PENERAPANMODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWAPADA POKOK BAHASAN FLUIDA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar BelakangMasalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. TujuanPenelitian ... 7

D. ManfaatPenelitian ... 8

E. Asumsi...8

F. HipotesisPenelitian………9

G. Definisi Operasional………...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

A. Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) ... 12

B. Pembelajaran Konvensional...15

C. Multimedia ...18

D. Keterampilan proses sains... 23

E. Penguasaan konsep...30


(2)

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. DesainPenelitian ... 41

B. Subjek Penelitian ... 43

C. Instrumen ...43

D. TeknikPengumpulan Data ... 44

E. ProsedurPenelitian... 46

F. AnalisisinstrumenPenelitian ... 47

G. TeknikPengolahan Data ... 52

H. Hasil analisis uji coba instrumen... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. HasilPenelitian ... 59

B. Pembahasan………72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN………83


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakikatnya meliputi dua hal, yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses. IPA sebagai produk berarti terdapat fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan teori-teori yang sudah diterima kebenarannya. Adapun IPA sebagai proses merupakan kegiatan yang dilakukan dan sikap-sikap untuk menghasilkan produk berupa ilmu pengetahuan. Sebagai salah satu bidang IPA, mata pelajaran Fisika diadakan dalam rangka mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat mengembangkan keterampilan dan sikap percaya diri.

Secara rinci, fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sebagai sarana :

1. menyadarkan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,

2. memupuk sikap ilmiah, yang mencakup; jujur dan obyektif terhadap data, terbuka dalam menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu, kritis terhadap pernyataan ilmiah, dan dapat bekerja sama dengan orang lain,

3. memberi pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan,


(4)

mengolah, dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara tertulis dan lisan,

4. mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif,

5. menguasai pengetahuan, konsep, hukum-hukum dan prinsip Fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2006).

Dari uraian di atas tampak bahwa penyelenggaraan mata pelajaran Fisika di SMA dimaksudkan sebagai wahana atau sarana untuk melatih para siswa agar dapat menguasai konsep dan prinsip Fisika, memiliki kecakapan ilmiah, memiliki keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Agar mata pelajaran Fisika dapat benar-benar berperan seperti demikian, maka tak dapat ditawar lagi bahwa pembelajaran Fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pendidikan dan pelatihan berbagai kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi.

Kenyataan di lapangan, proses pembelajaran Fisika dirasa masih jauh dari apa yang diharapkan. Dari pengamatan langsung peneliti di salah satu SMA di kabupaten Bekasi diperoleh bahwa sebagian besar proses pembelajaran Fisika dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran satu arah yang lebih menekankan pada penyampaian materi pembelajaran (metode konvensional). Pada metode ini keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar masih kurang. Proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga siswa


(5)

menerima pelajaran secara pasif. Tidak mengherankan apabila konsep yang telah tertanam tidak akan bertahan lama dan akan mudah hilang lagi. Kelemahan lain dalam penggunaan metode konvensional adalah pengajarannya yang terlampau matematis. Siswa cenderung dituntut untuk menghapal rumus dan penggunaan rumus tersebut tanpa memahami konsep-konsep yang melatar belakangi terbentuknya rumus tersebut, sehingga siswa pun sulit menyerap konsep-konsep fisisnya. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil penguasaan konsep fisika yang dicapai siswa. Seperti ditunjukkan oleh rata-rata nilai ulangan harian untuk materi sebelumnya hanya 5,8.

Rendahnya kemampuan penguasaan konsep siswa juga terlihat dalam kemampuan fisika siswa indonesia pada TIMSS (Trend Of International On Mathematics And Science Study). Kemampuan Fisika siswa Indonesia pada domain kognitif baik secara nasional maupun internasional dan tiap tahun mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan fisika siswa indonesia masih harus ditingkatkan pada semua aspek, terutama aspek pengetahuan (knowing) (Ridwan, 2010).

Selain itu dari hasil observasi awal ke salah satu sekolah di kabupaten bekasi pembelajaran secara konvensional ini kurang dapat menumbuhkan keterampilan proses sains siswa, karena pembelajaran difokuskan pada aspek kognitif, sedangkan aspek psikomotorik dan aspek afektif kurang diperhatikan. Hal ini menyebabkan kesempatan siswa untuk terlibat dalam proses belajar dan kesempatan untuk mengembangkan diri berkurang. Hal ini sejalan dengan


(6)

penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2010), Hana (2009) dan Fahrizal (2009) yang mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains siswa rendah ketika di terapkan model pembelajaran konvensional.

Salah satu prinsip psikologi belajar menyatakan bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam kegiatan, maka semakin besar kesempatan untuk mengalami proses belajar. Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju ke pembentukan manusia seutuhnya (a fully functioning person) (Amien:1987). Hal ini berarti pembelajaran yang baik harus meliputi aspek psikomotorik, aspek afektif, dan aspek kognitif. Untuk itu, guru Fisika harus berusaha agar siswa tidak hanya belajar memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi siswa juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, dan komunikasi sosial. Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketika pembelajaran di sekolah hanya menggunakan metode ceramah ada aspek-aspek keterampilan proses sains yang tidak dapat dilatihkan dalam metode ini.

Salah satu pembelajaran yang dipandang dapat membantu dan memfasilitasi untuk memudahkan siswa dalam menguasai sains Fisika dan berlatih mengembangkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa adalah model pembelajaran children learning in science (CLIS). Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS).


(7)

Berdasarkan penelitian Handayani, Nurmayanti dan Lusi (2004) mengungkapkan bahwa model pembelajaran CLIS dapat meningkatkan: (1) penguasaan konsep siswa (2) keterampilan berpikir rasional siswa melalui aspek mengingat, mengelompokkan, menggeneralisasi, dan membandingkan dan (3) keterampilan proses sains melalui aspek mengamati, mengelompokkan, dan menafsirkan pengamatan.

Pada saat ini kita juga sedang memasuki era informasi. Teknologi dan komunikasi (TIK) yang terus berkembang dan cenderung akan terus mempengaruhi segenap kehidupan manusia. Perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat ini berpengaruh juga terhadap pribadi, aktivitas, kehidupan ataupun cara berpikir. Perkembangan ini perlu juga dikenalkan pada siswa agar mereka mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman untuk menerapkan dan menggunakan TIK dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran saat ini banyak dikembangkan media-media pembelajaran berbasis komputer, salah satunya pembuatan dan pengembangan software dalam media pembelajaran.

Perkembangan TIK ini memungkinkan dihasilkannnya berbagai multimedia dalam pembelajaran yang dapat memudahkan dan membangkitkan motivasi belajar siswa dalam mempelajari konsep Fisika. Menurut beberapa penelitian diantaranya yang di ungkapkan Wiendartun, Taufik dan Hery (2007) mengungkapkan bahwa, pembelajaran berbasis multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sedangkan hasil penelitian Selahattin (2006) menunjukkan bahwa komputer dan kontruktivis sama-sama dapat meningkatkan pemahaman


(8)

konsep elekstrostatik, namun siswa yang belajar dengan komputer lebih baik pada tingkat pengetahuan dan pengertian, dibandingkan model kontruktivis. Tes sikap menunjukkan tidak ada perbedaan sikap antara kedua metode instruksi ini..

Hasil penelitian di atas memungkinkan untuk diterapkan pada materi fisika yang lain dengan menggunakan media pembelajaran produk TIK. Salah satu materi fisika yang dapat dijadikan objek penelitian adalah konsep Fluida.

