SSI Penerapan Syariat Islam Dalam Lintas

Mata Kuliah: Studi Syari’at Islam di Aceh

PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DALAM LINTAS SEJARAH SECARA
UMUM

Di
S
U
S
U
N
Oleh
Kelompok III
Nama Anggota :
Achyar Munawar (150203151)
Abdul Rafiq (150203179)
Hafidz Al Barry (150203167)

Prodi: Pendidikan Bahasa Inggris
Dosen Pembimbing: Fauza Andriyadi, S.H.I., M.S.I.


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY
BANDA ACEH 2015

A. PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang memiliki penganut terbanyak di Asia Tenggara, terbilang
sekitar 240 juta umat saat ini. Sekitar 40% penganut islam berada di Brunei, Indonesia dan
Malaysia. Dan menjadi agama minoritas di negara negara Asia tenggara lainnya. Kebanyakan
umat Islam di Asia Tenggara bermazhab Ahlu Sunah Waljamaah, bermazhab Syafii dalam
fiqh, atau hukum agama. Islam adalah agama resmi di Malaysia dan Brunei sementara itu
islam juga salah satu dari enam agama resmi di Indonesia.
Kedatangan Islam di Asia Tenggara tak lepas dari interaksi antara masyarakat pesisir
dengan para pedagang yang berasal dari Arab dan India atau Gujarat. Abad ke-5 SM
kepulauan Malaka menjadi tempat persinggahan dan perdagangan para pedagang yang
berlayar ke Cina atau sebaliknya. Islam masuk ke Asia Tenggara dengan proses berangsurangsur. Awalnya masyarakat yang masuk Islam adalah dari kalangan pribumi, kemudian
disusul para bangsawan dan raja yang kemudian sekaligus merubah bentuk kerajaan yang
sebelumnya bercorak Hindu-Budha sekarang bercorak Islam. Islam masuk ke Asia tenggara
dibawa oleh para pedagang Arab yang datang untuk berdagang di tanah Melayu. Pendapat ini
mungkin benar karena didasarkan pada beberapa fakta bahwa adanya hubungan perdagangan
antara Arab dan dunia Timur.
Relasi yang dibangun antara pedagang pedagang dari timur menciptakan kontras dan

kesan yang baik bagi masyarakat pribumi. Sehingga, yang pada awalnya tujuan mereka hanya
untuk berdagang. Mereka juga dapat mendakwahkan agama islam. Ajaran islam yang dibawa
oleh pedagang dari timur dengan mudah diterima oleh masyarakat pribumi dikarenakan
ajaran islam yang fleksibel, tidak bersifat memaksa, dan cinta damai.
Tidak hanya melalui jalur perdagangan, sebagian dari mereka juga memilih untuk
menetap di nusantara, menikah dengan masyarakat setempat sekaligus mendakwahkan pokok
pokok ajaran dalam islam. Selat malaka yang berada di jalur perdagangan dunia yang
menghubungkan kawasan-kawasan di Arab dan India dengan wilayah China, dan dijadikan
tempat persinggahan sekaligus pusat perdagangan yang amat penting. Maka tidak heranlah
jika wilayah ini juga menjadi pusat bertemunya berbagai keyakinan dan agama (a cross-roads
of religion) yang berinteraksi secara kompleks. Ini menjadi bonanza tersendiri bagi para
pedagang pedagang timur dalam hal berdagang rangkap berdakwah.
2

Kedatangan Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat
umumnya dilakukan secara damai.1 Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami
kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana,
maka islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang
menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang
posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan.

Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada empat 2
yaitu :
 Saluran perdagangan
 Saluran perkawinan
 Saluran pendidikan
 Saluran budaya
B. PEMBAHASAN
Berikut kami akan membahas pelaksanaan syari’at islam di beberapa negara-negara
spesific di Asia Tenggara.
1. Pelaksanaan Syari’at Islam di Brunei Darussalam
Secara georafis Brunei Darussalam terletak di pulau Kalimantan , tepatnya di pantai
Barat Laut Kalimantan. Bagian utaranya berbatasan dengan laut cina selatan, bagian selatan,
barat dan timurnya berbatasan dengan malaysia. Nama resminya adalah Brunei Darussalam
(Negara yang penuh kedamaian) ibukotanya adalah Bandar Sri Begawan luas
wilayahnya ;5.765 KM Titik tertinggi adalah bukit Pagon (1850 m) dan sungai utama adalah
sungai Belait. Brunei terbagi atas empat distrik yaitu : distrik Brunei, distrik Tutong, distrik
Belait, dan distrik Temburong dan masuk dalam negara rumpun Melayu. Bruneidianggap
negara tua diantara kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Keberadaan Brunei tua diperoleh
berdasarkan catatan Arab China dan tradisi lisan. Dalam catatan sejarah China dikenal
dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Brunei dalam catatan Arab dikenal dengan

