KONSEP DAN PENGERTIAN CYBER CRIME

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi. informasi dan komunikasi yang
berlangsung hampir di semua bidang kehidupan. Revolusi yang dihasilkan oleh teknologi informasi dan komunikasi
biasanya dilihat dari sudut pandang perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah diantisipasi
dengan hukum yang mengaturnya. Dampak negatif tersebut harus diantisipasi dan ditanggulangi dengan hukum
yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku mayarakat dan peradaban manusia secara global. Di
samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan social yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini
menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi arena efektif perbuatan melawan hukum.Perkembangan teknologi yang pesat
mendukung terjadinya kriminalitas gaya baru. Kejahatan penipuan, pemalsuan, pencemaran nama baik hingga bisnis
video porno masuk di dalam dunia yang dinamakan dunia maya atau Cyber. Peristiwa yang masih abu-abu ini mulai
menjadi lahan bagi para pencari keuntungan.
Dalam dunia maya (internet), masalah keamanan adalah satu hal yang sangat diperlukan. Karena tanpa keamanan
bisa saja data-data dan sistem yang ada di internet bisa dicuri oleh orang lain. Seringkali sebuah sistem jaringan
berbasis internet memiliki kelemahan atau sering disebut juga lubang keamanan (hole). Kalau lubang tersebut tidak
ditutup, pencuri bisa masuk dari lubang itu. Pencurian data dan sistem dari internet saat ini sudah sering terjadi.
Kasus ini masuk dalam kasus kejahatan komputer. Istilah dalam bahasa Inggrisnya : Cyber crime.

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius
konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap
permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat
menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang –
Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai cyber crime. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang
berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan
komputer sebagai sarana.
Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridis dalam hal ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk dikategorikan sesuatu dengan ukuran
dalam kualifikasi hukum konvensional untuk dijadikan obyek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan
terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang
berdampak sangat nyata, meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subyek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk menfokuskan suatu kajian dapat diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:

1.

Apakah konsep dan pengertian cyber crime?


2.

Apakah jenis – jenis tindakan yang tergolong cyber crime?

3.

Bagaimanakah penegakan hukum cyber crime?

4.

Bagaimanakah analisis cyber crime menurut sudut pandang perilaku menyimpang?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dan manfaat dari makalah ini adalah:
1.

Mengetahui konsep dan pengertian tentang cyber crime.

2.


Mengetahui jenis – jenis tindakan yang tergolong cyber crime.

3.

Mengetahui dan memahami penegakan hukum terhadap cyber crime.

4.

Mengetahui tentang analisis cyber crime menurut sudut pandang perilaku menyimpang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DAN PENGERTIAN CYBER CRIME
Berbagai macam pemahaman mengenai tentang cyber crime. Namun apabila dilihat dari asal katanya, cyber crime
terdiri dari dua kata, yakni ‘cyber’ dan ‘crime’. Kata ‘cyber’ merupakan singkatan dari ‘cyberspace’, yang berasal dari
kata ‘cybernetics’ dan ‘space’ Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson
yang berjudul Neuromancer.Sedangkan ‘crime’ berarti ‘kejahatan: tindakan yang merugikan orang lain’, seperti
halnya internet dan cyberspace, Jadi cyber crime dapat diartikan sebagai suatu tindakan kriminalitas yang terjadi di
dunia maya atau kriminalitas yang terjadi di internet yang sering disebut (cyber crime) baik yang menyerang fasilitas

umum di dalamcyberspace ataupun kepemilikan pribadi, yang alat utamanya adalah menggunakan internet. Diantara
pengertian cyber crime menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
 Menurut Ari Juliano Gema, kejahatan siber adalah kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari
perkembangan aplikasi internet.
 Menurut Indra Safitri, kejahatan siber adalah: jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah
teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi
yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang
disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.
 Menurut Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau
mengakibatkan system elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.

