KATA PENGANTAR - Budaya Organisasi Pemerintah PrajabII 2011

KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Berdasarkan Surat Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan Nomor: ST-005/PP.2/2010 tanggal 13 Januari 2010 tentang Penyusunan Modul Diklat Prajabatan Golongan II Tahun Anggaran 2011, Sdr. Totok Soeprijanto, ditunjuk sebagai penyusun modul Budaya Kerja Organisasi Pemerintah.

Penunjukan ini sangat beralasan karena penyusun memiliki pengalaman mengajar cukup lama yang memungkinkan penyusun memilih materi yang diharapkan memenuhi kebutuhan belajar bagi peserta Diklat Prajabatan Golongan II.

Modul ini adalah hasil pengembangan dari bahan ajar Diklat Prajabatan Golongan I dan II dari Lembaga Administrasi Negara Indonesia Tahun 2006 dengan judul dengan judul yang sama. Hasil penyusunan modul ini telah dipresentasikan di hadapan para Widyaiswara serta pejabat struktural terkait di lingkungan Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK), Kementerian Keuangan.

Kami menyetujui modul ini digunakan sebagai bahan ajar bagi peserta Diklat Prajabatan Golongan II, namun mengingat modul Budaya Kerja Organisasi Pemerintah sebagai bahan studi yang senantiasa berkembang, maka penyempurnaan modul perlu selalu diupayakan agar tetap memenuhi kriteria kemutakhiran dan kualitas.

Pada kesempatan ini, kami mengharapkan saran atau kritik dari semua pihak (termasuk peserta diklat) untuk penyempurnaan modul ini. Setiap saran dan kritik yang membangun akan sangat dihargai.

Atas perhatian dan peran semua pihak, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, Januari 2011

Kepala Pusat,

Ttd.

Tony Rooswiyanto NIP. 19560404 198203 1 001

PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2010

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Modul Budaya Organisasi Pemerintah ini disusun untuk digunakan oleh para calon pegawai golongan II sebagai tahap awal dalam mengenali dan mengidentifikasi budaya yang telah terbangun dalam lingkungan organisasi pemerintah. Karena itulah, materi yang disampaikan telah dipilih dan diinterpretasikan untuk membantu para peserta tersebut dalam memahami budaya organisasi umumnya dan budaya Kementerian Keuangan pada khususnya.

Modul ini terdiri dari dua kegiatan belajar yang mewakili dua tema besar/pokok bahasan yang selanjutnya dijabarkan lagi menjadi beberapa subpokok bahasan yang lebih rinci. Pada kegiatan belajar pertama diperkenalkan kepada peserta mengenai budaya organisasi sebagai suatu konsep, meliputi berbagai aspek seperti pengertian, prinsip, unsur, tujuan, manfaat, model, serta transformasi budaya. Selanjutnya pada kegiatan belajar dua dibahas tentang budaya organisasi pemerintah dari yang bersifat global hingga budaya Kementerian Keuangan. Semua peserta yang bertugas dalam tata kelola pemerintahan di semua jenis unit kerja dan tingkat eselon di lingkungan Kementerian Keuangan dapat memperoleh manfaat dari membaca modul ini, mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh fasilitator di kelas, serta melakukan diskusi dengan para peserta lainnya.

Secara keseluruhan materi dalam modul ini telah diseleksi pada hal-hal praktis dari budaya organisasi yang dapat dengan mudah dikenali dan dipraktikkan oleh para peserta ketika berinteraksi dengan organisasi tempat mereka bertugas. Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa modul ini tidak memiliki landasan akademis yang baik. Materi yang terangkum dalam modul ini diadaptasi dari beberapa studi ataupun karya akademis yang telah terpublikasi seperti jurnal, seminar, buku maupun bentuk-bentuk publikasi lainnya. Tiap bahasan secara langsung dan tidak langsung mengacu kepada referensi tertentu yang tercantum pada daftar pustaka yang sekaligus menjadi panduan bagi peserta yang tertarik untuk membaca lebih lanjut referensi tersebut dalam rangka memperluas studinya atas suatu topik tertentu.

PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2010

PETA KONSEP MODUL BUDAYA ORGANISASI PEMERINTAH PRAJABATAN GOLONGAN II BUDAYA

ORGANISASI

KONSEP

BUDAYA BUDAYA

KEMENTERIAN ORGANISASI

PEMERINTAH

KEUANGAN

Pengertian Wawasan Tugas Bagaimana budaya

Budaya Baru Organisasi Kementerian

organisasi diciptakan, Keuangan

dipertahankan, dan Reformasi Birokrasi di ditransmisikan

Pemerintah melalui

Kementerian Aspek-aspek yang

Reformasi Birokrasi

Keuangan mempengaruhi

Peran Unsur dan prinsip Fungsi, tujuan, dan manfaat Model Transformasi

PUSDIKLAT PENGEMBANGAN SDM BPPK 2010

BAB I PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Budaya organisasi sangat beragam antara satu organisasi dengan yang lain. Tiap organisasi menciptakan atmosfir yang berbeda dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, berbeda dalam semangat yang dirasakan oleh pegawai, berbeda dalam memberikan kebebasan bagi anggotanya, dan berbeda dalam jenis-jenis kepribadian personil yang terlibat di dalamnya. Atmosfir organisasi itu berakar pada nilai-nilai yang dianut para anggotanya, terutama pimpinan organisasi, dan perilaku individu yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan itulah yang dinamakan budaya.

Zhang et al. (2009: 131-137) menulis bahwa konsep budaya organisasi muncul pertama kali dalam tulisan Pettigrew (1979) yang berjudul Research on Organizational Culture yang diterbitkan dalam Administrative Science Quarterly. Selanjutnya, banyak ilmuwan membahas tentang tingkatan dan model budaya organisasi itu dari berbagai macam sudut pandang. Beberapa di antaranya semisal Schein (1992) yang membedakan budaya menjadi tiga tingkatan, yaitu: perilaku dan sinyal eksplisit (artifak), nilai bersama, dan asumsi dasar yang implisit. Sementara Handy (1993) mengelompokkan budaya organisasi menjadi 4 model: Budaya Kekuasaan, Budaya Peran, Budaya Tugas, dan Budaya Persona.

