BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR - DOCRPIJM 6858e3ed41 BAB VI8. BAB 6 (Aspek Teknis Per Sektor).compressed

BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR Pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya direncanakan untuk mencakup

  empat sektor yaitu Pengembangan Kawasan Permukiman, Bina Penataan Bangunan, Pengembangan Air Minum, Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman yang terdiri dari Air Limbah, Persampahan dan Drainase Lingkungan Pada tahapan perencanaan usulan-usulan kegiatannya dimulai dengan penjabaran aspek-aspek teknis untuk tiap-tiap sektornya yang meliputi :  Pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi;  Penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan;  Permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi; dan  Analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, Analisis kebutuhan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan untuk selanjutnya dapat dirumuskan usulan-usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

6.1. PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN

  Berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan/perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan A. Arah Kebijakan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain :

  1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

  Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standart Pelayanan Minimal (SPM)

  Berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah bidang PU-PR merupakan Urusan Wajib yang Bersifat Pelayanan Dasar yang pelaksanaannya berpedoman pada SPM.

  Lihat Gambar 6.1.

Gambar 6.1 Arahan Kebijakan Bidang Permukiman B. Lingkup Kegiatan

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah: a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan; b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana

  d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

Gambar 6.2 Kegiatan Pengembangan Kawasan Permukiman

6.1.2. Isu Strategis dan Kebijakan, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.1.2.1. Isu Strategis dan Kebijakan a. Pengembangan sektor dan komoditi unggulan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung lahan.

  1. Mengembangkan sistem pertanian terpadu sejak di lahan pertanian/perkebunan (on farm), agribisnis hulu, agribisnis hilir, jasa pendukung, serta menawarkan kualitas produk yang tinggi dan memiliki keunggulan kompetitif;

  2. Mengembangkan kegiatan pertambangan dan industri bagi kesejahteraan masyarakat dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan;

  3. Mengidentifikasi potensi pariwisata dan mengembangkan kegiatan pariwisata berbasis lingkungan.

  b. Pengembangan bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal.

  1. Mengembangkan Pelabuhan Natal sebagai pelabuhan nasional untuk melayani angkutan penumpang dan barang yang merupakan pelabuhan utama tersier;

  2. Mengembangkan Pelabuhan Sikara-kara di Natal sebagai pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder

  3. Mengembangan Pelabuhan Teluk Ilalang di Batahan sebagai pelabuhan pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder, untuk melayani angkutan penumpang dan barang di wilayah pantai barat;

  4. Mengembangkan pelabuhan khusus perikanan;

  5. Mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian/perkebunan;

  6. Mengembangkan kegiatan pariwisata bahari di wilayah pantai barat;

  7. Meningkatkan jalan penghubung dan membangun jalan alternatif antara jalan lintas tengah dan jalan pantai barat dengan tidak mengganggu keberadaan Taman Nasional Batang Gadis; 8. Mempertahankan kawasan lindung sekitar pantai sebagai pelindung abrasi.

  c. Peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana/infrastruktur yang mendukung kegiatan dunia usaha dan masyarakat.

  Strategi dari kebijakan ini adalah :

  1. Membangun jaringan jalan yang menghubungkan seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal serta jalan antar simpul moda;

  2. Mengembangkan sistem angkutan umum lokal yang melayani seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal serta sistem angkutan regional yang melayani pergerakan penumpang dan barang dari dan ke kota-kota di sekitar wilayah Kabupaten Mandailing Natal;

  3. Membangun bandar udara di Bukit Malintang;

  4. Memperluas dan meningkatkan ketersediaan jaringan energi dan telekomunikasi ke seluruh kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.

d. Keberlanjutan kawasan lindung yang mampu mengakomodasi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

  1. Melestarikan Taman Nasional Batang Gadis dan kawasan lindung lainnya di wilayah Kabupaten Mandailing Natal sebagai faktor pendukung terciptanya keseimbangan perkembangan wilayah dengan mengendalikan dampak negatif kegiatan masyarakat terhadap kerusakan hutan;

  2. Mengalokasikan buffer tsunami sebagai perlindungan terhadap bencana tsunami sekaligus sebagai pembatas kegiatan masyarakat terhadap sempadan pantai;

  3. Mengidentifikasi kawasan rawan bencana gempa, gunung api dan tsunami, didukung dengan konsep mitigasi kebencanaan. Lihat Tabel VI.1 dan Gambar 6.3.

  

Tabel VI.1

Isu-isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten

No Isu Strategis Keterangan

  Penataan kawasan ibu kota Kabupaten Panyabungan merupakan ibu kota Mandailing Natal, sebagai pusat Kabupaten Mandailing Natal yang

  1 pemerintahan, ekonomi, dan sosial telah nendapat persetujuan DPRD budaya skala Kabupaten dan Gubernur Sumatera Utara Implementasi konsepsi pembangunan

  Masalah pencemaran lingkungan 2 berkelanjutan serta serta mitigasi dan dan kerusakan lingkungan hidup. adaptasi terhadap perubahan iklim dilakukan pendataan pencapaian SPM setiap tahunnya sebagai dasar bagi

  Pencapaian SPM setiap tahunnya 3 perencanaan pembangunan dan yang belum optimal penyusunan strategi pembangunan pada tahun yang akan datang