Konsep fluida merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pebelajaran Fisika. Konsep ini diperkenalkan pada siswa sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian pada kenyataannya tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep fluida dan mengaplikasikannya dalam permasalahan sehari-hari. Hal ini dikarenakan dalam pengajarannnya di sekolah siswa menerima pelajaran ini hanya dengan mendengarkan atau mencatat hukum-hukum yang berlaku yang diberikan oleh guru tanpa benar-benar memahami konsep konsep yang ia pelajari.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis memandang perlu untuk melakukan sebuah penelitian mengenai “penerapan model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia untuk meningkatkan keterampilan proses sains, penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan fluida statis”.


(9)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: “apakah model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains, dan penguasaan konsep siswa dibandingkan pembelajaran konvensional berbantuan

multimedia?”.

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains siswa antara yang mendapatkan model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dibandingkan dengan yang mendapatkan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia?

2. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep siswa antara yang mendapatkan model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dibandingkan dengan yang mendapatkan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal berikut:

1. Memperoleh informasi mengenai peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis pada kelas yang menggunakan pembelajaran children


(10)

learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

2. Memperoleh informasi mengenai peningkatan penguasaan konsep pada materi fluida statis pada kelas yang menggunakan pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

D.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya.

1. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat memotivasi guru untuk melakukan model pembelajaran yang sejenis untuk materi pelajaran lainnya.

2. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi dan kajian dalam pengembangan pembelajaran IPA khususnya Fisika, dan sebagai bahan masukan bagi para peneliti lainnya.

E.Asumsi

Asumsi dasar yang mendasari dalam penelitian ini adalah model pembelajaran CLIS dapat lebih membentuk pengetahuan (konsep) ke dalam memori siswa agar konsep tersebut dapat bertahan lama. Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa


(11)

dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, adalah: 1. Hipotesis alternatif satu (H α 1); (µ1 < µ2; α = 0.05)

Penggunaan model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

2. Hipotesis alternatif dua (H α 2); (µ3 < µ4; α = 0.05)

Penggunaan model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia. Keterangan :

µ1 = Rata-rata nilai keterampilan proses sains pada pembelajaran konvensional berbantuan Multimedia

µ2 = Rata-rata nilai keterampilan proses sains pada pembelajaran CLIS berbantuan multimedia

µ3 = Rata-rata nilai penguasaan konsep siswa pada pembelajaran konvensional berbantuan Multimedia

µ4 = Rata-rata nilai penguasaan konsep siswa pada pembelajaran CLIS berbantuan multimedia.


(12)

G.Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :

1. Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan menggunakan LKS. Pembelajaran CLIS meliputi 5 tahap pembelajaran, yaitu tahap orientasi, pemunculan gagasan awal, penyusunan gagasan, penerapan gagasan, serta kaji ulang penerapan gagasan. Keterlaksanaan model pembelajaran ini dalam pembelajaran konsep fluida statis dipantau melalui lembar observasi.

2. Multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi, multimedia yang akan digunakan adalah video dan animasi. Multimedia ini akan di integrasikan pada tahap orientasi dan tahap pemunculan gagasan awal.

3. Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial (Rustaman:2003). Keterampilan proses sains ini mencakup: meramalkan (prediksi), merencanakan percobaan, melakukan pengamatan (observasi),


(13)

mengelompokkan (klasifikasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), menerapkan konsep atau prinsip (aplikasi), dan mengkomunikasikan. Dalam penelitian ini keterampilan proses sains siswa diukur sebelum dan setelah pembelajaran dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang mencakup indikator-indikator keterampilan proses sainsyang dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. . 4. Penguasaan Konsep dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkatan

dimana seorang siswa tidak sekedar mengetahui konsep-konsep fisika, melainkan benar-benar memahaminya dengan baik, yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan, baik yang terkait dengan konsep itu sendiri maupun penerapannya dalam situasi baru (Karim et al., 2007). Indikator penguasaan konsep dihubungkan dengan tingkat berpikir domain kognitif Bloom yang terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda, yaitu hafalan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6) (Karthwol dan Anderson, 2001). Tetapi dalam penelitian ini, penguasaan konsep yang dimaksud hanya meliputi 4 aspek kognitif yaitu tingkatan domain hafalan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) dan analisis (C4) Penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes penguasaan konsep dalam bentuk tes pilihan ganda yang dilaksanakan pada saat pretest dan posttest .

5. Model pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai model pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah tempat penelitian, yang biasanya didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab dimana guru cenderung lebih aktif


(14)

sebagai sumber informasi bagi siswa (teacher centered) dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Guru lebih banyak berperan dalam hal menerangkan materi pelajaran, memberi contoh-contoh penyelesaian soal, serta menjawab semua permasalahan yang diajukan siswa.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini akan mengkaji metode dan langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Fokus permasalahan yang akan dikaji pada bab ini adalah metode penelitian, prosedur penelitian, populasi dan sampel, intrumen dan analisis instrumen serta teknik dan analisis pengolahan data.

A. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan metodekuasi eksperimen(eksperimen semu).Metode eksperimen semu digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran children learning in science (CLIS) berbantuan multimedia dengan yang mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

Desain eksperimen yang digunakan adalah “The randomized Pretest-Posttest control group design” (Fraenkel dan Wallen, 2007)dimana penentuan kelas kontrol dilakukan secara acakperkelas.Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran CLISberbantuan multimedia pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional berbantuan multimediapada kelompok kontrol.Secara bagan, desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan dalam Tabel 3.1 di bawah ini:


(16)

Tabel 3.1

Randomized Control Group Pretest Postest Design

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

E (Eksperimen) K (Kontrol)

Y Y

Xa

-Y Y

Keterangan :

Y : Tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) untuk menjaring data KPS dan Penguasaan konsep.

Xa: Perlakuan terhadap kelas eksperimen, yaitu penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia.

- :Perlakuan terhadap kelas kontrol, yaitu penerapan model pembelajaran konvensional multimedia.

Penjelasan desain penelitian tersebut di atas adalah sebagai berikut:

1. Tes Awal (pretest) yang dilakukan sebelum proses pembelajaran, tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa tentang konsep fluida statis.

2. Perlakuan (treatment) terhadap subyek penelitian diberikan dengan menggunakan model pembelajaran CLISberbantuan multimedia dan model konvensional berbantuan multimedia.

3. Setelah pembelajaran selesai, dilaksanakan tes akhir (posttest), untuk mengetahui keterampilan proses sains dan penguasaan konsep.


(17)

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI Semestergenapdi salah satuSMA Negeriyangberada dikabupaten BekasiProvinsi Jawa Barat pada tahun pelajaran 2010/2011.Kelas XI IPA terdiri dari lima kelas yang masing-masing kelas terdiri atas ± 32orang siswa. Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara cluster random sampling. Sebagai sampel penelitian dipilih dua kelas secara acak dari lima kelas yang memiliki kemampuan yang setara tanpa mengacak siswa tiap kelasnya. Pengelompokkan sampel terdiri dari satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.Berdasarkan hasil undian ditetapkan kelas XIIPA4 sebagai kelas eksperimen dan kelas XIIPA5 sebagai kelas kontrol.