istilah Dzabaj atau Ranjd.3 Mueflich Hasbullah dalam mengutip pendapat Sharon mengatakan
1Dr. Badri Yatim, M.A,Sejarah Peradaban Islam dirasah Islamiyah II,(Jakarta:PT RajaGrafindo
Persada,2008),hlm. 200.
2Ibid hlm 201
3 Al-Sufri, Haji Awang Mohd. Jamil. 2001. Tarsilah Brunei: Sejarah Awal dan Perkembangan Islam.
Kementrian Kebudayaan.

3

bahwa kerajaan Islam Melayu menyerukan kepada masyarakat untuk setia kepada rajanya,
melaksanakan Islam dan menjadikannya sebagai jalan hidup serta menjalani kehidupan
dengan mematuhi segala karakteristik dan sifat bangsa Melayu sejati Brunei Darussalam,
termasuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa utama.
Sebagai negara yang menganut sistem hukum agama, Brunei Darussalam menerapkan
hukum syariah dalam perundangan negara. Untuk mendorong dan menopang kualitas
keagamaan masyarakat, didirikan sejumlah pusat kajian Islam serta lembaga keuangan Islam.
Tak hanya dalam negeri, untuk menunjukkan semangat kebersamaan dengan masyarakat
Islam dan global, Brunei juga terlibat aktif dalam berbagai forum resmi, baik di dunia Islam
maupun internasional.
Sama seperti Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam dengan

Mazhab Syafi'i, di Brunei juga demikian. Konsep akidah yang dipegang adalah Ahlussunnah
waljamaah. Bahkan, sejak memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, Brunei telah
memastikan konsep “Melayu Islam Beraja” sebagai falsafah negara dengan seorang sultan
sebagai kepala negaranya. Saat ini, Brunei Darussalam dipimpin oleh Sultan Hassanal
Bolkiah. Brunei merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dengan latar
belakang sejarah Islam yang gemilang.
Agama Islam di Brunei Darussalam diperkirakan mulai diperkenalkan sekitar tahun
977 melalui jalur timur Asia Tenggara oleh para pedagang dari negeri Cina. Sekitar 500
tahun kemudian, agama Islam barulah menjadi agama resmi negara di Brunei Darussalam
semenjak pemerintahannya dipimpin oleh Raja Awang Alak Betatar. Raja Awang Alak
Betatar masuk Islam dan berganti nama menjadi Muhammad Shah sekitar tahun 1406 M.
Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunei sejak Syarif Ali
diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunei pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul
Bait dari keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana yang tercantum dalam Batu
Tarsilah atau prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Seri Begawan, ibu kota
Brunei Darussalam. Selanjutnya, agama Islam di Brunei Darussalam terus berkembang pesat.
Sejak Malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan
Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunei. Masuknya para ahli
agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke masyarakat.
4


Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan
Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, seluruh Pulau Kalimantan,
Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan
utara Pulau Palawan sampai ke Manila. Pada masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat
Muslim Brunei memiliki institusi-institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu
dianggap memiliki peran penting dalam memandu negara Brunei ke arah kesejahteraan. Pada
saat pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri
atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat sebagai undang-undang dasar negara.
Di samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha penyempurnaan
pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas dasar UndangUndang Agama dan Mahkamah Kapada tahun 1955. Majelis ini bertugas memberikan dan
menasihati sultan dalam masalah agama ideologi negara. Untuk itu, dibentuk Jabatan Hal
Ehwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada pemerintah beserta
aparatnya maupun kepada masyarakat luas.Islam. Langkah lain yang ditempuh sultan adalah
menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satusatunya.
Pada tahun 1888-1983, Brunei berada di bawah kekuasaan Inggris. Brunei merdeka
sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah
Mu’izzaddin Waddaulah, setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 31 Desember
1983. Gelar Mu’izzaddin Waddaulah (Penata Agama dan Negara) menunjukkan ciri
keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah.