  Infrastruktur permukiman yang Belum optimalnya pemanfaatan masih belum berfungsi optimal

  4 Infrastruktur Permukiman yang sudah oleh karena minimnya sarana dibangun pendukung permukiman Kerjasama lintas sektor untuk

  Koordinasi antara lembaga yang 5 mendukung sinergitas dalam masih kurang pengembangan kawasan permukiman

  Kesadaran dan partisipasi masyarat 6 dalam mendukung pembangunan Swadaya masyarakat masih rendah permukiman masih kurang

  Sumber : Hasil Analisa, 2016

Gambar 6.3 Isu Strategis dan Tantangan Skala Nasional

6.1.2.2. Kondisi Eksisting

A. Kawasan Permukiman

  Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk sebagai fasilitas penunjang antara lain berupa bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman, serta pertamanan.

  Pembangunan perumahan dilakukan untuk mewujudkan perumahan yang layak, sehat, aman, serasi, juga teratur. Indikasi rumah yang layak huni adalah memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Hal ini dapat dilihat dari kelengkapan sarana perumahannya maupun kelengkapan fasilitas lingkungannya, seperti lantai rumah, penggunaan air bersih, sanitasi dan sumber penerangan.

a. Permukiman Perkotaan

  Kawasan permukiman perkotaan dikembangkan pada kota-kota Kecamatan yang mempunyai pertumbuhan cepat dan telah menunjukkan ciri-ciri perkotaan. Pemanfaatan ruang yang diarahkan pada kawasan permukiman perkotaan adalah; permukiman kepadatan sedang sampai dengan tinggi, jasa dan perdagangan, perkantoran, dan industri secara terbatas. Kawasan permukiman perkotaan juga identik dengan keberadaan pedagang kaki lima (pkl), maka dalam pengaturannya perlu penataan dan pembangunan kawasan pedagang kaki lima tersebut. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan terutama diarahkan pada kawasan pusat-pusat pelayanan, yaitu pada setiap ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan utama direncanakan di Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam hal ini adalah ibukota Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Natal, serta di pusat-pusat pelayanan kawasan (PPK) yaitu di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Linggga Bayu dan Kecamatan Batahan. Pada kawasan permukiman perkotaan berlaku ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau paling sedikit 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan.

  Kawasan permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Mandailing Natal ini berada di Kecamatan Panyabungan dan Kecamatan Natal. Adapun lokasi kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Panyabungan seperti terlihat pada tabel di bawah, sedangkan untuk lokasi kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Natal berada pada Kelurahan Pasar I Natal, Pasar II Natal, Pasar III Natal, dan Desa Setia Karya. Pengembangan kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Natal berupa peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana permukiman agar layak dimanfaatkan oleh masyarakat.

  Kondisi Kawasan Kumuh di Kecamatan Panyabungan ada beberapa desa/kelurahan yang harus ditangani seperti terdapat pada Tabel VI.2 dibawah ini :

  No Nama Desa/Kelurahan Nama Dusun/Lingkungan Luas Kawasan Kumuh (Ha) Jumlah KK Jumlah Penduduk (Jiwa)

  1 Desa Gunung Tua Tonga Banjar Pasar Pagi 6,84 426 2.130

  Untuk dapat terus menjaga kesinambungan produksi hasil pertanian tanaman basah berupa tanaman padi, maka perlu adanya arahan keruangan untuk pengembangan pertanian tanaman padi, sehingga tingkat luasan dan produktivitas dari tanaman padi dapat tetap terjaga. Hal ini terkait dengan adanya keterancaman berkurangnya lahan persawahan di Kota Panyabungan sebagai salah satu sentra produksi tamanan padi akibat alih fungsi lahan sawah ke permukiman. Potensi pengembangan areal lahan tanaman basah padi salah satu diantanya adalah di Kecamatan Muara Batang Gadis mencapai 3.000 hektar.

  Kawasan permukiman perdesaan dikembangkan pada wilayah Kecamatan di luar kawasan pusat-pusat pelayanan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian. Kawasan permukiman perdesaan diarahkan di luar kota kecamatan.

  Sumber : Hasil Analisa, 2016

  

Tabel VI.2

Lokasi dan Luas Kawasan Kumuh di Kecamatan Panyabungan

Kabupaten Mandailing Natal

  14 Desa Huta Lombang Lubis Banjar Lubis 3,36 241 1.205 59,68 5.219 26.095 Total

  13 Desa Panyabungan Jae Banjar Arwayak 1,61 72 360

  12 Desa Panyabungan Tonga Lingkungan III 2,75 197 985

  11 Kelurahan Kayu Jati Lingkungan I 2,53 77 385

  10 Kelurahan Panyabungan III RT VI 4,74 2.260 11.300

  80 Lingkungan V 0,62 24 120

  16

  9 Kelurahan Panyabungan II Lingkungan I 2,45 187 935 Lingkungan IV 0,37

  8 Kelurahan Panyabungan I Lingkungan I 2,27 129 645

  7 Desa Pidoli Lombang Lingkungan IV 13,34 771 3.855

  6 Desa Penggorengan Banjar 1 1,73 41 205

  5 Desa Pasar Hilir RT 1 3,70 36 180

  4 Desa Kampung Padang Dusun 1 1,95 101 505

  3 Desa Gunung Tua Julu Banjar Janagori 2,07 173 865 Banjar Muhajirin 2,10 68 340

  2 Desa Gunung Tua Jae Banjar Parinduri 4,36 240 1.200 Banjar HS Nurdin 2,89 160 800

b. Permukiman Perdesaan

B. Kawasan Agropolitan

a. Lahan Basah

  Adapun arahan ruang untuk pengembangan kegiatan pertanian tanaman padi diutamakan pada perlindungan daerah-daerah yang pada saat ini sudah menjadi sentra produksi tanaman padi, yaitu di Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, dan Kecamatan Huta Bargot. dengan luas  37.693 Ha.