Budaya organisasi amat besar pengaruhnya pada keberhasilan dan hidup-mati sebuah organisasi. Karena itulah beberapa perusahaan bersedia mengeluarkan dana yang amat besar untuk mengubah budaya perusahaan (corporate culture) agar selalu sesuai dengan lingkungannya yang selalu berubah dengan cepat. Sebaliknya, birokrasi pemerintahan negara kurang punya perhatian terhadap perubahan lingkungan karena Budaya organisasi amat besar pengaruhnya pada keberhasilan dan hidup-mati sebuah organisasi. Karena itulah beberapa perusahaan bersedia mengeluarkan dana yang amat besar untuk mengubah budaya perusahaan (corporate culture) agar selalu sesuai dengan lingkungannya yang selalu berubah dengan cepat. Sebaliknya, birokrasi pemerintahan negara kurang punya perhatian terhadap perubahan lingkungan karena

B. Prasyarat Kompetensi

Peserta yang ditunjuk untuk mengikuti Diklat Prajabatan Golongan II ini adalah CPNS yang mempunyai kompetensi dalam hal pemikiran konseptual, memiliki integritas, komunikatif, dan selalu mengembangkan inisiatif untuk memajukan organisasi. Dalam kaitannya untuk keberlanjutan proses pembelajaran, peserta yang mengikuti mata diklat Budaya Organisasi Pemerintah ini adalah para calon pegawai yang memiliki pengetahuan dasar tentang kerangka budaya yang berlaku pada lingkungan kerja organisasi pemerintah dan berkomitmen untuk menjunjung tinggi budaya organisasi pemerintah dalam perilaku keseharian di tempat tugas sesuai unit organisasinya dengan semangat pengabdian.

C. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari modul ini adalah peserta diharapkan mampu memahami prinsip-prinsip budaya organisasi pemerintah dan melakukan pengembangan diri yang diarahkan pada terciptanya budaya organisasi yang terbaik.

Setelah mengikuti pembelajaran ini, kompetensi dasar yang diharapkan dari para peserta adalah:

1. Menguraikan konsep budaya organisasi;

2. Mensintesa budaya organisasi pemerintah di tempat kerja.

D. Relevansi Modul

Modul Budaya Organisasi Pemerintah ini dapat digunakan oleh peserta untuk membantu menjelaskan struktur atau pola dari budaya organisasi pemerintah yang sebelumnya tidak terlihat, sehingga peserta mampu mengenali diri dan lingkungan kerjanya untuk menghasilkan tindakan/kinerja yang dibutuhkan. Dalam beberapa hal, materi dalam modul ini terkait dengan materi etika organisasi pemerintah dan pelayanan prima.

BAB II KEGIATAN BELAJAR 1

A. Indikator Keberhasilan

Setelah membaca Kegiatan Belajar ini, Anda diharapkan mampu:  Menjelaskan pengertian budaya organisasi;  Menguraikan bagaimana budaya organisasi diciptakan, dipertahankan, dan

ditransmisikan;  Menganalisis aspek-aspek yang mempengaruhi budaya organisasi;

 Menghargai peran budaya organisasi;  Menjelaskan unsur dan prinsip budaya organisasi;  Menguraikan fungsi, tujuan, dan manfaat budaya organisasi;  Mengevaluasi model budaya organisasi;  Mengapresiasi transformasi budaya organisasi.

B. Uraian Dan Contoh

1. Pengertian Budaya Organisasi

Sebuah organisasi layaknya seorang individu manusia, ia memiliki kepribadian. Kepribadian inilah yang kemudian kita sebut sebagai budaya organisasi. Menurut Hofstede (1980) budaya menentukan identitas suatu kelompok individu (organisasi), sama seperti kepribadian menentukan identitas seorang individu. Budaya organisasi sesungguhnya merupakan landasan terwujudnya organisasi yang efektif.

Hofstede (1997), menggambarkan budaya sebagai suatu bentuk pemrograman mental yang meliputi pola berpikir, merasa, dan melakukan sesuatu yang dipelajari sejak kita masih kanak-kanak. Menurutnya, budaya merupakan fenomena kolektif yang diturunkan dari pengalaman bersama pada lingkungan sosial yang sama dan yang membedakan sekelompok orang (organisasi) dengan yang lain. Budaya dapat menentukan cara kita mengekspresikan sifat manusiawi yang paling mendasar - fungsi fisik dan psikologis - seperti dalam cara kita mengekspresikan ketakutan atau kemarahan. Budaya juga dapat memodifikasi kepribadian kita, yang sebagian berasal Hofstede (1997), menggambarkan budaya sebagai suatu bentuk pemrograman mental yang meliputi pola berpikir, merasa, dan melakukan sesuatu yang dipelajari sejak kita masih kanak-kanak. Menurutnya, budaya merupakan fenomena kolektif yang diturunkan dari pengalaman bersama pada lingkungan sosial yang sama dan yang membedakan sekelompok orang (organisasi) dengan yang lain. Budaya dapat menentukan cara kita mengekspresikan sifat manusiawi yang paling mendasar - fungsi fisik dan psikologis - seperti dalam cara kita mengekspresikan ketakutan atau kemarahan. Budaya juga dapat memodifikasi kepribadian kita, yang sebagian berasal

Budaya organisasi adalah semua ciri yang menunjukkan kepribadian suatu organisasi: keyakinan bersama, nilai-nilai, dan perilaku-perlaku yang dianut oleh semua anggota organisasi. Menurut Edgar H. Schein (dalam Robbins dan Barnwell, 2002), budaya organisasi adalah suatu pola dari asumsi dasar dimana kelompok telah mengetahui bahwa asumsi itu dapat memecahkan masalah dalam melakukan adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan telah berjalan dengan baik serta dinyatakan sebagai hal yang benar. Oleh karena itu perlu diajarkan kepada anggota kelompok yang baru bahwa ini merupakan cara yang benar untuk dihayati, dipikirkan, dan dirasakan.

Asumsi dasar tersebut berupa kebersamaan yang meliputi:

a. kebersamaan atas sesuatu (shared-things), misalnya pakaian seragam;

b. kebersamaan perkataan (shared-saying), misalnya ungkapan, semboyan;

c. kebersamaan dalam perbuatan (shared-doing), misalnya kerja bakti, gotong royong;

d. kebersamaan dalam perasaan (shared-feeling), misalnya ucapan ulang tahun, belasungkawa.

