Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa Kelas IV Semester II SD N Kebowan 02 Kec.Suruh Kab. Semarang Tahun Pelaj

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Matematika
Menurut Ruseffendi (Heruman, 2007:1) definisi Matematika adalah ilmu logika
tentang bentuk susunan besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama
lainnya, matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan
geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya
sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam.
Sedangkan menurut Johnson dan Mylebust (Mulyono, 2003:252), “matematika adalah bahasa
simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Kline
(Mulyono, 2003:252) mengemukakan, bahwa “matematika merupakan bahasa simbolis dan
ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara
bernalar induktif”.
Sejalan

dengan

tiga

pendapat


tersebut,

Sujono

(Abdul

Halim,

2009:19)

mengartikan, “matematika sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan terorganisasi
secara

sistematik,

penalaran

yang


logik

dan

masalah

yang berhubungan dengan

bilangan”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika
didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan

dan

prosedur

operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, maka peneliti menyimpulkan
bahwa matematika disamping sebagai ilmu yang terstruktur yang berisikan simbolsimbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, besaran dan konsep-konsep tetapi juga
matematika adalah bahasa simbolis sekaligus bahasa universal yang dapat membantu
manusia berpikir, memahami, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Matematika juga merupakan sarana berpikir yang membantu manusia untuk berpikir logis,
dan berpikir kritis dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.1 Pembelajaran Matematika
a.

Pengertian Matematika Sekolah
Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan di

bangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh dari
akibat logis dari kebenaran suatu konsep, sebelumnya sudah diterima, sehingga keterkaitan
antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas ( kurikulum KBK : 2004 :22)

Menurut Soedjadi (1995:1) Matematika sekolah adalah bagian unsur dari matematika
yang dipilih antara lain dengan mempertimbangkan atau berorientasi pada pendidikan.
Dengan demikian dapat dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan
intelektual siswa, serta digunakan sebagi salah satu sarana untuk mengembangkan
kemampuan berpikir pada siswa.
Menurut Susilo Matematika bukanlah sekedar kumpulan angka, simbol, dan rumus
yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Justru sebaliknya, matematika tumbuh dan
berakar dari dunia nyata.

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika bukanlah sekedar
kumpulan angka, simbol, dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Justru
sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata yangh dapat disesuaikan dengan
tahap perkembangan intelektual siswa serta sarana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir pada siswa.
b. Karakteristik Matematika
Agar dalam penyampaian matematika dapat mudah diterima dan dipahami oleh siswa,
guru harus memahami tentang karakteristik matematika sekolah, Menurut Soedjadi (2000:13)
matematika memiliki karakteristik :
1) Memiliki kajian abstrak
2) Bertumpu pada kesepakatan
3) Berpola pikir deduktif
4) Memiliki symbol yang kosong dari arti
5) Memperhatikan semesta pembicaraan
6) Konsisten dalam sistemnya
Menurut Depdikbud (1993:1) matematika memiliki ciri-ciri yaitu
1) Memiliki obyek yang abstrak
2) Memiliki pola pikir deduktif dan konsisten
3) Tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
2.1.2 Tujuan Matematika

Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI
(2006:148),

mata

pelajaran

kemampuan sebagai berikut :

matematika

bertujuan

agar

peserta

didik memiliki

1.


Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah.

2.

Menggunakan

penalaran

pada

pola

dan

sifat,

melakukan


manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3.

Memecahkan

masalah

yang

meliputi

kemampuan

memahami

masalah,


merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4.

Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.

5.

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.3. Ruang Lingkup Matematika
Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI
(2006:148), ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan; (2) geometri dan pengukuran; (3)
pengolahan data. Ketiga aspek tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi


standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang diterjemahkan dan diaplikasikan menjadi silabus
dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Standar Kompetensi (SK) mengenai
“Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun ruang datar”. Bangun
ruang merupakan bangunmatematika yang memiliki isi atau volume dimana bangun ruang itu
sendiri memiliki batas-batas yaitu bangun datar. Bangun ruang terdiri dari berbagai macam
bentuk dan memiliki ciri-ciri tersendiri..
2.1.4. Pembelajaran Matematika di SD
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi yang akan diajarkan
dalam pembelajaran. Menurut Hudojo (2003:72), “hakekat matematika berkenaan dengan
ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang
logis”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakekat belajar matematika adalah suatu
aktivitas mental yang tinggi untuk memahami arti dari struktur-struktur, konsep-konsep
kemudian menerapkannya dalam situasi nyata sehingga terjadi perubahan tingkah laku
dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Kegiatan pembelajaran matematika berorientasi pada upaya menerapkan cara
berpikir matematik. Sejalan dengan itu, Dienes (Hudojo, 2003:83) menyimpulkan bahwa

“belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih
tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya”.
Jadi pembelajaran matematika merupakan alat dan proses untuk membentuk pola pikir
siswa dalam pemahaman suatu pengertian/konsep maupun penalaran suatu hubungan
dari pengertian-pengertian

itu.

