FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN DIABETES MELLITUS DI RSUD
KABUPATEN MAMUJU
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus Di RSUD Kabupaten Mamuju
tahun 2014”, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan St. Fatimah Mamuju.
Tak lupa Shalawat serta salam semoga selalu dicurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang
benderang.
Pelaksanaan penelitian hingga akhir penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari peran serta
berbagai pihak. Banyak bantuan dan bimbingan yang penulis dapatkan dari berbagai pihak dalam
pelaksanaan penelitian maupun dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada kedua orang tua penulis
yakni kepada Ayahanda tercinta ABD. HALE.R dan Ibunda tercinta Hj. HALIMAH atas segala
pengorbanan, kasih sayang dan jerih payahnya selama membesarkan dan mendidik, serta doanya
demi keberhasilan penulis. Terimakasih juga kepada seluruh keluarga besar atas segala do’a dan
bantuannya kepada penulis sehinggan dapat menyelesaikan skripsi ini.
Melalui kesempatan ini pula, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada

:

1. Ibu Hj.Salma Andi Ara Selaku Ketua Yayasan Nurul Fadhilah Mamuju
2. Bapak H. Arif Daeng Mattemmu, SE, M.Kes Selaku Ketua BPH
3. Bapak Ns, Samsualam, SKM.,S.Kep.,M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan St.
Fatimah Mamuju
4. Bapak Dr. H. Kudding Harli selaku direktur STIKES St. Fatimah Mamuju.
5. Ibu Ns. Rubiah R, S.Kep.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES St.
Fatimah Mamuju
6. Ibu Ns. Yulianan D, S.Kep.,M.Kes selaku sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES
St. Fatimah Mamuju
7. Bapak Ns, Safriadi Darmansyah AR.S.Kep.,M.Kes selaku Pembimbing I dan Ibu Ririn
Fatmawati SKM.,M.Kes selaku pembimbing II
8. Bapak Sahabuddin, SKM.,M.Kes selaku Penguji I dan Bapak H. Adrian Haruna, MM.,MBA
9.

selaku penguji II
Para Bapak / Ibu Dosen (Khususnya seluruh Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan) yang

telah membekali ilmu kepada penulis

10. Ibu Dr. Titin Hayati, MARS selaku Direktur RSUD Mamuju Kabupaten Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat
11. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan St. Fatimah Mamuju khususnya
angkatan 2010 yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
12. Untuk semua teman – teman dekat, yang tidak bisa saya sebut satu persatu , terima kasih karna
telah menjadi teman yang baik selama ini dan terima kasih untuk bantuan kalian. Semoga kita
akan sama-sama tersenyum bangga untuk keberhasilan kita, Insya Allah
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangn dan kesalahan yang
disebabkan keterbatan penulisan dalam berbagai hal, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis akan menerimanya dengan
senang hati. Mudah mudahan skripsi ini dapat menjadi bahan informasi bagi para pembaca
Mamuju, 20 Agustus 2014

penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
DAFTAR ISI...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

latar Belakang Masalah.......................................................................................
Perumusan Masalah............................................................................................
Tujuan Penelitian................................................................................................
Manfaat Penelitian..............................................................................................

1
5
5

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.

Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus......................................................
Tinjauan Umum Tentang Umur.........................................................................
Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin............................................................
Tinjauan Umum Tentang Riwayat Keluarga.......................................................
Tinjauan Umum Tentang Merokok.....................................................................

8
27
28
29
30


BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar pemikiran pariabel penelitian................................................................... 33
B. Kerangka pikir dan variabel penelitian............................................................... 36
C. Defenisi operasional dan kriteria objektif.......................................................... 37

D. Hipotesis kerja.................................................................................................... 39
BAB IV METODE PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

Desain Penelitian................................................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................................
Populasi dan Sampel...........................................................................................
Alur penelitian....................................................................................................

Pengumpulan Data..............................................................................................
Pengelolaan dan Penyajian Data.........................................................................
Etika Penelitian...................................................................................................

