PENGEMBANGAN KARAKTER DAN KEPATUHAN PESERTA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK TERHADAP
NORMA KETERTIBAN DI SEKOLAH; STUDI KASUS DI SMA KORPRI BANJARMASIN
Oleh : Sarbaini
Dosen Program Studi PPKn FKIP UNLAM Banjarmasin
Disampaikan dalam Seminar Nasional
Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan Kini dan Akan Datang
Rabu, 4 Mei 2011 Auditorium Rektorat UNLAM Banjarmasin
A. LATAR BELAKANG
1. Teori
a. Teori Tindakan Talcott Parsons
Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan
mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Bukan tindakan yang utama,
melainkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang menuntut dan mengatur tindakan
itu. Tindakan dipengaruhi oleh sistem nilai, sistem sosial, sistem budaya dan sistem
kepribadian. Kelima sistem diwarnai oleh 5 sumber nilai-norma serta astagatra
kehidupan manusia yang melahirkan kehidupan padat nilai-moral-norma (Djahiri,
1996:2).
b. Teori Pembinaan karakter moral Vessel dan Huitt (2005), terdiri dari teori berbasis
eksternal (sosial), teori berbasis internal (psikologis), teori berbasis interaksional dan
teori berbasis kepribadian (identitas)
2. Konseptual

a. Kepatuhan selalu menjadi ciri utama dari sebagian besar agama-agama. Agama
manapun di dunia, apalagi agama-agama samawi, semuanya meletakkan kepatuhan
sebagai nilai moral yang utama dan terpuji. (Al Baqarah:285; Al Imran:132; Al
Anfal:20 dan Al Imran:17). Kalangan Advent mengemukakan bahwa di antara
kewajiban moral, maka kepatuhan memperoleh keutamaan sebagai kehormatan.
(www.newadvent.org), Bahkan teolog Kristen, MacDonald (Daniel Koehn,
www.evangelartist.com) mengemukakan bahwa kepatuhan berkaitan dengan istilah
pertalian hubungan, kepatuhan membuka jalan bagi bentuk-bentuk khusus dalam
pertalian hubungan dengan Tuhan.
b. Aquinas memandang bahwa kepatuhan diterima secara tunggal dari Tuhan, karenanya
satu keharusan mematuhi semua perintah Tuhan. Implikasi dari pernyataan ini, maka
semua otoritas manusia secara alamiah dibatasi, demikian juga berbagai tujuan-tujuan
manusia, atau tujuan-tujuan yang dikaitkan dengan kondisi-kondisi komunitaskomunitas manusia tertentu.Kepatuhan sebagai kebajikan moral memuat alasan-alasan
yang diberikan kepada seperangkat kondisi-kondisi, baik sama maupun secara khusus
akan menentukan apakah subjek bertindak mematuhi (obedience) atau tidak mematuhi
(disobedience).(Cornish, 2008: 9-10;12-14).
c. Kepatuhan adalah suatu norma, elemen dasar dari struktur kehidupan sosial dan salah
satu unsur esensial kehidupan bersama sebagai mekanisme psikologis yang cendrung
menghubungkan tindakan individu dan mempererat ikatan-ikatan manusia dengan
sistem-sistem otoritas (Milgram, 1963:371-378), respon personal (Elms, 1972:128),

atau termasuk nilai-nilai kebajikan yang memberikan kontribusi terhadap integrasi
sosial yang harmonis (rukun), tidak hanya berguna dalam interaksi sosial, tetapi juga
1

dipandang lebih aman karena menghindari konflik. (Geertz, 1961; Koentjaraningrat,
1985; Magnis-Suseno, 1988, http://www.unu.edu ).
d. Kepatuhan dan ketidakpatuhan tidak hanya dipandang sebagai konsep-konsep yang
berbeda, tetapi sebagai aspek-aspek yang saling melengkapi dalam hubungan dengan
otoritas. Keduanya menjadi dasar dari dimensi ideologis dari demokratis. (Passini &
Morselli, 2008:2-3). Para warga negara yang berorientasi pada peraturan dan peran,
melihat kepatuhan mengikuti peraturan-peraturan dan tuntutan-tuntutan otoritas adalah
terlepas dari legitimasi otoritas. Sebaliknya para warga negara yang berorientasi pada
nilai dalam melaksanakan kepatuhan terhadap otoritas adalah berdasarkan nilai-nilai
sebagai landasan mempercayai otoritas. (Passini & Morselli, 2009:99).
e. Kepatuhan dalam dimensi pendidikan adalah kerelaan dalam tindakan terhadap
perintah-perintah dan keinginan dari otoritas, seperti orang tua dan guru
(Good,1973:392; Webb,1981:85), maupun dari norma-norma (Looms,1960:16),
berhubungan dengan perkembangan kemauan (Watson, 2009)
3. Juridis Normatif
a. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

