HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN ASERTIVITAS TERHADAP PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA (SMK Negeri 5 Samarinda Kalimantan Timur) Dwi Susilawati1 ABSTRACT - Index of /site/wp-content/uploads/2016/12

PSIKOBORNEO, 2016, 4 (4) : 688 - 701
ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id
© Copyright 2016

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL
DAN ASERTIVITAS TERHADAP PERILAKU SEKS
PRANIKAH PADA REMAJA
(SMK Negeri 5 Samarinda Kalimantan Timur)
Dwi Susilawati1
ABSTRACT
This research was purposed to know relationship between interpersonal
communication and assertiveness with premarital sexual behavior to adolescents
in SMK Negeri 5 Samarinda, East Kalimantan. This research consists of three
variables, dependent variable was premarital sexual behavior and independent
variables were interpersonal communication and assertiveness.
Data was gathered by interpersonal communication scale, assertiveness
scale and premarital sexual behavior scale. Sample on this research were
students of SMK Negeri 5 Samarinda East Kalimantan as much 83 people. The
data were analyzed used kendall's tau-b test.
The results of this research showed there are negative relationship
between communication interpersonal with premarital sexual behavior on the

teen with = -.255 and p = 0.001, the are negative relationship between
assertiveness with premarital sexual behavior on the teen with = -.269 and p=
0.000.
Keywords: interpersonal communication, assertiveness, and premarital sex
behavior
Pendahuluan
Latar Belakang
Menurut Soetjiningsih (2004), Pemahaman masyarakat tentang seksualitas
masih amat kurang sampai saat ini, kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu
adanya berbagai ketidaktahuan yang ada dimasyarakat tentang seksualitas yang
harus dipahami. Sebagian dari masyarakat masih amat mempercayai mitos-mitos
seksual dan justru mitos-mitos inilah yang merupakan salah satu pemahaman
yang salah tentang seksual. Pemahaman tentang perkembangan seksual termasuk
pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu pemahaman
yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa peralihan dari
perilaku seksual anak-anak menjadi perilaku seksual dewasa (Soetjiningsih,
2004). Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat
merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarganya, sebab pada masa ini remaja
1


Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman. Email: dwi.susilawati@gmail.com

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial, dan seksual.
Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adat istiadat,
budaya, agama, dan kurangnya informasi dari sumber yang benar (Soetjiningsih,
2004).
Menurut Rosyidah (2006) ada dua permasalahan utama yang mendominasi
kehidupan remaja yang berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhannya
yaitu masalah dari sisi individualnya dan dari sisi seksualnya. Berdasarkan dari
sisi individualnya remaja mengalami krisis identitas atau mereka sedang bingung
dalam mencari jati dirinya, sehingga tidak jarang remaja senang mencoba sesuatu
yang baru. Sedangkan dari sisi seksualitas remaja sedang mengalami
perkembangan baik dari sisi biologis, fisik, maupun mental.
Berdasarkan dari sisi biologis remaja sedang mengalami perkembangan
kemampuan reproduksi, dari segi fisiknya terlihat adanya pertumbuhan tandatanda seks sekunder, hal ini yang memicu munculnya perkembangan mental yaitu
munculnya hasrat seksual yang dimana remaja tersebut akan sangat mudah
tertarik dengan lawan jenisnya. Sehingga, Pada saat ini permasalahan tersebut

sering terjadi pada remaja perempuan, yang dimana remaja perempuan sering
tidak tahu bagaimana mengatakan “tidak” kepada pacarnya jika dia diajak
melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya (Rosyidah, 2006). Hal ini
menunjukkan bahwa remaja perempuan kurang bisa bersikap tegas dalam
menentukan suatu keputusan, sehingga banyak remaja khususnya perempuan
terjerumus kedalam hal-hal yang negatif (Rosyidah, 2006).
Remaja menjalani proses berat yang membutuhkan banyak penyesuaian
sehingga dapat menimbulkan kecemasan. Ketika mereka harus berusaha
mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik dan sosial akibat
pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal tentang
seks, meninggalkan remaja dengan berjuta pertanyaan yang lalu lalang dipikiran
mereka (BKKBN, 2006). Sedangkan Suprijanto (2007) mengatakan bahwa
pandangan pendidikan kesehatan reproduksi adalah tabu yang sekian lama
tertanam, membuat remaja malu berdiskusi dengan orang lain. Akan tetapi, yang
lebih memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus
membahas hal tersebut dengan anggota keluarga sendiri, sehingga biasanya
remaja justru mengetahui hal tentang seks dari teman sebaya (Suprijanto, 2007).
Menurut Soetjiningsih (2004), sebagian kelompok remaja mengalami
kebingungan untuk memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang
tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain boleh dan tidaknya untuk melakukan