40
40
40
43
44
44
46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian .................................................................................................. 47
B. Pembahasan........................................................................................................ 55
C. Keterbatasan penelitian ..................................................................................... 62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 63
B. Saran .................................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
viii
ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang kerap disebut
sebagai silent killer selain penyakit jantung, yang merupakan salah satu masalah kesehatan yang
besar. Diabetes Mellitus dari bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air
dan bahasa Latin: Mellitus, (rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit
kencing gula atau kencing manis yaitu kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor,
dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan
kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan,
serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi
(Supriadi S, 2013).
1
Data dari Studi Global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun

2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam, jumlah ini
diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. Diabetes Mellitus telah menjadi
penyebab dari 4,6 juta kematian.
1
Lembaga kesehatan dunia, atau World Health Organisation (WHO) mengingatkan prevalensi
penderita diabetes di Indonesia berpotensi mengalami kenaikan drastis dari 8,4 juta orang pada
tahun 2000 menjadi 21,3 juta penderita di 2030 nanti. Lonjakan penderita itu bisa terjadi jika
negara kita tidak serius dalam upaya pencegahan, penaganan dan kepatuhan dalam pengobatan
penyakit. Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia
Tenggara (Trisnawati, 2013).
Diabetes kini menjelma menjadi penyebab kematian keenam pada semua kelompok umur di
Indonesia. Ada kecenderungan penyakit tidak menular seperti Diabetes Mellitus mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan oleh perilaku hidup tidak sehat yang terus berkembang di
masyarakat. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukan pada saat ini prevalensi
diabetes di wilayah perkotaan mencapai 5,7 persen. Yang memprihatinkan, 73,7 persen pasien
diabetes tersebut tidak terdiagnosa dan tidak mengonsumsi obat (Trisnawati, 2013).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi Diabetes
Mellitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1
persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan NAD (8,5 persen). Sementara itu, prevalensi Diabetes

Mellitus terendah ada di provinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8 persen), Prevalensi
Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat (21,8 persen), diikuti Sulbar (17,6 persen)
dan Sulut (17,3 persen), sedangkan terendah di Jambi (4 persen), diikuti NTT (4,9 persen).
Angka kematian akibat DM terbanyak pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
sebesar 14,7 persen, sedangkan di daerah pedesaan sebesar 5,8 persen (Trisnawati, 2013).
Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun dengan DM adalah
6,9 persen. Penderita yang terkena bukan hanya berusia senja, namun banyak pula yang masih
berusia produktif. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai
dengan bertambahnya umur, Jumlah penderita DM terbesar berusia antara 40-59 tahun, namun
mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia Trisnawati tahun 2012
dengan judul faktor risiko kejadian Diabetes Mellitus menunjukkan bahwa faktor risiko umur,
stress, dan merokok berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus (Trisnawati tahun 2012).
Penderita Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Mamuju berdasarkan data dari instalasi Rekam
Medik tahun 2012 jumlah penderita Diabetes Mellitus sebanyak 71 orang (6,01%) (terdiri dari
laki-laki 28 orang, perempuan 43 orang. Tahun 2013

jumlah penderita Diabetes Mellitus

sebanyak 98 (7,65%) orang terdiri dari laki-laki 37 orang, perempuan 61 orang. Tahun 2014

bulan Januari sampai April jumlah penderita Diabetes Mellitus sebanyak 43 orang (5.65%)
terdiri dari laki-laki 14 orang, perempuan 29 orang. (Data Rekam medik RSUD Mamuju, 20122014).
Pengeluaran biaya kesehatan untuk Diabetes Mellitus telah mencapai 465 miliar USD.
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak

menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Melihat bahwa Diabetes Mellitus akan memberikan
dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar, maka sangat diperlukan program pengendalian Diabetes Mellitus, dan berkaca dari potensi
diabetes yang bisa menyebabkan kematian dan kerugian ekonomi, maka pemerintah serius
menangani masalah penyakit tersebut guna mengurangi faktor risiko diabetes tersebut,
pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang kandungan gula pada makanan ringan di
Indonesia yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 208/1985 tentang
Pemanis Buatan dan Permenkes No 722/1988 tentang bahan tambahan makanan.
Diabetes Mellitus bisa dicegah, ditunda kedatangannya atau dihilangkan dengan
mengendalikan faktor risiko (Kemenkes, 2010). Ada beberapa penyebab Diabetes Mellitus yaitu
usia yang semakin bertambah, usia dia atas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan
tubuh mulai mengalami kepekaan terhadap insulin. Jenis kelamin, pada wanita yang sudah
mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon insulin.
Prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki-laki. Riwayat keluarga

yang mengalami penyakit DM, faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa
diremeh untuk seseorang terserang penyakit diabetes. Asap rokok, asap rokok ternyata
menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan, termasuk terhadap risiko seseorang mudah
terserang penyakit Diabetes Mellitus.
Dari uraian dan data tersebut diatas menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita
Diabetes Mellitus baik secara global, nasional maupun di daerah khususnya di RSUD
Kab.Mamuju dari tahun ketahun, oleh karena itu peneliti menganggap pentingnya penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab.
Mamuju Tahun 2014.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah
Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab.
Mamuju tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan
dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Mamuju Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui hubungan umur dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Mamuju tahun
2014
b. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Mamuju
c.

tahun 2014
Mengetahui hubungan riwayat keluarga DM dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab.

