Uji sitotoksisitas ekstrak etanol daun s

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper crocatum) TERHADAP SEL FIBROBLAS SKRIPSI

Oleh :

PELANGI C.P.S. 020413335

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper crocatum) TERHADAP SEL FIBROBLAS SKRIPSI

Oleh :

PELANGI C.P.S. 020413335

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

LEMBAR PENGESAHAN UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper crocatum ) TERHADAP SEL FIBROBLAS SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Dokter Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya

Oleh : PELANGI CITRA.PS NIM : 020413335

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

(Markus Budi Rahardjo, drg., M.Kes) (Dr. Ira Arundina, drg.,M.Si) NIP. 195405101981031010

NIP. 1971110281997022002

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

ii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji pada tanggal 22 Januari 2013

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

1. Dr. Theresia Indah Budhy, drg., M.Kes (Ketua Penguji)

2. Dr. Pratiwi Soesilawati, drg., M.Kes (Anggota)

3. Dr. Retno Indrawati, drg., M.Si (Anggota)

4. Markus Budi Raharjo, drg., M.Kes (Pembimbing Utama/Anggota)

5. Dr. Ira Arundina, drg., M.Si (Pembimbing Serta/Anggota)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper Crocatum ) TERHADAP SEL FIBROBLAS ” ini dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Dokter Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya.

Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. R.M. Coen Promono Danudiningrat, drg., SU., SpBM (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberi kesempatan untuk menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Airlangga.

2. Dr. R. Darmawan Setijanto., drg., M.Kes, selaku Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya yang telah mengizinkan penulis untuk membuat skripsi ini.

3. drg. Markus Budi Rahardjo., M.Kes selaku Kepala Departemen Biologi Oral yang telah memberikan izin untuk pembuatan skripsi dan selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak memberi bimbingan, saran, bantuan dan dorongan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

iv

4. Dr. Ira Arundina, drg., M.Si selaku Dosen Pembimbing Serta atas bimbingan, saran, dan bantuannya yang sangat bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

5. drh. Erna selaku staf bagian PMPP Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) Surabaya.

6. Kedua Orang tua, dr. Suriadi Anang, Sp.A dan Tuska Indrawati yang telah memberikan doa dan semangat.

7. Amrullah Rahdityanur, Annisa T, Nik Andriena dan seluruh teman- teman yang tidak dapat penulis tulis satu persatu yang selalu memberikan dukungan, perhatian, doa, semangat dan saran yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Kritik dan saran dari semua pihak diharapkan demi penelitian di masa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga dan pembaca pada umumnya.

Surabaya, Februari 2013

Penulis

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH MERAH ( Piper crocatum ) TERHADAP SEL FIBROBLAS (CYTOTOXICITY TEST OF ETHANOLIC EXTRACT OF RED BETEL LEAF

(PIPER CROCATUM) TOWARD FIBROBLAST CELLS)

ABSTRACT

Background. Traditional herbs are very popular in the community lately as a natural substance that is considered more safe, inexpensive and easy to obtain.

Piper crocatum is one of the Indonesian plants which is traditionally used for health treatment. It is known to have anti-inflammatory and wound healing effect . The using Piper crocatum as one of the dental health products should have not toxic, and have biocompatibilty properties. Purpose. To determine the cytotoxicity of the Piper crocatum with different concentration toward fibroblast cells. Method. The method type used is experimental research laboratories using the post-test only control group design. Number of samples were 7 samples of each 12,5%, 25%, 50%, and 100%. The citotoxicity test by using enzymatic assay of MTT

[3-(4,5- dimethyltiazol -2-yl)-2,5- difeniltetrazolium bromide ], against fibroblast cell (BHK-21). The density of optic formazan indicated the number of living cell. Results. The result showed that the percentage of living cell amount of 12,5%, 25%, 50% and 100% concentration were 63,47%, 52,52%, 56,21% and 100%. Conclusion. Piper crocatum is non toxic.

Key words : Piper crocatum, cytotoxicity, MTT assay

vi

4.8.2 Pengenceran Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah ……………………..

4.8.3 Uji Sitotoksisitas …………………………………………………….

4.9 Alur Penelitian ………………………………………………………. 33

4.10 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………….

BAB 5 HASIL PENELITI AN DAN ANALISIS DATA…………………..

35 BAB 6 P EMBAHASAN……………………………………………………

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpul an………………………………………………………………...

7.2 Sar an…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sirih Merah ( Piper crocatum )…………………………………

5 Gambar 2.2 Reduksi MTT yang menghasilkan formazan ………………….

14 Gambar 2.3 Sel F ibroblas…………………………………………………..

21 Gambar 4.1 Shaker …………………………………………………………

28 Gambar 4.2 Microplate berisi media Eagle’s minimum essential medium

(MEM) …………………………………………………………. 31

Gambar 4.3 Elisa Reader ……………………………………………………

32 Gambar 5.1 Grafis jumlah persentase sel fibroblas yang hidup ……………

36

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah ( Piper crocatum ) 70%..................................................................................................... 8

Tabel 2.2 Growth Factor dalam p enyembuhan luka………………………….. 18

Tabel 5.1 Nilai rerata optical density pada formazan ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ), simpang baku dan persentase sel hidup…. 35

Tabel 5.2 Mann-Whitney Test antar pe rlakuan dan kontrol…………………... 37

xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit mulut dan gigi merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di masyarakat. Hasil survey rumah tangga pada tahun 2004 menyebutkan 39% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Penyakit gigi dan mulut dapat dibagi dua, yaitu penyakit yang menyerang jaringan keras (gigi) dan jaringan lunak (mulut dan gusi). Salah satu penyakit jaringan lunak yaitu Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) atau lebih dikenali oleh masyarakat awam dengan “sariawan” merupakan salah satu penyakit yang ulang kambuh pada

mukosa mulut yang sering terjadi. Stomatitis Aftosa rekuren (SAR) didapatkan pada sekitar 20% dari populasi (Regezi dkk, 2003). Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalansi SAR dari 101 pasien terdapat kasus SAR 17,3% (Harahap, 2006). Untuk terapi SAR mayor menggunakan stereoid secara sistemik, sedangkan untuk SAR minor menggunakan salah satunya bentuk obat topikal jenis steroid (Wray dkk, 2003).