ASUMSI

NILAI-NILAI:

ASUMSI DASAR

DASAR:

Perhatian kepada kepercayaan

Keyakinan,

McDonald’s

falsafah,

hal-hal kecil,

konsistensi,

TIDAK

NILAI-NILAI YANG DIDUKUNG

Windows Honda

Inovasi, inisiatif

PERILAKU/ ARTIFAK

Kemenkeu

Gambar 2.1. Tingkatan Budaya Organisasi menurut Schein (dimodifikasi dengan tambahan

penjelasan)

Sesuai definisi yang disampaikan di atas, tingkat budaya menurut Schein adalah:

1) Tingkat pertama Artifact, yaitu produk/barang, jasa dan tingkah laku anggota organisasi; sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan jika seseorang berhubungan dengan suatu kelompok/masyarakat baru dengan budaya yang tidak dikenalnya;

2) Tingkat kedua Espoused values, yaitu nilai-nilai yang didukung dengan alasan tertentu yang diberikan oleh sebuah organisasi/masyarakat untuk mendukung caranya melakukan sesuatu;

3) Tingkat ketiga Basic assumptions, yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada oleh suatu anggota organisasi/masyarakat (sumber nilai, persepsi).

Pola pikir (falsafah, kepercayaan, keyakinan, takhayul) adalah acuan utama yang dijadikan pedoman perilaku oleh seluruh anggota kelompok. Perilaku setiap orang dalam kelompok itu akan selalu mengacu pada pola pikir tersebut, sementara semua benda yang dibuat dan digunakan anggota kelompok (mulai alat rumah tangga sampai kelengkapan bersembahyang) disebut artifak. Ketiga tingkatan kebudayaan ini tidak dapat dilepaskan satu dari yang lain, karena pada hakikatnya ketiganya merupakan kesatuan. Sebagai contoh, orang Amerika dan orang Cina mempunyai pola pikir yang berbeda dalam hal makan, sehingga cara makan (perilaku) dan makanan serta alat makannya (artifak) juga sangat berbeda. Orang Amerika makan beef steak dengan pisau dan garpu, sedangkan orang Cina makan bakmi berkuah dengan sumpit dan menghirup kuahnya langsung dari mangkuk. Cara makan orang Cina bisa dianggap tidak sopan bagi orang Amerika, sementara cara makan orang Amerika sangat merepotkan bagi orang Cina.

Dipertahankan, dan Ditransmisikan

Kebiasaan, tradisi, dan cara-cara umum dalam melakukan sesuatu di suatu organisasi pada saat ini dipengaruhi oleh apa yang telah dilakukan oleh organisasi itu di masa lalu dan tingkat kesuksesan yang dicapai dengan perilaku tersebut. Dengan demikian sumber awal dari budaya organisasi adalah dari para pendiri organisasi itu sendiri.

Founding father (pendiri) dari suatu organisasi secara tradisi memiliki pengaruh besar dalam membangun budaya organisasi pada tahap awal perkembangannya.

Sebuah contoh nyata adalah McDonald’s, sebuah restoran fast food ternama di dunia yang didirikan pada tahun 1955 di Illinois, Amerika Serikat oleh seorang penjual hamburger bernama Ray Kroc. Obsesi Kroc terhadap McDonald’s-nya untuk menjadi rumah makan yang mengedepankan masalah kebersihan dan menjadikan hamburger sebagai menu utamanya sampai sekarang masih dipegang teguh oleh bisnis ini dan jaringannya di seluruh dunia, yang membuatnya tetap eksis sebagai pemimpin dalam bisnis restoran cepat saji.

Setelah suatu budaya terbentuk pada suatu organisasi, diperlukan usaha-usaha dari dalam organisasi untuk mempertahankan dan memelihara keberadaan budaya tersebut. Robbins dan Barnwell (2002) mengungkapkan ada empat usaha yang berperan besar dalam mempertahankan budaya organisasi yaitu:

1) Praktik Seleksi Tujuan dilakukannya praktik seleksi adalah untuk mengidentifikasi, mendapatkan dan selanjutnya mempekerjakan individu yang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keahlian untuk dapat melaksanakan pekerjaan dalam organisasi dengan baik. Seperti contoh, para lulusan sarjana/diploma dengan capaian indeks prestasi tertentu harus melewati serangkaian tahap seleksi sebelum diterima masuk pada unit-unit kerja di Kementerian Keuangan.

2) Perilaku Pimpinan Puncak Manajemen puncak memiliki pengaruh simbolis terhadap budaya organisasi. Sikap dan tindak-tanduknya akan diperhatikan sebagai suatu arahan mengenai perilaku apa yang dapat diterima oleh organisasi dan bagaimana masalah dalam organisasi diatasi. Misalnya, tindakan Presiden untuk mengganti pejabatnya yang diduga terlibat kasus korupsi menunjukkan adanya komitmen yang kuat terhadap upaya pemberantasan korupsi di Negara tersebut.

3) Sosialisasi Pada umumnya semua pegawai yang baru direkrut oleh organisasi berpotensi untuk bertindak dan berperilaku yang tidak sesuai dengan prinsip dan keyakinan organisasi yang sudah terbentuk. Untuk itulah semua pegawai yang baru direkrut seperti di Kepolisian, TNI, dan pegawai negeri harus menjalani pendidikan dan pelatihan (diklat) sebelum bertugas. Mereka diberikan pelatihan di lokasi tertentu dalam waktu tertentu. Sosialisasi ini kemudian akan berlanjut di sepanjang pengembangan karier pegawai dalam organisasi. Seorang manajer/atasan atau pegawai senior dapat memberikan coaching untuk membimbing para pegawai muda yang baru bertugas.

4) Penggunaan metode reward dan punishment yang sesuai Reward dan punishment (penghargaan dan hukuman) dapat menjadi sebuah pesan

yang kuat bagi para anggota organisasi. Kejadian-kejadian seperti siapa yang dipecat oleh atasan, diberikan sanksi, atau bahkan dipromosikan dapat menjadi petunjuk dan arahan perilaku untuk dihindari (untuk tindakan yang berefek buruk) atau diikuti (untuk tindakan yang berefek baik) oleh anggota organisasi.

Budaya organisasi dapat ditransmisikan kepada para anggota organisasi melalui berbagai macam bentuk, menurut Robbins dan Barnwell (2002), yaitu:

1) Cerita Cerita dapat berbentuk kisah nyata dari suatu kejadian yang dialami oleh seorang tokoh dalam organisasi yang mungkin bisa dimodifikasi untuk menekankan aspek tertentu dari kejadian tersebut.

2) Ritual Ritual adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan, seperti misalnya upacara pemberian penghargaan kepada karyawan atas prestasi atau lamanya masa pengabdian, kegiatan olahraga mingguan, dan acara piknik bersama tahunan yang mengekspresikan kebersamaan, penghargaan, dan memberikan penyegaran suasana bagi para anggota organisasi.