Mamuju tahun 2014.
d. Mengetahui hubungan Obesitas dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Mamuju
e.

tahun 2014.
Mengetahui hubungan merokok dengan kejadian Diabetes Mellitus di RSUD Kab. Mamuju

tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Pendidikan
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi mahasiswa khususnya
mahasiswa keperawatan Stikes ST Fatimah Mamuju untuk melakukan penelitian selanjutnya dan
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Diabetes Mellitus.
2. Pemerintah (Rumah Sakit)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada institusi pemerintah
dalam hal ini rumah sakit khususnya rumah sakit umum daerah kabupaten Mamuju selaku
perpanjangan tangan dari pemerintah untuk selalu meningkatkan pelayanan kesehatan guna
mengurangi, atau mencegah dan merawat masyarakat yang mengalami Diabetes Mellitus.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan (Dunia Keperawatan).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya
ilmu keperawatan dalam upaya meningkatkan pelayanan keperawatan kepada masyarakat
khususnya masyarakat yang mengalami Diabetes Mellitus.
4. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara umum dan
kepada penderita dan keluarga secara khusus tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian Diabetes Mellitus.

5. Bagi peneliti berikutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti berikutnya untuk
melakukan penelitian tentang Diabetes Mellitus.
6. Bagi Peneliti
a. Merupakan proses belajar memecahkan masalah secara sistimatis dan logis yang menambah
pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang riset keperawatan.
b. Mendapatkan gambaran nyata tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes
Mellitus di RSUD Kab Mamuju.
c. Merupakan prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep).

`BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Andra S, 2013).
Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(Purnamasari, 2009).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai kom-plikasi kronik pada mata, ginjal, saraf,
dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer A, dkk, 2005).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price, S dkk. 2006).
8
Diabetes Mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan
(poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang
tidak jelas penyebabnya, kadar gula darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar gula darah
sewaktu ≥ 200 mg/dL.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Mellitus (DM)
merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.
2. Klasifikasi Diabetes mellitus
Dalam buku ajar Keperawatan Medikal-Bedah oleh Brunner & Sunddarth dalam corwin
(2009), dijelaskan bahwa klasifikasi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:

a. DM tipe I atau Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM).
Diabetes tipe ini disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang bertugas menghasilkan
insulin. Tipe ini menjurus ke defisiensi insulin absolut. Proses destruksi ini dapat terjadi karena
proses imunologik maupun idiopatik.
b. DM tipe II atau Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM).
Tipe ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin.
c. Diabetes Mellitus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain atau diabetes sekunder.
d. Diabetes Mellitus gestasional atau Diabetes Mellitus kehamilan.
3. Etiologi
a. Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes type ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor
genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
beta, diabetes ini biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
1) Faktor Genetika
Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi diabetes type I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
Dalam buku patofisiologi Sylvia A. Price, dijelaskan bahwa bukti untuk determinan genetik
diabetes tipe I adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas (Human Leukocyte

Antigen) spesifik. Tipe gen ini berkaitan dengan DM tipe I yakni memberi kode kepada proteinprotein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limposit. Protein-protein ini mengatur
respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, fungsi
limposit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan sel-sel pulau
langerhans. Selain itu juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenik tertentu dari sel beta.
2) Faktor Imunologi
Pada Diabetes type I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon ini merupakan
respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat diagnosis
dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis diabetes type I.
3) Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps), rubella, sitomegalovirus dan
toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang terdapat pada daging yang diawetkan dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
b. Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
Virus dan HLA tidak nampak berperan dalam proses terjadinya NIDDM. Akan tetapi faktor
herediter memainkan peran yang sangat besar. Selain itu terdapat pula faktor resiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM Type II yaitu usia, obesitas, riwayat keluarga, dan
kelomok etnik tertentu.