  b. Lahan Kering

  Pengembangan kawasan pertanian lahan kering terutama diarahkan pada semua kecamatan potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal. Pemanfaatan ruang di kawasan peruntukan pertanian harus diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup. Kawasan pertanian tanaman lahan kering tidak tertentu yang diatur oleh pemerintah daerah setempat dan atau oleh Kementerian Pertanian

  c. Lahan Perkebunan

  Produksi perkebunan Karetdiarahkan pada daerah-daerah yang selain merupakan kawasan hutan produksi juga merupakan kawasan penyangga (buffer) antara kawasan lindung dan kawasan non lindung. Arahan ruang untuk perkebunan karet adalah di Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal, dan Kecamatan Muara Batang Gadis dan Kecamatan Siabu dengan luas kurang lebih 43.128 hektar.

  Sentra produksi perkebunan Kakaodiarahkan pada kawasan-kawasan yang merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan dengan kelerengan curam. Arahan ruang untuk perkebunan kakao adalah di Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, dan Kecamatan Natal, Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Natal, Kecamatan Batahan, dan Kecamatan Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar.

  Sentra produksi perkebunan Kopi Robustadiarahkan pada kawasan-kawasan yang merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan lindung yang berada di bagian selatan Kabupaten Mandailing Natal. Arahan ruang untuk perkebunan kopi adalah di Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Muara Sipongi, dan Kecamatan Ulu Pungkut, Kecamatan Laru Tambangan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Panyabungan Timur dan Kecamatan Batang Natal, dengan luas areal kurang lebih 16.789 hektar.

  Sentra produksi perkebunan Kelapa Sawitdiarahkan pada kawasan-kawasan yang berada di daerah pesisir barat karena disamping jenis tanah yang cocok untuk pengembangan kelapa sawit berada, maka perkebunan kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah sempadan pantai. Arahan ruang untuk perkebunan kelapa sawit adalah di Kecamatan Batahan, Kecamatan Natal,dan Kecamatan Muara Batang Gadis, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Batang Natal, dengan luas areal kurang lebih 17.468 hektar.

  Komoditas perkebunan kulit manis berpotensi besar dikembangkan di Kecamatan Kotanopan, Batang Natal, Kecamatan Panyabungan, Panyabungan Barat, Selatan, Timur, dan Utara dengan luas lahan kurang lebih 574,35 hektar.

C. Kawasan Marinepolitan

  Kabupaten Mandailing Natal, yang memiliki garis pantai 170 Km, merupakan potensi perikanan yang cukup handal yang hingga saat ini belum tergarap secara optimal. Selain perikanan yang berasal dari laut, terdapat juga potensi perikanan dengan budidaya air tawar (kolam) dan ikan darat (sungai/rawa) yang tersebar hampir di setiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.

  Wilayah pesisir Kabupaten Mandailing Natal yang begitu luas sangat potensial untuk pengembangan sektor perikanan, diantaranya budidaya tambak, usaha sivofishery, budidaya kayu bakau, lokasi galangan kapal, industri perikanan, industri penunjang perikanan, pelabuhan perikanan, dan lokasi tempat pelelangan ikan. Wilayah yang terdapat di bagian barat wilayah Kabupaten Mandailing Natal seluas 160.500 Ha atau 24,24% dari total wilayah Kabupaten Mandailing Natal ini berada di 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Batahan (3 desa pesisir), Natal (11 desa pesisir), dan Muara Batang Gadis (5 desa pantai).

  Wilayah perairan laut yang cukup luas ini menyimpan potensi perikanan laut yang cukup besar, juga menuntut adanya pemberdayaan potensi tersebut yang berorientasi kepada konsep lestari. Artinya bagaimana agar potensi yang ada bisa dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan, sebagai pelaku utama perikanan tangkap. Namun tanpa melupakan adanya upaya untuk menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tersebut salah satunya adalah menertibkan peraturan terhadap jalur-jalur penangkapan ikan melalui upaya pengawasan.

  Pemanfaatan potensi laut pada sektor perikanan Kabupaten Mandailing Natal didominasi usaha penangkapan ikan. Usaha perikanan di Kecamatan Batahan dan Natal hanya usaha penangkapan ikan laut, sedangkan di Kecamatan Muara Batang terdapat usaha perikanan ikan laut dan perikanan umum (sungai).

  Selain usaha penangkapan ikan, di ketiga kecamatan yang berada di wilayah pesisir tersebut juga terdapat usaha pengeringan ikan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Usaha ini baik untuk mengawetkan ikan sehingga dapat disimpan dan dikonsumsi dalam jangka waktu yang lebih lama, terutama untuk konsumsi ekspor.