Pada 22 Oktober 2013 Raja Brunei Darussalam telah mengesahkan serta
mengumumkan hukum Jinayah Syariah 2013 sebagai hukum materil dan hukum formil
pelaksanaan syariat Islam di Brunei Darussalam. Hukum tersebut resmi diamalkan dalam
Negara enam bulan setelah disahkan dan diumumkan kepada publik, yaitu tepat pada 22
April 2014 lalu. PBB bereaksi keras dan melarang perberlakuan hukum tersebut. Juru bicara
PBB untuk hak asasi manusia (HAM) Rupert Colville mengatakan, hukuman mati bagi
semua kesalahan adalah bertentangan dengan hukum internasional. Ia meminta agar Brunei

5

Darussalam menangguhkan pelaksanaan hukum Islam sehingga peraturan tersebut tidak
bertentangan dengan HAM.4
2. Pelaksanaan Syari’at Islam Di Thailand
Kerajaan Thai (nama resmi bahasa Thai: ราชอาณาจักรไทย Ratcha Anachak Thai;
atau Prathēt Thai), yang lebih sering disebut Thailand dalam bahasa Inggris, atau dalam
bahasa aslinya Mueang Thai (dibaca: "meng-thai", sama dengan versi Inggrisnya, berarti
"Negeri Thai"), adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan
Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di
barat. Kerajaan Thai dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata "Thai"
(ไทย) berarti "kebebasan" dalam bahasa Thai, namun juga dapat merujuk kepada suku

Thai, sehingga menyebabkan nama Siam masih digunakan di kalangan warga negara Thai
terutama kaum minoritas Tionghoa.
Penyebaran agama islam di thailand berbasis di provinsi pattani. Jika sesorang
berbicara tentang islam di thailand, maka pembahasannya pasti merujuk kepada masyarakat
pattani. Dikarenakan disanalah asal muasal islam berkembang. Pada awalnya, Pattani
merupakan sebuah kerajaan Melayu Islam yang berdaulat, mempunyai kesultanan dan
perlembagaan yang tersendiri. Patani adalah sebagian dari 'Tanah Melayu'. Namun pada
pertengahan abad ke-19 Patani telah menjadi korban penaklukan Kerajaan Siam. 5 Pada tahun
1826, penaklukan Siam terhadap Patani mendapat pengakuan Britania Raya. Dalam usahanya
untuk mengokohkan kedudukannya di Pattani, pada tahun 1902 Kerajaan Siam melaksanakan
undang-Undang Thesaphiban. Dengan itu, sistem pemerintahan kesultanan Melayu telah
dihapuskan. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Bangkok pada tahun 1909, Pattani telah
diakui oleh Britania sebagai bagian dari jajahan Siam walaupun tanpa mempertimbangkan
keinginan penduduk asli Melayu Patani.
Sejak penghapusan pemerintahan Kesultanan Melayu Pattani, masyarakat MelayuPattani berada dalam posisi tertekan dan lemah . Seperti yang diungkap oleh W.A.R. Wood,
Konsul Britania di Songkhla, penduduk Melayu telah menjadi mangsa sebuah pemerintahan
yang tidak diperintah dengan baik. Justru akibat pemaksaan inilah kekacauan sering terjadi di
Pattani. Pada tahun 1923, Tengku Abdul Kadir Kamaruddin, mantan Raja Melayu Patani,
dengan dukungan pejuang-pejuang Turki, memimpin gerakan pembebasan. Semangat anti4 http://aceh.tribunnews.com/2014/08/08/syariat-islam-di-brunei-darussalam
5 https://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Pattani