Maraknya tindakan yang digolongkan sebagai cyber crime yang terjadi pada akhir-akhir ini tidak mungkin terjadi
tanpa sebab, oleh karena itu faktor penyebab adanya cyber crime adalah diantarnya:
 Segi teknis, adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayahnegara yang menjadikan dunia ini
menjadi begitu dekat dan sempit. Salingterhubungnya antara jaringan yang satu dengan jaringan yang
lainmemudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidakmeratanya penyebaran
teknologi menjadikan yang satu lebih kuat daripadayang lain.
 Segi sosioekonomi, adanya cyber crimemerupakan produk ekonomi. Isu globalyang kemudian dihubungkan
dengan kejahatan tersebut adalah keamananjaringan (security network) keamanan jaringan merupakan isu

global yangmuncul bersamaan dengan internet.

Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cyber crime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :

a.

Cyber crime sebagai tindakan murni kriminal

Cyber crime dikatakan dalam tipe kejahatan yang murni karena dilakukan atas dasar motif kriminalitas. Kejahatan
jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah
Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di
internet.

b.

Cyber crime sebagai kejahatan ”abu-abu”

Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu
merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu
contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap

sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk
sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cyber crime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti
berikut ini :

a.

Cyber crime yang menyerang individu (Against Person)

Jenis kejahatan cyber crime ini sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat
atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
 Pornografi: Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan
material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas secara sengaja, yang
bertentangan dengan norma kesusilaan.
 Cyberstalking:Kegiatan yang dilakukan tujuannya untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan
memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang
seperti halnya teror di dunia cyber.

b.


Cyber crime menyerang hak milik (Againts Property)

Cyber crime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan
jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara

tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat
merugikan hak milik orang lain.

c.

Cyber crime menyerang pemerintah (Againts Government)

Cyber crime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan
tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs
resmi pemerintah atau situs militer.
2.2 JENIS TINDAKAN YANG TERGOLONG CYBER CRIME
Berbagai macam tindakan yang dapat dikatakan sebagai cyber crime, diantara jenis tindakan yang tergolong cyber
crime diantaranya:
a.


Unauthorized Access: merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang dengan memasuki ataupun
menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer milik orang lain secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Contoh: Probing dan port

b.

Illegal Contents: merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang dengan memasukkan data atau informasi
ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
menggangu ketertiban umum, contoh: penyebaran pornografi.

c.

Penyebaran virus secara sengaja: merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang dengan penyebaran
virus.

d.

Data Forgery: merupakan kejahatan yang dilakukan seseorangdengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau
lembaga yang memiliki situs berbasis web database.


e.

Cyberstalking: merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang untuk mengganggu atau melecehkan
seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakane-mail dan dilakukan berulang-ulang.

f.

Carding: merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain
dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.

g.

Hacking dan Cracker:katahacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk
mempelajari

sistem

komputer


secara

detail

dan

bagaimana

meningkatkan

kapabilitasnya.

Sedangkan cracker adalah hacker yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal negatif yang
merugikan orang lain. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari
pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, dll.
h.

Hijacking:merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang untuk pembajakan hasil karya orang lain. Yang
paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).


2.3 PENEGAKAN HUKUM PADA CYBER CRIME
Penegakan hukum di Indonesia pada kasus cyber crime masih rendah. Meskipun Indonesia telah menduduki
peringkat pertama dalam cybercrime pada tahun 2004, akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan
tidaklah banyak. Walaupun sudah disahkan rancangan undang-undang dalam mengurusi masalah cyber crime pada
tanggal 25 Maret 2008 yang lalu oleh fraksi DPR RI, namun penetapan hukum yang masih kurang tegas. Kebanyakan
penegakan hukum cyber crime masih banyak mengalami ketidakpuasan. Ketidakpuasan itu disebabkan oleh:

1.

Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya
memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak
hukum masih lemah.

2.

Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum
kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.

3.

Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar. Pada kasus
Dani Firmansyah yang menghack situs KPU, Polri harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis
kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut.

4.

Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. Buruknya citra ini
menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke kepolisian.