pacaran, melakukan onani, nonton bersama atau ciuman. Ada beberapa
kenyataan-kenyataan lain yang cukup membingungkan antara apa saja yang boleh
dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan. Kebingungan ini akan
menimbulkan suatu perilaku seksual yang sehat dikalangan remaja. Perasaan
bersalah atau berdosa tidak jarang dialami oleh kelompok remaja yang pernah
melakukan onani dalam hidupnya. Perilaku seksual tersebut semakin lama
semakin meningkat, hal ini terjadi karena beberapa hal antara lain kurangnya
689

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 688 - 701

informasi yang dimiliki oleh remaja tentang perilaku seksual yang benar,
lemahnya kualitas keimanan dan ketakwaan remaja, bangunan kepribadian yang
rapuh, hubungan dan komunikasi dengan orang tua yang kurang lancar serta
kurang harmonis, selain itu juga remaja cenderung lebih suka mengikuti kata-kata
teman sebayanya daripada kata-kata kedua orang tuanya. Rendahnya kemampuan
dalam mengambil keputusan serta kurangnya keterampilan berkomunikasi
membuat remaja dengan mudahnya terjerumus kedalam hal-hal yang negatif
misalnya: kesulitan menolak ajakan teman dan tidak bisa bersikap tegas
(Suprijanto, 2007).

Menurut Mellyanika (2014), bahwa dengan semakin mudahnya remaja
mengakses situs-situs porno di internet dan melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan nilai dan norma dalam masyarakat akibat melihat dan meniru tindakan
yang dilakukan oleh masyarakat lain seperti kumpul kebo dan melakukan
hubungan seks sebelum menikah yang berakibat pada putus sekolah ataupun
aborsi. Menurut Mellyanika (2014), Segala pengaruh negatif tersebut terjadi
karena tidak adanya filteralisasi bagi remaja dalam menghadapi globalisasi yang
semakin berkembang, sehingga
peran
lingkungan terdekat sangat
dibutuhkan untuk mengantisipasi segala pengaruh negatif yang ditimbulkan dari
globalisasi, namun tidak terbatas hanya pada pendidikan formal di sekolah
ataupun pendidikan moral di lingkungan tempat ibadah, melainkan pula yang
terpenting adalah peran keluarga dalam menjalankan fungsinya yang dapat
mengantisipasi pengaruh negatif pada remaja.
Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
perkembangan Psikis, fisik, proses belajar dan sosiokultural. Berdasarkan faktorfaktor tersebut maka aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya denga faktorfaktor tersebut. Beberapa aktifitas seksual yang se4ring dijumpai pada remaja
yaitu seperti sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks
anal, masturbasi, dan hubungan heteroseksual (Soetjiningsih, 2004).
Media juga salah satu sumber yang memudahkan remaja untuk mengakses

informasi apapun karena media yang menyediakan banyak informasi tentang
seks, seperti cerita-cerita percintaan, berbagai model atau gaya dalam
berhubungan seks, penjelasan onani/masturbasi, ejakulasi, gambar-gambar wanita
atau pria yang telanjang, pria dan wanita yang berhubungan seks juga dapat
mempengaruhi perilaku seksual remaja. Hal ini, membuat remaja lebih tertarik
untuk mencari segala informasi yang berhubungan dengan seksualitas di internet
secara mandiri tanpa pengawasan dari orang dewasa (Parkes, dkk., dalam Zulinar
& Herdina, 2014). Menurut Santrock (2007), kualitas hubungan dan komunikasi
yang diberikan orang tua pada anak akan menentukan kualitas kepribadian dan
moral mereka. Hubungan yang penuh akrab dan bentuk komunikasi dua arah
antara anak dan orang tua merupakan kunci dalam pendidikan moral keluarga,
dimana komunikasi yang perlu dilakukan adalah komunikasi yang bersifat
integratif, dimana ayah, ibu dan anak terlibat dalam pembicaraan yang
menyenangkan dan menghindari model komunikasi yang bersifat dominatif atau
690

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

suka menguasai pembicaraan. Selanjutnya diharapkan agar komunikasi orang tua
dengan anaknya banyak bersifat mendorong, penuh penghargaan dan perhatian.