C. Instrumen

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti telah menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu; (1) tes keterampilan proses sains, (2) tes penguasaan konsep dan (3) lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaranCLISberbantuan multimedia. Berikut ini uraian secara rinci masing-masing instrumen :

1. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains siswa terhadap konsep fluida statis, item soal yang dikembangkan berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawabanyang dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran (posttest). Indikator tes untuk melihat keterampilan proses sains siswa dibatasi pada aspekketerampilan meramalkan (prediksi), merencanakan percobaan, melakukan pengamatan


(18)

(observasi), mengelompokkan (klasifikasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), menerapkan konsep atau prinsip (aplikasi), dan mengkomunikasikan.

2. Tes penguasaaan konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains siswa terhadap konsep fluida statis, item soal yang dikembangkan berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran (posttest). Indikator tes untuk melihat keterampilan proses sains siswa dibatasi pada empat domain kognitif Bloom yaitu hapalan (C1), pemahaman (C2) , penerapan (C3) dan analisis (C4)

3. Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Model Pembelajaran CLISBerbantuan Multimedia

Lembar pengamatan ini bertujuan untuk mengamati keterlaksanaan model pembelajaran CLISberbantuan multimedia sesuai dengan rencana pelaksanaanpembelajaran dan langkah-langkah dalam lembar kerja siswa.

D.Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga macam cara pengumpulan data yaitu melalui tes, dan observasi. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan, dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.2


(19)

Tabel 3.2.

Teknik Pengumpulan Data

No Sumber Data Jenis Data Teknik Pengumpulan Instrumen

1. Siswa Keterampilan proses sains siswa sebelum dan sesudah

mendapat perlakuan.

Pretest dan Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat kemampuan keterampilan proses sains.

2. Siswa Keterampilan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah mendapat perlakuan

Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Siswa Penguasaan konsep siswa sebelum dan sesudah mendapat perlakuan

Pretest dan Posttest Butir soal pilihan ganda yang memuat kemampuan penguasaan konsep siswa.

4. Guru dan Siswa Keterlaksanaan model pembelajaran children learning in science

(CLIS)berbantuan multimedia

Observasi Pedoman observasi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran sesuai dengan RPP dan LKS yang dikembangkan.


(20)

E. Prosedur penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian Studi literatur :

Analisis kurikulum dan materi fisika SMA, Analisis jurnal, buku mengenai pembelajaran dengan CLIS, konvensional media komputer.

Identifikasi Masalah

Penentuan materi pelajaran Penentuan subjek penelitian Pembuatan perangkat pembelajaran. Pembuatan instrumen

Mendesain dan membuat software pembelajaran. Judgement

Ujicoba instrumen Studi pendahuluan :

Wawancara dengan guru, Angket siswa

Pelaksanaan Tes Awal

Pembelajaran dengan model CLIS berbantuan multimedia

(kelas eksperimen)

Pembelajaran konvensional berbantuan multimedia (kelas

kontrol)

Pelaksanaan tes akhir

Data hasil tes awal dan tes akhir

Analisis data dan pembahasan temuan penelitian

Kesimpulan LKS

Lembar observasi, angket


(21)

F. Analisis Instrumen Penelitian

Analisis instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui kelayakan perangkat tes prestasi belajar. Analisis yang dilakukan meliputi analisis uji validitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas instrumen. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan software anates versi 4dan manual.

1. Taraf Kesukaran (Index Difficulty)

Taraf kesukaran suatu butir soal ialah perbandingan jumlah jawaban yang benar dari testee untuk suatu item dengan jumlah peserta testee (Arikunto, 2001:207). Taraf kesukaran dihitung dengan rumus:

JS B P

Keterangan :

P : Taraf Kesukaran

B : Banyaknya siswa yang menjawab benar JS : Jumlah Siswa / Testee

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha untuk memecahkannya. Sebaliknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00.Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal tersebut


(22)

terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal tersebut terlalu mudah. Kriteria indeks kesukaran suatu tes ditunjukan pada Tabel 3.3:

Tabel 3.3

Interpretasi Indeks Kesukaran

Indeks Tingkat Kesukaran

X < 0,3 Sukar

0,3 X < 0,7 Sedang

X 0,7 Mudah

(Suharsimi Arikunto, 2001: 210)

2. Daya Pembeda (Discriminating Power)

Arikunto (2001: 211) menyatakan bahwa, “Daya pembeda suatu butir soal adalah bagaimana kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan siswa yang termasuk kelompok atas (upper group) dengan siswa yang termasuk kelompok bawah (lower group).

Untuk menentukan daya pembeda, seluruh siswa diranking dari nilai tertinggi hingga terendah. Kemudian, diambil 50% skor teratas sebagai kelompok atas (JA) dan 50% skor terbawah sebagai kelompok bawah (JB).Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:

B B A A

J B J B

DP 

(Suharsimi Arikunto, 2001: 213) Keterangan :

DP : Daya Pembeda

BA : Jumlah kelompok atas yang menjawab benar JA : Jumlah testee kelompok atas

BB : Jumlah kelompok bawah yang menjawab benar (3.2)


(23)

JB : Jumlah testee kelompok bawah

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Tiga titik pada daya pembeda, yaitu:

-1.00 0.00 1.00

daya pembeda daya pembeda daya pembeda

negatif rendah tinggi

Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal “terbalik” menunjukkan kualitas peserta didik. Yaitu, peserta didik yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) disebut kurang pandai, sedangkan peserta didik yang

kurang pandai (belum menguasai materi yang ditanyakan) disebut pandai. Semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang. Interpretasi daya pembeda untuk nilai D positif ditunjukan pada Tabel 3.4

Tabel 3.4.

Interpretasi Daya Pembeda

Daya pembeda Klasifikasi

0,70  D < 1,00 Baik sekali (excellent)

0,41  D < 0,70 Baik (good)

0,20  D < 0,40 Cukup (satisfactory)

0,00  D < 0,20 Jelek (poor)

(Suharsimi Arikunto, 2001 :218)

3. Validitas

Validitas tes merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu instrumen sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2001: 65). Uji validitas tes yang digunakan adalah uji validitas isi (Content Validity) dan

uji validitas yang dihubungkan dengan kriteria (criteria related validity). Untuk


(24)

Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain, sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi. Dengan demikian, untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik, yakni teknik korelasi Pearson

Product Moment, yaitu :

  

 

 

  2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy

(Suharsimi Arikunto, 2001: 74)

Keterangan:

xy

r : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang

dikorelasikan.

N : Jumlah siswa uji coba (testee) X : Skor tiap item

Y : Skor total tiap butir soal

Untuk menginterpretasikan nilai koefisien korelasi yang diperoleh adalah dengan melihat tabel nilai r product moment seperti di tunjukan pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Batas signifikansi koefisien korelasi sebagaai berikut:

Df (N-2) P=0,05 P=0,01

10 0,576 0,708

15 0,482 0,606

20 0,423 0,549

25 0,381 0,496

30 0,349 0,449

40 0,304 0,393


(25)

4. Reliabilitas

Reliabilitas tes merupakan ukuran yang menyatakan konsistensi alat ukur yang digunakan. Arikunto (2001: 154) menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (tes). Suatu tes dapat mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.

Reliabilitas menunjukkan keajegan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Untuk mengetahui keajegan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil. Untuk mengetahui keajegan, maka teknik yang digunakan ialah dengan melihat koefisien korelasi dari tes tersebut.

Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode belah dua (split-half method) atas-bawah karena instrumen yang digunakan berupa soal pilihan ganda. Rumus pembelahan atas-bawah tersebut adalah sebagai berikut.

) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 2 1 11 r r r  

(Suharsimi Arikunto, 2001 : 93)

Keterangan:

11

r : Reliabilitas instrumen r

2 1 2

1 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Jika jumlah soal dalam tes adalah ganjil, maka rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes adalah rumus yang ditemukan oleh Kuder dan Richardson yaitu rumus K-R. 20 sebagai berikut.


(26)

               

2

2 11 1 S pq S n n r

Keterangan: r = reliabilitas tes secara keseluruhan 11

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

q1p

n = banyaknya item

S = standar deviasi dari item

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh adalah dengan melihat Tabel 3.6

Tabel 3.6

Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas 0,81  r  1,00 sangat tinggi 0,61  r  0,80 Tinggi 0,41  r  0,60 Cukup 0,21  r  0,40 Rendah 0,00  r  0,20 sangat rendah

(Suharsimi Arikunto, 2001: 75) G. Teknik Pengolahan Data

Data dari hasil pretes dan posttest dianalisis dengan langkah-langkah: 1. Pemberian Skor

Skor untuk soal pilihan ganda ditentukan berdasarkan metode Rights Only,

yaitu jawaban benar di beri skor satu dan jawaban salah atau butir soal yang tidak

dijawab diberi skor nol. Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah

jawaban yang benar. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus :


(27)

S = ∑ R dengan :

S = Skor siswa,

R = Jawaban siswa yang benar

2. Uji Homogenitas pre test

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data-data nilai yang didapat dari kelompok experimen dan kelompok kontrol ini memiliki kesamaan varians atau tidak.

3. Menghitung skor gain ternormalisasi

Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan berpikir kritis yang dikembangkan melalui model pembelajaran CLISberbantuan multimedia dihitung berdasarkan skor gain yang dinormalisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan perolehan gain masing-masing siswa. Untuk memperoleh skor gain yang dinormalisasi digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (Cheng, et.al, 2004) seperti persamaan 3.8 di bawah ini.

<g> = �− �

�− �

Keterangan :

<g> = gain ternormalisasi Si = skor ideal Tf = skor posttest Ti = skor pretest

Besar gain yang ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kriteria efektivitas pembelajaran fisika dengan kriteria sebagai berikut :

(3.6)


(28)

Tabel 3.7

Interpretasi Gain Skor Ternormalisasi Nilai gain ternormalisasi <g> Kriteria

 0,7 Tinggi

0,3 ≤ (<g>) < 0,7 Sedang

< 0,3 Rendah

Hake (Cheng, et.al, 2004) 4. Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik dan non-parametrik.

Uji parametrik dapat dilakukan jika asumsi-asumsi penelitian parametrik dipenuhi, antara lain jika data dalam pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah gain ternormalisasi yang dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varians yang homogen. Jika asumsi-asumsi penelitian parametrik tersebut tidak terpenuhi, maka pengujian terhadap hipotesis harus dilakukan dengan uji non-parametrik.Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas. a. Uji Nomalitas N gain

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji kenormalan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Uji normalitas ini juga dilakukan untuk mengetahui apakah sampel telah dapat mewakili populasi atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan tes chi-kuadrat. Rumus Chi-Kuadrat:

i i i hitung

E E

O 2

2

(Luhut P. Panggabean, 2001:133)


(29)

denganOiyaitu frekuensi observasi (pengamatan), Ei yaitu frekuensi

ekspektasi (diharapkan) dan 2hitung yaitu harga chi kuadrat yang diperoleh dari

hasil perhitungan. Setelah itu dibandingkan antara hargaχ2 hitungdenganχ2tabel. - Jika χ2 hitung< χ2tabel. , data berdistribusi normal.

- Jika χ2 hitung> χ2tabel. , data berdistribusi tidak normal. b. Uji Homogenitas N gain

Untuksampel yang terdistribusi normal, maka dilakukan uji homogenitas. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut:

a) Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus:

b) Menghitung nilai F (tingkat homogenitas), dengan menggunakanrumus:

k s

b s Fhitung 2

2

(Luhut Panggabean, 2001:151) dengan Fhitung= nilai homogenitas yang dicari

b

s2 = varians yang lebih besar k

s2 = varians yang lebih kecil

c) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F dari tabel tabel

hitung F

F  , artinya kedua sampel homogen tabel

hitung F

F

, artinya kedua sampel tidak homogen c. .Uji HipotesisN gain

Uji statistik parametricakan dilakukan jika gain kedua kelompok terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk menguji hipotesis


(30)

dengan menggunakan uji-t dengan sampel kecil (n<30) pada tingkat signifikansi 0,05 dengan tes satu ekor, rumus yang digunakan ialah :

          2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( N N N N S N S N M M t

(Luhut Panggabean, 2001) denganM1 adalah rata-rata skor N gain kelompok eksperimen , M2 adalah

rata-rata skor gain kelompok kontrol, N1 sama dengan N2 adalah jumlah siswa, s21

adalah varians skor kelompok eksperimen, dan s22 adalah varians skor kelompok

kontrol. Hipotesis yang diajukan diterima jika thitung>ttabel.

Jika distribusi datanya normal dan tidak homogen, maka dilakukan uji t’. Langkah-langkah yang dilakukan untuk uji t’ adalah sebagai berikut:

a) Menghitung nilai t’ dengan rumus:

           2 2 2 1 2 1 2 1 ' n s n s x x t

dengan x = rata-rata skor posttest; 1 x = rata-rata skor pretest; n1 = jumlah siswa 2 pada saat posttest; n2 = jumlah siswa pada saat pretest; s12 = variansi rata-rata skor posttest; s22 = variansi rata-rata skor pretest.

b) Mengkonsultasikan harga t’hit dengan t’tbl. H0 diterima jika

2 1 2 2 1 1 2 1 2 2 1 1 ' w w t w t w t w w t w t w        dengan: 1 2 1 1 n s

w  ;

2 2 2 2 n s

w  ; t1 = t(1-1/2),(n1-1); t2 = t(1-1/2),(n2-1) (3.10)


(31)

Jika distribusi datanya tidak normal, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik non-parametrik. Uji statistik non-parametrik yang akan digunakan jika asumsi parametrik tidak terpenuhi adalah uji Mann-Whitney U.Pengambilan keputusannya yaitu apabila nilai dari sig<½ α, dengan α=0,05, maka Hiditerima.

H. Hasil Analisis Ujicoba Instrumen

Uji coba tes dilakukan pada siswa SMA kelas XIdi salah satu sekolah di Garut. Soal tes penguasaan konsep yang diujicobakan berjumlah 20 butir soal dalam bentuk pilihan ganda dan soal tes keterampilan proses sains berjumlah 15 butir soal dalam bentuk pilihan ganda. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan program Anates V4 untuk menguji validitas soal, realibilitas tes, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran .

Berdasarkan hasil perhitungan validitas butir soal penguasaan konsep yang berjumlah 20 butir soal dengan bentuk pilihan ganda diperoleh 16 butir soal valid dan 4 butir soal tidak valid (dibuang). Dilihat dari reliabilitas tes penguasaan konsep diperoleh 0,76 yang termasuk dalam kategori tinggi . Sedangkan hasil analisis validitas butir soal keterampilan proses sains berjumlah 17 butir soal yang berbentuk pilihan ganda, terdapat 15 butir soal valid dan 2 butir soal tidak valid (dibuang). Sedangkan untuk reliabilitas diperoleh 0,54 yang termasuk dalam kategori cukup.