6

Siam

menjadi

lebih

hebat

saat

Kerajaan

Pibul

Songgram

(1939-44)


mencoba

mengasimilasikan kaum minoritas Melayu ke dalam masyarakat Siam melalui UndangUndang Rathaniyom.
Keterlibatan Siam dalam Perang Dunia Kedua di pihak Jepang telah memberikan
harapan kepada orang-orang Melayu Pattani untuk membebaskan tanah air mereka dari
penjajahan Siam. Tengku Mahmood Mahyideen, putra mantan Raja Melayu Patani juga
seorang pegawai berpangkat Mayor dalam pasukan Force 136, telah mengajukan proposal
kepada pihak berkuasa Britania di India supaya mengambil alih Pattani dan wilayah
sekitarnya serta digabungkan dengan Tanah Melayu.
Proposal Tengku Mahmud itu selaras dengan proposal Pejabat Tanah Jajahan Britania
dalam mengkaji kedudukan tanah ismus Kra dari sudut kepentingan keamanan Tanah Melayu
setelah perang nanti.Harapan itu semakin terbuka saat pihak sekutu, dalam Perjanjian San
Francisco pada bulan April 1945, menerima prinsip hak menentukan nasib sendiri (selfdetermination) sebagai usaha membebaskan tanah jajahan dari belenggu penjajahan. Atas
semangat itu, pada 1 November 1945, sekumpulan pemimpin Melayu Patani dipimpin oleh
Tengku Abdul Jalal, bekas wakil rakyat wilayah Narathiwat, telah mengemukakan petisi
kepada Kerajaan Britania dengan tujuan membujuk agar empat wilayah di Selatan Siam
dibebaskan dari kekuasaan Pemerintahan Siam dan digabungkan dengan Semenanjung Tanah
Melayu. Namun sudut pandang Britania terhadap Siam berubah saat Peperangan Pasifik
selesai. Keselamatan tanah jajahan dan kepentingan British di Asia Tenggara menjadi

pertimbangan utama kerajaan Britania dalam perbincangannya dengan Siam maupun Pattani.
Kerajaan Britania memerlukan kerjasama Siam untuk mendapatkan stok beras untuk
keperluan tanah jajahannya. Tidak kurang pentingnya, kerajaan Britania terpaksa
menyesuaikan perundangannya terhadap Siam dengan tuntutan Amerika Serikat yang ingin
menetapkan wilayah Siam seperti pada tahun 1941. Kebangkitan Komunis di Asia Tenggara,
khususnya di Tanah Melayu pada tahun 1948, menjadi faktor pertimbangan Britania dalam
menentukan keputusannya. Kerajaan Britania menganggap Siam sebagai negara benteng
terhadap ancaman Komunis China. Karena itu Kerajaan Britania ingin memastikan Siam
terus stabil dan memihak kepada Barat dalam persaingan dengan Negara-Negara Komunis.
Kerajaan Britania memerlukan kerjasama kerajaan Siam untuk menghapuskan kegiatan teror
Komunis di perbatasan Tanah Melayu-Siam.
7

Kebetulan kerajaan Siam telah memberi jaminan untuk memperkenalkan reformasi di
Pattani untuk mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat Melayu. Oleh kerana itu, isu
Pattani yang awalnya dianggap kurang penting malah kembali dibangkitkan akan
memperkuat hubungan dengan Siam. Setelah Persidangan Songkla pada awal Januari 1949,
pihak berkuasa Britania di Tanah Melayu atas tuntutan pihak Siam mulai mengambil
tindakan terhadap pemimpin-pemimpin pejuangan Pattani. GEMPAR juga telah dilarang.
Tengku Mahmood Mahyideen ditekan, sementara Haji Sulung dihukum penjara. Pergerakan
politik Pattani semakin lemah dengan kematian Tengku Mahmood Mahyideen dan Haji
Sulung pada tahun 1954.
Sebagaimana telah diketahui bahwa latar belakang dari sejarah Pattani dengan bangsa
Thailand atau Siam adalah dua bangsa yang berlainan, bangsa Siam atau Thailand berbahasa
Thai sedangkan Pattani berbahas Melayu. Tetapi kerajaan Thai menjalankan kebijakan TasYim atau meng-Thai-kan ummat Muslim Pattani.6
Ketika wilayah Pattani dimasukan kedalam wilayah negara Thai pada tahun 1902,
banyak cara untuk menjamin bahwa orang-orang Melayu-Muslim secara berangsur-angsur
akan mnerima status mereka dibaah kekuasaan Thai. Dalam Dekrit Raja tahun 1902,
mengenai penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu, ditetapkan bahwa :
“ Tidak di perboleehkan diberlakukan undang-undang atau peraturan tanpa terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari Raja”.7
Ketetapan ini dengan tegas mengacu kepada wilayah Pattani yang telah lama
menggunakan hukum Islam dalam menata kehidupan mereka namun mereka (Pattani) baru
saja takluk dari bangsa Thai sehingga peraturan-peraturan yang sudah ada harus diubah
menurut versi bangsa Thai sendiri.
Raja Chulalongkorn hanya bertekad untuk menegakkan suatu sistem hukum tunggal
saja yang berlaku diseluruh Thailand. Akan tetapi Dia menghadapi pimpinan agama yang