Selain

itu,

siswa

dilatih

untuk membuat

terkaan,


perkiraan, kecenderungan berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dikembangkan
melalui contoh-contoh khusus. Melalui pembelajaran matematika diharapkan agar siswa
memiliki kemampuan berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif dan efisien.
Siswa SD umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut
Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase
ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah
logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Menurut usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret
yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak,
siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas
apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti
siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi
konkret, dan selanjutnya abstrak
2.2. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Pembelajaran matematika realistik adalah padanan Realistic Mathematics Education
(RME), sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di
Belanda. Gravemeijer (1994: 82) mengungkapkan “Realistic mathematics education is rooted
in Freudenthal’s interpretation of mathematics as an activity”. Ungkapan Gravemeijer di
atas menunjukkan bahwa pembelajaran matematika realistik dikembangkan berdasar
pandangan Freudenthal yang menyatakan matematika sebagai suatu aktivitas.Lebih lanjut
Gravemeijer (1994: 82) menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas
tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok
persoalan.Menurut Freudenthal aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi.
Terkait dengan konsep pembelajaran matematika realistik di atas Gravemeijer (1994:
91) menyatakan Mathematics is viewed as an activity, a way of working. Learning
mathematics means doing mathematics, of which solving everyday life problem is an

essential part.Gravemeijer menjelaskan bahwa dengan memandang matematika sebagai suatu
aktivitas maka belajar matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan
masalah hidup sehari-hari merupakan bagian penting dalam pembelajaran.
Konsep lain dari pembelajaran matematika realistik dikemukakan Treffers (dalam
Fauzan, 2002: 33 – 34) dalam pernyataan berikut ini
“The key idea of RME is that children should be given the opportunity to reinvent
mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition, the formal mathematical
knowledge can be developed from children’s informal knowledge”.
Dalam ungkapan di atas Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran matematika
realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali
matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa
pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar
pengetahuan informal yang dimiliki siswa.
Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan di atas menjelaskan suatu cara pandang
terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk
menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang
dimilikinya. Dalam pandangan ini matematika disajikan bukan sebagai barang “jadi” yang
dapat dipindahkan oleh guru ke dalam pikiran siswa.Terkait dengan aktivitas matematisasi
dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam Panhuizen, 1996: 11) menyebutkan dua jenis
matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini
:
“Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol,
while

vertical

mathematization

means

moving

within

the

world

of

symbol”.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses
transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam bentuk simbol. Sedangkan matematisasi
vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Contoh
matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah
dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah
presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model
matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika.
Mengacu kepada dua jenis kegiatan matematisasi di atas de Lange (1987: 101)
mengidentifikasi empat pendekatan yang dipakai dalam mengajarkan matematika, yaitu

pendekatan mekanistik, empiristik, strukturalistik dan realistik.Pengkategorian keempat
pendekatan tersebut didasarkan pada penekanan atau keberadaan dua aspek matematisasi
(horisontal atau vertikal) dalam masing-masing pendekatan.
2.2.1. Karakteristik Realistic Mathematics Education
Salah satu karakteristik mendasar dalam RME yang diperkenalkan oleh Frudenthal
adalah guided reinvention sebagai suatu proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk
menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru (Wijaya, 2012:
20).
Sejalan

dengan

pendapat

Frudenthal,

Gravemeijer

(Tarigan,

2006:

mengemukakan empat tahap dalam proses guided reinvention, yaitu;

4)

(a) tahap

situasional, (b) tahap referensial, (c) tahap umum, (d) tahap formal.
Namun, konsep guided reinvention dianggap masih terlalu global untuk

menjadi

karakteristik dari RME. Oleh sebab itu, perlu adanya karakteristik yang lebih khusus
untuk membedakan antara RME dengan pendekatan lain. Dengan dasar itulah dirumuskan
lima karakteristik RME sebagai pedoman dalam merancang pembelajaran matematika,
yaitu:
a.

Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia nyata.
Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus nyata bagi siswa
agar

mereka

dapat

langsung

terlibat

dalam situasi yang sesuai dengan

pengalaman mereka. Sebab pembelajaran yang

langsung

diawali

dengan

matematika formal cenderung menimbulkan kecemasan matematika (mathematics
anxiety).
b.

Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus sesuai dengan
abstraksi yang harus dipelajari siswa. Model dapat berupa keadaan atau situasi
nyata dalam kehidupan siswa. Model dapat pula berupa alat peraga yang dibuat
dari bahan-bahan yang juga ada di sekitar siswa.

c.

Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka dalam
menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru. Siswa memiliki kebebasan
untuk mengembangkan strategi penyelesaian masalah sehingga diharapkan akan
diperoleh berbagai varian dari pemecahan masalah tersebut.

d.

Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antar guru dan siswa
maupun siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting dalam pembelajaran
matematika. Siswa dapat berdiskusi dan bekerja sama dengan siswa lain,
bertanya, dan menanggapi pertanyaan serta mengevaluasi pekerjaan mereka

e.

Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin ilmu lain,
dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan sebagai satu kesatuan
yang saling terkait dalam menyelesaiakan masalah (Aisyah, 2007: 7.18 – 7.19).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa RME memiliki karakteristik
khusus yang membedakan RME dengan pendekatan lain. Ciri khusus ini yaitu adanya
konteks permasalahan realistik yang menjadi titik awal pembelajaran matematika, serta
penggunaan model untuk menjembatani dunia matematika yang abstrak menuju dunia nyata.
2.2.2 Langkah-Langkah Realistic Mathematic Education (RME)
Pembelajaran matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang sejalan dengan pandangan Piaget. Pembelajaran matematika realistik yang
dikembangkan dengan berlandaskan pada filsafat konstruktivis, untuk mewujudkan situasi
dan kondisi belajar yang demikian maka dalam melaksanakan pembelajaran,guru perlu
memperhatikan beberapa pandangan Piaget. Diantaranya adalah guru perlu mendorong siswa
untuk berani mencoba berbagai kemungkinan cara untuk memahami dan menyelesaikan
masalah. Dalam hal ini aktivitas membangun pengetahuan oleh siswa diwujudkan dengan
memberikan masalah kontekstual.Masalah kontekstual tersebut dirancang sedemikian hingga
memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya secara mandiri.
Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik di atas
tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun interaksi antara
siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan lingkungannya.Dalam hal ini,
Asikin (2001: 3) berpandangan perlunya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkomunikasikan ide-idenya melalui presentasi individu, kerja kelompok, diskusi
kelompok, maupun diskusi kelas.Negosiasi dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru
adalah faktor belajar yang penting dalam pembelajaran konstruktif ini. Implikasi dari adanya
aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru perlu
menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tersebut.Salah satu
metode mengajar yang dapat memenuhi tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi
dalam pembelajaran siswa.Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan melancarkan
interaksi antara anggota kelas.
Menurut Kemp (1994: 169) diskusi adalah bentuk pengajaran tatap muka yang paling
umum digunakan untuk saling tukar informasi, pikiran dan pendapat. Lebih dari itu dalam
sebuah diskusi proses belajar yang berlangsung tidak hanya kegiatan yang bersifat mengingat
informasi belaka, namun juga memungkinkan proses berfikir secara analisis, sintesis dan
evaluasi. Selanjutnya perlu pula ditentukan bentuk diskusi yang hendak dilaksanakan dengan

mempertimbangkan kondisi kelas yang ada. Karena pembelajaran dalam rangka penelitian ini
dilaksanakan dalam sebuah kelas yang pada umumnya beranggotakan 15 sampai 20 siswa
dengan penempatan siswa yang sulit untuk membentuk kelompok diskusi besar,maka
interaksi antar siswa dimunculkan melalui diskusi kelompok kecil.
Setiap

model,

pendekatan,

atau

teknik

pembelajaran

memiliki prosedur

pelaksanaan yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya.Begitupun dengan RME,
berikut ini langkah-langkah penerapan RME dalam pembelajaranyang dikemukakan oleh
Zulkardi (Aisyah, 2007:7.20), yaitu:
a. Hal yang dilakukan diawal adalah menyiapkan masalah realistik. Guru harus
benar-benar memahami masalah dan memiliki berbagai macam

