sejarah pendidikan islam disekolah umum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam kajian filsafat, kita mengenal beberapa aliran filsafat
pendidikan, dimana antara satu dan yang lainnya memiliki argumen masingmasing. Benturan antar aliran akan banyak ditemui, terutama setelah satu
pandangan dengan pandangan lain bertemu pada satu pembahasan besar yang
menjadi inti dari masingmasing aliran itu.
Secara sederhana, semua aliran merupakan bentuk pertentangan dari
cara pandang yang telah berlaku secara menyeluruh, untuk kemudian
ditemukan formula baru dalam memandang. Pola komunikasi yang semacam
inilah yang membuat filsafat sampai kini masih selalu menarik untuk bahan
kajian yang diminati banyak orang. Yang menarik dari semua itu adalah
bahwa dari berbagai tokoh-tokoh tertentu yang menggunakan cara pandang
tersebut sebagai bahan analisis, tetapi hampir berlaku secara menyeluruh
dalam kehidupan sosial.
Dalam filsafat pendidikan banyak sekali aliran-aliran, seperti aliran
Perenialisme, progrestivisme, esensialisme, eksistensialisme, idealisme, dan
rekontruksisme. Dalam aliran-aliran yang telah disebutkan diatas masingmasing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Akan tetapi yang dibahas
dalam makalah ini hanya membahas tentang "konsep aliran eksistensialisme
dan implikasinya terhadap peserta didik dalam pendidikan".
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran filsafat pendidikan eksistensialisme?
2. Bagaimana implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap peserta
didik dalam pendidikan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Maksud aliran filsafat pendidikan eksistensialisme
1. Pengertian
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dara kata dasar exist. Kata
exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya: keluar dan sistere:
berdiri. Jadi, exsisitensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri.
Dalam memberi definisi eksitensialisme kaum eksistensi tidak sama,
apa yang dimaksud sebenarnya dengan eksistensialisme. Namun demikian
ada sesuatu yang dapat disepakati oleh mereka yaitu sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai cara sentral.1
Eksistensialisme adalah penolakan terhadap suatu pemikiran yang
abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak bentuk
kemutlakan rasional. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan
hidup yang dimiliki dengan pengalaman dan stuasi sejarah yang ia alami
dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatna abstarak dan sepikulatif,
baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang
tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai
keyakinan hidupnya. Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum
eksistensialisme atau penganut aliran ini sering kali Nampak aneh atau
lepas dari norma-norma umum.2
Filsafat eksistensialisme itu sangat unik yakni memfokuskan pada
pengalaman-pengalaman individu, filsafat-filsafat lain berhubungan
dengan pengembangan system pemikiran untuk mengindentifikan dan
memahami apa yang umum pada semua realitas, keberadaan manusia, dan
nilai. Di sisi lain, eksistensialisme memberi individu suatu jalan berfikir
1
Ahmad syadali, mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung: CV, Pustaka Setia, 1997), Hal:
127.
2
Basuki As’adi dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Filsafat Pendidikan,
(Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2010), hal: 29
2
mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya.
Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektivitas
pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas
sekema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.3
2. Ciri-ciri aliran filsafat eksistensialisme
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme mempunyai ciri-ciri utama
antara lain sebagai berikut:
Penolakan untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu, tidak
mengakui adekuasi sistem filsafat dan ajaran keyakinan (agama), Sangat
tidak puas dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat dangkal,
akademis dan jauh dari kehidupan.
Individualisme adalah pilar sentral dari eksistensialisme, maksudnya
Hanya manusia yang individual yang mempunyai tujuan. Adapun sikap
dikalangan kaum eksistensialisme atau penganut aliran ini sering kali
Nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum.4
3. Sejarah perkembangan filsafat eksistensialisme
Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan
Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk
menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”.
Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia
melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk
pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik
jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”.
Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian
untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.5
3
Uyoh sadullah, Pengantar Filsafat pendidikan, (bandung: Alfabeta, 2003), hal: 133.
Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal: 31
5
https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-eksistensialisme. Diakses 02
mei 2015 jam 10:19
4
3
4. Prinsip-Prinsip filsafat eksistensialisme
Prinsip-prinsip
Aliran
Filsafat
Eksistensialisme
ialah
tidak
mementingkan metafisika (Tuhan), kebenaran lebih bersifat eksistensial
daripada proporsional atau factual, aliran ini memandang individu dalam
keadaan tunggal selama hidupnya dan individu hanya mengenai dirinya
dalam interaksi dirinya sendiri dalam kehidupan, jiwa aliran ini
mengutamakan manusia, memperkembangkan eksistensi pribadinya atas
alasan bahwa manusia akan mati.6
5. Tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme
Dalam bagian ini penulis tidak akan membahas semua tokoh
eksistensialisme dan pemikirannya. Hal tersebut bukan berarti bahwa yang
tidak dibahas disini tidak mempunyai peranan penting dalam filsafat
eksistensialisme, karena semata-mata terbatasnya pemahaman penulis dan
terlalu banyaknya tokok eksistensialisme. Dalam bagian ini penulis hanya
membahas tiga tokoh saja dan pokok pikirannya diaantaranya,
Kierkegaard, Gabriel, dan jean poul.
a. Kierkegard
Kierkegard dalah nama lengkap filosof Denmark, yang kemudian
terkenal dengan singkatan S.K, ia dilahirkan pada tanggal 5 mei 1813
dan wafat pada 11 november 1855. Ada yang khas dengan filosof ini,
yaitu kegemarannya menulis dengan nama samara. Diantara nama
samaranya yang lazim dijumpai yaitu Johannes climacus, dan Johannes
de selentio.
Beberapa poin penting mengenai filsafatnya:
1). Indifidu tidak ditempatkan dihadapan ketiadaan, melainkan
dihadapan tuhan.
2). Yang penting ialah bahwa aku memahami diriku sendiri bahwa
kulihat dengan jelas apa yang tuhan kehendaki sungguh-sungguh
agar aku perbuat. Yang terutama kebutuhan ialah mendapatkan
6
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,
2009), hal: 30.
4
suatu kebenaran yang benar untuk aku, suatu ide yang bisa
mengilhami suatu kehidupan dan kematianku. Apakah gunanya
menemukan
suatu
kebenaran
yang
disebut
objektif
dan
mempelajari semua system filosof. Sejauh mana ada baiknya
bagiku dapat menjelaskan arti agamakristen bila agama itu tidak
mempunyai arti mendalam untuk aku sendiri dan kehidupanku.
“kierkegaard mencari kebenaran yang kongkrit serta eksistensial,
suatu pengetahuan yang dihayati (connaissance vecue) a real
knowledge.7
b. Gabriel Marcel (1889 – 1978)
Bagi Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas dan tidak
pernah dapat dijadikan objektivitas. Yang khas bagi eksistensi adalah
saya (sebagai subjek) tidak menyadari situasi saya itu. Artinya, saya
tidak menginsyafi apa artinya eksistensi saya itu dalam dunia ini.
c. Jean-Paul Sartre (1905-1980)
Ia mengatakan titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali cogito
(kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri). Hal ini
dirumuskan oleh Sartre demikian: Kesadaran adalah kesadaran diri,
tetapi kesadaran akan diri ini tidak sama dengan pengalaman tentang
dirinya. Cogito bukanlah pengenalan diri melainkan kehadiran kepada
dirinya secara non-tematis. Jadi ada perbedaan antara kesadaran tematis
(kesadaran akan sesuatu) dan kesadaran non-tematis (kesadaran akan
dirinya). Kesadaran akan dirinya membonceng pada kesadaran akan
dunia. Jadi kesadaran atau cogito ini menunjuk pada suatu relasi Ada.