3) Simbol Dalam banyak kasus, simbol digunakan untuk mencitrakan suatu budaya tertentu dari organisasi. Simbol merupakan satuan budaya yang terkecil dan paling mendasar. Simbol budaya membangkitkan suatu ide tersendiri bagi orang lain. Sebagai contoh, sebuah tim olahraga memilih suatu maskot dan nama tertentu yang mewakili suatu kualitas yang mereka ingin orang lain melihatnya, seperti nama Chicago Bulls, Orlando Magic, dan sebagainya. Dunia kita juga dikelilingi dengan simbol-simbol organisasi dan perusahaan modern, seperti: seragam perawat rumah sakit internasional, seragam anak sekolah yang tidak lagi sebatas pada warna putih merah bagi anak Sekolah Dasar atau putih biru bagi anak SMP, logo Microsoft Windows, tata ruang kantor, dan sebagainya yang merupakan sebagian kecil contoh budaya organisasi melalui simbol.

4) Observasi dan pengalaman Manusia merupakan anggota dari suatu sistem sosial. Apa yang mereka pelajari dari organisasi merupakan hasil dari observasi dan pengalaman. Ketika terjadi konflik antara apa yang diamati dan dialami dengan apa yang tertulis dalam aturan, maka observasi dan pengalaman akan memiliki pengaruh yang lebih besar.

5) Bahasa Banyak organisasi menggunakan jargon dan terminologi tertentu sebagai cara untuk

mengidentifikasi anggota dari budaya atau subbudaya tersebut. Telkom menggunkana jargon “Committed to you”, sebagai bentuk kepedulian dan komitmennya yang besar tehadap pelanggan. Para pegawai baru di Kementerian Keuangan mungkin akan didoktrinasi dengan jargon baru “Nagara Dana Rakca”, yang setelah enam bulan jargon ini menjadi hal yang biasa bagi mereka.

3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

Budaya organisasi dipengaruhi oleh berbagai aspek yang meliputi dimensi eksternal dan internal yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Budaya organisasi yang dominan yang berkembang dalam suatu organisasi pada intinya merupakan produk dari tujuan dan metode yang dibangun oleh pendiri organisasi atau Budaya organisasi dipengaruhi oleh berbagai aspek yang meliputi dimensi eksternal dan internal yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Budaya organisasi yang dominan yang berkembang dalam suatu organisasi pada intinya merupakan produk dari tujuan dan metode yang dibangun oleh pendiri organisasi atau

Lingkungan eksternal Kebijakan

Tujuan

(Pelanggan/Pesaing) Organisasi

Aturan dan Prosedur

Struktur Organisasi

Budaya

(Pekerjaan dan Peran) Organisasi Jalur Komunikasi

Sikap dan Keahlian Pegawai

Mekanisme

Penggunaan

Pengambilan Keputusan

Teknologi

Gambar 2.2. Keterkaitan antara Aspek Budaya Organisasi (G. A. Cole, 2004).

Budaya yang ada pada setiap organisasi akan berbeda, namun dalam satu organisasi/institusi, budaya organisasi harus sama, karena disatukan oleh visi, misi, dan tujuan bersama. Dalam satu institusi yang sama, untuk lokasi/daerah yang berbeda, adanya tradisi dan kebiasaan setempat dapat menghasilkan strategi dan implementasi budaya yang berbeda, namun tetap mengarah kepada tujuan yang sama dalam organisasi tersebut. Disini bisa dikatakan bahwa dalam satu budaya yang dominan di suatu organisasi, selalu akan ada subbudaya, yang bekerja pada tingkat pengaruh yang lebih rendah. Sedangkan dalam organisasi yang berbeda, budaya organisasi akan berbeda, disebabkan institusi yang berbeda, mempunyai visi, misi, nilai, dan tujuan yang berbeda yang diterjemahkan ke dalam strategi yang berbeda pula.

4. Unsur dan Prinsip Budaya Organisasi

Budaya organisasi dapat ditumbuhkan dengan menata unsur-unsurnya. Unsur ini sangat terkait satu sama lain. Unsur budaya organisasi yang penting menurut Rhenald Kasali (2007) adalah:

1) Sejarah organisasi Setiap organisasi punya sejarah yang tidak terhapuskan. Manusia Indonesia hari ini dibentuk oleh sejarah bangsa yang dibangun selama ratusan tahun, demikian pula dalam perusahaan atau institusi pemerintahan. Sebagai contoh, kita tidak mungkin memahami perilaku peneliti di Bappenas tanpa memahami proses pendirian dan pengembangan yang dinamis oleh Prof. Widjojo Nitisastro. Sementara itu, budaya Kementerian Keuangan tidak dapat dipisahkan dari penerbitan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI).

2) Nilai-nilai dasar dan keyakinan Nilai-nilai dasar dan keyakinan adalah fondasi sebuah identitas organisasi. Nilai adalah sesuatu yang memaknai jati diri seseorang sebagai anggota sebuah organisasi. Sedangkan keyakinan adalah sesuatu yang dipercayai bersama. Misalnya, Johnson & Johnson, sebuah perusahaan produsen perlengkapan bayi ternama, percaya bahwa tanggung jawab pertama dan utama mereka bukanlah kepada pemegang saham, melainkan kepada para dokter, juru rawat, rumah sakit, ibu-ibu, dan semua orang yang memakai produk Johnson & Johnson.

3) Simbol-simbol yang kasatmata Simbol-simbol merupakan terjemahan dari nilai-nilai dan keyakinan yang diakui oleh organisasi. Simbol dapat berbentuk logo, nama organisasi, cara berpakaian karyawan, dan sebagainya. Simbol itu menjadi hal yang akan diingat oleh konsumen dan juga harus dijiwai oleh segenap anggota organisasi. Seperti contoh, Honda menggunakan simbol berbentuk huruf H yang mirip dengan bentuk pintu tori untuk memasuki halaman utama kuil di Jepang yang melambangkan kesatuan bumi dan langit.

4) Bahasa Banyak organisasi yang menggunakan bahasa seperti slogan, motto, filosofi, bahasa percakapan, dan bentuk-bentuk lainnya untuk memberikan arti tertentu kepada karyawannya. Seperti contoh di perusahaan EMS (Express Mail Service) digunakan slogan We only stop at red light (kami hanya berhenti di depan tanda lampu lalu lintas warna merah). Motivator Andri Wongso menggunakan kata-kata mutiara: If better is possible, good is not enough! (Kalau lebih baik memungkinkan, baik saja tidak cukup!) untuk menggerakkan semangat pendengar-pendengarnya.

Sementara, Direktorat Jenderal Pajak sangat dikenal dengan mottonya Orang Bijak Taat Pajak.

