PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KETERAMPILAN UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN: Studi pada Pengrajin Karawo di Kabupaten Gorontalo.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Defenisi Operasional ... 13

F. Manfaat Penelitian ... 17

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 18

BAB II : LANDASAN TEORETIK A. Hakikat Pelatihan ... 21

B. Hakikat Keterampilan ... 46

C. Hakikat Perilaku Kewirausahaan ... 54

D. Penelitian Relevan ... 71 BAB III: METODE PENELITIAN


(2)

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 76

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 80

C. Subjek Penelitian ... 85

D. Langkah-Langkah Penelitian ... 85

E. Analisis Data ... 89

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 92

B. Pembahasan Penelitian...199

C. Keterbatasan Penelitian ...220

BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...224

B. Implikasi ...228

C. Rekomendasi ...230

Daftar Pustaka ...232

DAFTAR TABEL


(3)

2.1 Karakteristik Kewirausahaan 67

2.2 Matriks Perbedaan Hasil Penelitian 75

3.1 Prosedur atau Desain Penelitian 80

4.1 Penilaian Pakar Terhadap Rancangan Model 120

4.2 Mekanisme Pelaksanaan Model Pelatihan Keterampilan Karawo untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan

150

4.3 Rekapitulasi Data Perilaku Kewirausahaan Hasil Ujicoba Sebelum Menggunakan Model dan Setelah Menggunakan Model (Ujicoba Tahap 1)

154

4.4 Skor Perilaku Kewirausahaan Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pelatihan Keterampilan

156

4.5 Rangkuman Pengujian Pengaruh Penggunaan Model Pelatihan Keterampilan Terhadap Perilaku Kewirausahaan Para Pengrajin Karawo

159

4.6 Gambaran Peningkatan Skor Perilaku Kewirausahaan Setelah Diberikan Pelatihan Keterampilan Uji coba Tahap 1

160

4.7 Rekapitulasi Data Perilaku Kewirausahaan Sebelum Menggunakan Model dan Setelah Menggunakan Model (Ujicoba Tahap 2)

161

4.8 Rangkuman Pengujian Pengaruh Penggunaan Model Pelatihan Keterampilan Terhadap Perilaku Kewirausahaan Para Pengrajin Karawo pada Uji Coba tahap 2

162

4.9 Gambaran Peningkatan Skor Perilaku Kewirausahaan Setelah Diberikan Pelatihan Keterampilan pada Uji Coba Tahap 2

163

4.10 Perilaku Kewirausahaan Peserta Pelatihan Setelah Pelatihan 174 4.11 Perkembangan Model Berdasarkan Tahapan Penelitian 202

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman

1.1 Kerangka Berpikir Penelitian 20

2.1 Model pelatihan Joyce dan Weil 28


(4)

No Gambar Halaman 2.3 Identifikasi Kebutuhan Belajar menurut Ishak Abdulhak 36

2.4 Pelatihan Model Klasik 38

2.5 Imbalan bagi Wirausaha 67

3.1 The One Group Pre test – Post test Design 78

3.2 Langkah-Langkah Penelitian 89

3.3 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif 91 4.1 Kondisi Awal Model Pelatihan Keterampilan Membuat

Karawo

97

4.2 Konseptual Model Pelatihan Keterampilan untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan

99

4.3 Model Pelatihan Keterampilan untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan (Siap Uji Coba)

124

4.4 Model Pelatihan Keterampilan untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan Pengrajin Karawo (Hasil Uji Coba)

149

4.5 Perbandingan Rata-rata Skor Perilaku Kewirausahaan Sebelum Menggunakan Model Pelatihan Keterampilan, Ujicoba Pertama dan Ujicoba Kedua

204

4.6 Pengamatan Perilaku Kewirausahaan Pasca Pelatihan 211

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 237

2 Pedoman Observasi 238

3 Kurikulum Pembelajaran 242

4 Instrumen Wawancara 243

5 Pedoman Wawancara 244


(5)

No Lampiran Halaman

7 Instrumen Pretest dan Posttest 252

8 Kondisi Awal Pelatihan Karawo 261

9 Inventarisasi calon peserta pelatihan UKM karawo Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

262

10 Undangan Untuk Peserta 264

11 Daftar Peserta Pelatihan Keterampilan Karawo Di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

266

12 Biodata Peserta / Tutor Pelatihan Keterampilan Karawo Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

267

13 Identifikasi Calon Tutor Pelatihan Keterampilan Karawo Di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

268

14 Undangan Untuk Tutor 269

15 Tutor Pelatihan Keterampilan Karawo Di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

270

16 Silabus 271

17 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 272

18 Struktur Organisasi 294

19 Deskripsi Tugas Pelaksana Kegiatan Pelatihan 295 20 Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Keterampilan Karawo Di

Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

296

21 Identifikasi Sumber Pelatihan Keterampilan Karawo Di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

297

22 Identifikasi Kemungkinan Hambatan Pelatihan Keterampilan Karawo Di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

298

23 Biodata Instruktur Pelatihan Keterampilan Karawo Di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

299

24 Tata Tetib 300

25 Analisis Pasar 301

26 Data Penelitian 304

27 Dokumentasi Penelitian 312


(6)

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dalam segala aspek kehidupan, baik bersifat material maupun spritual. Di dalam proses pelaksanaan pembangunan menuntut keterlibatan semua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat baik secara kelembagaan maupun perorangan. Unsur lain yang tak kalah pentingnya dalam pelaksanaan pembangunan ini, selain keterlibatan semua pihak juga peningkatan potensi sumber daya manusia, karena pada dasarnya menyiapkan sumber daya manusia berkaitan erat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, mental dan keterampilan, sehingga pada saatnya dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan, baik sebagai pelaku maupun sebagai sasaran (objek).

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).


(8)

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Dari beberapa hasil survey tersebut nampak adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun nonformal dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Bangsa Indonesia seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusianya yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.

Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal, informal maupun nonformal. Hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Sejalan dengan kondisi empirik di atas, Mulyana (2008:1-2) menjelaskan disadari atau tidak, salah satu alternatif peningkatan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan, sebab kehidupan dan penghidupan yang sesuai dengan


(9)

nilai-nilai manusia baik secara individu maupun kelompok mutlak memerlukan bekal kemampuan yang dapat dibentuk melalui jalur pendidikan. Diharapkan dengan pendidikan, manusia mampu menghadapi tantangan di masa-masa yang akan datang serta menjadi manusia yang cerdas, terampil, mandiri dan bertanggung jawab (sense of responsibility). Pernyataan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut hampir dapat dipastikan tidak akan tercapai jika hanya mengandalkan pada program pendidikan formal semata. Ada tiga hal penting yang dapat memperjelas alasan seperti itu. Pertama; tidak semua warga negara memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengikuti pendidikan formal. Kedua; adanya keterbatasan program pendidikan formal, baik pada hakekatnya maupun peranannya untuk memikul tanggung jawab pelaksanaan fungsi dan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Ketiga; masyarakat yang terus berubah dan berkembang secara cepat sementara pendidikan formal sangat terbatas, untuk itu pencapaian tujuan pendidikan dan pelaksanaan fungsi pendidikan nasional perlu didukung oleh program pendidikan nonformal (Sudjiarto, 1992: 3).


(10)

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menegaskan bahwa ada tiga jalur pendidikan yang dapat ditempuh masyarakat untuk meningkatkan kualitas dirinya yaitu: jalur pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan pada sistem persekolahan dan jalur pendidikan informal serta nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan pada sistem di luar sekolah.

Program-program pendidikan nonformal tidak hanya dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan saja, akan tetapi dilaksanakan juga oleh dinas-dinas lain seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam bentuk pelatihan kerja. Warga masyarakat yang memperoleh layanan melalui program-program pendidikan nonformal tersebut, khususnya program pelatihan kerja, juga tidak hanya masyarakat kota, akan tetapi termasuk warga masyarakat desa, daerah terpencil, bahkan masyarakat adat.

Pelatihan kerja yang diberikan kepada masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan akan berdampak pada meningkatnya keterampilan mereka khususnya keterampilan kerja. Alhasil denganmeningkatnya keterampilan maka kemampuan melaksanakan pekerjaan akan meningkat, peningkatan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut diharapkan berdampak pada kemampuan untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi lokal sebagai sumber mata pencaharian.

Coombs & Ahmed (1974: 10) menegaskan bahwa rural people comprise

the vast majority of the populations in the develoving world and virtually all of them are potential clients for nonformal education whether they live on forms, in village, or in rural market town. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa


(11)

dalam upaya memperbaiki kehidupan dan penghidupan masyarakat, pembinaan melalui jalur pendidikan nonformal merupakan alternatif terbaik dan paling tepat. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Sudjana (1993: 203-204) bahwa dalam mengembangkan masyarakat, pendidikan nonformal dapat berperan dalam tiga hal. Pertama; menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya mereka untuk membebaskan diri dari kebodohan, imbalan atau upah kerja rendah, dan ketidakadilan dalam masyarakat. Kedua; membantu masyarakat untuk bisa hidup berorganisasi sehingga secara bersama dapat mempelajari keadaan kehidupannya serta menjajagi kesempatan yang berkaitan dengan pekerjaan, lapangan usaha, dan kemudahan yang dapat diperoleh seperti permodalan, bahan, alat yang dibutuhkan, dan pemasaran, serta informasi yang diperlukan. Ketiga; para pendidik dan tutor bekerja bersama dengan organisasi masyarakat dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan dan mendayagunakan prasarana sosial, politik, dan lingkungan masyarakat untuk membantu masyarakat agar mereka mampu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapinya.

Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu jenis pendidikan yang tepat untuk membantu masyarakat memecahkan kesulitan ekonomi masyarakat, dan dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan. Di Indonesia kewirausahaan telah menjadi mata pelajaran di beberapa sekolah dan atau lembaga pendidikan formal lainnya. Dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS), pendidikan kewirausahaan dapat terjadi melalui dua cara. Pertama; pendidikan kewirausahaan merupakan program tersendiri seperti pelatihan, kelompok belajar usaha, magang, kelompok pemuda produktif, kursus dan satuan belajar sejenis lainnya. Kedua;


(12)

mengintegrasikan pembelajaran kewirausahaan ke dalam kurikulum atau rencana belajar yang bertujuan: (1) agar warga belajar mampu hidup mandiri dan memiliki keterampilan yang dapat dipergunakan sebagai sumber mata pencaharian, (2) memiliki bekal keterampilan untuk hidup lebih produktif, dan (3) mampu membuka usaha sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga (Sudjana, 2000: 130).

Hasil penelitian Bunyamin (dalam Sudjana, 2004: 32) tentang perintisan wirausaha atau wirausaha baru, menyimpulkan bahwa kewirausahaan dapat dipelajari antara lain melalui kegiatan pelatihan, akan tetapi keberhasilannya dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain; (1) latar belakang pendidikan peserta, (2) pengalaman kerja peserta, (3) kurikulum dan manajemen pengelolaan pelatihan.

Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa; (1) kewirausahaan itu dapat diajarkan melalui kegiatan pelatihan, (2) latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja peserta belajar dapat mempengaruhi hasil belajar, (3) percaya diri, aktif mengemukakan pendapat, tanggung jawab, dan disiplin, dapat meningkatkan keterampilan dan sikap kemitraan, (4) pelatihan keterampilan yang efektif dapat menumbuhkan kreativitas dan produktivitas berusaha.

Merujuk pada data hasil penelitian tersebut perilaku kewirausahaan sangat penting untuk dikembangkan pada diri pengrajin, khususnya pengrajin karawo di Gorontalo. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan adanya perilaku kewirausahaan yang tinggi dari para pengrajin akan memberikan dampak peningkatan keterampilan dan kesejahteraan. Peningkatan perilaku dan jiwa


(13)

wirausaha pengrajin karawo dapat dilaksanakan melalui pelatihan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dengan karawo.

Di lain pihak pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo belum dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Pelatihan yang dilaksanakan belum memasukkan nilai-nilai kewirausahaan, selain itu pelaksanaan pelatihan masih terbatas pada transfer ilmu, fungsi-fungsi manajemen pelatihan belum dilaksanakan dengan baik. Penyelenggara dan fasilitator hanya berusaha menyelesaikan pelatihan tanpa memperhatikan dampak penyelenggaraan pelatihan tersebut, seperti peningkatan perilaku kewirausahaan peserta pelatihan dalam mengelola usahanya.

Pada tahapanpelaksanaan pelatihan, penerapan fungsi-fungsi manajemen seperti: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan tidak dilaksanakan secara optimal. Perencanaan yang dilakukan oleh penyelenggara pelatihan mencakup rekrutmen peserta pelatihan, rekrutmen tutor, penetapan materi dan penyusunan program pembelajaran. Kegiatan pengorganisasian yang dilaksanakan adalah pembentukan penanggung jawab dan pembagian tugas. Aktifitas pada kegiatan pelaksanaan meliputi kegiatan program pelatihan baik kegiatan penyelenggara, fasilitator dan peserta. Pembinaan dilaksanakan oleh internal dan eksternal. Penilaian dilaksanakan hanya pada kegiatan pelatihan, sedangkan dampak yang diperhatikan meliputi: peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku wirausaha.


(14)

Fungsi-fungsi manajemen tersebut secara keseluruhan tidak dilaksanakan. Penyelenggara dalam merekrutmen peserta dan fasilitator hanya melihat data yang ada pada pelaksanaan pelatihan-pelatihan sebelumnya tanpa melakukan analisis terhadap kebutuhan pelatihan peserta didik dan fasilitator. Selain itu, belum adanya penetapan tata tertib bagi pelaksanaan pelatihan untuk fasilitator maupun peserta sehingga pelatihan tidak berlangsung secara efektif dan efesien. Demikian pula pada aspek-aspek lainnya. Dampak dari kurang efektifnya pelatihan yang dilaksanakan menyebabkan peserta tidak dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam mengelola karawo baik pada aspek pengembangan desain maupun model karawo. Demikian pula dengan perilaku wirausaha pengrajin. Jiwa wirausahanya tidak mengalami peningkatan dan masih menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak disiplin, kerja sama yang kurang, tidak inovatif, produktivitas rendah, dan tidak berorientasi masa depan. Oleh sebab itu, perlu adanya pengembangan model pelatihan dalam usaha meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo dalam mengembangkan usaha. Pelatihan kewirausahaan yang diberikan kepada pengrajin karawo memiliki peluang untuk dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil dengan menerapkan model-model pelatihan yang dapat meningkatkan motivasi masyarakat untuk belajar secara mandiri sehingga meningkatkan jiwa kewirausahaannya.

Model pelatihan yang dimaksudkan adalah model pelatihan yang melibatkan seluruh komponen untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif dalam mencapai tujuan belajar. Strategi pembelajaran yang digunakan pada umumnya cenderung konvensional dengan target orientasi pencapaian materi


(15)

bukan perubahan perilaku warga belajar. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan pendekatan dan model pelatihan yang bersifat pedagogis, belum memadukan pendekatan kontinum antara pedagogis dan andragogi. Kondisi ini tidak dapat menumbuhkan partisipasi warga belajar secara optimal dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan kondisi di atas makaperlu dirancang model pelatihan yang baru sebagai model pengembangan dari model-model pelatihan yang sudah ada. Pengembangan model pelatihan tersebut dibuat sesuai kebutuhan warga belajar serta potensi yang tersedia sehingga melalui pelatihan dapat ditingkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai keluarannya, serta berdampak pada peningkatan perilaku kewirausahaan serta kesejahteraan keluarga.

Pengembangan model pelatihan yang dibuat adalah pengembangan model pelatihan keterampilan dalam meningkatkan perilaku kewirausahaan. Model tersebut diasumsikan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, keterampilan dan perilaku wirausaha warga belajar sebagai ouput, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga sebagai outcome

pelatihannya. Pengembangan model pelatihan tersebut diimplementasikan pada pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.

B.Identifikasi Masalah

Pelatihan keterampilan bagi pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo telah dilaksanakan secara kontinu. Hal ini berkenaan dengan tujuan agar pengrajin dapat mengembangkan kerajinan tangan karawo dengan baik. Mengingat bahwa


(16)

kerajinan tangan karawo merupakan salah satu produk yang tengah dikembangkan oleh pemerintah, sebagai aset kebanggaan daerah.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan keterampilan pengrajin karawo adalah melalui pelatihan. Namun sampai dengan tahun 2011, terdapat 35% pengrajin yang sudah dapat mengaplikasikan hasil pelatihan dengan baik, sedangkan 65% pengrajin masih tetap melaksanakan aktivitas mengarawo sebagaimana biasanya. Sementara itu, kriteria yang harus dicapai setelah pelatihan seperti pengembangan perilaku kewirausahaan belum nampak pada pengrajin. (Dinas Perindustrian Kabupaten Gorontalo: 2010)

Beberapa faktor penyebab belum meningkatnya jiwa kewirausahaan pengrajin karawo setelah mengikuti pelatihan antara lain disebabkan oleh empat alasan sebagai berikut: Pertama, program pelatihan yang dilaksanakan belum terstruktur dengan baik. Program yang dilaksanakan belum menerapkan fungsi-fungsi manajemen seperti: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan tidak dilaksanakan secara optimal. Perencanaan yang dilakukan oleh penyelenggara pelatihan mencakup rekrutmen peserta pelatihan, rekrutmen tutor, penetapan materi dan penyusunan program pembelajaran. Kegiatan pengorganisasian yang dilaksanakan adalah pembentukan penanggung jawab dan pembagian tugas. Pada pelaksanaan, kegiatan yang dilaksanakan adalah program pelatihan menyangkut kegiatan penyelenggara, fasilitator dan peserta. Pembinaan dilaksanakan oleh internal dan eksternal. Penilaian dilaksanakan hanya pada kegiatan pelatihan, sedangkan dampak yang


(17)

diperhatikan meliputi: peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku wirausaha.

