TERGERUSNYA RUANG AMAN PEREMPUAN DALAM PUSARAN POLITIK POPULISME CATATAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

TERGERUSNYA RUANG AMAN PEREMPUAN DALAM PUSARAN POLITIK POPULISME CATATAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TAHUN 2017

KOMNAS PEREMPUAN Jakarta, 7 Maret 2018

KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN TERGERUSNYA RUANG AMAN PEREMPUAN DALAM PUSARAN POLITIK POPULISME CATATAN TAHUNAN TENTANG KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Jakarta, 7 Maret 2018

UCAPAN TERIMAKASIH DAN DAFTAR LEMBAGA MITRA PENGADA LAYANAN YANG BERPARTISIPASI

Komnas Perempuan mengucapkan terimakasih kepada sejumlah lembaga mitra pengada layanan di berbagai wilayah di Indonesia yang mau bekerjasama dalam berbagi data sehingga Catatan Tahunan (CATAHU) 2018 berhasil diterbitkan. Semua lembaga mitra pengada layanan tersebut adalah:

ACEH

JAMBI

1. PN Bireuen

30. PN Sungai Penuh

2. PN Blangkejeren

31. PN Jambi

3. PN Calang

32. Aliansi Perempuan Merangin

4. PN Meulaboh

33. Polda Jambi

5. PN Sinabang

6. YLBHI – LBH Banda Aceh

SUMATERA SELATAN

7. LBH Apik Aceh

34. PN Baturaja

8. P2TP2A Kab. Bireuen

35. PN Muara Enim

SUMATERA UTARA

36. PN Sekayu

37. WCC Palembang

9. PN Gunung Sitoli

38. Polres Banyuasin

10. HAPSARI

11. LBH APIK Medan

LAMPUNG

12. LBH Medan

13. Perkumpulan SADA AHMO

39. PN Kotabumi (PESADA)

40. PN Metro

14. Soripada

41. PN Sukadana

15. Serikat Perempuan Indonesia

42. RPTC Dinas Sosial Prov. Lampung

(SPI) Labuhan Batu

16. Polres Asahan

43. Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR

SUMATERA BARAT

44. RPK Polda Lampung

17. PN Padang Panjang

45. RSUD dr H Abdul Moeloek

18. PN Painan

46. P2TP2A Provinsi Lampung

19. PN Solok

47. DP3AKB Kab. Lampung Barat

20. PN Tanjung Pati

BANGKA BELITUNG

21. WCC Nurani Perempuan

22. Polres Pasaman

48. Polda Bangka Belitung

49. Perlindungan dan Pemberdayaan

23. RPK Polda Sumatera Barat

24. Polres Solok Kota Hak-Hak Perempuan

50. DP3A Kab. Belitung

BENGKULU KEPULAUAN RIAU

51. PN Arga Makmur

25. UPPA Polres Tanjung Pinang

52. PN Manna

26. RSUD Kabupaten Karimun

53. WCC Bengkulu ‘Cahaya

RIAU

Perempuan’

54. Yayasan PUPA (Pendidikan

27. PN Rengat untuk Perempuan dan Anak)

28. Polres Siak

29. P2TP2A Kab. Siak

BANTEN

55. Polda Banten

DKI JAKARTA

56. LBH APIK Jakarta

57. Yayasan Pulih

58. LBH Jakarta

59. PKBI Pusat

60. LBH Masyarakat

61. Puan Amal Hayati

62. Ardhanary Institute

63. Migrant Care

64. DPP HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia)

65. Kabar Bumi Pusat

66. LBH Pers

67. ECPAT Indonesia

68. PeKKA

69. Akara Perempuan (Klinik KDRT)

70. Solidaritas Perempuan

71. RS Persahabatan

72. RSAL dr. Mintohardjo

73. P2TP2A DKI Jakarta

JAWA BARAT

74. PN Garut

75. PN Sukabumi

76. PN Sumedang

77. WCC Mawar Balqis

78. WCC Pasunda Durebang

79. Bale Perempuan

80. SAPA Institute

81. Transvoice

82. LBH Bandung

83. HWDI Jawa Barat

84. SDMI Indramayu

85. SBMI Cirebon

86. Polda Jawa Barat

87. Polres Majalengka

88. Polres Kota Cirebon

89. Polres Sumedang

90. Polres Tasikmalaya

91. Polres Garut

92. P2TP2A Kota Bogor

93. P2TP2A Kab. Cianjur

94. P2TP2A Kab. Karawang

JAWA TENGAH

95. PN Banjarnegara

96. PN Banyumas

97. PN Boyolali

98. PN Cilacap

99. PN Magelang 100. PN Pati 101. PN Pekalongan 102. PN Pemalang 103. PN Tegal 104. PN Wonosobo 105. RPTC Dinas Sosial

Prov Jawa Tengah 106. PSMP Antasena Magelang 107. WCC Lentera Perempuan

Purwokerto 108. LRC-KJHAM 109. Aliansi Peduli Perempuan

Sukowati (APPS) Sragen 110. SPEK-HAM Solo

111. LBH APIK Semarang 112. UPIPA GOW Wonosobo 113. LSM Sahabat Perempuan 114. LPP Sekar Jepara 115. Yayasan Atma 116. Polres Rembang 117. Polres Blora 118. Polres Cilacap 119. Polres Karanganyar 120. Polres Temanggung 121. Polres Salatiga 122. Polres Purbalingga 123. Polres Jepara 124. P2TP2A Kab. Pekalongan 125. PPT Semai Rembang 126. DP3AKB Kab. Wonosobo 127. DP3AKB Kab. Pemalang 128. Bapermas Surakarta

DI YOGYAKARTA

129. PN Wonosari 130. WCC Rifka Annisa 131. WCC Suara Nurani

Perempuan LPSM Yabinkas 132. SAPDA 133. Polres Sleman 134. RSUD Sleman 135. RSUD dr. Sardjito 136. P2TP2A Kab. Sleman

