2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Tingkat Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model SAVI dan CTL pada Siswa Kelas V SD Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  2.1.1. Hakikat IPA

  Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (Khalimah, 2010). Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, Usman Samatowa (2006). Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, Agus S (Khalimah, 2010).

  Secara sistematis, Ilmu Pengethuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pengertian IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam.

  2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA

  Menurut Dede Awan (2009) tujuan pengajaran IPA adalah untuk memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan pengetahuan sehari- hari, memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan gagasan alam sekitar, mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitar, bekerja sama dan mandiri, mampu menerapkan berbagai konsep IPA, mampu menggunakan teknologi sederhana, mengenal dan memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar, sehingga menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

2.1.3 Hasil Belajar

2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan kemampuan yang menurut Horwart Kinggsley dalam buku Nana Sudjana (2010:22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita- cita.

  Sementara menurut Lindgren (Agus Suprijono, 2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne (Agus Suprijono, 2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sedangkan menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang ditunjukkan dengan bertambahnya kemampuan baru yang dimiliki siswa seperti kecakapan, informasi, pengertian, informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap melalui pengalaman belajar yang diperoleh dari aktivitas belajar dan proses pelaksanaannya dapat diukur dengan menggunakan

  Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah meningkatnya kemampuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Menurut Nana Sudjana (2010:39) Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.

  Menurut Slameto (2008:54) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor eksternal diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

  Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bahwa ada hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan dengan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku yang pastinya adalah kearah positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif.

2.1.4 Model SAVI

2.1.4.1 Pengertian Model SAVI

  De Porter (2011: 113), dalam bukunya Quantum Learning, mengemukakan tiga (3) modalitas belajar yang dimiliki seseorang. Ketiga modalitas tersebut adalah modalitas visual, modalitas auditoral dan modalitas kinistetik (somatic).

  Pendekatan SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave Meier. Meier mengemukakan bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni: tubuh atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V) dan pemikiran atau intelektual (I).

  Menurut Rose (2011: 130) ciri-ciri yang mencerminkan gaya belajar model SAVI diantaranya adalah a. Belajar visual melalui melihat sesuatu. Mereka suka melihat gambar atau diagram, menonton pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Mereka juga suka membaca kata tertulis, bahan belajar berupa teks tertulis yang jelas; b. Pembelajaran auditori melalui mendengar sesuatu. Mereka suka mendengarkan kaset audio, ceramah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal; c. Pembelajaran fisik (somatis) senang pembelajaran praktik supaya bisa langsung mencoba sendiri. Mereka suka berbuat saat belajar, dengan bergerak, menyentuh dan merasakan atau mengalami sendiri.

  Menurut Herdian dalam http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-

  

pembelajaran-savi/ (2009) teori yang mendukung pembelajaran SAVI adalah

Accelerated Learning , teori otak kanan/kiri; teori otak triune; pilihan modalitas

  (visual, auditorial, kinestetik); teori kecerdasan ganda; pendidikan (holistic) menyeluruh; belajar berdasarkan pengalaman; belajar dengan simbol. Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu

  Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SAVI menitikberatkan pada keaktifan penggunaan alat indera baik aktivitas tubuh, aktivitas mendengarkan, aktivitas melihat, maupun aktivitas aktif pada otak yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa.

2.1.4.2 Karakteristik Model SAVI

  Sesuai dengan singkatan SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan

  

Intellectual , maka karakteristiknya ada empat bagian menurut Herdian dalam

http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-savi/ (2009) yaitu

  sebagai berikut: a.

   Somatic

  “Somatic” berasal dari bahasa yunani yaitu tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Sehingga pembelajaran somatic adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).

  b.

   Auditori

  Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran kita lebih kuat daripada yang kita sadari, telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa kita sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara, mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri.

  c.

   Visual

  Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.

  d.

   Intelektual

  Belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta dan memecahkan masalah.

  Karakteristik dalam model pembelajaran SAVI sudah mewakili semua aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan semata melainkan ia dapat benar-benar memahami dan mengalami secara langsung apa yang ia pelajari. Disini guru sangat berperan dalam pencapaiannya. Guru dituntut untuk mengembangkan kreativitasnya dalam memfasilitasi siswa dengan ragam alat peraga dan bahan ajar yang menarik dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

  SAVI

2.1.4.3 Langkah-Langkah Model

  Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dan kelompok dalam empat tahap Meier (2003: 106): a.

  Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan) Tujuan pada tahap ini guru menimbulkan minat para pembelajar, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar (Meier 2003: 106). Secara spesifik meliputi hal: 1.

  Memberikan sugesti positif 2. Memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa 3. Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna

  5. Menciptakan lingkungan fisik yang positif 6.

  Menciptakan lingkungan emosional yang positif 7. Menciptakan lingkungan sosial yang positif 8. Menenangkan rasa takut 9. Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar 10.

  Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah 11. Merangsang rasa ingin tahu siswa 12. Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal b. Tahap penyampaian (kegiatan inti)

  Tujuan tahap penyampaian adalah guru hendaknya membantu siswa atau pembelajar untuk menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal-hal yang dapat dilakukan guru:

  1. Uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan 2.

  Pengamatan fenomena dunia nyata 3. Pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh 4. Presentasi interaktif 5. Grafik dan sarana presentasi berwarna-warni 6. Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar 7. Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim 8. Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok) 9. Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual 10.

  Pelatihan memecahkan masalah c. Tahap pelatihan (kegiatan inti)

  Tujuan tahap pelatihan adalah membantu siswa atau pembelajar mengintegrasikan, menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan gruu yaitu: 1.

  Aktivitas pemrosesan siswa 2. Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali 3. Simulasi dunia nyata

  5. Pelatihan aksi pembelajaran 6.

  Aktivitas pemecahan masalah 7. Refleksi dan artikulasi individu 8. Dialog berpasangan atau berkelompok 9. Pengajaran dan tinjauan kolaboratif 10.

  Aktivitas praktis membangun keterampilan Mengajar balik.

  d.

  Tahap penampilan hasil Tujuan tahap penampilan hasil ini adalah guru hendaknya dapat membantu siswa/pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah: 1.

  Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera 2. Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi 3. Aktivitas penguatan penerapan 4. Materi penguatan persepsi 5. Pelatihan terus menerus 6. Umpan balik dan evaluasi kinerja 7. Aktivitas dukungan kawan 8. Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.

  The accelerated learning handbook (2003: 109) membagi tahapan

  pembelajaran SAVI sebagai berikut: a.

  Tahap persiapan Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan pembelajar untuk belajar. Ini adalah langkah penting dalam belajar. Tahap persiapan digunakan untuk menimbulkan minat para pembelajar, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Tujuan mempersiapkan pembelajar adalah untuk:

  1. Mengajak pembelajar keluar dari keadaan mental yang pasif atau resisten

  3. Merangsang minat dan rasa ingin tahu pembelajar 4.

  Memberi pembelajar perasaan positif mengenai dan hubungan yang bermakna dengan topik pelajaran

  5. Menciptakan pembelajar aktif yang tergugah untuk berpikir, belajar, mencipta dan tumbuh

  6. Mengajak orang keluar dari keterasingan dan masuk ke dalam komunitas belajar.

  b.

  Tahap penyampaian materi Tahap penyampaian dalam siklus pembelajaran dimaksudkan untuk mempertemukan pembelajar dengan materi belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan menarik. Tahap penyampaian materi ini membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera dan cocok untuk semua gaya belajar. Tahap penyampaian dalam belajar bukan hanya sesuatu yang dilakukan fasilitator, melainkan sesuatu secara aktif melibatkan pembelajar dalam menciptakan pengetahuan di setiap langkahnya.

  c.

  Tahap pelatihan Tahap pelatihan (integrasi) merupakan intisari Accelerated Learning.

  Tujuan tahap pelatihan adalah membantu pembelajar mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan adalah peralihan dari pengajaran ke pembelajaran, pembelajaran sejati dapat mengubah seseorang serta memproses pembelajar.

  d.

  Tahap penampilan hasil Tujuan tahap penampilan hasil adalah memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan. Setelah mengalami tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita perlu memastikan bahwa siswa melaksanakan dan terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru mereka pada pekerjaan mereka dengan cara-cara yang dapat menciptakan nilai nyata bagi diri mereka sendiri.