Saat ini masyarakat dunia termasuk Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami ( back to nature ). Obat tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan yang relatif mudah didapat dan tanamannya mudah dikembang biakkan, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkannya (Ariyani dkk, 2007). Salah satu bahan tradisional yang sering dijadikan obat yaitu Saat ini masyarakat dunia termasuk Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami ( back to nature ). Obat tradisional Indonesia umumnya menggunakan bahan yang relatif mudah didapat dan tanamannya mudah dikembang biakkan, sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkannya (Ariyani dkk, 2007). Salah satu bahan tradisional yang sering dijadikan obat yaitu

Beberapa penelitian menunjukan bahwa daun sirih merah ( Piper crocatum ) mempunyai efek antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, serta antifungal. Daun sirih merah mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphlyococcus aureus dengan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimal) sebesar 25% dan Escherichia coli menunjukan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimal) sebesar 6,25% (Juliantina dkk, 2009).

Telah dilakukan uji identifikasi kandungan kimia ekstraketanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) dan didapatkan bahwa sirih merah mengandung alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenolat (Yulias dkk, 2011). Selain itu daun sirih merah ( Piper crocatum) mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan untuk peningkatan proses penyembuhan, misalnya vitamin A dan C (Prahastuti, 2004). Sedangkan pada penelitian lain menunjukan bahwa komponen senyawa yang terkandung pada ekstraketanol 70% daun sirih merah ( Piper crocatum ) adalah golongan asam lemak, terpenoid, flavonoid, steroid, alkaloid, pirimidin, minyak atsiri, polifenol dan vitamin E (Alfarabi, 2010).

Untuk mengembangkan bahan pengobatan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) yang alami maka harus diuji terlebih dahulu dengan uji biokompatibilitas sesuai dengan syarat material di bidang kedokteran gigi terutama yang digunakan di dalam mulut. Salah satu pengujian untuk menentukan berbagai sifat dari suatu bahan kedokteran gigi adalah uji sitotoksisitas terhadap Untuk mengembangkan bahan pengobatan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) yang alami maka harus diuji terlebih dahulu dengan uji biokompatibilitas sesuai dengan syarat material di bidang kedokteran gigi terutama yang digunakan di dalam mulut. Salah satu pengujian untuk menentukan berbagai sifat dari suatu bahan kedokteran gigi adalah uji sitotoksisitas terhadap

Walaupun sudah ada penelitian untuk mengetahui efek antibakteri dan efek antifungal dari daun sirih merah, namun saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) terhadap sel fibroblas dalam usaha pengembangannya sebagai bahan alternatif untuk penyembuhan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren). Sirih merah dapat menjadi salah satu bahan untuk obat SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) secara topikal.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) bersifat toksik terhadap sel fibroblas ( BHK-21 ) ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menentukan efek toksisitas ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) terhadap sel fibroblas.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar oleh ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) konsentrasi 100% menggunakan esei MTT.

2. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar oleh ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) konsentrasi 50% menggunakan esei MTT.

3. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar oleh ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) konsentrasi 25% menggunakan esei MTT.

4. Untuk mengetahui jumlah persentase sel fibroblas yang hidup setelah terpapar oleh ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) konsentrasi 12,5% menggunakan esei MTT.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian yang diperoleh akan memberikan informasi tentang sitotoksisitas ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) terhadap sel BHK-21 dan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan daun sirih merah ( Piper crocatum ) menjadi bahan alternatif untuk pengobatan SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sirih Merah ( Piper crocatum )

Sirih merah ( Piper crocatum) merupakan jenis sirih yang merambat dan banyak tumbuh di daerah tropis khususnya Indonesia. Tumbuhan sirih dikenal sebagai antiseptik sejak 600 SM. Sirih termasuk famili piperaceae yang merambat dan bersandar di batang pohon lain (Duryatmo, 2005). Pada tahun 1990-an sirih merah difungsikan sebagai tanaman hias, karena penampilannya yang menarik. Permukaan daunnya merah keperakan dan mengkilap. Pada beberapa tahun terakhir ini ramai dibicarakan dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat.

Gambar 2.1 Sirih Merah ( Piper crocatum) (dikutip dari wikipedia.com)

2.1.1 Klasifikasi

Sirih merah merupakan salah satu spesies dari keluarga piperaceae , dengan sistematika sebagai berikut : Kingdom

: Plantae Divisio

: Magnoliophyta Class

: Magnoliopsida

Order : Piperales Family

: Piperaceae Genus

: Piper Species

: Piper crocatum (Vossen, 2000)

2.1.2 Morfologi

1. Habitus

Tanaman ini diketahui tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, seperti di lingkungan Keraton Yogyakarta dan di lereng Merapi sebelah timur, serta di Papua, Jawa Barat, Aceh dan beberapa daerah lainnya. Tanaman sirih merah tergolong langka, karena tidak tumbuh disetiap tempat atau daerah. Sirih merah tidak dapat tumbuh di daerah panas, di tempat berhawa dingin sirih merah dapat tumbuh dengan baik. Jika terlalu banyak terkena sinar matahari batangnya cepat mengering, warna merah daunnya bisa menjadi pudar, buram, dan kurang menarik. Tanaman sirih merah akan tumbuh baik jika mendapatkan 60-70 % cahaya matahari (Sudewo, 2005).

