Pengaruh lingkungan pantai terhadap laju korosi dan sifat mekanik pada baja karbon sedang dengan perlakuan quenching dan tempering

(1)

i

PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU KOROSI DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA KARBON SEDANG DENGAN PERLAKUAN QUENCHING DAN TEMPERING

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Oleh :

YULIUS WAHYU BIMA GUMELAR

NIM : 135214046

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

ii

EFFECT OF THE BEACHENVIRONMENT TO CORROSION RATE AND MECHANICAL PROPERTIES OF MEDIUM CARBON

STEEL WITH QUENCHING ANDTEMPERINGTREATMENT

Final Project

Presented as Partial Fulfillment of The Requirements

To Obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

By :

YULIUS WAHYU BIMA GUMELAR

Student Number : 135214046

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah, Bapa, Putra dan Roh Kudus yang selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik. Pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik berupa materi, bimbingan, kerja sama serta dukungan moral. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Sudi Mungkasi S.Si., M.Math.Sc., Ph.D.,Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, MT., Ketua Program Studi Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma.

3. Doddy Purwadianto S.T., M.T., Dosen Pembimbing Akademik. 4. Budi Setyahandana S.T., MT., Dosen Pembimbing Skripsi.

5. Seluruh Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.

6. Martono Dwiyaning Nugroho, Ag. Ronny Widaryawan, Intan Widanarko dan semua Laboran yang lain.

7. Ibu dan kakak saya tercinta, terimakasih atas dukungan moral, finansial, doa dan motivasi tiada henti hingga tugas akhir ini dapat selesai.

8. Sahabat-sahabat Kumpul Ceria (Widi, Santi, Ade, Heri), terimakasih atas dukungan dan semangat tiada henti.

9. Seseorang yang spesial yang akan selalu menjadi penyemangat tersendiri.


(8)

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……..………. i

TITLE PAGE ……….……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN………...……….iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….….. iv

PERNYATAAN HASIL KARYA ...………..v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….….vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Batasan Masalah ... 3

1.6. Metode Pengumpulan Data ... 3

BAB II ... 5

2.1. Baja ... 5

2.1.1. Klasifikasi Baja ... 5

2.1.2. Diagram Fasa Fe-C ... 6

2.1.3. Struktur Mikro Baja ... 7

2.1.4. Sifat Mekanik Baja ... 9

2.2. Perlakuan Panas ... 10

2.2.1. Media Pendinginan... 14


(10)

x

2.3.1. Macam-macam Korosi ... 16

2.3.2. Faktor-faktor Laju Korosi ... 22

2.4. Pengujian Bahan ... 26

2.4.1. Pengujian Tarik ... 26

2.4.2. Pengamatan Struktur Mikro ... 34

2.4.3. Pengamatan Bentuk Patahan ... 35

2.5. Tinjauan pustaka ... 38

BAB III ... 40

3.1. Skema Penelitian ... 40

3.1. Persiapan Benda Uji ... 41

3.2. Peralatan Yang Digunakan ... 41

3.3. Pembuatan Benda Uji ... 47

3.4. Proses Perlakuan Panas ( Heat Treatment ) Benda Uji ... 48

3.4.1. Perlakuan Normalizing Benda Uji ... 48

3.5.2. Proses Quenching Benda Uji ... 49

3.5.3. Proses Tempering Benda Uji ... 51

3.6. Penempatan Benda Uji Pada Lingkungan Pantai ... 51

3.7. Pengujian Benda Uji ... 52

3.7.1. Uji Tarik ... 52

3.7.2. Pengamatan Struktur Mikro ... 54

3.7.3. Perhitungan Laju Korosi ... 55

BAB IV ... 57

4.1. Pengujian Tarik ... 57

4.2. Pengamatan Struktur Mikro ... 71

4.3. Pengamatan Bentuk Patahan ... 73

4.4. Perhitungan Laju Korosi ... 77

BAB V ... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

4.2. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Tabel data uji tarik benda uji quenching dan tempering ... 58

Tabel 4. 2 Data uji tarik benda uji quenching dan tempering standar deviasi ... 62

Tabel 4. 3 Tabel data uji tarik benda uji perlakuan panas normalizing ... 63

Tabel 4. 4 Data uji tarik benda uji perlakuan panas normalizing setelah standar deviasi ... 66

Tabel 4. 5 Tabel data laju korosi benda uji quenching tempering ... 78

.Tabel 4. 6 Tabel data laju korosi benda uji perlakuan panas normalizing ... 79

Tabel 4. 7 Laju korosi benda uji perlakuan quenching tempering ... 86


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Diagram Fasa Besi-Karbida-Besi ... 7

Gambar 2. 2 Continuos Cooling Transformation Diagram ... 12

Gambar 2. 3 Korosi Merata (Uniform attack) ... 16

Gambar 2. 4 Korosi Sumuran ... 17

Gambar 2. 5 Korosi Erosi pada Flange ... 18

Gambar 2. 6 Korosi Logam Tak Sejenis ... 19

Gambar 2. 7 Korosi Tegangan (Stress Corrosion)... 19

Gambar 2. 8 Korosi Celah ... 20

Gambar 2. 9 Korosi Lelah (Fatigue Corrosion) ... 21

Gambar 2. 10 Korosi Batas Butir ... 22

Gambar 2. 11 Grafik Laju Korosi dan Suhu ... 23

Gambar 2. 12 Grafik Laju Korosi dan Kecepatan Alir Fluida ... 23

Gambar 2. 13 Grafik Laju Korosi dan pH... 24

Gambar 2. 14 Grafik Laju Korosi dan Konsentrasi O₂ ... 25

Gambar 2. 15 Grafik Laju Korosi dan Waktu Kontak ... 26

Gambar 2. 16 Kurva tegangan-regangan rekayasa ... 27

Gambar 2. 17 Kurva tegangan-regangan benda uji bahan getas ... 29

Gambar 2. 18 Grafik tegangan- regangan baja yang memperlihatkan kesamaan modulus elastisitas ... 32

Gambar 2. 19 Kurva tegangan-regangan pada baja karbon rendah ... 33

Gambar 2. 20 Ilustrasi bentuk patahan benda uji tarik sesuai dengan tingkat keuletan/kegetasan ... 34

Gambar 2. 21 Tahapan perpatahan ulet pada sempel uji tarik ... 36

Gambar 2. 22 Patah getas pada spesimen uji tarik ... 37

Gambar 3. 1 Skema Penelitian………...40

Gambar 3. 2 Mesin Bubut ... 41

Gambar 3. 3 Kikir ... 41

Gambar 3. 4 Jangka Sorong ... 42


(13)

xiii

Gambar 3. 6 Mikroskop Metallurgi ... 43

Gambar 3. 7 Oven ... 43

Gambar 3. 8 Stopwatch ... 44

Gambar 3. 9 Autosol ... 44

Gambar 3. 10 Amplas ... 45

Gambar 3. 11 Neraca Digital ... 45

Gambar 3. 12 Accu Zurr ... 45

Gambar 3. 13 Gerinda Tangan ... 46

Gambar 3. 14 Oli ... 46

Gambar 3. 15 Thermometer ... 47

Gambar 3. 16 HNO3 5% ... 47

Gambar 3. 17 Standar ASTM A370-03a ... 47

Gambar 3. 18 Bentuk Spesimen Uji Tarik ... 48

Gambar 3. 19 Benda uji didinginkan pada udara terbuka ... 49

Gambar 3. 20 Benda uji saat di quenching ... 50

Gambar 3. 21 Benda uji setelah di quenching... 51

Gambar 3. 22 Benda uji setelah di tempering ... 51

Gambar 3. 23 Benda uji diletakkan dilingkungan pantai ... 52

Gambar 3. 24 Gambar benda uji pada mesin u ji tarik ... 53

Gambar 3. 25 Benda uji struktur mikro ... 54

Gambar 3. 26 Benda uji ditimbang ... 55

Gambar 3. 27 Benda uji dibersihkan ... 55

Gambar 3. 28 Benda uji direndam dalam air accu ... 56

Gambar 3. 29 Benda uji bersih ditimbang ... 56

Gambar 4. 1 Grafik UTS benda uji quenching dan tempering………….………67

Gambar 4. 2 Grafik UTS benda uji perlakuan panas normalizing ... 68

Gambar 4. 3 Grafik perbandingan benda uji quenching tempering dan perlakuan normalizing ... 68