b. UU Hak-Hak Asasi Manusia
c. UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.39 Tahun 2008
tentang Pembinaan Kesiswaan
4. Faktual
a. Namun baru-baru ini, menurunnya harapan-harapan dan standar-standar dalam
masyarakat terhadap kepatuhan adalah dikontribusi oleh menurunnya moral dan
akademis sama seperti problem sosial yang lain. Nilai demokrasi kelihatannya
cenderung disalahpahami kalangan masyarakat sebagai demonstrasi massa dan
berbagai bentuk kebebasan, hak dan unjuk rasa lainnya, sehingga memunculkan
istilah “demo-crazy”. Juga, kebebasan cenderung disalahartikan sebagai “kebebasan
tanpa aturan” (lawlessness freedom) dan tanpa kepatuhan kepada hukum.
b. secara nasional ketidakpatuhan di kalangan anak muda terhadap norma agama,
norma sosial (kesusilaan dan kesopanan), dan norma hukum hampir terjadi di semua
lini kehidupan. Fakta-fakta yang mendukung hampir dapat dijumpai setiap hari di
massmedia, baik media cetak maupun media televisi.
c. Di SMA KORPRI data ketidakpatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di
sekolah dapat dilihat pada data dalam tahun 2009/2010, yang memuat empat kasus
yang paling banyak dilanggar, yaitu; aspek Kerajinan, aspek Kelakuan dan Sikap,
aspek Kerapian, dan aspek Ketertiban.

B. PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah keberadaan pembinaan kepatuhan pada norma ketertiban di SMA
KORPRI Banjarmasin?
2. Seperti apa sajakah proses pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban yang
dilakukan guru di SMA KORPRI Banjarmasin ?
3. Bagaimanakah pengembangan model pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban
dalam upaya menyiapkan warga negara demokratis ?
C. PEMBAHASAN
2

1. Keberadaan pembinaan kepatuhan pada norma ketertiban di SMA KORPRI Banjarmasin
ditandai dengan adanya :
a. Landasan Visioner berupa visi, misi dan Panca Budaya (Budaya Disiplin, Budaya
Belajar, Budaya Bersih, Budaya Persatuan dan Persaudaraan dan Budaya Gemar
Menabung). Dibuat oleh tim khusus, didiskusi-kan dewan guru, dan pengurus OSIS,
dirumus kan Visi dan Misi Sekolah. Bersumber pada nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai
budaya masyarakat, dan budaya hukum
b. Landasan Rasional-Empiris, berupa latar belakang, konsepsi, prinsip, kebijakan dan
strategi pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban.
c. Program pembinaan termasuk dalam program kerja di bidang Budaya dan

Lingkungan sekoah, yaitu menciptakan suasana, iklim dan lingkungan pendidikan
yang kondusif untuk pembelajaran yang efisien. Sekolah menetapkan pedoman tata
tertib tentang tata tertib peserta didik. Tata Tertib di lingkungan sekolah yang berlaku
untuk peserta didik terdiri dari Tata Tertib Siswa, Tata Tertib Kantin, Tata Tertib dari
Guru dan Tata Tertib dalam Kagiatan Pengembangan Diri. Dilaksanakan melalui
sosialisasi tata tertib di lingkungan sekolah terhadap peserta didik dan orang tua pada
awal-awal tahun ajaran,dan inheren dalam program kegiatan pengembangan diri,
tidak dalam bentuk tertulis, dipadukan dalam kegiatan sekolah sejak penerimaan
input, proses dan output, dan inheren dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler maupun kerja sama dengan masyarakat.
d. Penataan Situasi melalui penataan fisik dan sosial-emosional. Penataan fisik
dilakukan penataan kelas, menempatkan tulisan dan spanduk di posisi strategis, serta
perangkat pendukung sarana fisik sekolah. Penataan sosial-emosional melalui
1) Hubungan guru berbasis nilai-nilai kebersaman dan persatuan.
2) Hubungan antara guru dan peserta didik dikelola berdasarkan peraturan tata tertib
guru dalam aspek didaktik-pedagogis, nilai-nilai dan norma-norma tertentu dalam
bentuk tindakan perilaku
3) Hubungan peserta didik dengan peserta didik ditata dengan :
 Berbasis pada kegiatan MOS, sebagai acara inisiasi dan basis dasar
menyatukan ke dalam nilai-nilai ideologis sosio-emosional adalah wajibnya
peserta didik kelas X untuk mengikuti pramuka.