Kemahiran komunikasi interpersonal bukan hanya untuk bertujuan
berkomunikasi tetapi mengajarkan siswa SMK mampu menyelesaikan
permasalahan dengan siswa lain, guru, orang tua maupun masyarakat sekitarnya.
Menurut Arif (2012), komunikasi interpersonal yang efektif membantu diri siswa
untuk menjaga hubungan yang baik antar individu, menyampaikan pengetahuan
informasi, mengubah sikap dan pemecahan masalah hubungan antarmanusia yang
menjadikan citra diri siswa menjadi lebih baik untuk menuju kesuksesan.
Perilaku asertif bagi remaja bermanfaat untuk memudahkan bersosialisasi
dalam lingkungannya, menghindari konflik karena bersikap jujur dan terus terang,
dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi secara efektif. Kondisi ini
disebut distorsi komunikasi yaitu ketidakmampuan para remaja memahami atau
sengaja tidak mau untuk menyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan
komunitas, sehingga para remaja terlibat dalam perilaku negatif seperti tawuran,
narkoba, seks bebas (Puspitawati, 2009).
Sriyanto dkk, (2014) asertivitas merupakan kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan diri, pandangan-pandangan dirinya, dan menyatakan keinginan
dan perasaan diri secara langsung, jujur, dan spontan tanpa merugikan diri sendiri
dan melanggar hak orang lain. Asertivitas dalam perspektif pendidikan
merupakan domain keterampilan sosial (social skills) diantara kerja sama(cooperation), tanggung jawab (responsibility), dan self-control. Dengan demikian,
asertivitas merupakan kemampuan untuk mengungkapkan hak dan kebutuhan

secara positif dan konstruktif tanpa melanggar hak orang lain. Ciri seseorang yang
memiliki perilaku asertif adalah hubungan yang dilakukan merasa lebih percaya
diri, mendapatkan rasa hormat dari orang lain melalui jalinan komunikasi secara
langsung, terbuka, dan jujur. Asertivitas bermanfaat bagi individu untuk menjaga
kejujuran dalam komunikasi, mampu untuk mengendalikan diri dan
meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan (Sriyanto dkk, 2014).
Remaja dalam menentukan sikap haruslah bersikap mandiri, tegas dan
bebas. Artinya dapat mengambil keputusan sesuai dengan keinginan tanpa harus
membatasi diri, dapat menentukan apa yang terbaik untuk diri sendiri. Hal ini
yang disebut sebagai perilaku asertif, dimana asertif berasal dari kata assertive
yang berarti tegas dalam pernyataan, pasti dalam mengekspresikan diri menurut
pendapatnya (Bayuwati dalam Putri, 2009).
Remaja yang bersikap asertif mampu berkomunikasi dengan semua orang
secara terbuka, langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya, memiliki pandangan
yang aktif tentang kehidupan, mempunyai usaha-usaha untuk mendapatkan apa
yang diinginkannya, mampu mengungkapkan perasaan dan pikirannya, mampu
memberi dan menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan dirinya.
Perilaku asertif terhadap lawan jenis ini merupakan suatu perilaku yang timbul
dalam diri individu berkaitan dengan pergaulan dan lingkungan (Putri, 2009).


691

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 688 - 701

Asertif terhadap perilaku seksual pra-nikah adalah kemampuan seseorang
bersikap tegas mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat
mengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak
orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta
mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan
cemas yang mengganggu sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan
persamaan dalam hubungan dengan pasangannya (Lubis & Oriza, dalam Putri,
2009).
Jika remaja putri mampu melakukan penilaian tentang benar dan salah, baik
dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan memahami mana perilaku yang
benar dan mana perilaku yang salah, sehingga remaja putri dapat mengambil
keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang timbul dari hati nurani
dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab (Lubis &
Oriza, dalam Putri, 2009). Dalam perilaku seksual, jika remaja putri mampu
melakukan pertimbangan terhadap perilaku seksual pra-nikah, dimana
pertimbangan tersebut akan memunculkan pemahaman tentang resiko perilaku

seksual, maka remaja akan mampu untuk mengelola dorongan seksualnya secara
baik dan dorongan seksualnya dapat disalurkan secara sehat serta bertanggung
jawab. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan diatas maka
peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang hubungan antara pola komunikasi
orang tua anak dan asertivitas dengan perilaku seks pra-nikah pada remaja.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan
masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan
antara komunikasi interpersonal dan asertivitas terhadap perilaku seks pra-nikah
pada remaja?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana komunikasi
interpersonal dan asertivitas berhubungan dengan perilaku seks pra-nikah pada
remaja.
Tinjauan Pustaka
Perilaku Seks Pranikah
Perilaku seksual pranikah adalah segala prilaku yang didorong oleh hasrat
seksual seperti bergandengan tangan, berciuman, bercumbu dan bersenggama
yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa melalui proses pernikahan yang sah

menurut hukum dan agama (Sarwono, 2010). Menurut Sarwono (2010), adapun
aspek-aspek perilaku seksual tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bersentuhan (Touching) yaitu berpegangan tangan dan berpelukan.

