BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Pertambangan Batubara 2.1.1. Batubara - Analisa Potensi Bahaya Dengan Menggunakan Metode Job Safety Analysis (JSA) Pada Proses Coal Chain di Pertambanagan Batubara PT Mifa Bersaudara Meulaboh Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Pertambangan Batubara

2.1.1. Batubara

  The lnternational Hand Book of Coal Petrography (1963) : Batubara

  adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tanaman dalam variasi tingkat pengawetan, diikat oleh proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan pada kedalaman yang bervariasi, dari dangkal sampai dalam .

  Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis dibelahan bumi bagian utara terbentuk.

  Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini mudah dimengerti karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatuan (coalification) (Sukandarrumidi, 2006).

  8

  • Gambut
  • Lignit
  • Sub Bitumina
  • Bitumina
  • Anthrasit
  • grafit

Gambar 2.1. Proses terbentuknya Batubara

  Terdapat kaitan erat antara kayu sebagai pembentuk batubara dengan berbagai jenis batubara. Kayu dapat diubah menjadi arang kayu dengan rekayasa dan inovasi manusia dalam jangka waktu yang pendek, sedang kayu akan berubah menjadi batubara secara alamiah oleh proses alam dalam jangka waktu ratusan hingga ribuan juta tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang akan berpengaruh pada pembentukan batubara. Semakin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk (Sukandarrumidi, 2006).

  Kayu Unsur C, H, O, N, S,P Arang kayu

  Rekayasa

  C, H, O, N, S, P

  C C H 2 H 2

2.1.2. Materi Pembentuk Batubara

  Hampir seluruh pembentuk batubara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batubara dan umurnya menurut Diessel (1981) dalam Wahyudiono (2003) adalah sebagai berikut:

  a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batubara dari perioda ini.

  b. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.

  c. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh diiklim hangat.

  d. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

  e. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

2.1.3. Klasifikasi Batubara

  Secara umum batubara digolongkan menjadi 5 (lima) tingkatan, yaitu dimulai dari tingkatan tertinggi sampai terendah yaitu :

  1. Anthracite

  2. Bituminous coal

  3. Sub bituminous coal

  4. Lignite

  5. Peat Dalam usaha untuk mempermudah pengenalan jenis batubara berikut ditunjukkan sifat-sifat batubara untuk masing-masing jenis sebagai berikut :

  1. Anthracite

  Warna hitam, sangat mengkilat, kompak ; kandungan karbon sangat tinggi; nilai kalor sangat tinggi; kandungan air sangat sedikit; kandungan abu sangat sedikit; kandugan sulfur sangat sedikit; kandungan volatile matter rendah; nilai kalor berkisar pada nilai 8300kkal/kg.

  2. Bituminous/ subbituminous coal

  Warna hitam mengkilat, kurang kompak; kandungan karbon relative tinggi; nilai kalor tinggi; kandungan air sedikit; kandungan abu sedikit; kandungan sulfur sedikit; kandungan volatile matter sedang; nilai kalor antara 7000-8000kkal/kg.

  3. Lignite (brown coal)

  Warna hitam, sangat rapuh; kandungan karbon sedikit; nilai kalor rendah; kandungan air tinggi; kandungan abu banyak; kandungan sulfur banyak; kandungan volatile matter tinggi; nilai kalor antara 1500-4500kkal/kg (sukandarrumidi, 2006).

2.1.4. Rantai Rangkaian Pemanfaatan Batubara

  Apabila kegiatan penambangan batubara dikategorikan sebagai industri hulu, ternyata cukup banyak kegiatan industri hilir yang mampu ditumbuhkan.

  Kenyataan di lapangan, industri hilir ini yang melahirkan kegiatan-kegiatan yang bersifat multidisiplin dan multi fungsi. Oleh karenanya dipandang perlu meningkatkan peran batubara, tidak hanya sebagai sumberdaya energi dalam bentuk batubara padat dan penggunaan batubara yang lain. Untuk itu perlu dilakukan usaha rekayasa dengan teknologi termasuk pemanfaatan limbah hasil penambangan batubara dan hasil pembakaran batubara. Gambar di bawah ini akan memperjelas pernyataan tersebut di atas.