Gambar 4. 4 Foto makro benda ujiawal sebelum terkorosi ... 69

Gambar 4. 5 Foto makro benda uji bulan keempat terkorosi. (a) Benda uji perlakuan normalizing ; (b) Benda uji quenching tempering ... 70


(14)

xiv

Gambar 4. 6 Grafik regangan benda uji quenching tempering ... 70

Gambar 4. 7 Grafik regangan benda uji perlakuan normalizing ... 71

Gambar 4. 8 Struktur mikro benda uji quenching tempering... 72

Gambar 4. 9 Struktur mikro benda uji perlakuan panas normalizing ... 72

Gambar 4. 10 Bentuk patahan benda uji tarik bulan ke 0 ... 73

Gambar 4. 11 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 1 bulan ... 73

Gambar 4. 12 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 2 bulan ... 74

Gambar 4. 13 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 3 bulan ... 74

Gambar 4. 14 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 4 bulan ... 75

Gambar 4. 15 Bentuk patahan benda uji tarik bulan ke 0 ... 75

Gambar 4. 16 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 1 bulan ... 76

Gambar 4. 17 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 2 bulan ... 76

Gambar 4. 18 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 3 bulan ... 77

Gambar 4. 19 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 4 bulan ... 77

Gambar 4. 20 Foto makro terkorosi 1 bulan benda uji quenching tempering... 80

Gambar 4. 21 Foto makro terkorosi 2 bulan benda uji quenching tempering... 80

Gambar 4. 22 Foto makro terkorosi 3 bulan benda uji quenching tempering... 81

Gambar 4. 23 Foto makro terkorosi 4 bulan benda uji quenching tempering... 81

Gambar 4. 24 Foto makro terkorosi 1 bulan benda uji perlakuan normalizing .... 82

Gambar 4. 25 Foto makro terkorosi 2 bulan benda uji perlakuan normalizing .... 82

Gambar 4. 26 Foto makro terkorosi 3 bulan benda uji perlakuan normalizing .... 83

Gambar 4. 27 Foto makro terkorosi 4 bulan benda uji perlakuan normalizing .... 83

Gambar 4. 28 Grafik laju korosi benda uji quenching tempering ... 84

Gambar 4. 29 Grafik laju korosi benda uji perlakuan normalizing... 84


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil pengujian komposisi

Lampiran 2 Grafik Uji Tarik benda uji Quenching Tempering Lampiran 3 Grafik Uji Tarik benda uji Normalizing


(16)

xvi INTISARI

Kondisi Indonesia yang dekat dengan lingkungan laut merupakan faktor yang dapat mempercepat proses korosi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahuisifat mekanik dan laju korosi baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas quenching tempering dan bahan dengan perlakuan panas normalizing.

Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan adalah baja karbon sedang.Berdasarkan uji komposisi kadar karbonnya 0,65%C.Proses korosi dilakukan dengan cara benda uji diletakkan pada lingkungan pantai dan akan dilakukan pengujian secara berkala,sebelum terkorosi, korosi 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.Jenis pengujian dan pengamatan yang dilakukan adalah kekuatan tarik, bentuk patahan dan laju korosi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik benda uji quenching

temperingselalu lebih tinggi setiap bulannya dibanding benda uji normalizing.

Kekuatan tarik tertinggi benda uji quenching dan tempering adalah 89,73 kg/mm² dan terendah 82,23 kg/mm² pada bulan keempat. Pada benda uji normalizing kekuatan tarik tertinggi sebesar 73,61 kg/mm² dan 70,78 kg/mm² pada bulan keempat terkorosi. Jenis patahan benda uji quenching dan tempering serta benda

uji normalizingsama yakni jenis patahan ulet. Hasil perhitungan laju korosi pada

benda uji quenching tempering dan benda uji normalizing sama-sama mengalami kenaikan nilai laju korosi. Pada benda uji quenching tempering 1 bulan terkorosi laju korosi sebesar 88,13 mdd dan pada benda uji 4 bulan terkorosi sebesar 197,68 mdd, sedangkan benda uji normalizing laju korosi 1 bulan sebesar 105,41 mdd dan 213,10 mdd pada bulan keempat terkorosi.


(17)

xvii ABSTRACT

Indonesia's condition close to the coastal environment is a factor that can accelerate the corrosion process. The purpose of this research is to know the mechanical properties and corrosion rate of medium carbon steel which is given heat treatment of quenching tempering and materials with heat treatment normalizing.

In this research, the material used was a medium carbon steel.Based on the composition test of carbon content of 0.65% C.The corrosion process is carried out by means of test specimens placed on the coastal environment and will be tested periodically, before corroded, corrosion 1 month, 2 months, 3 months and 4 months. The types of tests and observations made are tensile strength, fracture shape and corrosion rate.

The results showed that the tensile strength of the quenching tempering specimens was always higher each month than the normalizing specimens. The highest ultimate tensile strength of the quenching and tempering specimens was 89,73 kg/mm² and the lowest 82,23 kg/mm² in the fourth month. The highest ultimate tensile strength of the normalizing specimens was 73,61 kg/mm² and 70,78 kg/mm² in the fourth month corroded. The type of fracture of the quenchingtempering specimens and the normalizing specimens is the same type of ductile. The result of calculation of corrosion rate on the quenching tempering and normalizing specimens has increased the corrosion rate. The specimens quenching tempering first month, corrosion rate was 88.13 mdd and on the fourth month corrosion specimens was 197.68 mdd, whereas the specimens normalizing the first month corrosion rate was 105.41 mdd and 213.10 mdd in the fourth month corroded.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kondisi alam Indonesia yang beriklim tropis, dan dekat dengan lingkungan laut merupakan faktor yang dapat mempercepat proses korosi. Akibat kerusakan yang ditimbulkan korosi tersebut, maka dapat diperkirakan secara kasar bahwa biaya penanggulangan korosi secara umum mencapai 2-5% dari GNP (Journal Korosi & Material, Indonesia Corrosion Association : 2000), maka dapat dibayangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk penanggulangan korosi tersebut.Korosi merupakan permasalahan yang serius dalam dunia industri terutama pada dunia material karena sangat merugikan.Korosi dapat mengurangi kemampuan dan umur dari suatu kontruksi.

Korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas suatu bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan sekitarnya. Karena korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah berlangsung dengan sendirinya,oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan. Korosi hanya dapat dikendalikan atau diperlambat laju korosinya.

Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana sifat mekanikdan laju korosi dari baja karbon sedang yang mendapat perlakuan panas quenching dan tempering yang dibandingkan dengan baja yang mendapat perlakuan panas normalizing di lingkungan pantai.

Arief (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Quenching dan Tempering Terhadap Kekerasan dan Kekuatan Tarik Serta

Struktur Mikro Baja karbon Sedang Untuk Mata Pisau Pemanen Sawit”, mengatakan bahwa hasil proses tempering dapat menurunkan nilai kekerasan dan kekuatan tarik. Sementara hasil mikro strukur memperlihatkan bahwa diameter butiran bahan menunjukkan kenaikan diameter butiran selama proses


(19)

pengaruh lingkungan pantai terhadap baja karbon sedang 0,65% C yang sudah dengan perlakuan panas quenching tempering dibandingkan bahan dengan perlakuan panas normalizing sebagai pembanding terhadap laju korosi dan perubahan sifat mekanik ketika sebelum berada di lingkungan pantai dan ketika berada di lingkungan pantai selama 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

1.2.Rumusan Masalah

Komponen dalam bidang industri terutama pada dunia material sangat dirugikan karena korosi yang dapat menyebabkan pengurangan kekuatan dan volume pada material industri. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui sejauh mana lingkungan korosif pantai akan mempengaruhi kekuatan dari baja karbon sedang yang sudah mendapat perlakuan panas quenching dan

tempering.

Pengujian dilakukan pada baja karbon sedang 0,65% C. Pengujian diawali dengan pemberian perlakuan panas quenching tempering dan akan dibandingkan dengan bahan dengan perlakuan panas normalizingyang kemudian dilakukan di lingkungan pantai, sehingga terjadi korosi dan dilakukan dalam waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui kekuatan tarik baja perlakuanquenching temperingdan baja perlakuan normalizingdi lingkungan pantai

b. Pengamatan bentuk patahan baja perlakuan quenching tempering dan baja perlakuannormalizingdi lingkungan pantai

c. Mengetahui jenis korosi baja perlakuanquenching tempering dan baja perlakuan normalizing di lingkungan pantai

d. Mengetahui laju korosi baja perlakuan quenching tempering dan baja perlakuan normalizing di lingkungan pantai


(20)

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : a. Dapat dipergunakan sebagai referensi pada penelitian selanjutnya. b. Dapat menentukan dan membandingkan hasil dari laju korosi dan

kekuatan tarik untuk bahan baja karbon sedang dengan perlakuan

quenching tempering dan bahan dengan perlakuannormalizingdi

lingkungan pantai dari waktu ke waktu.

c. Memberi data untuk perkembangan pembangunan pembangunan yang menggunakan baja karbon sedang di lingkungan pantai.

1.5.Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian dan penyusunan tugas akhir ini adalah:

a. Material yang digunakan adalah baja karbon sedang dengan kadar karbon 0,65% C.

b. Benda uji diberikan perlakuan panas quenching dan tempering. c. Waktu penelitian adalah 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

d. Pengujian dan pengamatan yang dilakukan: laju korosi, kekuatan tarik, struktur mikro dan bentuk patahan.

e. Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

f. Lokasi penelitian di pantai Baru Pandansimo, Bantul, Yogyakarta.

1.6.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis antara lain: a. Literatur

Studi literatur digunakan sebagai dasar acuan dan referensi penulis yang diantaranya mencakup : landasan teori, gambar, grafik dan yang berkaitan dengan penelitian.

b. Konsultasi dan Diskusi

Konsultasi dan diskusi dilakukan dengan dosen pembimbing, laboran yang membantu proses penelitian serta teman-teman mahasiswa lain


(21)

yang bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian, analisa dan pembahasan yang baik, juga untuk bertukar dan berbagi informasi, masukan antar mahasiswa yang berhubungan dengan penelitian yang dilaksanakan.

c. Pengujian Benda Uji

Data yang diperoleh berdasarkan proses korosi di lingkungan pantai Baru Pandansimo Bantul, dengan cara benda uji yang digantung selama 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan yang sebelumnya telah mendapatkan perlakuan panas quenching tempering. Kemudian spesimen diambil dan diuji di Laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.


(22)

5 BAB II DASAR TEORI

Dalam penelitian ini penulis menggunakan baja karbon sedang dengan kadar karbon 0,65% C profil bulat/silinder. Untuk mendalami tentang teori baja, penulis menjelaskan dasar-dasar teori serta seluk beluk tentang baja dan pengaruh lingkungan pantai terhadap baja dan juga efek perlakuan panas yang diberikan.

2.1.Baja

Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Persentase komposisi karbon pada baja berkisar antara 0,05-1,7% dengankomposisi tersebut dapat menentukan klasifikasi baja. Persentase unsur karbonpada baja memiliki pengaruh langsung terhadap kekerasan baja (Amstead, 1987).

Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti Mangan (Mn), Silikon (Si), Kromium (Cr), Vanadium (V), dan unsur lainnya. Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon

(Carbon Steel), dan Baja Paduan (Alloy Steel).

2.1.1. Klasifikasi Baja

Baja karbon berdasarkan persentase kadar karbonnya dikelompokkan menjadi tiga macam (R.E Smallman, 1991, p.450) :

a.Baja Karbon Rendah

Kandungan karbon pada baja ini kurang dari 0,3%. Karena kadar karbon yang rendah maka baja ini lunak dan tentu saja tidak dapat dikeraskan, dapat ditempa, dituang, mudah dilas dan dapat dikeraskan permukaannya (case hardening). Baja dengan presentase karbon kurang


(23)

dari 0,15% memiliki sifat mudah di mesin, mampu las dan biasanya digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, dan lainnya.

b.Baja Karbon Menengah

Kandungan karbon pada baja ini antara 0,3% sampai 0,7% . Baja jenis ini dapat dikeraskan dan ditempering, dapat dilas dan mudah dikerjakan pada mesin dengan baik. Baja ini dapat ditempa secara mudah tetapi susah dilas semudah baja kontruksi dan baja struktur. Penambahan kandungan karbon akan mempertinggi kekuatan tarik tetapi mengurangi kemampuan regangnya. Penggunaan baja karbon menengah ini biasanya digunakan untuk poros/as, engkol, gear, crankshaft dan

sparepart lainnya.

c.Baja Karbon Tinggi

Kandungan karbon pada baja ini antara 0,7% sampai 1,70%. Karena kadar karbon yang tinggi maka baja ini lebih mudah dan cepat dikeraskan dari pada yang lainnya dan memiliki kekerasan yang baik, tetapi susah dibentuk pada mesin dan sangat susah untuk dilas. Baja ini memiliki kekuatan tarik, kekerasan dan ketahanan terhadap korosi lebih tinggi, tetapi kemampuan regangnya kurang. Penggunaan baja ini untuk pegas/per, rel kereta api, tali kawat baja, ban roda kereta api dan alat-alat pertanian.