692

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

2. Berciuman(Kissing). Perilaku berciuman yang dimulai dari ciuman ringan
sampai dengan deep kissing, necking atau perilaku mencium daerah sekitar
leher pasangan.
3. Bercumbu (Petting). Menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh
pasangan biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin.
4. Oral genital sex. Hubungan seks oral merupakan rangsangan dengan mulut
pada organ seks atau alat kelamin pasangan.
5. Hubungan seksual(Sexual Intercourse).Hubungan seksual terjadi pada remaja
belasan cenderung kurang direncanakan dan lebih bersifat spontan.
Komunikasi Interpersonal
Menurut Suranto (2011) mengemukakan bahwa perilaku komunikasi antar
manusia merupakan salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial.
Sedangkan menurut Hartley (2001) bahwa komunikasi interpersonal merupakan
proses dimana orang bertukar informasi perasaan dan makna melalui pesan verbal
dan non-verbal. Adapun aspek komunikasi interpersonal yang diungkapkan oleh
Devito (2007), sebagai berikut:
1. Keterbukaan (openness), yaitu sejauhmana individu memiliki keinginan untuk
terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi.
2. Empati (empathy). Empati adalah suatu perasaan individu yang merasakan
sama seperti yang dirasakan oleh orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat
dalam perasaan ataupun tanggapan orang tersebut.
3. Dukungan (supportivenness). Hubungan antar pribadi yang efektif adalah
hubungan dimana terdapat sikap mendukung.
4. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap
dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan
situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
5. Kesetaraan/kesamaan (equality). Komunikasi antar pribadi akan lebih efektif
bila suasananya setara, artinya harus ada pengakuan diam-diam bahwa kedua
belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan.
Asertivitas
Menurut Fensterheim (2005) mengatakan bahwa asertivtas ialah perilaku
yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap
usaha untuk membela hak-haknya serta adanya keadaan efektif yang mendukung,
seperti mengetahui hak pribadi dan melakukan sesuatu untuk mendapatkan hakhak tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan emosi. Menurut Galassi
(2007) aspek-aspek perilaku asertif terdapat tiga kategori yaitu:
1. Mengungkapkan perasaan positif (expressing positive feelings), dapat
memberikan pujian dan mengungkapkan penghargaan pada orang lain.
2. Afirmasi diri (self affirmations), seperti mempertahankan hak, menolak
permintaan, dan mempertahankan hak.
693

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 688 - 701

3. Mengungkapkan perasaan negatif (expressing negative feelings). Perilaku ini
meliputi pengungkapan perasaan negatif tentang orang per-orang.

Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan
untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2016).
Definisi Konsepsional
Konsepsonal merupakan pembatasan terhadap variabel-variabel penelitian
untuk menentukan indikator-indikator yang akan diteliti. Definisi konsepsional
yang berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini ialah perilaku seks
pranikah, komunikasi interpersonal, dan asertivitas.
Definisi Operasional
Operasional adalah penegasan arti dari konstruk atau variabel yang
digunakan dengan cara-cara tertentu untuk mengukurnya, sehingga pada akhirnya
akan menghindari salah pengertian dan menafsirkan yang berbeda. Variabel
dalam penelitian ini ialah perilaku seks pranikah, komunikasi interpersonal, dan
asertivitas.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK Negeri 5 Samarinda
Kalimantan Timur tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 500 siswa-siswi.
Sedangkan, Sampel dalam penelitian ini menurut Bungin (2006) yaitu sebagai
berikut:
n =
N
N (d) 2 + 1
n
=
500
500(0.01 + 1)
= 83
Keterangan:
n = Jumlah sampel yang dicari
N = Jumlah populasi
e = Nilai presisi (10%)