strategi

yang

mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.
b. Siswa

diperkenalkan

dengan

strategi

pembelajaran

yang

dipakai dan

diperkenalkan kepada masalah realistik.
c. Kemudian siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara
mereka sendiri.
d. Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai
dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
e. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan
kelas, siswa atau kelompok lain memberi tanggapan terhadap hal kerja penyaji.
f. Guru

mengamati

jalannya

diskusi

kelas

dan

memberi

taggapan sambil

mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan
atau prinsip yang bersifat lebih umum.
g. Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi kelas, siswa
diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pembelajaran siswa
harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk matematika formal.
Lain halnya dengan Wijaya (2012: 45) memaparkan proses matematisasi untuk
menyelesaikan masalah realistik dalam penerapan RME sebagai berikut.
a. Diawali dengan masalah dunia nyata (Real World Problem).
b. Mengidentifikasi

konsep

matematika

yang

relevan

dengan masalah,

lalu

mengorganisir masalah sesuai dengan konsep matematika.
c. Secara bertahap

meninggalkan

situasi

dunianyata

melalui proses perumusan

asumsi, generalisasi, dan formalisasi. Proses ini bertujuan untuk menerjemahkan
masalah dunia nyata ke dalam masalah matematika yang representatif.
d. Menyelesaikan masalah matematika (terjadi dalam dunia matematika).

e. Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam solusi nyata, termasuk
mengidentifikasi keterbatasan dari solusi.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, diketahui bahwa penerapan RME diawali
dengan pemunculan masalah realistik. Dilanjutkandengan proses penyelesaian masalah
yang terjadi dalam duniamatematika dan diterjemahkan kembali ke dalam solusi
nyata.Hasildari proses ini, kemudian dipublikasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri
dengan penyimpulan atas penyelesaian masalah tersebut.
2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Realistic Mathematics Education
Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau
metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi
referensi

untuk

penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir

kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini Asmin (Tandililing,
2012) menjelaskan secara rinci kelebihan dan kelemahan RME dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Kelebihan dan Kelemahan RME.
Kelebihan

Kelemahan

a. Siswa membangun sendiri

a. Karena sudah terbiasa

pengetahuan, sehingga siswa

diberi informasi terlebih

tidak mudah lupa dengan

dahulu maka siswa masih

pengetahuannya.

kesulitan dalam

b. Suasana proses pembelajaran

menemukan sendiri

menyenangkan karena

jawaban dari permasalahan.

menggunakan realitas

b. Membutuhkan waktu yang

kehidupan, sehingga siswa tidak

lama terutama bagi siswa

cepat bosan belajar matematika.

yang lemah.

c. Siswa merasa dihargai dan

c. Siswa yang pandai kadang kadang

semakin terbuka, karena setiap

tidak sabar menanti

jawaban siswa ada nilainya.

temannya yang belum

d. Memupuk kerja sama dalam

selesai.

kelompok.

d. Membutuhkan alat peraga

e. Melatih keberanian siswa dalam

yang sesuai dengan situasi

menjelaskan jawabannya.

pembelajaran saat itu.

Bila Tandililing memaparkan kelebihan dan kelemahan RME, Warli (2010)
memberikan solusi dalam upaya meminimalisir kelemahan dalam penerapan RME antara
lain:
a. Peranan guru dalam membimbing siswa dan memberikan motivasi harus lebih
ditingkatkan.
b. Pemilihan alat peraga harus lebih cermat dan disesuaikan dengan materi yang
sedang dipelajari.
c. Siswa yang lebih cepat dalam menyelesaikan soal atau masalah kontekstual dapat
diminta untuk menyelesaikan soal-soal lain dengan tingkat kesulitan yang sama
bahkan lebih sulit.
d. Guru harus lebih cermat dan kreatif dalam membuat soal atau masalah realistik.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat diketahui
bahwa

RME

memiliki

beberapa

kelebihan

dan kelemahan.

Kelebihan

tersebut

hendaknya menjadi hal yang harus dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan
kelemahannya harus diminimalisir. Terdapat beberapa cara untuk dapat meminimalisir
kelemahan RME, yang terpenting adalah guru hendaknya mempersiapkan rencana
pembelajaran secara matang.
2.3.Hasil Belajar
2.3.1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adlah perubahan
mancakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik yang berorientasi pada proses belajar
mengajar yang dialami siswa (Nana Sudjana, 2011:2). Sementara manurut Aunurrahman
(2011:37) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh
dari aktivitas belajar. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar,
akan tetapi aktivitas umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada
kebanyakan hal merupakan suatu perubahan yang dapat diamati (observable). Akan tetapi
juga tidak selalu perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar tersebut
dapat diamati. Perubahan-perubahan yang dapat diamati kebanyakan berkenaan dengan
perubahan aspek-aspek motorik. Menurut Winkel (Purwanto, 2011) hasil belajar adalah
perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek
perubahan itu mengacu pada taksonami tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom,
Simpson dan Haroow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif, dan psikomotorik
sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa.
2.3.2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:
1.