  1. Batubara sebagai sumber energi pada industri semen Semen Gedung

  Jalan/terowongan Landasan pesawat terbang Dll

Gambar 2.2. Keterkaitan batubara dengan industri semen

  2. Batubara sebagai sumber energi pada pembangkit listrik PLTU

  Listrik Listrik

  Penggerak Industri Listrik

  Listrik mesin Listrik

  Listrik Listrik

  Penerangan Rumah

  Tangga Listrik Listrik

Gambar 2.3. Keterkaitan batubara dengan PLTU 3.

  Limbah penambangan batubara Briket

  Sisa batubara Media semai tanaman Pupuk organik

  Gips Air asam

Gambar 2.4. Pemanfaatan limbah batubara

2.2. Kecelakaan Kerja di Dunia Industri

  2.2.1. Kecelakaan Kerja

  Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja disuatu perusahaan. Hubugan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Djati, 2002).

  Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan industri atau perusahaan. Kecelakaan kerja biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Dalam suatu pabrik, terkadang ada mesin yang kurang baik, seperti tidak dilengkapi alat pengaman yang cukup, maka kondisi seperti ini dapat menjadi sumber risiko (Siahaan, 2009).

  2.2.2. Klasifikasi Kecelakaan Industri

  Terlalu banyak jenis kecelakaan yang terjadi menyulitkan pengembangan metode klasifikasi dan pencatatan yang dapat memberikan informasi penting guna pencegahan kecelakaan tanpa membuatnya menjadi terlalu rumit. Menurut olii- kamil (1996), jenis-jenis kecelakaan diklasifikasikan sebagai berikut :

  1. Kecelakaan dalam industri berdasarkan jenis kecelakaannya

  a. Orang jatuh

  b. Tertimpa benda jatuh c. Menginjak, melanggar atau terpukul benda diluar benda-benda jatuhan.

  d. Terperangkap/terjepit

  e. Kehabisan tenaga atau penggerakan yang terlampau lambat f. Terkena atau tersentuh benda panas

  g. Terkena atau tersentuh arus listrik

  1. Terkena atau tersentuh bahan-bahan yang merusak atau mengandung radiasi h. Jenis- jenis kecelakaan lain yang tidak terkelompok karena kekurangan data yang cukup

  2. Kecelakaan dalam industri berdasarkan perantaranya

  a. Mesin

  1. Mesin-mesin penggerak, kecuali motor listrik

  2. Mesin transmisi

  3. Mesin-mesin pengerjaan logam

  4. Mesin-mesin kayu dan sejenisnya

  5. Mesin pertanian

  6. Mesin pertambangan

  7. Mesin-mesin lain yang tak terkelompokkan

  b. Alat-alat angkutan dan peralatan terkelompokkan

  1. Mesin pengangkat dan peralatannya

  2. Alat-alat angkutan yang menggunakan rel

  3. Alat-alat angkutan beroda lainnya, diluar kereta api

  4. Alat-alat angkutan udara

  5. Alat-alat angkutan air

  6. Alat-alat angkutan lainnya c. Peralatan lain

  1. Alat-alat bertekanan tinggi

  2. Tanur, tungku dan kilang

  3. Alat-alat pendingin

  4. Instalasi-instalasi listrik, termasuk motor listrik, diluar perkakas dengan bertenaga listrik

  5. Tangga, tangga berjalan

  6. Perancah (scalfolding)

  7. Perantara lain yang tidak terkelompokkan

  d. Material, bahan-bahan dan radiasi

  1. Bahan peledak

  2. Debu, gas, cairan dan bahan kimia diluar peledak

  3. Keping-kepingan terbang

  4. Radiasi

  5. Material dan bahan lainnya yang tidak terkelompokkan

  e. Lingkungan kerja

  1. Diluar bangunan

  2. Di dalam bangunan

  3. Di bawah tanah

  3. Kecelakaan dalam industri berdasarkan sifat yang diakibatkannya

  a. Patah tulang

  b. Keseleo dan kejang-kejang

  c. Geger otak dan luka dalam lainnya

  d. Amputasi dan enukleasi e. Luka-luka luar

  f. Memar dan retak

  g. Luka bakar

  h. Keracunan akut i. Dampak akibat cuaca, cahaya dan kodisi sejenis j. Sesak nafas k. Akibat arus listrik l. Akibat radiasi m. Luka majemuk dengan sifat yang berbeda-beda n. Luka-luka lain yang tak terkelompokkan

  4. Kecelakaan dalam industri berdasarkan lokasi tempat luka-luka pada tubuh

  a. Kepala

  b. Leher

  c. Badan

  d. Lengan

  e. Kaki

  f. Luka umum g. Luka pada lokasi tubuh yang takterkelompokkan.