5) Ritual dan seremoni Ritual adalah sebuah kegiatan yang bersifat ekspresif dan dilakukan melalui serangkaian langkah berkelanjutan yang konsisten secara rutin atau berulang-ulang. Seperti contoh, kepada pegawai negeri yang telah mengabdi dalam rentang waktu misalnya 10 tahun berturut-turut dianugerahkan kepadanya Satyalancana dengan maksud untuk memperteguh identitas sosial dan meningkatkan status pegawai tersebut.

Organisasi yang berhasil selalu berkeyakinan bahwa unsur penting dari budaya organisasi harus diintegrasikan (melalui media formal dan informal) ke tiap jenjang organisasi, diterjemahkan dalam praktik rutin, dan diterapkan dalam lingkungan kerja sehingga menjadi jalan hidup bagi organisasi. Untuk itulah beberapa prinsip penting budaya organisasi perlu diperhatikan yang menurut University of Michigan Hospitals and Health Centers, di antaranya:

1) Atribut budaya disampaikan melalui pernyataan visi, misi, nilai-nilai, tujuan, kebijakan, prosedur, dan standar praktik organisasi.

2) Budaya organisasi tercakup dalam motto organisasi. Sebagai contoh, pada industri di Jepang, konsep Kaizen digunakan untuk mempropagandakan suatu pesan bahwa setiap kekurangan merupakan acuan utama sebagai jalan ke arah perbaikan.

3) Unsur budaya terutama nilai dasar dan keyakinan dimasukkan dalam proses perencanaan strategis, termasuk dalam pengembangan rencana dan program formal dan penentuan tujuan secara konkret.

4) Misi keseluruhan organisasi harus dihubungkan dengan tujuan unit organisasi yang lebih kecil dan organisasi harus merincikan strategi khusus pada

bagaimana lingkungan kerja dan bagaimana pencapaian tujuan ini diukur.

5. Peran Budaya Organisasi

a. Budaya dan Efektivitas Organisasi

Bagaimana budaya berpengaruh terhadap efektivitas organisasi? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu membedakan antara dua bentuk kebudayaan, yaitu budaya yang kuat dan budaya yang lemah.

1) Budaya yang kuat dicirikan oleh dipegang teguhnya nilai inti organisasi dengan perintah yang jelas dan dipahami secara luas oleh para anggotanya. Semakin anggota yang menerima nilai inti itu menyadari pentingnya budaya dan memiliki 1) Budaya yang kuat dicirikan oleh dipegang teguhnya nilai inti organisasi dengan perintah yang jelas dan dipahami secara luas oleh para anggotanya. Semakin anggota yang menerima nilai inti itu menyadari pentingnya budaya dan memiliki

2) Budaya yang lemah dicirikan dengan tingginya tingkat perubahan komposisi dan pergantian anggota organisasi sehingga para anggotanya tidak memiliki waktu yang cukup untuk dapat saling berbagi pengalaman dalam menciptakan suatu kesepahaman bersama. Bila suatu budaya dikatakan kuat, bagaimana budaya tersebut bisa

mempengaruhi efektivitas organisasi? Sebagaimana definisi yang disampaikan oleh Schein, budaya berperan penting dalam integrasi internal dan adaptasi eksternal dari organisasi terhadap lingkungannya. Dengan demikian, organisasi yang sukses akan berusaha mewujudkan kesesuaian antara strategi dan lingkungannya. Sebagai contoh, strategi yang berorientasi pasar (market-driven strategy) lebih tepat digunakan dalam lingkungan yang dinamis. Strategi ini mensyaratkan agar suatu budaya menekankan pada inisiatif, integrasi antar unit organisasi yang tinggi, mau mengambil risiko, toleran pada konflik, dan tingkat komunikasi horizontal yang tinggi. Sementara itu, strategi yang berorientasi produk (product-driven strategy) lebih berfokus pada efisiensi, bekerja sebaik-baiknya dalam lingkungan yang stabil, meminimalkan risiko dan konflik, serta menekankan pentingnya kesesuaian dengan standar operasional.

Lingkungan eksternal selalu berubah seiring perkembangan waktu. Teknologi dan harapan pemangku kepentingan yang dilayani oleh organisasi privat maupun organisai pemerintah, seperti pelanggan (konsumen), wajib pajak, masyarakat, dan satuan kerja (satker) menjadi semakin kompleks karena pengaruh globalisasi sehingga mendorong budaya suatu organisasi untuk menyesuaikan diri agar organisasi tetap berjalan efektif. Namun, semakin kuat suatu budaya, maka semakin sulit budaya itu untuk berubah.

Sebagai contoh, pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998 terdapat kecenderungan budaya birokrasi di Indonesia mengikuti pola bureaumania seperti terjadinya inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi Sebagai contoh, pada masa Orde Baru sampai menjelang masa transisi tahun 1998 terdapat kecenderungan budaya birokrasi di Indonesia mengikuti pola bureaumania seperti terjadinya inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi

Kondisi pada waktu itu telah menyebabkan budaya birokrasi lama tersebut dalam operasional organisasi pemerintah selanjutnya menjadi semacam zona nyaman (comfort zone) yang melekat kuat di setiap tingkatan manajemen dan hubungan antar lembaga Negara. Namun demikian, sekarang sebagian besar organisasi ini telah direformasi dan salah satu lembaga birokrasi yang melakukan reformasi birokrasi ialah Kementerian Keuangan sebagai percontohan reformasi birokrasi yang mulai diberlakukan sejak tahun 2007. Meskipun melalui proses panjang dan tidak mudah, mekanisme dan prosedur kerja berbelit-belit dan penyalahgunaan status tadi kemudian diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya. Keseluruhan organisasi harus menyadari bahwa saat ini tidak cukup hanya bagaimana pekerjaan dilaksanakan saja, tetapi ukuran efisiensi juga harus dipenuhi dengan mekanisme anggaran berbasis kinerja dan penentuan indikator kinerja utama. Budaya lama yang berorientasi pada kewajiban diganti dengan budaya baru yaitu kerjasama, kompetensi pegawai yang lebih luas dan bertanggung jawab untuk menghindari terjadinya pemborosan.

b. Budaya sebagai Pengganti Aturan Formal

Budaya yang kuat dapat menciptakan perilaku yang senantiasa konsisten dari waktu ke waktu. Aturan formal dan budaya merupakan dua jalan yang berbeda namun

memiliki tujuan yang sama. Semakin kuat budaya suatu organisasi maka tugas pihak manajemen untuk mengembangkan suatu aturan formal yang dapat mengarahkan perilaku pegawai menjadi semakin ringan. Arah ini sudah diinternalisasi oleh pegawai ketika mereka mempelajari budaya organisasi.