 Hubungan diperkuat lagi dalam kegiatan-kegiatan sekolah secara harian,
mingguan, tengah bulanan dan tahunan, yaitu melalui Jumát Imtaq, ekstrakurikuler, kompetisi kelas terbersih dan kelas terkotor, pertandingan futsal, SMA
KORPRI Mencari Bakat, Pentas Musik Tahunan, dan HUT Gudep Pramuka.
 Kohesi hubungan peserta didik berbasis individu dari kegiatan pramuka
diaktualisasikan menjadi anggota Paskibra di Tingkat Sekolah, aktivis
pramuka, aktivitas OSIS, Pengurus Gudep Pramuka 185-816 dan Pengurus
OSIS, atau mewakili sekolah ke tingkat Kota/Kabupaten, Propinsi atau Pusat.
 Puncak hubungan baik kelompok dan individu adalah pada saat acara
pengukuhan dan pelepasan SMA KORPRI dalam acara Adat Tradisi Acara
Basujudan Peserta didik dengan Orang tua dan Mandi-mandi 7 Kembang
Setaman.
3

2. Proses pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban yang dilakukan guru di SMA
KORPRI Banjarmasin
a. Tujuan
Tujuan proses kegiatan bermata dua, baik untuk peserta didik yang patuh maupun
terhadap peserta didik yang tidak patuh :
 Memberikan efek jera sebagai pembinaan terhadap peserta didik yang melakukan
pelanggaran dalam rangka juga merubah perilakunya agar menjadi patuh dan

menjadi contoh kepada adik-adik kelasnya, untuk mendukung program-program
sekolah, agar berjalan dengan baik.
 Membina karakter kepribadian yang baik bagi peserta didik sebagai kelebihan
tersendiri yang dimilikinya, di samping intelektualnya dalam keseharian di
masyarakat berupa perilaku patuh terhadap norma sebagai dasar kedisiplinan, baik
demi kepentingan memperoleh sebuah pekerjaan dan kehidupan berkeluarga dan
cendrung berhasil di masyarakat.
 Membina dan menghasilkan peserta didik yang disiplin dan jujur di sekolah
berlandasan iman yang baik, akhlak mulia, peduli terhadap sesama, bertanggung
jawab, baik kepada dirinya sendiri, ataupun keluarganya nanti dan mengembangkan
diri di masyarakat.
Menggambarkan tujuan jangka pendek untuk kelas X dan tujuan jangka menengah
untuk kelas XI dan tujuan jangka panjang untuk kelas XII. Berawal dari penerapan tata
tertib yang tegas, konsisten dan transparan namun manusiawi diharapkan mampu
merubah perilaku awal dari peserta didik yang masuk ke SMA KORPRI hingga
berubah menuju kepatuhan. Kemudian menjadi karakter patuh sebagai dasar disiplin.
Karakter patuh demikian merupakan kepatuhan yang bertanggung jawab yang ingin
diwujudkan melalui penataan situasi dan prosesnya dengan berbagai kegiatan
pembinaan (pembelajaran) di luar kelas dan di dalam kelas, secara terjadwal maupun
insidental. Akhirnya menjadi kepribadian yang baik berupa pribadi yang disiplin dan