  Berdasarkan tahapan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada

  1. Tahap persiapan (Kegiatan Pendahuluan) Pada tahapan ini guru menggali pengetahuan siswa serta meningkatkan minat belajar siswa agar siswa termotivasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

  2. Tahap penyampaian (Kegiatan Inti) Guru melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dengan melibatkan semua penca indera yang dimiliki siswa berupa kegiatan melakukan sesuatu, mendengarkan, melihat dan berfikir yang melibatkan semua modalitas belajar siswa dalam pembelajaran SAVI sehingga pembelajaran lebih bermakna dan membekan dibenak siswa.

  3. Tahap pelatihan (Kegiatan Inti) Guru memberikan pelatihan keterampilan kepada siswa sehingga dapat terjadi timbal balik positif sesuai tujuan pembelajaran.

  4. Tahap penyampaian (Kegiatan Penutup) Adanya refleksi terhadap proses pembelajaran serta penguatan terhadap siswa.

2.1.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Model SAVI a.

  Kelebihan model SAVI adalah: 1.

  Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri

  2. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan 3.

  Dapat membantu anak untuk merespon orang lain 4. Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar

  5. Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial 6.

  Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik

  7. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan

  8. Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

  b.

  Kelemahan model SAVI 1.

  Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu

  2. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai

  3. Saat kegiatan diskusi berlangsung, ada kecenderungan memerlukan waktu yang cukup lama.

2.1.4.5 Komponen Model SAVI

  Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran SAVI adalah sebagai berikut:

1. Sintagmatik

  Sintagmatik atau struktur model pembelajaran SAVI menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:318) yaitu pada tahap penyampaian, menyajikan situasi yang rumit (terencana atau tidak terencana). Guru menyajikan sebuah masalah yang memancing perhatian dan kehebohan siswa (Aktivitas gerak/audutory). Penyajian masalah tersebut dapat dilakukan secara verbal dalam bentuk cerita pengalaman pengalaman sehari-hari. Guru menampilkan, menyampaikan dan memberikan benda tentang berbagai jenis pesawat sederhana misal pengungkit, bidang miring, katrol dan roda (Aktivitas mendengarkan/auditory). Pada tahap pelatihan, masing-masing kelompok mengamati gambar yang diberikan oleh guru (Aktivitas melihat/ mengenai pesawat sederhana (Aktivitas bergerak/somatic). Lalu siswa berdiskusi secara kelompok untuk mengerjakan tugas kelompok mengenai pesawat sederhana (Aktivitas berfikir/intellectual). Ditahap penampilan hasil, beberapa kelompok maju kedepan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. Kelompok yang tidak maju kedepan kelas mendengarkan presentasi dan menanggapi kelompok yang sedang presentasi (Aktivitas mendengarkan/auditory dan aktivitas berfikir/intellectual).

  2. Prinsip Reaksi Peran guru dalam model SAVI ini adalah sebagai seorang fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai seorang konselor akademik. Saat siswa bereaksi ketika menghadapi keadaan yang membingungkan, guru akan menguji dan memerhatikan kebiasaan alami mereka yang tercermin dalam reaksi yang berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan informasi yang mereka butuhkan untuk mendekati masalah dan proses untuk mengumpulkan data yang relevan. Mereka mengembangkan hipotesis dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengujinya.

  Mereka mengevaluasi hasil yang didapatkan dan meneruskan penelitiannya atau memulai penelitian baru.

  3. Sistem Sosial Sistem sosial dalam model pembelajaran ini menjunjung tinggi nilai- nilai demokratis dan diatur oleh suatu kesepakatan yang dikembangkan, atau paling tidak divalidasi oleh pengalaman kelompok dalam batas dan hubungan terhadap fenomena rumit yang kemudian dijelaskan oleh seorang guru sebagai sebuah objek pembelajaran. Aktivitas kelompok muncul dalam jumlah struktur eksternal yang minimalis yang diberikan oleh seorang guru.