5.

Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan
itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya
diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.

6.

Alat Bukti: Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap Cybercrime antara lain
berkaitan dengan karakteristik kejahatan cybercrime itu sendiri, yaitu:

o

Sasaran atau media cybercrime adalah data dan atau sistem komputer atau system internet yang
sifatnya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya. Oleh karena itu, data atau
sistem komputer atau internet yang berhubungan dengan kejahatan tersebut harus direkam
sebagai bukti dari kejahatan yang telah dilakukan. Permasalahan timbul berkaitan dengan
kedudukan media alat rekaman (recorder) yang belum diakui KUHAP sebagai alat bukti yang sah.

o

Kedudukan saksi korban dalam cybercrime sangat penting disebabkan cybercrime seringkali
dilakukan hampir-hampir tanpa saksi. Di sisi lain, saksi korban seringkali berada jauh di luar negeri
sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan saksi dan pemberkasan hasil penyidikan.

Adapun undang-undang yang mengatur masalah cyber crime tersebut yaitu Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik
dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking,
hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling
banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
2.4 ANALISIS CYBER CRIME MENURUT SUDUT PANDANG PERILAKU MENYIMPANG
Untuk mempermudah dalam melakukan analisis, maka kelompok kami mengkat sebuas kasus yang tidak
asing lagi di telinga masyarakat Indonesia yaitu masalah Hacking.

KASUS: Situs Resmi Kepolisian Di-hack
Senin, 16 Mei 2011 | 18:49 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta – Kepolisian menyelidiki pelaku peretasan (hacking) situs resmi kepolisian yang beralamat
di www.polri.go.id. “Kami akan selidiki dan cari pelakunya,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Anton Bahrul Alam, Senin, 16 Mei 2011.Halaman situs resmi
kepolisian,

hingga

pukul

17.00

WIB

sulit

diakses.

Pengunjung

diarahkan

ke

alamat

http://

www.polri.go.id/backend/index.html yang berisi gambar dua orang mengangkat bendera di atas bukit. Kemudian
muncul tulisan berwarna hitam dengan seruan jihad.
Menurut Anton,peretas ingin menghalang-halangi upaya pemberantasan terorisme yang kini dijalankan tim
Detasemen khusun 88 anti teror.
Sabtu lalu, polisi menembak mati dua terduga teroris di Sukoharjo Jawa Tengah bernama Sigit Qordawi dan Hendro
Yunianto. Sigit dan Hendro terlibat juga dalam jaringan peledakan bom di Markas Kepolisian Sektor Pasar Kliwon
Solo dan Markas Kepolisian Resort Cirebon.

ANALISIS:
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer
secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi
perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang
memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang
sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus,
hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack
merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
Pada kasus Hacking ini biasanya modus seorang hacker adalah untuk menipu atau mengacak-acak data sehingga
pemilik tersebut tidak dapat mengakses web miliknya. Untuk kasus ini Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus
deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi
atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Penegakan hukum cyber crime (hacking) masih lemah dalam penegakkannya, walaupun pada tanggal 25 Maret 2008
sudah disahkan RUU ITE oleh fraksi DPR RI, undang-undang ini dimaksudkan untuk mengatur mengenai

permasalahan hukum terkait penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi secara elektronik khususnya
dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik .
Adapun UU tersebut yaitu Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access).Ancaman pidana
pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah).
Indonesia pada tahun 2004 telah menduduki peringkat 1 dalam masalah cyber crime, hal tersebut dikarenakan
beberapa sebab yaitu:

 Perangkat Hukum yang Belum Memadai
Lemahnya peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan terhadap pelaku cyber crime.

 Kemampuan Penyidik yang masih lemah
Secara umum penyidik Polri masih sangat minim dalam penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap
hacking komputer serta kemampuan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus kejahatan dunia maya.
Pengetahuan teknis dan pengalaman para penyidik dalam menangani kasus-kasus cyber crime masih terbatas.
Dalam hal menangani kasus cyber crime diperlukan penyidik yang cukup berpengalaman (bukan penyidik pemula),
pendidikannya diarahkan untuk menguasai teknis penyidikan dan menguasai administrasi penyidikan serta dasardasar pengetahuan di bidang komputer dan profil hacker.