jujur.
b. Orientasi Proses Pembinaan
 Berlaku umum untuk semua siswa, tetapi berlaku khusus dan kasuistis, terhadap
siswa yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah
 Diarahkan kepada menuju kepatuhan secara positif dan bermanfaat untuk orang
banyak.
 Memberikan kepercayaan sekaligus memberi ruang untuk pengakuan diri untuk
lingkungan dan membentuk citra positif (peran anak sebagai pelaksana kegiatan).
 Bukan diarahkan hanya kepada intelektual tetapi juga ke arah “kerajinan”.
 Mengarahkan setiap pelanggaran menjadi model pembelajaran.
 Merupakan mediasi menuju kebersamaan.
 Menuju pada pembentukan ruang dan model aktualisasi diri dalam kerangka
kecerdasan majemuk (beragam kegiatan).
 Membangun pusat-pusat kecerdasan (peluang beragam kegiatan pengembangan
diri).
4

 Bersifat sinergi antara berbagai program dan kegiatan, walaupun tidak dinyatakan
secara tertulis, tetapi terdapat kesepakatan tidak tertulis untuk sama-sama peduli
terhadap pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban di sekolah, baik yang

disusun secara terjadwal maupun insidental.
 Berbasis kepada kompetensi guru individual dan apa yang menjadi konsentrasi
kepedulian guru.
 Melakukan peralihan secara bertahap :
 Dari menuntut anak belajar dan mengikuti peraturan-peraturan melalui; a)
perintah langsung, b) konsekuensi-konsekuensi, dan c) hubungan-hubungan
otoritatif,
 Kepada tindakan-tindakan displiner (membantu mengembangkan standarstandar internal dengan menggunakan kesempatan dari kemampuan alami
peserta didik untuk mempengaruhi empati),
 Menuju ke arah memberikan peserta didik kesempatan untuk menghargai atau
membayangkan apa yang benar dan untuk memilih apa yang benar (sebagai
hasil dari pemahaman, standar-standar yang diinternalisasikan, dan kematangan
empati), melalui; a) meningkatkan tingkat hubungan-hubungan timbal-balik
pendidik dengan peserta didik, dan b) meningkatkan frekuensi kesempatankesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mendiskusikan dilemadilema moral, memberikan tantangan dan menempatkan keadaan konstan pada
situasi tertentu dalam hubungan-hubungan, kelompok-kelompok dan komunitaskomunitas peserta didik
c. Kegiatan Pembinaan
1) Kegiatan pembinaan kepatuhan dilihat dari dua aspek, yaitu siklus waktu dan
lokus kegiatan.
2) Berdasarkan siklus waktu kegiatan
 Telah diawali sejak peserta didik menjadi calon, kemudian menjadi peserta

didik hingga dilepaskan dan dikukuhkannya status sebagai peserta didik
 Siklus waktu kegiatan dimulai dari kegiatan penerimaan peserta didik baik
sebagai peserta didik yang baru atau dari mutasi.
 Kegiatan pembinaan berikutnya seluruh peserta didik mengikuti kegiatan
MOS, kemudian setelah menjadi peserta didik duduk di kelas X hingga kelas
XII, seluruh peserta didik menempuh proses pembinaan kepatuhan baik di
dalam kelas maupun di luar kelas berdasarkan kegiatan pembinaan terjadwal
dari kegiatan harian, mingguan, tengah bulanan, bulan sampai tahunan.
 Kegiatan pembinaan insidental dilakukan secara khusus, bilamana terdapat
pelanggaran tata tertib sekolah oleh peserta didik yang dikategorikan sebagai
tidak patuh.
3) Berdasarkan siklus lokus kegiatan
 Kegiatan pembinaan dilakukan tempatnya baik di dalam kelas, di luar kelas
dalam lingkungan sekolah, dan di luar lingkungan sekolah yang dekat dan yang
jauh. Kegiatan di dalam kelas, misalnya berkaitan dengan tindakan yang
dilakukan guru maupun penataan situasi yang dikehendaki di dalam kelas.
5