2.1.2. Diagram Fasa Fe-C

Diagram kesetimbangan besi karbon adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Gambar 2,1Diagram Fasa Besi-Karbida-Besi ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang


(24)

sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

Gambar 2.1Diagram Fasa Besi-Karbida-Besi

(Sumber : William D. Callister. Materials Science And Engineering 7ed)

2.1.3. Struktur Mikro Baja

Jika baja karbon dilihat dibawah mikroskop metallurgi, maka strukturmikro dapat dikenali sebagai perlit, ferrit, sementit (karbida besi), austenit atau bainit dengan beberapa variasi tergantung dari perlakuannya.Sementit atau karbida besi merupakan struktur terkeras pada diagram karbon dengan kandungan karbon 6,67% C. Dalam diagram karbon telihat bahwa karbida besi (Fe3C) berada pada bagian sebelah kanan diagram. Baja yang mengalami perlakuan panas akan mengalami


(25)

Modifikasi yang dimaksud adalah:

1. Austenit atau Besi Austenit merupakan larutan pada sela antarakarbon dan besi dengan struktur FCC, dan mampu melarutkan maksimum 2% karbon secara intersitas pada temperature 1129oC dalam bentuk larutan padat, austenit bersifat liat dan lunak.

2. Ferrit adalah besi dengan struktur BBC yang mampu melarutkan 0,008% C pada temperatur kamar dan maksimal 0,025% Cpada temperatur 723˚C. Ferrit membentuk larutan padat intersiti dengan karbon pada luasan yang sempit dengan struktur yang paling luas. 3. Perlit merupakan campuran eutektoit dengan kandungan 0,8% karbon

yang tampak tersusun berlapis-lapis secara bergantian dari ferrit dan sementit. Oleh karena itu perlit mempunyai sifat antara ferrit dan sementit yaitu cukup kuat dan tahan terhadap korosi. Perlit terbentuk pada suhu 723˚C, dimana pada saat pendinginan 0,8% karbon akan menghasilkan 100% perlit pada komposisi eutectoid. Bila laju pendinginan lambat maka karbon dapat berdifusi lama sehinga terbentuk perlit kasar, sedangkan bila laju pendinginan dipercepat maka akan terbentuk perlit halus.

4. Sementit atau karbida besi adalah senyawa kimia antara besi dengan karbon dengan kandungan karbon sebanyak 6,67% karbida besi (Fe3C) menyatakan bahwa tiga atom besi terikat oleh salah satu atom karbon yang menjadi sebuah karbida besi. Sementit memberikan kekerasan yang tinggi pada baja.

5. Struktur martensit terbentuk karena adanya pemanasan kemudian didinginkan dengan cepat (quenching) yang terbentuk dibawah temperatur eutectoid tetapi masih dibawah temperatur tuang, karena austenit tidak stabil pada pendinginan diatas, sehingga terjadi secara serentak strukturnya berubah menjadi kubus pusat ruang tetragonal (BBC). Pada keadaan ini tidak terjadi difusi melainkan pengerasan sebab semua atom karbon tetap tertinggal dalam lapisan padat karena


(26)

strukturnya tidak berbentuk kubus maka karbon terperangkap sehingga sulit terjadi slip sehingga dalam hal ini martensit mempunyai sifat keras, rapuh, dan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. Sifat martensit yang tidak stabil harus ditemper untuk menghilangkan tegangan dalam agar diperoleh sifat yang lebih liat dan kuat (Surdia, 1999).

2.1.4. Sifat Mekanik Baja

Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya.Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi. Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain :

1. Kekuatan (strength) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dankekuatan bengkok.

2. Kekerasan (hardness) dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance).Dimana kekerasan ini jugamempunyai korelasi dengan kekuatan.

3. Keuletan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Keuletan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain keuletanmenyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.


(27)

4. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk

(deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih

penting daripada kekuatan.

5. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling,

extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan

(ductility).

6. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja pada suatu kondisi tertentu.Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.

7. Kelelahan (fatigue) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan.Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

8. Mulur (creep) merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

2.2. Perlakuan Panas

Perlakuan panas atau heat treatment adalah kombinasi operasi pemanasan pada logam dibawah temperatur lebur logam tersebut dan


(28)

pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan waktu tertentu (Avner, 1974).

Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi dari proses pemanasan danpendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat, sebagai upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Perubahan sifat tersebut terjadi karena ada perubahan struktur mikro selama proses pemanasan dan pendinginan dimana sifat logam atau paduan sangat dipengaruhi oleh struktur mikro. Proses perlakuan panas terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dari proses pemanasan bahan hingga pada suhu tertentu dan selanjutnya didinginkan juga dengan cara tertentu. Tujuan dari perlakuan panas adalah mendapatkan sifat-sifat mekanik yang lebih baik dan sesuai dengan yang diinginkan seperti meningkatkan kekuatan dan kekerasan, mengurangi tegangan, melunakkan, mengembalikan pada kondisi nomal akibat pengaruh pada pengerjaan sebelumnya, dan menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh pada pengerjaan sebelumnya, dan menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh pada keuletan bahan (ASM handbook Vol 4, 1991).

Dalam proses pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan menerus terhadap struktur mikro yang terbentuk ditunjukkan pada Gambar 2.2Continuos Cooling Transformation Diagram


(29)

Gambar 2.2Continuos Cooling Transformation Diagram

1. Normalizing

Normalizing adalah proses pemanasan pada suhu austenit dan

didinginkan diudara terbuka. Cara normalizing adalah memanaskan baja pada suhu 10˚C-40˚C di atas daerah kritis, kemudian pendinginan dengan udara terbuka.Normalizingbiasanya diterapkan pada baja karbon rendah dan baja paduan untukmenghilangkan pengaruh pengerjaan bahan sebelumnya, menghilangkan tegangandalam, dan memperoleh sifat-sifat fisik yang diinginkan (Amstead dan Djaprie,1995). Hasil proses

normalizing baja akan berbutir lebih halus, lebih homogenydan keras dari

hasil annealing (Wardoyo, 2005).

2. Quenching

Proses quenchingmerupakan proses pengerjaan logam dengan pendinginan secara cepat. Sehingga melalui quenchingakan mencegah adanya proses yang dapat terjadi pada pendinginan lambat seperti pertumbuhan butir. Secara umum, quenching akan menyebabkan menurunnya ukuran butir dan dapat meningkatkan nilai kekerasan pada suatu paduan logam. Laju quenching tergantung padabeberapa faktor yaitu suhu, panas pada penguapan, viskositas, media pendingin dan


(30)

agritasi(aliran media pendingin).Kecepatan pendinginanquenching dengan air lebih besar dibandingkan pendinginan dengan oli, sedangkan pendingin dengan udara memiliki kecepatan yang paling kecil (Syaefudin, 2001).

Pada umumnya baja yang telah mengalami proses quenching memiliki kekerasan yang tinggi serta dapat mencapai kekerasan yang maksimum tetapi agak rapuh. Dengan adanya sifat yang rapuh, makakita harus menguranginya dengan melakukan proses lebih lanjut seperti

tempering(Mulyadi dan Suitra, 2010).

3. Tempering

Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah

dikeraskan (quenching) pada temperatur tempering(di bawah suhu kritis) sehingga diperoleh ductilitytertentu, yang dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara, 1991). Suhu pemanasan pada proses tempering dapatdibedakan sebagai berikut:

a. Tempering suhu rendah

Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 150 300 . Proses ini tidakakan menghasilkan penurunan kekerasan yang berarti. Tempering ini hanyauntuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Proses ini biasa digunakan pada alat-alat potong, mata bor dan sebagainya.

b. Tempering suhu menengah

Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 300 550 . Tempering padasuhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan sedikit menurunkan kekerasan. Peningkatan suhu temperingakan mempercepat penguraianmartensit dan kira-kira pada suhu 315 perubahan fase menjadi martensittemper berlangsung dengan cepat. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, dan pegas.