2. Daun

Karakter morfologi daun sirih merah dengan nama ilmiah Piper crocatum adalah mempunyai bentuk daun yang cukup bervariasi antara daun muda (fase muda) dan daun pada cabang yang akan menghasilkan alat reproduksi (fase dewasa). Saat muda umumnya mempunyai bentuk daun menjantung dan membulat seperti telur dan pada fase dewasa (siap menghasilkan alat reproduksi) terjadi perubahan bentuk daun dari membulat menjadi seperti berbentuk telur. Daun tunggal dan kaku, permukaan helaian daun bagian atas rata agak cembung, Karakter morfologi daun sirih merah dengan nama ilmiah Piper crocatum adalah mempunyai bentuk daun yang cukup bervariasi antara daun muda (fase muda) dan daun pada cabang yang akan menghasilkan alat reproduksi (fase dewasa). Saat muda umumnya mempunyai bentuk daun menjantung dan membulat seperti telur dan pada fase dewasa (siap menghasilkan alat reproduksi) terjadi perubahan bentuk daun dari membulat menjadi seperti berbentuk telur. Daun tunggal dan kaku, permukaan helaian daun bagian atas rata agak cembung,

3. Batang

Tumbuhan merambat atau menjalar, panjangnya dapat mencapai sekitar 5- 10m, batang bulat, hijau merah keunguan, beruas dengan panjang ruas 3-8cm, pada setiap buku tumbuh satu daun (Inggit dkk, 2011).

2.1.3 Kandungan Kimia

Komposisi senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih merah berdasarkan analisis GC-MS ( Gas Chromatogrpahy Mass Spectrometry ) dapat dilihat pada tabel 2.1. Hasil kromatogram tersebut diolah dengan database perangkat lunak menunjukan komponen senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih merah terdiri dari golongan asam lemak, terpenoid, flavonoid, steroid, alkaloid, pirimidin, minyak atsiri, polifenol, dan vitamin E. Terdapat beberapa senyawa yang memiliki kesesuaian rendah dengan database kemungkinan disebabkan oleh karena databse tidak mempunyai data-data kromatogram yang sesuai dengan ekstrak (Alfarabi, 2010).

Tabel 2.1 Komposisi Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah ( Piper crocatum ) 70% (Alfarabi, 2010) Waktu retensi Area

Kesesuaian (Menit)

9.87 1.80 Asam miristat (asam lemak)

11.68 1.78 Fitol (terpenoid)

12.07 6.13 Asam linolenat (asam lemak)

12.28 1.93 Asam stearat (asam lemak)

21.15 1.81 Mirisetin (flavonoid)

22.05 2.06 Pirazol (minyak atsiri)

23.56 4.96 2,4,6(1H,3H,5H)-pyrimidinetrione

(pirimidin)

23.87 2.67 Naftalena (minyak atsiri)

24.03 4.05 2,4,6(1H,3H,5H)-pyrimidinetrione

(pirimidin)

24.89 12.19 Stilben (polifenol)

26.12 4.52 Metyhl

(25R)-5-oxo-A-nor-3,5- 90

secospirostan-3oate (stereoid)

27.20 44.69 4,4-stilbendiamin (polifenol)

28.42 1.53 Pirimidin

28.85 1.83 4-Allyloxy-6mehoxy-N.N-dimethyl- 91 1,3,5-triazin-2-amine (alkaloid)

34.46 1.65 Vitamin E

Selain itu telah dilakukan uji identifikasi kandungan kimia ekstrak etanol daun sirih merah dan didapatkan bahwa sirih merah mengandung alkaloid, saponin, flavonoid dan polifenolat (Yulias dkk, 2011). Daun sirih merah mengandung nilai nutrisi yang dibutuhkan untuk peningkatan proses penyembuhan, misalnya vitamin A dan C (Prahastuti, 2004). Namun, belum terdapat penelitian yang menyebutkan berapa persen kadar saponin, vitamin A dan

C yang terdapat di dalam sirih merah. Uraian beberapa kandungan kimia daun sirih merah adalah sebagai berikut:

a. Polifenol Polifenol merupakan senyawa yang memiliki subkomponen berupa

fenol. Fenol sendiri dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan unit basanya dan subkomponen fenolnya. Polifenol dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan unit basanya yaitu asam gallat, flavon dan asam sinamat. Masing-masing senyawa tersebut berbeda mulai dari struktur sampai sifat aktivitas dan fungsinya (Astawan, 2008).

Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan terbesar dalam polifenol. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia (Sesty, 2007). Flavonoid diketahui mempunyai efek antioksidan yang kuat dengan cara menghambat oksidasi lipid. Komposisinya mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan membran sel untuk melindungi dari radikal bebas (Saija, 1995). Flavonoid berperan dalam proses antiinflamasi yaitu dengan cara mempersingkat waktu inflmasi sehingga proses proliferasi dapat terjadi (Indraswari, 2011). Flavonoid juga berfungsi sebagai Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan terbesar dalam polifenol. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia (Sesty, 2007). Flavonoid diketahui mempunyai efek antioksidan yang kuat dengan cara menghambat oksidasi lipid. Komposisinya mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan membran sel untuk melindungi dari radikal bebas (Saija, 1995). Flavonoid berperan dalam proses antiinflamasi yaitu dengan cara mempersingkat waktu inflmasi sehingga proses proliferasi dapat terjadi (Indraswari, 2011). Flavonoid juga berfungsi sebagai

b. Alkaloid Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom N, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal, hanya sedikit yang berupa cairan. Senyawa alkaloid dapat dideteksi dengan pereaksi dragendorf (Setsy, 2007). Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991).

c. Tanin Tanin mempunyai efek antibakteri dengan cara dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah, 2004).

d Saponin Saponin tidak larut dalam pelarut non-polar, paling cocok diekstraksi dengan etanol atau metanol 70-96 (Sesty, 2007). Saponin adalah salah satu senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam penyembuhan luka (Chandel, 1979). Saponin juga diketahui dapat meningkatkan kepadatan fibroblas dengan aktifasi TGF- (Kanzaki, 1998).

e. Minyak Atsiri Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis (Parwata dkk, 2008).

f. Vitamin A, E dan C Vitamin A berperan dalam proses penyembuhan luka yaitu dalam pembentukan kolagen, diferensiasi sel epitel, dan meningkatkan imunitas. Vitamin A juga mempercepat aktifasi makrofag ke daerah luka (Jeffcoate, 2004). Vitamin C diketahui berperan penting sebagai penunjang kesembuhan melalui kemampuannya dalam mempercepat regenerasi jaringan. yaitu ikut serta dalam biosintesa kolagen. Vitamin C juga berfungsi menstimulir respon kemotaktik dan proliferasi dari neutrofil serta transformasi limfosit (Kus, 1996). Sedangkan vitamin E memiliki efek antioksidan, yaitu mencegah peroksidasi lipid dan menghasilkan membran sel yang stabil (Douglas, 2003).