 Tindakan guru dalam melakukan pembinaan kepatuhan terhadap norma
ketertiban dilakukan pada saat memasuki kelas, di dalam kelas, jam pelajaran

berakhir di kelas, saat pergantian jam pelajaran, jam istirahat, dan saat jam
pelajaran terakhir.
 Tindakan di luar kelas dilakukan pada kegiatan membersihkan halaman, dan
kegiatan-kegiatan pengembangan diri.
 Tindakan di lingkungan masyarakat, berupa sholat zuhur berjamaah, shokat
jenazah, jalan santai, dan pramuka.
 Tindakan-tindakan pembinaan kepatuhan yang dilakukan guru terhadap norma
ketertiban di dalam kelas mempunyai tujuan, materi, metode dan evaluasi
pembinaan.
 Umumnya semua tindakan merupakan tindakan rutinitas dan belum
sepenuhnya terprogram secara sistematis dan terukur. Karena belum
berdasarkan program dan kegiatan yang tertulis, baik tujuan, materi, metode
dan evaluasi yang digunakan.
 Evaluasi yang diterapkan guru dalam melakukan pembinaan, masih belum
seragam, berupa evaluasi sehari-hari melalui teguran dan pemberian sanksi,
evaluasi materi, pengamatan, langsung diserahkan ke BP atau wali kelas,
dicatat dalam buku jurnal, dicatat dalam buku catatan penilaian afektif sebagai
penilaian afektif secara keseluruhan dari perilaku, sikap dan kerapian.
 Evaluasi yang diberikan oleh guru berbasis buku catatan piket harian dan buku
poin, ditambah dengan evaluasi guru di kelas melalui pengamatan dan catatan
jurnal, semua diolah oleh wali kelas untuk penentuan posisi peserta didik
dalam kategori peserta didik yang patuh dan tidak patuh, maupun untuk
memberikan penghargaan dan hukuman, namun tetap menempatkan posisi
peserta didik sebagai manusia yang baik, mampu berkembang dan perlu
bantuan.
 Guru-guru telah menerapkan beragam strategi pembelajaran dengan saling
melengkapi, dan melaksanakan dengan kreatif sebagai hasil dari meramu
beberapa teori pembinaan nilai, moral dan karakter, seperti teori-teori berbasis
eksternal dan sosial, internal dan psikologis, interaksional, dan kepribadian
dengan menyesuaikan pada kondisi-kondisi sosial dan budaya masyarakat di
lingkungan sekolah.
3. Pengembangan model pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban dalam upaya
menyiapkan warga negara demokratis

6

7

D. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
a. Keberadaan Pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di SMA
KORPRI ditandai oleh adanya visi, misi dan Panca Budaya sekolah, program tidak
tertulis (hidden curriculum) yang berakar pada program budaya dan lingkungan sekolah
didasari landasan rasional-empiris yang direalisasikan melalui penetapan pedoman tata
tertib dan penataan situasi lingkungan sekolah.
8

b. Proses pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban yang dilakukan guru di SMA
KORPRI Banjarmasin dilakukan berdasarkan pada tujuan, orientasi dan direalisasikan
dalam kegiatan berbasis siklus waktu dan lokus kegiatan. Setiap kegiatan pembinaan
yang dilakukan mempunyai tujuan, materi, metode, dan evaluasi yang diselaraskan
dengan siklus waktu dan lokus kegiatan.
c. Pengembangan model alternatif pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban dalam
upaya menyiapkan warga negara demokratis disusun berdasarkan komponen visi dan misi
sekolah, landasan-landasan (agama, teori, yuridis-normatif, perilaku demokratis, rasionalempiris; latar belakang, konsepsi, prinsip, kebijakan dan strategi), program pembinaan,
penataan situasi, proses pembinaan (tujuan, orientasi dan kegiatan), strategi
pembelajaran, tujuan, materi, metode, evaluasi dan output yang diharapkan.
d. Output kepatuhan yang diharapkan dalam persepktif warga negara demokratis adalah
kepatuhan yang bertanggung jawab berbasis pengendalian diri (self-discipline; selfcontrol), pengaturan diri (self-manage), dan perhitungan diri (self-account),
multidimensional (moral/normatif, sosial, religius, personal, komunikasi, vertikal dan
horizontal), bersumber pada norma-norma Illahi, sosial-budaya, hukum dan metafisik,
digunakan untuk penyadaran terhadap nilai-nilai yang ada pada dirinya dan nilai-nilai
yang terdapat pada orang lain (individu, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan dunia),
dan untuk penentuan posisi dan peran dalam mengaktualisasikan dirinya (mengapresiasi
dan melakonkan) sebagai pribadi yang berkepribadian mulia dalam hubungan dengan
manusia, dengan alam sekitar serta hubungannya dengan Allah Subhanahu wata’ala.
2.