137. PPT Arum Dalu Kab. Bantul 178. PN Praya 179. P2TP2A Kota Mataram

JAWA TIMUR

138. PN Bangil NTT 139. PN Bangkalan

180. PN Ruteng 140. PN Jombang

181. TRUK-F 141. PN Kab. Kediri

182. JPIT (Jaringan Perempuan 142. PN Lamongan

Indonesia Timur) 143. PN Nganjuk

183. Rumah Perempuan Kupang 144. PN Ngawi

184. Sanggar Suara Perempuan- 145. PN Pasuruan

TTS

146. PN Probolinggo 185. Yayasan Forum Perempuan 147. PN Situbondo

Sumba (Foremba) 148. PN Trenggalek

186. YABIKU NTT 149. WCC Jombang

187. Polres Ende 150. WCC Nganjuk

KALIMANTAN UTARA

151. Yayasan Savy Amira Sahabat Perempuan

188. RPK Polres Tarakan 152. Polres Trenggalek

KALIMANTAN TIMUR

153. Polres Nganjuk 154. Polres Magetan

189. Polres Bulungan 155. Polres Mojokerto

190. Polres Berau 156. Polres Kota Blitar

191. P2TP2A Sahabat Keluarga 157. Polres Kota Madiun

Kota Balikpapan 158. Polres Ponorogo

159. Polres Bojonegoro KALIMANTAN TENGAH 160. RS Bhayangkara Kediri

192. PN Muara Teweh 161. RS Bhayangkara Moestadjab

193. eLSPA (Lembaga Solidaritas Nganjuk

Perempuan dan Anak) 162. RSUD Soedono Madiun

KALIMANTAN BARAT

163. RSUD Kanjuruhan Malang 164. RS Bhayangkara Wahyu

194. PN Mempawah Tutuko Bojonegoro

195. PN Pontianak 165. P2TP2A Kota Surabaya

196. YLBH APIK Pontianak 166. P2TP2A Kab. Gresik

197. Polda Kalimantan Barat 167. P2TP2A Kab. Sidoarjo

198. Polres Sambas 168. PPT Jawa Timur

KALIMANTAN SELATAN BALI

199. PN Banjarbaru 169. PN Gianyar

200. PN Martapura 170. PN Singaraja

201. PN Rantau 171. PN Tabanan

202. PN Amuntai 172. PBHI Bali

203. PN Barabai 173. LBH APIK Bali

204. PN Pelaihari 174. Polres Klungkung

205. PN Kotabaru 175. Polres Gianyar

206. LKBH WK 176. Polres Tabanan

207. Polres Tabalong 208. Polres Banjar

NTB

209. Polres Hulu Sungai Selatan 177. PN Dompu

210. Polres Hulu Sungai Tengah

211. Polres Tanah Laut

SULAWESI UTARA

212. Polres Kota Banjarmasin 227. Terung Ne Lumimuut 213. Polres Tapin

228. Swara Parangpuan 214. P2TP2A Kota Banjarmasin

229. RS Bhayangkara TK III 215. P2TP2A Kab. Tanah Laut

Manado

SULAWESI TENGAH SULAWESI TENGGARA

216. RS Bhayangkara Palu 230. Aliansi Perempuan Sulawesi

SULAWESI BARAT

Tenggara (Alpen Sultra) 231. Yayasan Lambu Ina Raha

217. PN Polewali 232. Polda Sulawesi Tenggara 218. PN Majene

GORONTALO SULAWESI SELATAN

233. PN Gorontalo 219. PN Bantaeng

220. PN Bulukumba

MALUKU

221. PN Palopo 234. LAPPAN 222. PN Parepare

(LembagaPemberdayaan 223. PN Sinjai

Perempuan & Anak) 224. PN Watansoppeng

235. Yayasan Gasira 225. GIPA (Global Inklusi

Perlindungan AIDS)

MALUKU UTARA

226. LBH Makassar 236. PN Soasio

PAPUA BARAT

237. P2TP2A Kab. Fak Fak

UCAPAN TERIMA KASIH

Komnas Perempuan menyampaikan terimakasih kepada lembaga – lembaga yang mengirimkan data ke Komnas Perempuan namun karena keterlambatan pengiriman, data tersebut tidak bisa diolah. Lembaga tersebut adalah :

DI YOGYAKARTA

1. PN Sleman

BANTEN

2. PN Rangkas Bitung

KALIMANTAN BARAT

3. PN Putussibaau

TIM PENULIS

Tim Penulis Data Kualitatif

Adriana Venny Aryani, Aflina Mustafainah, Asma’ul Khusnaeny, Budi Wahyuni, Choirunnisa, Chrismanto Purba, Christina Yulita Purbawati, Dahlia Madanih, Dahlia Oktaviana, Dela Feby Situmorang, Dwi Ayu Kartika Sari, Dyah Ayu Kartika, Elwi Gito, Ema Mukarramah, Hayati Setia Intan, Indah Sulastry, Mariana Amiruddin, Miranti Olivia, Muhamad Daerobi, Ngatini, Nina Nurmila, Nur Qamariyah, Pera Sopariyanti, Rina Refliandra, Rita Fortuna, Sondang Frishka Simanjuntak, Soraya Ramli, Siti Nurwati Hodijah, Sri Nurherwati, Thaufiek Zulbahary, Winda Junita Ilyas, Yuniyanti Chuzaifah

Tim Pengolah Data Kuantitatif

Aflina Mustafainah, Choirunnisa, Dela Feby Situmorang, Dwi Ayu Kartika Sari, Fadliyati Ulya, Heni Rahmawati, Lidya Apriliani, Mariana Amiruddin, Rayhana Anwarie, Tri Wahyuni, Winda Junita Ilyas

Tim Diskusi

Azriana, Khariroh Ali, Magdalena Sitorus, Mariana Amiruddin, Masruchah, Imam Nahe’i, Nina Nurmila, Saur Tumiur Situmorang, Sri Nurherwati, Yuniyanti Chuzaifah

DAFTAR SINGKATAN/ISTILAH

ACTIP:

Asean Convention on Trafficking in Person

AMDAL:

Analisis Dampak Lingkungan

APH:

Aparat Penegak Hukum

APBN:

Anggaran Pendapatan Belanja Negara

APL:

Areal Penggunaan Lain

ASEAN:

Association of South East Asia Nations

BADILAG:

Badan Peradilan Agama

BPBD:

Badan Penanggulangan Bencana Daerah

BPJS:

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BPPKB: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Kaluarga Berencana BNP2TKI:

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia BSNP:

Badan Standar Nasional Pendidikan

CATAHU:

Catatan Tahunan

Cyber Grooming: Penggunaan teknologi untuk dengan sengaja mencari calon korban yang memiliki potensi (baik secara pendidikan, usia, kondisi tubuh, ataupun ekonomi) untuk dilecehkan ataupun ditipu

Cyber Harrassment: Pengiriman teks secara terus menerus dengan memanfaatkan teknologi, baik internet, ponsel, ataupun perangkat lain, yang dimaksudkan untuk menyakiti, mengganggu, menakut-nakuti ataupun mengancam seseorang

Cyber Prostitutio: Tindakan yang berhubungan dengan layanan pornografi online DI/TII:

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

DIM:

Daftar Inventarisasi Masalah

DIY:

Daerah Istimewa Yogyakarta

DKI Jakarta:

Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DNA:

Deoxyribonucleic Acid

DP3AKB: Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga

Berencana

DPD:

Dewan Perwakilan Daerah

DPO:

Daftar Pencarian Orang

DPR:

Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD:

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

E-KTP:

(Elektronik-)Kartu Tanda Penduduk

FAX:

Faksimile

FGM/C:

Female genital Mutilation/Circumsisi

FHUI:

Fakultas Hukum Universitas Indonesia

FPI:

Front Pembela Islam

FPR:

Front Perjuangan Rakyat

Gerebek: Mendatangi dengan tiba-tiba untuk menangkap (menggeledah, menyergap, dan sebagainya) yang dilakukan orang banyak GMI:

Gereja Methodis Indonesia

GMKI:

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia

GSBI:

Gabungan Serikat Buruh Independen

Hacking (Penyusupan): Kejahatan yang terjadi ketika seseorang menggunakan teknologi untuk memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya dengan tujuan mengubah informasi yang dimiliki seseorang dan mencemarkan nama baik korban

HAM:

Hak Asasi Manusia

HAP:

Hak Asasi Perempuan

HIV/AIDS: Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome HPH:

Hak Perambahan Hutan

HRW:

Human Right Watch

HT:

Hutan Tanaman Industri

Impersonation/Cloning (Pemalsuan Identitas):

Penggunaan teknologi untuk meniru identitas korban atau menggandakan identitas orang lain agar dapat mengakses informasi pribadi pihak korban, mempermalukan korban, atau menghubungi paksa korban

Illegal Contents: Kejahatan yang dilakukan dengan memasukkan data ataupun informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, melanggar hukum, dan mengganggu ketertiban umum

ILO:

International Labor Organization

IN:

Inkuiri Nasional

Incest: Hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki- lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.

IRT:

Ibu Rumah Tangga

Inpres:

Instruksi Presiden

JAI:

Jemaah Ahmadiyah Indonesia

JPU:

Jaksa Penuntut Umum

JR:

Judicial Review

KDP:

Kekerasan Dalam Pacaran

KDRT:

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kejari:

Kejaksaan Negeri

Kejati:

Kejaksaan Tinggi

KJRI:

Konsulat Jenderal Republik Indonesia

KKR:

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

KLHS:

Kajian Strategis Lingkungan Hidup

KMP:

Kekerasan yang dilakukan oleh Mantan Pacar

KMS:

Kekerasan yang dilakukan oleh Mantan Suami

Komite Olahraga Nasional indonesia

KPPPA: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak KPAI:

Komisi Perlindungan Anak Indonesia

KTAP:

Kekerasan Terhadap Anak Perempuan

KTP:

Kekerasan terhadap Perempuan

KTP berbasis cyber: Kejahatan cyber dengan korban perempuan seringkali berhubungan dengan tubuh perempuan yang dijadikan objek pornografi. Salah satu bentuk kejahatan ini yang sering dilaporkan adalah penyebaran foto/video pribadi di media sosial dan/atau website pornografi. Kasus seperti ini biasanya menghebohkan publik sehingga menambah beban psikis bagi korban.

KTI:

Kekerasan Terhadap Istri

KUHAP:

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

KUHP:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

KPUD:

Komisi Pemilihan Umum Daerah

KTKLN:

Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri

KWRSS:

Kerukunan Waria dan Bissu se-Sulawesi Selatan

LBH:

Lembaga Bantuan Hukum

LPA:

Lembaga Perlindungan Anak

LPSK:

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

LSM:

Lembaga Swadaya Masyarakat

MA:

Mahkamah Agung

Malicious Distribution: Penggunaan teknologi untuk memanipulasi korban dengan ancaman

penyebaran foto atau video pribadi korban

Meme: Ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang lain dalam sebuah budaya

MHA:

Masyarakat Hukum Adat

Misi:

Rumah juru dakwah Jamaah Ahmadiyah

MoU:

Memorandum of Understanding

MPHPA:

Masyarakat Peduli Hak Perempuan Dan Anak

MPU:

Majelis Permusyawaratan Ulama

MS:

Mahkamah Syar’iyah

MUI:

Majelis Ulama Indonesia

NAD:

Nangroe Aceh Darussalam

NASDEM:

Partai Nasional Demokrat

NKRI:

Negara Kesatuan Republik Indonesia

NTB:

Nusa Tenggara Barat

NTT:

Nusa Tenggara Timur

ODHA:

Orang dengan HIV/AIDS

OMS:

Organisasi Masyarakat Sipil

Online Defamation: Penghinaan yang dilakukan dengan bantuan teknologi, komputer dan/atau internet dimana seseorang menyebarkan informasi yang salah, mempublikasikan materi penghinaan tentang seseorang di situs web atau mengirimkan email yang berisi fitnahan kepada seluruh teman atau keluarga korban yang bertujuan untuk mencemarkan reputasi

Online Prostitutio: Tindakan yang berhubungan dengan layanan pornografi online OP2 ICPPR:

Opsional Kedua Kovenan Internasional Hak Sipil Dan Politik P2TP2A:

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak PA:

Pengadilan Agama

PAGI:

Persatuan Anak Guru Indonesia

PBB:

Persatuan Bangsa-Bangsa

PERADI:

Perhimpunan Advokat Indonesia

Perma:

Peraturan Mahkamah Agung

Permen:

Peraturan Menteri

Perpres:

Peraturan Presiden

Persekusi: Pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas;

PKDRT:

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

PKI:

Partai Komunis Indonesia

PKNI:

Persaudaraan Korban Napza Indonesia

PKPA:

Pusat Kajian dan Perlindungan Anak

PKS:

Partai Keadilan Sejahtera

PLTA:

Pembangkit Listrik Tenaga Air

PN:

Pengadilan Negeri

PM:

Pengadilan Militer

PMI:

Pekerja Migran Indonesia

PNA:

Partai Nasional Aceh

PNPS: Pencegahan Penyalahgunaan atau Penodaan Agama PT KAI:

Perseroan Terbatas Kereta Api Indonesia

PPTKIS: Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta PTN:

Pengadilan Tinggi Negeri

Polda:

Kepolisian Daerah

Polres:

Kepolisian Resort

POLRI:

Kepolisian Republik Indonesia

Polsek:

Kepolisian Sektor

PP:

Peraturan Pemerintah

PPHAM:

Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia

PPM:

Perempuan Pekerja Migran

PPT:

Pusat Pelayanan Terpadu

PRT:

Pekerja Rumah Tangga

PT:

Pengadilan Tinggi

PT KLS:

Perseroan terbatas Kurnia Luwuk Sejati

PTA:

Pengadilan Tinggi Agama

PTPPO:

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

RPK:

Ruang Pelayanan Khusus

RAN:

Rencana Aksi Nasional

RAN P3AKS: Rencana Aksi Nasional Perlindungan Perempuan dan Pemberdayaan

Anak dalam Konflik Sosial

RP:

Relasi Personal

RPTC:

Rumah Perlindungan/Trauma Centre

RS:

Rumah Sakit

RSUD:

Rumah Sakit Umum Daerah

RUU:

Rancangan Undang Undang

SD:

Sekolah Dasar

SDA:

Sumber Daya Alam

SDGs:

Sustainable Development Goals

SDM:

Sumber Daya Manusia

SE:

Surat Edaran

SEMA:

Surat Edaran Mahkamah Agung

SHGB:

Sertifikat Hak Guna Bangunan

SK:

Surat Keputusan

SLTA:

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SLTP/SMP:

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SP3:

Surat Perintah Penghentian Penyelidikan

SPM:

Standar Pelayanan Minimal

STIE:

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

Tenaga Kerja Indonesia

TKW:

Tenaga Kerja Wanita

TNI AD:

Tentara Nasional Indonesia-Angkatan darat

TPU:

Tempat Pemakaman Umum

Trafficking:

Perdagangan Manusia

UNAS:

Ujian Nasional

UPPA:

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak

UPR:

Unit Pengaduan untuk Rujukan

UU ITE: Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UUD NRI 1945:

Undang –Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945 UU MD3:

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah.