2.1.4 Khasiat

Sirih merah memiliki banyak manfaat dalam pengobatan tradisional, mempunyai potensi menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Banyak pengalaman menggunakan sirih merah dapat menurunkan asam urat, menurunkan tekanan darah, mengobati hepatitis dan maag. Selain itu sirih merah dapat digunakan

sebagai antiseptik, serta memiliki efek hipoglikemik. Sirih merah juga dapat digunakan sebagai obat untuk batuk, asma, radang tenggorokan, dan radang hidung (Sulistyani dkk, 2007). Daun sirih merah juga bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut, antara lain: menghilangkan bau mulut, mengobati gusi berdarah (radang pada gusi), obat sariawan, radang pada tenggorokan, gigi berlubang, dan penghilang bengkak. Selain itu efek zat aktif yang terkandung dalam daun sirih merah dapat merangsang saraf pusat dan daya pikir, serta memiliki efek pencegahan ejakulasi dini, antikejang, antidiare, dan mempertahankan kekebalan tubuh. Secara empiris ekstrak daun sirih merah dalam pemakaian secara tunggal atau diformulasikan dengan tanaman obat lainnya mampu membasmi aneka penyakit, seperti diabetes millitus, peradangan akut pada organ tubuh tertentu, luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim, leukimia, TBC, radang pada lever (hepatitis), ambeien, jantung koroner, darah tingggi, dan asam urat (Sudewo, 2005).

2.2 Uji Sitotoksisitas

Uji sitotoksisitas adalah bagian dari evaluasi bahan kedokteran gigi yang diperlukan untuk prosedur skrining standar. Tujuannya adalah untuk mengetahui efek toksik suatu bahan secara langsung terhadap kultur sel (Freshney, 2000).

Berikut adalah beberapa alasan mengapa dalam penelitian terdahulu lebih banyak menggunakan metode in vitro dengan kultur sel:

1. Kultur sel dapat terpapar secara langsung oleh bahan yang diujikan, sehingga kultur sel sangat sensitif terhadap bahan yang bersifat toksik.

2. Lingkungan pada kultur sel (pH, suhu, tekanan osmotik) lebih terkontrol.

3. Respon terhadap sel hidup dapat langsung diamati.

4. Sampel lebih homogen.

5. Menghindari tekanan masyarakat terhadap hewan coba.

6. Dapat diukur secara kuantitatif. Kekurangan metode in vitro dengan kultur sel, yaitu harus dilakukan dalam kondisi aseptik, karena sel akan mati jika terkontaminasi mikroorganisme (Freshney, 2000).

Pengujian efek biokompatibilitas pada tingkat awal dari material yang digunakan pada kedokteran gigi untuk mengetahui toksisitas material yang diuji menggunakan kultur sel. Toksisitas material yang diuji dihubungkan dengan sel yang hidup. Apabila material yang diuji memberikan viabilitas sel hidup yang tinggi, menunjukan bahwa material yang diuji tidak memberikan efek toksik, begitu juga sebaliknya (Anita, 2005).

Salah satu syarat bahan yang digunakan dalam kedokteran gigi seharusnya tidak toksik, tidak mengiritasi, dan harus mempunyai sifat biokompatibilitas atau bahan yang diproduksi tidak boleh mempunyai efek yang merugikan terhadap lingkungan biologis, baik lokal maupun sistemik. Salah satu metode untuk menilai sitotoksisitas suatu bahan adalah dengan uji enzimatik menggunakan pereaksi MTT. Paramater toksisitas berdasarkan CD50 artinya suatu bahan dikatakan toksik apabila presentase sel hidup setelah terpapar bahan tersebut kurang dari 50% (Telili dkk, 1999)

Salah satu metode untuk menilai sitotoksisitas suatu bahan adalah dengan uji enzimatik yang menggunakan perekasi MTT [3-(4,5- dimethyltiazol -2-yl)-2,5- difeniltetrazolium bromide ]. Uji ini banyak digunakan untuk mengukur proliferasi selular secara kuantitatif atau untuk mengukur jumlah sel yang hidup (Fazwishni dkk, 2000).

MTT adalah molekul larut yang dapat digunakan untuk menilai aktifitas enzimatis seluler, didasarkan pada kemampuan sel hidup untuk mereduksi garam MTT . Prinsip dari pewarnaan MTT adalah dengan pengubahan dari cincin tetrazolium oleh karena aktifitas dari mitokondria pada sel hidup. Pada sel yang mati tidak mengakibatkan perubahan dari cincin tetrazolium (Soenartyo dkk, 2003).

Mekanismenya adalah formazan garam tetrazolium akan direduksi di dalam sel yang mempunyai aktifitas metabolik. Mitokondria sel hidup yang berperan penting dalam hal ini adalah yang menghasilkan dehidroginase. Bila dehidroginase tidak aktif karena efek sitotoksik, maka formazan tidak akan terbentuk. Jumlah formazan yang terbentuk, proposional dengan aktifitas enzimatik sel hidup (Craig, 2002).

Gambar 2.2 Reduksi MTT yang menghasilkan formazan

(dikutip dari biotek.com) Produksi formazan dapat dihitung dengan melarutkan dan mengukur densitas optik dari larutan yang dihasilkan. Reaksi warna biru keunguan digunakan sebagai ukuran dari jumlah sel hidup. Semakin pekat warna biru ungunya, semakin tinggi nilai absorbsinya, dan semakin banyak jumlah sel yang hidup. Jumlah formazan yang dihasilkan dan kemudian diukur setelah dilarutkan berbanding secara proposional dengan jumlah sel, walaupun absorbansi absolut berbeda antara berbagai jenis sel. Makin pekat warnanya, makin tinggi nilai absorbansinya, dan ini berarti makin banyak jumlah selnya (Fernandez dkk, 1995;Fazwishni dkk, 2000).