Kedua adalah pembinaan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelatihan atau lembaga terkait belum dilaksanakan secara optimal setelah kegiatan pelatihan berlangsung. Pengrajin karawo dalam melaksanakan aktivitas mengarawo tidak diberikan bimbingan dan pembinaan sehingga perilaku kewirausahaan yang diharapkan tidak meningkat.

Ketiga adalah model pembelajaran yang diterapkan dalam pelatihan masih terbatas pada transfer ilmu kepada pengrajin, sedangkan pengembangan perilaku kewirausahaan belum dilaksanakan dan belum menjadi prioritas dalam pelaksanaan pelatihan, dan alasan keempat adalah pengembangan model pelatihan belum dilaksanakan oleh penyelenggara dalam pelaksanaan setiap pelatihan.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo, maka dipandang urgen melakukan pengembangan pada model pelatihan keterampilan agar para peserta setelah mengikuti pelatihan berkompetisi dalam usaha karawo. C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Mengacu pada beberapa permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini difokuskan pada permasalahan: Bagaimanakah model pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.


(18)

Dalam upaya memecahkan masalah tersebut, maka dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi objektif pelatihan keterampilan karawo di Kabupaten Gorontalo?

2. Bagaimana model konseptual pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo?

3. Bagaimana efektivitas model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo?

4. Bagaimana faktor-faktor pendorong dan penghambat penerapan model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan tujuan umum tersebut, maka dirumuskan tujuan khusus penelitian ini yakni untuk:

1. Mendeskripsikan kondisi objektif pelatihan keterampilan karawo di Kabupaten Gorontalo.

2. Mengembangkan model konseptual pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.

3. Mengetahui efektivitas model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.


(19)

4. Menemukan faktor-faktor pendorong dan penghambat penerapan model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.

E. Definisi Operasional

Definisi Operasional mutlak diperlukan agar menghindari kesalahan dalam pengtafsiran tentang penelitian ini, maka peneliti menguraikan defenisi operasional yang berhubungan dengan penelitian ini, sebagai berikut:

1. Model Pelatihan

Model pelatihan disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pelatihan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, analisis sistem, atau teori-teori yang mendukung. Mempelajari model pelatihan berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pelatihan. Model tersebut merupakan pola yang diharapkan. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133) mengemukakan bahwa model pelatihan adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Menurut Oliva (1992:413), “models of teaching are strategies based on

theories (and often the research) of educators, psychologist, philosophers, and others who question how individual learn”. Hal ini berarti setiap model mengajar

atau pembelajaran harus mengandung suatu rasional yang didasarkan pada teori, berisi serangkaian langkah strategi yang dilakukan tutor maupun siswa, didukung


(20)

dengan sistem penunjang atau fasilitas pembelajaran, dan metode untuk mengevaluasi kemajuan belajar siswa.

Suatu model pelatihan dianggap efektif manakala mampu dilandasi kurikulum, pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan belajar sasaran didik dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengahnya. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus dalam membangun sebuah model pelatihan yang efektif dan efesien.

Mengacu pada penjelasan di atas yang dimaksud model pelatihan dalam penelitian ini adalah suatu rancangan pembelajaran mengacu pada keterlibatan warga belajar dalam menentukan tujuan, materi, metode, dan evaluasi dalam meningkatkan keterampilan sehingga perilaku kewirausahaan warga belajar meningkat.

2. Keterampilan

Keterampilan adalah suatu keterampilan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat yang sekaligus merupakan produk kerajinan tangan daerah Gorontalo berupa sulaman dengan menggunakan bahan tekstil tenunan silang polos yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan baik di tingkat nasional maupun internasional (Dikpora Gorontalo, 2010: 3).

Mengacu pada penjelasan di atas yang dimaksud dengan keterampilan dalam penelitian ini adalah pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dalam membuat karawo dengan memanfaatkan potensi-potensi lokal sehingga dapat meningkatkan pendapatan keluarga.


(21)

3. Perilaku Kewirausahaan

Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat di pelajari. (Notoatmojo, S 1997: 32). Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Kasmir, 2007: 3). Lebih lanjut Jacius (1974: 112) mengatakan bahwa perilaku merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Berdasarkan pendapat para pakar diatas maka, penulis berkesimpulan bahwa perilaku merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa: (1) perilaku ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu, (2) perilaku merupakan hasil belajar manusia, sehingga perilaku dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar, (3) perilaku selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri, (4) perilaku dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet obyek sejenis, (5) perilaku memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi.

Kewirausahaan adalah usaha kreatif yang dibangun berdasarkan inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru, memiliki nilai tambah, memberi manfaat, menciptakan lapangan kerja dan hasilnya berguna bagi orang lain (Soegoto, 2009:


(22)

3). Dari pendapat tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wirausahawan adalah individu-individu yang memanfaatkan waktu yang tersedia untuk berusaha dan menciptakan lapangan kerja, selalu berusaha melakukan inovasi-inovasi dan pembaharuan-pembaharuan terhadap bidang-bidang pekerjaan sehingga dapat mengembangkan usaha.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Alma (dalam Kamil, 2010: 123-124) menegaskan karakteristik dihubungkan dengan watak yang harus dimiliki oleh wirausaha adalah 1) percaya diri, 2) berorientasi tugas dan hasil, 3) pengambilan resiko, 4) kepemimpinan, 5) keorisinilan dan 6) berorientasi masa depan.

Merujuk pada pendapat diatas, seorang wirausahawan harus memiliki karakteristik perilaku wirausaha. Perilaku sangat dipengaruhi oleh sifat dan watak yang dimiliki oleh seseorang. Sifat dan watak yang baik, berorientasi pada kemajuan dan positif merupakan sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang wirausahawan agar wirausahawan tersebut dapat maju/sukses. Perilaku yang ditunjukkan oleh individu yang memiliki perilaku kewirausahaan adalah perilaku yang menunjukkan; percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan.

Berdasarkan penjelasan di atas, yang dimaksud dengan perilaku kewirausahaan dalam penelitian ini adalah suatu kemampuan berpikir kreatif, dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, dan proses dalam menghadapi tantangan hidup dengan indikator: percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi masa depan.


(23)

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi manfaat teoretis, praktis dan kebijakan.

1. Manfaat secara teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan konseptual model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengembangan perilaku kewirausahaan dalam usaha peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

b. Memberikan sumbangan pemikiran dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan khususnya pemerintah Kabupaten Gorontalo demi mengatasi permasalahan model pengembangan pelatihan keterampilan.

3. Kebijakan

Secara policy, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu dasar pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah dalam pengembangan kerajinan karawo, terutama dalam pengembangan usaha melalui pemberian bantuan modal dan peningkatan keterampilan pengrajin karawo melalui pelatihan-pelatihan dan pendampingan teknis.


(24)

G. Kerangka Pikir Penelitian

Pelatihan keterampilan yang diselenggarakan bagi pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku kewirausahaan sehingga dapat melakukan kegiatan usaha baru sebagai pengembangan dari hasil kerajinan tangan karawo yang mereka laksanakan dan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

Keberhasilan suatu program pelatihan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dominan, antara lain: (1) row input, ( 2) instrumen input, (3) proses, (4)

ouput, dan (5) outcome. Faktor-faktor tersebut selanjutnya menjadi bahan dalam

pengelolaan pelatihan yaitu bagaimana membuat perencanaannya, pengorganisasian, pelaksanaan dan bagaimana mengevaluasinya.

Inti dari pelatihan adalah melaksanakan pembelajaran, ada beberapa komponen yang diperlukan untuk terselenggaranya pembelajaran antara lain warga belajar, tutor/pamong belajar/instruktur, sarana belajar, materi, metode pembelajaran dan waktu serta biaya. Dengan demikian maka keberhasilan pembelajaran akan dipengaruhi oleh komponen-konponen tersebut.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo telah melaksanakan berbagai upaya dalam memberdayakan pengrajin karawo dengan melaksanakan pelatihan keterampilan yang telah dilaksanakan pada tahun 2008 dan tahun 2010. Akan tetapi pelatihan tersebut belum dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo sehingga belum berdampak pada pengelolaan usaha baru yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.


(25)

Berdasarkan keadaan di atas, maka perlu dilakukan pelatihan baru yang dikembangkan dari pelatihan yang diberikan sebelumnya sehingga pelatihan tersebut dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Peningkatan ini diharapkan dapat memotivasi pengrajin untuk menekuni usaha ini yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Model pelatihan yang dikembangkan tercermin dalam judul penelitian pengembangan model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo. Perbedaan model pelatihan yang dikembangkan oleh peneliti dengan model pelatihan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Gorontalo adalah: (1) mengoptimalkan keterlibatan peserta dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian, (2) menerapkan fungsi-fungsi manajemen seperti: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan secara optimal, (3) menjadikan peningkatan perilaku kewirausahaan peserta sebagai prioritas. Secara umum kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini terangkum dalam gambar berikut ini.


