KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERB (1)

KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERBASIS MULTIKULTURAL
UNTUK MENANAMKAN NILAI KARAKTER PADA ANAK
Nelti Rizka1, Dadan Suryana2
Universitas Negeri Padang
Jl. Prof Hamka Air Tawar Padang Sumatera Barat
Email: [email protected]

Abstract
Curriculum 2013 Early Childhood Education aims to encourage the development of
children's potential to have readiness to pursue further education. One aspect that needs to
be taken into account in forming the curriculum is the main aspect because Indonesia is
one of the largest multidimensional countries in the world, but the problems that often
occur due to the diversity undertaken by our country. Tribal, Religious, Racial and
Interreligious Differences become tools used by a handful of people to attack each other.
This may be the reaction of our unpreparedness to the multicultural concept in our
country. Therefore it is necessary to build awareness about multicultural from the
beginning to build multicultural self-awareness in a child. The curriculum based on
multicultural education in the early stages of children's lives conducted in various places
in the world is very diverse. Children can use and control their emotions by mixing
interspersed with numbers. Therefore, it is expected that educators can apply curriculum
based on multicultural education early on because in social learning, art, and culture will

be able to inculcate the values of happiness and love of the homeland in the early days.
Keywords: Curriculum, Multicultural Education; Character; Children early

Abstrak

Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bertujuan untuk mendorong
berkembangnya potensi anak agar memiliki kesiapan untuk menempuh pendidikan
selanjutnya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam menyusun kurikulum
anak usia dini adalah aspek kebudayaan karena Indonesia merupakan salah satu
negara multidimensi terbesar di dunia, tetapi permasalahannya sering konflik akibat
keragaman yang dimiliki oleh negara kita. Perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antaragama
menjadi alat yang digunakan oleh segelintir orang untuk saling menyerang. Ini mungkin
reaksi ketidaksiapan kita terhadap konsep multikultural di negara kita. Oleh karena itu
perlu membangun kesadaran tentang multikultural sejak usia dini untuk membangun
kesadaran diri multikultural pada seorang anak. Kurikulum berbasis pendidikan
multikultural pada tahap anak usia dini adalah menanamkan pada anak bahwa manusia
kehidupan di sekitar, di tempat lain dan di dunia ini sangat beragam sehingga anak
diharapkan mampu mengatur dan mengendalikan emosinya ketika diselingi dengan
perbedaan. Oleh karena itu, diharapkan para pendidik dapat menerapkan kurikulum
berbasis pendidikan multikultural sejak dini karena dalam pembelajaran sosial, seni, dan

budaya akan mampu menanamkan nilai karakter semangat kebangsaan dan cinta tanah air
pada anak usia dini.
Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Multikultural; Karakter; Anak usia dini

1
2

Penulis 1
Penulis 2

PENDAHULUAN
Undang – Undang No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 1 menyebutkan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.. Semenjak TP. 2014/2015
di Indonesia mulai menggunakan Kurikulum

2013, termasuk pada Pendidikan Anak Usia
Dini yang bertujuan untuk mendorong
berkembangnya potensi anak agar memiliki
kesiapan untuk menempuh pendidikan
selanjutnya. Kurikulum 2013 PAUD ini
dirancang dengan berbagai karakteristik
sebagai
berikut:
1).
mengoptimalkan
perkembangan anak yang meliputi: aspek nilai
agama dan moral, fisik-motorik, kognitif,
bahasa, sosial emosional, dan seni yang
tercermin dalam keseimbangan kompetensi
sikap, pengetahun, dan keterampilan; 2).
menggunakan pembelajaran tematik dengan
pendekatan
saintifik
dalam
pemberian

rangsangan pendidikan; 3). menggunakan
penilaian
autentik
dalam
memantau
perkembangan anak; dan 4). memberdayakan
peran orang tua dalam proses pembelajaran
(Peraturan
Menteri
Pendidikan
dan
Kebudayaan RI No.146 Tahun 2014)
Untuk menstimulasi anak usia dini
harus melalui kurikulum kreatif yang didasari
oleh penelitian- penelitian aktual, juga
pelayanan terpadu antara sekolah dan pihak
keluarga.
Menurut
hasil
penelitian

perkembangan otak, strategi pernbelajaran
yang bagus saat ini adalah pembelajaran yang
dapat menumbuhkan dan mengembangkan sel
syaraf otak melalui pembelajaran yang
mengaktifkan seluruh panca indera anak dan
anak mendapatkan pengalaman langsung dari
aktivitas belajarnya akan menjadikan struktur
otak berkembang dengan baik (D. Suryana,
2014)

Salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam menyusun kurikulum anak
usia dini adalah aspek kebudayaan karena
Indonesia merupakan salah satu negara
multidimensi terbesar di dunia. Kebenaran dari
pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi
sosiokultural maupun geografis Indonesia yang
begitu beragam dan luas. Sekarang ini, jumlah
pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) lebih dari 13.000

pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya
berjumlah lebih dari 200 juta jiwa, terdiri dari
300 suku yang menggunakan hampir 200
bahasa yang berbeda. Selain itu, mereka juga
menganut agama dan kepercayaan yang
beragam seperti Islam, Katholik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta
berbagai macam aliran kepercayaan (Yaqin,
2007).
Keberagaman masyarakat Indonesia
merupakan tantangan bagi kita semua, apakah
menjadi modal budaya atau malah menjadi
konflik budaya. Namun sayangnya, akhir-akhir
ini sedang hangat diberitakan isu mengenai
konflik akibat kebhinekaan yang dimiliki oleh
negara kita. Perbedaan Suku, Agama, Ras dan
Antar golongan (SARA) menjadi alat yang
digunakan oleh segelintir orang untuk saling
menyerang satu sama lain karena indikator
akan terjadinya perpecahan pada bangsa kita

secara transparan sudah bisa kita baca. Hal ini
mungkin sebagai reaksi dari tidak siapnya kita
dengan konsep multikultural di negara kita.
Oleh karena itu perlu kiranya dibangun
kesadaran
tentang
multikultural
pada
masayarakat kita agar tidak mudah terpecah
belah akibat perbedaan yang ada. Ideologi
multikultural perlu ditanamkan sejak dini pada
anak-anak kita sehingga dapat menanamkan
nilai karakter kebangsaan yang kuat bagi
generasi penerus bangsa (Awaru, 2016).

Menurut James. A Banks (2010),
pendidikan multikultural adalah ide, gerakan
reformasi pendidikan, dan proses yang tujuan
utamanya adalah untuk mengubah struktur
lembaga pendidikan sehingga siswa pria dan

wanita, siswa luar biasa, dan siswa yang
menjadi anggota beragam ras, etnis, bahasa,
dan budaya kelompok akan memiliki
kesempatan yang sama untuk mencapai
akademis di sekolah. Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa pendidikan multikultural
adalah proses dan strategi yang digunakan
untuk membentuk sikap setiap orang agar
menghormati orang lain dengan berbagai
perbedaan yang ada pada dirinya dari aspek
budaya, ras, etnik, agama, kelas sosial, maupun
gender dengan yang dimiliki orang lain,
karena setiap orang memiliki dimensi yang
berbeda dalam pengalaman, pikiran, persepsi,
sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari hari (Sukoco, 2015).
Pendidikan
multikultural
sangat
penting diterapkan sejak usia dini yaitu sebagai
upaya untuk membangun self-awareness

multikultural pada diri seorang anak agar anak
usia dini memiliki nilai-nilai kesetaraan yang
tidak menganggap dirinya dan kelompok
sendiri sebagai superior atas yang lain sangat
penting. Jika sejak dini peserta didik
dibiasakan untuk memahami setiap perbedaan
dan pluralitas kelompok, maka setidaknya
peserta didik akan mampu menata dan
mengendalikan
emosinya
ketika
bersinggungan dengan perbedaan, karena
sudah dibekali perspektif dan pandangan yang
menghargai setiap perbedaan. Hal ini dirasa
penting karena di satu sisi keragaman di
Indonesia adalah realitas yang pasti akan
dialami anak-anak saat mereka tumbuh, namun
di sisi lain, saat ini banyak bermunculan
kelompok sosial keagamaan yang menebarkan
nilai-nilai intoleransi (Tilaar, 2002).

Penelitian Alves (2016) mendukung
pentingnya
pelaksanaan
pendidikan
multicultural di Pendidikan Anak Usia Dini.

Hasil penelitiannya dengan jelas menunjukkan
bahwa keterbukaan dan penghormatan
terhadap perbedaan antara budaya yang sangat
berbeda dapat secara efektif ditangani melalui
instruksi multikultural yang disengaja di kelas
prasekolah. Selanjutnya dijelaskan oleh Suniti
(2014) bahwa Pendidikan multikultural harus
didekati dengan strategi pembelajaran dan
kurikulum yang mengarahkan kepada proses
pembelajarannya. Desain kurikulum anak usia
dini berbasis multikultural sangat penting
untuk diperhatikan agar melalui proses
Pendidikan ini dapat membuat anak menerima
orang lain secara sama dan menghormati

agama mereka, budaya, dan perbedaan etnik.
Oleh karenanya model kurikulum dengan
beraneka ragam tema adalah suatu model
kurikulum yang sangat dianjurkan.
Tema
yang
dimaksud
dalam
pembelajaran anak usia dini merupakan suatu
alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai
konsep kepada peserta didik secara utuh.
Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan
maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu
kesatuan
yang
utuh,
memperkaya
perbendaharaan Bahasa peserta didik dan
membuat pembelajaran lebih bermakna.
Penggunaan tema dimaksud agar peserta didik
mampu mengenal berbagai konsep secara
mudah dan jelas (D. Suryana, 2016).
Berdasarkan
kondisi
ideal
dan
permasalahan diatas maka perlu dibahas
mengenai Desain Kurikulum Pendidikan Anak
Usia Dini Berbasis Pendidikan Multikultural
yang memfokuskan pada pembelajaran
keberagaman budaya sejak usia dini.
Kurikulum ini bertujuan agar anak mampu
menghargai keberagaman budaya yang ada
dilikungannya, memiliki rasa toleransi
terhadap perbedaan yang ada serta pada
akhirnya mampu menanamkan karakter bangsa
yang baik pada anak usia dini untuk mencintai
perbedaan yang ada di Indonesia.