6 IAIN SUSQA Pekanbaru, Dinamika dan Poblematika Muslim di Asia Tenggara, (Institu for Southeast Asian
Islamic Studies ISAIS, 2001), hal 27
7 Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Pattani, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal.
92

8

sama bertekadnya, yang menganggap dekrit itu melanggar bidang mereka yang suci. 8 Untuk
menghindari akibat-akibat yang serius, Raja Chulalongkorn mengadakan kompromi dan
menyutuji bahwa Bangkok tidak akan memaksakan kehendaknya dibidang hukum keluarga
dan hukum waris yang peka itu.
Namun demikian, memberikan kebebasan menangani hukum Islam tentang keuarga
dan warisan di tangan para ulam bukan berarti pemerintah lepas tangan dalam soal-soal
prosedur yang menyangkut pengelolaan pengadilan agama. Akan tetapi pemerintahan yang
efektif menuntut adanya suatu sistem hukum yang diawasi. Pemerintah terlibat dalam upaya
merumuskan soal-soal Prosedur dan materi Sala To Qodi.9
Salah satunya adalah harus ditetapkan prosedur memilih ulama-ulama yang akan
duduk dalam penel hakim. Kemudian beberapa catatan dalam pembentukan pengadilan
agama10:
 Sejauh para ulama diberi peran dalam penyelenggaraan peradilan, terutama dalam
bidang hukum perkawinan dan hukum waris, mereka hanya berperan atas
perkenan Gubernur Jenderal Thai di wilayah tersebut.
 Sala To Kali hanya perpanjangan dari pengadilan-pengadilan Thai, dibentuk oleh
pihak yang berwajib Thai dan hanya mendapat bantuan dari kaum ulama dalam
soal-soal keagamaan. Pendapat mereka hanya merupakan nasehat kepada hakim
Thai yang bebas untuk mengukuhkan atau menolaknya. Vonis final tetap
ditangan hakim-hakim Thai.
Kalau dilihat dari beberapa penjelasan diatas maka peraturan-perauran yang
diberlakukan oleh pemerintah Thai sama saja dengan ketidak berpihakannya kepada umat
Muslim Thailand.Umat Muslim menyadari bahwa struktur pengadilan agama itu sendiri
merupakan perpanjangan tangan dari pengadilan biasa Thai yang tidak memungkinkan untuk
memperthankan norma-normanya sendiri dan bekerja sesuai dengan asas-asas Islam yang
sesungguhnya. Salah satu tuntutan yang dikemukakan dalam pemberontakan para ulama
tahun 1947 adalah agar pengadilan agama itu dipisahkan sepenuhnya dari pengadilan biasa.

