(2012) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum
9

operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing
satuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006
tentang pelaksanaan SI (standar isi) dan SKL (standar kompetensi lulusan). KTSP
ditujukan untuk menciptakan tamatan yang berkompeten yang cerdas dalam
mengembangkaan identitas budaya dan bangsa. Dalam kurikulum ini juga dapat
memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar,
mengembangkan integritas sosial serta membudayakan karakter nasional. Adanya
KTSP juga dapat memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang
sejalan dengan prinsip-prinsip belajar sepanjang hayat.
2. Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP pasal 1, ayat 15) dikemukan
bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan dengan memperhatikan dan berdasarkan
standar kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Stardar Nasional
Pendidikan (BSNP) (Mulyasa, 2010). Menurut Mulyasa (2010), menyatakan
bahwa KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1 dan 2, sebagai
berikut:
a. Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. Kurikulum semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diverifikasi sesuiai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik.
Hal-hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP) (Mulyasa, 2010) adalah sebagai berikut:
a. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan
karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta
didik.
b. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar
kompetensi kelulusan dibawah supervisi dinas pendidikan kabupaten atau kota,
dan departemen agama yang bertanggung jawab dibidang pendidikan.
c. Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan
tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi
dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (Mulyasa, 2011).

10

KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan
sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru
pengembangan kurikulum, otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan
pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar
mengajar di sekolah. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna
kurikulum operasional, antara lain:
a. Sebagai kurikulum yang bersifat operasional, maka pengembangannya, KTSP
tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun oleh pemerintah
secara nasional.
b. Sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP dituntut dan harus
memerhatikan ciri khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi undang-undang No.
20 Tahun 2003 ayat (2), bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis
pendidikan dikembangkan dengan prinsip diservikasi sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
c. Sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum didaerah
memiliki keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit
pelajaran (Rohman, 2012).
3. Tujuan KTSP
Mulyasa (2010), mengatakan tujuan diterapkannya KTSP secara umum
adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui
pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong
sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipasif dalam
pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah:
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan
sumberdaya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum pengambilan keputusan berama.
c. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Menurut Mulyasa (2010), berdasarkan tujuan diatas maka dapat dipahami
bahwa KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam
pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan
dewasa ini. Oleh karena itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan.
4. Ciri-ciri KTSP
Menurut Rohman (2012), mengatakan bahwa ciri-ciri dari KTSP, adalah
sebagai berikut:
a. KTSP memberikan kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk
menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan

11

sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dengan
kekhasan daerah
b. Orang tua dan masyarakat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
c. Guru harus mandiri dan kreatif
d. Guru diberikan kebebasan untyk memanfaatkan berbagai metode
pembelajaran.
5. Karakteristik KTSP
Menurut Mulyasa (2011) KTSP merupakan bentuk operasional
pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi
daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang
berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap
peningkatan efisiensi dan efektifitas kinerja sekolah, khususnya dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran. mengingat peserta didik datang dari
berbagai latar belakang kesukuan dan tingkat sosial, salah satu perhatian sekolah
harus ditujukan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial, ekonomi,
maupun politik. Di sisi lain, sekolah juga harus meningkatkan efesiensi,
partisipasi, dan mutu, serta tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintahan.
Sekolah dan satuan pendidikan adalah tempat yang dapat digunakan untuk
mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar,
profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Untuk lebih jelas
mengenai karakteristik KTSP, berikut adalah deskripsi karakteristik KTSP:
a. Pemberian Otonomi Luas Kepala Sekolah dan Satuan Pendidikan
Sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan kewenangan dan
kekuasaaan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Sekolah dan satuan
pendidikan juga diberikan kewenangan untuk menggalai dan mengelola sumber
dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. Sehingga dengan melalui otonomi yang
lua sekolah dapat meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan
partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab
bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional, dan
profesional.
b. Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi
Dalam pelaksanaan kurikulum tentunya perlu dukangan dari orang tua dan
masyarakat. Namun, dalam melaksanakan kurikulum orang tua peserta didik dan
masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan, akan
tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan merumuskan serta
mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.