UN:

United Nation

Walhi:

Wahana Lingkungan Hidup

WCC:

Women Crisis Centre

WHO:

World Health Organization

WHRD: Women Human Rights Defender/Perempuan Pembela HAM YKPN:

Yayasan Keluarga Pahlawan Negara

RINGKASAN EKSEKUTIF

Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui email resmi Komnas Perempuan, dalam kurun waktu satu tahun ke belakang. Tahun 2017 Komnas perempuan mengirimkan 751 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia dengan tingkat respon pengembalian mencapai 32%, yaitu 237 formulir.

Tahun 2017 jumlah kasus yang dilaporkan meningkat sebesar 74 % dari tahun 2016. Jumlah kasus KTP 2017 sebesar 348.446, jumlah ini melonjak jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 259.150. Sebagian besar data bersumber dari kasus atau perkara yang ditangani oleh PN/PA. Data ini dihimpun dari 3 sumber yakni; [1] Dari PN / Pengadilan Agama sejumlah 335.062 kasus. [2] dari Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 13.384 kasus; [3] dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR), satu unit yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk menerima pengaduan korban yang datang langsung ke Komnas Perempuan dan (4) dari divisi pemantauan yang mengelola pengaduan yang masuk lewat surat dan surat elektronik.

Berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol sama seperti tahun sebelumnya adalah KDRT/RP (ranah personal) yang mencapai angka 71% (9.609). Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual. Posisi kedua KtP di ranah komunitas/publik dengan persentase 26% (3.528) dan terakhir adalah KtP di ranah negara dengan persentase 1,8% (217). Pada ranah KDRT/RP kekerasan yang paling menonjol adalah kekerasan fisik 3.982 kasus (41%), menempati peringkat pertama disusul kekerasan seksual kasus 2.979 ( 31%), psikis 1.404 (15%) dan ekonomi 1.244 kasus (13%).

Pada ranah publik dan komunitas kekerasan terhadap perempuan tercatat 3,528 kasus. 76% kekerasan terhadap perempuan di Ranah Publik atau Komunitas adalah Kekerasan Seksual yaitu Pencabulan (911), Pelecehan Seksual (704) dan Perkosaan (699). Sementara itu persetubuhan sebanyak 343 kasus.

Di ranah (yang menjadi tanggung jawab) Negara, kasus penggusuran yang dilaporkan dan atau dipantau yang terjadi pada warga Batu Ampar (Bali) dan Cilincing (Jakarta) dan kasus ancaman penggusuran di Taman Sari (Jawa Barat) dan warga Baraya Raya (Sulawesi Selatan).

Untuk kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal, kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 5.167 kasus (54%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.873 kasus (19%), kekerasan terhadap anak perempuan 2.227 kasus (23%) dan sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Angka kekerasan terhadap anak perempuan yang tinggi pada CATAHU 2018 ini memperlihatkan bahwa menjadi anak perempuan di dalam rumah bukan lagi hal yang aman. Diantara mereka mengalami kekerasan seksual. Bahkan aspek paling mengkhawatirkan adalah kasus incest sebesar 1.210 dimana pelaku adalah ayah kandung sebesar 425. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus yang dialami anak perempuan kepada lembaga layanan menunjukkan langkah maju perempuan yang selama ini cenderung menutup dan memupuk impunitas pelaku anggota keluarga.

CATAHU 2018 ini menggambarkan beragam spectrum kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2017. Beberapa kasus yang perlu mendapat perhatian diantaranya kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang mencakup penghakiman digital bernuansa seksual, penyiksaan seksual, persekusi Online dan offline, maraknya situs dan aplikasi prostitusi online berkedok agama (Misalnya, ayopoligami.com dan nikahsiri.com), ancaman kriminalisasi perempuan dengan menggunakan UU ITE, serta kerentanan eksploitasi seksual anak perempuan dan eksploitasi tubuh perempuan di dunia maya.

Pada tahun 2017 kekerasan seksual masih terjadi dan terus mengancam perempuan. Kasus perkosaan kepada siswi SMP di Bengkulu dan anak sekolah di sebuah TK di Bogor merefleksikan bahwa anak dan remaja perempuan sulit mendapatkan ruang aman, bahkan di wilayah institusi pendidikan yang seharusnya memberi melindungi mereka. Kasus-kasus pelecehan seksual di kendaraan umum, antara lain di kereta api juga menunjukkan bahwa perempuan tidak mendapat jaminan keamanan di ruang publik. Situasi ini kembali menegaskan pentingnya pengesahan rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual sesegera mungkin.

CATAHU 2018 juga menyorot ancaman femisida dan KDRT terhadap perempuan dan anak perempuan. Bahkan bentuk kekerasannya semakin diperparah dengan mutilasi. Terkait dengan pelaku KTP, hal yang memprihatinkan adalah para pejabat publik dan tokoh masyarakat juga terlibat sebagai pelaku. Ironisnya, perspektif pejabat publik yang seharusnya bertanggung jawab melindungi perempuan dari kekerasan, justru mengkhawatirkan dengan memberi pernyataan publik yang memojokkan korban, termasuk korban perkosaa. Tahun 2017, Politisasi spiritualitas dan agama untuk eksploitasi seksual semakin menggambarkan bagaimana tubuh perempuan terus menghadapi ancaman kekerasan dan eksploitasi seksual. Alih-alih mendapat perlindungan dan akses keadilan, perempuan korban KTP justru kerap menjadi korban kriminalisasi.

Kekerasan juga dihadapi PRT dan PRT migran. Hal ini diperparah dengan rentannya mereka terhadap perdagangan orang. Kekerasan terhadap mereka kerap diperparah dengan kriminalisasi yang menyebabkan mereka semakin tidak berdaya. Terlebih, hingga saat ini, belum ada payung hukum yang memadai untuk melindungi hak-hak mereka. Pekerja migran perempuan pada tahun 2017 banyak yang menghadapi ancaman hukuman mati. Upaya pembelaan yang dilakukan pemerintah Indonesia menghadapi dilema karena pada saat yang sama Indonesia melakukan eksekusi mati di dalam negeri.