  2.2.3. Penyebab Kecelakaan Kerja

  Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali (Suma’mur, 2009).

  Kecelakaan kerja disebabkan oleh dua fakor yaitu :

  1. Faktor Mekanis dan Lingkungan Yaitu segala faktor yang menyangkut mesin dan peralatan-peralatan yang digunakan pada suatu pekerjaan tertentu serta segala kondisi potensi bahaya yang berada di lingkungan suatu tempat kerja yang berkontribusi terhadap terjadinya suatu kecelakaan kerja.

  2. Faktor manusia Yaitu segala faktor yang menyangkut tindakan para pekerja dalam melakukan pekerjaannya yang cendrung mengabaikan prosedur kerja yang telah ditetapkan terhadap suatu pekerjaan tertentu sehingga menimbulkan potensi bahaya kecelakaan kerja pada dirinya dalam pekerjaannya (Suma’mur, 2009).

  2.2.4. Kerugian Akibat Kecelakaan

  Kerugian akibat kecelakaan kerja akan diterima oleh para pekerja dan perusahaan dimana pekerja itu bekerja. Korban kecelakaan kerja akan mengeluh dan menderita akibat luka, kelainan, atau cacat yang yang ditimbulkan akibat kecelakaan yang terjadi. Gangguan terhadap pekerja demikian adalah suatu kerugian besar bagi pekerja dan juga keluarganya serta perusahaan di tempat ia bekerja. Meskipun para pekerja mendapatkan kompensasi atas kecacatan yang diterimanya, namun jika ditinjau dari produktivitas kerja, hal ini sangat merugikan pekerja.

  Tiap kecelakaan yang terjadi adalah suatu kerugian yang amat besar yang akan dirasakan perusahaan. Biaya ini dapat dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung ialah biaya atas PPPK, pengobatan, dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat, dan biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan dan mesin. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan, oleh karena pekerja lain menolong korban, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengganti peran pekerja yang celaka serta biaya pelatihan yang harus dikeluarkan untuk training pekerja baru. Penelitian tentang biaya kecelakaan memperlihatkan bahwa perbandingan antara biaya langsung dan tersembunyi adalah 1 (satu) terhadap 4 (empat) (Suma’mur 2009).

2.3. Potensi Bahaya

  ILO (1986) dalam Anugrah (2009), mendefinisikan potensi bahaya atau

  bahaya kerja (work hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi menyebabkan gangguan/kerugian.

  Bahaya di tempat kerja timbul atau terjadi ketika ada interaksi antara unsur-unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses, atau metoda kerja. Dalam proses produksi tersebut terjadi kontak antara manusia dengan mesin, material, lingkungan kerja yang diakomodir oleh proses atau prosedur kerja. Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur-unsur produksi tersebut, yaitu manusia, peralatan, material, proses serta sistem dan prosedur (Ramli, 2010).

  Potensi bahaya merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. Di tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko keselamatan dan kesehatan akan selalu dijumpai.

  Jika setiap bahaya-bahaya tersebut dapat diidentifikasi, tindakan harus diambil untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pekerja. Jika bahaya -bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus diambil, Hal ini diupayakan untuk melindungi pekerja yang merupakan asset yang sangat berharga bagi perusahaan.

2.3.1. Jenis Bahaya

  Bahaya dalam kehidupan sangat banyak ragam dan jenisnya. Disekitar kita terdapat banyak bahaya-bahaya yang berpotensial untuk mencederai tubuh kita baik cidera ringan maupun sampai cedera fatal. Kita tidak dapat mencegah berbagai bahaya-bahaya tersebut jika kita tidak mengenali bahayanya dengan baik.