(26)

Gambar 1.1. Kerangka Pikir Penelitian

Pada gambar di atas terlihat bahwa pengembangan model pelatihan keterampilan dilakukan dengan memperhatikan kondisi objektif dan empirik, teoretik, penilaian pakar, dan keterlaksanaan model. Tujuan akhirnya adalah adanya peningkatan perilaku kewirausahaan. Perilaku kewirausahaan yang tinggi diharapkan berdampak pada pembentukan atau peningkatan usaha kerajinan karawo. Kerajinan usaha karawo yang berkembang baik diharapkan berdampak pada kesejahteraan para pengrajin.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Kualitatif

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif ini digunakan dalam proses pengembangan model pembelajaran keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan yang meliputi kegiatan: (1) studi pendahuluan, (2) perumusan model konseptual, (3) validasi dan revisi model, (4) uji coba terbatas, (5) revisi model, (6) uji coba model (lapangan), (7) penyempurnaan model/validasi, (8) penetapan produk akhir model pembelajaran. Proses ini membutuhkan analisis dan penjelasan tentang pendapat, keyakinan, persepsi serta menganalisis kegiatan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukardi (2005: 2) yang menjelaskan bahwa tujuan penelitian kualitatif adalah menerangkan dan menganalisis orang dan kumpulan dari kegiatan-kegiatan, keyakinan, pikiran dan persepsi dalam suatu kegiatan.

Nana Syaodih (2006: 60) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama yaitu, menggambarkan dan mengungkap (to

describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).


(28)

Penelitian ini melakukan analisis terhadap pendapat para pakar terkait dengan validasi ahli/pakar, yang meliputi: (1) pakar/ahli keterampilan, (2) pakar PLS. Penentuan pakar/ahli yang dimaksud berdasarkan pada beberapa pertimbangan: (1) ahli dalam keterampilan baik sebagai desainer maupun fasilitator, (2) praktisi, (3) aktif sebagai dosen Universitas Negeri Gorontalo (UNG) pada program studi Pendidikan Luar Sekolah, (4) mempunyai latar belakang pendidikan sesuai keahlian masing, (5) setiap ahli diwakili oleh 2 orang pakar maupun praktisi. Analisis juga dilakukan oleh teman sejawat untuk mendapatkan masukan tentang pengembangan model yang telah disusun. Analisis kualitatif ini digunakan untuk menganalisis data uji coba lapangan baik pada uji coba tahap pertama maupun pada uji coba tahap kedua.

b. Pendekatan kuantitatif

Pendekatan kuantitatif digunakan dalam proses uji coba model pelatihan keterampilan yang telah dikembangkan. Pengujian menggunakan desain pra eksperimen dilakukan untuk menguji efektifitas model pelatihan keterampilan yang telah dikembangkan, sehingga diperoleh model pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan. Sugiyono (2007: 72) menjelaskan bahwa penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang dikendalikan. Dijelaskan pula bahwa penelitian eksperimen merupakan bagian dari metode kuantitatif yang mempunyai ciri khas tersendiri.


(29)

Disain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi

experiment dengan Desain ““The One-Group Pretest-Posttest Design”

(Campbell, dalam Sugiyono, 2007: 73) yang bagannya sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Postest

O1 X O2

Gambar 3.1. The One-Group Pretest-Posttest Design Keterangan:

O1 : Observasi perilaku kewirausahaan sebelum penerapan model O2 : Observasi perilaku kewirausahaan setelah penerapan model X : Perlakuan yang diberikan

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode research and development (R& D). Menurut Borg dan Gall (1983: 624) yang dimaksud dengan penelitian dan pengembangan adalah: “a process develop and validate

educational product”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa produk pendidikan tidak

hanya objek-objek material, seperti buku teks, film untuk pengajaran, prosedur dan proses seperti metode mengajar, atau pengorganisasian pengajaran. Wujudnya dapat berupa tujuan belajar, metode, kurikulum, evaluasi, baik perangkat keras, lunak maupun cara atau prosedurnya.

Selaras dengan pemikiran tersebut, yang menjadi tujuan utama dalam penelitian ini, untuk menemukan atau membuat model pelatihan baru dan atau perbaikan terhadap produk lama pendidikan guna menumbuhkembangkan budaya kewirausahaan di dalam masyarakat untuk mendorong terciptanya masyarakat


(30)

mandiri dan siap menjadi wirausaha baru melalui optimalisasi masyarakat dalam unit-unit usaha dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk dapat menghasilkan model pelatihan baru digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan, dan untuk menguji kefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen.

Prosedur penelitian dan pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur yang dikemukakan oleh Borg dan Gall (1983: 25) adalah (1) melakukan studi pendahuluan, yakni untuk memperoleh data empiric (melalui observasi) tentang kondisi warga belajar dan studi teoretik (studi literature), yakni konseptual yang terkait dengan data awal (empiric) yang diperoleh, (2) mengembangkan model yang akan diimplementaikan, yakni melihat validitas dari model tersebut. Validitas dilakukan melalui kegiatan “seminar terbatas” dengan mengundang para pakar atau praktisi bidang pendidikan luar sekolah dan instruktur untuk melihat kelemahan dari model yang disusun, (3) merevisi (memperbaiki) model berdasarkan masukan pada pakar (praktisi) sampai model tersebut siap untuk diuji cobakan (mungkin masih diperlukan pertemuan dengan para pakar yang relevan), (4) uji coba model tahap pertama, yakni dengan One

Group Prestest-Postest Only Design) dengan tujuan melihat keefektifan model

tersebut melalui pengamatan, wawancara atau angket, (5) revisi model awal, yakni analisis dan penyempurnaan model tersebut berdasarkan hasil uji coba awal di lapangan, (6) uji coba tahap kedua pelaksanaan di lapangan, yakni dengan One


(31)

memperbaiki hal-hal yang masih lemah atau kurang efektif, dan (8) final pengembangan model pelatihan keterampilan.

Prosedur penelitian di atas dapat digambarkan dalam desain penelitian sebagaimana dalam tabel berikut ini.

Tabel 3.1 Prosedur atau Desain Penelitian

No Tahapan Penelitian Jenis Analisis Produk 1 Studi pendahuluan Kualitatif Informasi lapangan 2 Perumusan model

konseptual

Kualitatif Draft Model konseptual pelatihan berdasarkan kondisi lapangan.

3 Validasi pakar dan revisi Model Konseptual

Kualitatif dan Kuantitatif

Model pelatihan keterampilan berdasarkan validasi pakar 4 Uji Coba Tahap

Pertama: Uji Coba Model Konseptual

Kualitatif dan Kuantitatif

Data perilaku kewirausahaan sebagai dampak dari implementasi model pelatihan karawo.

5 Revisi Uji Coba Tahap Pertama

Kualitatif dan Kuantitatif

Rekomendasi perbaikan model berdasarkan hasil uji coba pertama

6 Uji Coba Tahap Kedua: Uji Coba Model Konseptual

Kualitatif dan Kuantitatif

Data perilaku kewirausahaan sebagai dampak dari implementasi model pelatihan karawo yang telah diperbaki berdasarkan uji coba pertama. 7 Penyempurnaan

Model (Validasi)

Kualitatif dan Kuantitatif

Rekomendasi penetapan

model pelatihan

keterampilan.

8 Penetapan model - Model akhir

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Keberhasilan suatu penelitian dengan teknik kualitatif sangat tergantung pada ketelitian, kelengkapan catatan lapangan (field notes) yang disusun oleh peneliti. Catatan lapangan tersebut disusun melalui observasi, wawancara dan


(32)

studi dokumenter. Ketiga teknik pengumpulan data ini untuk memperoleh informasi yang saling menunjang dan melengkapi.

Mengacu pada pendapat di atas, teknik pengumpulan data untuk studi awal dan pelaksanaan penelitian yang digunakan meliputi; (a) pengamatan partisipasi, (b) wawancara, (c) studi dokumentasi, (d) angket diberikan sebelum (pretest) dan sesudah pengembangan model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan (posttest). Observasi partisipasi (partisipation observation), dilakukan oleh pengamat dengan melibatkan dirinya dalam suatu

kegiatan yang sedang dilakukan atau sedang dialami orang lain, sedangkan orang lain tidak mengetahui bahwa dia atau mereka sedang diobservasi. Singarimbun (dalam Moleong, 1990: 109) mengemukakan bahwa kegiatan wawancara melibatkan komponen-komponen, yaitu; isi pertanyaan, pewawancara, responden, dan situasi wawancara. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen yang ada di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, unit-unit usaha karawo, dan masyarakat konsumen yang berkaitan dengan fokus penelitian sebagai pelengkap keluasan analisis data.