(31)

Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 550 650 . Tempering suhutinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaliguskekerasannya menjadi agak rendah.Tingginya suhu

temperingdanlamanyaholding time pada benda kerjatergantung pada

jenis dan kekerasan baja yang dikehendaki. Semakin tinggi dansemakin lama holding time yang diberikan, semakin banyak terbentuk trosit dansorbit sehingga kekerasan menjadi lebih rendah, keuletannya bertambah. Prosestempering umumnya pada roda gigi, poros,batang penggerak dan sejenisnya(Schonmetzdan Gruber, 1985)

2.2.1. Media Pendinginan

Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacam-macam. Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panasantara lain :

1. Air

Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H₂O.Air memiliki sifat tidakbewarna, tidak berasa dan tidak berbau.Air memiliki titik beku 0 dan titik didih 100 (Halliday dan Resnick, 1985). Pendinginan menggunakan air akanmemberikan daya pendinginan yang cepat dibandingkan dengan oli (minyak)karena air dapat dengan mudah menyerap panas yang dilewatinya dan panasyang terserap akan cepat menjadi dingin. Kemampuan panas yang dimiliki airbesarnya 10 kali dari minyak (Soedjono, 1978). Sehingga akan dihasilkankekerasan dan kekuatan yang baik pada baja. Pendinginan menggunakan airmenyebabkan tegangan dalam, distorsi dan retak (Gary, 2011).

2. Minyak

Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panasadalah yang dapat memberikan lapisan karbon pada kulit (permukaan) bendakerja yang diolah. Selain minyak yang khusus


(32)

digunakan sebagai bahanpendinginan pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan minyak bakaratau oli. Viskositas oli dan bahan dasar oli sangat berpengaruh dalam prosespendinginan sampel. Oli yang mempunyai viskositas lebih rendah memilikikemampuan penyerapan panas lebih baik dibandingkan dengan oli yangmempunyai viskositas lebih tinggi karena penyerapan panas akan lebih lambat(Soedjono, 1978).

3. Udara

Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkanpendinginan lambat.Udara yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendinginandibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akanmemberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal-kristal dankemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara (Soedjono, 1978).

4. Garam

Garam dapat dipakai sebagai media pendinginan disebabkan memiliki sifatmendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didinginkan di dalam cairan garam akan mengakibatkan ikatanya menjadi lebih keras karena padapermukaan benda kerja tersebut akan mengikat zat arang (Soedjono, 1978).Cairan garam merupakan larutan garam dan air, titik didih larutan akan lebihtinggi daripada pelarut murninya.

2.3. Korosi

Definisi dari korosi adalah perusakan atau penurunan mutu dari material akibat bereaksi dengan lingkungan (Corrosion Engineering,1987), dalam hal ini adalah interaksi secara kimiawi.Sedangkan penurunan mutu yang diakibatkan interaksi secara fisik bukan disebut korosi, namun biasa dikenal sebagai erosi dan keausan. Contoh korosi antara lain: karat besi dan paduannya pada temperatur kamar, kerak baja pada temperatur tinggi, noda pada perak, dan sebagainya.Pencegahan korosi sampai sekarang sudah banyak dilakukan karena korosi banyak membebani peradaban manusia.


(33)

a.Biaya korosi yang sangat mahal, baik akibat korosi itu sendiri maupun guna pencegahannya.

b.Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.

c.Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.

Korosi yang terjadi pada logam, dikarenakan kebanyakan logam ditemukan di alam dalam bentuk oksida.Logam juga memiliki kecenderungan untuk kembali kekeadaan pada saat ditemukan di alam.

2.3.1. Macam-macam Korosi

a. Korosi Merata (Uniform attack)

Adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat reaksi kimia karena pH air yang rendah dan udara yang lembab, sehingga makin lama logam makin menipis.Biasanya korosi ini terjadi pada pelat baja atau profil logam yang bersifat homogen. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara diberi lapisan lindung yang mengandung inhibitor.

Gambar 2.3Korosi Merata (Uniform attack) b. Korosi Sumuran (Pitting corrosion)

Korosi ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan hanya lubang kecil saja, namun pada bagian dalamnya terjadi lubang yang besar seperti sumuran.Korosi ini terjadi akibat adanya sistem anoda pada logam, dimana daerah tersebut terdapat konsentrasi Cl ‾ yang


(34)

tinggi.Pada Gambar 2.4 menunjukkan korosi sumuran pada pipa, dimana terdapat lubang-lubang kecil permukaan pipa.

Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara : a. Pemilihan bahan yang homogen b. Diberikan inhibitor sebagai pelindung

c. Diberikan coating material dengan dan menggunakan potensi.

Gambar 2.4Korosi Sumuran (Sumber : Chamberlain. KOROSI. p. 138) c. Korosi Erosi (Errosion corrosion)

Korosi ini terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan kasar, bagian-bagian-bagian-bagian inilah yang mudah terjadi korosi dan juga diakibatkan karena fluida yang sangat deras dan dapat mengikis pelindung pada logam. Pada Gambar 2.5 merupakan contoh korosi erosi pada flange dari paduan tembaga yang mengalami erosi benturan akibat pemasangan paking kurang pas.


(35)

Gambar 2.5Korosi Erosi pada Flange (Sumber : Chamberlain. KOROSI. p. 154)

d. Korosi Logam Tak Sejenis (Dissimilar Metals)

Merupakan korosi akibat dua logam tak sejenis yang tergandeng

(coupled) membentuk sebuah sel korosi basah sederhana. Sebutan lain

yang sering digunakan adalah korosi dwilogam (KR. Treathewey, 1991, p.109). Korosi ini sering dijumpai pada sambungan sambungan pipa yang berbeda jenis logamnya. Pemilihan logam yang sama jenisnya sangat penting untuk menghindari korosi ini. Pada Gambar 2.6 merupakan contoh korosi logam yang tak sejenis ketiga logam disatukan.


(36)

Gambar 2.6Korosi Logam Tak Sejenis e. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)

Korosi tegangan terjadi karena butiran logam yang berubah bentuk yang diakibatkan karena logam mengalami perlakuan khusus, seperti diregang, ditekuk.Sehingga butiran menjadi tegang dan butiran ini sangat mudah bereaksi dengan lingkungan. Apabila logam yang telah mengalami stress maka logam harus direlaksasi.

Gambar 2.7Korosi Tegangan (Stress Corrosion) (Sumber : Chamberlain. KOROSI. p. 174)


(37)

Gambar 2.7 diatas merupakan contoh korosi tegangan pada pipa tarik-dingin sesudah disimpan di sebuah rak laboratourium kimia selama enam bulan, kegiatan ini menyebabkan retak sepanjang 300 mm.

f. Korosi Celah (Crevice Corrosion)

Korosi celah adalah dengan perubahan yang tinggi pada lubang sempit yang disebabkan adanya perbedaan penambahan oksigen dengan konsentrasi oksigen dalam celah lebih rendah sehingga sulit bagi oksigen untuk menembus lubang kecil.Korosi ini, disebabkan oleh adanya sejumlah kecil larutan yang terstagnasi (diam) karena adanya hole, gasket seperti pada Gambar 2.8 dibawah ini.Sambungan penyebab timbulnya celah, sehingga korosi ini sering juga disebut korosi deposit, korosi retakan.Korosi ini banyak terjadi dalam cairan, dan perancangan dan desain yang benar dapat menanggulangi terbentuknya celahsehingga korosi celah dapat dikurangi.