  Ramli (2010) mengklasifikasikan jenis bahaya sebagai berikut:

  a. Bahaya Mekanis

  b. Bahaya Listrik

  c. Bahaya Fisis

  d. Bahaya Biologis

  e. Bahaya Kimia

  A. Bahaya Mekanis

  Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin sinso, bubut, gerinda, tempa dan lain-lain.

  Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan dan bentuk gerakan lainnya.

  Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas.

  B. Bahaya Listrik

  Suatu bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.

  C. Bahaya Kimiawi

  Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain :

  a) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic)

  b) Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka air aki dan lainnya c) Kebakaran dan peledakan, beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG, batubara dan lainnya. d) Polusi dan pencemaran lingkungan Bahan kimia sangat beragam, disekitar kita penuh dengan berbagai jenis bahan kimia. Oleh karena itu risiko bahaya bahan kimia harus diperhatikan dengan baik. Berbeda dengan jenis bahaya lain seperti mekanik atau listrik, bahaya bahan kimia sering kali tidak dirasakan secara langsung atau bersifat kronis dalam jangka waktu yang panjang.

  D. Bahaya Fisis

  Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain :

  a) Bising, dapat mengakibatkan bahaya ketulian atau kerusakan indera pendengaran b) Tekanan

  c) Getaran

  d) Suhu panas atau dingin

  e) Cahaya atau penerangan

  f) Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet atau infra merah

  E. Bahaya Biologis

  Diberbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, Farmasi, Pertanian dan kimia, Pertambangan, minyak dan gas bumi.

2.3.2. Sumber Bahaya dari Lingkungan Kerja

  Banyak sekali sumber energi yang dapat menjadi suatu potensi bahaya disuatu lingkungan kerja. Sebagian diantaranya sebagai berikut :

Tabel 2.1. Jenis Energi dan Bentuk Bahaya JENIS ENERGI BENTUK BAHAYA Gravitasi

  1. Dapat terjadi jika suatu benda jatuh menimpa orang, jatuh dari ketinggian atau terpleset

  2. Cedera bervariasi mulai dari terkilir, luka dan fatal

  Bising dan getaran

  1. Ditemukan jika terpapar suara bising atau getaran

  2. Cedera beragam dari ringan sampai ketulian

  Kimia

  1. Dapat terjadi jika manusia menghirup, menelan atau menyerap cairan, debu, gas atau yang dapat mengakibatkan kerusakan seperti kebakaran, peledakan, korosi dan lainnya.

  2. Cidera bervariasi mulai dari akut, kronis, dan kematian

  Listrik

  1. Ditemukan dalam penggunaan listrik untuk mengoperasikan peralatan

  2. Cedera bervariasi mulai dari cidera luka bakar sampai mati

  Mekanikal

  1. Terdapat pada mesin atau bagian bergerak atau berputar yang mengeluarkan bagian yang tajam, runcing, atau lontaran benda.

  2. Cedera beragam mulai luka sayat, putus, dan mati

  Termal

  1. Terjadi pada lingkungan panas, dingin atau peralatan yang menggunakan dan menghasilkan panas atau dingin seperti dapur, ruang pendingin, proses panas, pengelasan, benda panas atau dingin

  2. Cedera bervariasi mulai luka bakar, strees panas sampai mati

  1. Ditemukan pada bejana atau

  Tekanan

  objek bertekanan termasuk boiler, botol bertekanan dan kompresor

  2. Cedera bervariasi mulai dari luka sampai mati

  1. Ditemukan pada pekerjaan atau

  Radiasi

  peraralatan yang menggunakan sinar X, Radiasai Ultra Violet, gelombang mikro, laser atau pengelasan

  2. Cidera bervariasi mulai luka bakar sampai mati

  1. Dapat terjadi jika terpajan

  Mikrobiologis

  dengan bakteri, virus atau zat pathogen lainnya misalnya dalam menara pendingin, organ tubuh manusia atau hewan

  2. Cedera bervariasi mulai akut, kronis, yang bersifat jangka panjang menimbulkan kematian seperti HIV, Hepatitis, Keracunan (Ramli , 2010).