1. Teknik Observasi

Teknik observasi adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologi dan psikologis yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan lain-lainnya. Intensitas partisipasi pengamat dapat dilakukan dalam lima tingkatan yaitu dari partisipasi nihil (non pariticipation), partisipasi pasif (pasive partisipation), partisipasi sedang (moderate partisipation), partisipasi aktif (active partisipation), sampai


(33)

dengan partisipasi penuh (complete partisipation). Peneliti melakukan observasi dengan tingkatan partisipasi moderat dengan mempertimbangkan kedudukan peneliti dan sifat penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti melakukan observasi mulai dari kegiatan sebagai penonton, sewaktu-waktu turut serta dalam situasi atau kegiatan pelaksanaan pelatihan keterampilan yang berlangsung.

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku pengrajin karawo, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Teknik ini digunakan pada studi pendahuluan dan implementasi model pelatihan keterampilan melalui uji coba tahap pertama dan uji coba tahap kedua. Dalam melaksanakan observasi, digunakan instrumen berupa pedoman observasi.

2. Teknik Wawancara

Teknik ini digunakan untuk memperoleh data awal yang berkenaan dengan pelaksanaan pelatihan keterampilan yang selama ini telah dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau pihak terkait lainnya. Data hasil wawancara ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.

Penggunaan teknik wawancara diharapkan dapat memperoleh data yang berhubungan dengan kebiasaan, norma-norma yang berlaku, kebutuhan, potensi,


(34)

serta kendala dan upaya untuk mengantisipasinya. Penggunaan teknik wawancara juga diharapkan dapat mengetahui secara mendalam hal-hal yang sudah mereka lakukan, rasakan, hasil yang telah didapat serta pengalaman yang mereka inginkan. Sukardi (2005: 79-80) menjelaskan keunggulan teknik wawancara sebagai teknik penelitian, yakni: (1) peneliti dapat membantu menjelaskan pertanyaan, (2) peneliti dapat mengontrol jawaban responden secara lebih teliti dengan mengamati reaksi atau tingkah laku yang diakibatkan oleh pertanyaan dalam proses wawancara, dan (3) peneliti dapat memperoleh informasi yang tidak dapat diungkapkan dengan cara kuesioner ataupun observasi.

Dalam teknik wawancara, peneliti juga menggunakan pedoman wawancara. Penggunaan pedoman wawancara dilakukan agar proses wawancara tidak menyimpang dari masalah yang akan digali, dapat berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan, tidak terjadi pengulangan, serta tidak menyimpang dari fokus penelitian. Sevilla, dkk (dalam Sukardi (2005: 80), membagi wawancara atas wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur, dimana pewawancara dapat memodifikasi, mengulangi, menguraikan pertanyaan, dan dapat mengikuti jawaban responden asalkan tidak menyimpang dari tujuan wawancara.

3. Angket

Penggunaan instrumen jenis angket bertujuan untuk mengetahui perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo. Angket disusun dalam bentuk skala Likert dengan lima option pilihan atas pernyataan-pernyataan.


(35)

Kriteria yang digunakan dalam intrumen angket ini adalah ; untuk pernyataan positif maka pilihan jawaban dan penyekorannya diatur sebagai berikut: sangat sering skor 5, sering skor 4, kadang-kadang skor 3, jarang skor 2, dan tidak pernah skor 1. Adapun kriteria untuk pernyataan negatif pilihan jawaban dan penyekorannya diatur sebagai berikut: sangat sering skor 1, sering skor 2, kadang-kadang skor 3, jarang skor 4, dan tidak pernah skor 5.

Penyusunan angket perilaku kewirausahaan dilakukan dengan tahapan: (1) perumusan definisi konseptual, (2) perumusan definisi operasional, (3) penyusunan kisi-kisi instrumen, (4) pengembangan butir, (5) uji coba instrumen, dan (6) pengemasan naskah instrumen. Secara lengkap informasi tentang instrumen ada pada lampiran.

4. Teknik Studi Dokumentasi

Teknik studi dokumentasi digunakan untuk menghimpun data tertulis yang berhubungan dengan masalah-masalah lingkungan alam, sosial, ekonomi, dan pendidikan masyarakat, serta setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan keterampilan yang telah dilaksanakan. Data yang diperoleh dari studi dokumentasi dijadikan alat untuk mengecek kesesuaian data yang diperoleh dari kegiatan observasi dan wawancara.

5. Tes

Tes digunakan untuk memperoleh data menyangkut pengetahuan dan kemampuan pengrajin karawo setelah mengikuti setiap tahapan pelatihan yang telah dikembangan. Tes yang digunakan ini adalah tes objektif.


(36)

C. Subjek Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model pelatihan keterampilan yang teruji keefektifannya untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pada pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Subyek penelitian ditentukan berdasarkan kebutuhan kegiatan penelitian. Penentuan subyek penelitian yang pengambilan datanya melalui wawancara ditentukan dengan menggunakan tekink propursive sampling. Subyek yang diwawancarai merupakan tokoh-tokoh praktisi dan ahli dalam kerajinan karawo yang terdiri dari unsur pemerintah, pengelola, tutor dan masyarakat pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.

Pengambilan data dilakukan melalui angket, penentuan sampelnya menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel yang dipilih terdiri dari para pengusaha kerajinan karawo yang terdiri dari 7-8 orang dalam satu kelompok. Keseluruhan sampel terdiri dari 24 orang tiap tahapan uji coba.

D. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan model pelatihan keterampilan yang teruji keefektifannya untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan. Untuk mencapai tujuan tersbut maka dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Studi Pendahuluan


(37)

a. Melakukan kajian teoritik yang meliputi kegiatan: (1) mengkaji konsep, model pelatihan keterampilan, dan perilaku kewirausahaan, (2) mengkaji hasil-hasil penelitian yang relevan dengan pengembangan model.

b. Melakukan kajian empirik, berupa kegiatan survey terhadap penyelenggaraan pelatihan di Kabupaten gorontalo untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan, yang meliputi kegiatan: (1) mengkaji kondisi awal pelaksanaan pelatihan keterampilan, (2) mengkaji profil UKM sebagai unit usaha karawo, (3) mengkaji aktivitas pengrajin karawo, (4) merumuskan kesimpulan tentang hasil kajian empirik diatas sebagai dasar pengembangan model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo.

2. Perumusan Model Konseptual Pelatihan Keterampilan.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka merancang pengembangan model konseptual pelatihan keterampilan yaitu merancang draft awal model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen pelatihan pada draft awal model. 3. Melaksanakan Validasi Ahli Dan Revisi Produk

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini meliputi:

a. Validasi ahli, yang dilakukan oleh: (1) Ahli Pendidikan Luar Sekolah, menilai draft awal model pelatihan keterampilan dari segi kesesuaian dengan karakteristik pendidikan orang dewasa serta prinsip-prinsip pendidikan luar sekolah, (2) Ahli desain pembelajaran, menilai draft awal model pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan dengan


(38)

menerapkan prinsip-prinsip teknologi pembelajaran dalam perancangan produk, (3) Ahli/praktisi karawo, menilai draft awal model pelatihan keterampilan dari segi kesesuaian dengan materi keterampilan.

b. Melakukan analisis terhadap data hasil validasi ahli.

c. Merevisi produk/draf awal berdasarkan hasil analisis terhadap validasi ahli. 4. Melaksanakan Uji Coba Tahap Pertama

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah

a. Uji coba tahap pertama terhadap produk yang telah divalidasi oleh ahli. Uji coba tahap pertama ini diikuti oleh 24 pengrajin karawo,

b. Melakukan analisis terhadap data hasil uji coba tahap pertama. 5. Revisi Model Tahap Pertama

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah merevisi model yang telah dilakasanakan pada uji coba tahap pertama dengan melihat kelemahan dan kekurangannya.

6. Melaksanakan Uji Coba Tahap Kedua

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini meliputi:

a. Uji coba tahap kedua yang telah divalidasi ole ahli pada uji coba tahap pertama. Uji coba tahap kedua ini diikuti oleh 24 orang pengrajin.

b. Melakukan analisis terhadap data hasil uji coba tahap kedua. 7. Penyempurnaan model (validasi)

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melakukan revisi produk berdasarkan hasil analisis data uji coba tahap kedua.


(39)

8. Penetapan produk

Model pelatihan yang telah divalidasi pada uji coba tahap kedua ditetapkan sebagai produk akhir model pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo khususnya di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo.

Keseluruhan Langkah Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2 Langkah-langkah Penelitian Studi Pendahuluan

Perumusan Model Konseptual Validasi pakar dan revisi Model Konseptual

Uji Coba Tahap Pertama Revisi Uji Coba Tahap Pertama

Uji Coba Tahap Kedua

Penyempurnaan Model (Validasi)


(40)

E. Analisis Data

Langkah-langkah dalam proses penelitian dan pengembangan dikenal dengan istilah lingkaran research dan development yang terdiri atas, (a) meneliti hasil penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, (b) mengembangkan produk berdasarkan hasil penelitian, (c) uji lapangan, dan (d) mengurangi devisiensi yang ditemukan dalam tahap uji coba lapangan.

Dalam penelitian awal, data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan teknik induksi. Datanya kebanyakan berbentuk kata-kata, pernyataan, perilaku, gambar-gambar, foto, dokumen-dokumen dan tanda-tanda lain. Untuk kepentingan analisis dan interpretasi lebih lanjut, setiap paragraf dari teks tersebut diberi kode cetak untuk mengenal substansi model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Gorontalo dapat dikelompokkan secara sistematis dan diinterpretasi secara bermakna.