Gambar 2.8Korosi Celah

(Audouard, J.P et al, CORROSION/88, paper 413, St. Louis, MO, March 21–25, 1988.)


(38)

g. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)

Korosi ini terjadi karena logam mendapatkan beban siklus yang terus berulang sehingga semakin lama logam akan mengalami patah karena terjadi kelelahan logam. Korosi ini biasanya terjadi pada turbin uap, pengeboran minyak dan propeller kapal.Pada Gambar 2.9 merupakan contoh korosi lelah.

Gambar 2.9Korosi Lelah (Fatigue Corrosion) h. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)

Korosi ini menyerang pada daerah sepanjang batas butir atau daerah sekitarnya. Seperti diketahui, logam merupakan susunan butiran-butiran kristal seperti pasir. Butiran-butiran-butiran tersebut saling terikat membentuk mikrostruktur. Korosi ini disebabkan karena adanya perubahan sifat metalurgi, terjadi pada suhu pemanasan 400oC 800oC dimana krom akan tertarik oleh karbon untuk membentuk kromium karbida (chromium carbide) dibatas butir. Sehingga permukaan dari material menjadi lemah. Pada Gambar 2.10 merupakan contoh korosi batas butir pada baja karbon 0,15 persen dengan perbesaran 500 kali.


(39)

Gambar 2.10Korosi Batas Butir (Sumber : Chamberlain. KOROSI. p. 124)

2.3.2. Faktor-faktor Laju Korosi

Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi antara lain, yaitu :

1. Suhu

Suhu merupakan faktor penting dalam proses terjadinya korosi, di mana kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikel-partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya (Fogler, 1992). Gambar 2.11 merupakan grafik hubungan antara laju korosi dan suhu.


(40)

Gambar 2.11Grafik Laju Korosi dan Suhu 2. Kecepatan Alir Fluida atau Kecepatan Pengadukan

Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan mengalami kerapuhan korosi (Kirk Othmer, 1965).Pada Gambar 2.12 merupakan grafik hubungan antara laju korosi dan kecepatan alir fluida.

Gambar 2.12Grafik Laju Korosi dan Kecepatan Alir Fluida 3. Konsentrasi Bahan Korosif

Hal ini berhubungan dengan pH atau keasaman dan kebasaan suatu larutan. Larutan yang bersifat asam sangat korosif terhadap


(41)

logam dimana logam yang berada didalam media larutan asam akan lebih cepat terkorosi karena merupakan reaksi anoda. Sedangkan larutan yang bersifat basa dapat menyebabkan korosi pada reaksi katodanya karena reaksi katoda selalu serentak dengan reaksi anoda (Djaprie, 1995).Gambar 2.13 memperlihatkan grafik hubungan laju korosi dan pH lingkungan.

Gambar 2.13Grafik Laju Korosi dan pH 4. Oksigen

Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan permukaan logam yang lembab.Sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar. Di dalam air (lingkungan terbuka), adanya oksigen menyebabkan korosi (Djaprie,1995). Gambar 2.14 memperlihatkan grafik hubungan antara Laju Korosi dan Konsentrasi O₂.


(42)

Gambar 2.14Grafik Laju Korosi dan Konsentrasi O₂ 5. Waktu Kontak

Dalam proses terjadinya korosi, laju reaksi sangat berkaitan erat dengan waktu. Gambar 2.15 menunjukkan grafik hubungan laju korosi dan waktu kontak bahwa pada dasarnya semakin lama waktu logam berinteraksi dengan lingkungan korosif maka semakin tinggi tingkat korosifitasnya. Laju korosi dapat dihitung dengan metode kehilangan berat atau weight gain loss (WGL).Laju korosi dinyatakan dalam mdd

(milly desi per day). Dengan menghitung massa logam yang telah

dibersihkan dari oksida dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan selama waktu tertentu. Setelah itu dilakukan penghitungan massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa akhir. Dengan mengambil beberapa data seperti luas permukaan, waktu dan massa jenis logam yang di uji maka dihasilkan suatu laju korosi.


(43)

Gambar 2.15Grafik Laju Korosi dan Waktu Kontak 2.4. Pengujian Bahan

Pengujian bahan ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis dari benda uji yang diteliti.

2.4.1. Pengujian Tarik

Uji tarik rekayasa dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu dan bertambah besar secara berkelanjutan,bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji (Djaprie, 1987:276).

1. Perilaku Mekanik Material

Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan non logam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah:

a. Batas proporsionalitas (proportionality limit)

Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier σ = Eε(bandingkan dengan


(44)

hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Bentuk kurva tegangan-regangan yang umum disajikan pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16Kurva tegangan-regangan rekayasa (Sumber : Djaprie. Metalurgi Mekanikp.278 Edisi 3)

b. Batas elastis (elastic limit)

Daerah elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastis sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro. Dengan ketelitian regangan yang sering digunakan (10-4 inci/inci), batas elastik lebih besar daripada batas proporsional.Penentuan batas elastik memerlukan prosedur pengujian yang diberi beban-tak diberi beban (loading-unloading).


(45)

c. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)

Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambangan beban. Tegangan

(stress) yang mengakibatkan bahan menunjukan mekanisme luluh ini

disebut tengangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y, gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebutmenyebabkan bajaulet seperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point).Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas.Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti inimaka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset.Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar di bawah ini garis offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotonganXW dan kurva tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0.1–0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.


(46)

Gambar 2.17Kurva tegangan-regangan benda uji bahan getas Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk- produk logam seperti proses

rolling,drawing,stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik

luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:

•Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service) •Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process) d. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)

Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture).Nilai kekuatan tarik

maksimum σ uts ditentukan dari beban maksimum F maks dibagi luas

penampang awal Ao.


(47)

Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukan oleh M dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan. Dalam kaitannya dengan penggunaan strukturalmaupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.

e. Kekuatan Putus (Breaking Strength)

Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (F breaking) dengan luas penampang awal Ao.Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban maksimumM terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahanulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.

f. Keuletan (ductility)

Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching,

drawing, hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik

memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu :

 Persentase perpanjangan (elongation)

Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya.


(48)

Dimana Lƒ adalah panjang akhir dan L adalah panjang awal dari benda uji

 Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction) Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-selection) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya

 Rereduksi penampang,

⁄ ] …………(3) Dimana ƒ adalah luas penampang akhir dan adalah luas penampang awal.

g. Modulus elastisitas (E)

Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu material.Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi padasuatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan Gambar 2.18, modulus kekakuan tersebutdapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier, diberikan oleh :

⁄ atau ………...(4)

Dimana adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-regangan.Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilaimodulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh diberikan oleh Gambar 2.18.


(49)

Gambar 2.18Grafik tegangan- regangan baja yang memperlihatkan kesamaan modulus elastisitas

h. Modulus kelentingan (modulus of resilience)

Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleharea elastisdiagram tegangan-regangan.

i. Modulus ketangguhan (modulus of toughness)

Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi terjadinya perpatahan.Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan dibawah kurva tegangan regangan hasil pengujian tarik.Pertimbangan desain yangmengikut sertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.