Dari 15 soal penguasaan konsep terbagi ke dalam 2 soal aspek hafalan (C1), 4 soal aspek pemahaman (C2), 7 soal aspek penerapan (C3) dan 2 soal aspek


(32)

analisis (C4). Sedangkan dari 15 soal keterampilan proses sains terbagi kedalam 1 soal kumunikasi (no 15), 3 soal interpretasi (no 1, 5,& 9), 2 soal klasifikasi (no 13 & 14), 3 soal merenvanakan percobaan (no 4, 11 dan 12), 2 soal mengamati (no 3 dan 10), 1 soal aplikasi konsep (no 2), dan 3 soal prediksi (no 6, 7 dan 8).


(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis

Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal. Data Perbandingan nilai rata-rata tes awal, tes akhir dan gain yang dinormalisasi (dalam persen) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Gambar 4.1. (Data lengkap hasil pengolahan skor tes dan N-gain penguasaan konsep kalor kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dalam Lampiran .

Gambar 4.1. Diagram Batang Perbandingan Nilai Rata-Rata Tes Awal, Tes Akhir dan Gain yang Dinormalisasi


(34)

Berdasarkan Gambar 4.1. diperoleh bahwa nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen ialah 0,63 dengan kategori sedang dan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk kelas kontrol ialah 0,52 dengan kategori sedang. Perbandingan nilai ini secara langsung menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) berbantuan multimedia dapat lebih efektif meningkatkan penguasaan konsep siswa pada konsep fluida statis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

2. Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep untuk Setiap Ranah Kognitif Indikator penguasaan konsep dalam penelitian ini didasarkan pada tingkatan domain kognitif Bloom yang dibatasi pada tingkatan domain hapalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan analisis (C4).

Perbandingan rata-rata N-gain untuk setiap indikator penguasaan konsep ditunjukkan oleh diagram batang pada Gambar 4.2.


(35)

Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Berdasarkan Gambar 4.2 perolehan rata-rata gain yang dinormalisasi penguasaan konsep siswa untuk setiap ranah kognitif pada pembelajaran dengan model CLIS berbantuan multimedia lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

3. Deskripsi Peningkatan Penguasaan Konsep Berdasarkan Label Konsep Konsep fluida statis yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari tiga label konsep (sub pokok bahasan) yaitu tekanan hidrostatis, hukum pascal dan hukum archimedes. Dari Tabel 4.3 menunjukkan prosentase nilai rata-rata N-gain subkonsep dari materi fluida statis untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol.

Perbandingan N-gain untuk setiap label konsep ditunjukkan oleh diagram batang pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Diagram Batang Perbandingan N-Gain untuk Setiap Label Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol


(36)

4. Analisis Data Tes Penguasaan Konsep a. Uji Normalitas

Menurut statistik sampel terdistribusi normal jika memiliki χ2hitung lebih

kecil dari χ2

tabel. yang dipakai oleh peneliti pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05). Hasil uji normalitas yang dilakukan terhadap kelas kontrol dan eksperiment yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Hasil Uji Normalitas Data Gain

Data yang diuji 2hitung

2 tabel

(X0,95(3)2 ) Kesimpulan

Kontrol 3.65 7.82 Normal

Eksperiment 4.65 7.82 Normal

Dengan mengkonsultasikan 2hitung pada 2tabel pada taraf signifikansi 0,05

atau interval kepercayaan 95% diperoleh 2hitung < 2tabel, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kelas kontrol dan kelas eksperiment berdistribusi normal.

Untuk perhitungan yang lebih lengkap dapat dilihat di lampiran. b. Uji Homogenitas

Menurut statistik, jika memiliki Fhitung lebih besar dari Ftabel yang dipakai oleh peneliti pada taraf kepercayaan 95% dan 99%, sebuah sampel dapat dikatakan homogen. Hasil uji homogenitas yang dilakukan terhadap kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diteliti adalah sebagai berikut:


(37)

Tabel 4.2

Hasil Uji Homogenitas Data Gain

Data yang diuji F hitung F 0.95 (31,31) F 0.99 (31,31) Kesimpulan

Pre-test 1,66 1.84 2.34 Homogen

Kontrol – Eksperiment 0,54 1.84 2.38 Homogen

Dengan mengkonsultasikan Fhitung pada Ftabel pada taraf signifikansi 0,05

atau interval kepercayaan 95% dan signifikansi 0,001 atau interval kepercayaan

99%, diperoleh bahwa Fhitung< Ftabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas

kontrol dan kelas eksperiment adalah sampel yang homogen. Untuk perhitungan

lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran. c. Uji Hipotesis

Menurut statistik, jika memiliki thitung lebih besar dari ttabel yang dipakai oleh peneliti pada taraf kepercayaan 95% dan v = 31, H0 ditolak dan H1 diterima.

Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melihat tabel distribusi t, harga t yang

diperoleh kemudian dikonsultasikan. Hasil uji hipotesis yang dilakukan terhadap

kelas kontrol dan eksperimen yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Uji Hipotesis Data Gain

Data yang diuji t hitung t 0.95 (31) Kesimpulan Kontrol – Eksperimen 3.375 2.040 H0 ditolak dan H1 diterima


(38)

Dengan mengkonsultasikan thitung pada ttabel pada taraf signifikansi 0,05 atau

interval kepercayaan 95% dan v = 31, diperoleh bahwa thitung > tTabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil uji-t ini adalah bahwa penggunaan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa pada konsep fluida statis dibandingkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

Dari deskripsi dan uji hipotesis di atas, dapat diketahui bahwa kedua kelas mengalami peningkatan penguasaan konsep. Setelah dilakukan perhitungan uji dua rerata gain yang dinormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol, siswa yang mengikuti pembelajaran fisika dengan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia memiliki peningkatan penguasaan konsep lebih signifikan dibandingkan kelas kontrol. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

5. Data Tes Keterampilan proses sains

Kemampuan keterampilan proses sains terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal. Data Perbandingan nilai rata-rata tes awal, tes akhir dan gain yang dinormalisasi (dalam persen) antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Gambar 4.2. (Data lengkap hasil pengolahan skor tes dan N-gain penguasaan konsep kalor kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dalam Lampiran .


(39)

Gambar 4.4. Diagram Batang Perbandingan Nilai Rata-Rata Tes Awal, Tes Akhir dan Gain yang Dinormalisasi

Berdasarkan Gambar 4.4. diperoleh bahwa nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk kelas eksperimen ialah 0,57 dengan kategori sedang dan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk kelas kontrol ialah 0,49 dengan kategori sedang. Perbandingan nilai ini secara langsung menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Children Learning in Science (CLIS) berbantuan multimedia dapat lebih efektif meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep fluida statis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

6. Deskripsi Peningkatan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Label Konsep

Konsep fluida statis yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari tiga label konsep (sub pokok bahasan) yaitu tekanan hidrostatis, hukum pascal dan hukum


(40)

archimedes. Dari Tabel 4.5 menunjukkan prosentase nilai rata-rata N-gain subkonsep dari materi fluida statis untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol.

Perbandingan N-gain untuk setiap label konsep ditunjukkan oleh diagram batang pada Gambar 4.5

.

Gambar 4.5. Diagram Batang Perbandingan N-Gain untuk Setiap Label Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa N-Gain keterampilan proses sains berdasarkan label konsep untuk kelas eksperimen tertinggi pada label konsep hukum archimedes sebesar 0,65 dengan kategori sedang dan terendah pada label konsep hukum pascal sebesar 0,45 dengan kategori rendah. Sementara pada kelas kontrol tertinggi pada label konsep hukum archimedes sebesar 0,61 dengan kategori sedang dan terendah pada label konsep hukum pascal sebesar 0,27 dengan kategori rendah. Dengan demikian persentase dan N-gain pencapaian keterampilan proses sain untuk setiap label konsep fluida statis kelas eksperimen


(41)

lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Data secara lengkap dapat dilhat pada Lampiran.