Mengacu pada uraian di atas, maka dalam analisis data kualitatif, peneliti membagi pada beberapa tahap yaitu pekerjaan menuliskan, mengedit, mengklasifikasi data, mereduksi, interpretasi data atau memberi tafsiran. Data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara kemudian direduksi, dirangkum, dipilih dan difokuskan variabel pengembangan selanjutnya, data disusun secara berurutan berdasarkan kepentingan, sehingga data tersebut dapat memberikan gambaran yang lengkap mengenai objek atau fokus kajian.

Aplikasi teknik analisis data dalam penelitian ini dikelompokkan atas tiga tahap, yaitu studi pendahuluan, pengembangan model dan kajian efektivitas.


(41)

1) Tahap Studi Pendahuluan

Pada tahap studi pendahuluan digunakan teknik analisis data kualitatif. Huberman dan Miles (Bungin, 2003: 63) mengatakan bahwa analisis data dan pengumpulan data kualitatif memperlihatkan sifat interaktif, sebagai suatu sistem dan merupakan siklus. Pengumpulan data ditempatkan sebagai bagian komponen yang merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data sebagaimana gambar berikut:

Sumber, Bungin: 2003

Gambar 3.3. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif 2) Tahap Pengembangan Model

Pada tahap pengembangan model dilakukan analisis deskriptif, di mana berdasarkan hasil studi pendahuluan dan kajian teoretik meliputi menyusun model pelatihan keterampilan dalam usaha meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Model yang disusun ini kemudian divalidasi pakar, praktisi, dan teman sejawat serta dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

Data collection

Data Display

Data Reduction

Conclusion Drawing Verification


(42)

3) Tahap Kajian Efektivitas

Pada tahap kajian efektivitas model ini menggunakan uji t dengan rumus sebagai berikut:       + − + − + − − = 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 ) 1 ( ) ( n n n n s n s n n X X


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pelatihan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Dalam mencapai tujuan tersebut telah dirumuskan 4 fokus tujuan, yakni; (1) mengetahui kondisi objektif pelatihan keterampilan karawo di Kabupaten Gorontalo, (2) mengembangkan model konseptual pelatihan keterampilan dalam usaha meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo, (3) menguji efektivitas model pelatihan keterampilan dalam usaha meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo, (4) mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat penerapan model pelatihan keterampilan dalam usaha meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo di Kabupaten Gorontalo.

Mengacu pada tujuan tersebut telah diadakan analisis data sebagaimana dideskripsikan pada Bab IV. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kondisi pelatihan keterampilan karawo di Kabupaten Gorontalo masih rendah. Pelaksanaan pelatihan hanya bersifat transfer ilmu, fungsi-fungsi manajemen pelatihan belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini menyebabkan kondisi perilaku pengrajin karawo rendah, khususnya inovasi dalam membuat desain-desain karawo dan perpaduan warna benang dengan kain. Pengrajin


(44)

lebih banyak mengikuti desain-desain yang sudah ada tanpa melakukan pengembangan terhadap desain tersebut sehingga terkesan bahwa model-model pakaian yang berbeda tetapi memiliki desain yang sama. Hal ini tentunya mengurangi daya minat masyarakat atau konsumen terhadap produk karawo itu sendiri. Perilaku ini perlu dikembangkan secara terus menerus melalui berbagai kegiatan, diantaranya melalui pengembangan pelaksanaan pelatihan dengan menerapkan model-model pelatihan yang efektif, efisien dan dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan baik percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi pada hasil terhadap usaha yang digelutinya.

2. Validasi ahli telah menghasilkan model konseptual pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Model konseptual pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan di Kabupaten Gorontalo terdiri dari 4 komponen yang meliputi input, proses, output dan outcomes yang terbagi atas 22 sub komponen. Pada komponen input terdiri dari tahapan perencanaan dan pengorganisasian. Tahapan perencanaan pelatihan yang dilaksanakan meliputi: (1) analisis kebutuhan peserta, (2) rekrutmen peserta, (3) pemilihan materi, (4) pemilihan metode dan teknik pembelajaran, (5) rekrutmen instruktur, (6) program pelatihan, dan (7) analisis pasar. Tahapan pengorganisasian kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (1) pembentukan penanggung jawab pelatihan, dan (2) pembagian tugas. Pada komponen proses terdiri dari pelaksanaan, pembinaan dan penilaian. Tahapan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan meliputi: (1)


(45)

penyusunan program pelatihan, dan (2) kegiatan pelatihan. Tahapan pembinaan yang dilaksanakan meliputi pembinaan secara; (1) internal, dan (2) eksternal. Tahapan penilaian meliputi penilaian pada saat; (1) kegiatan pelatihan, (2) akhir pelatihan, dan (3) pasca pelatihan. Komponen output meliputi hasil tentang: (1) pengetahuan, (2) keterampilan, dan (3) sikap. Komponen outcomes meliputi tahapan pengembangan yang terdiri dari; (1) pengembangan perilaku kewirausahaan, dan (2) pengembangan kelompok. Khusus untuk pengembangan perilaku kewirausahaan indikator yang dinilai dalam model pelatihan ini adalah percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi masa depan. 3. Model pelatihan keterampilan yang telah diimplementasikan melalui uji coba

lapangan sebanyak dua kali ternyata efektif untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Hal ini ditunjukkan adanya peningkatan perilaku kewirausahaan baik pada saat pelatihan ataupun pasca pelatihan. Efektivitas model pelatihan keterampilan karawo untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin di Kabupaten Gorontalo didasarkan pada model pelatihan yang diterapkan sebelumnya. Pengembangan model ini dilaksanakan melalui menyusun rancangan model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan, melakukan validasi pengembangan model dengan pakar pendidikan nonformal, praktisi pendidikan nonformal dan teman sejawat, uji lapangan yang dilaksanakan dua tahap dan uji efektivitas model.


(46)

Pelaksanaan pelatihan dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengembangan. Uji efektivitas dilaksanakan melalui observasi dan angket. Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa; 1) tingkat penguasaan materi pembelajaran keterampilan pada pengrajin karawo mengalami peningkatan pada uji coba tahap pertama dan uji coba tahap kedua , 2) rata-rata perilaku kewirausahaan pengrajin karawo pada uji coba tahap kedua lebih tinggi dari rata-rata perilaku kewirausahaan pengrajin karawo pada uji coba tahap pertama, 3) telah terjadi peningkatan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo dari pelaksanaan uji coba tahap pertama ke uji coba tahap kedua maupun pasca pelatihan.

4. Faktor pendukung pelaksanaan pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin adalah kesiapan dan kesediaan semua komponen yang terlibat dalam penelitian ini melakukan peranannya dengan baik, masyarakat dan pemerintah mendukung pelaksanaan pelatihan, tercipta pembelajaran yang kondusif, fasilitator dengan ikhlas dan terbuka melaksanakan pelatihan, dan model yang dikembangkan mudah dipahami oleh semua pihak.

Faktor-faktor penghambat dalam penelitian ini adalah keraguan masyarakat calon peserta dan fasilatator pelatihan, kurangnya sikap kompetitif diantara peserta pelatihan, dan model ini membutuhkan fasilitator yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang baik dalam pelaksanaan pelatihan.


(47)

B. Implikasi

Hasil penelitian menunjukkan adanya efektivitas model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Hasil ini memberikan makna bahwa penelitian ini berimplikasi secara teoritis maupun praktis untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo.

1. Implikasi Teoretis

Hasil penelitian tentang model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo yang telah dikembangkan ini akan memperkaya kajian tentang model pelatihan keterampilan yang sangat berkaitan dengan wilayah pendidikan luar sekolah. Temuan penelitian menunjukkan bahwa desain model pelatihan yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen pelatihan dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pembinaan, dan pengembangan serta muatan materi perilaku kewirausahaan turut menentukan keberhasilan pengrajin karawo yang mengikutinya. Lebih lanjut hasil penelitian ini seyogyanya dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan karya tulis yang berhubungan dengan manajemen pembelajaran dan pelatihan.

Desain model pelatihan keterampilan untuk meningkatkan perilaku kewirusahaan yang dikembangkan oleh peneliti merupakan suatu kajian yang dilaksanakan melalui prosedur dan analisis yang dalam sehingga hasil penelitian ini benar-benar telah teruji baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh sebab itu, dalam meneliti objek yang sama peneliti lainnya sebaiknya dapat melihat atau meninjaunya pada aspek-aspek lainnya. Hasil-hasil penelitian tersebut akan


(48)

menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama pada aspek pelatihan kerajinan tangan.

2. Implikasi Praktis

Hasil implementasi model pelatihan keterampilan yang dikembangkan menunjukkan keefektifan untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Hal ini menunjukkan bahwa model pelatihan keterampilan ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pelatihan bagi pengrajin untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan. Dengan demikian hasil penelitian ini dapat membantu upaya-upaya pendidikan luar sekolah khususnya dan pemerintah pada umumnya untuk meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin.