PEMBAHASAN
Konsep Pendidikan Multikultural
Secara
etimologi,
Pendidikan
multikultural terdiri dari dua kata yaitu
pendidikan dan multikultural. Pendidikan
merupakan usaha untuk menumbuhkan dan
mengembangkan pontensi-potensi bawaan,
baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan (Mahfud dalam Suniti, 2014).
Sedangkan multikulturalisme terdiri dari dua
kata yaitu “multi” yang berarti plural (berjenisjenis) dan “kulturalisme” berisi pengertian
kultur atau budaya (Tilaar, 2004). Berdasarkan
arti dari masing-masing kata tersebut maka
dapat
dipahami
bahwa
pendidikan
multikultural merupakan suatu usaha untuk
menumbuhkan dan mengembangkan pontensipotensi pada masyarakat dan lingkungan yang
berkaitan dengan keberagaman budaya.
Menurut James. A Banks & Banks
(2010), pendidikan multikultural adalah ide,
gerakan reformasi pendidikan, dan proses yang
tujuan utamanya adalah untuk mengubah
struktur lembaga pendidikan sehingga siswa
pria dan wanita, siswa luar biasa, dan siswa
yang menjadi anggota beragam ras, etnis,
bahasa, dan budaya kelompok akan memiliki
kesempatan yang sama untuk mencapai
akademis di sekolah. Manusia sebagai individu
dalam suatu kelompok akan dihadapkan
dengan realitas perbedaan dengan anggota lain
dalam kelompok, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi perilaku mereka
Pendidikan multikultural merupakan
strategi pendidikan yang diaplikasikan ke
dalam semua jenis mata pelajaran yang
mengakomodir perbedaan-perbedaan kultural
yang ada pada peserta didik, misalnya
perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas
sosial, kemampuan dan umur, agar proses
belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan
multikultural yang diterapkan dalam proses
pembelajaran penting untuk menumbuhkan
karakter anak usia dini yaitu karakter yang

bersikap demokratis, humanis dan pluralis
dalam lingkungan mereka (Yaqin, 2007).
Sedangkan menurut pendapat lain, pendidikan
multikultural
adalah proses dan strategi
untuk membentuk sikap setiap orang untuk
menghormati orang lain dengan berbagai
perbedaan yang ada pada dirinya dari aspek
budaya, ras, etnik, agama, kelas sosial, maupun
gender dengan yang dimiliki orang lain,
karena setiap orang memiliki dimensi yang
berbeda dalam pengalaman, pikiran, persepsi,
sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari –
hari (Sukoco, 2015).
Dari beberapa pengertian di atas maka
dapat
disimpulkan
bahwa
pendidikan
multikultural adalah usaha untuk penyadaran
dan pengembangan potensi seseorang agar
dapat
menghargai
dan
menghormati
keberagaman budaya, ras, seksualitas dan
gender, etnisitas, agama, status sosial dan
ekonomi yang dimiliki orang lain. Pendidikan
multikultural harus diberikan kepada peserta
didik sedini mungkin sehingga dapat
menumbuhkan karakter peserta didik agar
mampu menerima dan menghargai perbedaan,
kritik, dan memiliki rasa toleran antar sesama.
Pendekatan Pendidikan multikultural
adalah pendekatan yang progresif serta sejalan
dengan prinsip penyelenggaraan Pendidikan
yang tercantum dalam Undang-Undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun
2003 pada pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
Implementasi pendidikan multikultural
penting dilakukan untuk penanaman nilai
karakter karena pendidikan memiliki peran
penting untuk membentuk identitas bangsa.
Pendidikan mampu menjadi media belajar bagi
semua usia dan kalangan agar menjadi manusia
dewasa yang berkarakter. Dalam pendidikan,
penting ditumbuhkan nilai-nilai karakter

kepada setiap pembelajar sesuai dengan
dirinya sendiri. Oleh karena itu, agar
pembelejaran lebih bermakna dan mengena
maka
Pendidikan
multikultural
perlu
diterapkan sejak dini, yaitu melalui Pendidikan
Anak Usia Dini. Hal demikian karena anak
berada pada usia emas (golden age) yaitu usia
dimana anak mempunyai daya serap yang
tinggi dari lingkungannya sehingga diharapkan
dapat menanamkan nilai karakter yang baik
kepada anak sejak usia dini (Wartini, 2015).
Pentingnya Penanaman Karakter Anak
Usia Dini
Pendidikan karakter merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam membangun
bangsa yang beradab dan bermartabat, baik
di mata Tuhan, dunia internasional, dan
manusia. Krisis karakter kebangsaan yang kini
semakin mewabah di kalangan generasi muda,
bahkan
generasi
sebelumnya
semakin
melahirkan keprihatinan demi keprihatinan.
Setiap harinya, media massa terus dibanjiri
dengan berita-berita kejahatan, pembunuhan,
meningkatnya pergaulan bebas, maraknya
angka kekerasan anak, remaja, perempuan,
dan lain sebagainya. Kita semakin sadar,
bahwa kini nilai-nilai Pancasila yang luhur
perlahan mulai tersisihkan (Setiawati, 2017)
Secara terminologis ‘karakter’ diartikan
sebagai sifat manusia pada umumnya yang
bergantung pada faktor kehidupannya sendiri.
Secara harfiah ‘karakter’ adalah kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi
pekerti individu yang merupakan kepribadian
khusus yang membedakan dengan individu
lain (Hidayatullah, 2010). Menurut kamus
lengkap Bahasa Indonesia, karakter adalah
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain, tabiat,
watak (Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan,
2003).
Menurut Aristoteles, karakter adalah
karakter yang baik sebagai hidup dengan
tingah laku yang benar. Tingkah laku yang