7. Deskripsi Peningkatan Keterampilan Proses Sains Berdasarkan Aspek KPS

Peningkatan keterampilan proses sains dapat dikelompokkan untuk setiap tipe keterampilan yaitu, keterampilan mengamati, interpretasi, klasifikasi, prediksi, aplikasi konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan. Nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk setiap tipe keterampilan proses sains untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol diperlihatkan oleh Gambar 4.6. Rekapitulasi nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk setiap tipe keterampilan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran.


(42)

Gambar 4.6. Diagram Batang Perbandingan Nilai Rata-Rata Gain yang Dinormalisasi Per Tipe Keterampilan Proses Sains

Berdasarkan Gambar 4.6 perolehan rata-rata gain yang dinormalisasi KPS siswa untuk setiap aspek KPS pada pembelajaran dengan model CLIS berbantuan multimedia lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

8. Analisis Data Tes keterampilan proses sains a. Uji Normalitas

Menurut statistik sampel terdistribusi normal jika memiliki χ2hitung lebih

kecil dari χ2

tabel. yang dipakai oleh peneliti pada tingkat kepercayaan 95% ( = 0.05). Hasil uji normalitas yang dilakukan terhadap kelas kontrol dan eksperiment yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Hasil Uji Normalitas Data Gain

Data yang diuji 2hitung

2 tabel (X0,95(3)2 )

Kesimpulan

Kontrol 3.10 7.82 Normal

Eksperiment 4.21 7.82 Normal

Dengan mengkonsultasikan 2hitung pada 2tabel pada taraf signifikansi 0,05

atau interval kepercayaan 95% diperoleh 2hitung < 2tabel, sehingga dapat

disimpulkan bahwa kelas kontrol dan kelas eksperiment berdistribusi normal.

Untuk perhitungan yang lebih lengkap dapat dilihat di lampiran. b. Uji Homogenitas


(43)

Menurut statistik, jika memiliki Fhitung lebih besar dari Ftabel yang dipakai oleh peneliti pada taraf kepercayaan 95% dan 99%, sebuah sampel dapat dikatakan homogen. Hasil uji homogenitas yang dilakukan terhadap kelas kontrol dan kelas eksperimen yang diteliti adalah sebagai berikut

Tabel 4.5

Hasil Uji Homogenitas Data Gain

Data yang diuji F hitung F 0.95 (31,31) F 0.99 (31,31) Kesimpulan

Pre-test 0,93 1.84 2.34 Homogen

Kontrol – Eksperiment 0,78 1.84 2.38 Homogen

Dengan mengkonsultasikan Fhitung pada Ftabel pada taraf signifikansi 0,05 atau interval kepercayaan 95% dan signifikansi 0,001 atau interval kepercayaan

99%, diperoleh bahwa Fhitung< Ftabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas

kontrol dan kelas eksperiment adalah sampel yang homogen. Untuk perhitungan

lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran. c. Uji Hipotesis

Menurut statistik, jika memiliki thitung lebih besar dari ttabel yang dipakai oleh peneliti pada taraf kepercayaan 95% dan v = 31, H0 ditolak dan H1 diterima.

Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melihat tabel distribusi t, harga t yang

diperoleh kemudian dikonsultasikan. Hasil uji hipotesis yang dilakukan terhadap

kelas kontrol dan eksperimen yang diteliti adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6

Hasil Uji Hipotesis Data Gain

Data yang diuji t hitung t 0.95 (31) Kesimpulan


(44)

Dengan mengkonsultasikan thitung pada ttabel pada taraf signifikansi 0,05 atau

interval kepercayaan 95% dan v = 31, diperoleh bahwa thitung > tTabel yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil uji-t ini adalah bahwa penggunaan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampial proses sains pada konsep fluida statis dibandingkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

Dari deskripsi dan uji hipotesis di atas, dapat diketahui bahwa kedua kelas mengalami peningkatan keterampilan proses sains. Setelah dilakukan perhitungan uji dua rerata gain yang dinormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol, siswa yang mengikuti pembelajaran fisika dengan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia memiliki peningkatan keterampilan proses sains lebih signifikan dibandingkan kelas kontrol. Hal ini berarti penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

9. Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS)

Model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) telah dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran dalam kelas, berikut adalah persentase keterlaksanaan prosedur pembelajaran yang telah diobservasi oleh observer seperti pada lampiran . Hasil yang didapat selama pertemuan I, II, dan III adalah sebagai berikut:


(45)

Tabel 4.9

Persentase Keterlaksanaan

Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) oleh Guru

No Tahapan CLIS

Pertemuan

I II III

Terlak sana

Tidak Terla ksana

Tidak Terlak sana

Tidak

1

Orientasi

Kegiatan guru

Kegiatan siswa

2

Pemunculan gagasan

Kegiatan guru

Kegiatan siswa

3

Penyusunan gagasan

Kegiatan guru

Kegiatan siswa

4

Penerapan gagasan

Kegiatan guru

Kegiatan siswa

5

Kaji ulang pelaksanaan gagasan

Kegiatan guru


(46)

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) dilaksanakan seluruhnya oleh guru pada pembelajaran I, pembelajaran II dan pembelajaran III.

Data aktivitas siswa diperoleh melalui observasi yang dilakukan oleh dua orang observer setiap pertemuan menggunakan lembar observasi. Dari hasil observasi aktivitas siswa selama pembelajaran model CLIS diperoleh bahwa siswa aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran berdasarkan panduan LKS yang telah disediakan. Keaktifan siswa terlihat dari kegiatan siswa dalam pengajuan hipotesis, kerja kelompok, melakukan praktikum, berdiskusi. Hasil observasi aktivitas siswa dan guru secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran .

2. Pembahasan

Pada bagian ini dibahas tentang peningkatan penguasaan konsep, peningkatan keterampilan proses sains, keterlaksanaan model dan korelasi antara penguasaan konsep dengan kemampuan berfikir kritis, berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya.

a. Penguasaan konsep Fluida Statis

Tes awal penguasaan konsep yang diberikan kepada siswa menunjukkan bahwa siswa kelas kontrol dan siswa kelas eksperimen memiliki tingkat penguasaan konsep yang sama sebelum pembelajaran. Setelah diberikan perlakuan yang sedikit berbeda kepada kedua kelompok kelas ini, tes akhir dengan soal yang sama dengan tes awal kembali diujikan kepada siswa, dan ternyata skor tes penguasaan konsep kelas kontrol dengan kelas eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan mengalami peningkatan dengan indeks


(47)

peningkatan yang berbeda, dimana rata-rata peningkatan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Rata-rata skor post test penguasaan konsep kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Penggunaan model pembelajaran CLIS ternyata lebih mampu meningkatkan penguasaan konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Hal ini disebabkan karena pada model pembelajaran CLIS, siswa diajak untuk mencari konsep melalui percobaan sehingga tidak hanya transfer informasi dari guru terhadap siswa.