12

c. Kepemimpinan yang demokratis dan profesional
Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh
adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah
dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum yang merupakan orang-orang
yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Dalam proses pengambilan
keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses ―bottom up‖ secara
demokratis, sehingga smua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan
yang diambil beserta pelaksanaannya.
d. Tim-kerja yang kompak dan transparan
Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang
terlibat bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing
untuk mewujudkan suatu ―sekolah yang dapat dibanggakan‖ oleh semua pihak.
Mereka tidak saling menunjukkan kuasa atau paling berjasa, tetapi masing-masing
berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara
keseluruhan. Dengan demikian keberhasilan KTSP merupakan hasil sindergi
(sinergistic effect) dari kolaborai team yang kompak dan transparan. Dalam
konsep KTSP yang utuh kekuasaan yang dimiliki sekolah dan satuan pendidikan,
terutama mencakup pengambilan keputusan tentang pengembangan kurikulum
dan pembelajaran, serta penilaian hasil belajar peserta didik.
Adapun menurut Muhammad Rohman (2012), unsur KTSP yang sekaligus
karakteristik KTSP adalah:
a. Desain KTSP adalah kurikulum yang berorientasi kepada disiplin ilmu
b. KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pengembangan individu
c. KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah
d. KTSP merupakan kurikulum teknologis.
6. Dasar Penyusunan KTSP
Pengembangan KTSP didasarkan pada dua landasan pokok, yakni landasan
empiris dan landasan formal. Landasan enmpiris diantaranya adalah:
a. Adanya kenyataan rendahnya kualitas pendidikan Indonesia baik dilihat dari
sudut proses maupun hasil belajar.
b. Budaya dengan potensi dan kebutuhan yang berbeda.
c. Peran sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum bersifat pasif.
7. Prinsip Pengembangan KTSP
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada
standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum
yang dibuat oleh BSNP, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut
(permendiknas, No. 22 Tahun 2006):
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dang
lingkungannya

13

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki potensi sentral untuk menegmabngkan kompetensinya agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serat
betanggung jawab.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa
membedakan agama, suku, budaya, dan adat istiadat serta status sosial ekonomi
dan gender.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum diekmbangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh akrena itu semangat dan
isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara
tepat perkembangan imu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kehidupan hidup dan
dunia kerja.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkeesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dan
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan
non formal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan global, nasional dan lokal
Pada kurikulum ini, kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling
mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi
dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika.
8. Mengembangkan Komponen KTSP
KTSP secaraa garis besar memilikin enam komponen penting, yaitu sebagai
berikut:
a. Visi dan misi satuan pendidikan
Dalam menetapkan visi dan misi satuan pendidikan, kepala sekolah harus terlebih
dahulu memahami visi itu sendiri. Oleh karena itu, tugas utama kepala sekolah
adalah menyisihkan waktunya agar dapat mengkomunikasikan visi tersebut ke