694

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

Dengan menggunakan rumus diatas maka jumlah sampel secara
keseluruhan yang dibutuhkan ialah 83 siswa-siswi SMK Negeri 5 Samarinda
Kalimantan Timur.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan data pribadi subjek dan alat pengukuran atau instrumen. Metode
pengukuran atau instrument ini menggunakan skala, yaitu skala likert. Untuk
setiap pernyataan yang diajukan kepada responden diberi gradasi sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) atau gradasi lain
yang sesuai dengan pernyataan kuesioner (Sugiyono, 2016). Skor yang diberikan
pada setiap aitem pernyataan diberi rentang skor dari 1 sampai 4, yang terdiri dari
favorabel dan unfavorable. Menurut Hadi (2004), Penelitian ini menggunakan uji
coba terpakai atau try out terpakai. Alat pengukuran atau instrumen yang
digunakan ada tiga macam yaitu, perilaku seks pranikah, komunikasi
interpersonal dan asertivitas.
Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data
(mengukur), dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur
(Sugiyono, 2010). Menentukan validitas dengan nilai r tabel yang dicari pada
signifikan 10% dengan uji 2 sisi dan N (jumlah responden) = 83. DF=N-3
sehingga, DF 80 = 0.1829.
Uji reliabilitas dilakukan dengan konsistensi internal yaitu dengan menggunakan
teknik Alpha Cronbach’s. ). Kaidah yang digunakan adalah apabila nilai alpha >
0.600 maka alat ukur dinyatakan handal atau reliabel (Azwar, 2004).
Teknik Analisa Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau
sumber data lain terkumpul. Analisis data yang dilakukan untuk pengolahan data
penelitian adalah dengan menggunakan analisis kendall’s tau-b untuk mengetahui
hubungan kedua variabel bebas (komunikasi interpersonal dan asertivitas)
terhadap variabel terikat (perilaku seks pranikah). Sebelum dilakukan analisis
data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas, uji
linearitas, uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas, untuk mengetahui
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan hasil statistik pada uji korelasi kendall’s tau-b antara perilaku
seks pranikah dengan komunikasi interpersonal memiliki nilai korelasi = -.255
menunjukkan kedua variabel tersebut memiliki korelasi negatif. Sedangkan nilai p
= 0.001 < 0.05 menunjukkan kedua variabel tersebut signifikan, sehingga dengan
demikian hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima, yang artinya adanya
695

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 688 - 701

hubungan antara perilaku seks pranikah dan komunikasi interpersonal pada
remaja di SMK Negeri 5 Samarinda Kalimantan Timur, sehingga dapat diartikan
bahwa semakin tinggi komunikasi interpersonal yang dimiliki seorang remaja
maka semakin rendah perilaku seks pranikah dan sebaliknya apabila semakin
rendah komunikasi interpersonal yang dimiliki seorang remaja maka semakin
tinggi perilaku seks pranikah.
Kemudan dari hasil uji korelasi kendall’s tau-b antara perilaku seks
pranikah dengan asertivitas memiliki nilai korelasi = -.269 menunjukkan kedua
variabel tersebut memiliki korelasi negatif. Sedangkan nilai p = 0.000 < 0.05
menunjukkan kedua variabel tersebut signifikan, sehingga dengan demikian
hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima, yang artinya adanya hubungan
antara perilaku seks pranikah dan asertivitas pada remaja di SMK Negeri 5
Samarinda Kalimantan Timur, sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi
asertivitas seorang remaja maka semakin rendah perilaku seks pranikah dan
sebaliknya apabila semakin rendah asertivitas seorang remaja maka semakin
tinggi perilaku seks pranikah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Somers dan Canives (Indrijati, 2014) yang menyatakan adanya
keterkaitan yang erat antara komunikasi seksual yang dilakukan oleh orang tua
dan anak dengan perilaku seksual remaja. Frekuensi komunikasi seksual antara
orang tua dan anak memiliki pengaruh yang kuat terhadap keputusan remaja
dalam berperilaku seksual.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bloom dkk (1985),
menjelaskan bahwa individu yang tingkat asertivitasnya tinggi dapat menjadi
pertahanan diri yang efektif dan adaptif, mampu mengenal diri sendiri dengan
baik, mengetahui kekurangan dan kelebihan dirinya, sehingga mampu
merencanakan tujuan hidupnya, mempunyai rasa percaya diri, dan mampu
mengambil keputusan (Sriyanto, 2014).
Kesediaan anak dalam menyampaikan pesan secara jujur dan terbuka
kepada orang tua sangat dibutuhkan dalam terjadinya komunikasi yang efektif.
Dengan proses penyampaian secara terbuka dan jujur maka akan memudahkan
orang tua dalam mengambil tindakan sehingga memperlancar dalam proses
komunikasi dan juga meningkatkan hubungan interpersonal keduanya, begitu pun
sebaliknya orang tua pun harus memiliki sifat terbuka kepada anak. Dengan
proses penyampaian secara terbuka dan jujur serta meyakinkan dengan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti maka akan memunculkan
kesediaan anak untuk bertindak sesuai dengan informasi yang diberikan oleh
orang tua (Fitriyan, 2013).
Siswa yang memiliki hubungan komunikasi positif dalam keluarga dapat
mendorong siswa untuk belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain,
dapat bekerja sama, saling membantu untuk menyelesaikan masalah, sehingga
pengalaman dalam berinteraksi dengan keluarga juga turut menentukan pola
tingkah laku siswa terhadap orang lain dan juga lingkungan sosialnya (Miasari,
696