 Kesadaran hukum untuk melaporkan ke penegak hukum masih rendah .
Kesadaran hukum untuk para korban dalam melaporkan kasus yang dialaminya ke kepolisian masih rendah. Hal ini
dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan
dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web
masternya.
2.4 Analisis Kasus Terkait Definisi Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang pada kasus diatas bisa digolongkan dalam perilaku menyimpang statistikal. Menurut definisi ini,
perilaku dikatakan menyimpang jika tindakan yang dilakukan bertolak dari suatu tindakan yang bukan rata-rata atau
perilaku yang jarang dan tidak sering dilakukan. Dalam kasus tersebut perilaku seperti itu jarang dilakukan oleh
orang pada umumnya sehingga dianggap tidak umum dan merupakan tindakan yang dianggap menyimpang oleh
kebanyakan orang. Perilaku hacking ini merugikan pihak kepolisian yang dibobol websitenya sehingga website
tersebut tidak bisa dibukak dan tidak bisa diakses oleh masyarakat luas.
Perilaku menyimpang pada kasus diatas juga bisa dikatakan sebagai perilaku menyimpang menurut definisi absolut.
Menurut definisi ini, perilaku dikatakan menyimpang berangkat dari aturan sosial yang mutlak,jelas,dan nyata,ada
sejak dulu. Semua orang harus bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap benar. Perilaku hackker seperti
diatas menurut Al-Qur’an jelas salah dan merupakan perbuatan yang dinilai dosa karena melanggar larangan agama.
Hal tersebut terlihat jelas dalam Al-Qur’an bahwa Allah SWT telah mengingatkan setiap perbuatan yang kita lakukan
akan mendapat balasan dari-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Zaljalah : 7-8 “Barang siapa yang

mengerjakan kebaikan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa
mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya juga “.
Kasus diatas juga bisa dimasukkan kedalam definisi menyimpang menurut definisi Normatif. Menurut definisi ini
perilaku yang digolongkan menyimpang adalah perilaku yang melanggar atau bertentangan nengan norma-norma
sosial yang berlaku di masyarakat. Dalam kaitannya dengan kasus ini, perbuatan hackking telah melanggar Pasal 30

UU ITE tahun 2008 ayat 3 yang berbunyi Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang
yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Perilaku hacking tersebut juga termasuk dalam perilaku menyimpang berdasarkan definisi perilaku menyimpang
reaktif. Menurut definisi ini perilaku dianggap menyimpang apabila berkenaan dengan reaksi masyarakat atau agen
control sosial terhadap tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Dalam kaitannya dengan kasus diatas, perbuatan
heccking tersebut telah menimbulkan reaksi dari pihak kepolisian sebagai agen kontrol sosial. Hal tersebut
dikarenakan pihak kepolisian merasa dirugikan dengan dibobobolnya situs resmi miliknya yang digunakan untuk
sarana media komunikasi secara online kepada masyarakat. Selanjutnya pihak kepolisian melakukan tindakan
sebagai bentuk reaksi dari perbuatan heccking tersebut dengan mencari pelaku sampai akhirnya pelaku pembobolan
situs resmi kepolisian itu berhasil diringkus oleh pihak kepolisian.
2.5 Analisis Kasus Kaitannya Dengan Proses Belajar
Jika dilihat dari penyebabnya, penyimpangan perilaku cyber crime bisa dimasukkan dalam kaitannya dengan proses
belajar. Hal tersebut sangat sesuai dengan teori proses belajar yang menyatakan bahwa suatu penyimpangan
perilaku dapat terjadi melalui proses belajar dengan sosialisasi nilai-nilai atau norma-norma yang menyimpang.
Dalam kaitannya dengan contoh kasus diatas, seseorang dapat melakukan haccking terhadap situs resmi pihak
kepolisian pastilah melalui proses belajar terlebih dahulu. Sebeb tidak mungkin seseorang bisa melakukan tindakan
haccking tanpa adanya ilmu atau pengalaman yang pernah ia dapatkan baik melalui sosialisasi secara langsung
(dengan diajarkan oleh seseorang secara langsung) maupun dengan sosialisasi tidak langsung (dengan melihat
orang lain kemudian mencontohnya, ataupun dengan membaca buku-buku / artikel-artikel riteratur yang ditulis oleh
orang lain).