14

seluruh jajaran dan tingkat manajemen. Hal ini dilakukan dengan mengangkat visi
sebagai acuan pada betbagai pertemuan yang melibatkan unsur satuan pendidikan,
komite sekolah, dewan pendidikan, dunia usaha, dan industri, serta masyarakat
disekitar lingkungan sekolah.
b. Tujuan pendidikan satuan pendidikan
Dalam pengembanga KTSP, satuan pendidikan harus menyusun program
peningkatan mutu yang mencakup: tujuan, sasaran, dan target yang akan dicapai,
untuk program jangka pendek maupun jangka panjang (strategis). Tujuan satuan
pendidikan termasuk sasaran dan target harus dirumuskan secara tertulis dengan
a) Jelas
b) Mudah dipahami oleh semua pihak yang terlinbat dalam satuan pendidikan
c) Setiap pihak yang terlibat dalam satuan pendidikn memahami apa kaitan yang
dilakukan dengan pencapaian tujuan yang telah ditentukan
d) Kemajuan satuan pendidikan harus dapat dirasakan oleh semua pihak yang
terlibat.
c. Menyusun kalender pendidikan
Penyusunan kalender pendidikan, pengembangan pendidikan harus mampu
menghitung jam belajar efektif untuk pembentukan kompetensi peserta didik, dan
menyesuaikannya dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikan pada satuan
pendidikan tertentu. Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran
mengacu pada efisiensi, efektiftas, dan hak-hak peserta didik.
d. Struktur muatan KTSP
e. Silabus
f. RPP
9. Kelebihan KTSP
Menurut Kande, 2008 terdapat dua kelebihan atau kekuatan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP), yakni:
a. Sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas sekolah.
b. Sebagai sarana mengembangkan keunggulan lokal yang dapat mendorong
terjadinya proses globalisasi lokal di Indonesia.
10. Kelemahan KTSP
Menurut Kande (2008) terdapat kelemahan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), yakni:
a. Meninggalkan celah besar dalam upaya pencapaian standar lulusan dan
standar kelulusan.
b. KTSP menyimpan potensi destruktif yang dapat berakibat pada disintegrasi
bangsa yang hanya dapat diatasi dengan pendidikan multikultural.
Kelemahan KTSP hanya dapat diatasi dengan konsisten menjalankan pasal 72 PP
19/2005.

15

11. Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tabel Struktur Kurikulum MTs/ SMP
KELAS DAN ALOKASI
WAKTU
KOMPONEN
VII
VIII
IX
A. Mata Pelajaran
1.
Pendidikan Agama
2
2
2
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
2
2
2
3.
Bahasa Indonesia
4
4
4
4.
Bahasa Inggris
4
4
4
5.
Matematika
4
4
4
6.
Ilmu Pengetahuan Alam
4
4
4
7.
Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
8.
Seni Budaya
2
2
2
9.
Pendidikan Jasmani, Olahraga, 2
2
2
dan kesehatan
10. Keterampilan/ TIK
2
2
2
B. Muatan Lokal
2
2
2
C. Pengembangan diri
2*)
2*)
2*)
Jumlah
32
32
32
2*) ekuivalen 2 jam pembelajaran
Diadopsi dari Mulyasa (2011).
C. PERBANDINGAN KURIKULUM 2004 DAN 2006
Berikut perbedaan-perbedaan antara kurikulum berbasis kompetensi
dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan:
No.
1.

Aspek
Landasan
Hukum







2.

Implementasi
/ pelaksanaan
Kurikulum




Kurikulum 2004
Tap MPR/ GBHN
Tahun 1999—2004
UU No. 20/ 1999Pemerintah Daerah
UU Sisdiknas No 2/
1989 yang diganti
dengan
UU
No.
20/2003
PP No. 25 Tahun 2000
tentang
pembagian
kewenangan
Bukan
dengan
keputusan/ peraturan
Mendiknas RI
Keputusan
Dirjen

16






Kurikum 2006
UU No. 20/2003
Sisdiknas
PP No. 19/ 2005-SPN
Permendiknas No. 22/
2006 Standar Isi
Permendiknas No. 23/
2006
Standar
Kompetensi Lulusan

 Peraturan Mendiknas
RI
No.
24/2006
tentang Pelaksanaan
Peraturan
Menteri
No. 22 tentang SI dan

Dikdasmen
No.
399a/C.C2.kep/DS/200
4 Tahun 2004
 Keputusan
Direktur
Dikmenum
No.
766a/C4/MN/2003
Tahun 2003, dan No.
1247a/C4/MN/2003
tahun 2003
 Liberalisme
pendidikan: terciptanya
SDM yang cerdas,
kompeten, profesional,
dan kompetitif
 Cenderung sentralisme
pendidikan: kurikulum
disusun oleh Tim Pusat
secara rinci. Daerah/
sekolah
hanya
melaksanakan

3.

