KEWENANGAN BERHAK DAN KEWENANGAN BERBUAT

  HUKUM PERDATA - I PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Sebelumnya terlebih dahuluHukum Perdata itu dibedakan atas dua

macam, yaitu hukum perdata materil dan hukum perdata formil.

Hukum Perdata materil biasa disebut hukum perdata saja sedangkan

hukum perdata formil biasa disebut hukum acara perdata.

Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara

orang yang satu dengan orang lain di dalam masyarakat yang menitik

beratkan kepada kepentingan-kepentingan perseorangan ( pribadi ) .

SUBJEK HUKUM

  Subjek hukum adalahpendukung hak dan kewajiban

KEWENANGAN BERHAK DAN KEWENANGAN BERBUAT KEWENANGAN BERHAK

  

Hukum Perdata mengatur tentang hak keperdataan . Dalam hukum

perdata setiap manusia pribadi mempunyai hak yang sama , setiap

manusia pribadi wenang untuk berhak , karena dalam hukum sanksi hanya berlaku dan diterapkan pada kewajiban bukan pada

hak . Kewenangan berbuat pada hakekatnya adalah melaksanakan

kewajiban. Orang yang melalaikan kewajiban dapat dapat

dikenakan sanksi , sedangkan orang yang melalaikan haknya tidak

apa-apa.

  

Manusia pribadi mempunyai kewenangan berhak sejak ia

dilahirkan , bahkan sejak dalam kandungan ibunya , asal ia dilahirkan hidup apabila kepentingannya menghendaki ( Pasal 2 KUHPdt ).

  

Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat

dihilangkan/ditiadakan oleh suatu hukuman apapun. Hal ini ditentukan dalam Pasal 3 KUHPdt yang menyatakan bahwa tidak ada suatu hukuman apapun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan hak-hak perdata seseorang.

  Hak perdata merupakan hak azasi yang melekat pada diri pribadi setiap orang . Hak perdata adalah identitas manusia pribadi yang tidakdapat hilang atau lenyap. Identitas ini baru hilang atau lenyap apabila yang bersangkutan meninggal dunia. Contoh hak perdata ialah hak hidup, hak memiliki , hak waris , hak atas nama , hak atas tempat tinggal .

Hak perdata berbeda dengan hak publik. Hak

publik dapat hilang atau lenyap apabila negara menghendakinya. Hak publik itu ada karena diberikan oleh negara. Memilih dan dipilih dalam pemilihan umum , hak menjadi anggota ABRI ,

hak menjadi pegawai negeri , hak menduduki jabatan

tertentu.

  Sedangkan hak perdata itu diberikan oleh kodrat. Contoh hak publik ialah hak

KEWENANGAN BERBUAT

  Untuk mengetahui apakah seseorang itu wenang berbuat atau tidak , ada beberapa faktor yang membatasi seperti umur, kesehatan , perilaku. Wenang berbuat ada dua pengertian , yaitu :

  

1.Cakap atau mampu berbuat karena memenuhi syarat hukum

( bekwaam, capable ) , kecakapan atau kemampuan berbuat

karena memenuhi syarat hukum ( bekwaamheid , capacity ).

  

2.Kuasa atau berhak berbuat karena diakui oleh hukum walaupun

tidak memenuhi syarat hukum ( bevoegd , competent ) ,

kekuasaan atau kewenangan berbuat (bevoegdheid ,

competence ).

  

3.Walaupun setiap orang tiada terkecuali sebagai pendukung hak

dan kewajiban atau subjek hukum (rechtspersoonlijkheid ) ,

tetapi tidak semuanya cakap untuk melakukan perbuatan

hukum ( rechtsbekwaamheid ) . Orang-orang yang menurut

undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan

perbuatan hukum adalah :

  

1. Orang-orang yang belum dewasa , yaitu seseorang yang

belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ( Pasal 1330 KUHPdt jo Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 ).

  

2. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan , yaitu

orang-orang dewasa tapi dalam keadaan dungu , gila , mata gelap , dan pemboros ( Pasal 1330 KUHPdt jo. Pasal 433 KUHPdt )

  

3. Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk

melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu , misalnya orang yang dinyatakan pailit ( Pasal 1330 KUHPDT jo UU Kepailitan ).

  Jadi orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang oleh suatu undang -

undang untuk melakukan perbuatan - perbuatan hukum

tertentu .

  Kepentingan orang yang belum dewasa diurus oleh

orang tuanya ( Pasal 47 UU No.1Tahun 1974 ) dan

orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan

( curatele ) dalam melakukan perbuatan-perbuatan

hukum diwakili oleh orang tuanya , walinya , atau

pengampunya ( curator ) . Sedangkan penyelesaian

hutang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit

dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan ( Weeskamer ).

  Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang

tidak cakap atau tidak mampu menurut hukum

adalah tidak sah karena tidak memenuhi syarat

hukum .Perbuatan hukumyang tidak sah dapat

dimintakan pembatalan melalui Hakim

( vernietigbaar )

  Dengan demikian setiap orang adalah subjek

hukum (rehtspersoonlijkheid )yaitu pendukung hak

  

Tidak setiap orang yang belum dewasa dinyatakan tidak

wenang melakukan perbuatan hukum . Ada perbuatan hukum tertentu

dapat dilakukan oleh orang yang belum dewasa karena diakui oleh

hukum. Anak perempuan yang berumur 16 tahun dan anak pria yang

berumur 19 tahun dapat melakukan perkawinan , walaupun mereka

belum dewasa menurut hukum , karena hukum mengakui perbuatan

mereka itu ( Pasal 7 ayat (1). Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974.

Orang yang berumur 18 tahun wenang membuat surst wasiat ,

walaupun ia belum dewasa menurut hukum , karena hukum memberi

hak dan mengakui perbuatan itu ( Pasal 897 KUHPdt). Begitu juga anak

yang belum dewasa wenang menabung dan menerima kembali uang

tabungannya itu ( Pasal 7 Stb. 1934-653). Orang dewasa yang tidak

berkepentingan tidak wenang melakukan perbuatan hukum, misalnya

seorang penyewa rumah tidak wenang menjual rumah yang disewanya

itu kepada pihak lain karena rumah itu bukan miliknya. Kecuali ia

memperoleh kuasa atau diberi hak oleh pemiliknya untuk menjualkan

rumah itu , maka ia berwenang melakukan perbuatan hukum menjual

rumah tersebut , karena diakui oleh hukum walaupun rumah itu bukan

miliknya. Jadi orang dewasa pun belum tentu wenang melakukan

setiap perbuatan hukum. Dengan demikian rechtsbekwaamheid adalah

syarat umum sedangkan rechtsbevoegheid adalah syarat khusus untuk

melakukan perbuatan hukum.

KEDEWASAAN DAN PENDEWASAAN

  

Dalam sistem hukum perdata (BW) , mereka yang belum dewasa tetapi harus melakukan

perbuatan-perbuatan hukum seorang dewasa, terdapat lembaga hukum pendewasaan

(handlichting) , yang diatur pada Pasal-Pasal 419s/d432 KUHPdt. Pendewasaan merupakan

suatu cara untuk meniadakan keadaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai

umur 21 tahun. Maksudnya adalah memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas)sebagai

orang dewasa kepada orang-orang yang belum dewasa.

  Hal ini dapat ditinjau dari tiga konsep hukum , yaitu :

  1. Menurut konsep hukum perdata barat

  2. Menurut konsep hukum adat

  3. Menurut konsep Undang-Undang Republik Indonesia Ad 1. Konsep hukum perdata barat.

Istilah kedewasaan menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi syarat hukum.

Sedangkan istilah pendewasaan menunjuk kepada keadaan belum dewasa yang oleh hukum

dinyatakan sebagai dewasa.Untuk mengetahui pengertian dewasa atau belum dewasa yang diatur

dalam Pasal 330KUHPdt, Stb. 1924-556, Stb 1924-557,Stb 1831-54.

Berdasarkan ketentuan Pasal 330KUHPdt belum dewasa (minderjarig) adalah belum

berumur 21 tahun penuh dan belum pernah melangsungkan perkawinan Apabila mereka

melangsungkan perkawinan sebelum berumur 21 tahun itu bercerai , mereka tidak kembali lagi

dalam keadaan belum dewasa. Dalam staatsblad yang berlaku bagi orang timur asing seperti

disebutkan di atas tadi , apabila di dalam perundang-undangan dijumpai istilah belum dewasa

( minderjarig ) , itu berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin

  

Apabila mereka yang kawin sebelum berumur 21 tahun penuh itu bercerai , mereka tidak

kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.

Keadaan dewasa yang memenuhi syarat undang -undang ini disebut kedewasaan Orang

dewasa atau dalam kedewasaan cakap atau mampu (bekwaam, capable) melakukan semua

perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian , melangsungkan perkawinan, membuat surat

wasiat. Kecakapan hukum ini berlaku penuh selama tidak ada faktor-faktor yang mempengaruh

iatau membatasinya, misalnya keadaan sakit ingatan , keadaan dungu , pemboros ( Pasal 433jo.