Rekomendasi
a. Pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban yang dilaksanakan di
sekolah hendaknya memiliki pijakan yang kuat dan integral pada landasan yuridisformal, berdasarkan ketentuan yang berlaku; landasan visioner, orientasi dan operasional
berupa visi dan misi sekolah, maupun landasan agama, landasan teoritis, landasan
perilaku demokratis dan landasan real-empiris, untuk mencapai sosok pribadi peserta
didik yang diharapkan sesuai dengan visi dan misi sekolah.
b. Hendaknya sekolah memberi peluang untuk melatih kecerdasan dan kreativitas guru
dalam memadukan landasan yuridis-normatif pembinaan kesiswaan dengan kondisi nyata
peserta didik dan lingkungan di sekolah serta meramunya dengan landasan agama,
teoritis, perilaku demokratis menjadi landasan visioner, orientasi dan operasional sebagai
landasan real-empiris guna memberi jawaban-jawaban real-praktis dalam melakukan
pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah.
c. Program pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap norma ketertiban di sekolah
hendaknya fokus dan spesifik terhadap upaya dipatuhinya norma ketertiban dalam aspek
kerajinan, kelakuan, sikap, kerapian dan ketertiban, maka sekolah membuat program
yang berdiri sendiri, namun dalam kegiatannya inheren dan padu dengan kegiatankegiatan pengembangan diri serta diarahkan untuk menjadi basis dan memperkuat
kegiatan yang menjadi unggulan sekolah.
d. Sekolah hendaknya menjadikan program pembinaan kepatuhan peserta didik terhadap
norma ketertiban dimasukkan ke dalam rencana kerja sebagai program sekolah. Program
pembinaan isinya terdiri dari visi, misi, latar belakang, konsepsi, prinsip, kebijakan,
strategi, tujuan dan orientasi proses serta jenis dan bentuk kegiatan (tujuan, materi,
strategi belajar mengajar, metode, evaluasi dan output yang diharapkan).
e. Kegiatan pembinaan peserta didik untuk mematuhi norma ketertiban di sekolah
berdasarkan siklus waktu dan lokus kegiatan hendaknya dilaksanakan secara sinergis,
9