Peningkatan penguasaan konsep tertinggi pada indikator hapalan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan nilai 0,84 dengan kategori tinggi sedangkan kelas kontrol 0,73 dengan kategori tinggi. Hal ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran CLIS. Model pembelajaran CLIS memberikan peluang pada siswa untuk lebih leluasa dalam belajar secara mandiri, saling bertukar pikiran dengan sesamanya dalam melakukan eksperimen. Disini siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Nur dan Wikandari (2000) bahwa guru dapat membantu siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi yang diberikan guru menjadi sangat bermakna dan relevan bagi siswa, dan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran CLIS lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep


(48)

dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional. Model CLIS yang diterapkan pada kelas eksperimen dapat menggali pengalaman siswa sebagai modal dasar dalam penemuan konsep-konsep baru. Hal ini senada dengan pernyataan Ausubel (Dahar, 1989) yang menyatakan bahwa agar sebuah pembelajaran menjadi bermakna, maka konsep baru atau informasi baru yang hendak diperoleh siswa harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Selain itu, model pembelajaran CLIS melatih kemampuan siswa untuk merumuskan hipotesis melalui kegiatan percobaan, sehingga setelah melalui proses pembelajaran ini siswa dapat memahami konsep yang dipelajari.

Konsep Fluida statis yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari tiga label konsep (sub pokok bahasan) yaitu tekanan hidrostatis, hukum pascal dan hukum arcimedes. Peningkatan N-gain penguasaan label konsep kalor tertinggi pada tekanan hidrostatis untuk kelas eksperimen sebesar 0,62 dengan kategori sedang. Hal ini dimungkinkan siswa lebih mudah memahami tekanan hidrostatis dibandingkan dengan materi lain. Sedangkan label konsep yang terrendah pada kelas eksperimen adalah hukum archimedes sebesar 0,52 dengan kategori rendah.

Berdasarkan perbandingan rata-rata N-gain penguasaan konsep kalor antara kelas eksperimen dan kontrol, menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran CLIS lebih efektif secara signifikan dalam meningkatkan penguasaan konsep dibanding penerapan model pembelajaran konvensional. b. Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Fluida statis


(49)

Berdasarkan hasil analisis data pretes keterampilan proses sains pada konsep Fluida statis, diketahui bahwa skor rata-rata kelas kontrol cenderung sama dengan kelas eksperimen sebelum penerapan model kegiatan laboratorium. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama.

Kedua kelompok kelas diberi perlakuan pembelajaran yang berbeda yaitu kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional sedangkan kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran CLIS. Untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa maka dilakukan posttest dan hasilnya dianalisis.

Berdasarkan hasil analisis data, siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran CLIS secara keseluruhan menunjukkan keterampilan proses sainsnya lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Tingginya perolehan skor posttest dan gain yang dinormalisasi kelas eksperimen disebabkan karena model pembelajaran CLIS mengarahkan siswa pada berbagai aktifitas seperti mengamati, meramalkan, menafsirkan, menerapkan konsep, merencanakan eksperimen dan mengkomunikasikan.

Dahar (1989) menyatakan bila seorang anak selama belajar sains hanya diberi informasi tentang sains yang sudah ada dengan cara mendengarkan penjelasan guru, maka sains itu sendiri akan berhenti berkembang. Sains bukan hanya pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, prinsip-prinsip, konsep-konsep dan teori-teori yang dikenal dengan produk sains, melainkan juga


(50)

keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang diperlukan untuk mencapai produk sains yang dikenal dengan proses sains.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rustaman (1997) mendefinisikan keterampilan proses sains sebagai keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori sains baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. Keterapilan proses sains ini dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran CLIS.

Peningkatan tertinggi keterampilan proses sains untuk kelas eksperimen adalah pada indikator keterampilan aplikasi konsep dengan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,83. Hal ini terjadi karena model pembelajaran CLIS bertujuan untuk membentuk pengetahuan (konsep) ke dalam memori siswa agar konsep tersebut bisa lebih di pahami dan dapat bertahan lama, akibatnya siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran CLIS bisa lebih mengaplikasikan konsep yang mereka miliki. Sedangkan peningkatan keterampilan proses sains kelas eksperimen terendah adalah pada keterampilan prediksi dengan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi sebesar 0,43. Hal ini disebabkan karena siswa tidak terbiasa dengan pengamatan siswa hanya mendapatkan pembelajaran secara konvensional dengan metode ceramah. Sedangkan berdasarkan definisi Keterampilan meramalkan dalam IPA ialah keterampilan memperkirakan yang didasarkan pada hasil pengamatan yang reliabel. Karena tidak terbiasa melakukan percobaan maka kemampuan prediksi siswa rendah.


(51)

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model CLIS secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model konvensional.

c. Aktivitas Guru dan Siswa pada Pembelajaran CLIS.

Model pembelajaran Children learning in science (CLIS) telah dilaksanakan dengan cukup baik oleh guru dalam pembelajaran dalam kelas, ditunjukkan dengan persentase keterlaksanaan prosedur pembelajaran yang telah diobservasi oleh observer seperti pada lampiran.

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa model pembelajaran Children learning in science (CLIS) dilaksanakan seluruhnya oleh guru pada pertemuan I, II dan III..

Aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi siswa selama tiga pertemuan. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa siswa melakukan aktivitas pembelajaran selama kegiatan orientasi, pemunculan dan kaji ulang penyusunan gagasan berlangsung dengan baik (100%). Tetapi presentase kegiatan pada tahap penyusunan gagasan hanya 93,3% dilakukan oleh siswa, dan pada tahap penerapan gagasaan hanya 83,3% di lakukan oleh siswa hal ini karena pada satu pertemuan siswa tidak dapat melakukan presentasi hasil percobaan kelompoknya karena keterbatasan waktu.

Kendala waktu merupakan faktor yang sangat penting sekali diperhatikan dalam penerapan model pembelajaran ini. Disamping itu pada fase percobaan


(52)

aktif perlu dibatasi waktunya karena memakan waktu cukup lama sehingga kesempatan siswa untuk mengkomunikasi hasil kesimpulannya menjadi berkurang.


(53)

77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model pembelajaran children learning in science (CLIS) pada pembelajaran fluida statis untuk mengembangkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep konsep dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

2. Model Pembelajaran CLIS secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi fluida statis dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran CLIS untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan pada konsep fluida statis maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Membiasakan anak melakukan kegiatan percobaan atau pengamatan baik dengan menggunakan model CLIS atau pun menggunakan model lain.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menggunakan model pembelajaran Children learning in science (CLIS) untuk pokok bahasan yang berbeda.


(54)

78

3. Tim pengamat (observer) yang terlibat dalam setiap pertemuan diusahakan tetap agar pengamatan dapat dilakukan secara maksimal dari setiap pembelajaran.


(55)

Daftar Pustaka

Amien, Moh. (1987). Mengajar Ilmu Pengetahuan (IPA) dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Arifin, Mulyani.et al.(2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Arikunto, S. (1995). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Arsyad, A.(2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Baihaqi, (2005), Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa SMP pada Sub Poko Bahasan Lensa dengan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum. Tesis pada SPs. UPI, Bandung: Tidak diterbitkan.

Clark, Donald. (2007). Learning Domains or Bloom’s Taxonomy [Online].Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/learning/learning.ht ml [19 agustus 2009]

Dahar, RWilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Driver. R. (1988).“changing conceptions”. Journal research in education 161-196.

Hake, R.R. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University Handayani S, nurmayanti dan lusi (2004). “Pengembangan Model Pembelajaran

Children Learning In science Meningkatkan Keterampilan Berpikir rasional”Jurnal pendidikan 5 (1).