Kekerasan juga mengancam perempuan aktivis pembela HAM. Ini terpotret pada CATAHU 2018 pada peristiwa Pemukulan Perempuan Pimpinan Serikat Buruh oleh Kanit Intelkam Kepolisian Resor Metro Tangerang dan Perlakuan yang Merendahkan Aktivis Perempuan oleh Anggota Kepolisian Resor Kota Palangkaraya yang terjadi pada tahun 2017. Ini juga terjadi pada para aktivis yang mencoba menguak pelanggaran HAM masa lalu, seperti terlihat peristiwa penyerangan pertemuan bersama penyintas 65/66 di LBH Jakarta. Ruang kebebasan beragama pada perempuan juga mengemuka pada tahun 2017. Ini tampak jelas pada Kasus Penyegelan Masjid Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Depok dan Kasus Pembubaran Jalsah Salanah (Pertemuan Tahunan) JAI Papua.

CATAHU 2018 juga mencatat sejumlah kemajuan termasuk di bidang hukum. Kemajuan tersebut dapat dilihat pada terciptanya berbagai produk kebijakan yang berpotensi melindung perempuan dari kekerasan, antara lain: MoU Komnas Perempuan dan LPSK terkait Perlindungan Saksi dan Korban untuk Kasus-kasus Kekerasan terhadap Perempuan, Kesepakatan Bersama 13 Kementerian/ Lembaga untuk “Penyelenggaraan Penanganan Terpadu Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan”,

Visum Gratis sebagai Akses Keadilan bagi Korban Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak DKI Jakarta, Integrasi Layanan Darurat 112 oleh Pemda DKI untuk Layanan KtP, Putusan Judicial Review UU Administrasi Kependudukan No. 23 Tahun 2006 dan UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan bagi Penghayat, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum, Putusan Mahkamah Konstitusi yang Menolak Permohonan Perluasan Pasal Perzinahan, Pengesahan Undang- undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), Kebijakan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, Perluasan Akses Pemulihan Perempuan Korban Berusia Anak. Hal lain yang menggembirakan juga adalah ketika PN Jakarta Selatan mengabulkan seluruh tuntutan seorang perempuan disabilitas yang mengalami diskriminasi dari maskapai penerbangan Etihad yang menurunkannya dari pesawat karena dianggap tidak mampu menyelamatkan dirinya. Pihak tergugat harus membayar kerugian yang diderita penggugat sebesar Rp.537 juta akibat tindakan diskriminatif tersebut. Kemenangan ini merupakan terobosan baru di bidang hukum dalam melindungi kaum disabilitas dan konsistensi pemerintah dalam menjalankan UU no.8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Di sisi lain, CATAHU 2018 juga mencatan berbagai hambatan menciptakan perlindungan hokum bagi perempuan. Ini dapat dilihat dari lambannya perkembangan RUU PKS dan mandeknya pembahasan RUU PRT di DPR. Di lain pihak, perkembangan pembahasan RUU KUHP di DPR memunculkan kekhawatiran kalangan perempuan atas potensi diskriminasi dan kerentanan baru perempuan. RUU KUHP harus dipastikan untuk meniadakan kriminalisasi apapun terhadap perempuan khususnya perempuan korban kekerasan.

Data-data CATAHU di atas menegaskan hal-hal sebagai berikut:

Trend KtP :

a. Kekerasan terhadap perempuan semakin beragam dan lintas ruang, sementara sistem pencegahan dan penanganan bergerak lamban

b. Memburuknya situasi KDRT yang ditandai dengan terungkapnya kasus pembunuhan isteri (femicida) masih tingginya gugat cerai oleh isteri, membutuhkan upaya penyelesaian

yang menyeluruh dan menyentuh akar persoalan. Semakin terbukanya poligami dan lenturnya perkawinan anak ditengarai turut memperparah KDRT. Di sisi lain, negara cenderung mendorong harmoni keluarga melalui upaya mediasi. Termasuk publik yang semakin mempromosikan keutuhan institusi perkawinan melalui isu over kriminalisasi perzinahan, penutupan lokalisasi, tanpa melihat akar masalah kekerasan terhadap perempuan

c. Kekerasan terhadap perempuan berbasis cyber adalah kekerasan yang muncul ke permukaan dengan massif namun minim pelaporan dan penanganan. Padahal kejahatan

terhadap perempuan ini bisa berdampak panjang, dimana viktimisasi pada korban potensial seumur hidup dan pelaku punya ruang lebih luas untuk impun karena belum mumpuninya hukum untuk mencegah dan menanganinya.

d. Kejahatan seksual menampakkan peningkatan maupun perluasan bentuk, termasuk kasus incess dengan pelaku ayah kandung atau pelaku pelecehan seksual anak dibawah 5 tahun adalah PR terbesar negara dan bangsa Indonesia untuk merespon situasi extrim ini. Walaupun sudah ada penghukuman yang ditujukan untuk menjerakan publik melalui perpu kebiri, tapi tidak banyak merubah darurat kekerasan seksual yang ada. Ini menunjukkan ada diskoneksi analisa negara terhadap penyebab kekerasan seksual dengan penanganannya.

e. Budaya menyalahkan korban dan menempatkan perempuan sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kekerasan seksual yang dialaminya, masih terus berlangsung hingga

sekarang. Perempuan menjadi sasaran yang disalahkan, dibully termasuk dalam konteks perselingkuhan, poligami dan kejahatan perkawinan lainnya. Sementara pelaku utama justeru lolos dari penghakiman sosial.

B. Peta korban dan pelaku

• Peta korban KtP di ranah personal/KDRT dan komunitas yang dapat diidentifikasi melalui usia, pendidikan dan profesi mereka adalah perempuan yang sedang puncak produktif dari segi sosial biologis. Adapun peta pelaku adalah mereka dengan pendidikan terakhir SLTA dan juga dalam rentang usia produktif antara diatas 25 tahun. Artinya penduduk Indonesia yang terinterupsi hidupnya karena menjadi korban dan pelaku kekerasan adalah mereka yang mayoritas sedang bertanggungjawab untuk menjaga dan mereproduksi generasi.

• Perempuan yang mengalami kekerasan dalam usia produktif, mengundang kerentanan ekonomi dan perlu dilihat konektifitasnya dengan banyaknya perempuan yang menjadi pengedar narkoba atau terjebak dalam ligkaran ekonomi yang merentan kan kehidupan perempuan.

• Tingginya korban maupun pelaku dalam rentang usia pendidikan bahkan ada dibawah usia 5 tahun, membutuhkan kecermatan untuk melihat sejauh mana peran keluarga dan lembaga pendidikan dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap perempuan di lembaga pendidikan.

• Pelaku yang memiliki otoritas dan kekuasaan secara politik dan spiritual cenderung minim dilaporkan dan minim didokumentasi misalnya anggota DPR, petinggi militer,

tokoh agama dan tokoh spiritual, pelaku dari korporasi.