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

2012). Individu dengan komunikasi positif dalamkeluarga yang tinggi dapat
diprediksi memiliki asertivitas yang tingi, sedangkan individu dengan komunikasi
positif dalam keluarga yang rendah dapat diprediksi memiliki motivasi belajar
yang rendah pula (Miasari, 2012).
Asertivitas yang tinggi pada siswa disebabkan oleh komunikasi positif
dalam keluarga. Alberti dan Emmons (2002) menyatakan orang yang asertif
adalah orang yang mudah dipahami oleh orang lain dalam melakukan komunikasi
interpersonal, merasa percaya diri, spontan, dan mampu tanpa rasa permusuhan
dalam mengungkapkan perasaannya, serta hangat dalam berbicara.
Siswa dapat lebih mudah untuk belajar menjadi individu yang asertif
dengan adanya keterbukaan dan sikap saling percaya yang terjalin dalam
keluarga, kemudian siswa yang memiliki komunikasi positif dalam keluarga
mampu mengambil suatu keputusan, inisiatif dan mampu berkomunikasi secara
aktif, sehingga dapat menyatakan rasa tidak setuju, rasa marah, dan mampu
menanggapi kritikan, celaan dari orang lain (Miasari, 2012).
Perilaku seks pranikah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal,
faktor internal berupa stimulus dari dalam diri individu sedangkan faktor
eksternal meliputi pengalaman berpacaran, informasi mengenai seksualitas, jenis
kelamin dan pengaruh orang yang lebih dewasa (Hurlock, 2006). Remaja yang
melakukan seks pranikah disebabkan karena pergaulan bebas dan pola
pengasuhan orangtua yang cenderung permisif atau sebaliknya tidak peduli
sehingga tidak ada keterbukaan termasuk ketika membicarakan tentang seks pada
anak (Kustanti, 2013). Orang tua yang kurang menjalin komunikasi dengan anak
cenderung kurang memberikan perhatian pada anak, sehingga akibat yang muncul
adalah anak kurang mendapatkan pengawasan dan memiliki kebebasan yang
terlalu besar (Hurlock, 2006).
Kurangnya pendidikan seks yang diberikan pada remaja sangat berpengaruh
pada perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh remaja, hal ini ditunjukkan oleh
Vashistha & Rajshree (Indrijati dkk, 2014), pendidikan seks yang diberikan di
sekolah adalah pendidikan yang menyediakan pelajar sebagai kesempatan untuk
mengakses informasi otentik dan pengetahuan tentang pertumbuhan,
perkembangan, dan kaitan dengan proses fisiologis dari bagian-bagian organ seks
laki-laki dan perempuan (Indrijati dkk, 2014). Selain itu, perilaku seks pranikah
muncul disebabkan karena kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak.
Sebagian besar orang tua sulit untuk membicarakan mengenai seksual pada anak.
Hal ini, terjadi karena ketidaktahuan orang tua, sikap yang tidak terbuka dan
masih menganggap tabu untuk membicarakan mengenai seks (Sarwono, 2010).
Ketidakterbukaan orang tua akan mendorong remaja untuk mencari
informasi dari sumber yang lain, sehingga hal ini penting dilakukan mengingat
saat ini remaja memiliki akses yang sangat luas untuk mendapatkan berbagai
informasi berkaitan dengan seks (Kustanti 2013). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa remaja yang melakukan hubungan seks pranikah mengaku mendapatkan