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dengan berkembangnya tehnologi di era modern ini dapat mengakibatkan berkembangnya daya kreatifitas di
kalangan masyarakat, baik kreatifitas dalam hal positif maupun negatif. Resiko positif dari setiap adanya perubahan
sosial selalu diharapkan, tetapi masyarakat juga sering kali melupakan resiko-resiko negatif yang juga dapat timbul
bersamaan. Resiko negatif dari berkembangnya tehnologi salah satunya yakni munculnya fenomena cyber crime di
kalangan masyarakat.
Cyber crime merupakan salah satu bentuk penyimpangan sosial yang dapat merugikan pihak lain yang dituju karena
arti dari crime itu sendiri merupakan kejahatan. Oleh karena itu, terdapat landasan hukum yang mengatur sanksisanksi yang dibebankan apabila melakukan hal negatif tersebut. Kaum awam yang tidak memahami betul dunia

maya (dunia internet) akan merasa kurang paham dengan penyimpangan tersebut karena kejahatan yang dilakukan
tidak tampak langsung melainkan secara tidak langsung melalui dunia maya (internet).
Kasus Cyber crime ini bisa dimasukkan ke dalam definisi perilaku menyimpang menurut empat sudut pandan definisi
sekaligus, yaitu menurut definisi statistikal, normatif, absolut, dan reaktif. Selain itu kasus cyber crime ini juga bisa
dijelaskan dengan menggunakan teori Sosialisasi/Proses Belajar, Labeling, dan Patologi Sosial.
Untuk pihak-pihak yang ahli dalam bidang cyber, diperlukan etika dan moral tertentu agar tidak menyalahgunakan
keterampilannya untuk melakukan penyimpangan yang dapat merugikan orang lain. Dan dibutuhkan pengawas dari
aparat negara yang dapat menghentikan segala aktivitas cyber crime yang saat ini masih marak terjadi.
3.2 SARAN
Untuk meminimalisir fenomena cyber crime yang terjadi di masyarakat diperlukan kerjasama berbagai kalangan atau
pihak khususnya pihak-pihak yang ahli dalam dunia internet. Diperlukannya sosisalisasi dini terhadap pengetahuan
terhadap tehnologi yang baru. Pengawasan perlu diberlakukan agar jumlah pihak yang merasa dirugikan tidak
semakin meningkat dan kejahatan dalam dunia maya (dunia internet) dapat dikendalikan layaknya kejahatan yang
terjadi secara langsung (dunia nyata)

REFERENSI
 Budirahayu, Tuti. 2013. Buku Ajar Sosiologi Perilaku Menyimpang. Surabaya: PT Revka Petra Media
 Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2009. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: Refika
Aditama
 http://forums.soulmateclub.net/showthread.php?1628-CYBER-CRIME-(Kejahatan-Internet)-amp-Pasalpasalnya
 http://jalandakwahbersama.wordpress.com/2009/08/03/hati-hati-terhadap-perbuatan-zalim/
 http://www.tempo.co/read/news/2011/05/16/063334840/Situs-Resmi-Kepolisian-Di-hack
 http://cybercrimeandlaw20.blogspot.com/2013/04/jenis-cybercrime.html
 http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=CYBERCRIME%20DAN%20PENEGAKAN%20HUKUM
%20POSITIF%20DI%20INDONESIA&&nomorurut_artikel=354
 http://wahyuagungriyadiblog.blogspot.com/2011/03/kejahatan-cybercrime.html