2.3.3. Sumber Bahaya dari Pekerja

  Menurut penelitian dalam Djati (2002) hampir 85% kecelakaan terjadi disebabkan faktor manusia yang melakukan tindakan tidak aman. Tindakan tidak aman ini dapat disebabkan oleh:

  a. Karena tidak tahu Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahaya yang ada.

  b. Karena tidak mampu/tidak bisa Yang bersangkutan telah mengetahui cara kerja yang aman, bahaya-bahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang terampil dia melakukan kesalahan.

  c. Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan peraturan- peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi karena tidak mau melaksanakan maka terjadi kecelakaan. Misalnya tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman.

  Beberapa prilaku yang tidak aman yang sering menyebabkan pekerja celaka atau berpotensi untuk celaka sebagai penyebab tidak langsung dari suatu kecelakaan kerja yang sering ditemukan dalam aktivitas pertambangan menurut H.W. Heinrich dalam Suryani (2012), yaitu : 1. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak layak.

  2. Mengoperasikan peralatan tanpa perintah.

  3. Menggunakan peralatan yang tidak layak.

  4. Menggunakan peralatan yang telah rusak atau cacat.

  5. Gagal memperingatkan pekerja dan peralatan.

  6. Tidak menggunakan alat pelindung diri.

  7. Bekerja dengan posisi yang salah atau tidak aman.

  8. Bermain-main, bersenda gurau.

  9. Konsumsi alkohol

  10. Konsumsi obat-obatan

2.3.4. Sumber Bahaya Dari Bahan Kimia dan Peralatan

  Bahan kimia dan peralatan yang digunakan pada suatu perusahaan juga menjadi sumber bahaya yang dapat mengancam para pekerja setiap saat. Bahaya akan muncul ketika ada interakasi anatara pekerja dan bahan kimia maupun peralatan yang digunakan. Jika tidak ada Kontrol dan pemeriksaan berkala, potensi kecelakaan kerja dimungkinkan akan terjadi pada para pekerja.

  Pada penggunaan bahan-bahan kimia, terdapat sejumlah tindakan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan bahaya sehingga mencegah pekerja dari risiko terkena penyakit. Jika bahayanya tidak dapat dihilangkan, tindakan pengendalian harus diimplementasikan untuk meminimalkan risiko dari bahan- bahan kimia yang dihadapi pekerja (Riedley, 2008).

  Efek dari bahan kimia sebagian besar tidak kita sadari dampaknya, hal ini dikarenakan efeknya yang akan timbul dalam jangka waktu yang relatif lama.

  Tentu ini sangat berbeda dengan efek yang ditimbulkan dari bahaya peralatan seperti mesin dan peralatan lainnya yang akan menimbulkan efek dengan segera mungkin apabila terjadi kecelakaan pada pekerja baik itu cidera ringan sampai cidera berat sekalipun.

  Untuk itu, perlunya upaya identifikasi, penilaian, dan pengukuran secara berkala terhadap bahan kimia dan peralatan yang digunakan di dalam suatu perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berbagai potensi bahaya yang akan ditimbulkan sehingga dapat dilakukan upaya evaluasi dan perlindungan terhadap pekerja.

2.4. Analisa Potensi Bahaya Pekerjaan

  Analisa potensi bahaya pekerjaan adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk mengindentifikasi setiap potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan sebelum kecelakaan itu terjadi. Dan semua hasil temuan potensi bahaya itu akan dihilangkan. Apabila tidak bisa dihilangkan maka akan diminimalkan dengan pengelolaan lingkungan kerja baik secara teknis maupun administratif sampai potensi bahaya itu berkurang sampai pada tingkat risiko yang dapat diterima oleh para pekerja.

  Analisa potensi bahaya sangat penting untuk dilakukan terutama pada pekerjaan-pekerjaan dengan tingkat risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi pekerjaan seperti pertambangan. Hal ini dikarenakan lingkungan kerja yang begitu ekstrem dan alat-alat yang begitu kompleks yang digunakan dalam dunia pertambangan, sehingga sedikit kelalaian atau kesalahan kecil yang dilakukan dalam pekerjaannya akan menyebabkan kerugian yang begitu besar baik secara materi maupun produktivitas pekerja.