  Pasal 1330 KUHPdt). Dengan demikian KUHPdt (BW) memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau

belum dewasa. Adakalanya diperlukan kedudukan orang yang belum dewasa ini disamakan

dengan kedudukan orang dewasa. Maksudnya supaya orang yang belum dewasa itu mempunyai

kewenangan mengurus kepentingannya sendiri atau melakukan beberapa perbuatan hukum

tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan begitu orang yang belum dewasa itu oleh

hukum dinyatakan dewasa. Pernyataan ini disebut pendewasaan (handlichting).

Pendewasaan itu ada dua macam yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untk

beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Kedua-duanya harus memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh undang-undang . Untuk pendewasaan penuh syaratnya ialah sudah berumur 20

tahun penuh , sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun

penuh (Pasal 421 dan 426 KUHPdt).

  Untuk pendewasaan penuh , prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan

permohonan kepada Presiden Republik Indonesia dilampiri dengan akta kelahiran

atau surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengarkan pertimbangan mahkamah

agung, memberikan keputusannya yaitu keputusan pernyataan dewasa ini disebut

venia aetatis. Akibat hukum adanya pernyataan dewasa penuh ( venia aetatis ) ialah

status hukum yang bersngkutan sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi

apabila ingin melangsungkan perkawinan , izin orang tua masih diperlukan ( Pasal

420 s/d 424 KUHPdt ).

  Untuk pendewasaan terbatas , prosedurnya ialah yang bersangkutan

mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang

dilampiridengan aktakelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan negeri setelah

mendengarketerangan orang tua atau waliyang bersangkutan memberikan ketetapan

pernyataan dewasa dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan

yang yang dimohonkan ,misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan ,

membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum

yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatan-

perbuatan hukum tertentu ( Pasal 426 s/d 430 KUHPdt ).

  2. Konsep hukum adat. Hukum adat tidak mengenal batas umur untuk menentukan belum dewasa atau sudah dewasa. Hukum adat menentukan secara insidental apakah seseorang itu menurut umur dan perkembangan jiwanya patut dianggap cakap atau tidak cakap, mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum tertentu . Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri dalam perbuatan hukum yang dihadapinya itu.

  Dengan demikian batas antara dewasa dan belum dewasa hanya dapat dilihat dari belum cakap dan cakap melakukan perbuatan hukum . Belum cakap artinya belum mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri. Cakap artinya mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri.

  Hukum adat tidak mengenal perbedaan yang tajam antara orang yang sama sekali tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan orang yang cakap melakukan perbuatan hukum.Peralihan dari keadaan tidak cakap sama sekali kepada keadaan cakap penuh itu berlangsung sedikit demi sedikit menurut keadaan. Dalam hukum adat Jawa ,seorang yang sudah mandiri dan berkeluarga(mentas) cakap penuh untuk melakukan segala perbuatan hukum. Tetapi tidak dapat dikatakan bahwa orang yang belum mandiri dan belum berkeluarga itu tidak cakap melakukan hukum apa saja. Apabila kedewasaan ini dihubungkan dengan perbuatan melangsungkan perkawinan , apabila seorang pria dan seorang wanita itu melangsungkan perkawinan dan memperoleh anak dalam perkawinan itu , mereka dikatakan sudah dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. Tetapi apabila dalam perkawinan itu mereka tidak memperoleh anak karena masih sangat muda sehingga belum mampu melakukan hubungan seksual mereka dikatakan belum dewasa, misalnya dalam kawin anak /kawin gantung.

  3. Konsep Undang-Undang Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia pengertian dewasa apabila sudah berumur21 tahun penuh atau walaupun belum berumur 21 tahun tapi sudah pernah melangsungkan perkawinan dan belum dewasa apabila belum berumur 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan.

  Ketentuan mengenai dewasa dan belum dewasa terdapat dalam:

  1. Pasal 330 KUHPdt bagi warga negara Indonesia keturunan Eropah

  2. Stb. 1924-556 bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing bukan Cina

  3. Stb. 1924-557 bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing Cina

  4. Stb. 1931-54 bagi warga negara Indonesia asli (Bumiputera)

  

Berlakunya undang-undang tersebut di atas didasarkan pada aturan peralihan UUD1945 ,bahwa

sebelum dibentuknya undang-undang baru berdasarkan undang-undang ini,semua peraturan hukum

perundang-undangan yang sudah ada tetap dinyatakan berlaku . Undang-undang yang dibuat oleh

pembentuk undang-undang Republik Indonesia belum ada yang merumuskan pengertian belum

dewasa sebagai pencabutan keempat undang-undang yang disebutkan terdahulu.

  Undang –Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang :

  1. Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai umur 21 tahun ( Pasal 6 ayat 2),

  

2. Umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19 tahun dan wanita 16

tahun (Pasal 7 ayat 1),

  

3. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin , berada dibawah

kekuasaan orang tua ( Pasal 47 ayat 1),

  

4. Anak yang belum mencapai berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan

yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali (Pasal 50 ayat 1).

Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur tentang belum

dewasa dan dewasa. Dengan demikian undang-undang yang merumuskan belum dewasa dan dewasa

masih tetap berlaku. Apabila dalam undang-undang ditemukan istilah belum dewasa (minderjarig) ,

itu berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah melangsungkan perkawinan,

sebaliknya apabila dalam undang-undang ditemukan istilah dewasa (meerderjarig) , berarti sudah

berumur 21 tahun penuh , atau walaupun belum berumur 21 tahun penuh ,sudah pernah

melangsungkan perkawinan.

  Pengertian sudah berumur 21 tahun penuh atau sudah pernah kawin disebut dewasa undang-undang atau dewasa hukum , sedangkan dewasa biologis atau dewasa seksual untuk melangsungkan perkawinan, yaitu sudah berumur 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Mereka yang dewasa biologis ini apabila sudah melangsungkan perkawinan berubah menjadi dewasa hukum.

  PENCATATAN PERISTIWA HUKUM Untuk memastikan status perdata seseorang , ada lima peristiwa hukum dalam kehidupan orang yang perlu dilakukan pencatatan,yaitu peristiwa :

  1. Kelahiran , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai subjek hukum , yaitu pendukung hak dan kewajiban,

  2. Perkawinan , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri dalam ikatan perkawinan menurut hukum ,

  3. Perceraian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda , yang bebas dari ikatan perkawinan,

  4. Kematian , untuk menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris , sebagai janda atau duda dari almarhum/almarhumah ,

  5. Penggantian nama , menentukan status hukum seseorang dengan identitas tertentu dalam hukum perdata.

  

Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang

status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum . Kepastian hukum

menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang

mempunyai hubungan hukum itu , sebagai contoh :

  

1. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai dewasa

atau belum dewasa seseorang.

  

2. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai boleh

atau tidak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi.

  

3. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas

mencari pasangan lain.

  

4. Kepastian hukum mengenai kematian , menentukan status perdata sebagai ahli

waris dan keterbukaan waris.

  5. Kepastian hukum mengenai nama , untuk menentukan identifikasi seseorang

sebagai subjek hukum , karena dari nama itu dapat diketahui keturunan siapa yang

bersangkutan.

Fungsi pencatatan itu adalah pembuktian bahwa peristiwa hukum yang dialami

seseorang itu benar telah terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi

peristiwa hukum ,diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa

hukum , diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum

pada hari , tanggal,bulan , tahun , di tempat tertentu atas nama seseorang. Surat

  Sebagai contoh :

  1. Surat keterangan kelahiran diberikan oleh dokter atau bidan rumah sakit/klinik yang menangani peristiwa kelahiran itu.

  2. Surat keterangan melangsungkan perkawinan dibuat oleh petugas yang menyaksikan peristiwa perkawinanitu.

  3. Surat keterangan perceraian berupa putusan pengadilan diberikan oleh pengadilan negeri bagi yang bukan beragama Islam dan oleh pengadilan agama bagi mereka yang beragama Islam.

  4. Surat keterangan kematian diberikan oleh dokter rumah sakit yang merawatnya atau oleh kepala desa/kepala kelurahan di tempat tinggal yang bersagkutan .

  5. Surat keterangan ganti nama diberikan oleh pengadilan negeri dalam bentuk surat ketetapan.

  Untuk melakukan pencatatan dibentuklah lembaga khusus yang disebut Catatan Sipil (Burgerlijke Stand). Catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa perdata yang dialami oleh seseorang. Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara Indonesia dan yang berlaku khusus untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam mengenai perkawinan dan perceraian. Lembaga Catatan Sipil yang berlaku umum secara struktural berada di bawah Departemen Dalam Negeri.

  

Lembaga catatan sipil yang berlaku khusus untuk yang beragama Islam secara struktural

berada dibawah departemen agama. Untuk menyelenggarakan tugas pencatatan , lembaga

catatan sipil umum mempunyai kantor disetiap kabupaten. Sedangkan lembaga catatan sipil

khusus merupakan bagian tugas dari kantor departemen agama di daerah.

  Kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut:

  1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kelahiran,

  2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perkawinan,

  3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perceraian ,

  4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kematian,

  

5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak, dan akta ganti

nama.

Untuk dapat dilakukan pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi syarat yaitu adanya

surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum yang bersangkutan.Surat

keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus, menangani atau mengeluarkannya.

Surat keterangan tersebut kemudian dibawa oleh yang berkepentingan kepada pejabat kantor

catatan sipiluntuk dicatat atau didaftarkan dalam buku akta yang disediakan untuk setiap

peristiwa hukum.

Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan , untuk dapat

dilakukan pencatatan /pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim. Misalnya penetapan

hakim pengadilan negerimengenai kelahiran, penetapan hakim pengadilan agama mengenai

perkawinan orang yang beragama Islam.

  

Sebagai bukti telah dicatat/didaftarkan , pejabat kantor catatan sipil menerbitkan kutipan

akta , seperti kutipan akta kelahiran , kutipan akta perkawinan, kutipan akata kematian ,

kutipan akta perceraian .Kutipan akta ini bersifat otentik karena dikeluarkan oleh pejabat

resmi ( akta ambtelijk).

  

Ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang catatan sipil di

Indonesia , sebagai berikut:

  

1. Reglemen Catatan Sipil Stb. 1849-25 tentang Pencatatan Perkawinan dan Perceraian bagi

warga negara Indonesia keturunan Eropah.

  

2. Reglemen Catatan Sipil Stb. 1917-130 jo Stb. 1919-81tentang Pencatatn Perkawinan dan

Perceraian bagi warga negara Indonesia keturunan Cina.

  

3. Reglemen Catatan Sipil Stb. 1933-75 jo. Stb. 1936-607 tentang Pencatatn Perkawinan dan

Perceraian bagi warga negara Indonesia yang beragama Kristen di jawa , Madura , Minahasa ,

Ambon dsb.

  

4. Reglemen Catatan Sipil Stb. 1904-279 tentang Pencatatan Perkawinan bagi warga negara

Indonesia yang melakukan perkawinan campuran.

  

5. Reglemen Catatan Sipil Stb. 1920-751jo.Stb. 1927-564 tentang Pencatatan Kelahiran dan

Kematian bagi warga negara Indonesia asli Jawa dan Madura.

  6. B.W Stb.1847-23 yang mengatur pencatatan sipil lainnya.

  

7. Undang-Undang Nomor32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah , Talak dan Rujuk bagi

warga negara Indonesia beragama Islam.

  

Berdasarkan undang-undang mengenai catatan sipil diatas dapat dibedakan atas tiga

macam catatan sipil , yaitu:

1. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia tentang :

  a. Kelahiran

  b. Kematian

  c. Penggantian nama

2. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia non Islam tentang:

  a. Perkawinan

  b. Perceraian

3. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia beragama Islam tentang:

a. Perkawinan

  b. Perceraian

Untuk penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia , pada tahun 1966 dikeluarkan instruksi

Presiden Kabinet Nomor 31/U/IN/12/66 ditujukan kepada menteri kehakiman dan kantor

catatan sipil diseluruh Indonesia untuk tidak menggolongkan penduduk Indonesia

berdasarkan Pasal 131 I.S. Kantor catatan sipil di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk

Indonesia dengan membedakan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing.

Untuk mempertegas instruksi tersebut , menteri kehakiman dan menteri dalam negeri

menerbitkan Surat Edaran Bersama Nomor 51/I/3/J.A: 2/2/5tanggal 28 Januari 1967 yang

pada pokok isinya menghilangkan pembatasan berlaku, dalam arti diberlakukan untuk semua

  

penduduk Indonesia (WNI dan WNA) di seluruh Indonesia yang tergolong dalam masing-

masing Stb. ,berikut ini:

  1. Stb. 1920-751 jo Stb. 1927-564 mengenai pendaftaran kelahiran dan kematian, 2. Stb. 1933-75 jo Stb. 1936-607 mengenai pendaftaran perkawinan dan perceraian.

  

Dengan berlakunya staatsblad-staadsblad tersebut di atas untuk seluruh

Indonesia ,tercapailah keseragaman hukum catatan sipil mengenai hal-hal sebagai berikut:

  

3. Stb.1920-751 jo Stb, 1927-564 mengenai pendaftaran kelahiran dan kematian bagi semua

warga negara Indonesia dan warga negara asing di Indonesia,

  

4. Stb.1933-75 jo Stb. 1936-607 mengenai pendaftaran perkawinan dan perceraian bagi semua

warga negara Indonesia dan warga negara asing yang bukan agama Islam di Indonesia,

  

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah ,Talak , dan Rujuk bagi

warga negara Indonesia beragama Islam.

Untuk menyelenggarakan keseragaman peraturan–peraturan tersebut dan pembinaan

catatn sipil , diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan

Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil. Keputusan Presiden ini dilaksanakan

oleh menteri dalam negeri dengan Surat Keputusan Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Pemko.

Dalam Pasal 4 ayat 1 S.K . Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 ditetapkan tiga

tipe organisasi kantor catatan sipil, yaitu:

  1.Organisasi kantor catatan sipil tipe A,

  2.Organisasi kantor catatan sipil tipe B, 3.Organisasi kantor catatan sipil tipe C.