bermuatan tujuan, materi dan evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi lokus dan waktu
kegiatan dengan menerapkan beragam strategi pembelajaran yang berbasis pada teori
dan model berbasis eksternal dan sosial, internal dan psikologis, interaksional, dan
kepribadian dengan menyesuaikan pada kondisi sosial dan budaya masyarakat di
lingkungan sekolah, yang saling melengkapi secara kreatif.
f. Penerapan strategi dan metode pembinaan dalam berbagai kegiatan hendaknya dilakukan
secara bertahap : dari menuntut anak belajar dan mengikuti peraturan-peraturan kepada
tindakan-tindakan disipliner menuju ke arah memberikan peserta didik kesempatan
untuk menghargai atau membayangkan apa yang benar dan untuk memilih apa yang
benar.
g. Materi pembinaan yang dijadikan standar acuan hendaknya mengacu pada materi yang
terdapat di dalam tata tertib sekolah dalam bentuk Tugas, Kewajiban dalam kegiatan
intrakurikuler, kegiatan OSIS, kegiatan ekstrakurikuler, sopan santun dan ketertiban,
larangan-larangan dan sanksi-sanksi, dan ketentuan khusus tentang bonus poin positif
serta point negatif terhadap pelanggaran terhadap kerajinan, kelakuan dan sikap,
kerapian, dan ketertiban.
h. Metode pembinaan hendaknya dilaksanakan secara beragam dan seragam. Metode
dilaksanakan secara beragam dalam bentuk metode nonmata pelajaran dan metode dalam
materi pelajaran. Metode nonmata pelajaran berupa pengamatan, himbauan, suruhan,
larangan, teguran, nasihat, peringatan, penghargaan, pujian, pemberian sanksi, hukuman,
dan denda. Sedangkan metode dalam materi pelajaran, ceramah, tanya jawab, diskusi
kelompok, kerja kelompok, dan model pembelajaran kontekstual. Metode pembinaan
dilakukan secara seragam, artinya semua guru melakukan metode beragam tetapi proses
dan hasilnya dari penerapan metode beragam didokumentasikan dalam buku jurnal guru.
i. Evaluasi pembinaan di sekolah hendaknya terdiri dari evaluasi yang dilakukan guru, tim
pemantau peserta didik mutasi, wali kelas dan sekolah, dilaksanakan beragam dan
terstandar (komprehensif, berkelanjutan dan objektif) dalam bentuk evaluasi harian dan
evaluasi materi. Evaluasi harian dilakukan di kelas melalui pengamatan, teguran, nasihat,
dan pemberian sanksi. Evaluasi materi berupa sisipan materi dalam evaluasi mata
pelajaran yang mengarah kepada aplikasi kepatuhan kepada norma ketertiban di sekolah.
Hasil evaluasi dicatat dan dokumentasikan dalam buku jurnal dan buku catatan penilaian.
j. Evaluasi untuk wali kelas (kelakuan, sikap, kerajinan, kerapian dan ketertiban)
berdasarkan hasil evaluasi guru dan rekapitulasi catatan tentang perilaku kepatuhan
peserta didik, menjadi dasar penentuan nominasi dan patokan penetapan berprestasi
secara akademik dan nonakademik.
k. Evaluasi sekolah dilakukan melalui rapat bulanan berbasis evaluasi guru dan evaluasi
wali kelas, dan evaluasi tahunan terhadap keseluruhan kondisi kepatuhan peserta didik
terhadap norma ketertiban di sekolah.
E. SUMBER RUJUKAN
Al Qur’an
Cornish, Paul. (2008). The Virtue of Obedience and the Civil Conversation in Aquinas and
Murray: Some Convergence with Democratic Theory. Prepared for Presentation at the 4th
Biennial Henry Symposium on Religion and Politics, Calvin College, April 26, 2008.
(Online). Tersedia: http.www.calvin,edu.pdf.
Djahiri, A. Kosasih.(1996). Menelusuri Dunia Afektif Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung:
Lab.Pengajaran PMP IKIP Bandung.
10

Elms, Alan C.(1972). Social Psychology and Social Relevance, Chapter 4, pp. 128-136. Boston:
Little, Brown.
Good. Carter.V.(1973). Dictionary of Education. McGraw-Hill Book Company.
Milgram, Stanley. (1963). "Behavioral Study of Obedience".Journal of Abnormal and Social
Psychology 67. p.371-378. Yale University. (Online). Tersedia: http://www.wordnik.
com/words/obedience/ definitions).[28 Agustus 2009].
Looms, Charles.P.(1960). Social Systems, Essay on Their Persistence and Change. New Jersey:
D. Van Nostrand Company.Inc.
Passini, Stefano and Morselli, Davide.(2008). "Obedience to an Illegitimate Demand: the Effect
of Perceived Democracy". Paper presented at the annual meeting of the ISPP 31st Annual
Scientific Meeting, Sciences Po, Paris, France, Jul 09, 2008. (Online). Tersedia:
http://www.allacademic.com/meta /p239205_index.html.[25 Juli 2009].
--------, (2008). The Many Facets of Obedience and Disobedience and Their Role in Supporting
the Ideological Dimension of Democracy. (Online).Tersedia: http://www.essex.ac.uk/
events/generalconference/pisa/paper/PP800.pdf.[25 Juli 2009]
--------, (2009). Authority Relationships Between Obedience and Disobedience. New Ideas in
Psychology 27 (2009).96-106. (Online). Tersedia: Journal homepage: www.elsevier.
com/locate/ newidepsych.[20 Maret 2009].
Watson. (2009). Perspectives in Obedience. (Online). Tersedia: www.opapera.com/essay/
obedience/213895. 04/13/09).[12 Juni 2009].
Webb, Rodman.B. (1981). Schooling and Society. New York: McGraw-Hill Book Company.
Vessels, Gordon and Huitt, William. (2005). Moral and Character Development. Presented at
the National Youth at Risk Conference, Savannah, GA, March 8-10.(Online). Tersedia:
http://chiron.valdosta.edu/whuitt/brilstar/chapters/chardev.doc. [20 Desember 2009].

11