Uji sitotoksistas dengan esei MTT dapat digunakan untuk mengukur proliferasi dan sitotoksisitas terhadap sel. Ujinya cukup positif, cepat, semiotomatis, dan tidak menggunakan radioisotop. Uji ini berdasar kemampuan sel

[3-(4,5- dimethyltiazol -2-yl)-2,5- difeniltetrazolium bromide ]( MTT ). Reduksi garam tetrazolium terjadi intrasel dan melibatkan enzim dari retikulum endoplasma dan mitokondria. Dengan demikian jumlah sel yang hidup dapat diukur sebagai konsentrasi hasil produksi MTT (Fazwishni dkk, 2000).

hidup untuk

mereduksi

garam

2.3 Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka pada ulser pada dasarnya yaitu hampir sama dengan proses penyembuhan luka pada kulit. Tahapan proses penyembuhan meliputi proses keradangan, proliferasi, reepitalisasi, pembentukan jaringan granulasi, angiogenesis, interaksi antara berbagai sel dan matriks, serta Proses penyembuhan luka pada ulser pada dasarnya yaitu hampir sama dengan proses penyembuhan luka pada kulit. Tahapan proses penyembuhan meliputi proses keradangan, proliferasi, reepitalisasi, pembentukan jaringan granulasi, angiogenesis, interaksi antara berbagai sel dan matriks, serta

Pada fase inflmasi terjadi proses radang yang merupakan reaksi jaringan hidup terhadap semua jejas. Hemostasis melibatkan konstriksi pembuluh darah, kontraksi otot polos, agregasi tombrosit, koagulasi darah dan diikuti oleh vasodilatasi yang disebabkan oleh adanya pelepasan histamin. Kemudian terjadi aktivasi protombrin menjadi tombrin yang disebabkan oleh faktor-faktor pembekuan darah, kemudian trombin akan mengaktivasi fibrinogen menjadi fibrin dan platelet melepaskan mediator berupa PDGF (Platelet Derrived Growth Factor ), tromboksan dan prostaglandin yang akan menarik leukosit ke daerah luka. Sel platelet melepaskan chemokines berupa growth factor (EGF / Epithelial Growth Factor, PDGF / Platelet Derived Growth Factor ), fibrinogen, fibronektin, serotonin dan komponen matriks ekstra seluler (Rosenberg,2006). Di dalam fase inflmasi ini juga terdapat peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan terjadi migrasi neutrofil dan monosit ke dalam jaringan (Douglas, 2003). Neutrofil bertanggung jawab untuk menghancurkan bakteri dengan melakukan proses fagositosis (Rosenberg, 2006). Pada hari ketiga setelah terjadi luka monosit kemudian menggantikan fungsi neutrofil, dan kemudian disebut menjadi makrofag apabila telah bermigrasi ke jaringan. Fungsi dari makrofag yaitu melakukan fagositosis, membersihkan tempat yang terkontaminasi bakteri,

mengatur regulasi sintesa matriks melalui proses pelepasan growth factor platelet-

derived growth factor (PDGF), fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF) dan transforming growth factor- β (TGF- ), sitokin (TNF α / Tumor Necroting Factor α, IL / Interlukin 1, 6, 8, IFN ), enzim dan prostaglandin Eβ untuk mengaktivasi sel dan angiogenesis (Rinastiti, 2003). Aktifasi makrofag saat bermigrasi ke daerah yang mengalami keradangan diperlihatkan dalam bentuk ukurannya yang bertambah besar, sintesis protein, mobilitas, aktifitas fagositik dan kandungan enzim lisosom yang dimilikinya. Aktifasi ini diinduksi oleh sinyal-sinyal, mencakup sitokin yang diproduksi oleh limfosit-T yang tersensitisasi (IFN ), endotoksin bakteri, berbagai mediator selama radang akut dan protein matriks ekstrasel seperti fibronektin. Saat radang terjadi kronik, makrofag dapat berakumulasi dan berproliferasi di tempat peradangan. Limfosit yang teraktivasi akan mengeluarkan IFN yang akan mengaktivasi makrofag, dan karena makrofag juga akan mengeluarkan IL-1 dan TNF yang akan mengaktivasi limfosit, sehingga dengan demikian akan membentuk timbal balik antara makrofag dan limfosit. Timbal balik tersebut menyebabkan makrofag akan bertambah banyak di jaringan dan menyebabkan banyaknya jumlah makrofag di daerah radang (Kumar dkk, 2000; Underwood 1999).

Pada fase proliferasi, sel fibroblas adalah salah satu faktor yang berperan penting yaitu dengan berfungsi memproduksi kolagen dan protein Extracelullar Matrix (ECM) yang merupakan komponen penting pada proses regenerasi atau perbaikan luka. Aktivasi migrasi dan proliferasi fibroblas terjadi oleh karena adanya pacuan dari molekul ECM serta growth factor . Fibroblast Growth Factor ( FGF ), Transforming Growth Factor-beta ( TGF- ), Platelet – Derivet Growth Factor ( PDGF ) dan Epidermal Growth Factor ( EGF ) diketahui sebagai growth

factor yang bertanggung jawab terhadap migrasi dan proliferasi fibroblas (Rinastiti, 2003). Pada tahap proliferasi ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblas dan kolagen yang membentuk jaringan lunak, berwarna merah muda dan granuler yang disebut jaringan granulasi. Secara mikroskopik jaringan granulasi terdiri dari pembuluh darah kecil yang baru dibentuk dengan latar belakang jaringan kendir dan mengandung fibroblas serta sel-sel radang (Robins and Kumar, 1995). Pembentukan pembuluh darah yang baru disebut angiogenesis. Proses angiogenesis diinduksi oleh TGF ( Transforming Growth Facor ), PDGF ( Platelet Derived Growth Factor ), interlukin 8 dan VEGF ( Vascular Endhothelial Growth Factor ) (Enoch and Price, 2004).