Kesadaran adalah kehadirian (pada) dirinya. Kehadiran (pada) dirinya
ini merupakan syarat yang perlu dan mencukupi untuk kesadaran. Kita
tidak perlu membutuhkan suatu Subyek Transendental atau Aku
Absolut sebagaimana diajarkan idealisme.8
7
Sholihin, Perkembangan Femikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007), hal: 255-257
8
http://en.wikipedia.org./wiki/Humanism, Diakses 1 Mei 2015, pukul 18.30 WIB.
5
B. Implikasi aliran filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap peserta didik
dalam pendidikan
Peserta didik (siswa) merupakan makhluk rasional dengan pilihan
bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa dipandang sebagai
makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan jasmani yang semua
itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu dikembangkan melalui
pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan pribadi, para siswa akan belajar
dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan sosial.
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional
dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa
dipandang sebagai makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan
jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu
dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan pribadi,
para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan sosial.
Guru disini bertindak sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan
kepada peserta didik dan harus dapat menerima dan terbuka terhadap semua
pertanyaan muridnya tentang segala sesuatu yang mereka lihat dan dengar,
sehingga setiap murid dapat mengoptimalkan kemampuan juga potensinya
(dalam hal atau bidang apapun) untuk membuat mereka eksis.
Contoh konkrit dapat kita lihat dari pembelajaran kurikulum baru yaitu
kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memaksakan siswa lebih berperan aktif
dalam pembelajaran dimana pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan
ditawarkan. Pengetahuan yang ditawarkan, tidak lagi merupakan sesuatu yang
diberikan kepada siswa melainkan merupakan aspek yang telah menjadi
miliknya sehingga pelajaran yang diajarkan menjadi lebih bermakna. Siswa
didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang
diharapkan. Secara tidak langsung guru telah mencoba membawa siswa ke
dalam hidup yang sebenarnya.9
9
http://en.wikipedia.org./wiki/Humanism, Diakses 1 Mei 2015, pukul 18.30 WIB.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Maksud aliran filsafat pendidikan eksistensialisme
a. Pengertian eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dara kata dasar
exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya: keluar dan
sistere: berdiri. Jadi, exsisitensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri.
b. Ciri-ciri aliran filsafat eksistensialisme
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme mempunyai ciri-ciri
utama antara lain sebagai berikut: Penolakan untuk dimasukkan dalam
aliran filsafat tertentu, tidak mengakui adekuasi sistem filsafat dan
ajaran keyakinan (agama), Sangat tidak puas dengan sistem filsafat
tradisional yang bersifat dangkal, akademis dan jauh dari kehidupan.
c. Sejarah perkembangan filsafat eksistensialisme
Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard
dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk
menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”.
Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia
melupakan individualitasnya).
d. Prinsip-Prinsip filsafat eksistensialisme
Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Eksistensialisme ialah tidak
mementingkan
metafisika
(Tuhan),
kebenaran
lebih
bersifat
eksistensial daripada proporsional atau factual.
e. Tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme
Dalam bagian ini penulis hanya membahas tiga tokoh saja dan
pokok pikirannya diaantaranya, Kierkegaard, Gabriel, dan jean poul.
7
2. Implikasi aliran filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap peserta didik
dalam pendidikan
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional
dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa
dipandang sebagai makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan
jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu
dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan
pribadi, para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan
sosial.
B. Saran
Makalah ini banyak sekali kekurangan, dan tidak membahas secara
keseluruhan mengenai aliran eksistensialisme terhadap peserta didik. Oleh
karena itu, penulis berharap untuk mambaca rujukan lain yang akan membawa
wawasan pembaca yang lebih baik. Dan saran yang membangun terhadap
makalah ini penulis sangat mengharapkan, semoga dengan adanya makalah ini
ilmu kita akan bertambah dan mendapat ridho dari allah, amin.
8
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam kajian filsafat, kita mengenal beberapa aliran filsafat
pendidikan, dimana antara satu dan yang lainnya memiliki argumen masingmasing. Benturan antar aliran akan banyak ditemui, terutama setelah satu
pandangan dengan pandangan lain bertemu pada satu pembahasan besar yang
menjadi inti dari masingmasing aliran itu.