Pemiskinan dan konflik SDA

1. Kekerasan terhadap Perempuan dalam Konflik Sumber Daya Alam antara lain karena prioritas pembangunan dan politik infrastruktur yang massif, impunitas dan supremasi korporasi, pengabaian hak masyarakat adat, pembangkangan hukum dan diskoneksi kebijakan pusat dan daerah.

2. Penaklukan resistensi dan relisiensi komunitas korban dengan politisasi hak tenurial, isolasi dari akses mendasar (pemutusan sambungan listrik), kriminalisasi dan stigmatisasi pembela termasuk perempuan pembela HAM. Selain itu ketidaksabaran negara dalam memberikan hak informasi dan ruang aspirasi yang sejati bagi masyarakat, telah memicu membuat konflik di antara masyarakat dimana perempuan sangat terdampak baik di publik maupun domestik.

3. Kekerasan terhadap Pekerja Migran (a)

Kekerasan terhadap migran minim terlaporkan dan didokumentasi oleh lembaga layanan jaringan Catahu. Selain itu perlindungan hukum untuk menyoal kasus kekerasan yang mereka hadapi juga terhambat oleh rapuhnya perlindungan hukum dengan UU migran tahun 2004. Perlindungan yang dilakukan negara cenderung bergantung kepada keseriusan komitmen pengampu tanggung jawab dalam lembaga negara.

(b) Perdagangan narkoba memperburuk perlindungan buruh migran, karena kemenjadi sasaran trafficking dan ketergantungan yang memanipulasi afeksi, yang berdampak pada rentannya mereka terancam hukuman mati.

Peran negara :

1. Efektitas perlindungan hukum: KDRT masih sangat dominan menjadi isu kekerasan yang dikenali dan dilaporkan karena adanya perlindungan hukumnya. Penyelesaian KDRT cenderung diselesaikan dengan perceraian dibanding dengan memproses dimensi pidananya. Situasi inilah yang memicu impunitas. Namun penting membaca kedayagunaan dan implementasi UU PKDRT yang cenderung digunakan korban untuk melaporkan namun semakin kecil digunakan untuk melindungi perempuan dari kekerasan yang dihadapinya, terutama dengan banyaknya kriminalisasi perempuan korban KDRT karena aparat negara salah baca masalah.

2. Pendokumentasian/Pendataan KtP :

1. Perbaikan data dari sejumlah lembaga negara berkonstribusi untuk mempermudah pemetaan kekerasan terhadap perempuan dan akses perlindungan korban. Termasuk akses keadilan di lembaga peradilan yang terdokumentasi dengan baik

2. Data KtP Papua dari tahun-ketahun melalui Catahu cenderung tembus pandang, tidak terdokumentasi sehingga tak ada peta penanganan.

3. Pengetahuan Negara tentang KtP : Terdapat perubahan perspektif dan penamaan kategori kekerasan terhadap perempuan sebagai penyebab perceraian di Badan Peradilan Agama. Antara lain tidak lagi mengkategorikan poligami sehat atau poligami tidak sehat.

4. Akses Layanan : Lembaga layanan dari OMS sejauh ini yang paling dipercaya atau terbanyak dipercaya korban untuk menangani kasusnya.Perempuan korban dan masyarakat telah menggunakan mekanisme LNHAM dalam memutus mata rantai kekerasan dan mendapatkan akses layanan.

Rekomendasi:

1. Pencegahan

1. Kementrian Komunikasi dan Informasi segera membangun sistem dan teknologi untuk mencegah meluasnya kekerasan terhadap perempuan berbasis siber

2. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak untuk mengimplementasi kan ACTIP guna mencegah dan menangani perdagangan perempuan di Indonesia setidaknya di

kawasan ASEAN bersama dengan lembaga-lembaga strategis di regional, nasional dan lokal

3. Kepolisian R.I melakukan pendokumentasian secara nasional dan massif tentang kejahatan femisida sebagai bentuk kejahatan klimaks dari KtP agar terpetakan penyebab, pola dan langkah-langkah pencegahannya

4. Kementrian Pendidikan nasional melakukan evaluasi sistem pendidikan dan turut mencegah kekerasan di lembaga pendidikan khususnya SLTP dan SLTA.

5. Kementrian Bappenas melakukan evaluasi arah dan prioritas pembangunan untuk meminimalisir isu-isu eksploitasi sumber daya alam, pembangunan infrastruktur yang

berdampak buruk perempuan, dan penggusuran yang semakin memiskinkan dan merentankan perempuan.

2. Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak Perempuan Korban

1) Kepolisian RI,Kejaksaan Agung RI dan Mahkamah Agung RI : Membangun SOP penanganan Kejahatan cyber dan pemulihan perempuan korban

2) Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Memastikan UU PKDRT substansi dan mekanismenya dijalankan oleh semua pihak terutama perlindungan pada korban dan akses

keadilan bagi korban serta penghukuman untuk mencegah impunitas

3) Kementrian Dalam Negeri melakukan pengawasan dan pembinaan atas penyelenggaraan good governance untuk melindungi perempuan dari kekerasan terhadap perempuan

4) Kementrian koordinator PMK melakukan sistem pencegahan dan penanganan isu-isu memicu dan berdampak konflik di masyarakat untuk memastikan hak keadilan dan pemulihan bagi warga negara.

5) Kementrian Perumahan Rakyat memberikan prioritas untuk perumahan, yang diprioritaskan kepada korban kekerasan terhadap perempuan termasuk pada single parent untuk mencegah

dari jeratan sindikasi narkoba, sasaran trafficking, maupun migrasi yang tidak terlindungi.

3. Menciptakan hukum yang menjamin pemajuan HAM

1) Kepolisian RI, Kejaksaan Agung RI dan Mahkamah Agung RI menghentikan hukuman mati dan memastikan fair trial bagi perempuan-perempuan yang terjebak dalam lingkaran perdagangan narkoba, termasuk memberikan pemulihan bagi perempuan pengguna dibanding langkah-langkah punitive/penghukuman.

2) DPR.RI bersama Pemerintah :

a. Membangun mekanisme partisipatoris dalam penyusunan Prolegnas bersama Lembaga HAM Nasional, masyarakat dan kelompok korban.

b. dalam proses revisi UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika perlu membuka peluang untuk melihat perempuan yang terjebak dalam lingkaran perdagangan narkoba sebagai korban perdagangan orang

c. menggunakan prinsip-prinsip perlindungan korban dan prinsip HAM perempuan dalam membahas dan mengesahkan RUU KS dan RKUHP.

d. Melihat situasi mendesak akan pentingnya regulasi RUU PPRT dan ratifikasi Konvensi ILO 189 masuk dalam prolegnas 2018 untuk dibahas dalam memberikan standar perlindungan bagi lapangan kerja yang diciptakan perempuan.