Tabel 2.2 Growth Factor dalam penyembuhan luka Growth Factor

Singkatan Asal

Efek

Epithelial Growth EGF

Migrasi keratinosit, Factor

 Makrofag

 Kelenjar saliva mitogen fibroblas dan  Keratinosit

keratinosit, membentuk

jaringan granulasi Transforming

Proliferasi sel hepatosit Growth Factor-alfa

dan epitel,

 Limfosit T

Hepatocyte Growth HGF  Sel mesenkim Proliferasi sel epitel dan Factor

sel endotelial

Vascular Permabilitas pembuluh Endhothelial Growth VEGF

darah, proliferasi sel Factor

 Sel mesenkim

endotelial, angiogenesis Platelet

Berperan dalam Growth Factor

Derived PDGF

 Sel platelet

 Makrofag

pembentukan jaringan

 Sel endotelial

granulasi, proliferasi sel

 Sel otot halus

fibroblas dan sel

 Keratinosit

endotelial, memproduksi matriks endotelial, memproduksi matriks

Fibroblast Growth FGF-1, -2

Proliferasi sel fibroblas Factor 1 dan 2

 Makrofag

 Limfosit T

dan keratinosit, migrasi

 Sel endotelial

keratinosit, angiogenesis

 Sel fibroblas

Transforming

Pembentukan jaringan Growth Factor-

TGF-

 Sel platelet

 Limfosit T

granulasi, sintesis TIMP,

 Makrofag

angiogenesis, proliferasi

 Sel endotelial

keratinosit, pembentukan jaringan

 Keratinosit fibrosa,  Fibroblas kemotaksis fibroblas

Keratinocyte Growth KGF

Migrasi, proliferasi dan Factor

 Fibroblas

diferensiasi keratinosit,

Fase terakhir dalam proses penyembuhan luka yaitu fase maturasi ( remodelling ). Tujuan dari fase ini adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan berkurang dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Luka dikatakan telah sembuh apabila terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak menganggu untuk melakukan aktifitas normal (Samsuhidayat, 1997).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,

Untuk kehidupannya, manusia maupun hewan tergantung pada oksigen. Oksigen essensial berguna untuk kehidupan, bekerja melalui mekanisme reaksi berurutan di dalam sel-sel tubuh, mempunyai batasan fungsi dan kemudian dapat memberikan efek samping. Reaksi oksidasi yang lebih kompleks akan menghasilkan radikal bebas, yang apabila tidak terdapat sistem antioksidan, akan menghancurkan elemen vital sel-sel tubuh (Muchtadi, 2009). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alami dan antioksidan buatan (sintetik) yang merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Kochhar and Rossell, 1990). Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi dapat disebabkan oleh empat macam mekanisme reaksi yaitu:

1. Pelepasan hidrogen dari antioksidan

2. Pelepasan elektron dari antioksidan

3. Adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan

4. Pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan (Winarti, 2010).

Prinsip kerja dari antioksidan dalam menghambat otooksidasi pada lemak yaitu oksigen bebas di udara akan mengoksidasi ikatan rangkap pada asam lemak yang tidak jenuh, kemudian radikal bebas yang terbentuk akan beraksi dengan oksigen sehingga akan menghasilkan peroksida aktif (Winarti, 2010).

2.5 Sel Fibroblas

Fibroblas adalah sel pembentuk kolagen dan badan interseluler. Di samping merupakan kesatuan hidup dari jaringan ikat, fibroblas berperan aktif dalam sintesa protein yang menjadi materi dasar untuk pembentukan bahan antar sel yang berbentuk maupun amorf . Fibroblas merupakan sel yang besar, agak memipih, seringkali agak berbentuk bulat panjang dan ovoid, disetai tonjolan- tonjolan sitoplasma tumpul yang bercabang. Intinya lonjong menyerupai bentuk dari selnya dapat diperlihatkan dengan beberapa cara pewarnaan, misalnya dengan pembuatan sediaan bentangan jaringan ikat yang diwarnai dengan cat basa seperti methylene blue , dilihat dengan mikroskop cahaya, sitoplasma fibroblas yang tercat pucat pada pewarnaan ini seringkali meluas secara teratur dari badan sel dalam bentuk tonjolan-tonjolan (Leeson, 1996).

Pembentukan kolagen oleh sel fibroblas dari protein yang didahului dengan pembentukan prokolagen yang dihasilkan oleh retikulum endoplasma, dibentuk di celah ekstra sel dari molekul kolagen berupa serabut kolagen yang menyusun sesuai dengan susunan molekul (Bloom, 2002).

Gambar 2.3 Sel Fibroblas (dikutip dari rejuvenal.info)

Fibroblas mampu tumbuh dan bergenerasi seumur hidup apabila ada rangsangan. Misalnya, penyembuhan luka pada jaringan yang beradang. Fibroblas dapat merupakan gerakan merambat secara perlahan. Pada luka terbuka, fibroblas melakukan proliferasi dan migrasi ke tempat luka, kemudian fibroblas mensekresi matriks ekstraseluluer, dan akhirnya terbentuk jaringan parut yang menutup luka (Leeson, 1996).

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Ekstrak etanol daun sirih merah (Flavonoid)

antioksidan ↑

Growth Factor ( TGF- )

proliferasi sel fibroblas ↑

jumlah sel fibroblas

hidup Keterangan:

mati

= tidak diteliti = diteliti

= merangsang

3.2 Keterangan Kerangka Konseptual Penelitian

Daun sirih merah ( Piper crocatum ) diketahui mengandung beberapa bahan aktif dan salah satunya yang diketahui paling banyak yaitu dari golongan polifenol. Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan terbesar dalam polifenol. Flavonoid telah diketahui mempunyai efek antioksidan. Antioksidan berperan penting dalam menetralisasi radikal bebas dalam tubuh dan dapat mempercepat proses inflamasi. Cara kerja flavonoid sebagai antioksidan yaitu dengan menghambat oksidasi lipid. Hal ini dapat mengaktifkan transforming

frowth factor beta (TGF- ) dan meningkatkan proliferasi fibroblas. TGF- berperan dalam menstimulasi kemotaksis fibroblas dan proses produksi kolagen

dan fibronektin. Gumpalan fibrin yang terbentuk oleh peningkatan aktifitas fibronektin akan menjadi kerangka bagi re-epitelisasi dan proliferasi fibroblas. Karena adanya efek antioksidan yang dikandung oleh sirih merah ( Piper crocatum ) itulah yang menjadi pertimbangan untuk menjadikan sirih merah sebagai bahan alternatif obat untuk penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) dengan melakukan uji biokompatibilitas sesuai dengan syarat material di bidang kedokteran gigi terutama yang digunakan di dalam mulut.