1) Usia
Resistensi insulin cenderung terjadi pada usia diatas 65 tahun. Meningkatnya usia
merupakan faktor resiko yang menyebabkan fungsi pankreas menjadi menurun sehingga
produksi insulin oleh sel beta pankreas juga ikut terganggu.
2) Obesitas
Riset melaporkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor determinan yang
menyebabkan terjadinya NIDDM, sekitar 80% klien NIDDM adalah individu dengan masalah
kegemukan atau obesitas (20% diatas BB ideal) karena obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin sehingga akan timbul kegagalan toleransi glukosa.
Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme tubuh. Terjadinya
hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat
jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami kelainan dalam pengikatan dengan insulin.
Kondisi seperti ini apabia berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menye-babkan
terjadinya resistensi insulin.
3) Riwayat Keluarga
Klien dengan riwayat keluarga menderita DM akan berisiko lebih besar. Faktor keturunan
atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa diremehkan untuk seseorang terserang penyakit
diabetes. Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. Yang bisa dilakukan untuk seseorang
bisa terhindar dari penyakit diabetes melitus karena sebab genetik adalah dengan memperbaiki
pola hidup dan pola makan. Dengan memperbaiki pola makan dan pola hidup insya Allah Anda
akan terhindar dari penyakit yang mengerikan ini
4) Kelompok Etnik

Misalnya penduduk di amerika serikat, dimana golongan Hispanik serta penduduk asli
amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II
dibandingkan dengan golongan Afro-Afrika.
4. Insiden
Tingkat prevalensi Diabetes Mellitus sangat tinggi di dunia terdapat sekitar 16 juta kasus
Diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru diabetes
merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama
kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik pada usia yang sama, penderita diabetik
paling sedikit 2 ½ kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang
tidak menderita diabetes.
75% penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. serangan jantung,
gagal ginjal, stoke,dan ganggren adalah komplikasi yang paling utama. Selain itu kematian fetus
intrauterina pada ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat.

5. Patofisiologi
a. Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidak mampuan pankreas untuk memproduksi insulin
karena sel-sel beta pankreas dihancurkan oleh proses autoimun. Respon ini merupakan respon
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. Proses ini
mengakibatkan gangguan fungsi sel beta pakcreas dimana sel ini tidak dapat menghasilkan

insulin sebagai mana mestinya. Sehingga terjadi gangguan transport glukosa ke seluruh jaringan
tubuh yang berujung pada kondisi hiperglikemia.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
b. Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu,
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tesebut, maka
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Jika terjadi resistensi
insulin pada diabetes tipe ini dan disertai dengan penurunan reaksi intra sel, maka insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, maka
sekresi insulin harus meningkat. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan resistensi
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan agar kadar glukosa dapat dipertahankan pada
tingkat yang normal. Akan tetapi jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin tersebut, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes.
6. Manifestasi IDDM
a. Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
1) Hiperglikemia

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran sel kedalam sel
mengakibatkan molekul glukosa berkumpul dalam aliran darah, sehingga terjadi hiperglikemia.
2) Poliuria
Hiperglikemia ini dapat menyebabkan serum Hyperosmolality, sehingga cairan dari
intraselular pindah kedalam sirkulasi dan meningkatkan volume darah serta aliran darah ginjal
hal ini memicu terjadinya diuresis osmotik yang mengakibatkan output urin meningkat. Gejala
poliuria juga dapat terjadi sebagai respon tubuh terhadap hiperglikemia dimana tubuh berusaha
mengeluarkan glukosa melalui ginjal bersama air dan kencing.
3) Glukosuria
Disaat kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal terhadap glukosa (biasanya 80 mg/dL),
maka sebagai kompensasi tubuh maka glukosa dieksresi kedalam urine.
4) Polidipsia
Dengan meningkatnya output urine maka dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi sehingga
mulut menjadi kering dan akan timbul rasa haus yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk
terus minum.
5) Polyfhagia
Karena glukosa tidak dapat ditrasfer kedalam sel tanpa insulin, maka produksi energi akan
menurun. Penurunan energi inilah yang menstimulasi rasa lapar, dan seseorang akan makan lebih
banyak.
6) Malaise dan Fatique
Rasa lelah dan kelemahan otot muncul karena pemecahan protein dan lemak di otot sebagai
upaya pemenuhan energi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan glukosa sebagai

sumber energi, selain itu gangguan aliran darah pada penderita diabetes lama juga berperan
menimbulkan kelelahan.