Sangat tidak mungkin untuk menuliskan semua aturan yang mengatur semua perilaku pegawai dalam organisasi. Yang mungkin dilakukan adalah menanamkan pengertian kepada para pegawai tentang akibat dari suatu kesalahan yang mereka lakukan, sekecil apapun, dan mengakomodasi terbentuknya interpretasi dan improvisasi dalam tindakan untuk sesuatu yang belum ditetapkan aturannya. Konsep ini sudah diterapkan pada beberapa organisasi seperti instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir, tambang minyak lepas pantai, dan sistem pengendali lalu lintas penerbangan udara.

Pada organisasi tersebut, bila pegawai tidak disiplin dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga terjadi kesalahan atau keterlambatan, akan berakibat jatuhnya korban dan merugikan banyak pihak.

6. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Budaya Organisasi

Budaya menjalankan sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi. Pertama, budaya organisasi mempunyai satu peranan dalam menetapkan tapal batas, artinya budaya organisasi akan menciptakan pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lainnya. Kedua, budaya organisasi akan membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya organisasi akan mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya organisasi akan lebih meningkatkan kemantapan dalam sistem kerja dan sistem sosial dalam suatu organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi akan dapat menjadi perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para pegawai. Dan yang terakhir, budaya organisasi akan berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para pegawai.

Secara alami budaya organisasi tidak berwujud, bersifat implisit, dan dianggap biasa saja. Tetapi, setiap organisasi akan mengembangkan seperangkat inti pengandaian, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari dalam beraktivitas di tempat kerja. Sebelum seorang pegawai baru belajar aturan-aturan itu, mereka tidak akan diterima baik sebagai anggota penuh dari organisasi tersebut.

Peran budaya organisasi dalam mempengaruhi perilaku pegawai tampaknya akan semakin penting di tempat kerja dewasa ini. Dengan telah dilebarkannya rentang

kendali, didaftarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim, dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya pegawai oleh suatu organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang akan diarahkan kepada arah yang sama.

Tujuan fundamental dari budaya organisasi adalah untuk mewujudkan penyesuaian diri organisasi dengan lingkungannya dan memenuhi kebutuhan manusiawi yang lebih dalam dengan menyediakan rasa memahami dan memiliki bagi anggota organisasi. Suatu organisasi yang memiliki budaya yang kuat akan dapat memperoleh hasil yang lebih baik, hal ini dikarenakan para pekerja/pegawainya telah mengetahui dan memahami akan “Pekerjaan apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara Tujuan fundamental dari budaya organisasi adalah untuk mewujudkan penyesuaian diri organisasi dengan lingkungannya dan memenuhi kebutuhan manusiawi yang lebih dalam dengan menyediakan rasa memahami dan memiliki bagi anggota organisasi. Suatu organisasi yang memiliki budaya yang kuat akan dapat memperoleh hasil yang lebih baik, hal ini dikarenakan para pekerja/pegawainya telah mengetahui dan memahami akan “Pekerjaan apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara

1) meningkatkan kualitas hasil kerja

2) meningkatkan kualitas pelayanan

3) menciptakan budaya kualitas

4) meningkatkan profesionalitas

5) mengurangi kelemahan birokrasi. Melaksanakan budaya organisasi mempunyai arti yang sangat dalam karena akan menciptakan sikap dan perilaku sumber daya manusia dalam mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tuntutan dan tantangan di masa yang akan datang. Manfaat yang diharapkan dari penerapan budaya organisasi antara lain sebagai berikut:

1) Menjamin hasil kerja dengan kualitas yang lebih baik;

2) Membuka seluruh jaringan komunikasi, kegotongroyongan, kekeluargaan, sehingga cepat menemukan dan memperbaiki kesalahan dan cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan dari luar;

3) Mengurangi laporan berupa data-data dan informasi yang salah dan palsu.

7. Model Budaya Organisasi

Handy (1993), ketika mendiskusikan tentang budaya organisasi, menampilkan beberapa alternatif model budaya yang mungkin dianut oleh suatu organisasi. Ia mengidentifikasi empat model budaya utama yang membedakan antara organisasi yang satu dengan yang lainnya.

Model Handy sesungguhnya menyederhanakan realitas dari budaya organisasi, yang bukan tidak mungkin pada kenyataannya tidak ada budaya organisasi yang terwakili dalam salah satu dari keempat model budaya tersebut. Ia sendiri mengakui bahwa tipologi yang diperkenalkannya hanyalah sebuah kesan yang ditangkapnya dan tidak begitu tepat, dengan alasan bahwa “suatu budaya tidak dapat dengan tepat didefinisikan, karena budaya adalah sesuatu yang dilihat dan dirasakan”. Meskipun demikian, ia menunjukkan beberapa elemen kunci dari budaya, yang sangat penting, seperti:

• Bagaimana kekuasaan dan/atau kendali dikelola oleh organisasi – tersentralisasi

atau tersebar di seluruh elemen organisasi; • Tipe kekuasaan apa yang dijunjung tinggi dalam organisasi – kekuasaan persona

(kharisma) kekuasaan sumber daya, kekuasaan posisi (birokrat), atau kekuasaan ahli;

• Metode kerja apa yang disukai – individualistik, kolaborasi, atau kompetisi; • Apakah orang-orang harus menyesuaikan diri dengan struktur atau apakah

struktur yang mengakomodasi orang-orang; • Kepentingan siapa yang dilayani oleh budaya dominan – pimpinan, pemegang

posisi kunci, individu, atau kelompok tertentu; • Bagaimana dengan pemangku kepentingan yang lain, seperti pelanggan,

pemasok, pemegang saham.

Tabel 2.1. Model Budaya Organisasi menurut Handy (1993) Tipe

Metafora/Bisa

Karakteristik

Disamakan Dengan

Budaya Kekuasaan

Jaring laba-laba

Kendali/kekuasaan berasal dari titik pusat; sangat politis dan penuh risiko; didominasi oleh kekuasaan atas sumber daya dan kekuasaan persona. Budaya ini melayani pimpinan dan figur pimpinan

Budaya Peran

Model candi

Struktur klasik; bersifat birokratis; peran lebih penting daripada orang yang mengisinya; kekuasaan yang dimiliki oleh suatu posisi mendominasi, dan kekuasaan ahli dapat ditoleransi. Budaya ini melayani sebab dari struktur (peraturan).

Budaya Tugas

Jala/Net

Fokusnya adalah pada penyelesaian pekerjaan; keahlian dan kontribusi individu sangat dihargai; kekuasaan ahli mendominasi, tetapi baik kekuasaan persona dan posisi penting; dorongan mempersatukan kelompok dimanifestasikan dalam kolaborasi tingkat tinggi.