697

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 688 - 701

gagasan untuk melakukan hubungan seks dari video, porno, internet, majalah dan
teman sebaya (Kustanti 2013).
Indrijati, dkk (2014), komunikasi orang tua dan anak tentang seksual
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor pertama adalah tipe orang tua.
Menurut Fisher (Indrijati dkk, 2014), efektivitas komunikasi seksual dalam
keluarga dapat dipengaruhi oleh tipe orang tua atau kepercayaan yang dianut
orang tua dan gender dari sang anak. Orang tua yang kuno akan cenderung tidak
melakukan komunikasi seksual pada anak, sehingga anak cenderung memiliki
perilaku seksual yang tinggi.
Faktor kedua adalah pengetahuan atau pendidikan orang tua. Penelitian
yang dilakukan oleh Bastien, dkk. (Indrijati dkk, 2014), menemukan bahwa
tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi seksual
antara orang tua dan anak. Orang tua yang tidak memiliki cukup pengetahuan
mengenai seksual, akan lebih memilih tidak melakukan komunikasi seksual
dengan anak mereka. Orang tua merasa tidak nyaman dan takut jika anak mereka
bertanya mengenai seksualitas yang tidak begitu dipahami.
Faktor ketiga adalah gender. Persamaan gender antara orang tua dan anak
mempengaruhi terjadinya komunikasi seksual (Indrijati dkk, 2014), ibu sebagai
perempuan lebih cenderung melakukan komunikasi seksual dengan anak
perempuannya dibanding anak laki-lakinya. Oleh karena itu, remaja perempuan
menunjukkan perilaku seksual yang lebih sedikit dibandingkan dengan remaja
laki-laki.
Faktor keempat adalah kenyamanan.Pada penelitian yang dilakukan oleh
Lou & Chen (Indrijati dkk, 2014), remaja terbukti lebih nyaman untuk
membicarakan seks dengan sebaya, teman atau saudara yang lebih tua
dibandingkan dengan orang tua mereka. Selain itu Lou & Chen (Indrijati dkk,
2014), juga menemukan adanya faktor lain yang menyebabkan tidak terjadinya
komunikasi seksual antara orang tua dan remaja, yaitu media. Tersedianya media
cetak, media internet, televisi dan sejenisnya itu menyebabkan kurangnya
komunikasi seksual antara remaja dan orang tuanya. Remaja menjadi lebih asik
dan lebih nyaman membicarakan seksualitas dengan teman-temannya berdasarkan
informasi yang diperoleh dari internet (Indrijati dkk, 2014).
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil analisis, dan
pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan negatif antara komunikasi interpersonal dengan perilaku
seks pranikah pada remaja siswa-siswi di SMK Negeri 5 Samarinda
Kalimantan Timur, yang artinya bahwa semakin tinggi komunikasi
interpersonal yang dimiliki seorang remaja maka semakin rendah perilaku seks

698

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

pranikah dan sebaliknya apabila semakin rendah komunikasi interpersonal
yang dimiliki seorang remaja maka semakin tinggi perilaku seks pranikah.
2. Terdapat hubungan negatif antara asertivitas dengan perilaku seks pranikah
pada remaja siswa-siswi di SMK Negeri 5 Samarinda Kalimantan Timur,
artinya bahwa semakin tinggi asertivitas yang dimiliki seorang remaja maka
semakin rendah perilaku seks pranikah dan sebaliknya apabila semakin rendah
asertivitas seorang remaja maka semakin tinggi perilaku seks pranikah.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil yang diperoleh, maka
penulis memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat. Saran
dari penulis adalah sebagai berikut:
1. Pihak sekolah di SMK Negeri 5 Samarinda perlu adanya mengadakan
pertemuan di sekolah dengan orang tua siswa untuk memberikan pemahaman
dan pengetahuan bahwa pentingnya informasi mengenai seks pranikah secara
dini beserta risiko-risiko yang terjadi serta kualitas komunikasi yang terjalin
antara orang tua dengan remaja agar memberikan perhatian yang lebih dalam
memberikan pemahaman-pemahaman tentang perilaku seks pra-nikah tersebut.
2. Bagi orang tua perlu adanya memberikan pemahaman mengenai pentingnya
komunikasi antara orang tua dengan anak guna untuk menjalin komunikasi
yang efektif dalam sebuah keluarga.
3. Bagi siswa hendaknya harus bersikap mandiri dan bebas dalam mengambil
suatu keputusan yang baik sesuai dengan keinginan serta bersikap tegas agar
tidak terpengaruh ke dalam hal-hal yang negatif.
4. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti mengenai perilaku seks pranikah
hendaknya memperhatikan referensi dan sumber-sumber terbaru dan yang
sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan agar mampu menyesuaikan
variabel-variabel lain yang mengikutinya. Demi menyempurnakan hasil
penelitian, hendaknya perlu diperhatikan pengembangan metode,
memperdalam latar belakang masalah, dan alat ukur yang digunakan sesuai
dengan kondisi lapangan.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2007). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Rineka Aksara.
Azwar, S. (2014). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
. (2016). Reliabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bungin, B. (2006). Metodologi penelitian kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