Ideologi
pendidikan
yang dianut

4.

Sifat (1)

5.

Sifat (2)



6.

Pendekatan




7.

Struktur





No. 23 tentang SKL

Liberalisme pendidikan:
terciptanya SDM yang
cerdas,
kompeten,
profesional,
dan
kompetitif
 Cenderung
desentralisme
pendidikan: kerangka
dasar
kurikulum
disusun
oleh
Tim
Pusat.
Sedangkan
daerah dan sekolah
dapat mengembangkan
lebih lanjut.
Kurikulum
disusun  Kurikulum
rinci oleh Tim pusat
merupakan kerangka
(Ditjen
Dikmenum/
dasar oleh Tim BNSP
Dikmenjur dan puskur)
Berbasis kompetensi
 Berbasis Kompetensi
Terdiri atas: SK, KD,  Hanya terdiri atas SK
MP dan Indikator
dan KD
pencapaian
 Komponen
lain
dikembangkan
oleh
guru.
Perubahan
relatif  Penambahan
mata
banyak dibandingkan
pelajaran
untuk
kurikulum sebelumnya
Mulok
dan
pengembangan
diri
Ada perubahan nama
untuk semua jenjang
mata pelajaran
sekolah.
Ada penambahan mata
pengurangan
pelajaran TIK atau  Ada
mata pelajaran (TIK
penggabungan
mata
di SD)
pelajaran (KN dan PS
di SD)
 Ada perubahan nama
mata pelajaran
 KN dan IPS di SD

17

8.

Beban
pelajaran

Jumlah jam/ minggu:
 SD/MI
26—32/
minggu
 SMP/ MTs 32/minggu
 SMA/SMK
38—39/
minggu
Lama belajar per 1 JP;
 SD 35 menit
 SMP 40 menit
 SMA/ MA 45 menit

9.

Pengembang
an kurikulum
lebih lanjut

 Hanya sekoah yang
mampu dan memenuhi
syarat
dapat
mengembangkan KTSP.
 Guru membuat silabus
atas dasar kurikulum
nasional
dan
RP/
skenarion pembelajaran

10.

Prinsip
1. Keimananan,
budi
pengembanga
pekerti luhur, dan
n kurikulum
nilai-nilai budaya.
2. Penguatan
integritas
nasional
3. Keseimbangan etika,
logika, estetika, dan
kinestetika.
4. Kesamaan memperoleh
kesempatan.
5. Perkembangan
pengetahuan
dan
tekonologi informasi.
6. Pengembangan
kecakapan hidup.
7. Belajar
sepanjang

18

dipisah lagi
 Ada
perubahan
jumlah
jam
pelajaraaaan
setiap
mata pelajaran
Jumlah jam/ minggu:
 SD/ MI 1—3= 27/
minggu
 SD/ MI 4-6= 32/
minggu
 SMP/ MTs= 32/
minggu
 SMA/MA
38—39/
minggu
Lama belajar per 1 JP:
 SD/ MI 35 menit
 SMP/ MTs 40 menit
 SMA/ MA 45 menit
 Semua
sekolah/
satuan
pendidikan
wajib
membuat
KTSP.
 Silabus
merupakan
bagian
tidak
terpisahkan
dari
KTSP.
 Guru harus membuat
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
1. Berpusat
pada
potensi,
perkembangan,
kebutuhan,
dan
kepentingan peserta
didik,
dan
lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu.
3. Tanggap
terhadap
perkembangan ilmu
pengetahuan,
teknologi, dan seni.
4. Relevan
dengan
kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh
dan
berkesinambungan.

hayat.
8. Berpusat pada anak.
9. Pendekatan
menyeluruh
dan
kemitraan.

11.