7) Gangguan Penglihatan
Hiperglikemia akan menyebabkan gangguan penglihatan terutama jika terjadi komplikasi
berupa retinopati yang disebabkan karena perubahan sirkulasi pada retina yang menyebabkan
sel-sel pada retina mengalami iskemik. Selain itu hiperglikemia juga dapat menyebabkan
penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu yang dapat mentraspor glukosa tanpa
memerlukan insulin. Glukosa yang berlebihan tidak akan termeta-bolisasi habis secara normal
melalui glikolisis, tetapi dengan perantara enzim aldose reduktase maka sebagian akan diubah
menjadi sorbitol, sorbitol ini

akan menumpuk dalam sel atau jaringan tersebut dan

menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi terutama pada lensa mata yang dapat mengurangi
kejerniannya sehingga penglihatan menjadi kabur.
8) Peningkatan Angka Infeksi
Ini terjadi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik. Dengan demikian manifestasi klinik
IDDM adalah poliuria, polidipsia, dan poliphagia, yang diikuti penurunan berat badan, malaise,
dan fatique serta gangguan penglihatan. Manifestasinya dapat berentang dari yang ringan sampai
yang berat ini sangat bergantung pada tingkat kekurangan insulin. Tekanan pada sistem saraf
pusat akibat akumulasi ketone yang menyebabkan asidosis dapat berakibat pada kematian.
b. Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM)

Pasien NIDDM mempunyai manifestasi klinik secara perlahan-lahan dan sering tidak
disadari bahwa penyakit telah terjadi. Hiperglikemia biasanya tidak seberat IDDM, tetapi gejalagejala sama, terutama polyuria dan polydipsia. Polyphagia sering tidak tampak, dan kehilangan
berat badan tidak selalu ada. Akibat hiperglikemia maka akan muncul kekaburan penglihatan,
fatigue dan infeksi kulit.
7. Diagnostik Test
Diagnostik test pada penderita Diabetes Mellitus menurut Corwin J, 2009 yaitu:
a. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan glukosa darah lebih dari 140 mg per
100 ml darah pada dua kali pengukuran. Glukosa darah meningkat karena sebagian besar sel
tidak dapat memasukkan glukosa ke dalam sel tanpa insulin dan terjadinya perangsangan
glukoneoganesis.
b. Pemeriksaan Glukosa dalam Urine
Glukosa dalam urine adalah nol, tetapi apabila kadar glukosa dalam darah lebih besar dari
180 mg per 100 ml darah maka glukosa akan keluar bersama urin.
c. Pemeriksaan Keton dalam Urine
Terutama pada individu dengan diabetes tipe I yang tidak terkontrol, disini akan muncul
keton pada urine si penderita.
d. Peningkatan Hemoglobin Terglikosilasi.
Selama 120 hari masa hidup sel darah merah, hemoglobin secara lambat dan ireversible
mengalami glikosilasi (mengikat glukosa). Dalam keadaan normal, sekitar 4-6% hemoglobin sel
darah merah terglikosilasi. Apabila terdapat hiperglikemia, maka kadar hemoglobin terglikosilasi
akan meningkat.

e. Uji toleransi Glukosa yang Melambat.
Apabila pada seorang yang nondiabetik diberikan glukosa secara oral, maka sekresi insulin
dari pankreas akan meningkat dengan segera. Hal ini memungkinkan pengangkutan glukosa
secara cepat keluar dari darah untuk masuk kedalam sel. Dengan demikian sampel darah yang
diambil secara berkala setelah pemberian glukosa pada orang nondiabetes meningkat hanya
sedikit dan biasanya kembali normal setelah 2 jam. Para pengidap

diabetes tidak dapat

mengeluarkan insulin (tipe I) terhadap respon pemberian glukosa atau mengalami penurunan
responsifitas terhadap insulin yang mereka keluarkan (type II). Pada pengidap diabetes, setelah
pemberian glukosa, sampel darah yang diambil secara berkala memperlihatkan peningkatan
kadar glukosa secara bermakna dan tetap meningkat selama beberapa jam kemudian.
8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan Diabetes Mellitus pada prinsipnya yaitu menormalkan kadar glukosa
darah secara konsisten dengan variasi minimum, mencegah dan memperlambat timbulnya
komplikasi serta mendidik penderita dalam peningkatan pengetahuan dan memberikan motivasi
kepada klien agar dapat merawat sendiri sehubungan dengan penyakitnya. Tujuan ini dapat
dicapai melalui program terapi yang dibagi menjadi terapi primer dan terapi sekunder.
a. Terapi Primer
1) Diet Diabetes Mellitus
Pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar gula darah, dapat
mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam
makan yang berbeda.. Di samping itu konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan
mengkonsumsi cemilan juga dapat dilakukan, ini akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia
dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.