benar dalam hubungan dengan orang lain dan
dengan diri sendiri (Lickona, 2014).
Selanjutnya menurut peneliti, pendidikan
karakter adalah sikap yang baik terhadap
Tuhan, Manusia, dan Alam. Ketiga hal ini
harus seimbang agar terbentuk karakter yang
harmonis, penuh toleransi, dan demokrasi.
Indonesia Heritage Foundation (IHF),
telah menyusun serangkaian nilai yang
selayaknya diajarkan kepada anak-anak, yang
kemudian dirangkum menjadi 9 pilar karakter
yaitu: (Andrianto, 2011)
1. Karakter cinta Tuhan Yang Maha Esa dan
segenap ciptaan-Nya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran/amanah dan bijaksana
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka menolong dan gotong
royong
6. Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendah hati
9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan
Karakter yang berkualitas perlu
dibentuk dan dibina sejak dini. Ada beberapa
pihak yang sangat mempengaruhi terbentuknya
karakter anak, seperti keluarga, lingkungan
masyarakat, teman sepergaulan, lingkungan
sekolah, dll. Banyak pakar yang mengatakan
bahwa kegagalan penanaman karakter pada
seseorang sejak usia dini akan membentuk
pribadi yang bermasalah di masa dewasanya
kelak. Memiliki akhlak yang mulia tidak
secara otomatis begitu manusia dilahirkan,
namun memerlukan proses panjang melalui
pengasuh (Setiawati, 2017). Selain itu ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa karakter
dapat dibentuk melalui tahap pola pikir, sikap,
tindakan,
dan
pembiasaan.
Karakter
merupakan nilai nilai yang melandasi perilaku
manusia
berdasarkan
norma
agama,
kebudayaan, hukum atau konstitusi, adat
istiadat, dan estetika. Jika dikaitkan dengan
pendidikan, pendidikan karakter adalah upaya

yang terencana untuk menstimulasi agar
peserta didik mengenal, peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta
didik berperilaku sebagai insan kamil (Y.
Suryana & Rusdiana, 2015)
Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter atau akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan
dan
menggunakan
pengetahuannya,
mengkaji
dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi
nilainilai karakter dan akhlak mulia sehingga
terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Hidayatullah (2010)
menjelakan
bahwa strategi dalam pendidikan karakter
dapat dilakukan melalui sikap-sikap sebagai
berikut: keteladanan, penanaman kedisiplinan,
pembiasaan, menciptakan suasana yang
konduksif, dan integrasi & internalisasi.
Selanjtnya, ada 3 cara mendidik karakter anak
usia dini yaitu :
1. Ubah
lingkungannya,
melakukan
pendidikan karakter dengan cara menata
peraturan serta konsekuensi di sekolah dan
di rumah.
2. Berikan
pengetahuan,
memberikan
pengetahuan bagaimana melakukan perilaku
yang diharapkan untuk muncul dalam
kesehariannya serta diaplikasikan.
3. Kondisikan emosinya, emosi manusia
adalah kendali 88% dalam kehidupan
manusia. Jika mampu menyentuh emosinya
dan memberikan informasi yang tepat maka
informasi tersebut akan menetap dalam
hidupnya.

Kurikulum
Berbasis
Pendidikan
Multikultural di PAUD
Untuk menstimulasi anak usia dini
harus melalui kurikulum kreatif yang didasari
oleh penelitian- penelitian aktual, juga
pelayanan terpadu antara sekolah dan pihak
keluarga. Strategi pernbelajaran yang bagus
saat ini menurut hasil penelitian perkembangan
otak adalah pembelajaran yang dapat
menumbuhkan dan mengembangkan sel syaraf
otak melalui pemhelajann yang mengaktifkan
seluruh panca indera anak dan anak
mendapatkan pengalaman langsung dari
aktivitas belajarnya akan menjadikan struktur
otak berkembang dengan baik. Setiap sekolah
melakukan evaluasi terhadap kurikulum yang
digunakan saat ini, dengan selalu melakukan
pembenahan terhadap strategi pembelajaran,
pengelolaan kelas yang nyaman bagi guru saat
mengajar dan ketenangan bagi anak yang
sedang belajar, assesment dilakdcan untuk
mengamati setiap perkembangan anak
sehingga akan dapat menemukan keunikan
dalam diri anak. Creative curriculum
menekankan kepada bagaimana pengelolaan
kelas dan menghargai secara positif interaksi
guru dengan anak (D. Suryana, 2014).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut, terdapat dua dimensi kurikulum.
Dimensi pertama adalah rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara
yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini
yang diberlakukan mulai tahun ajaran
2014/2015 memenuhi kedua dimensi tersebut.

Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia
Dini
bertujuan
untuk
mendorong
berkembangnya potensi anak agar memiliki
kesiapan untuk menempuh pendidikan
selanjutnya
yang
dirancang
dengan
karakteristik
sebagai
berikut:
1).
mengoptimalkan perkembangan anak yang
meliputi: aspek nilai agama dan moral, fisikmotorik, kognitif, bahasa, sosial emosional,
dan seni yang tercermin dalam keseimbangan
kompetensi
sikap,
pengetahun,
dan
keterampilan; 2). menggunakan pembelajaran
tematik dengan pendekatan saintifik dalam
pemberian rangsangan pendidikan; 3).
menggunakan penilaian autentik dalam
memantau perkembangan anak; dan 4).
memberdayakan peran orang tua dalam proses
pembelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI No.146 Tahun 2014)
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia
Dini mengembangkan pengalaman belajar
untuk membangun kompetensi diri yang
diperlukan bagi kehidupan dimasa kini dan
masa depan dengan bekakar pada budaya yang
dimiliki karena peserta didik adalah pewaris
budaya bangsa yang kreatif. Selain itu,
kurikulum 2013 PAUD juga mengenalkan
budaya bangsa sebagai milik kehidupan anak,
sehingga anak diharapkan peduli, menyayangi
dan bangga terhadap budaya yang harus
dirawat dan dilestarikan karena peserta didik
adalah pembelajar yang aktif dan memiliki
talenta untuk belajar mengenai berbagai hal
yang ada disekitarnya (D. Suryana, 2016).
Implementasi
kurikulum
2013
menggunakan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar anak didik
secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau
prinsip melalui tahaptahapan mengamati
(untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan maalah, mengajukan
atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis
data,
menarik
kesimpulan
dan

mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
kepada anak didik dalam mengenal,
memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa
berasal dari mana saja, kapan saja, tidak
bergantung pada informasi searah dari guru.
Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang
diharapkan
tercipta
diarahkan
untuk
mendorong anak didik dalam mencari tahu dari
berbagai sumber melalui observasi, dan bukan
hanya diberitahu (Hosnan 2013 dalam D.
Suryana, 2017).
Pengembangan
kurikulum
yang
menggunakan
pendekatan
multikultural
haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut: 1) Keragaman budaya menjadi
dasar dalam menentukan filsafat, teori model,
dan hubungan sekolah dengan lingkungan
sosial-budaya 2) Keragaman budaya menjadi
dasar dalam mengembangkan berbagai
komponen kurukulum seperi tujuan, konten,
proses dan evaluasi 3) Budaya di lingkungan
unit pendidikan adalah sumber belajar dan
obyek studi yang harus dijadikan bagian dari
kegiatan belajar anak didik, dan 4) Kurikulum
berperan
sebagai
media
dalam
mengembangkan kebudayaan daerah dan
kebudayaan nasional (Suniti, 2014).
Penelitian Wartini (2015) menunjukkan
bahwa pendidikan multikultural yang berbasis
karakter keIndonesiaan diimplementasikan
dengan
mengembangkan
kurikulum
Permendiknas 58 dan Kurikulum PAUD 2013.
Di samping itu juga dengan menelaah
keragaman bangsa Indonesia sesuai lingkungan
daerah Sanggar Anak Alam (SALAM).
Pengembangan kurikulum ini menekankan
pada konsep diri, sehingga tumbuh dalam diri
peserta didik identitas diri sebagai bangsa
Indonesia. Selain itu, menurut SALAM
kurikulum bukan harga mati, tetapi kurikulum
adalah kehidupan itu sendiri, yaitu bersyukur,
rajin, dan ulet. Nilai-nilai ini adalah nilai

karakter pendidikan yang telah dikembangkan
pada pendidikan, di mana nilai-nilai ini
dikembangkan dari kehidupan lingkungan
sekitar.
Pemberian Materi pembelajaran anak
usia dini didasarkan pada sesuatu yang nyata
dan Pendidikan yang layak bagi anak
prasekolah. Metode pengembangan yang
digunakan penuh dengan inspirasi sehingga
mampu memperkenalkan anak terhadap
sesuatu dimensi baru dengan menyenangkan
dalam Pendidikan. Pendidikan pada masa usia
dini harus mengembangkan kemampuan agar
anak bertindak secara kreatif ( D.Suryana,
2013).
Pembelajaran
pada
pendidikan
multikultural terintegrasi pada semua aspek
perkembangan anak, yaitu kognitif, motorik,
bahasa, sosial, dan emosional anak.
Pembelajarannya pun saling terintegrasi satu
dengan lainnya, terpadu karena pembelajaran
dirancang secara tematik integratif sesuai
kehidupan.
Hal
ini
bertujuan
untuk
membangun anak-anak yang integratif, yaitu
matang secara aspek perkembangan anak dan
mampu dalam berbagai ilmu atau sesuai
dengan kecerdasannya masing - masing.
Menurut Hanum (2009), ada beberapa cara
untuk
mengimplementasikan
Pendidikan
multikultural dengan pendekatan kontribusi di
Taman Kanak-Kanak yaitu sebagai berikut :
1. Mengenalkan beragam bentuk rumah dan
baju adat dari etnis yang berbeda
2. Mengajak siswa untuk mencicipi makanan
yang berbeda dari berbagai daerah secara
bergantian
3. Mendengarkan pada siswa lagu-lagu daerah
lain
4. Menunjukkan cara berpakaian yang berbeda
baik dari suku bangsa maupun dari negara
lain
5. Mengenalkan tokok-tokoh pejuang dari
berbagai daerah dalam dan luar negeri
6. Menunjukkan tempat-tempat dan cara
ibadah yang berbeda