  Didalam Ramli (2010), Untuk mengaanalisa potensi bahaya ada beberapa metode yang dapat digunakan, diantaranya :

  1. Hazard and Operability Study (HAZOPS) adalah teknik analisa potensi bahaya dengan sistem yang sangat terstruktur dan sistematis. Namun kelemahan HAZOPS adalah memerlukan waktu yang sangat panjang, tim ahli, dan cendrung membosankan.

  2. Job Safety Analysis (JSA) adalah teknik yang sangat popular dan banyak digunakan di lingkungan kerja. Teknik ini menganalisa dengan pengamatan terhadap sistem kerja, prosedur kerja serta pekerja itu sendiri.

  3. Analisa pohon kegagalan (Fault Tree Analysis) adalah analisa bersifat dedeuktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak yang mungkin terjadi.

  Semua potensi bahaya harus dianalisa secara berkala, hal ini dikarenakan setiap potensi bahaya itu akan berubah setiap saat. Setiap ada interaksi antara manusia dengan mesin dan peralatan kerja yang ada di lingkungan kerja, disaat itulah munculnya potensi bahaya. Semakin bervariasi interaksi antara pekerja dengan mesin, peralatan, dan lingkungan kerja, maka semakin berbeda pula potensi bahaya yang dihasilkan.

  Analisa potensi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Banyak perusahaan yang telah melakukan analisa potensi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan kerja masih tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses analisa potensi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif. Analisa potensi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu terbaru. Banyak bahaya yang belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi bahaya besar dalam pekerjaan. Selain itu, melibatkan pekerja dalam proses analisa potensi bahaya sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan karena mereka yang paling mengetahui adanya potensi bahaya di lingkungan kerjanya dan mereka pula yang berkepentingan terhadap pengendalian di lingkungan kerjanya (Ramli, 2010).

2.5. Analisa Keselamatan Kerja ( Job Safety Analysis)

  Job Safety Analysis (JSA) adalah suatu teknik yang dipakai untuk

  menganalisa suatu pekerjaan secara sistematis untuk bisa mengenali bahaya disetiap langkahnya sehingga bisa dikembangkan solusi untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

  Job Safety Analysis (JSA) pada dasarnya adalah penganalisaan aktivitas

  kerja dan tempat kerja untuk menentukan tindakan pencegahan yang memadai di tempat kerja. Dengan kata lain, JSA sebagai sistematis identifikasi potensi bahaya di tempat kerja sebagai langkah untuk mengendalikan risiko yang mungkin akan terjadi disuatu lingkungan kerja.

  Job Safety Analysis (JSA) digunakan untuk meninjau metode kerja dan

  menemukan bahaya yang :

  1. Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.

  2. Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel.

  3. Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.

  Badan resmi yang bertanggung jawab dalam proses ini membuat gambaran yang paling aman, efisien dari setiap bentuk pekerjaan yang diberikan. Badan analisa keselamatan kerja membuat strategi yang terstruktur dalam mencegah kecelakaan kerja yaitu dengan melakukan pengenalan terhadap bahaya, melakukan evaluasi dan pengendalian risiko (Cipto, 2010).

  Job Safety Analysis (JSA) sangat diperlukan dalam setiap pekerjaan.

  Kriteria pekerjan yang memerlukan kajian Job Safety Analysis (JSA) menurut Ramli (2010) adalah sebegai berikut :

  1. Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau memiliki angka kecelakaan yang tinggi.

  2. Pekerjaan berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal misalnya industri pertambangan

  3. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum diketahui secara persis bahaya yang ada.

  4. Pekerjaan yang rumit atau komplek dimana sedikit kelalaian dapat berakibat kecelakaan atau cidera.

2.5.1. Manfaat Job Safety Analysis (JSA)

  Analisa keselamatan kerja atau JSA bermanfaat dalam keamaan kerja dan melindungi produktivitas pekerja. Manfaatnya adalah :

  1. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja.

  2. Menemukan bahaya fisik yang ada di lingkungan kerja.

  3. Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang memungkinkan dalam metode kerja.

  4. Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah dan meningkatkan produktivitas.

  5. Penentuan standar-standar yang diperlukan untuk keamanan, termasuk petunjuk dan pelatihan tenaga kerja manusia.

  6. Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien.