  Pulau-pulau kecil sebanyak 15 (lima belas) buah yang terletak di depan daratan Pulau Sumatera membuat perairan di sekitarnya tenang. Kondisi ini semakin mendukung pemanfaatan potensi laut untuk melakukan kegiatan usaha budidaya laut seperti kerapu, kakap, dan rumput laut.

D. Kawasan Minapolitan

  PengembanganPerikanan Darat dilakukan dengan memanfaatkan aliran-aliran sungai yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Adanya budaya lubuk larangan sebagai modal dasar pengembangan perikanan darat harus dapat ditindaklanjuti dengan skala pengelolaan dan produksi yang lebih besar. Adapun arahan ruang yang tepat untuk pengembangan kegiatan perikanan darat diarahkan di Kecamatan Bukit Malintang, Kecamatan Siabu, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Muara Sipongi, dan Kecamatan Batang Natal.

  Selain perikanan darat dan perikanan laut, sebenarnya terdapat pola penggabungan dari keduanya yang biasa disebut dengan perikanan air payau/tambak. Jenis kegiatan ini juga dapat dilakukan di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, terutama pada daerah-daerah yang merupakan daerah pertemuan antara sungai dan luat (muara sungai).

E. Kawasan Rawan Bencana Alam

  Potensi besar bencana alam di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari: gunung

  

api dan gempa, patahan aktif dan gempa, gelombang tsunami dan gempa, dan

gerakan tanah.

  1. Bencana Alam Gempa Bumi dan Gunung Api Potensi bahaya gempa di Bagian Tengah Kabupaten Mandailing Natal sangat besar, hal ini mengingat daerah bagian tengah khususnya Kecamatan Panyabungan Selatan, Kecamatan Lembah Sorik Marapi dan Kecamatan Tambangan dilalui oleh jalur tektonik aktif. Daerah-daerah yang akan terkena dampak langsung gempa bumi akibat pergeseran Patahan Sumatera meliputi:

  • Kecamatan Lembah Sorik Marapi : Desa Aek Marian MG, Mega Lombang,

  Pasar Maga dan Desa Maga Dolok. Mengingat jalur gempa yang melintas di Lembah Sorik Marapi melintasi pemukiman yang cukup padat yang mestinya sangat rentan bencana bila terjadi gempa di jalur tersebut.

  • Kecamatan Panyabungan Selatan : secara geologis Kecamatan ini berada di sebelah barat dari jalur struktur atau patahan aktif Sumatera, termasuk dalam segmen patahan Gadis yang menerus ke Pasaman. Pemukiman yang akan terkena dampak langsung jika terjadi gempa bumi pada jalur tersebut seperti pemukiman di Desa Kayu Laut, Roburan Lombang, Lumban Dolok dan Desa Aek Ngali.
  • Kecamatan Tambangan : potensi gempa terutama di jalur patahan aktif terutama yang melintasi atau berada di Desa Huta Tinggi, Huta Tonga AB, Angin Barat, Padang Sanggar, Pastap maupun Pastap Hulu.

  Selain potensi akan bencana gempa bumi, wilayah ketiga kecamatan tersebut di atas juga berpotensi terhadap bencana letusan gunung api Sorik Marapi, dimana keberadaan wilayah tersebut berada pada lereng Sorik Marapi. Gempa yang terjadi sepanjang patahan aktif dengan jalur melalui gunung api akan memicu terjadinya peningkatan aktivitas gunung api. Letusan yang terjadi sebelumnya telah mengeluarkan lahar andesit yang cukup luas di ketiga wilayah tersebut. Saat ini masih terjadi erupsi fumarol maupun solfatar yang terlihat oleh adanya manifestasi geotermal di sekitarnya.

  2. Jalur Patahan Aktif dan Gempa Pada daerah Jalur Patahan Aktif, struktur yang dijumpai berupa struktur-struktur patahan aktif yang secara umum berarah sejajar dengan arah memanjangnya Sumatera atau berarah barat laut – tenggara. Lempeng Samudera Hindia yang terus menunjam di bawah Lempeng Benua Asia di barat Sumatera dengan kecepatan rata-rata 6 cm/th dapat mengakibatkan terjadinya pelepasan energi baik di jalur penunjaman maupun di jalur patahan aktif dan menimbulkan goncangan atau gempa bumi. Wilayah yang sangat rawan akan melalui wilayah-wilayah Kecamatan Ulu

  Pungkut, Kotanopan, Panyabungan Barat, Panyabungan Utara dan Bukit Malintang. Jalur tersebut merupakan jalur utama patahan aktif

  Sumatera.Kecamatan lain yang kena imbas jika terjadi pegeseran pada jalur patahan aktif adalah Kecamatan Muarasipongi, Panyabungan Timur,

  Panyabungan, dan Siabu.

  3. Gelombang Tsunami dan Gempa Secara umum struktur yang dijumpai di daerah berpotensi tsunami dan gempa berupa struktur patahan yang berarah barat laut – tenggara, patahan naik, lipatan sinklin maupun antiklin yang masih aktif yang berarah sama dengan arah patahan aktif. Seluruh pantai barat Kabupaten Mandailing Natal, yang merupakan batas penunjaman Lempeng Samudera Hindia di bawah lempang benua Asia, sangat berpotensi akan bencana tsunami selain bencana gempa

  bumi.