Terapi diet merupakan komponen penting pada pengobatan diabetes baik itu tipe I maupun
tipe II. Rencana diet diabetes dihitung secara individual bergantung pada kebutuhan
pertumbuhan, rencana penurunan berat badan, dan tingkat aktivitas. Sebagian pasien diabetes
tipe II mengalami pemulihan kadar glukosa darah mendekati normal hanya dengan intervensi
diet.
2) Program Olahraga
Terutama untuk pengidap diabetes tipe II, olah raga di sertai dengan pembatasan diet akan
mendorong penurunan berat badan dan dapat meningkatkan kepekaan insulin. Untuk kedua tipe
Diabetes Mellitus, olah raga terbukti dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel sehingga
kadar glukosa darah turun.
Pengidap diabetes tipe I harus berhati-hati sewaktu berolahraga karena dapat terjadi penurunan
glukosa darah yang mencetuskan hipoglikemia. Hal ini terjadi apabila pemberian insulin tidak
disesuaikan dengan program olah raga.
3) Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan harus sering diberikan oleh dokter atau perawat kepada para
penderita Diabetes Mellitus. Penyuluhan tersebut meliputi beberapa hal, antara lain pengetahuan
mengenai perlunya diet secara ketat, latihan fisik, minum obat, dan juga pengetahuan tentang
komplikasi., pencegahan, maupun perawatannya. Penyuluhan dapat diberikan langsung baik
secara perorangan maupun kelompok, atau melalui poster/selebaran. Penyuluhan ini juga dapat
dilakukan antara penderita diabetes dengan cara berbagi pengalaman mengenai segala hal yang
berkaitan dengan penyakit yang mereka derita tersebut.
b. Terapi Sekunder
1) Pemberian Cairan

Koma nonketolik hiperglikemik hiperosmolar diterapi dengan pemberian cairan dalam jumlah
besar dan koreksi lambat terhadap defisit kalium.

2) Intervensi Farmakologis
Jika penderita Diabetes Mellitus sudah melakukan terapi primer namun kadar glukosa darahnya
masih tetap tinggi, maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan terapi dengan mengkonsumsi
obat anti-diabetika. Obat-obat anti-diabetik oral yang sekarang banyak digunakan adalah berasal
dari golongan Derivat Sulfonilurea dan Derivat Biguanida.
a) Obat dari golongan Sulfonilurea bekerja merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan
persediaan insulinnya sebagai reaksi bila kadar gula naik. Obat dari golongan ini dibedakan
menjadi 3 kelompok yaitu :
(1) Obat dengan masa kerja yang singkat (6-12 jam), misalnya Tolbutamida (Rastinon, Artosin) dan
Glukodion (glurenorm).
(2) Obat dengan masa kerja menengah ( kurang lebih 15 jam), misalnya Glibenclamide (Doanil,
Englucon), gliclomida (Diamikron), dan Glipizida (Minidiab).
(3) Obat dengan masa kerja panjang (kurang lebih 70 jam), misalnya Cholorpropamide (Diabenese,
Diabex).
Efek samping yang kadang ditimbulkan oleh obat dari golongan Sulfonilurea adalah gangguan
lambung dan usus (mual, muntah, diare), pusing, napsu makan meningkat, dan berat badan naik.
b) Obat golongan biguanida tidak merangsang sel beta pankreas, tetapi langsung bekerja
menghambat penyerapan gula usus, obat golongan ini dibedakan menjadi beberapa kelompok
sebagai berikut:

(1) Phengormin, yang sekarang tidak digunakan lagi.
(2) Metformin (Gluciphage, Benofomin).
(3)

Acarbose (Glukobay 50 dan 100), merupakan obat terbaru yang mampu secara efektif
menghambat absorpsi glukosa dari usus.
Yang dipertimbangkan untuk diberikan kepada pasien diabetes adalah obat-obat antihipertensi.
Obat ini telah dibuktikan mengurangi hipertensi pada pasien diabetes dan memperlambat awitan
penyakit ginjal.