7. Meminta siswa yang berbeda etnis untuk
menceritakan tentang upacara perkawinan
di keluarga luasnya
8. Mengenalkan beberapa kosa kata yang
penting yang berasal dari suku bangsa atau
negara (ras) lain, misalnya : matur nuwun
(Jawa), muliate (Batak), Thank You
(Inggris), Inggris (Cina), dan sebagainya
9. Mengenalkan panggilan-panggilan untuk
anak laki-laki dan perempuan. Misalnya :
upik (Padang), ujang (Sunda), Koko (Cina),
dan sebagainya.
Faktor lain yang turut mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran berbasis Pendidikan
multikultural pada anak usia dini yaitu
penggunaan media belajar yang tepat dan
menarik bagi anak. Penelitian Ya-Huei (2014)
di Taiwan mampu menjelaskan mengenai
keberhasilan Pendidikan multikultural dengan
menggunakan media buku bergambar anakanak. Dari hasil penelitin ditemukan bahwa
anak-anak yang belajar merupakan gabungan
dari berbagai orang di seluruh dunia, namun
mereka menganggap bahwa orang-orang
09dengan latar belakang budaya yang berbeda
masih bisa bergaul satu sama lain. Dengan kata
lain, anak-anak usia dini pada frase
perkembangan ini tidak membatasi diri dari
berbagai kelompok. Selain itu, narasi buku
bergambar multikultural anak-anak, keaslian
ilustrasi dan konten memiliki pengaruh besar
terhadap kognitif dan pemahaman anak-anak.
Dengan kata lain, keaslian dari setiap buku
bergambar tidak hanya menggairahkan respons
anak-anak terhadap buku bergambar, tetapi
juga
merangsang
mereka
untuk
mengekspresikan perasaan mereka sendiri
melalui bahasa yang matang.
Untuk mendukung pengenalan beragam
budaya pada anak usia dini maka pembelajaran
melalui
buku
bergambar
anak-anak
membutuhkan
guru
untuk
memiliki
pemahaman tentang perkembangan literasi
anak-anak, yang mengacu pada pentingnya
lingkungan yang kaya akan hasil dalam belajar

membaca, pengakuan peran buku bergambar
dalam pembelajaran literasi, dan pentingnya
membaca untuk anak usia dini. Tidak
diragukan lagi, buku bergambar menawarkan
kesempatan bagi anak untuk mempraktekkan
apa yang sudah mereka ketahui tentang budaya
yang berbeda serta memperbaiki sosial dan
kognitif dari kelompok yang berbeda karena
tampaknya, sejumlah karakteristik buku
gambar memberikan motivasi dan peluang
khusus untuk pemahaman anak-anak usia dini
tentang
multikulturalisme.
Saat
guru
memberikan saran, mengajukan pertanyaan
terbuka, dan menggunakan bahasa yang
diuraikan, anak-anak dapat tetap mengerjakan
tugas, dan menyelesaikan lebih banyak
masalah terkait dengan budaya yang berbeda.
Singkatnya, anak-anak usia dini akan
mempersiapkan
keberhasilan
pendidikan
multikultural ketika terlibat dalam buku
bergambar yang berisi beragam masalah
budaya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum
berbasis pendidikan multikultural pada tahap
anak usia dini adalah untuk menanamkan pada
peserta didik bahwa manusia yang hidup di
sekitarnya dan di tempat lain serta di dunia ini
sangat beragam. Sebenarnya semua nilainya
sama. Sama-sama rumah, makanan, lagu,
berpakaian, tokoh, ibadah, perkawinan,
maksud kata dan sebagainya. Dengan demikian
siswa mulai mengerti bahwa ada cara yang
berbeda tetapi maksud dan nilainya sama
sehingga mereka dapat belajar untuk menerima
perbedaan dengan proses rasa yang
menyenangkan, artinya siswa merasa bahwa
perbedaan itu bukanlah masalah tetapi
anugerah (Hanum, 2009). Maka, untuk
mengenalkan keberagaman budaya tersebut
pada anak usia dini sangat diperlukan
kreativitas guru untuk membuat strategi
pembelajaran
yang
menarik
dan
menyenangkan sehingga anak dengan mudah
bisa mencapai tujuan pembelajaran yang

diharapkan dan mampu bersosialisasi dengan
keberagaman budaya yang ada.
Pendidikan
Multikultural
untuk
Penanaman Karakter Anak Usia Dini
Pendidikan multikultural harus dimulai
pada pendidikan anak usia dini karena
pengajaran keragaman budaya sejak dini akan
membantu
anak-anak
mengembangkan
identitas
mereka
serta
meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman budaya mereka.
Menurut
Tilaar
(2002)
pendidikan
multikultural sangat penting diterapkan sejak
dini untuk membangun self-awareness
multikultural pada diri seorang anak. Oleh
karena itu, nilai-nilai kesetaraan yang tidak
menganggap diri dan kelompok sendiri sebagai
superior atas yang lain sangat penting
ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Jika
sejak dini, peserta didik dibiasakan untuk
memahami setiap perbedaan dan pluralitas
kelompok, maka setidaknya peserta didik akan
mampu menata dan mengendalikan emosinya
ketika bersinggungan dengan perbedaan,
karena sudah dibekali perspektif dan
pandangan yang menghargai setiap perbedaan.
Hal ini dirasa penting karena di satu sisi
keragaman di Indonesia adalah realitas yang
pasti akan dialami anak-anak saat mereka
tumbuh, namun di sisi lain, saat ini banyak
bermunculan kelompok sosial keagamaan yang
menebarkan nilai-nilai intoleransi.
Untuk membangun karakter bangsa
maka diperlukan upaya maksimal dan
dilakukan sejak dini pada setiap individu. Ada
berbagai cara yang mesti di tempuh untuk
membangun karakter bangsa, dimana salah
satunya melalui penerapan pendidikan yang
berbasis multikultural disekolah. Pendidikan
multikultural adalah suatu kebijakan yang lahir
dari kesadaran yang mendalam bahwa
masyarakat harus menghargai dan menjunjung
tinggi adanya berbagai perbedaan, antara lain
realitas keberadaan berbagai macam etnis,
suku bangsa, bahasa, dan kultur masyarakat,