METODOLOGI: KOMPILASI DATA DARI LEMBAGA MITRA PENGADA LAYANAN

Pengumpulan data catatan tahunan (disingkat CATAHU) Komnas Perempuan berdasarkan pemetaan laporan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima dan ditangani oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) maupun melalui email resmi Komnas Perempuan. (silakan lihat daftar lembaga yang berpartisipasi dalam memberikan data kepada Komnas Perempuan)

Metode yang dilakukan Komnas Perempuan adalah dengan beberapa cara:

1. Bekerjasama dengan pemerintah yang telah memiliki mekanisme membangun dan mengolah data dari seluruh provinsi di Indonesia, yaitu Badan Peradilan Agama (BADILAG).

BADILAG memiliki data lengkap tentang angka perceraian dan telah melakukan kategorisasi penyebab perceraian berdasarkan UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Data ini membantu Komnas Perempuan menemukan penyebab-penyebab berdasarkan kekerasan berbasis gender dalam ranah Perkawinan atau Rumah Tangga. Komnas Perempuan juga mengambil data unduhan tentang perceraian yang disajikan melalui situs internet resmi dari putusan perkara Mahmah Agung, untuk menemukan kasus perceraian selain yang beragama Islam.

2. Mengirimkan formulir kuesioner yang perlu diisi oleh lembaga-lembaga yang menangani perempuan korban kekerasan baik kepada pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil. Formulir kuesioner yang dibuat Komnas Perempuan memuat tentang identifikasi kasus kekerasan berbasis gender. Kesediaan pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil sangat membantu Komnas Perempuan dalam menyajikan data temuan kekerasan terhadap perempuan.

3. Mengolah data pengaduan yang langsung datang Komnas Perempuan dari Unit Pengaduan dan Rujukan maupun dari email.

4. Menyajikan tambahan data dari mitra berdasarkan kelompok perempuan rentan yaitu Kekerasan terhadap Komunitas Minoritas Seksual, Perempuan dengan Disabilitas,

Perempuan dengan HIV, serta WHRD (Women Human Rights Defender/Perempuan Pembela HAM)

Lembaga-Lembaga yang berkontribusi data untuk CATAHU

A. Pemerintah

BADILAG: Badan Peradilan Agama PN: Pengadilan Negeri UPPA: Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Kepolisian) RPTC: Rumah Perlindungan/Trauma Center (Kementrian Sosial) Rumah Sakit PPT: Pusat Layanan Terpadu DP3AKB: Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana

Pemerintah memiliki lembaga-lembaga yang membangun data berdasarkan laporan tentang kekerasan berbasis gender, diantaranya dalam ranah perkawinan, atau rumah tangga atau hubungan personal (biasa disebut relasi personal).

- Badan Peradilan Agama (Pengadilan Agama) Komnas Perempuan pada akhir tahun 2017 berhasil menjalin kerjasama dengan BADILAG

(Badan Peradilan Agama) untuk penyediaan data perceraian yang telah diolah berdasarkan kategori penyebab perceraian. Diantaranya ditemukan perceraian disebabkan oleh kasus KDRT, kekerasan berbasis fisik, psikis, ekonomi, poligami, perselingkuhan, dan lain sebagainya. Laporan tersebut berdasarkan UU Perkawinan. Sementara itu lembaga-lembaga dibawah pemerintah yang memberikan data berdasarkan kuesioner yang dikirimkan Komnas Perempuan adalah:

- Kepolisian: Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) - RPTC (Rumah Perlindungan/Trauma Center) dibawah Kementrian Sosial - Rumah Sakit (RS) - P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) - PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) - DP3AKB (Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana)

B. Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan WCC (Women Crisis Center)

Komnas Perempuan mellihat tentang pentingnya inisiatif organisasi masyarakat sipil di berbagai provinsi di Indonesia dalam membuka layanan pengaduan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan. Demikian pula Women Crisis Center (WCC) yang dibangun khusus untuk pelayanan korban. Kehadiran dan partisipasi mereka sangat membantu Komnas Perempuan menemukan berapa laporan korban serta bentuk-bentuk kekerasan yang dialami korban. Komnas Perempuan bahkan dapat menemukan data kategori pelaku kekerasan. Data pelaku ini diharapkan dapat mempermudah banyak pihak untuk menganalisa akar kekerasan serta bagaimana melakukan pencegahan dan pemulihan. Keberadaan organisasi masyarakat sipil sangatlah penting didukung oleh semua pihak karena merekalah yang dapat menjangkau langsung korban dan memiliki metode yang lebih komprehensif mulai dari pendampingan, penanganan sampai pemulihan korban.

Kategorisasi dalam Penyajian Data CATAHU CATAHU menyajikan tampilan data kekerasan terhadap perempuan berdasarkan kategori berikut ini:

- Kategori berdasarkan data kuesioner yang telah diterima Komnas Perempuan dari berbagai lembaga layanan baik pemerintah maupun LSM

- Kategori berdasarkan data langsung dari Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri tentang angka dan penyebab perceraian. Sejak tahun 2012, Komnas Perempuan mengembangkan analisis data dari PA secara terpisah karena PA memiliki cara/sistem pengkategorisasian tentang kekerasan terhadap perempuan yang berbeda. Seluruh data PA yang digunakan dalam catahu ini adalah kasus-kasus yang telah diputus oleh pengadilan dan dilihat lebih terinci pada penyebab perceraian yang dilaporkan, baik cerai gugat maupun cerai talak.

- Data dari PA ini menambah angka total kasus KtP secara signifikan, khususnya di ranah rumah tangga (KDRT)/relasi personal (RP). Namun demikian analisis tetap dilakukan terpisah agar menjadi jelas kebutuhan penanganan kasus di lembaga-lembaga mitra pengada layanan (selain PA).

- Kategori pengaduan langsung ke Komnas Perempuan melalui Unit Pengajuan dan Rujukan (UPR) dan email resmi Komnas Perempuan.

Kategori lainnya adalah berdasarkan ranah yaitu: - Kategori Privat atau biasa disebut KDRT/Ranah Personal (RP),

- Kategori Publik atau Komunitas - Kategori negara.

Ketiga kategori ini untuk menunjukkan bagaimana perempuan mengalami kekerasan dari berbagai aspek mulai dari rumah atau orang terdekat, ruang publik, hingga dampak kebijakan negara.

Pengiriman Formulir Data Catahu dan Tingkat Respon Berikut adalah data pengiriman dan penerimaan Formulir Kuesioner Komnas Perempuan kepada

lembaga-lembaga yang bersedia berpartisipasi.