3) Insulin
Pengidap diabetes tipe I memerlukan terapi insulin. Tersedia berbagai jenis insulin dengan
asal dan kemurnian yang berbeda-beda. Insulin juga berbeda-beda dalam aspek saat kerja, waktu
puncak kerja, dan lama kerja. Hormon insulin yang digunakan untuk terapi yaitu:
a) insulin dengan masa kerja pendek (2-4 jam), misalnya Regular insulin dan Actrapid.
b) Insulin dengan masa kerja menengah (6-12 jam), misalnya Monotard
c) Insulin dengan masa kerja panjang (18-24 jam), misalnya PZI (Protamin Zink Insulin) dan
Monotard Ultralente.
Pengobatan dengan hormon insulin biasa diberikan kepada pasien muda yang gagal
disembuhkan dengan terapi oral, atau pada wanita hamil dan pada penderita dengan infeksi akut
atau komplikasi ginjal. Preparat insulin yang sudah banyak beredar pada saat ini, sudah dibuat
Human Mono Companent, sehingga memiliki toleransi yang lebih tinggi dengan kemungkinan
alergi yang lebih kecil.
4) Penggantian Sel Pulau Langerhans

Kemajuan mutakhir dalam teknik-teknik penggantian sel pulau langer-hans memungkinkan
lebih dari 3000 orang di seluruh dunia diterapi dengan transplantasi sel pulau langerhans,
pengobatan cara ini memberikan harapan bagi penyembuhan diabetes dimasa mendatang.
5) Insersi Gen untuk Insulin
Saat ini juga sedang dilakukan eksperimen-eksperimen pendahuluan yang dirancang untuk
memunkinkan insersi gen insulin kepada pengidap diabetes tipe I. Di masa mendatang prosedur
ini lebih memberikan harapan bagi penyembuhan diabetes dibanding dengan terapi obat-obatan.
9. Komplikasi
Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi

menahun.
asi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria
berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak
bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan
ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga

hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemia
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar
glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan
sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari
biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia
umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata
berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga

akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku

aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
kasi Vaskular Jangka Panjang
1) Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty
diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otototot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang
kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina
yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan
hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi
ginjal dan uremia.
2) Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai
jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekuan darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika
mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang
disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria
koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk
menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

B. Tinjauan Umum Tentang Umur

Menurut (Harlock, 2005) Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun,
dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya adalah 41
sampai 60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun, umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang
dihitung sejak dilahirkan . Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu
keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur
manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung.
Salah satu faktor yang berhubungan seseorang mengalami diabetes mellitus adalah faktor
umur dimana usia dia atas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai
mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah tua (lebih dari 40 tahun)
dan telah mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon
insulin
Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia ≥15 tahun dengan DM adalah
6,9 persen. Penderita yang terkena bukan hanya berusia senja, namun banyak pula yang masih
berusia produktif. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai
dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥65 tahun cenderung menurun. Sebagian besar
penderita DM berusia antara 40-59 tahun
Kelompok umur yang paling banyak menderita DM adalah kelompok umur 45-52.
Peningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40
tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenransi glukosa.
Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam
memproduksi insulin. Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan
aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013).

C. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana
laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara
biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis
laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap
dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan terjadinya Diabetes Melitus
dimana pada wanita yang telah mengalami monopause punya kecenderungan untuk lebih tidak
peka terhadap hormon insulin. Diabetes secara umum untuk pria datang lebih cepat dari wanita.
Wanita bisa terlindungi dari diabetes sampai mencapai usia menopause karena pengaruh hormon
wanita estrogen, yaitu hormon reproduksi yang membantu mengatur tingkat gula darah dalam
tubuh.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia Trisnawati (2012) menunjukkan
prevalensi kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang
membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut
sehingga wanita berisiko menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010).
D. Tinjauan Umum Tentang Riwayat Keluarga
Faktor keturunan atau genetik punya kostribusi yang tidak bisa diremeh untuk seseorang
terserang penyakit Diabetes. Menghilangkan faktor genetik sangatlah sulit. yang bisa dilakukan
untuk seseorang agar terhindar dari penyakit Diabetes Mellitus karena sebab genetik, adalah
dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan. Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi
diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki

tipe antigen HLA (Human leucocyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia Trisnawati (2012) kejadian penyakit
diabetes melitus tipe 2 bahwa ada hubungan yang signifikan (OR 4,19; 95%CI 1,246-14,08).
Sebagian besar responden memiliki riwayat DM keluarga. Terdapat 22 (75,9%) responden
dengan riwayat DM keluarga, sebagian besar hubungan responden adalah dengan orang tua.
Responden yang memiliki keluarga dengan DM harus waspada. Risiko menderita DM bila salah
satu orang tuanya menderita DM adalah sebesar 15%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka
risiko untuk menderita DM adalah 75% (Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan DM
dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen
sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita DM maka risiko
untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita adalah saudara kembar identik
(Diabetes UK, 2010). Bagi masyarakat yang memiliki keluarga yang menderita DM, harus
E.

segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko menderita DM besar.
Tinjauan Umum Tentang Merokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi
tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya
adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen
yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok
mengandung 8 – 20 mg nikotin dan setelah di bakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah
hanya 25%. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15 detik untuk sampai
ke otak manusia.
Merokok merupakan masalah dunia. Prevalensi merokok masih cukup tinggi dan
berhubungan terhadap risiko penyakit dan tingginya angka kematian (Hariadi S, 2008). Hasil uji

statistik menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2
(p=0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian Gabrielle,Cappri, et.al (2005) menunjukkan bahwa
ada hubungan merokok dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,001) dengan OR 2,66. Begitupula
penelitian oleh Houston juga mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi
untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan (Irawan, 2010).
Merokok secara langsung meningkatkan resistensi insulin. Respon insulin pada pembebanan
glukosa oral lebih banyak pada perokok dibandingkan yang tidak merokok. Perokok memiliki
ciri khas sindrom resistensi insulin termasuk di dalamnya gula darah puasa yang meningkat
(Chiolero, 2008 dalam Jafar, Nurhaedar, 2011).
Merokok adalah suatu hal yang belum jelas ada manfaatnya bahkan tidak ada manfaatnya
terlebih lagi dari segi kesehatan, merokok sangat berbahaya bagi kesehatan. Asap rokok ternyata
menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan dan sifatnya sangat komplek. Termasuk terhadap
resiko seseorang mudah terserang penyakit diabetes mellitus.
Merokok menyebabkan kekejangan dan penyempitan pembuluh darah. Para peneliti
menyatakan bahwa merokok juga dapat menyebabkan kondisi yang tahan terhadap insulin.
Orang yang merokok ≥ 20 batang/hari memiliki insidens DM lebih tinggi dibandingkan yang
tidak merokok.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shara Kurnia Trisnawati (2012) menunjukkan
distribusi responden berdasarkan terpapar asap rokok dan tidak terpapar asap rokok hampir
merata. Responden yang terpapar asap rokok merupakan perokok aktif dan pasif. Dari responden
yang terpapar asap rokok, sebagaian besar adalah perokok pasif. Perokok pasif memungkinkan
menghisap racun sama seperti perokok aktif. Penelitian oleh Houston mendapatkan bahwa
perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi untuk terserang DM Tipe 2 dibanding dengan
yang tidak terpajan (Irawan,2010).

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau
sekresi insulin yang bersifat kronis dengan ciri khas hiperglikemia/peningkatan kadar glukosa
darah di atas nilai normal. Ada beberapa faktor yang berhubungan penyakit Diabetes Mellitus
yang harus mendapatkan perhatian serius agar terhindar dari penyakit yang bisa dibilang sangat
mematikan. Keberadan beberapa faktor yang berhubungan diabetes akan menjadikan peluang
yang sangat besar untuk terserang penyakit yang dikenal penyakit Diabetes Mellitus atau lebih
dikenal dengan Kencing Manis.

Beberapa faktor yang berhubungan Diabetes Mellitus yaitu usia yang semakin bertambah,
usia dia atas 40 tahun. Jenis kelamin, prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari
pada laki-laki. Asap rokok, asap menimbulkan efek negatis terhadap kesehatan dan sifatnya
sangat komplek. Termasuk terhadap Risiko seseorang mudah terserang penyakit Diabetes
Mellitus. Faktor keturunan atau genetik punya kontribusi yang tidak bisa diremehkan untuk
seseorang terserang penyakit diabetes.
33
Dari uraian diatas maka peneliti memilih variabel faktor yang berhubungan: Umur, jenis
kelamin, riwayat keluarga DM, Obesitas, Merokok dan kejadian Diabetes Mellitus sebagai
variabel yang akan diteliti. Selain itu juga telah dilakukan identifikasi alasan yang melatar
belakangi pemilihan variabel sebagai berikut :
1. Umur
Salah satu faktor yang berhubungan seseorang mengalami diabetes Mellitus adalah faktor
umur dimana usia dia atas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai
mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah tua (lebih dari 40 tahun)
dan telah mengalami menopause punya kecenderungan untuk lebih tidak peka terhadap hormon
insulin.
Kelompok umur yang paling banyak menderita DM adalah kelompok umur 45-52.
Peningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih dari 40
tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan intolenran