sehingga memerlukan keberadaan sistem dan
praktek pendidikan yang bersifat adil setara
sehingga semua siswa tanpa melihat latar
belakangnya bisa mendapatkan pelayanan
pendidikan yang layak untuk mencapai prestasi
optimal.
Yang
penerapanya
disekolah
menggunakan empat pendekatan yaitu
pendekatan kontribusi, pendekatan aditif,
pendekatan transformatif dan pendekatan aksi
sosial. Yang berpegang pada dimensi-dimensi
pendidikan multikultural yaitu Dimensi
integrasi isi/materi (content integration),
Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge
construction), Dimensi pendidikan yang
sama/adil ( an equity paedagogy), Dimensi
pengurangan prasangka (prejudice reduction),
Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan
stuktur sosial (Empowering school culture and
social structure) (Awaru, 2016).
Pendidikan
Multikultural
selalu
mengedepankan nilai karakter, karena dalam
pembelajaran sosial, seni, dan budaya yang
terdapat dalam masyarakat selalu digali dan
dikenalkan kepada anak sejak dini,baik dalam
kegiatan bersama masyarakat atau kegiatan
sekolah. Karakter keIndonesiaan dilandasi oleh
Pancasila dan nilai-nilai dasar karakter
keIndonesiaan, yaitu semangat kebangsaan dan
cinta
tanah
air.
Hal-hal
demikian
diperkenalkan dan ditanamkan sejak dini
dengan menggunakan permainan kreatif, yaitu
dengan permainan tradisional, lagulagu
tradisional dan modern, serta pemanfaatan dan
penjagaan kelestarian lingkungan sekolah
secara bersama-sama. Penanaman nilai-nilai
karakter ini dilakukan dengan pembiasaan dan
mengajak untuk membaca lingkungan sekitar
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan lebih
bermakna karena didapat dari pengetahuan dan
pengalamannya sendiri yang kemudian
dikembangkan di sekolah (Wartini, 2015).
Hasil
penelitian
Eliza
(2017)
menunjukkan bahwa banyak cerita, legenda
dan dongeng beberbasis nilai-nilai kearifan

lokal budaya Minangkabau yang dapat
membentuk karakter anak. Cerita bersumber
dari buku yang sudah dicetak menjadi
kumpulan beberapa cerita tradisional, dongeng,
legenda, lagu-lagu dan permainan anak yang
dicetak seperti dongeng Malin Kundang.
Sedangkan kaba bersumber dari Kaba yang
sudah dicetak dan hasil berbagai penelitian.
Kaba atau cerita seperti Sabai nan aluih,
Rancak Dilabuah, secara struktur cerita rumit
bagi anak-anak. Akan tetapi dari cerita tersebut
kemudian dibuat parafrase, setelah itu barulah
diceritakan kepada anak dan disesuaikan
bahasanya dengan kemampuan berpikir dan
perkembangan bahasa anak. Dengan kata lain
cerita tersebut terlebih dahulu dianalisis nilainilai kearifan lokal budaya Minangkabau.
Hasil analisis nilai-nilai dikelompokkan
menjadi beberapa aspek, nilai kepada Allah,
nilai kepada sesama manusia dan nilai-nilai
behubungan dengan alam.
Penelitian Alves (2016) mendukung
pentingnya
pelaksanaan
pendidikan
multicultural di Pendidikan Anak Usia Dini.
Hasil penelitiannya dengan jelas menunjukkan
bahwa keterbukaan dan penghormatan
terhadap perbedaan antara budaya yang sangat
berbeda dapat secara efektif ditangani melalui
instruksi multikultural yang disengaja di kelas
prasekolah. Dari hasil penelitian ini dapat
diketahui
bahwa
dengan
Pendidikan
multikultural dapat diterapkan sejak usia dini
dan terbukti menanamkan nilai karakter pada
anak usia dini, salah satunya yaitu telah
mampu menanamkan nilai karakter toleransi
antar teman yang beragam budaya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pendidikan multikultural adalah usaha
untuk penyadaran dan pengembangan
potensi seseorang agar dapat menghargai
dan menghormati keberagaman budaya, ras,
seksualitas dan gender, etnisitas, agama,