Budaya Persona

Galaksi atau kluster

Gabungan individu yang berdiri sendiri – umumnya para professional – menggunakan fasilitas bersama tetapi mengejar tujuan sendiri secara terpisah; kekuasaan bukanlah isu yang utama, karena anggota adalah ahli di bidangnya masing-masing. Tipe organisasi ini melayani individu.

Sumber: G. A. Cole (2004).

Wijaya (2007) menyatakan bahwa competing values framework merupakan salah satu konsep yang dapat digunakan untuk mendiagnosa budaya organisasi. Model ini merumuskan cara mendiagnosa budaya organisasi berdasarkan fenomena karakteristik dominan organisasi, model manajerial dan kepemimpinan, cara pengelolaan karyawan, perekat organisasi, strategi yang diterapkan, dan kriteria keberhasilan.

Semua indikator dalam budaya organisasi sebagaimana disebutkan di atas, dikelompokkan dalam dua dimensi kriteria efektifitas. Dimensi pertama merumuskan Semua indikator dalam budaya organisasi sebagaimana disebutkan di atas, dikelompokkan dalam dua dimensi kriteria efektifitas. Dimensi pertama merumuskan

Fleksibilitas dan Dinamika

Personal

Dinamis dan kewirausahaan

Hangat dan peduli

Pengambil risiko

ok

Kesetiaan dan tradisi

Inovasi dan pengembangan

Keterikatan dan moral

Pertumbuhan dan penggalian

egr

Kesamaan

sumber daya

Menghargai inisiatif

Formal dan terstruktur

Berorientasi produk

nt

Penegakan hukum

Mengejar tujuan dan target

ifer

Aturan dan Kebijakan

Penyelesaian tugas

Stabilitas

Prestasi dan kompetisi

ens

Penghargaan berdasarkan

Penghargaan berdasarkan

F prestasi

Stabilitas dan Kendali

Gambar 2.3. Competing values framework (Wijaya, 2007, dan diadaptasi dari Zammuto & Krakower,

Secara sederhana model competing values framework menghasilkan 4 kuadran budaya organisasi yaitu budaya klan, budaya hirarki, budaya market dan budaya adhocracy. Gambar 2.3. menggambarkan model tersebut. Penjelasan mengenai masing masing budaya adalah sebagai berikut:

1) Budaya klan

Organisasi dengan budaya klan adalah organisasi yang memiliki karakteristik memusatkan pada kondisi internal, integrasi, fleksibilitas dan kebebasan dalam memilih. Kondisi ini mirip sebuah keluarga besar. Beberapa indikator yang dapat ditemukan dalam organisasi tersebut antara lain pemimpin yang bertindak sebagai mentor; terdapat tradisi dan kesetiaan yang kuat; manajemen SDM merupakan dasar pengembangan kerjasama, konsensus dan partisipasi; kriteria keberhasilan lebih menitikberatkan pada pengembangan SDM, kerjasama, komitmen karyawan dan perhatian pada SDM.

2) Budaya Hirarki

Organisasi dengan budaya hirarki cenderung bersifat memusatkan pada kondisi internal, integrasi, stabilitas dan pengendalian. Beberapa indikator dalam organisasi ini antara lain tempat kerja formal dan terstruktur; prosedur menjadi Organisasi dengan budaya hirarki cenderung bersifat memusatkan pada kondisi internal, integrasi, stabilitas dan pengendalian. Beberapa indikator dalam organisasi ini antara lain tempat kerja formal dan terstruktur; prosedur menjadi

3) Budaya Market

Organisasi dengan budaya market memiliki kecenderungan untuk memfokuskan pada stabilitas, pengendalian, fokus pada kondisi eksternal serta diferensiasi. Indikator yang dapat ditemukan dalam organisasi ini antara lain kepemimpinan yang agresif dan berorientasi pada hasil; pola manajerial yang bersifat kompetitif dan berorientasi pada tujuan; perekat dalam organisasi adalah keunggulan dalam pasar, dan pencapaian tujuan. Pada umumnya organisasi ini memiliki dorongan yang kuat dalam bersaing dan menang.

4) Budaya Adhocracy

Organisasi dengan budaya adhocracy memiliki karakteristik berorientasi pada pihak luar, diferensiasi, fleksibel dan kebebasan untuk memilih. Indikator yang ditemukan dalam organisasi seperti ini adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai inovator dan pengambil risiko; pengelolaan SDM berdasarkan kemampuan individu dalam mengambil risiko, inovasi dan keunikan; perekat organisasi adalah komitmen untuk berinovasi dan pengembangan; strategi organisasi berorientasi pada sumber daya baru dan menciptakan tantangan; kriteria keberhasilan adalah pada produk atau layanan yang unik dan berbeda.

8. Transformasi Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah tradisi yang sangat sukar diubah. Pada organisasi baru, membangun budaya organisasi yang sesuai dengan misi akan lebih mudah melakukannya. Tetapi dalam organisasi seperti kementerian dan lembaga non- departemen di pusat dan dinas serta lembaga non-dinas di daerah, nilai dan perilaku sudah berkembang menjadi tradisi yang sukar berubah.

Peter Bijur (2001) menganggap syarat yang paling utama untuk menjamin keberhasilan upaya perubahan budaya organisasi adalah kepemimpinan yang kuat (strong leadership) baik dalam kemampuan memimpin maupun dalam ketajaman visinya. Selanjutnya, ada 5 faktor yang penting untuk mensukseskan perubahan budaya organisasi yaitu:

1) Nilai-nilai yang mendukung pencapaian visi yang telah ditetapkan;

2) Motivasi yang mampu memobiliasi dukungan untuk perubahan;

3) Ide dan Strategi yang tepat untuk menciptakan lingkungan yang mampu menyuburkan kebersamaan dalam perumusan ide-ide dan strategi untuk mendorong perubahan;

4) Tujuan yang jelas serta selalu dikomunikasikan kepada para anggota organisasi;

5) Etika kinerja yang ditumbuhkan dengan sistem remunerasi dan penghargaan yang tepat. Perubahan budaya organisasi adalah ibarat perjalan panjang yang melelahkan

dan merupakan upaya yang bersifat incremental (bertahap), tidak bisa dicapat melalui gebrakan revolusioner. Budaya organisiasi paternalisitik dan sentralistik, misalnya, tidak serta merta berhasil berubah dengan menjungkirbalikkan pemerintah yang berkuasa, seperti yang pernah kita alami selama beberapa tahun ini.