  Lebih singkatnya sistem sosial dalam model ini berlandaskan pada proses demokrasi dan keputusan kelompok, dengan struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah alami, tidak bisa dipaksakan. Siswa

  Atmosfer merupakan salah satu alasan dan negosiasi (Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:323). Sistem sosial dalam pembelajaran model SAVI diharapkan akan muncul sikap disiplin, komunikatif, tanggungjawab, keberanian, percaya diri, rasa hormat, kerjasama, tekun dan teliti.

  4. Daya dukung Sistem pendukung dalam model SAVI ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya. Misalnya dalam pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana dibutuhkan berbagai macam alat dan bahan yang akan mendukung terjadinya proses pembelajaran seperti contoh gunting, tang, sekop dll. Selain contoh konkret dari benda asli, guru juga dapat menambahkan media gambar mengenai pesawat sederhana.

  5. Dampak Instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan.

  Dampak instruksional secara umum dalam model SAVI adalah: a.

  Pemahaman dengan berbagai aktivitas yaitu dalam aktivitas gerak (somatic), aktivitas mendengarkan (auditory), aktivitas melihat (visualization) dan aktivitas berpikir (intellectual).

  b.

  Kemampuan menerapkan konsep dalam pembelajaran IPA dengan KD mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet) dengan indikator 1) Mengidentifikasi berbagai jenis pesawat sederhana misal pengungkit, bidang miring, katrol dan roda, 2) Menggolongkan berbagai alat rumah tangga sebagai pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda, 3) Mengidentifikasi kegiatan yang menggunakan pesawat sederhana, 4) Mendemonstrasikan cara menggunakan pesawat sederhana.

  Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengaruh langsung dari pengajar. Dari dampak segi pengiring (nurturant effects), melalui model SAVI diharapkan dapat dibentuk kemampuan komunikatif, disiplin, tanggungjawab, keberanian, percaya diri, rasa hormat, kerjasama, tekun serta ketelitian yang semuanya merupakan tujuan pembelajaran jangka panjang.

  Dampak instruksional dan pengiring yang sudah diuraikan diatas dapat digambarkan dalam bagan berikut: Disiplin Komunikatif Mengidentifikasi berbagai jenis pesawat sederhana misal

  Tanggungjawab pengungkit, bidang miring, katrol dan roda

  Keberanian Menggolongkan

  Percaya diri berbagai alat rumah

  Model SAVI tangga sebagai Rasa hormat

  (somatic,

  pengungkit, bidang

  auditory,

  miring, katrol, dan roda Kerjasama visualization,

  intellectual)

  Mengidentifikasi Tekun kegiatan yang menggunakan pesawat

  Ketelitian sederhana,

  Keterangan: Mendemonstrasikan

  Dampak instruksional cara menggunakan pesawat sederhana.

  Dampak pengiring

  Gambar 1 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran SAVI

2.1.5 Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

  2.1.5.1 Pengertian Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

  Menurut Suprijono (2009:79-80) Contextual Teaching and Learning

  

(CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

  diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

  Sedangkan Johnson (2010:67) mendefinisikan pengertian pembelajaran kontekstual sebagai berikut “Contextual Teaching and Learning (CTL) atau disebut secara lengkap dengan sistem Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan mendorong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan probadi, sosial dan budaya mereka.

  Sama haknya menurut Trianto (2010:104-105) menjelaskan pengertian

  

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsepsi yang membantu

  guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.

  Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa Contextual

  

Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

  menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkan materi tersebut dalam kehidupan mereka.

  2.1.5.2 Karakteristik Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

  Menurut Suprijono (2009:85-88) menjelaskan bahwa ada tujuh konstruktivisme (construktivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi dan penilaian nyata (authentic). Adapun penjelasan ketujuh

  (reflection),

  komponen itu adalah sebagai berikut: a.

  Konstruktivisme Belajar berdasarkan konstruktivi sme adalah “mengonstruksi” pengetahuan. Pengetahuan dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi (pengintegrasian pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan penyesuaian struktur kognitif dengan informasi baru) maupun dalektika berpikir thesa-antithesa-sinthesa. Proses konstruksi pengetahuan melibatkan pengembangan logika deduktif-induktif-verifikasi. Belajar dalam konteks konstruktivistik berangkat dari kenyataan bahwa pengetahuan itu terstruktur.

  b.