Bagi pendidikan luar sekolah, sebaiknya dalam menerapkan model ini dapat konsisten dengan urutan kegiatan yang diuraikan dalam penelitian ini sehingga hasil akhir yang diperoleh akan lebih baik. Para penyelenggara pelatihan seyogyanya melakukan upaya-upaya yang lebih spesifik terhadap kajian pelatihan yang dilaksanakannya termasuk model yang diterapkannya. Fasilitator dalam menyajikan materi seyogyanya melibatkan seluruh peserta mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian, hasil, pembinaan, dan pengembangan. Hal ini dimaksudkan agar peserta merasa terlibat dan bertanggung jawab terhadap hasil pelatihan tersebut. Selanjutnya para peserta seyogyanya menjadi peserta yang taat, disiplin, dan mematuhi seluruh ketentuan yang ditetapkan oleh penyelenggara untuk peningkatan hasil belajar.


(49)

C. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah daerah Kabupaten dan Provinsi Gorontalo, temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa model pelatihan keterampilan yang telah dikembangkan ini dapat meningkatkan perilaku kewirausahaan pengrajin karawo. Dengan demikian maka model yang dikembangkan ini patut direkomendasikan untuk digunakan. Selain itu diharapkan kepada pemerintah daerah agar dapat mengeluarkan kebijakan yang berhubungan dengan produk-produk karawo. Disarankan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang penggunaan logo berbahan karawo baik untuk para pegawai pada berbagai instansi dan lembaga maupun untuk para siswa baik untuk jenjang Sekolah Dasar sampai dengan jenjang Sekolah Menengah Atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memberdayakan budaya lokal.

2. Bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gorontalo melakukan pendampingan kepada para pengrajin sebagai pengusaha pemula yang tergabung dalam UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) disarankan tetap dilakukan sebelum mereka benar-benar mandiri. Pendampingan tersebut bisa melibatkan LSM yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat dan PSM yang beroperasi di tingkat kecamatan dan desa. Pendampingan itu dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan usaha mereka, serta meningkatkan kearah yang lebih produkif.


(50)

Selain itu juga dalam memfasilitasi pengrajin melakukan analisis pasar untuk meningkatkan volume produksi dan penjualan.

3. Bagi para pengrajin karawo sebagai pengusaha pemula disarankan agar berupaya memanfaatkan peluang yang ada dengan melakukan inovasi-inovasi pada desain-desain karawo yang ada disertai disain pakaian sesuai trend. Disarankan pula agar lebih banyak melibatkan kelompok-kelompok secara menyeluruh sehingga terjalin kerjasama dengan baik.

4. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo, khususnya bidang pendidikan non formal, disarankan agar keberlanjutan pembinaan bidang pendidikan bagi masyarakat tetap terjaga. Disarankan agar dilakukan pembinaan aspek pendidikan kecakapan hidup dan perilaku kewirausahaan sehingga pengrajin dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam pembuatan karawo dan pemasarannya.

5. Bagi peneliti lanjut, penelitian ini direkomendasikan lebih lanjut melalui penelitian dengan subjek penelitian yang lebih luas serta metode eksperimen yang sesungguhnya (true experiment).


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. (2000a), Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira

_____________, (2000b), Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran

Orang Dewasa. Bandung: Andira

Alma, Buchari. (2005), Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: CV Alfabeta.

_____________, (2007) Kewirausahaan, Edisi Revisi, Penerbit Alfabeta, Bandung

Anonim, (2010). Analisis SWOT. (http://aguswibisono.com/2010/analisis-swot-strength-weakness-opportunity-threat/html)

Anwar. (2004). Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Berbasis

Sosial Budaya Bagi Perempuan Nelayan. Disertasi. Bandung. UPI

Arif, Zainuddin. (1996). Andragogi. Bandung: Angkasa.

Arman, Syamsuri. (1979). Membangun semangat Kewirausahaan. Yogyakarta. LaksBang PRESSindo

Bandura, (2008). Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/). Diakses 12 Oktober 2011

Borg W.R and Gall, M.D (1983) Educational Research: An Introduction. New

York: Longman

Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Bygrave, William D. (1996), The Portable MBA Entrepreneurship, Jakarta, Binarupa Aksara.

Coombs, P.H. & Manzoor A. (1974), Attacking Rural Proverty how Nonformal

Education Can Help. Baltimore and London: The Johns Hopkins University

Press

Craig, Hall. (2001), The Responsible Entrepreneur : How to Make Money and


(52)

Dahlan. H.M. Norsanie Darlan. (2002). Pengembangan Model Pelatihan

Keterampilan bagi Masyarakat Desa Tertinggal Kawasan Pantai,

Disertasi. Bandung. UPI

Danim, D. R. (1998). Kewiraswastaan dan Pembangunan. Bandung: Alfabeta Dinas Pendidikan dan Olahraga Provinsi Gorontalo. (2010). Panduan Pembinaan

dan Pengembangan UKM. Gorontalo.

Dinas Perindustrian Kabupaten Gorontalo. (2010). Panduan Pembuatan Karawo. Kabupaten Gorontalo.

Gilkey. (1985). The New Industrial State A signed Book. New York : Library Inc. Gregory, John. (2000). Educational and The Good Life. London: Educational

Studies. Kogan Page.

Hamalik, Oemar, (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara.. Harsopranoto. (1987). Pendidikan Keterampilan bagi Masyarakat. Jakarta: Balai

Pustaka

Jacius, Michael J. (1974). Growing Old in the Twentieth Century, London: Routledge.

Kamil, Mustofa. (2003). Model Pembelajaran Magang bagi Peningkatan

Kemandirian Warga Belajar. Bandung: PPS UPI

______________. (2010). Pendidikan Non Formal: Pengembangan Melalui

Pusat Kegiatan Belajar (PKBM) di Indonesia (sebuah Pembelajaran dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta

______________. (2010). Model Pembelajaran Magang (Built In Learning) bagi Peningkatan Kemandirian pada Sentra Industri Kecil Rajutan dan Bordir (embroidery). Disertasi. Bandung: UPI

Kasmir, (2007), Kewirausahaan, Jakarta. PT RajaGrafindo Perkasa.

Knowles Malcolm S. (1980) Modern Practice of Adult Education, From Pedagogy to Andragogy,Chicago: Association Press,Follett Publishing Company.

Laird, Dugan. (1985). Approaches To Training and Development. Second Edition. Addison-Wesley Publishing Company

Leonardus, David. (2009), Reinventing Government : How The Entrepreneurial

Spirit is Transforming the Public Sector,terjemahan dengan judul Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta,


(53)

Makmun, Abin Syamsuddin. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.

Mayo, M. dan Du Bois (1987). Imagining Tomorrow: Community adult education

for transformation, Leicester: National Institute of Adult Continuing

Education.

Moekijat. (2002). Dasar-DasarMotivasi. Bandung: Pioner Jaya.

Moleong, Lexy J. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muatif, Krismiwati. Basita G. Sugihen. Djoko Susanto, dan Pang S. Asngari. (2008). Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah, Kasus Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Bandung Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Maret

2008. Vol.4 No.1

Mulyana, Enceng. (2008), Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam

Perspektif Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Bandung: Alfabeta

_____________, (2008), Kewirausahaan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Nitiseminto S, Alex, (1982). “Manajemen Personalia”, Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo, (1993). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

_____________, (1997). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

_____________, (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Oliva. (1992). Understanding Attitude and Predicting Social Behavior,

Englewood Cliff, New York: Prectice Hall

Rossett, Allison & W. Arwady, Joseph. (1987). Training Needs Assesment. Educational Technology Publications Englewood Cliffs, New Jersey 07632 Rusman, (2011). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press

Siagian, Salim dan Asfahani. (1995). Kewirausahaan Indonesia dengan

Semangat17.8.45. Kloang Klede Jaya PT Putra Timur bekerjasama dengan

Puslatkop danPK Depkop dan PPK. Jakarta.

Soedijarto, (1992), Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Menyukseskan

Wajib Belajar Pendidikan Dasar, Jakarta: Depdikbud.

Senjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses


(54)

Soetjipto, (2007). Pengaruh Faktor Pendidikan, Pelatihan, Motivasi dan

Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Kepala Desa. Jurnal Aplikasi

Manajemen. Volume 5 Nomor 1 April 2007

Soegoto, Eddy Soeryanto, (2009). Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta: Gramedia

Sudirman, (2001). Manajemen Personalia. Yokyakarta : BPFE.

Sudjana, H.D. (1993), Metoda dan teknik pembelajaran partisipatif, Bandung, Nusantara Press.

_____________, (1996). Sekolah Unggul Harus Mampu Melahirkan Kemandirian. Mimbar Pendidikan Tahun XV no 3. Bandung: University

Press IKIP.

_____________, (2000). Manajemen Program Pendidikan: untuk Pendidikan

Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung:

Fallah Production.