Faktor intern, yang terdiri dari tiga faktor berikut:
1) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kesiapan.
3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani.

2.

Faktor ekstern
1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,
dan latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan
tugas rumah.
3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

2.4.Kajian hasil-hasil yang relevan
Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan hasil
penelitian lain yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan, salah satu nya adalah
penelitian yang telah dilakukan oleh Siman tahun 2010 dengan judul “Peningkatan hasil
belajar matematika melalui model matematika realistik tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan bagi siswa kelas IV SDN Kepundung Semester 2 Tahun Pelajaran
2012”. Dalam penelitian tersebut menggunakan metode PTK (Penelitian tidakan kelas)
dengan rincian siklus sebagai berikut :
Siklus 1: Membagi siiswa dalam beberapa kelompok melakukan pembelajaran
tentang operasi hitung Penjumlahan dan Pengurangan pecahan sesuai Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran, melakukan
penilaian dengan tes tertulis, dan melakukan refleksi terhadap hasil belajar siswa.
Siklus 2:

Menyiapkan daftaar urutan nama siswa yang akan dibimbing secera

individual, melakukan pembelajaran tentang operasi hitung Penjumlahan dan Pengurangan
pecahan sesuai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), melakukan pengamatan selama
kegiatan pembelajaran, melakukan penilaian dengan tes tertulis, dan melakukan refleksi
terhadap hasil belajar siswa.
Kesimpulan dari penelitian tindakan kelas tersebut melalui penggunaan model
matematika realistik telah meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kepundung
semester 2 tahun 2011/2012. Terbukti pada Siklus 1 hasilnya 23 orang siswa atau 82,1 %
tuntas dan 5 orang siswa atau 17,9 % tidak tuntas, dengan nilai rata-rata 65,33 dan KKM
yang ditetapkan 65 (enam puluh lima) dan pada Siklus 2 hasilnya dari 28 orang siswa
semuanya atau 100 % tuntas, dengan nilai rata-rata 70,60 dan KKM yang ditetapkan 65
(enam puluh lima) .
Kemudian ada pula Kornelis tahun 2012 yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa Sekolah Dasar” dengan hasil penelitian sebagai berikut Penelitian ini termasuk
penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Postest Control Group Design. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan pretest dan postest
kepada siswa kelas IV SD Negeri Watuagung 01 sebagai kelas kontrol dan siswa kelas IV SD
Negeri Watuagung 02 sebagai kelas eksperimen yang kemudian data tersebut menjadi sampel
dalam penelitian. Data pretest kedua kelas tersebut digunakan untuk kepentingan uji
homogenitas. Dari hasil uji homogenitas antara kedua kelas tersebut adalah menunjukkan
bahwa kedua kelas adalah homogen dengan tingkat signifikan yang diperoleh > 0,05 yaitu
0,655. Selanjutnya data dari hasil postest kedua kelas tersebut digunakan untuk kepentingan
uji hipotesis untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) terhadap hasil belajar matematika siswa sekolah dasar.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Independent Samples T Test dengan bantuan
program perhitungan SPSS for window versi 16,0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri Watuagung 02.
Hal tersebut ditunjukkan oleh rata-rata nilai postest siswa kelas eksperimen lebih tinggi
daripada rata-rata nilai postest siswa kelas kontrol, yaitu 80,60 > 59,07 dengan nilai t sebesar
5.127 dan angka probabilitas di bawah atau kurang dari (< 0,05), yaitu sebesar 0,000. Dengan

demikian dikatakan bahwa model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa sekolah dasar.
Dari kedua penelitian tersebut baik PTK dan Eksperimen peneliti menyimpulkan
bahwa model pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) dapat mempengaruhi
hasil belajar matematika siswa sekolah dasar