  Inkuiri Kata kunci pembelajaran kontekstual salah satunya adalah “penemuan”. Belajar penemuan menunjuk pada proses dan hasil belajar.

  Belajar penemuan melibatkan peserta didik dalam keseluruhan proses metode keilmuan sebagai langkah-langkah sistemik menemukan pengetahuan baru atau memferivikasi pengetahuan lama. Belajar penemuan mengintegrasikan aktivitas belajar peserta didik kedalam metode penelitian sebagai landasan operasional melakukan investigasi. Dalam investigasi peserta didik tidak hanya belajar memperoleh informasi, namun juga pemprosesan informasi. Pemprosesan ini tidak hanya melibatkan kepiawaian peserta didik berdialektika berpikir fakta ke konsep, konsep ke fakta, namun juga penerapan teori. Tidak kalah penting sebagai hasil pemprosesan informasi adalah kemampuan peserta didik memecahkan masalah dan mengonstruksikannya kedalam bentuk laporan atau bentuk lainnya sebagai bukti tindak produktif peserta didik dari belajar penemuan.

  c.

  Bertanya Pembelajaran kontekstual dibangun melalui dialog interaktif melalui tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar. intersubjektif, bertanya sangatlah penting. Kegiatan bertanya penting untuk menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya. Bertanya sangatlah penting untuk melakukan elaborasi yaitu penambahan rincian, sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna.

  d.

  Masyarakat Belajar Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pembelajaran sebagai proses sosial. Melalui interaksi dalam komunitas belajar proses dan hasil belajar menjadi lebih bermakna. Hasil belajar diperoleh dari berkolaborasi dan berkooperasi. Dalam praktiknya “masyarakat belajar” terwujud dalam pembentukan kelompok kecil, pembentukan kelompok besar, mendatangkan ahli di kelas, bekerjasama dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, bekerjasama dengan masyarakat.

  e.

  Pemodelan Pembelajaran kontekstual menekankan arti penting dalam pendemonstrasian terhadap hal yang dipelajari peserta didik. Pemodelan memusatkan pada arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan.

  f.

  Refleksi Refleksi adalah bagian penting dalam pembelajaran kontekstual.

  Refleksi merupakan upaya untuk melihat kembali, menganalisis kembali, mengklarifikasi kembali, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.

  g.

  Penilaian autentik Penilaian autentik adalah upaya pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta didik. Data dikumpulkan dari kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik saat melakukan pembelajaran.

2.1.5.3 Langkah-Langkah Model Contextual Teaching and Learning (CTL)

  Menurut Trianto (2010:43) langkah penerapan Contextual Teaching and

  Learning (CTL) sebagai berikut: a.

  Kegiatan awal 1.

  Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerjasama.

  Guru dan siswa membuat kesimpulan.

  Kegiatan Akhir 1.

  c.

  6. Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal- hal yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan dan pesan selama mengikuti pembelajaran.

  5. Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab, guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah yang tepat.

  4. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja dan kelompok yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas.

  3. Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru.

  Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.

  2. Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas jawaban permasalahan yang diajukan guru.

  Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian permasalahan.

  Kegiatan Inti 1.

  b.

  4. Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.

  3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.

  2. Apersepsi sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.

  2. Siswa mengerjakan lembar tugas.

2.1.5.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Contextual Teaching and Learning

  (CTL)

  Adapun beberapa keunggulan dari pembelajaran kontekstual adalah: a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secar fungisional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.

  b.

  Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran Contextual Teaching and

  Learning (CTL) menganut aliran konstruktivisme, dimana siswa dituntun

  untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui “mengalami” bukan “menghafal”.

  c.

  Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.

  d.

  Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.

  e.

  Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.

  f.

  Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

  Sedangkan kelemahan dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning

  (CTL) adalah sebagai berikut: 1.

  Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual berlangsung.

2. Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi

3. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam model Contekstual

  Teaching and Learning (CTL), guru tidak lagi berperan sebagai pusat

  informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

  4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

2.1.5.5 Komponen Model CTL

  Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan bahwa sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari model pembelajaran CTL yaitu sebagai berikut: 1.