  Kecamatan –kecamatan yang berpotensi kena gempa bumi dan tsunami meliputi

  Kecamatan Muara Batang Gadis, Natal dan Batahan. Berdasarkan gempa bumi

  yang terjadi di Simelu pada tanggal 26 Desember 2004 dan di Pulau Banyak pada tanggal 28 Maret 2005 selain menyebabkan gempa bumi juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami. Beberapa wilayah yang terkena gempa bumi dan gelombang tsunami adalah :

  • Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang;
  • Kecamatan Natal meliputi Desa Bintuas dan Kunkun;
  • Kecamatan Batahan : air laut naik di muara Sungai Batahan;

  Dari kejadian tersebut di atas, wilayah yang mempunyai potensi tinggi terkena gelombang tsunami berada garis sempadan pantai (< 200m) sampai dengan 500 m dari garis pantai.Bencana tsunami dapat pula terjadi di bagian muara sungai menerus ke hulu sampai energi gelombang berhenti. Oleh karena itu daerah yang berpotensi sedang berada pada muara dan sepanjang sempadan sungai.

  4. Gerakan Tanah Gerakan tanah/longsoran yang terjadi di Kabupaten Mandailing Natal umumnya disebabkan karena proses pelapukan pada lereng terjal serta daerah lemah akibat pergeseran patahan/sesar. Dari observasi lapangan terlihat bahwa daerah yang banyak mengalami gerakan tanah/longsoran dijumpai di wilayah Kecamatan Muara Sipongi. Gerakan tersebut umumnya terjadi di daerah lereng, punggungan bukit terjal dimana terdapat endapan hasil lapukan yang gembur. Curah hujan yang tinggi akan memacu lebih cepat terjadinya gerakan tanah. Kondisi tersebut diperparah dengan kedudukan Muara Sipongi yang sangat rentan/lemah karena berada pada Zona Patahan. Beberapa daerah yang berpotensi mengalami bencana gerakan tanah :

  • Wilayah berelevasi lebih dari 1000 m pada wilayah Muarasipongi,

  Pagargunung, Tanobato, Banjarsipan memiliki potensi bencana gerakan tanah tinggi.

  • Wilayah berelevasi lebih dari 500 – 1000 m yang tersebar mulai dari bagian barat – barat daya dengan sebaran memanjang berarah barat laut –

  tenggara. Sebaran yang lain terdapat di bagian tengah utara sebelah selatan Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - tinggi.

  • Wilayah berelevasi lebih dari 500 m dengan penyebaran setempat pada pada bagian barat Mandailing Natal serta pada perbukitan bagian timur

  Panyabungan. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sedang - kecil.

  • Wilayah berelevasi 100 – 500 m dan lebih dari 1000 m dengan penyebaran di sekitar Kecamatan Lembah Sorik Marapi. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah kecil.
  • Wilayah berelevasi kurang dari 100 m dengan penyebaran terdapat pada

  muara sungai hingga tepi pantai. Lokasi lain terdapat pula dataran antar perbukitan sampai dengan elevasi 100 m. Wilayah ini memiliki potensi bencana gerakan tanah sangat kecil.

  Lihat Peta 6.1.

  Kabupaten Mandailing Natal Laporan Final Bab VI - 18

  Peta 6.1 Peta Rawan Bencana Kabupaten Mandailing Natal PEMBUATAN RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR JANGKA MENENGAH (RPI2JM) KECIPTAKARYAAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

6.1.2.3. Permasalahan

  Beberapa permasalahan sektor pengembangan permukiman dilihat secara umum :  Permasalahan Kawasah Kumuh di tinjau dari bidang infrastruktur Cipta Karya :

  • Kepadatan bangunan pada kawasan relatif tinggi, >80 unit/ha, sehingga kawasan tersebut tidak teratur dan tidak tertata.
  • Kondisi Bangunan Terdiri Dari Bangunan Kontemporer dan memiliki kerapatan yang tinggi.
  • Kebutuhan air baku tidak terpenuhi, sebagian besar mencuci dan mengkonsumsi air menggunakan air sumur.
  • Sampah tidak terangkut menyebabkan tumpukan sampah pada lokasi lahan pinggiran sungai.
  • Seluruh masyarakat pada kawasan ini tidak menggunakan kloset leher angsa, yang adadi toilet individual/komunal.
  • Pelayanan air minum/baku berasal dari sungai atau membeli air kemasan maupun air ledeng.
  • Masih kurangnya kajian tentang sanitasi/drainase.

   Wilayah permukiman penduduk di Kabupaten Mandailing Natal sebagian besar belum memiliki infrastruktur dasar yang memadai. Sebagian besar permukiman penduduk belum merupakan permukiman yang layak sebagaimana di daerah perkotaan pada umumnya. Hal ini sangat berdampak pada peningkatan akses masyarakat terhadap lingkungan permukiman yang sehat dan berkualitas, untuk mendukung upaya peningkatan kualitas kehidupan yang lebih baik dalam berbagai aspek dan tatanan kehidupan.