Secara sederhana, semua aliran merupakan bentuk pertentangan dari
cara pandang yang telah berlaku secara menyeluruh, untuk kemudian
ditemukan formula baru dalam memandang. Pola komunikasi yang semacam
inilah yang membuat filsafat sampai kini masih selalu menarik untuk bahan
kajian yang diminati banyak orang. Yang menarik dari semua itu adalah
bahwa dari berbagai tokoh-tokoh tertentu yang menggunakan cara pandang
tersebut sebagai bahan analisis, tetapi hampir berlaku secara menyeluruh
dalam kehidupan sosial.
Dalam filsafat pendidikan banyak sekali aliran-aliran, seperti aliran
Perenialisme, progrestivisme, esensialisme, eksistensialisme, idealisme, dan
rekontruksisme. Dalam aliran-aliran yang telah disebutkan diatas masingmasing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Akan tetapi yang dibahas
dalam makalah ini hanya membahas tentang "konsep aliran eksistensialisme
dan implikasinya terhadap peserta didik dalam pendidikan".
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran filsafat pendidikan eksistensialisme?
2. Bagaimana implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap peserta
didik dalam pendidikan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Maksud aliran filsafat pendidikan eksistensialisme
1. Pengertian
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dara kata dasar exist. Kata
exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya: keluar dan sistere:
berdiri. Jadi, exsisitensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri.
Dalam memberi definisi eksitensialisme kaum eksistensi tidak sama,
apa yang dimaksud sebenarnya dengan eksistensialisme. Namun demikian
ada sesuatu yang dapat disepakati oleh mereka yaitu sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai cara sentral.1
Eksistensialisme adalah penolakan terhadap suatu pemikiran yang
abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak bentuk
kemutlakan rasional. Dengan demikian aliran ini hendak memadukan
hidup yang dimiliki dengan pengalaman dan stuasi sejarah yang ia alami
dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatna abstarak dan sepikulatif,
baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman pribadi, keyakinan yang
tumbuh dari dirinya dan kemampuan serta keluasan jalan untuk mencapai
keyakinan hidupnya. Atas dasar pandangan itu, sikap dikalangan kaum
eksistensialisme atau penganut aliran ini sering kali Nampak aneh atau
lepas dari norma-norma umum.2
Filsafat eksistensialisme itu sangat unik yakni memfokuskan pada
pengalaman-pengalaman individu, filsafat-filsafat lain berhubungan
dengan pengembangan system pemikiran untuk mengindentifikan dan
memahami apa yang umum pada semua realitas, keberadaan manusia, dan
nilai. Di sisi lain, eksistensialisme memberi individu suatu jalan berfikir
1
Ahmad syadali, mudzakir, Filsafat Umum, (Bandung: CV, Pustaka Setia, 1997), Hal:
127.
2
Basuki As’adi dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Filsafat Pendidikan,
(Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2010), hal: 29
2
mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya.
Secara umum, eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektivitas
pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas
sekema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.3
2. Ciri-ciri aliran filsafat eksistensialisme
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme mempunyai ciri-ciri utama
antara lain sebagai berikut:
Penolakan untuk dimasukkan dalam aliran filsafat tertentu, tidak
mengakui adekuasi sistem filsafat dan ajaran keyakinan (agama), Sangat
tidak puas dengan sistem filsafat tradisional yang bersifat dangkal,
akademis dan jauh dari kehidupan.
Individualisme adalah pilar sentral dari eksistensialisme, maksudnya
Hanya manusia yang individual yang mempunyai tujuan. Adapun sikap
dikalangan kaum eksistensialisme atau penganut aliran ini sering kali
Nampak aneh atau lepas dari norma-norma umum.4
3. Sejarah perkembangan filsafat eksistensialisme
Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan
Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk
menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”.
Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia
melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk
pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik
jika memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan filsafatnya adalah untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul”.
Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian
untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.5
3
Uyoh sadullah, Pengantar Filsafat pendidikan, (bandung: Alfabeta, 2003), hal: 133.
Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal: 31
5
https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-eksistensialisme. Diakses 02
mei 2015 jam 10:19
4
3
4. Prinsip-Prinsip filsafat eksistensialisme
Prinsip-prinsip
Aliran
Filsafat
Eksistensialisme
ialah
tidak
mementingkan metafisika (Tuhan), kebenaran lebih bersifat eksistensial
daripada proporsional atau factual, aliran ini memandang individu dalam
keadaan tunggal selama hidupnya dan individu hanya mengenai dirinya
dalam interaksi dirinya sendiri dalam kehidupan, jiwa aliran ini
mengutamakan manusia, memperkembangkan eksistensi pribadinya atas
alasan bahwa manusia akan mati.6
5. Tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme
Dalam bagian ini penulis tidak akan membahas semua tokoh
eksistensialisme dan pemikirannya. Hal tersebut bukan berarti bahwa yang
tidak dibahas disini tidak mempunyai peranan penting dalam filsafat
eksistensialisme, karena semata-mata terbatasnya pemahaman penulis dan
terlalu banyaknya tokok eksistensialisme. Dalam bagian ini penulis hanya
membahas tiga tokoh saja dan pokok pikirannya diaantaranya,
Kierkegaard, Gabriel, dan jean poul.
a. Kierkegard
Kierkegard dalah nama lengkap filosof Denmark, yang kemudian
terkenal dengan singkatan S.K, ia dilahirkan pada tanggal 5 mei 1813
dan wafat pada 11 november 1855. Ada yang khas dengan filosof ini,
yaitu kegemarannya menulis dengan nama samara. Diantara nama
samaranya yang lazim dijumpai yaitu Johannes climacus, dan Johannes
de selentio.
Beberapa poin penting mengenai filsafatnya:
1). Indifidu tidak ditempatkan dihadapan ketiadaan, melainkan
dihadapan tuhan.
2). Yang penting ialah bahwa aku memahami diriku sendiri bahwa
kulihat dengan jelas apa yang tuhan kehendaki sungguh-sungguh
agar aku perbuat. Yang terutama kebutuhan ialah mendapatkan
6
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,
2009), hal: 30.
4
suatu kebenaran yang benar untuk aku, suatu ide yang bisa
mengilhami suatu kehidupan dan kematianku. Apakah gunanya
menemukan
suatu
kebenaran
yang
disebut
objektif
dan
mempelajari semua system filosof. Sejauh mana ada baiknya
bagiku dapat menjelaskan arti agamakristen bila agama itu tidak
mempunyai arti mendalam untuk aku sendiri dan kehidupanku.
“kierkegaard mencari kebenaran yang kongkrit serta eksistensial,
suatu pengetahuan yang dihayati (connaissance vecue) a real
knowledge.7
b. Gabriel Marcel (1889 – 1978)
Bagi Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas dan tidak
pernah dapat dijadikan objektivitas. Yang khas bagi eksistensi adalah
saya (sebagai subjek) tidak menyadari situasi saya itu. Artinya, saya
tidak menginsyafi apa artinya eksistensi saya itu dalam dunia ini.
c. Jean-Paul Sartre (1905-1980)
Ia mengatakan titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali cogito
(kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri). Hal ini
dirumuskan oleh Sartre demikian: Kesadaran adalah kesadaran diri,
tetapi kesadaran akan diri ini tidak sama dengan pengalaman tentang
dirinya. Cogito bukanlah pengenalan diri melainkan kehadiran kepada
dirinya secara non-tematis. Jadi ada perbedaan antara kesadaran tematis
(kesadaran akan sesuatu) dan kesadaran non-tematis (kesadaran akan
dirinya). Kesadaran akan dirinya membonceng pada kesadaran akan
dunia. Jadi kesadaran atau cogito ini menunjuk pada suatu relasi Ada.