Untuk mengetahui efek toksisitas ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) terhadap sel fibroblas maka perlu dilakukan uji sitotoksisitas dengan

menggunakan esei MTT . Hal ini dapat diketahui dengan tidak direduksinya garam MTT karena tidak adanya aktifitas mitokondria sel yang hidup, dengan begitu dapat diketahui berapa besar sifat toksik yang dimiliki oleh ekstrak daun sirih merah.

3.3 Hipotesis Penelitian

Ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) tidak bersifat toksik terhadap sel fibroblas ( BHK-21 ).

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ekperimental laboratoris dan rancangan penelitian menggunakan post test only control group design.

4.2 Subjek Penelitian

Ekstrak etanol daun sirih merah konsentrasi 100%, 50%, 25%, dan 12,5%

4.3 Jumlah Sampel

Penentuan banyaknya sampel juga dapat diperoleh dengan menggunakan rumus (Lameshow, 1990):

Keterangan: n = jumlah sampel penelitian

σ = standar deviasi Z = konstanta

µ 1 = rata-rata kontrol µ 2 = rata-rata perlakuan

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel bebas

Konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah 100%, 50%, 25%, dan 12,5 %.

4.4.2 Variabel tergantung

Jumlah sel fibroblas BHK-21 yang hidup

4.4.3 Variabel kendali

Waktu panen, cara kerja, sterilisasi, cara pengukuran sampel

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum) adalah sediaan pekat yang didapat dengan cara maserasi daun sirih merah dengan menggunakan pelarut etanol.

2. Uji sitotoksisitas adalah cara menguji sitotoksis suatu bahan dengan menghitung jumlah sel yang hidup, setelah terpapar bahan yang akan diuji.

3. Sel BHK-21 adalah kultur sel fibroblas ginjal hamster ( Baby Hamster Kidney ) yang diperoleh dari Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) Surabaya.

4. Esei MTT adalah pemecahan cincin tetrazolium MTT [3-(4,5- dimethyltiazol -2-yl)-2,5- difeniltetrazolium bromide) oleh dehidrogenase pada mitokondria yang aktif, menghasilkan produk formazan biru keunguan yang tidak larut. Produksi formazan dapat dihitung dengan mengukur densitas optik dari larutan yang dihasilkan. Reaksi warna biru 4. Esei MTT adalah pemecahan cincin tetrazolium MTT [3-(4,5- dimethyltiazol -2-yl)-2,5- difeniltetrazolium bromide) oleh dehidrogenase pada mitokondria yang aktif, menghasilkan produk formazan biru keunguan yang tidak larut. Produksi formazan dapat dihitung dengan mengukur densitas optik dari larutan yang dihasilkan. Reaksi warna biru

4.6 Lokasi Penelitian

Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) Surabaya.

4.7 Alat dan Bahan Alat:

1. Filter Milipore Minisart

2. Flask (Nunc)

3. Microplate

4. Pipet pasteur

5. Shaker Vari Shaker (Dyanatech)

Gambar 4.1 Shaker

6. Incubator ESCO

7. Laminator flow (Clemcot Australia)

8. Elisa reader 620 nm (Opsysmr Denmark)

9. Multichannel

10. Singlechannel

Bahan:

1. Ekstrak daun sirih merah

2. Kultur sel BHK-21 dari PUSVETMA Surabaya

3. Media kultur berisi Eagle’s minimum essential medium (MEM)

4. Penstrep 1%

5. Kanamycin

6. Foetal Bovine Serum (FBS) 5%

7. Fungizone 100 unit/ml

8. Pereaksi MTT

9. Phospat Buffer Saline (PBS)

10. Dimethlysulfoxide Analar (DMSO)

11. Aquadest steril

4.8 Cara Kerja

4.8.1 Persiapan Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

1. Timbang serbuk daun sirih merah yang akan diekstraksi sebanyak 200 g.

2. Lakukan pembasahan serbuk sirih merah dengan pelarut alkohol 70 % sebanyak 200 ml.

3. Masukkan serbuk kedalam toples dan ratakan, tambahkan pelarut alkohol 400 ml sampai serbuk terendam , tutup rapat.

4. Diamkan selama 5 malam dan setiap hari diaduk .

5. Saring filtrate dan tampung, ampas ditambahkan lagi pelarut alkohol 70 % sebanyak 200 ml diamkan semalam.

6. Saring lagi filtrate kedua, campurkan dengan filtrate pertama, ampas ditambahkan lagi dengan alkohol 70% sebanyak 200 ml, diamkan semalam.

7. Saring lagi filtrate , campur dengan hasil sebelumnya.

8. Kentalkan filtrate /ekstrak cair dengan rotary evaporator.

9. Tampung dan masukkan botol. (Dinkes Prop. Jatim, UPT Materia Medica Batu)

Dari serbuk daun sirih merah sebanyak 200 gram dan menggunakan pelarut alkohol 70% total sebanyak 1000 ml maka didapatkan hasil ekstrak sebanyak 175 ml ekstrak kental daun sirih merah.

4.8.2 Pengenceran Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Proses pengenceran ekstrak etanol daun sirih merah dilakukan dengan cara menggunakan rumus: X= konsentrasi yang diminta x jumlah yang diminta

konsentrasi yang tersedia

Keterangan:

X = jumlah yang akan diambil (Tambayong, 2001). Maka didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Konsentrasi 50% = 0,5 ml ekstrak 100% + 0,5 ml media

b. Konsentrasi 25% = 0,25 ml ekstrak 100% + 0,75 ml media

c. Konsentrasi 12,5% = 0,125 ml ekstrak 100% + 0,875 ml media

4.8.3 Uji Sitotoksisitas

1. Disiapkan kultur sel BHK-21 , microplate dengan 96 well steril di dalam laminar flow.

2. Well pada microplate diisi sel dengan kepadatan 6x dalam media kultur Eagels’s minimum essential medium (MEM), Kanamycin, Penstrep

1%, Foetal Bovine Serum (FBS) 5%, Fungizone 100 unit/ml, sebanyak 100 µl.