(50)

j. Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya

Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur.Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan

(strain hardening), yaitu setelah titik luluh terlampaui.Secara khusus

perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking. Pada kurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban karena luas area awal Ao bernilai konstan pada saat penghitungan tegangan ⁄ Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area aktual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena .

Gambar 2.19Kurva tegangan-regangan pada baja karbon rendah

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan seperti diilustrasikan oleh Gambar 2.20 dibawah ini :


(51)

Gambar 2.20Ilustrasi bentuk patahan benda uji tarik sesuai dengan tingkat keuletan/kegetasan

2.4.2. Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro adalah suatu pengujian untuk mengetahui susunan fasa pada suatu benda uji atau spesimen. Struktur mikro dan sifat paduannya dapat diamati dengan berbagai cara bergantung pada sifat informasi yang dibutuhkan. Salah satu cara dalam mengamati struktur suatu bahan yaitu dengan teknik metalografi (pengujian mikroskopik).

a. Metalogafi

Metalografi adalah ilmu yang berkaitan dengan penyusun dari mikrostruktur logam dan paduan yang dapat dilihat langsung oleh mata maupun dengan bantuan peralatan seperti mikroskop optik, mikroskop elektron SEM (Scanning ElectronMicroscope), dan difraksi sinar-X. Metalografi tidak hanya berkaitan dengan struktur logam tetapi juga mencakup pengetahuan yang diperlukan untuk preparasi awal permukaan bahan. Sampel metalografi harus memenuhi criteria yaitu mewakili sampel, cacat dipermukaan minimum bebas goresan, lubang cairan lengket, inklusi, presipitat, fasa terlihat jelas, permukaan sampel datar sehingga perbesaaran maksimum mampu dicapai, dan permukaan sampel bagian pinggir tidak rusak (Noviano, 2010).

Secara umum prinsip kerja mikroskop optik adalah sinar datang yang berasal dari sumber cahaya melewati lensa kondensor, lalu sinar datang itu menuju glass plane yang akan memantulkannya menuju sampel. Sebelum mencapai sampel, sinar datang melewati beberapa lensa


(52)

pembesar. Kemudian sinar datang tersebut sebagian akan dipantulkan kembali, sedangkan sebagian lagi akan menyimpang akibat mengenai permukaan yang telah terkorosi pada saat pengetsaan. Sinar datang yang dipantulkan kembali ke mikroskop optik akan diteruskan ke lensa okuler sehingga dapat diamati.

2.4.3. Pengamatan Bentuk Patahan

Pengamatan ini mengamati bentuk patahan dari benda uji akibat pengujian tarik. Benda uji memperlihatkan beberapa jenis patahan yang berbeda-beda. Jenis perpatahan yang umum adalah patah getas dan patah ulet. Pada Gambar 2.20 memperlihatkan beberapa jenis patahan akibat tegangan tarik yang terjadi pada logam.

1. Perpatahan ulet

Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull) seperti pada Gambar 2.21 disajikan tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sempel uji tarik, sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular) dan terang seperti disajikan pada Gambar 2.22. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan yang ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringantan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan.Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat stereoscan macroscope.Pengamatan yang lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope).


(53)

Gambar 2.21Tahapan perpatahan ulet pada sempel uji tarik (Sumber : Sriati Djaprie. Metalurgi Mekanikp.262 Edisi 3)

a. Penyempitan awal

b. Pembentukan rongga- rongga kecil (cavity)

c. Penyatuan rongga rongga membentuk suatu retakan d. Perambatan retak

e. Perpatahan geser akhir pada sudut 45o

2. Perpatahan getas

Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material

2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom material (transgranular).

3. Pada material lunak dengan butir k asar (coarse-grain) maka dapat dilihat pola-pola yang dinamakan chevrons or

fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal


(54)

4. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang mudah dibedakan.

5. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan mulus.


(55)

2.5. Tinjauan pustaka

Penelitian dari Arief Murtiono yang berjudul “Pengaruh Quenching dan Tempering Terhadap Kekerasan dan Kekuatan Tarik Serta Struktur Mikro Baja Karbon Sedang Untuk Mata Pisau Pemanen

Sawit”menyatakan bahwa perlakuan panas (heat treatment) didefenisikan sebagai kombinasi operasi pemanasan dan pendinginan yang terkontrol dalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu pada baja/logam atau paduan. Salah satu metode perlakuan panas tersebut dengan proses

quenching dan tempering. Proses ini dilakukan pada temperatur austenite

(830˚C) selama 45 menit kemudian didinginkan dengan air es dan udara bebas, kemudian di-temper pada temperature 550 , 600 , dan 650 dengan lama waktu penahanan 1 jam dan 2 jam. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai kekerasan optimum adalah 825,6 BHN setelah

quenching pada suhu 830˚C dan 333 BHN setelah di-temper selama 1 jam

pada suhu 550 . Hasil pengujian tarik diperoleh tegangan luluh (yield

strength) 607,72MPa dan tegangan batas (ultimate strength) 939MPa.

Besarnya kenaikan butiran dari raw material 5,6 μm menjadi 5,9 μm setelah

quenching, dan setelah tempering naik menjadi 6,12 μm, 6,93 μm, dan 7,15

μm. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa proses tempering dapat

menurunkan nilai kekerasan dan kekuatan tarik. Sementara hasil mikro struktur memperlihatkan bahwa diameter butiran bahan menunjukkan kenaikan diameter butiran selama proses heat treatment. Dimana korelasi antara diameter butiran dan sifat mekanis adalah berbanding terbalik sesuai dengan rumus yang dikemukakan oleh Hall and Petch method.

Penelitian dari Agustinus Bowo Sulistyo (2007) yang berjudul “Efek Lingkungan Pantai dan Waktu Korosi Terhadap Laju Korosi dan

Karakteristik Baja Profil L” menyatakan bahwa penulis ingin mengetahui perbedaan antara hasil pengujian tarik, struktur makro dan mikro, mengetahui perbedaan diagram regangan dan tegangan. Perbedaan laju korosi dan kekerasan bahan baja rendah dengan profil siku sebelum atau sesudah


(56)

diletakkan dipantai dalam waktu 2, 4 dan 6 bulan.Hasil pengujian memperlihatkan bahwa nilai beban maksimum, kekerasan bahan yang tertinggi adalah benda uji awal atau sebelum terkorosi.Semakin lama peletakan benda uji di daerah pantai, maka hasil pengujian yang diperoleh terus menurun. Nilai beban maksimum pada benda uji sebelum terkorosi sebesar 890,92 kg, benda uji yang telah terkorosi menurun beban maksimumnya menjadi 500,4 kg pada terkorosi 6 bulan. Sedangakan nilai regangan tertinggi terdapat terdapat pada benda uji sebelum terkorosi yaitu 17,89% dan 10,19% pada terkorosi 6 bulan. Hasil pengujian kekerasan tertinggi yaitu 182,6 kg/mm² pada benda uji sebelum terkorosi dan menurun pada benda uji setelah terkorosi menjadi 151 kg/mm² pada korosi 6 bulan. Sementara pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa benda uji sebelum terkorosi dan sesudah terkorosi terlihat sama atau tidak berbeda secara signifikan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa proses korosi dapat menurunkan nilai beban maksimum, regangan dan nilai kekerasannya. Sementara hasil struktur mikro memperlihatkan hasil yang sama.