8 Ibid hlm 92
9Ibid hlm 96
10Ibid hlm 97

9

Sebelum terbentuk Sala To Qadi hukum agama diinterpretasikan dan ditegakkan oleh
kaum ulama tanpa adanya sesuatu pengaturan kelembagaan. Wibawa tradisional dan moral
mereka sudah cukup untuk menjamin ditaatinya pendapat (fatwa) mereka. 11Kalau dilihat dari
penjelasan diatas, tampaknya ada dua tujuan yang saling bertentangan antara para ulama
dengan pemerintah Thai. Disatu pihak diperlukan keseragaman untuk kepentingan
administrasi dan kontrol oleh pejabat-pejabat Thai (pemerintah), di pihak lain para ulama
berusaha untuk mencapaiideal agama mereka dan semata-mata berdasarkan upaya merka
yang tulus ikhlas untuk memperjuangkan kehidupan menurut aturan Islam.
Umat Muslim di empat propinsi Thailand Selatan tergolong penganut hukum Islam
model mazhab Syafi’i. Ini dibuktikan dari semua tulisan–tulisan dan kitab-kitab hukum Islam
yang dipakai di lembaga-lembaga pendidikan di daerah tersebut, baik lembaga tradisonal
(pesantren) maupun lembaga modern (madrasah) adalah hasil karya-karya para ulama
mazhab Syafi’i, baik itu ulama dari tanah air seperti: Imam an-Nawawi, Imam al-Muhalil,
Imam Zakaria al-Anshori, Imam Ibnu Hajar, Imam Syarbini, Imam ar-Romlidan lainlainnya.12
Sedangkan dari ulama-ulama setempat adalah Syeikh Daud bin Abdillah bin Idris alPattani, Muhammad bin Ismail Daudy al-Pattani, Syeikh Ahmad bin Muhammad Zian bin
Musthofa al-Pattani, Zainul Abidin bin Ahmad al-Pattani dan lain-lain.13 Dalam sejarahnya
berkat perjuangan dan pengorbanannya, syariat Islam di empat propinsi Thailand Selatan
sampai sekarang masih utuh di praktekan oleh umat Muslim di daerah tersebut. Dalam
praktek amaliyah sehari-hari bila terjadi kesulitan dalam permasalahn keagamaan maka
mereka langsung menemui ulama-ulama setempat atau lembaga-lembaga keagamaan untuk
menyelesaikan permasalahn yang terjadi.
Pemerintah thailand mengeluarkan undang-undang untuk kaum Muslimin dalam
urusan agama Islam. Undang-undang itu adalah:
1) Undang-undang mengayomi Umat Islam (Patronage of Islamic Act).
2) Undang-undang pelaksanaan syariat Islam yang berkaitan dengan persoalan
keluarga dan warisan .
11Ibid hlm 100
12 Nurmayabaliyah Doloh (skripsi), Peranan Dato’ Yuttitham dalam Penerapan Syariah Islam di Thailand
Selatan.
13 Ibid

10

3) Undang-undang tentang urusan Masjid.
Undang-undang tersebut hanya berlaku untuk kaum Muslim di Thailand pada
umumnya, hanya undang-undang pelaksanaan hukum Islam yang berkaitan dengan keluarga
dan warisan saja yang hanya dikhususkan di empat wilayah di Tahiland Selatan.Dalam
pelaksanaan ketiga undang-undang tersebut pemerintah Thiland membentuk dua lembaga
keagamaan untuk melaksanakannya. Masing-masing lembaga itu adalah, Lembaga Komite
Islam (LKI) dan Lembaga Peradilan Agama (LPA). Lembaga Komite Islam terbagi menjadi
tiga bagian yaitu:
a) Lembaga Komite Islam Nasional (LKI-N)
LKI Nasional adalah sebuah lembaga keagamaan yang diresmikan oleh
pemerintah Thailand berdasarkan undang-undang mengayomi Islam pasal V,
yang menyatakan bahwa: “Komite Islam Nasional berfungsi sebagai penasehat
kepada pemerintahan dalam negeri dan kementrian pendidikan dalam urusan
agama Islam”. LKI Nasional di kepalai oleh Chularajmontri. Tugas utamanya
adalah sebagai penghubung antara kaum Muslim dengan pemerintah dan sebagai
penasehat kepada kementrian dalam negeri dan kementrian pendidikan Thailand
dalam urusan agama.
b) Lembaga Komite Islam Propinsi (LKI-P)
LKI Propinsi. Pada awalnya lembaga ini sebagai satu badan urusan agama Islam
swasta yang kemunculannya pada masa pemerintahan Perdana Mentri Phibul
Songkram, dia mengancam orang-orang Islam dengan sangat kejam dan
membatalkan peradilan agama di daerah itu. Kemudian timbul kesadaran dari
para ulama yang merasa bertanggjung jawab atas masalah-masalah yang berlaku
didalam masyarakat di empat propinsi Thailand Selatan. Pada saat itu juga, tidak
ada pihak yang bertanggung jawab dalam permasalahn umat Islam. Dengan
demikian para ulama Pattani sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga atau
lomite Islam dalam mengurusi permasalahan umat Islam. maka pada tahun 1943
terbentuklah Lembaga Komite Islam di Propinsi Pattani yang dikepalai oleh
Muhamad Sulong bin Haji Abdul Qadir, seorang ulama kenamaan waktu itu.
Kemudian setelah didirikannya LKI Propinsi di Pattani, terbentuklah LKI
Propinsi di seluruh negeri Thailand yang penduduknya sebagian besar Muslim.
c) Lembaga Komite Islam Masjid (LKI-M)