Organisasi yang ingin merubah budayanya harus berani menempuh jalan yang tidak selalu lurus dalam kondisi stabil, tetapi harus melalui turbulence (guncangan) atau bahkan chaos (kekacauan), untuk mencapai penyesuaian dengan nilai-nilai, norma- norma, perilaku dan simbol-simbol budaya baru. Organisasi harus disipkan untuk selalu adaptif terhadap perubahan-perubahan, harus berani bereksperimen, harus berani gagal dan harus dapat menyesuaikan diri dengan unsur-unsur budaya baru, yang ditegakkan oleh pimpinan organisasi.

Walaupun sudah dilakukan dengan komitmen yang tinggi serta program yang benar, selalu ada risiko perubahan budaya organisasi tidak berjalan seperti diharapkan, atau dalam kasus ekstrem bertentangan dengan arah yang diinginkan. Perubahan budaya organisasi adalah proses panjang dan mahal yang tidak ada jaminan akan sukses. Minimal diperlukan waktu 5 sampai 10 tahun untuk merubah budaya organisasi dengan skala besar seperti Republik Indonesia atau pemerintah provinsi, kabupaten dan kota. Karena itu strategi yang diajurkan oleh para ahli (Morgan, 1996 dan Toolpack, 2001) adalah perubahan secara bertahap dan gradual. Memang kurang revolusioner, kurang radikal tetapi lebih aman.

Untuk mengatasi tantangan globalisasi, perubahan cara kerja baru yang lebih efektif dan efisien, lebih demokratis dan terbuka, lebih rasional dan fleksibel, dan lebih bersifat terdesentralisasi sangat diperlukan oleh semua organisasi, termasuk organisasi pemerintah. Untuk itu manajemen harus berorientasi pada tujuan agar lebih efektif dan efisien, dengan cara sebagaimana berikut:

a. Merumuskan tujuan dan sasaran organisasi secara jelas dan rinci (Planning);

b. Tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan dalam kebijaksanaan dan strategi yang operasional (Organizing);

c. Dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak, baik yang berupa kerja sama maupun koordinasi (Actuating); c. Dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak, baik yang berupa kerja sama maupun koordinasi (Actuating);

Perubahan tersebut akan dapat terlaksana bilamana didahului oleh perubahan sikap dan perilaku sumber daya manusia yang akan menjadi pendukung utama perubahan manajemen tersebut. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kegiatan yang berupa mencari nilai-nilai baru, kemudian dimasyarakatkan atau dilatihkan, dilaksanakan, disempurnakan secara terus-menerus, menjadi kebiasaan kerja, dan akhirnya baru menjadi budaya baru yang dimilikinya.

Unsur yang terkandung dalam upaya perubahan tersebut meliputi kekuatan motivasi. Motivasi tidak akan berarti kalau tidak memiliki keterampilan atau profesional. Memiliki motivasi-keterampilan-kepribadian tidak cukup kalau tidak bisa berperan atau berbuat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produktivitas budaya organisasi merupakan sikap mental yang selalu mencari perbaikan atau penyempurnaan apa yang telah dicapai, dengan menerapkan teori-teori atau metode-metode baru serta yakin akan kemajuan umat manusia. Dalam hal ini dapat dilihat kaitan antara kepribadian dan hasil kerja, dimana kepribadian itu terkandung unsur bakat, keterampilan, minat, sifat, gairah, dan nilai-nilai. Kepribadian tersebut menjadi sikap, kemudian mejadi perilaku yang mengandung unsur semangat, disiplin, rajin, jujur, tanggung jawab, hemat, integritas, sehingga hasil kerja akan mencapai kualitas yang tinggi atau memuaskan.

Dalam melaksanakan budaya organisasi dalam manajemen modern diperlukan banyak kreativitas dan kombinasi baik ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal yang paling mendasar adalah penguasaan atas nilai-nilai yang patut diangkat dalam administrasi/manajemen dalam rangka menghadapi berbagai macam tantangan yang sedang berjalan maupun yang akan datang.

C. Latihan 1 Jawab dan tanggapi beberapa pertanyaan dan instruksi berikut.

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan budaya organisasi!

2. Sebutkan 5 faktor yang penting untuk mensukseskan perubahan budaya organisasi!

3. Jelaskan cara yang dapat digunakan untuk dapat mentransmisikan budaya organisasi kepada para anggota organisasi!

4. Jelaskan tentang tingkatan budaya menurut Schein!

5. Uraikan perbedaan tiap model budaya organisasi yang diperkenalkan oleh Handy!

D. Rangkuman

Budaya organisasi adalah semua ciri yang menunjukkan kepribadian suatu organisasi: keyakinan bersama, nilai-nilai dan perilaku-perlaku yang dianut oleh semua anggota organisasi. Menurut Edgar H. Schein, budaya organisasi adalah suatu pola dari asumsi dasar dimana kelompok telah mengetahui bahwa asumsi itu dapat memecahkan masalah dalam melakukan adaptasi eksternal dan integrasi internal, dan telah berjalan dengan baik serta dinyatakan sebagai hal yang benar. Oleh karena itu perlu diajarkan kepada anggota kelompok yang baru bahwa ini merupakan cara yang benar untuk dihayati, dipikirkan, dan dirasakan. Sesuai definisi ini maka tingkat budaya menurut Schein meliputi: artifact, espoused values, dan basic assumptions.

Kebiasaan, tradisi, dan cara-cara umum dalam melakukan sesuatu di suatu organisasi pada saat ini dipengaruhi oleh apa yang telah dilakukan oleh organisasi itu di masa lalu dan tingkat kesuksesan yang dicapai dengan perilaku tersebut. Dengan demikian sumber awal dari budaya organisasi adalah dari para pendiri organisasi itu sendiri. Setelah suatu budaya terbentuk pada suatu organisasi, diperlukan usaha-usaha dari dalam organisasi untuk mempertahankan dan memelihara keberadaan budaya tersebut, yaitu melalui: Praktik Seleksi, Perilaku Pimpinan Puncak, Sosialisasi, dan Penggunaan metode reward dan punishment yang sesuai.

Tujuan organisasi pada mulanya memicu jenis budaya yang dimunculkan oleh pendiri organisasi dan suksesornya melalui visi organisasi. Sampai sejauh mana budaya itu diterima sangat tergantung pada faktor kepemimpinan dan kharisma. Lingkungan eksternal (pelanggan, pesaing, pemasok, dan pemangku kepentingan eksternal lainnya) memiliki pengaruh pada apa yang dipilih organisasi untuk dilakukan dan bagaimana melakukannya. Secara internal, kemampuan dan sikap pegawai, teknologi, struktur organisasi, mekanisme dan prosedur kerja juga ikut berpengaruh.