  

Catatan sipil tipe A dan tipe B mempunyai kantor tersendiri dan mempunyai

kepala kantor sendiri , sedangkan tipe C mempunyai kantor yang masih bergabung

dengan Bagian Pemerintahan Kabupaten /Pemko , kepalanya dirangkap oleh Kepala

Bagian Pemerintahan.

KEADAAN TAK HADIR

  

Yang dinyatakan sebagai keadaan tak hadir (afwezigheid) adalah keadaan tidak

adanya seseorang di tempat kediamannya karena bepergiann atau meninggalkan tempat

kediaman baik dengan izin atau tanpa izin , dan tidak diketahui di mana tempat ia

berada.

  Dalam definisi ini ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan ,sebagai berikut:

  

1. Seseorang , ini menunjuk kepada salah satu anggota keluarga mungkin suami ,

mungkin istri , mungkin anak,

  

2. Tidak ada ditempat kediaman , artinya tidak ada di lingkungan keluarga dimana

mereka berdiam serta mempunyai hak dan kewajiban hukum,

  3.Bepergian atau meninggalkan tempat kediaman , artinya menuju dan berada di tempat lain karena suatu keperluan atau tanpa keperluan ,

  4. Dengan izin atau tanpa izin ,artinya dengan persetujuan dan sepengetahuan anggota keluarga atau tanpa persetujuan dan tanpa diketahui oleh anggota keluarga,

  5.Tak diketahui dimana tempat ia berada , artinya tempat lain yang dituju dan dimana ia berada tidak diketahui sama sekali, karena yang bersangkutan tidak memberi kabar atau karena sulit.Tidak memberi kabar mungkin karena ada halangan misalnya terjadi perang , pemberontakan , kecelakaan , bencana alam , sakit gila , dan lain-lain atau memang dengan sengaja supaya tidak berurusan lagi dengan keluarganya (putus asa).

  Pengaruh keadaan tak hadir itu adalah:

  4. Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan ,

  

5. Status hukum yang bersangkutan sendiri atau status hukum anggota keluarga yang

ditinggalkan mengenai perkawinan dan pewarisan.

Ada tiga tahap dalam penyelesaian mengenai keadaan tak hadir dalam KUHPerdata

, yaitu :

  6. Tahap tindakan-tindakan sementara,

  7. Tahap pernyataan barangkali meninggal dunia , 8. Tahap pewarisan secara definitif. Ad.1. Tahap tindakan-tindakan sementara.

Menurut Pasal 463 KUHPdt , tindakan-tindakan sementara dapat diambil apabila

orang yang meninggalkan tempat kediaman itu tidak memberi kuasa kepada orang lain

untuk mengurus harta kekayaan dan kepentingannya , atau jika kuasa yang diberikan itu

sudah berakhir. Tindakan sementara itu berupa pemberian tugas oleh pengadilan negeri

kepada balai harta peninggalan (BHP), atau keluarga sedarah atau semenda atau istri atau

suami orang yang tak hadir itu , atas permohonan pihak yang berkepentingan atau kejaksaan

, untuk mengurus harta kekayaan dan kepentingannya baik seluruh atau sebagian. Ad.2. Tahap pernyataan barangkali meninggal dunia.

Jika seseorang telah meninggalkan tempat kediamannya dan lama sekali tidak

muncul tanpa ada kabar apapun dari yang bersangkutan maka ada alasan untuk menyangka

yang bersangkutan tidak akan kembali lagi karena meninggal dunia. Lama meninggalkan

tempat kediaman itu lima tahun , yang kemudian dengan Stb. 1926-344 dapat diperpendek

sampai satu tahun. Sebelum meninggalkan tempat kediamannya , yang bersangkutan tidak

memberi kuasa kepada orang lain untuk mengurus harta kekayaannya dan kepentingannya.

  

Untuk mengeluarkan ketetapan pernyataan barangkali meninggal dunia , hakim

pengadilan negeri memberi izin kepada pihak yang berkepentingan untuk memanggil orang

yang tak hadir itu melalui surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri , sebanyak tiga

kali berturut-turut. Pengeluaran pernyataan tersebut tidak perlu lebih dulu diadaka tindakan-

tidakan sementara menurut Pasal 463 KUHPerdata.

  

Setelah dilakukan pemanggilan terhadap orang yang tak hadir itu sesuai dengan prosedur , tetapi

ternyata tidak juga muncul , pengadilan negeri kemudian dapat mengeluarkan ketetapan pernyataan

barangkali meninggal dunia , dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum itu treutama peralihan

hak-hak kepada para ahli waris nya yang sifatnya sementara dan dengan batasan-batasan tertentu.

  Ad.3.Tahap pewarisan secara definitif .