   Jalan desa pada Kasawan Strategis Kabupaten Mandailing Natal belum semua kondisi baik seperti : Kecamatan Natal dan Kecamatan Ulu Pungkut.  Penyediaan prasarana dan sarana dasar oleh pemerintah terhadap kawasan  Sebagian besar kawasan rawan bencana dan Tsunami belum tertangani dengan baik seperti pada :

  • Kecamatan Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang - Kecamatan Natal meliputi Desa Bintuas dan Kunkun

  Kecamatan Batahan : air laut naik di muara Sungai Batahan -  Pada kawasan agopolitan/minapolitan/marinepolitan, masih banyak jalan desa maupun jalan antar kecamatan yang kondisinya rusak sehingga sulit untuk ditempuh oleh kenderaaan.

   Kawasan-kawasan agropolitan yang merupakan kawasan perbukitan dan yang difungsikan sebagai penyangga terhadap kawasan sempadan sungai dan kawasan dengan kelerengan curam sehingga sulit untuk ditempuh oleh kenderaan dan memakan waktu yang lama.

   Belum terciptanya koordinasi yang baik antara kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di tingkat pusat, propinsi maupun tingkat daerah. Kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan belum berada pada tingkat kinerja yang optimal untuk menjalani fungsi, baik sebagai pembangun (provider) maupun pemberdaya (enabler).

   Beberapa wilayah ibukota kecamatan belum memiliki jaringan infrastruktur jalan yang menghubungkan wilayah perdesaan dan daerah sentra-sentra produksi masyarakat.

   Kemampuan fiskal daerah untuk membiayai berbagai program pembangunan infarestruktur pada kawasan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal relatif sangat terbatas. Seperti pada kawasan kumuh diperkotaan, kawasan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, kawasan permukiman perdesan potensial berbasisi masyarakat, kawasan rawan bencana, dimana sumber utama pembiayaan pembangunan masih bergantung terhadap bantuan pemerintah tingkat atas.

6.1.2.4. Tantangan Pengembangan Permukiman

  Tantangan yang dijumpai dalam pembangunan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal adalah : 1. Terbatasnya jangkauan pelayanan prasarana dan sarana permukiman.

  2. Belum ada program yang berkaitan dengan penataan dan peningkatan lingkungan permukiman.

  3. Terbatasnya pendanaan daerah bagi upaya peningkatan kualitas permukiman masyarakat.

  4. Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan rumah dan lingkungan masih rendah

  5. Pertumbuhan permukiman yang belum sesuai dengan tata ruang baru mencakup di daerah pusat kota . Lihat Tabel VI.3.

  Kabupaten Mandailing Natal Tabel VI.3 Identifikasi Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Mandailing Natal Permasalahan Yang Tantangan Alternatif No Aspek Dihadapi Pengembangan Solusi

  I LAPORAN PEMBINAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN Dengan belum tersusunya Dokumen RKP Belum memiliki dokumen RKP sebagai dasar diKab Mandailing Natal mengakibatkan Dilakukan penyusunan RKP Kab. 1. perencanaan pembangan pada kawasan sulitnya dalam perencanaan pembangunan Mandailing Natal permukiman pada kawasan permukiman

  Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas Aspek Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM

  2. SDM aparatur daerah akan sulit untuk Pelatihan SDM aparatur Kelembagaan aparatur mengembangan kawasan tersebut Aspek Kebutuhan pendanaan terbatas dalam

  1. APBN

  3. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah Pembiayaan penyusunan Dokumen RKP

  2. APBD Aspek Peran Serta 4. Masyarakat / Swasta

  II Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan Dengan belum tersusunya Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Belum memiliki Dokumen Rencana Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas

  Perlu disusun Dokumen RP2KPKP

1 Aspek Teknis

  diKab Mandailing Natal mengakibatkan Permukiman Kumuh Perkotaan diKab Kab. Mandailing Natal sulitnya dalam penataan/pengembangan

  Mandailing Natal suatu program penanganan Kawasan Permukiman khusus pada kawasan kumuh Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Dilakukan

  Laporan Final Bab VI - 22

  Kabupaten Mandailing Natal Permasalahan Yang Tantangan Alternatif No Aspek Dihadapi Pengembangan Solusi

  Permukiman Kawasan Kumuh di Kabupaten Pembangunan/Pengembangan Mandailing Natal belum tertangani secara Infrastruktur Permukiman Kawasan menyeluruh ditinjau dari aspek Kumuh di Kabupaten Mandailing pembangunan/peningkatannya seperti Natal terdapat di : Desa Gunung Tua Tonga, Desa

  Gunung Tua Jae, Desa Gunung Tua Julu, Desa Kampung Padang, Desa Pasar Hilir, Desa Penggorengan, Desa Pidoli Lombang, Kelurahan Panyabungan I, Kelurahan Panyabungan II, Kelurahan Panyabungan III, Kelurahan Kayu Jati, Desa Panyabungan Tonga, Desa Panyabungan Jae, Desa Huta Lombang Lubis.

  Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas Aspek Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM

  2 SDM aparatur daerah akan sulit untuk Pelatihan SDM aparatur Kelembagaan aparatur mengembangan kawasan tersebut Kebutuhan pendanaan terbatas dalam

  3. APBN dan APBD ( nonfisik) Aspek

  3 Terbatasnya kemampuan keuangan daerah peningkatan/pembangunan kawasan kumuh  APBN , APBD, CSR, PHLN, Peran Pembiayaan di Kabupaten Mandailing Natal serta masyarakat, KPS (fisik)

  Aspek Peran Kurangnya kesadaran peran serta Serta

  Dilakukan penyuluhan dan sosialisasi 4 masyarakat dalam menjaga kelestarian Masyarakat / lingkungan Swasta

  III Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Dilaksanakan Kawasan Potensial untuk Agropolitan Pembangunan/Pengembangan

  1 Aspek Teknis belum dilaksanakan secara menyeluruh Infrastruktur Kawasan Potensial seperti terdapat di : Kec. Siabu, Kec. untuk Agropolitan

  Laporan Final Bab VI - 23

  Kabupaten Mandailing Natal Permasalahan Yang Tantangan Alternatif No Aspek Dihadapi Pengembangan Solusi Panyabungan, dan Kec. Huta Bargot. dengan luas  37.693 Ha dan Kec. Batang Natal, Kec Lingga Bay.u, dan Kec. Natal, Kec. Siabu, Kec. Panyabungan, Kec. Kotanopan, Kec. Lembah Sorik Marapi, Kec Natal, Kec. Batahan, dan Kec. Muara Batang Gadis, dengan luas kurang lebih 25.467 hektar Pembangunan/Pengembangan Infrastruktur Kawasan Potensial untuk Minapolitan belum dilaksanakan secara menyeluruh

  Pembangunan/Pengembangan seperti terdapat di : Kec. Bukit Malintang, Infrastruktur Kawasan Potensial Kec. Siabu, Kec. Panyabungan Utara, Kec. untuk Minaplotan Lingga Bayu, Kec. Muara Sipongi, dan Kec.

  Batang Natal. Aspek Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM

  2 Pelatihan SDM aparatur Kelembagaan aparatur  APBN  APBD

  Kebutuhan pendanaan terbatas dalam Aspek  CSR

  3 Terbatasnya kemampuan keuangan daerah peningkatan/pembangunan Infrastruktur Pembiayaan  PHLN

Kawasan Potensial

 Peran serta masyarakat  KPS

  Aspek Peran Serta

  4 Masyarakat / Swasta

IV. Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Khusus Kawasan Rawan Longsor

  Laporan Final Bab VI - 24

  Kabupaten Mandailing Natal Laporan Final Bab VI - 25

  No Aspek Permasalahan Yang Dihadapi Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

  1. Aspek Teknis Pembangunan/Pengembangan Infrastrukstur Kawasan Permukiman rawan bencana dan Tsunami belum dilaksanakan secara menyeluruh seperti terdapat di : Kec.

  Muara Batang Gadis, meliputi Desa Tabuyung dan Singkuang Dilaksanakan Pembangunan/Pengembangan Kawasan Permukiman kawasan rawan bencana dan Tsunami

  2. Aspek Kelembagaan Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM aparatur

  Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas SDM aparatur daerah akan rsulit untuk melaksankan pembangunan kawasan tersebut

  Pelatihan SDM aparatur 3.

  Aspek Pembiayaan Terbatasnya kemampuan keuangan daerah Kebutuhan pendanaan untuk program

  Kawasan tersebut cukup besar  APBN  APBD  CSR  PHLN  Peran serta masyarakat  KPS

  V Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Strategis

  1. Aspek Teknis Belum memiliki Data Base Bid KeciptaKaryaan pada Kawasn Strategis Kabupaten Mandailing Natal

  Dengan belum tersusunnya Data Base Bid KeciptaKaryaan pada Kawasan Strategis Kabupaten Mandailing Natal ini akan menghambat pembangunan/pengembangan pada

kawasan tersebut.

  Perlu disusun Data Base Bidang Keciptakaryaan, sebagai data eksisting awal perencanaan pada kawasan strategis

  Belum sepenuhnya tertangani pada kawasan strategis di Kabupaten Mandailing Natal seperti Kec. Panyabungankec. Natal, Kec. Ulu Pungkut dan pungut

  Dilakukan penangaan kawasan strategis di Kabupaten Mandailing Natal secepatnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat

  Kabupaten Mandailing Natal Permasalahan Yang Tantangan Alternatif No Aspek Dihadapi Pengembangan Solusi

  Dengan keterbatasan kualitas dan kuantitas Aspek Terbatasnya kualitas dan kuantitas SDM

  2. SDM aparatur daerah akan sulit untuk Pelatihan SDM aparatur Kelembagaan aparatur mengembangan kawasan tersebut  APBN

   APBD Aspek Kebutuhan pendanaan untuk program  CSR

  3. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah Pembiayaan Kawasan tersebut cukup besar  PHLN

   Peran serta masyarakat

  4. KPS Aspek Peran Kurangnya kesadaran peran serta Serta

  4. masyarakat dalam meningkatkan Dilakukan penyuluhan dan sosialisasi Masyarakat / pertumbuhan ekonomi di Daerah.

  Swasta Sumber : Hasil Analisa, 2016

  Laporan Final Bab VI - 26

6.1.3. Analisa Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Untuk mencapai pengembangan pemukiman yang baik di Kabupaten Mandailing Natal, maka mengacu kepada kondisi eksisting, sasaran RPJMD 2016-2021 dan SPM serta proyeksi kecenderungan 5 tahun kedepan (jumlah penduduk) maka perkiraan kebutuhan program pengembangan permukiman di Kabupaten Mandailing Natal 2017 – 2021. Lihat Gambar 6.4, Tabel VI.4, dan Tabel VI.5.