  Sintagmatik Sintagmatik atau struktur model pembelajaran CTL menurut Joyce,

  Weil dan Calhoun (2009:206-208) yaitu pada tahap penyampaian, menyajikan situasi yang rumit (terencana atau tidak terencana). Orientasi atau mengenalkan masalah. Pada tahap ini guru menyajikan situasi permasalahan disajikan dalam bentuk cerita dan gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu pesawat sederhana, masalah disajikan dalam bentuk percobaan dan menunjukkan gambar tentang penggolongan pesawat sederhana dan benda nyata.

  Pada tahap pelatihan, masing-masing kelompok mengamati gambar yang diberikan oleh guru. Guru memberikan tugas untuk menggolongkan berbagai alat rumah tangga sebagai pengungkit, bidang miring, katrol dan roda. Lalu siswa berdiskusi secara kelompok untuk menggolongkan berbagai alat rumah tangga sebagai pengungkit, bidang miring, katrol dan roda.

  Ditahap penampilan hasil, beberapa kelompok maju kedepan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok. Kelompok yang tidak maju kedepan kelas mendengarkan presentasi dan menanggapi kelompok yang sedang presentasi.

2. Prinsip Reaksi

  Peran guru dalam model CTL ini adalah sebagai seorang fasilitator yang terlibat langsung dalam proses kelompok dan kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai konselor akademik, yaitu saat siswa bereaksi ketika menghadapi keadaan yang menbingungkan, guru akan menguji dan memerhatikan kebiasaan alami mereka yang tercermin dalm reaksi yang berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan informasi yang dibutuhkan dan mengumpulkan data yang relevan. Kemudian mereka mulai mengembangkan hipotesis dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengujinya.

  Tidak hanya menguji dan memperhatikan, guru juga harus membimbing siswa dalam metode pengumpulan data dan analisis, membantu siswa membingkai hipotesis yang dapat diuji. Ketika pembelajaran berlangsung, khususnya pada saat siswa melakukan diskusi, guru mempunyai peran untuk membimbing mereka bekerja dalam kelompok, misalnya mendekati dan mengarahkan kelompok yang tidak dapat membuat hipotesis maupun tidak dapat bekerja sama karena mereka bingung dengan tugas yang kelompok adalah guru terlebih dahulu harus menjelaskan langkah kerja dalam kegiatan yang akan dilakukan yaitu menggolongkan berbagai pesawat sederhana. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa secara keseluruhan memahami proses-proses yang harus dilakukan.

  3. Sistem Sosial Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah suasana kooperatif yang penuh dengan tanggung jawab yang dilandasi oleh sikap saling menghargai perbedaan pendapat antar anggota kelompok. Sehingga tidak ada anggota kelompok yang bersikap individualistis dan mementingkan kepentingan sendiri.

  4. Daya dukung Sistem pendukung dalam model CTL ini harus ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya.

  Misalnya dalam pembelajaran IPA tentang pesawat sederhana dibutuhkan berbagai macam alat dan bahan yang akan mendukung terjadinya proses pembelajaran seperti contoh gunting, tang, sekop dll. Selain contoh konkret dari benda asli, guru juga dapat menambahkan media gambar mengenai pesawat sederhana.

  5. Dampak Instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan.

  Dampak instruksional secara umum dalam model CTL adalah: a.

  Pemahaman yang melibatkan komponen utama dalam pembelajaran efektif yaitu konstruktivisme (constructivism), masyarakat belajar

  (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), bertanya (questioning), penilaian autentik (authentic), inkuiri (inquiry).

  b.

  Kemampuan menerapkan konsep dalam pembelajaran IPA dengan KD mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui

  Mengidentifikasi berbagai jenis pesawat sederhana misal pengungkit, bidang miring, katrol dan roda, 2) Menggolongkan berbagai alat rumah tangga sebagai pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda, 3) Mengidentifikasi kegiatan yang menggunakan pesawat sederhana, 4) Mendemonstrasikan cara menggunakan pesawat sederhana.

  Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengaruh langsung dari pengajar. Dari dampak segi pengiring (nurturant effects), melalui model CTL diharapkan dapat dibentuk kemampuan komunikatif, disiplin, tanggungjawab, keberanian, percaya diri, rasa hormat, kerjasama, tekun serta ketelitian yang semuanya merupakan tujuan pembelajaran jangka panjang.