2.5.2. Langkah melakukan Job Safety Analysis (JSA)

  Occupational Health and Safety (OSH, 2013) menjelaskan langkah Job Safety Analysis (JSA) adalah sebagai berikut :

1. Memilih pekerjaan ( Job selection)

  Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk mempunyai prioritas dan harus dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa, hal penting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : a. frekuensi kecelakaan.

  Sebuah pekerjaan yang sering kali terulang kecelakaan merupakan prioritas utama dalam JSA.

  b. tingkat cedera yang menyebabkan cacat.

  Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam JSA.

  c. kekerasan potensi

  Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan namun mungkin berpotensi untuk menimbulkan bahaya.

  d. pekerjaan baru

  Untuk setiap pekerjaan baru harus memiliki JSA. Analisa tidak boleh ditunda hingga kecelakaan atau kejadian hampir celaka terjadi.

  e. mendekati bahaya

  Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus menjadi prioritas JSA. Hal ini dimaksudkan agar potensi bahaya yang sering terjadi itu berubah menjadi kecelakaan.

  2. Menguraikan pekerjaan ( Job breakdown)

  Pekerjaan yang akan dianalisis harus diuraikan berdasarkan tahapan- tahapan pekerjaannya. Tahapan setiap pekerjaan harus dijelaskan secara jelas dari tahap awal sampai akhir. Hindari keselahan-kesalahan yang sering terjadi seperti :

  a. Terlalu rinci dalam menentukan langkah pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan langkah yang tidak penting.

  b. Terlalu umum dalam menguraikan langkah pekerjaan, sehingga langkah- langkah dasar tindak dapat dibedakan.

  3. Mengidentifikasi bahaya (Hazard identification)

  Proses identifikasi bahaya merupakan bagian yang sangat penting dalam keberhasilan suatu analisa keselamatan kerja. Dalam upaya identifikasi semua potensi bahaya harus dicermati dan dianalisa dengan baik agar semua potensi dapat ditanggulangi. Ada beberapa pertanyaan yang dapat menggambarkan indentifikasi bahaya diantaranya :

  a. Apakah metode kerja dan sikap pekerja aman dalam bekerja?

  b. Apakah lingkungan kerja membahayakan pekerja?

  c. Apakah kapasitas beban pekerja terlalu besar?

  d. Apakah pekerja berpotensi tertusuk, terpotong, tergelincir, tergilas, terjepit, terpukul, tertanduk, terseruduk, dan lain sebagainya.

  e. Apakah pekerja berpotensi terperangkap, tertanam, tertimbun dan potensi membahayakan pekerja lainnya.

4. Pengendalian bahaya (Hazard control)

  Pada tahap terakhir dari dari analisa kecelakaan kerja adalah melakukan pengendalian bahaya dengan menemukan solusi alternatif yang dapat mengembangkan suatu prosedur keselamatan dalam bekerja sehingga pekerjaan dapat dikerjakan secara aman, efektif dan efisien.

  Dalam mengendalikan bahaya, intervensi yang paling efektif yang dapat kita lakukan adalah dengan menerapkan hirarki kontrol. Tahapan hirarki kontrol yang dimaksud adalah sebagai berikut :

  1. Primary control : Mencakup pengendalian pertama dengan fokus intervensi pada alat dan mesin dengan upaya rekayasa.

  2. Secondary control : Mencakup pengendalian administrasi dengan cara membatasi paparan terhadap risiko tertentu.

  3. Tertiari control : Pengendalian yang dilakukan dengan mengajarkan praktek kerja yang benar atau melakukan prosedur kerja yang baik dalam suatu pekerjaan tertentu dengan sistematis.

  4. APD : Pengendalian yang menjadi pilihan terakhir dalam upaya penanggulangan yang ditujukan kepada pekerja dengan memberikan alat pelindung diri terhadap potensi bahaya tertentu.

2.6. Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja

  Setelah semua risiko dapat diidentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa risiko dan evaluasi risiko. Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besarnya akibat yang ditimbulkan. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko ringan atau dapat diabaikan.