Kesadaran adalah kehadirian (pada) dirinya. Kehadiran (pada) dirinya
ini merupakan syarat yang perlu dan mencukupi untuk kesadaran. Kita
tidak perlu membutuhkan suatu Subyek Transendental atau Aku
Absolut sebagaimana diajarkan idealisme.8
7
Sholihin, Perkembangan Femikiran Filsafat Dari Klasik Hingga Modern,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007), hal: 255-257
8
http://en.wikipedia.org./wiki/Humanism, Diakses 1 Mei 2015, pukul 18.30 WIB.
5
B. Implikasi aliran filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap peserta didik
dalam pendidikan
Peserta didik (siswa) merupakan makhluk rasional dengan pilihan
bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa dipandang sebagai
makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan jasmani yang semua
itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu dikembangkan melalui
pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan pribadi, para siswa akan belajar
dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan sosial.
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional
dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa
dipandang sebagai makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan
jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu
dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan pribadi,
para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan sosial.
Guru disini bertindak sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan
kepada peserta didik dan harus dapat menerima dan terbuka terhadap semua
pertanyaan muridnya tentang segala sesuatu yang mereka lihat dan dengar,
sehingga setiap murid dapat mengoptimalkan kemampuan juga potensinya
(dalam hal atau bidang apapun) untuk membuat mereka eksis.
Contoh konkrit dapat kita lihat dari pembelajaran kurikulum baru yaitu
kurikulum 2013. Kurikulum 2013 memaksakan siswa lebih berperan aktif
dalam pembelajaran dimana pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan
ditawarkan. Pengetahuan yang ditawarkan, tidak lagi merupakan sesuatu yang
diberikan kepada siswa melainkan merupakan aspek yang telah menjadi
miliknya sehingga pelajaran yang diajarkan menjadi lebih bermakna. Siswa
didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang
diharapkan. Secara tidak langsung guru telah mencoba membawa siswa ke
dalam hidup yang sebenarnya.9
9
http://en.wikipedia.org./wiki/Humanism, Diakses 1 Mei 2015, pukul 18.30 WIB.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Maksud aliran filsafat pendidikan eksistensialisme
a. Pengertian eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dara kata dasar
exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya: keluar dan
sistere: berdiri. Jadi, exsisitensi adalah berdiri dengan keluar dari diri
sendiri.
b. Ciri-ciri aliran filsafat eksistensialisme
Dalam aliran filsafat Eksistensialisme mempunyai ciri-ciri
utama antara lain sebagai berikut: Penolakan untuk dimasukkan dalam
aliran filsafat tertentu, tidak mengakui adekuasi sistem filsafat dan
ajaran keyakinan (agama), Sangat tidak puas dengan sistem filsafat
tradisional yang bersifat dangkal, akademis dan jauh dari kehidupan.
c. Sejarah perkembangan filsafat eksistensialisme
Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard
dan Nietzche. Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855) filsafatnya untuk
menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu)”.
Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia
melupakan individualitasnya).
d. Prinsip-Prinsip filsafat eksistensialisme
Prinsip-prinsip Aliran Filsafat Eksistensialisme ialah tidak
mementingkan
metafisika
(Tuhan),
kebenaran
lebih
bersifat
eksistensial daripada proporsional atau factual.
e. Tokoh-tokoh filsafat eksistensialisme
Dalam bagian ini penulis hanya membahas tiga tokoh saja dan
pokok pikirannya diaantaranya, Kierkegaard, Gabriel, dan jean poul.
7
2. Implikasi aliran filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap peserta didik
dalam pendidikan
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional
dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa
dipandang sebagai makhluk yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan
jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan semua itu perlu
dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan
pribadi, para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi dan
sosial.
B. Saran
Makalah ini banyak sekali kekurangan, dan tidak membahas secara
keseluruhan mengenai aliran eksistensialisme terhadap peserta didik. Oleh
karena itu, penulis berharap untuk mambaca rujukan lain yang akan membawa
wawasan pembaca yang lebih baik. Dan saran yang membangun terhadap
makalah ini penulis sangat mengharapkan, semoga dengan adanya makalah ini
ilmu kita akan bertambah dan mendapat ridho dari allah, amin.
8