699

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 688 - 701

Dahlan. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.
Dariyo, A., & Widiyanto, M. A. (2013). Pengaruh kesepan, motif persahabatan,
komunikasi online dean terhadap penggunaan internet kompulsif pada
remaja. Jurnal Psikologi. Vol. 1. No. 2. Hal. 45-53.
Daryanto. (2011). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Sarana Tutorial Nurani
Sejahtera.
Devito. (2007). Problem Remaja di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Fensterheim, L. (2005). Jangan Bilang Ya Bila Anda Akan Mengatakannya
Tidak. Jakarta: Gunung Jati
Gunarsa. (2004). Psikologi praktis: anak, remaja dan keluarga. Jakarta: Gunung
mulia
Hadi, S (2004). Methlogy Research. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Hapsari, R. M., & Renaningsih. (2007). Perilaku Asertif dan Harga Diri Pada
Karyawan. Jurnal psikologi. Vol. 1 no. 1 hal. 1-6.
Hurlock. E. B., (2006). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kaltim Post, (2013). Satu Dari Tiga Siswi Samarinda Tak Lagi Perawan. Edisi
Jumat, 12 April 2013.
Luthfie, R. E., (2002). Fenomena perilaku seksual pada remaja. diakses dari
http://www.bkkbn.go.id /hqweb/ceria/ma46seksualitas.html pada tanggal 5
Februari 2016.
Mellyanika, D., (2014). Disfungsi keluarga dalam perilaku hubungan seks
pranikah remaja dikota Samarinda. Ejournal psikologi. Vol. 2. No. 1. Hal.
22-34.
Miasari, A. (2012). Hubungan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan
asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta. Jurnal Empathy.
Vol. 1. No. 1. Hal. 32-46.
Myers, D. G., (2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Puspitawati, H., (2009). Pengaruh komunikasi keluarga, lingkungan teman dan
sekolah terhadap kenakalan pelajar dan nilai pelajaran pada sekolah
menengah 01 Kota Bogor, PEKSOS: Jurnal llmiah Pekerjaan Sosial. Vol.
7. No. 2. Hal. 95-108.
Putra, N. F., (2013). Peranan komunikasi interpersonal orang tua dan anak dalam
mencegah perilaku seks pranikah di SMA Negeri 3 Samarinda kelas XII.
Ejournal Ilmu Komunikasi. Vol. 1. No. 3. Hal. 35-53.
Putri, N. F. (2009) Hubungan antara perilaku asertivitas dengan perilaku seksual
pranikah pada remaja putri Universitas Muhammadiyah. Surakarta:
Surakarta.
Ramadhani, R. (2013). Komunikasi interpersonal orang tua dan anak dalam
membentuk perilaku positif anak pada murid SDIT CORDOVA Samarinda.
Ejournal ilmu komunikasi. Vol. 1. No. 3. Hal.112-121.
Santrock, J. W., (2007). Remaja. Jakarta: Erlangga
700

Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dan Asertivitas .... (Dwi Susilawati)

Sarwono. S. W., (2010). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Press
Sholeh, M., Widyastuti, N., & Putra, Z. F. S. (2014). Analisis kualitas layanan
website BTKP-DIY menggunakan metode webqual 4.0. Jurnal SCRIPT.
Vol. 2. No. 1. Hal. 59-67.
Soetjiningsih, (2004). Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto
Suranto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sriyanto, Abdulkarim, A., Zainul, A., Maryani, E., (2014). Perilaku asertif dan
kecenderungan kenakalan remaja berdasarkan pola asuh dan peran media
massa. Jurnal Psikologi. Vol. 41. No. 1. Hal. 74-88.
Taufik, A., (2013). Persepsi remaja terhadap perlaku seks pranikah (studi kasus
SMK Negeri 5 Samarinda. Ejournal sosiatri-sosiologi. Vol. 1. No. 1. Hal.
31-44.
Zulinar, F. F., & Herdina, I., (2014). Hubungan antara komunikasi orang tua dan
anak tentang seksual dengan persepsi remaja terhadap perilaku seks
pranikah. Ejurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial. Vol. 3. No. 2. Hal. 93102.

701

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25