  Dampak instruksional dan pengiring yang sudah diuraikan diatas dapat digambarkan dalam bagan berikut: Keterangan: Dampak instruksional Dampak pengiring

  Model Contextual

  Teaching and Learning (CTL)

  Mengidentifikasi berbagai jenis pesawat sederhana misal pengungkit, bidang miring, katrol dan roda Menggolongkan berbagai alat rumah tangga sebagai pengungkit, bidang miring, katrol, dan roda

  Mengidentifikasi kegiatan yang menggunakan pesawat sederhana, Mendemonstrasikan cara menggunakan pesawat sederhana. Komunikatif Disiplin

  Tanggungjawab Keberanian

  Percaya diri Rasa hormat

  Kerjasama Tekun

  Ketelitian

2.1.6 Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Perlakuan Model SAVI dan CTL

  Pembelajaran dengan menggunakan model SAVI dan CTL adalah serangkaian aktivitas belajar dengan model SAVI dan CTL yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model SAVI dan CTL sebagai berikut.

  Tabel 1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA Materi Pesawat Sederhana dengan Model SAVI

  Kegiatan Guru Tahap Pelaksanaan Kegiatan Siswa 1. Guru menjelaskan tata cara pelaksanaan praktikum tentang pesawat sederhana

  Auditory (aktivitas

  mendengarkan) 1.

  Siswa mendengarkan penjelasan guru 2. Guru membimbing siswa saat melakukan praktikum

  Somatic (aktivitas gerak)

  2. Siswa melakukan praktikum mengenai pesawat sederhana

  3. Guru mendampingi siswa saat mengamati proses praktikum

  Visualization (aktivitas gerak)

  3. Siswa mengamati proses praktikum mengenai pesawat sederhana

  4. Guru memberikan lembar kerja kelompok Intellectual (aktivitas berfikir)

  4. Siswa berdiskusi kelompok untuk mengerjakan tugas pengamatan praktikum

  Tabel 2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA Materi Pesawat Sederhana dengan Model CTL

  Kegiatan Guru Tahap Pelaksanaan Kegiatan Siswa 1.

  Konstruktivisme

  1. Siswa menjawab pertanyaan guru tentang Guru menggali pengalaman siswa tentang paku yang menempel pada kayu (constructivism) paku yang menempel pada kayu

  2. Masyarakat Belajar (learning

  2. Siswa bekerja kelompok menyelesaikan Guru berkeliling untuk memandu proses penyelesaian masalah community) permasalahan tentang pesawat sederhana

  3. Guru memperhatikan presentasi siswa Pemodelan (modeling) 3.

  Kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian masalah

  4. Guru memotivasi siswa Refleksi (reflection) 4.

  Kelompok yang tidak presentasi mengamati dan menanggapi hasil kerja kelompok lain

  5. Guru bertanya jawab dengan siswa Bertanya (questioning) 5.

  Melalui tanya jawab guru dan siswa membahas tentang penyelesaian yang paling tepat.

  6. Guru memberikan lembar kerja kelompok Penilaian autentik (authentic) 6.

  Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja

  7. Guru memperhatikan presentasi siswa Inkuiri (inquiry) 7.

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Sal

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/20

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Problem Based Learning terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 5 SD Negeri Kutowinangun 01 Salatiga dan SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2014/20

0 1 65

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Strategi Inkuiri Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD N Kaliwungu 02 Kabupaten Semarang Semester II

0 0 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Pembelajaran IPA di SD - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Strategi Inkuiri Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD N Kaliwungu 02

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Strategi Inkuiri Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD N Kaliwungu 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Strategi Inkuiri Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD N Kaliwungu 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/2015

0 0 24

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN STRATEGI INKUIRI BERBANTUAN MEDIA GAMBAR SISWA KELAS IV SD N KALIWUNGU 02 KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN 20142015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Strategi Inkuiri Berbantuan Media Gambar Siswa Kelas IV SD N Kaliwungu 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/2015

0 0 64

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Tingkat Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Model SAVI dan CTL pada Siswa Kelas V SD Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan

0 0 7