11

LKI Masjid. Menurut undang-undang pentadbiran Masjid tahun 1947, yaitu
tentang peraturan pelantikan atau pemilihan Imam, Khatib, bilal, dan anggotaanggota komite masjid. Mereka bertugas sebagai pengurus dalam urusan masjid,
menjaga harta kekayaan masjid dan memberi nasehat kepada ma’mum begi
Masjid yang berkaitan.
Kemudian Lembaga Peradilan Agama. Jika di Indonesia peradilan agama dengan
badan-badan peradilan yang lain terpisah, maka berbeda dengan peradilan di Thailand. Di
empat propinsi Thailand Selatan, peradilan agama tidak mandiri, tergantung pada peradilan
sipil dan berada dibawah wewenag peradilan sipil. Dalam keputusannya harus melalui
persetujuan dari hakim peradilan sipil. Dato’ Yuttitham (Hakim Agama) hanya berada
disamping hakim sipil saat sidang dan dikontrol langsung olehnya. Hukum Islam yang
dilaksanakan di peradilan agama di empat Propinsi Thailand Selatan hanya terbatas pada
hukum keluarga dan warisan sajakendala-kendala Dato’ Yuttitham dalam melaksanakan
Syariat Islam di Thailand.
Hambatan atau kendala dalam pelaksanan hukum Islam di peradilan agama antara lain:
1) Kurangnya atau keterbatasan dan tidak bebasnya dalam mengeluarkan suatu
pendapat atau keputusan.
2) Kemampuan dan pengetahuan Dato’Yuttitham. Untuk menjadi pengukur
kemampuan Dato’Yuttitham tentang hukum Islam sebenarnya boleh siapa saja,
asalkan mereka mengerti atau faham tentang hukum islam dan dekat dengan para
To’ imam di masjid-masjid yang bersangkutan untuk dipilih menjadi
Dato’Yuttitham. Persyaratan ini ternyata sulit bagi masyarakat Islam di empat
ropinsi di Thailand Selatan yang memang benar-benar berkemampuan dan
berpengeatahuan yang mendalam tentang hukum Islam.
3) Pertentangan antara hukum Islam dengan hukum sipil. Persoalan ini sering terjadi
dimana-mana dan menjadi hambatan yang paling sukar untuk diselesaikan.
Sebagai

contoh,

perkawinan

dan

perceraian

yang

dilaksanakan

oleh

Dato’Yuttitham di pengadilan adalah sah secara hukum.

12

C. PENUTUP
Kesimpulan
Islam masuk ke Asia Tenggara pada mulanya melalui jalur perdagangan yang berbasis di
selat malaka. Hal ini yang menguntungkan pedagang-pedagang dari timur. Dikarenakan
pada saat itu selat malaka menjadi tempat bertemunya rumpun-rumpun melayu. Dari
sanalah islam menyebar di seluruh negeri Asia Tenggara. Inilah cikal bakal munculnya
kerajaan-kerajaan islam di tanah melayu dan di nusantara.
Saran
Dalam penegakan hukum syari’at islam sebaiknya tidak ada larangan dari pihak
manapun, karena itu adalah hak penuh pemerintah dalam mengatur negaranya atau
daerahnya sendiri. Jikapun ada yang menyangkal penerapan syari’at islam pada suatu
daerah dengan alasan HAM, maka tidak ada hak bagi mereka untuk menentang atau
melarang penerapan syari’at islam itu sendiri. Karena itu sudah sesuai dengan hukum
islam itu sendiri.

13

DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,2008
IAIN SUSQA Pekanbaru, Dinamika dan Poblematika Muslim di Asia Tenggara, Pekan Baru,
2001
Al-Sufri, Haji Awang Mohd. Jamil, Tarsilah Brunei: Sejarah Awal dan Perkembangan
Islam, 2001
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Pattani, Jakarta:
LP3ES, 1989
Nurmayabaliyah Doloh (skripsi), Peranan Dato’ Yuttitham dalam Penerapan Syariah Islam
di Thailand Selatan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi_Pattani
http://aceh.tribunnews.com/2014/08/08/syariat-islam-di-brunei-darussalam

14