_____________, (2004). Manajemen Program Pendidikan: untuk Pendidikan non

formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fallah

Production.

_____________, (2004). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta:

Alfabeta

Suherman, Eman. (2010). Perilaku Kewirausahaan. Jakarta: Pustaka Jaya

Sukardi, Singarimbun. (2005). Pedoman Praktis Membuat Usulan Penelitian. Ghalia Indonesia.

Sunaryo, Saifudin. (2006). Sikap manusia dan Pengukurannya. Jakarta : Rineka Cipta

Supriawan, Dedi dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Sutardi. (2010). Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Berbasis

Kewirausahaan. Disertasi. Bandung: Upi

Syaodih, Nana. (2006). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Balai Pustaka


(1)

Selain itu juga dalam memfasilitasi pengrajin melakukan analisis pasar untuk meningkatkan volume produksi dan penjualan.

3. Bagi para pengrajin karawo sebagai pengusaha pemula disarankan agar berupaya memanfaatkan peluang yang ada dengan melakukan inovasi-inovasi pada desain-desain karawo yang ada disertai disain pakaian sesuai trend. Disarankan pula agar lebih banyak melibatkan kelompok-kelompok secara menyeluruh sehingga terjalin kerjasama dengan baik.

4. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Gorontalo, khususnya bidang pendidikan non formal, disarankan agar keberlanjutan pembinaan bidang pendidikan bagi masyarakat tetap terjaga. Disarankan agar dilakukan pembinaan aspek pendidikan kecakapan hidup dan perilaku kewirausahaan sehingga pengrajin dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dalam pembuatan karawo dan pemasarannya.

5. Bagi peneliti lanjut, penelitian ini direkomendasikan lebih lanjut melalui penelitian dengan subjek penelitian yang lebih luas serta metode eksperimen yang sesungguhnya (true experiment).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak. (2000a), Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira

_____________, (2000b), Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran

Orang Dewasa. Bandung: Andira

Alma, Buchari. (2005), Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: CV Alfabeta.

_____________, (2007) Kewirausahaan, Edisi Revisi, Penerbit Alfabeta, Bandung

Anonim, (2010). Analisis SWOT. (http://aguswibisono.com/2010/analisis-swot-strength-weakness-opportunity-threat/html)

Anwar. (2004). Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Berbasis

Sosial Budaya Bagi Perempuan Nelayan. Disertasi. Bandung. UPI

Arif, Zainuddin. (1996). Andragogi. Bandung: Angkasa.

Arman, Syamsuri. (1979). Membangun semangat Kewirausahaan. Yogyakarta. LaksBang PRESSindo

Bandura, (2008). Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/). Diakses 12 Oktober 2011

Borg W.R and Gall, M.D (1983) Educational Research: An Introduction. New

York: Longman

Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Bygrave, William D. (1996), The Portable MBA Entrepreneurship, Jakarta, Binarupa Aksara.

Coombs, P.H. & Manzoor A. (1974), Attacking Rural Proverty how Nonformal

Education Can Help. Baltimore and London: The Johns Hopkins University

Press

Craig, Hall. (2001), The Responsible Entrepreneur : How to Make Money and


(3)

Dahlan. H.M. Norsanie Darlan. (2002). Pengembangan Model Pelatihan

Keterampilan bagi Masyarakat Desa Tertinggal Kawasan Pantai,

Disertasi. Bandung. UPI

Danim, D. R. (1998). Kewiraswastaan dan Pembangunan. Bandung: Alfabeta Dinas Pendidikan dan Olahraga Provinsi Gorontalo. (2010). Panduan Pembinaan

dan Pengembangan UKM. Gorontalo.

Dinas Perindustrian Kabupaten Gorontalo. (2010). Panduan Pembuatan Karawo. Kabupaten Gorontalo.

Gilkey. (1985). The New Industrial State A signed Book. New York : Library Inc. Gregory, John. (2000). Educational and The Good Life. London: Educational

Studies. Kogan Page.

Hamalik, Oemar, (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Bumi Aksara.. Harsopranoto. (1987). Pendidikan Keterampilan bagi Masyarakat. Jakarta: Balai

Pustaka

Jacius, Michael J. (1974). Growing Old in the Twentieth Century, London: Routledge.

Kamil, Mustofa. (2003). Model Pembelajaran Magang bagi Peningkatan

Kemandirian Warga Belajar. Bandung: PPS UPI

______________. (2010). Pendidikan Non Formal: Pengembangan Melalui

Pusat Kegiatan Belajar (PKBM) di Indonesia (sebuah Pembelajaran dari Kominkan Jepang). Bandung: Alfabeta

______________. (2010). Model Pembelajaran Magang (Built In Learning) bagi Peningkatan Kemandirian pada Sentra Industri Kecil Rajutan dan Bordir (embroidery). Disertasi. Bandung: UPI

Kasmir, (2007), Kewirausahaan, Jakarta. PT RajaGrafindo Perkasa.

Knowles Malcolm S. (1980) Modern Practice of Adult Education, From Pedagogy to Andragogy,Chicago: Association Press,Follett Publishing Company.

Laird, Dugan. (1985). Approaches To Training and Development. Second Edition. Addison-Wesley Publishing Company

Leonardus, David. (2009), Reinventing Government : How The Entrepreneurial

Spirit is Transforming the Public Sector,terjemahan dengan judul Mewirausahakan Birokrasi, Jakarta,


(4)

Makmun, Abin Syamsuddin. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.

Mayo, M. dan Du Bois (1987). Imagining Tomorrow: Community adult education

for transformation, Leicester: National Institute of Adult Continuing

Education.

Moekijat. (2002). Dasar-DasarMotivasi. Bandung: Pioner Jaya.

Moleong, Lexy J. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muatif, Krismiwati. Basita G. Sugihen. Djoko Susanto, dan Pang S. Asngari. (2008). Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah, Kasus Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Bandung Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Maret

2008. Vol.4 No.1

Mulyana, Enceng. (2008), Model Tukar Belajar (Learning Exchange) dalam

Perspektif Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Bandung: Alfabeta

_____________, (2008), Kewirausahaan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Nitiseminto S, Alex, (1982). “Manajemen Personalia”, Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo, (1993). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka. _____________, (1997). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

_____________, (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Oliva. (1992). Understanding Attitude and Predicting Social Behavior,

Englewood Cliff, New York: Prectice Hall

Rossett, Allison & W. Arwady, Joseph. (1987). Training Needs Assesment. Educational Technology Publications Englewood Cliffs, New Jersey 07632 Rusman, (2011). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press

Siagian, Salim dan Asfahani. (1995). Kewirausahaan Indonesia dengan

Semangat17.8.45. Kloang Klede Jaya PT Putra Timur bekerjasama dengan

Puslatkop danPK Depkop dan PPK. Jakarta.

Soedijarto, (1992), Peranan Pendidikan Luar Sekolah Dalam Menyukseskan

Wajib Belajar Pendidikan Dasar, Jakarta: Depdikbud.

Senjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses


(5)

Soetjipto, (2007). Pengaruh Faktor Pendidikan, Pelatihan, Motivasi dan

Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Kepala Desa. Jurnal Aplikasi

Manajemen. Volume 5 Nomor 1 April 2007

Soegoto, Eddy Soeryanto, (2009). Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta: Gramedia

Sudirman, (2001). Manajemen Personalia. Yokyakarta : BPFE.

Sudjana, H.D. (1993), Metoda dan teknik pembelajaran partisipatif, Bandung, Nusantara Press.

_____________, (1996). Sekolah Unggul Harus Mampu Melahirkan Kemandirian. Mimbar Pendidikan Tahun XV no 3. Bandung: University

Press IKIP.

_____________, (2000). Manajemen Program Pendidikan: untuk Pendidikan

Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung:

Fallah Production.

_____________, (2004). Manajemen Program Pendidikan: untuk Pendidikan non

formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fallah

Production.

_____________, (2004). Strategi Pembelajaran. Bandung: Falah Production Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta:

Alfabeta

Suherman, Eman. (2010). Perilaku Kewirausahaan. Jakarta: Pustaka Jaya

Sukardi, Singarimbun. (2005). Pedoman Praktis Membuat Usulan Penelitian. Ghalia Indonesia.

Sunaryo, Saifudin. (2006). Sikap manusia dan Pengukurannya. Jakarta : Rineka Cipta

Supriawan, Dedi dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Sutardi. (2010). Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Berbasis

Kewirausahaan. Disertasi. Bandung: Upi

Syaodih, Nana. (2006). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Balai Pustaka


(6)

Timpe, A.D. (2000). The Manajemen of Time (terjemahannya). Jakarta: PT. Gramedia Asri Media

Triton PB., (2007), Entrepreneurship : Kiat Sukses Menjadi Pengusaha, Yogyakarta. Tugu Publisher.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wijaya, Toni. (2008). Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY

dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol.10 No.2

September 2008:93-104.

Yuliadi, Rahkmat,. (2006). Reformasi pendidikan Kesetaraan, Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Direktorat Jenderal pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas Jakarta. (paper)