Pengiriman dan Penerimaan Formulir Data Lembaga Mitra CATAHU 2018 (Tingkat Respon 32%)

LSM/

PN

RPTC UPPA

RS

WCC

P2TP2A PPT DP3AKB Jumlah

Pengiriman kuesioner dilakukan dalam jumlah yang beragam. Komnas Perempuan melakukan verifikasi data setiap tahun dimana ada beberapa lembaga yang sudah tutup ataupun kehilangan kontak, serta adanya perubahan struktur dalam lembaga pemerintah seperti P2TP2A yang berubah fungsinya sebagai unit pelaksana teknis di tahun lalu. Komnas Perempuan menyadari bahwa terdapat kendala yang berdampak dalam pengembalian kuesioner, pertama berkaitan dengan keberlangsungan lembaga mitra, kedua pemahaman atas pengisian formulir kuesioner, ketiga tingkat kebutuhan lembaga mitra tentang pengolahan data, serta tidak adanya sumber daya manusia di lembaga-lembaga mitra tersebut. Atas keadaan tersebut Komnas Perempuan sangat membutuhkan untuk melakukan pengembangan kapasitas atau membimbing mitra lembaga baik pemerintah maupun LSM yang ingin berpartisipasi memberikan data Catahu.

Tahun ini tingkat respon pengembalian kuesioner dari mitra lembaga sebesar 32%, namun masih sangat cukup membantu Komnas Perempuan untuk mendapatkan temuan kekerasan terhadap perempuan di berbagai provinsi di Indonesia. Dalam diagram di atas terlihat respon tertinggi adalah WCC, RPTC, LSM dan P2TP2A.

Pengiriman (751) dan Penerimaan (237) Formulir Data Menurut Provinsi CATAHU 2018

Terima Kirim

h t rilil

g a Y e e n m e l a lo a a Ac mu mb ppr Riau

mb ms

u DK a b DI ti Bali

Babe Ja u

S ngkulu

K Kalte

Kaltar

Sulteng

Sulbar Sultr

Papua Barat

Maluku U

Grafik di atas menunjukkan pengiriman dan pengembalian (penerimaan) kuesioner dari berbagai propinsi di Indonesia, bahwa sumber data CATAHU yang dilakukan Komnas Perempuan hampir meliputi seluruh Indonesia, meskipun dengan keterbatasan-keterbatasan yang telah dijelaskan di atas. Tahun ini ada penambahan data dari Provinsi Kaltara (Kalimantan Utara).

Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan LSM/OMS sama dengan tahun lalu, sementara P2TP2A turun jumlahnya tetapi dengan respon yang meningkat. Menarik melihat naiknya angka pengaduan ke Rumah Sakit dan UPPA yang adalah lembaga pengada layanan dibawah pemerintah. Peningkatan tersebut menunjukkan semakin banyaknya korban yang berani melapor, tingkat kepercayaan dan kebutuhan korban meningkat kepada lembaga layanan pemerintah. Selain itu lembaga layanan memiliki kesadaran tentang pentingnya pendokumentasian. Namun terdapat lembaga yang melakukan kerja penanganan namun tidak melakukan pengolahan data, sehingga tidak ada data yang dapat digunakan.

Khusus untuk Papua tidak ditemukan angka bukan berarti tidak ada korban. Fenomena kekerasan di Papua sering melalui penyelesaian adat yang tidak tercatat. Sementara itu lembaga pengada layanan LSM lebih banyak dari Papua Barat, tetapi belum terdokumentasi. Oleh karena itu Komnas Perempuan ke depan menganggap perlunya mengagendakan sosialisasi Catahu di Papua dan Papua Barat.

GAMBARAN UMUM: JUMLAH PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN TAHUN 2018

Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2017 dalam CATAHU 2018

Jumlah KTP dari Tahun 2006 - 2017 CATAHU 2018

Keterangan: Diagram berdasarkan data dari Badilag dan data kuesioner yang diterima Komnas Perempuan dari tahun ke tahun.

Sebagian besar data catahu yang dikompilasi Komnas Perempuan bersumber dari data kasus/perkara yang ditangani oleh PA. Dari total 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dikompilasi Komnas Perempuan pada tahun 2017, sebanyak 335.062 kasus atau 96% adalah data PA dan 13.384 kasus atau 3% adalah data dari 237 lembaga mitra pengada layanan yang mengisi dan mengembalikan formulir pendataan Komnas Perempuan.

Dari data berdasarkan kuesioner tersebut tampak kekerasan terhadap Perempuan di tahun 2017 dalam Catahu 2018 mengalami peningkatan yaitu sebesar 348.446 kasus naik sekitar 25% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2016) yaitu sebesar 259.150.

Kenaikan jumlah tersebut tidak dapat disimpulkan bertambahnya kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan melihat bahwa peningkatan tersebut justru menunjukkan semakin banyaknya korban yang berani melapor. Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan dan kebutuhan korban pada lembaga-lembaga pengada layanan. Selain itu lembaga layanan semakin memiliki kesadaran tentang pentingnya melakukan pengolahan data. Angka yang disajikan tersebut untuk membantu banyak pihak termasuk negara tentang bagaimana pencegahan dan pemulihan dilakukan.

Meningkatnya keberanian korban untuk melapor tidak mungkin tanpa adanya lembaga pengada layanan, dan tanpa adanya kepercayaan masyarakat terutama korban. Oleh karena itu sistem dan lembaga-lembaga yang menerima layanan pengaduan atau pelaporan korban perlu didukung keberlangsungannya baik oleh masyarakat maupun negara.

Data KTP Lembaga Mitra Pengada Layanan Seperti disebutkan pada metodologi, penyajian data dibedakan menjadi data dari form kuesioner yang

datang dari lembaga layanan, yang juga memuat data-data khusus mengenai perempuan dengan disabilitas, WHRD dll, data pengadan langsung ke Komnas Perempuan, dan data dari badan peradilan agama.

Berikut adalah jumlah kasus yang dilaporkan oleh masing-masing lembaga pengada layanan baik LSM, WCC, maupun pemerintah.

Data KTP Menurut Kuesioner Lembaga Layanan

(n= 13.384) CATAHU 2018

PPT 251

DP3AKB 409

P2TP2A

LSM/OMS

Kasus terbanyak yang dilaporkan adalah melalui LSM (3,797 kasus), dan Kepolisian melalui UPPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) sebanyak 2,839 kasus. Kasus terlaporkan ini menunjukkan tingginya kepercayaan dan kebutuhan masyarakat terutama korban terhadap lembaga pengada layanan tersebut, atau lembaga tersebut lebih mudah diakses dan dikenal oleh masyarakat dan korban sebagai tempat mengadu.

Angka Kekerasan Berdasarkan Data Propinsi Sementara angka kekerasan terhadap perempuan berdasarkan propinsi yang tertinggi adalah DKI

Jakarta (1,999), kedua Jawa Timur (1,536) dan ketiga Jawa Barat (1,460) dilaporkan tertinggi, tetapi tingginya angka tersebut belum tentu menunjukkan banyaknya kekerasan di propinsi tersebut. Komnas Perempuan melihat tingginya angka berkaitan dengan jumlah tersedianya Lembaga Pengada Layanan di propinsi tersebut, dan kepercayaan masyarakat untuk mengadu.