Hayes, M. (2006).“Impact of animation on assessment of conceptual understanding in physics”,Physics Education Research 2.

Ikhsanuddin. (2007). Pembelajaran Inkuiri Berbasis Teknologi Informasi Untuk Mengembangkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kritis Siswa SMA Pada Topik Hidrolisis Garam. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.


(56)

Karyadinata, R. (2006). Aplikasi Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran Matematika Sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA. Disertasi SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : ALFABETA.

Liliasari.(2002).Pengembangan model pembelajaran Kimia untukmeningkatkanstartegikognitifmahasiswacalon guru dalammenerapkanberpikirkonseptualtingkattinggi

(studipengembanganberpikirkritisdankreatif), Laporanpenelitianhibahbersaing IX, 2002.

Panggabean, Luhut P. (1996). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Poerwadarminta, (1985),Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Rustaman, N dan Rustaman, A. (1997), Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan

Kurikulum 1994. Jakarta: Pusbuk Depdikbud.

Selahattin, G. Kocakaya. dan Inan (2006). “the effect of the computer assistedteaching and 7e model of the constructivist learning methods on the achievements and attitudes of high school students”. The Turkish Online Journal of Educational Technology.

Tipler. P. A (1998). Fisika untuk sains dan teknik. (alih bahasa : lea prasetio dan rahmat w). Jakarta : Erlangga

Wiendartun, Taufik dan Hery (2007). “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Terhadap Hasil Belajar Fisika”bandung :Proceeding of The First International Seminar on Science Education.

Yeh Chuang, L, Huei Yang. C, Hong Yang, C. (2001), Development and Evaluation of A Life Sciences Multimedia Learning System. Internationaljournal of The Computer, The Internet and Management, 9, (1). Zitzewitz, P.W et al. (2005). Physics principles and problem. Texas: The


(1)

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menggunakan model CLIS secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model konvensional.

c. Aktivitas Guru dan Siswa pada Pembelajaran CLIS.

Model pembelajaran Children learning in science (CLIS) telah dilaksanakan dengan cukup baik oleh guru dalam pembelajaran dalam kelas, ditunjukkan dengan persentase keterlaksanaan prosedur pembelajaran yang telah diobservasi oleh observer seperti pada lampiran.

Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa model pembelajaran Children learning in science (CLIS) dilaksanakan seluruhnya oleh guru pada pertemuan I, II dan III..

Aktivitas siswa diperoleh dari lembar observasi siswa selama tiga pertemuan. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa siswa melakukan aktivitas pembelajaran selama kegiatan orientasi, pemunculan dan kaji ulang penyusunan gagasan berlangsung dengan baik (100%). Tetapi presentase kegiatan pada tahap penyusunan gagasan hanya 93,3% dilakukan oleh siswa, dan pada tahap penerapan gagasaan hanya 83,3% di lakukan oleh siswa hal ini karena pada satu pertemuan siswa tidak dapat melakukan presentasi hasil percobaan


(2)

78 aktif perlu dibatasi waktunya karena memakan waktu cukup lama sehingga kesempatan siswa untuk mengkomunikasi hasil kesimpulannya menjadi berkurang.


(3)

77

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dan analisis hasil penelitian yang telah dilakukan tentang model pembelajaran children learning in science (CLIS) pada pembelajaran fluida statis untuk mengembangkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep konsep dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran CLIS berbantuan multimedia secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional berbantuan multimedia.

2. Model Pembelajaran CLIS secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi fluida statis dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model pembelajaran CLIS untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan pada konsep fluida statis maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:


(4)

78

3. Tim pengamat (observer) yang terlibat dalam setiap pertemuan diusahakan tetap agar pengamatan dapat dilakukan secara maksimal dari setiap pembelajaran.


(5)

Daftar Pustaka

Amien, Moh. (1987). Mengajar Ilmu Pengetahuan (IPA) dengan Metode Discovery dan Inquiry. Jakarta: Depdikbud.

Arifin, Mulyani.et al.(2003). Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Arikunto, S. (1995). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

Arsyad, A.(2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Baihaqi, (2005), Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa SMP pada Sub Poko Bahasan Lensa dengan Model Pembelajaran Berbasis Praktikum. Tesis pada SPs. UPI, Bandung: Tidak diterbitkan.

Clark, Donald. (2007). Learning Domains or Bloom’s Taxonomy [Online].Tersedia:http://www.nwlink.com/~donclark/learning/learning.ht ml [19 agustus 2009]

Dahar, RWilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Driver. R. (1988).“changing conceptions”. Journal research in education 161-196.

Hake, R.R. (1998). Analyzing Change/Gain Scores. Indiana: Indiana University Handayani S, nurmayanti dan lusi (2004). “Pengembangan Model Pembelajaran

Children Learning In science Meningkatkan Keterampilan Berpikir rasional”Jurnal pendidikan 5 (1).

Hayes, M. (2006).“Impact of animation on assessment of conceptual understanding in physics”,Physics Education Research 2.


(6)

80 Karyadinata, R. (2006). Aplikasi Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran Matematika Sebagai Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMA. Disertasi SPs UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : ALFABETA.

Liliasari.(2002).Pengembangan model pembelajaran Kimia

untukmeningkatkanstartegikognitifmahasiswacalon guru

dalammenerapkanberpikirkonseptualtingkattinggi (studipengembanganberpikirkritisdankreatif), Laporanpenelitianhibahbersaing IX, 2002.

Panggabean, Luhut P. (1996). Statistika Dasar. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.

Poerwadarminta, (1985),Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Rustaman, N dan Rustaman, A. (1997), Pokok-Pokok Pengajaran Biologi dan

Kurikulum 1994. Jakarta: Pusbuk Depdikbud.

Selahattin, G. Kocakaya. dan Inan (2006). “the effect of the computer assistedteaching and 7e model of the constructivist learning methods on the achievements and attitudes of high school students”. The Turkish Online Journal of Educational Technology.

Tipler. P. A (1998). Fisika untuk sains dan teknik. (alih bahasa : lea prasetio dan rahmat w). Jakarta : Erlangga

Wiendartun, Taufik dan Hery (2007). “Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multimedia Terhadap Hasil Belajar Fisika”bandung :Proceeding of The First International Seminar on Science Education.

Yeh Chuang, L, Huei Yang. C, Hong Yang, C. (2001), Development and Evaluation of A Life Sciences Multimedia Learning System. Internationaljournal of The Computer, The Internet and Management, 9, (1). Zitzewitz, P.W et al. (2005). Physics principles and problem. Texas: The


Dokumen yang terkait

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PENGUASAAN KONSEP FISIKA DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS)

0 12 65

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) DALAM PEMBELAJARAN IPA TERHADAP PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR.

2 7 51

PENERAPAN MODEL CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP IPA.

0 0 38

MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING BERBANTUAN WEBSITE PADA TOPIK FLUIDA DINAMIS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP.

0 1 33

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE (CLIS) DENGAN PENDEKATAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MTS PADA POKOK BAHASAN GELOMBANG.

1 4 47

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PEMAHAMAN KONSEP HUKUM NEWTON SISWA.

1 3 65

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERBANTUAN WEBSITE PADA KONSEP FLUIDA STATIS UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS XI.

0 0 47

PENGEMBANGAN LKS BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FLUIDA UNTUK SISWA SMA KELAS XI.

0 0 2

PENGEMBANGAN LKS BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FLUIDA UNTUK SISWA SMA KELAS XI.

0 0 2

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA POKOK BAHASAN FLUIDA

0 0 5