Prinsip
pelaksanaan
kurikulum

6. Belajar
sepanjang
hayat.
7. Seimbang
antara
kepentingan nasional
dan
kepentingan
daerah.
Tidak terdapat prinsip 1. Didasarkan
pada
pelaksanaan kurikulum
potensi,
perkembangan
dan
kondisi peserta didik
untuk
menguasai
kompetensi
yang
berguna bagi dirinya.
2. Menegakkan
lima
pilar belajar:
a. Belajar
untuk
beriman
dan
bertakwa
kepada
Tuhan YME.
b. Belajar
untuk
memahami
dan
menghayati.
c. Belajar
untuk
mampu
melaksanakan dan
berbuat
secara
efektif.
d. Belajar untuk hidup
bersama
dan
berguna bagi orang
lain.
e. Belajar
untuk
membangun
dan
menemukan jati diri,
melalui
proses
pembelajaran yang
efektif, kreatif, aktif,
dan menyenangkan.
3. Memungkinkan
peserta
didik
mendapat pelayanan
perbaikan, pengayaan,
dan atau percepatan
sesuai dengan potensi,
tahap perkembangan,
dan
kondisinya

19

4.

5.

6.

7.

20

dengan
memperhatikan
keterpaduan
pengembangan
probadi peserta didik
yang berdimensi ke
Tuhanan.
Keindividuan.
Kesosialan dan moral.
Dilaksanakan dalam
suasana
hubungan
peserta didik dan
pendidik yang saling
menerima
dan
menghargai,
akrab,
terbuka, dan hangat
dengan prinsip tut
wuri handayani, ing
madya mangun karsa,
ing
ngarsa
sung
tuladha.
Menggunakan
pendekatan
multistrategi
dan
multimedia, sumber
belajar dan teknologi
yang memadai, dan
memnafaatkan
lingkungan
sekitar
sebagai
sumber
belajar.
Mendayagunakan
kondisi alam, sosial,
dan budaya, serta
kekayaan
daerah
untuk
keberhasilan
pendidikan
dengan
muatan seluruh bahan
kajian secara optimal.
Diselenggarakan
dalam keseimbangan,
keterkaitan,
dan
kesinambungan yang
cocok dan memadai
antarkelas dan jenis
serta
jenjang

12.

Pedoman
pelaksanaan
kurikulum

1.
2.
3.
4.

Bahasa pengantar
Intrakurikuler
Ekstrakurikuler
Remedial, pengayaan.
Akselerasi
5. Bimbingan
dan
konseling
6. Nilai-nilai pacasila
7. Budi pekerti
8. Tenaga kependidikan
9. Sumber dan sarana
belajar
10. Tahap pelaksanaan
11. Pengembangan silabus
12. Pengelolaan kurikulum

pendidikan.
Tidak terdapat pedoman
pelaksanaan kurikulum
seperti pada kurikulum
2004.

Diadopsi dari (Rohman, 2012)

21

DAFTAR PUSTAKA
Abong, Rustam. 2015. ―KONSTELASI KURIKULUM PENDIDIKAN DI
INDONESIA‖. AT-TURATS. Vol 9 No 2
Arifin, Z. 2013. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Kande, Frendik. A. 2008. ―MEMBEDAH KEKUATAN DAN KELEMAHAN
KTSP (Antara Globalisasi Lokal dan Ancaman Disintegrasi Bangsa). Jurnal
Manajemen Pendidikan. No. 02 Th IV.
Muhammedi. 2016. ―Perubahan Kurikulum di Indonesia: Studi Kritis tentang
Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam yang Ideal‖. RAUDHAH.
Vol IV No. 1
Mulyasa. E. 2010. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. E. 2011. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Rohman, Muhammad. 2012. KURIKULUM BERKARAKTER (Refleksi dan
Proposal Solusi terhadap KBK dan KTSP. Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher.
Sanjaya, W. 2011. Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana.
Uce, L. 2016. ―Realitas Aktual Praksis Kurikulum : Analisis terhadap KBK,
KTSP, dan Kurikulum 2013‖. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA , 219.

22