status sosial dan ekonomi yang dimiliki
orang lain.
2. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk
dan dibina sejak dini karena banyak pakar
yang mengatakan bahwa kegagalan
penanaman karakter pada seseorang sejak
usia dini akan membentuk pribadi yang
bermasalah di masa dewasanya kelak.
Pendidikan karakter ini sangat penting
dalam membangun bangsa yang beradab
dan bermartabat, baik di mata Tuhan,
dunia internasional, dan manusia.
3. Kurikulum
berbasis
pendidikan
multikultural pada tahap anak usia dini
adalah untuk menanamkan pada peserta
didik bahwa manusia yang hidup di
sekitarnya dan di tempat lain serta di dunia
ini sangat beragam. Sebenarnya semua
nilainya sama yaitu sama-sama rumah,
makanan, lagu, berpakaian, tokoh, ibadah,
perkawinan, maksud kata dan sebagainya.
Dengan demikian siswa mulai mengerti
bahwa ada cara yang berbeda tetapi maksud
dan nilainya sama sehingga mereka dapat
belajar untuk menerima perbedaan dengan
proses rasa yang menyenangkan, artinya
siswa merasa bahwa perbedaan itu bukanlah
masalah tetapi anugerah
4. Pendidikan
Multikultural
dapat
menanamkan nilai karakter pada anak usia
dini karena dalam pembelajaran sosial, seni,
dan budaya yang terdapat dalam masyarakat
selalu digali dan dikenalkan kepada anak
sejak dini,baik dalam kegiatan bersama
masyarakat atau kegiatan sekolah sehingga
tertanam dalam diri anak karakter saling
menghargai dan rasa cinta tanah air.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka
disarankan kepada pengelola lembaga PAUD
agar mendesain kurikulum berbasis Pendidikan
Multikultural di lembaga PAUD yang dikelola
agar mampu menanamkan nilai karakter pada
anak usia dini. Selanjutnya, kepada guru

PAUD agar lebih kreatif memilih strategi
pembelajaran
untuk
mengenalkan
keberagaman budaya kepada anak usia dini
sehingga menumbuhkan karakter toleransi
saling menghargai dan rasa cinta tanah air
sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA
Alves, I. M. E. (2016). Teaching
Multiculturalism in A Preschool
Classroom. Instituto Superior de
Educacao e Ciencias.
Andrianto, T. T. (2011). Mengembangkan
Karakter Sukses Anak di Era Cyber.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Awaru, A. O. T. (2016). Membangun Karakter
Bangsa Melalui Pendidikan Berbasis
Multikultural di Sekolah. Seminar
Nasional Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial
Membentuk Karakter Bangsa Dalam
Rangka Daya Saing Global, 221–230.
Banks, J. A., & Banks, C. A. M. (2010).
Multicultural Education Issues and
Perspectives (Seventh). United States of
America: Wiley.
Eliza, D. (2017). Pengembangan Model
Pembelajaran Karakter Berbasis Cerita
Tradisional Minangkabau untuk Anak
Usia Dini. Pedagogi : Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan, 3(3b), 153–163.
Hanum, F. (2009). Pendidikan Multikultural
sebagai Sarana Membentuk Karakter
Bangsa (Dalam Perspektif Sosiologi
Pendidikan). In Seminar Regional DIYJateng dan sekitarnya oleh Himpunan
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi
Universitas Negeri Yogyakarta (pp. 1–
13). Universitas Negeri Yogyakarta.
Hidayatullah, M. F. (2010). Pendidikan
Karakter : Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
Lickona, T. (2014). Pendidikan Karakter :
Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa
Media.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
RI No.146 Tahun 2014 tentang
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia

Dini.
Setiawati, N. A. (2017). Pendidikan Karakter
sebagai Pilar Pembentukan Karakter
Bangsa. In Prosiding Seminar Nasional
Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan (Vol. 1, pp. 348–352).
Sukoco. (2015). Kebijakan Pendidikan
Multikultural Di Indonesia. Majalah
Ilmiah Pawiyatan, XXII(2), 1–23.
Suniti. (2014). Kurikulum Pendidikan Berbasis
Multikultural. Jurnal Edueksos, III(2),
23–44.
Suryana, D. (2013) Profesionalisme Guru
Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis
Peraturan Menteri No.58 Tahun 2009.
Pedagogi Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan,
XIII (2), 53-61
Suryana, D. (2014). Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini Berbasis Perkembangan
Anak. Pesona Dasar, 1(3), 65–72.
Suryana, D. (2016). Stimulasi & Aspek
Perkembangan Anak (I). Jakarta:
Kencana.
Suryana, D. (2017). Pembelajaran Tematik
Terpadu Berbasis Pendekatan Saintifik di
Taman Kanak-Kanak. Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 11(Edisi 1, April 2017),
67–82.
https://doi.org/10.21009/JPUD.111.03
Suryana, Y., & Rusdiana. (2015). Pendidikan
Multikultural : Suatu Upaya Penguatan
Jati Diri Bangsa. Bandung: CV. Pustaka
Setia.

Tilaar, H. A. . (2002). Pendidikan,
Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia : Strategi Reformasi
Pendidikan Nasional. Jakarta: Remaja
Rosdakarya.
Tilaar, H. A. . (2004). Multikulturalisme :
Tantangan - Tantangan Global Masa
Depan dalam Transformasi Pendidikan
Nasional. Jakarta: Grasindo.
Wartini, A. (2015). Pendidikan Multikultural
Berbasis Karakter Keindonesiaan pada
Pendidikan Anak Usia Dini Upaya
Integrasi Ilmu Keislaman dan Karakter
Kebudayaan Indonesia. Toleransi : Media
Komunikasi Umat Beragama, 7(1), 35–
52.
Ya-Huei, H. (2014). Multicultural Education
for Young Children-beginning from
Children ’ s Picture Books. International
Journal of Educational Planning &
Administration, 4(1), 79–84.
Yaqin, A. (2007). Pendidikan Multikultural :
Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta:
Pilar Media.

.