Dalam tahap ini persangkaan barangkali meninggal dunia itu menjadi sedemikian kuat ,

sehingga terjadi keadaan yang lebih definitif . Keadaan ini mengakibatkan pewarisan menjadi

definitif. Keadaan definitif diperoleh apabila diterima kabar kepastian meninggal dunia orang yangtak

hadir itu (Pasal 485 KUHPerdata).

  

Jika tidak ada kabar kepastian meninggal dunia orang yang tak hadir itu, keadaan definitif

terjadi apabila lampau tenggang waktu 30 tahun sejak hari pernyataan barangkali meninggal dunia

yang tercantum dalam putusan pengadilan negeri ,atau apabila tenggang waktu 30 tahun belum

lampau , tetapi sudah lewat 100 tahun sejak hari lahir orang yang tak hadir itu (Pasal484

KUHPerdata).

Akibat hukumnya ialah para ahliwaris atau orang yang memperoleh hak mempunyai hak

(berhak) menuntut pembagian warisan atas harta kekayaan orang yang tak hadir itu.Suami atau istri

yang ditinggalkan oleh orang yang tak hadir itu dapat kawin lagi dengan pihak lain (Pasal 493

KUHPerdata). Ini berarti perceraian. Menurut Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 keadaan tak hadir merupakan alasan untuk bercerai apabila ketidakhadiran itu dua tahun

berturut-turut.

HUKUM BENDA

  Dalam Pasal 499KUHPerdata yang diartikan dengan zaak adalah semua barang dan hak . Hak adalah bagian dari harta kekayaan. Harta kekayaan meliputi barang , hak , dan hubungan hukum mengenai barang dan hak yang diatur dalam buku III KUHPERdata. Zaak yang meliputi barang dan hak diatur dalam buku II KUHPerdata.

  Barang sifatnya berwujud , sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literatur hukum ,zaak diterjemahkan dengan benda sesuai dalam bahasa Belanda. Dengan demikian pengertian benda mencakup barang berwujud dan dan barang tidak berwujud (hak). Barang adalah objek hak milik. Hak juga dapat menjadi objek hak milik. Dalam hukum yang dimaksud dengan benda ialah segala sesuatu yang menjadi objek hak milik. Semua benda dalam arti hukum dapat diperjualbelikan, dapat diwariskan , dapat diperalihkan kepada pihak lain. Hukum benda ialah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang benda. Peraturan tersebut meliputi pengertian benda, pembedaan macam-macam benda , dan hak-hak kebendaan. Pengaturan hukum benda menggunakan sistem tertutup, Artinya harus dipatuhi , dituruti , tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan.

  Selain dari buku II KUHPerdata , hukum benda juga diatur dalam undang- undang lain , seperti:

  1. Undang-Undang Pokok Agararia Nomor 5 Tahun 1960 dan semua peraturan pelaksananya. Undang-undang ini mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi, air dan segala kekayaan alam yang terdapat di dalamnya. Undang-undang ini mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai bumi, air dan segala kekayaan alam yang terdapat di dalamnya, kecuali mengenai hipotik dalam buku II KUHPerdata.

  2. Undang-Undang Merek Nomor. 15 Tahun 2001. Undang-undang ini mengatur tentang hak atas merek perusahaan dan perniagaan. Hak atas merek adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik.

  3. Undang-Undang Hak Cipta Nomor. 28 Tahun 2014. Undang-undang ini mengatur tentang hak cipta sebagai sebagai benda tidak berwujud, yang dapat dijadikan objek hak milik. Peralihan hak cipta harus dilakukan secara tertulis.

  Menurut sistem hukum perdata benda dapat dibedakan atas :

  1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud

  2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak

  3. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis

  4. Benda sudah ada dan benda akan ada

  5. Benda dalam perdagangan dan benda diluar perdagangan

  6. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi

  7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar 8. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti.

  Ad.1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud

Arti penting pembedaan ini adalah terletak pada cara penyerahannya apabila

benda itu dipidahtangankankepada pihak lain , misalnya dalam hal jual beli ,

pewarisan , pemberian. Penyerahan benda berwujud bergerak dilakukan secara nyata

dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud berupa benda tetap dilakukan

dengan balik nama. Penyerahan benda tidak berwujud berupa piutang dilakukan

menurut berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata: a.Piutang atas nama (op naam) dengan cara cessie

b.Piutang atas tunjuk (aan toonder) dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke

  1. Piutang atas nama (op naam) adalah surat pengakuan hutang yang diterbitkan dan ditandatangani oleh debitur dan diserahkan kepada kreditur dengan maksud untuk tidak diperjualbelikan. Surat pengakuan hutang atas nama ini berisi pengakuan debitur bahwa dia telah berutang kepada kreditur sejumlah uang tertentu dan akan dikembalikan dengan bunga tertentu pada suatu saat dan tempat tertentu pula.