  Penilaian risiko bertujuan untuk memberikan makna terhadap suatu bahaya yang terindentifikasi untuk memberikan gambaran seberapa besar risiko tersebut. Sehingga dapat diambil tindakan lanjutan terhadap bahaya yang teridentifikasi, apakah bahaya itu dapat diterima atau tidak.

  Dalam menilai suatu risiko berbagai standart dapat kita gunakan sebagai acuan, salah satu diantaranya adalah standart AS/NZS 4360 yang membuat matrik atau peringkat risiko sebagai berikut :

  1. E : Extreme Risk

  2. H : High Risk

  3. M : Moderat Risk

  4. L : Low Risk Matrik atau peringkat risiko sebaiknya dikembangkan sendiri oleh perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing. Hal ini dikarenakan setiap perusahaan memiliki berbagai potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja yang sangat beragam (Ramli, 2010).

2.6.1. Teknik Penilaian Risiko Kecelakaan Kerja

  Teknik penilaian risiko yang dapat kita gunakan untuk menilai risiko kecelakaan kerja diantaranya adalah ;

  1. Teknik Kualitatif Metoda kualitatif menggunakan matrik risiko yang menggambarkan tingkat dari kemungkinan dan keparahan suatu kejadian yang dinyatakan dalam bentuk rentang dari risiko rendah sampai risiko tinggi.

  Pendekatan kualitatif dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui risiko suatu kegiatan atau fasilitas. Pendekatan ini dilakukan jika data-data yang lengkap tidak tersedia. Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan atau

  likelihood diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai dengan risiko yang dapat terjadi setiap saat.

  Untuk keparahan dikategorikan antara kejadian yang tidak menimbulkan cedera atau hanya kerugian kecil dan yang paling parah jika dapat menimbulakn kejadian fatal (meninggal dunia) atau kerusakan besar terhadap aset perusahaan.

  2. Teknik semi kuantitatif Teknik semi kuantitatif dapat dilakukan jika data-data yang tersedia lebih lengkap. Nilai risiko digambarkan dalam angka numeric, namun nilainya tidak bersifat absolute. Teknik ini baik digunakan untuk risiko yang bersifat komulatif. Dalam pengaplikasiannya dibutuhkan sedikit keahlian dalam menggunakan Analisa Lapis Proteksi (LOPA).

  • Risk matrik
  • Risk monogram
  • Risk graph
  • Analisa lapis proteksi (LOPA)
  • -Event tree
  • -Quantitative risk
  • -Analisa lapis

  2. Baik digunakan untuk risiko komulatif

  2. Berdasarkan perhitungan estimasi konsekuensi (software atau modeling) dan tingkat kegagalan (failure rate) untuk kemungkinan atau likelihood

  1. Memberikan nilai risiko yang bersifat numerik

  proteksi (LOPA)

  assessment (QRA)

  Kuantitatif - Fault tree

  3. Teknik lebih terstruktur dan memerlukan keahlian khusus

  1. Ditunjukkan dengan angka numerik walau nilainya tidak absolute

  3. Teknik kuantitatif Analisa risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas kejadian atau konsekwensinya dengan data numerik. Besarnya risiko lebih dinyatakan dalam angka seperti 1, 2, 3, atau 4 yang mana 2 mengandung arti risikonya dua kali lipat dari 1. Oleh karena itu, hasil perhitungan kuantitatif akan memberikan data yang lebih akurat terhadap suatu potensi bahaya, namun demikian dibutuhkan keahlian khusus dan mendalam serta dukungan data informasi yang lengkap dalam pengaplikasiannya. Berikut perbandingan teknik penilaian risiko menurut Ramli (2010).

  Semi kuantitatif

  4. Waktu yang diperlukan relative cepat

  3. Nilai risiko tidak menunjukan nilai numerik

  2. Kemungkinan dan keparahan diunjukkan dalam bentuk kata

  1. Biaya rendah, mudah diaplikasikan

  Kualitatif -Risk Matrik

Tabel 2.2. Perbandingan Teknik Penilaian Risiko Teknik Jenis Keterangan

  3. Perlu waktu, tenaga dan keahlian tinggi

2.7. Kerangka Konsep

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

  Coal Getting Crushing Coal Hauling Barging

  Job Safety Analysis

  (JSA)