Gambar 6.4 Target Capaian 0% Kota Tanpa Kumuh 2019

  Kabupaten Mandailing Natal Laporan Final Bab VI - 28

  

Tabel VI.4

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Permukiman

di Perkotaan Untuk 5 Tahun

No Uraian Unit

  Kebutuhan Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Ket

  1 Jumlah Penduduk Jiwa

  440.077 444.742 449.456 454.221 459.035 -

  2 Kepadatan Penduduk

  Jiwa/Km² 66,57 67,17 67,88 68,06 69,33 -

  3 Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh

  Ha Kel.

  Panyabungan I, Panyabungan II, Desa Gunung Tua Tonga Kel.

  Panyabungan

  III, Desa Gunung Tua Jae, Desa Gunung Tua

  Kel. Kayu Jati Desa Panyabungan Tonga, Desa Pasar Hilir

  Desa Panyabungan Jae, Desa Huta Lombang Lubis, Desa Kampung Padang

  Desa Penggorengan, Desa Pidoli Lombang

  • Sumber : Hasil Analisa, 2016

  Kabupaten Mandailing Natal

Tabel VI.5

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Kawasan Permukiman

di Perdesaan Untuk 5 Tahunan

Kebutuhan

  No Uraian Unit Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V Ket

  Jumlah

  1 440.077 444.742 449.456 454.221 459.035 -

  Penduduk Jiwa Kepadatan

  2

  • Jiwa/Km² 66,57 67,17 67,88 68,06 69,33 Penduduk

  Kec Lingga Kec. Kotanopan Kec. Batang Kec. Huta Bargot Kawasan Kec.

  Bay.u, dan Kec. dan Kec. Natal dan Kec. dan Kec.

  Potensial untuk

  • Panyabungan Natal, Kec. Lembah Sorik Muara Batang

  3 Batahan, Agropolitan Kawasan dan Kec. Siabu,

  Siabu Marapi Gadis, Kawasan Kec. Bukit Kec.

  Kec. Lingga Kec. Muara Kec. Batang

  • Potensial untuk Malintang, Panyabungan

  4 Bayu Sipongi, Natal Minapolitan Kawasan Kec. Siabu Utara,

  Kec. Muara Kec. Muara Kawasan

  5 Rawan

  • Kawasan Batang Gadis Batang Gadis, Bencana Desa Desa

  Sumber : Hasil Analisa, 2016

  Tabuyung Singkuang

  Laporan Final Bab VI - 29

6.1.3.1. Proyeksi Kebutuhan Perumahan dan Permukiman

  Pemerintah telah menyadari pentingnya suatu pendekatan yang terintegrasi untuk perumahan dan lingkungannya melalui beberapa program yang meliputi penanganan permukiman kumuh. Program perumahan untuk masyarakat miskin yang lebih difokuskan pada rehabilitasi dan pengelolaan daerah perumahan yang sudah ada dan pengelolaan daerah perumahan yang sudah ada dan menjadikannya tempat tinggal yang lebih baik.

  Prediksi kebutuhan rumah di Kabupaten Mandailing Natal dihitung dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut : a. Satu unit hunian akan ditempati oleh satu keluarga (1 unit = 1 KK)

  b. Prediksi jumlah KK ditentukan dengan membagi jumlah penduduk dengan rata- rata jumlah jiwa / KK, yaitu 5 jiwa / KK.

  Dalam pembagian ketiga jenis tipe rumah tersebut dilakukan dengan menggunakan metode standar yang ada yaitu 1 : 3 : 6, yang artinya dalam setiap pembangunan 10 unit rumah terdiri dari 1 unit rumah besar, 3 unit rumah sedang dan 6 unit rumah kecil, dengan luasan masing-masing :

  • Rumah Kecil, ukuran lahannya 45 M2.
  • Rumah Sedang, Ukuran Lahannya 70 M2.
  • Rumah Besar, Ukuran Lahannya 95 M2.

  Penduduk Kabupaten Mandailing Natal hingga Tahun 2015 yaitu 430.894 jiwa. Jumlah penduduk terbesar Tahun 2015 terdapat di Kecamatan Panyabungan dengan jumlah 82.468 jiwa atau 19,14% dan terendah terdapat di Kecamatan Pakantan yaitu 2.279 jiwa atau 0,53%. Kecamatan lembah Sorik Merapi merupakan kecamatan paling padat penduduknya dengan kepadatan 478 per Km². Sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi merupakan Kecamatan yang paling jarang.

  Adanya pertambahan jumlah penduduk mempengaruhi tingkat kebutuhan akan rumah, kebutuhan akan rumah dapat dihitung dengan menggunakan asumsi 1 unit rumah dihuni oleh 4,7 (empat koma tujuh) jiwa penduduk. Jika pada tahun 2021 jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal sebesar 459.035 jiwa, maka perkiraan kebutuhan akan rumah di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 97.543 Unit.

  Untuk lebih jelasnya mengenai proyeksi kebutuhan perumahan yang dibutuhkan di Kabupaten Mandailing Natal selengkapnya dapat dilihat pada Tabel VI.6.