  Piutang atas nama adalah tagihan yang hanya dapat ditagih oleh kreditur tertentu saja. Misalnyadari surat pengakuan hutang atas nama adalah surat deposito berjangka , surat tabungan.Surat perintah hutang atas nama misalnya bilyet giro.

  2. Piutang atas tunjuk atau atas pembawa(aan toonder) adalah surat pengakuan hutang , bila nama kreditur tidak disebut dalam surat atau disebut dengan jelas dalam akta dengan tambahan kata-kata atau pembawa.

  3. Piutang atas pengganti (aan order) adalah surat pengakuan hutang bila nama kreditur disebut dengan jelas dalam surat tambahan kata-kata atau pengganti.

  4. Cessie menurut Prof. Subekti adalah pemindahan hak piutang yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama ,yang dalam hal ini disebut cedent, dengan seorang berpiutang baru , yang dalam hubungan ini disebut cessionaris . Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan ; jadi tidak boleh dengan lisan atau atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku terhadap siberutang , akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi (betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada berutang.

  5. Endosemen : perbuatan andosan untuk menyerahkan piutang kepada pemegang (Pasal 112 KUHD).

c. Piutang atas pengganti (aan order)dengan cara endosemendan penyerahan suratnya dari

  tangan ke tangan. Ad.2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak. Ada dua golongan benda bergerak yaitu:

  

1. Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda itu dapat berpindah atau

dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya sepeda, meja , kursi , buku, dan

sebagainya.(Pasal 509 KUHPerdata)

  

2.Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda bergerak ialah segala hak

atas benda-benda bergerak atau hak-hak yang melekat atas benda bergerak . Misalnya hak

memetik hasil dan hak memakai , hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang ,

hak menuntut dimuka hakim agar uang tunai atau barang-barang bergerak diserahkan kepada

penggugat, saham-saham dari perseroan dagang, dan surat-surat berharga lainnya.

Benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 506,507, dan 508 KUHPerdata. Ada tiga

golongan benda tidak bergerak, yaitu:

3. Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, yang dibagi atas tiga macam:

  a. tanah

  b. segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta bercabang seperti tumbuh-tumbuhan,buah-buahan yang masihbelum dipetikdan sebagainya c. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah itu yaitu karena tertanam dan terpaku.

  2. Benda yang menurut tujuannya/tujuan pemakaiannya supaya bersatu dengan benda tidak bergerak, seperti: a. Pada pabrik : segala mesin-mesin, ketel-ketel, dan alat-alat lain yang dimaksudkan agar terus menerus berada disituuntuk dipergunakan dalam menjalankan pabrik,

  b. Pada suatu perkebunan: segala sesuatu yang dipergunakan sebagai rabuk bagi tanah , ikan dalam kolam, dan lain-lain, c. Pada rumah kediaman: segala kaca, tulisan-tulisan , dan lain-lain serta alat- alat untuk menggantungkan barang-barang itu sebagai bagian dari dinding, d. Barang-barang reruntuhan dari sesuatu bangunan, apabila dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan itu.

  3. Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda tidak bergerak, seperti: a. Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tidak bergerak, b. Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik ke atas.

  Perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak karena adanya ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan benda tersebut yang terletak pada: a. Mengenai penguasaan (bezit)

  b. Mengenai pembebanan (bezwaring)

  c. Mengenai penyerahan (levering)

  d. Mengenai daluwarsa (veryaring)

  e. Mengenai penyitaan (beslag) Ad. a: Mengenai penguasaan (bezit).

  Pada benda bergerak berlaku asas dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa barangsiapa yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik. Jadi bezitter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda tersebut. Pada benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku.

  Ad. b : Mengenai pembebanan (bezwaring).

  Pada benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai) yang diatur dalam

  Pasal 1150 KUHPerdata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotik diatur dalam Pasal 1162 KUHPerdata. Ad. c: Mengenai penyerahan (levering).

  Mengenai benda bergerak menurut Pasal 612 KUHPerdata menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dalam Pasal 616 KUHPerdata menentukan bahwa penyerahan benda tidak bergerak dilakukan denga balik nama.

  Ad. d: Mengenai daluwarsa (verjaring).

  Pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sebab yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan pada benda tidak bergerak

dikenal daluwarsa yang diatur dalam Pasal 1963 KUHPerdata sebagai berikut:

  1. Dalam hal ada alas hak , daluwarsanya 20 tahun

  2. Dalam hal tidak ada alas hal , daluwarsanya 30 tahun Ad. e: Mengenai penyitaan (beslag).