secara signifikan,namun berbeda tingkat

keberhasilan apabila di lakukan penelitian pada sekolah yang berbeda dan latar belakang dari
siswa yang berbeda pula.
2.5. Kerangka Berpikir
Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit.
Penyebab sulitnya pelajaran matematika dapat dikarenakan oleh berbagai macam faktor,
diantaranya matematika merupakan suatu objek abstrak, cara mengajar guru, sajian
buku

yang

kurang

menarik

maupun

motivasi

belajar

yang rendah serta model

pembelajaran yang diterapkan guru pada proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan pendekatan RME menuntut siswa untuk dapat mengaitkan
materi pembelajaran dengan masalah kehidupan sehari-hari siswa.Peran guru dalam
proses pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator danmotivator, pembelajaran lebih
menekankan pada aktivitas siswa. Sehingga konsep materi yang ditanamkan sendiri oleh
siswa menjadi lebih bermakna.
Pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah pembelajaran yang biasa
dilakukan oleh guru di sekolah. Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat
ini di sekolah biasanya dimulai dari teori kemudian diberikan contoh soal dan
dilanjutkan dengan latihan soal. Didalam pembelajaran matematika di sekolah saat ini,
masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari hanya digunakan sebagai
aplikasi dari teori-teori yang sudah diberikan. Mengajar yang bersifat pembelajaran
konvensional lebih menekankan pada penyampaian pengetahuan kepada siswa sehingga
pembelajaran lebih berpusat pada guru. Selama kegiatan pembelajaran, dan hampir
tidak ada interaksi antar siswa. Kebanyakan aktifitas siswa hanya mendengar dan
menulis, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru.
Pembelajaran matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang sejalan dengan pandangan Piaget di atas. Pembelajaran matematika realistik yang
dikembangkan dengan berlandaskan pada filsafat konstruktivis, memandang pengetahuan
dalam matematika bukanlah sebagai sesuatu yang sudah jadi dan siap diberikan kepada
siswa, namun sebagai hasil konstruksi siswa yang sedang belajar. Karena itu, dalam
pembelajaran matematika realistik siswa merupakan pusat dari proses pembelajaran itu

sendiri, sedangkan guru berperan lebih sebagai fasilitator. Implikasi dari pandangan ini
adalah keharusan bagi guru untuk memfasilitasi dan mendorong siswa untuk terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Siswa harus didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan bagi
dirinya.Untuk keperluan tersebut maka siswa perlu mendapat keleluasaan dalam
mengekspresikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Realistic Mathematic
Education (RME) pada pelajaran matematika kelas IV. Model pembelajaran Realistic
Mathematic Education (RME) adalah suatu model mengajar yang memiliki beberapa prinsip
diantaranya prinsip diantaranya prinsip realitas. Prinsip tersebut menyatakan bahwa
pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan
pengalaman siswa. Oleh karena itu penggunaan model pembelajaran RME pada mata
pelajaran matematika akan lebih memudahkan siswa dalam pemahaman konsep-konsep
matematika sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas IV sekolah dasar.
Realistic Mathematic Education (RME) adalah suatu model dalam proses pembelajaran
yang dapat menciptakan suasana untuk membangkitkan kemampuan berpikir dan
berargumentasi dalam menyelesaikan masalah dengan berbagai ide atau gagasan. Dengan
menggunakan model pemebelajaran RME, siswa dituntut untuk lebih berpikir kreatif dan
mempunyai kemampuan berpikir yang peka terhadap suatu permasalahan sehari-hari.
Dari kerangka berpikir tersebut, maka diduga penggunaan model pembelajaran
Realistic Mathematic Education (RME) mempengaruhi hasil belajar matematika siswa kelas
IV semester II sekolah dasar, sehingga dapat digambarkan kerangka pemikiran pada bagan
sebagai berikut :

Kelas Kontrol

Pre Test

Kelas Eksperimen

Uji Homogenitas dan
Normalitas

Pembelajaran dengan
konvensional

Pembelajaran dengan
Realistic Matematic
Education (RME)
Post Test

Uji hasil post tes apakah ada
pengaruh yang signifikan dengan
menggunakan model pembelajaran
Realistic Matematic Education
(RME)

Gambar 1. Kerangka berfikir

2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Hipotesis
Ho : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Realistic
Mathematic Education

(RME) terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV

semester II SD Negeri Kebowan 02 kec.Suruh kab.Semarang tahun pelajaran 2015-2016.
Ha

: terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran Realistic

Mathematic Education

(RME) terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV

semester II SD Negeri Kebowan 02 kec.Suruh kab.Semarang tahun pelajaran 2015-2016.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24