Gambar 4.2 Microplate berisi media Eagle’s minimum essential medium

(MEM)

3. Konsentrasi ekstrak etanol daun sirih merah 100%, 50%, 25%, dan 12,5% difilter menggunakan milipore 0,45 µm, diambil 50 µl untuk setiap well. Disiapkan pula kontrol sel dan kontrol media. Kontrol sel adalah tiap well berisi sel dan media kultur saja. Kontrol media adalah tiap well yang berisi media kultur saja.

4. Kemudian microplate di inkubasi selama 20 jam pada suhu 37 C, 5%

CO 2. .

5. Microplate dikeluarkan dari alat inkubasi, media di dalam well dibuang , sel akan tertinggal dalam well. Pereaksi MTT dalam PBS yang telah 5. Microplate dikeluarkan dari alat inkubasi, media di dalam well dibuang , sel akan tertinggal dalam well. Pereaksi MTT dalam PBS yang telah

6. Setelah masa inkubasi selesai, MTT diambil menggunakan multichannel kemudian ditambahkan dimethlysulfoxide analar (DMSO) sebanyak 50 µl tiap well untuk menghentikan produk metabolik MTT. Untuk melarutkan, microplate di shaker selama 5 menit.

7. Nilai densitas optik formazan dibaca dengan Elisa reader

Gambar 4.3 Elisa Reader

8. Untuk mengetahui presentase jumlah sel hidup dilakukan dengan memakai rumus (Doyle dkk, 2000):

% sel hidup =

x 100%

4.9 Alur Penelitian

Identifikasi tanaman

Persiapan ekstrak daun sirih merah

Uji sitotoksisitas menggunaikan esei MTT

Microplate dengan 96 well (sumuran)

Masukan kultur sel BHK- 21 dengan kepadatan

3 6x10 dalam media kultur Eagle’s minimum

essential medium (MEM), Kanamycin,

Penstrep 1%, Foetal Bovine Serum (FBS) 5%, Fungizone 100 unit/ml

Tambahkan ekstrak sirih merah dengan berbagai konsentrasi sesuai kelompok sampel sebanyak

50 µl untuk tiap well (sumuran)

Microplate diinkubasi selama 20 jam pada suhu 37 C, 5% CO 2

Microplate dikeluarkan dari inkubator, media di dalam well diambil dan ditambahkan MTT

5mg/ml dalam PBS sebanyak 10 µl untuk tiap well .

Microplate diinkubasi kembali selama 4 jam

Setelah diinkubasi selesai, MTT diambil menggunakan multichannel. Ditambahkan dimethlysulfoxide analar ( DMSO) sebanyak 50 µl untuk tiap well . Kemudian di shaker selama 5 menit.

Nilai densitas optik formazan dibaca dengan Elisa reader

4.10 Pengolahan dan Analisis Data

Hasil pengukuran ditabulasi menurut kelompok masing-masing, kemudian dilakukan pengujian statistik untuk menentukan apakah data tersebut terdistribusi normal dan homogen. Analisis data menggunakan uji Kruskal-Wallis Test dan dilanjutkan dengan Mann-Whitney Test (Trihendradi, 2008).

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Hasil pembacaan berupa tingkat absorbansi atau optical density . Semakin tinggi angka optical density , menunjukan jumlah sel fibrobas yang hidup semakin banyak. Nilai optical density dari formazan pada ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ) yang diukur dengan elisa reader dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Nilai rerata optical density pada formazan ekstrak etanol daun sirih merah ( Piper crocatum ), simpang baku dan persentase sel hidup

PERLAKUAN Nilai Optical Density

56,21% Kontrol Media

0% Kontrol Sel

X = Rerata nilai optical density SD

= Simpang Baku %

= Rerata persentase sel hidup

Persentase sel fibroblas yang

Gambar 5.1 Grafik jumlah persentase sel fibroblas yang hidup

Pada gambar 5.1 tampak bahwa yang menunjukan nilai optical density yang paling tinggi pada kelompok perlakuan konsentrasi 100%, sedangkan yang menunjukan nilai optical density yang paling rendah pada kelompok perlakuan konsentrasi 25%.

Data hasil penelitian berupa data parametrik, kemudian digunakan uji normalitas Kolmogorof-Smirnof Test yang menunjukan seluruh kelompok mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05), artinya seluruh kelompok berdistribusi normal. Kemudian dilakukan uji homogenitas varians dengan Levene’s Test didapatkan p=0,006, ini menunjukan kelompok tidak homogen karena tidak memenuhi p>0,05.

Setelah diketahui semua kelompok mempunyai distribusi normal dan tidak homogen, maka untuk mengetahui adanya perbedaan nilai optical density pada formazan dilakukan uji Kruskal-Wallis Test yang menunjukan nilai p= 0,000

(memenuhi syarat p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang bermakna.

Dokumen yang terkait

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

I M P L E M E N T A S I P R O G R A M P E N Y A L U R A N B E R A S U N T U K K E L U A R G A M I S K I N ( R A S K I N ) D A L A M U P A Y A M E N I N G K A T K A N K E S E J A H T E R A A N M A S Y A R A K A T M I S K I N ( S t u d i D e s k r i p t i f

0 15 18

Uji Stabilitas Obat Spironolakton Terhadap Perubahan pH Dengan Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

4 46 61

Modifikasi Struktur Senyawa Etil Pmetoksisinamat Melalui Proses Nitrasi- Esterifikasi dengan 1-Butanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

3 34 113

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Efektivitas ekstrak daun sirih hijau (piper betle l.) terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes in vitro

2 49 44

Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi Asam pmetoksisinamat menggunakan 1-propanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 57 76

Uji pertumbuhan tanaman jagung (zea mays l.) dan ka liandra mera h ( calliandra calothyrsus meisn.) pada tegakan acacia mangium willd. parung panjang bogor

2 22 56

Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III

17 90 58

Uji Efek Antibakteri Minyak Jintan Hitam (Nigella Sativa) Dalam Kapsul yang Dijual Bebas Selama Tahun 2012 di Kota Padang Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Secara In Vitro

0 7 5