(57)

40 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Skema Penelitian

Gambar 3.1 Skema Penelitian Pembuatan Benda Uji

Perlakuan Panas Quenching

dan Tempering

Perlakuan PanasNormalizing

Benda Uji Awal Sebelum Terkorosi

Pengujian Bahan 1. Uji Tarik

2. Perhitungan laju korosi 3. Pengamatan Bentuk Patahan

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kesimpulan Uji Komposisi Benda Uji terkorosi 1 bulan Benda Uji terkorosi 2 bulan Benda Uji terkorosi 3 bulan Benda Uji terkorosi 4 bulan Pengamatan Struktur Mikro


(58)

3.1. Persiapan Benda Uji

Penelitian ini menggunakan baja karbon sedang dengan kandungan karbon 0,65% dan dengan paduan logam lainya.

3.2. Peralatan Yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan dan pengujian benda uji meliputi:

a. Alat yang digunakan dalam pembuatan benda uji 1. Mesin bubut

Gambar 3.2 Mesin Bubut 2. Kikir


(59)

3. Jangka sorong

Gambar 3.4Jangka Sorong

Jangka sorong yang digunakan untuk mengukur dimensi dari benda uji, jangka sorong yang digunakan memiliki ketelitian 0,05 mm.

b. Alat yang digunakan dalam pengujian benda uji 1. Mesin Uji Tarik

Alat uji tarik ASTM A370 dengan seri GOTECT KT-7010AZ Taiwan, ROC dengan kemampuan maksimal tarik 1 Ton (1000 kg).


(60)

2. Mikroskop Metallurgi

Gambar 3.6Mikroskop Metallurgi

Mikroskop metalurgi digunakan untuk pengamatan struktur mikro benda uji quenching tempering dan benda uji dengan perlakuan normalizing.

3. Oven


(61)

4. Stopwatch

Gambar 3.8Stopwatch 5. Autosol

Gambar 3.9Autosol 6. Amplas


(62)

Gambar 3.10Amplas 7. Neraca Digital

Neraca Digital digunakan untuk menimbang berat awal dari benda uji dan perubahannya setelah dibersihkan dari korosi. Neraca digital yang digunakan memiliki ketelitian 0,01 gram.

Gambar 3.11Neraca Digital 8. Accu Zurr


(63)

9. Gerinda Tangan

Gambar 3.13 Gerinda Tangan 10.Oli

Oli digunakan sebagai media pendingin dalam proses quenching.

Gambar 3.14 Oli 12. Thermometer


(64)

Gambar 3.15Thermometer 13.Kain

14.Alkohol 95 dan HNO 5

Gambar 3.16HNO3 5%

3.3. Pembuatan Benda Uji

Sebelum penelitian dimulai, benda uji dibentuk dengan mengacu pada ukuran standard ASTM A370-03a.Pembuatan spesimen uji menggunakan mesin bubut. Ukuran dari spesimen uji akan menyesuiakan mesin uji tarik di Laboratorium Ilmu Logam, Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma.


(65)

Tahap Tahap Pembuatan Benda Uji

1. Memilih baja silinder dengan ukuran diameter 13,5 mm 2. Menentukan ukuran benda uji berdasar standar ASTM

A370-03a dengan skema sebagai berikut: 3mm

10mm 13mm

100 mm

Gambar 3.18 Bentuk Spesimen Uji Tarik

3. Baja silinder dibentuk menggunakan mesin bubut sesuai dengan bentuk dan ukuran yang telah ditentukan.

3.4. Proses Perlakuan Panas ( Heat Treatment ) Benda Uji

Proses perlakuan panas pada umumnya untuk memodifikasi struktur mikro baja sehingga meningkatkan sifat mekanik, salah satunya yaitu kekerasan (Smallman and Bishop, 1999). Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi dari proses pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat, sebagai upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu.

Sebelum benda uji diberi perlakuan panas quenching tempering terlebih dahulu benda uji dinormalizing untuk mengembalikan baja ke sifat awalnya.

3.4.1.Perlakuan Normalizing Benda Uji

Normalizing biasanya diterapkan pada baja untuk mengilangkan


(66)

dan memperoleh sifat-sifat fisik yang diinginkan (Amsted dan Djaprie, 1995).

Langkah-langkah proses normalizing adalah sebagai berikut :

1. Benda uji dimasukkan dalam oven dan dipanaskan hingga suhu 830 2. Benda uji ditahan pemanasaanya selama 60 menit.

3. Setelah proses penahanan benda uji didinginkan dengan udara terbuka seperti pada Gambar 3.19.

Gambar 3.19Benda uji didinginkan pada udara terbuka

3.5.2. Proses Quenching Benda Uji

Terdapat beragam media pendinginyangdigunakan dalam proses

quenchingantara lain : air, larutan air garam, minyak/oli. Air dan oli

merupakanmedia pendingin yang paling banyak dipakaiuntuk mengeraskan baja karena mudah dalamproses pencelupannya. Pendinginan dengan airlebih cepat dibandingkan dengan oli, sehinggakemungkinan terjadinya retak lebih besar, olehkarena itu oli lebih banyak digunakan sebagai media pendingin.Namun pemilihan media pendingin tersebut terkadang tidak sesuai dengan hasil kekerasan yang diinginkan, untuk itu perlu dilakukan riset dan percobaan agar didapat hasil yang


(67)

diinginkan.Dalam penelitian ini dipilih media oli yang dipanaskan hingga 100 sebagai media pendinginnya.

Langkah-langkah proses quenching benda uji adalah sebagai berikut : 1. Benda uji yang sudah selesai dinormalizing, dimasukkan kembali ke

dalam oven dan dipanaskan hingga suhu 850 Pemanasan akan ditahan disuhu yang sama selama 60 menit.

2. Oli disiapkan dengan dipanaskan hingga 100 .

3. Benda uji yang sudah ditahan selama 60 menit, dicelupkan dengan cepat kedalam oli yang sudah dipanaskan seperti pada Gambar 3.20 dan ditunggu hingga benda uji dingin.

4. Benda uji dibersihkan dari terak dan oli yang masih menempel pada benda uji seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.21 dibawah ini.


(68)

Gambar 3.21Benda uji setelah di quenching

3.5.3. Proses Tempering Benda Uji

Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan.Melalui tempering, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat penggunaan.Proses tempering terdiri dari pemanasan kembali baja yang telah dipanaskan atau dikeraskan pada suhu di bawah suhu kritis disusul dengan pendinginan.

Langkah-langkah proses quenching benda uji adalah sebagai berikut : 1. Benda uji yang telah diquenching dimasukkan kembali kedalam oven

dan dipanaskan kembali hingga suhu 600 .

2. Suhu oven ditahan selama 60 menit disuhu yang sama.

3. Setelah benda uji ditahan selama 60 menit, lalu oven dimatikan. 4. Benda ujiditunggu hingga dingin didalam oven tanpa dikeluarkan. Pada Gambar 3.22 menunjukkan benda uji setelah selesai proses di

tempering.

Gambar 3.22Benda uji setelah di tempering


(69)

Pengujian dilingkungan pantai bertujuan membandingkan laju korosi antara benda uji yang diberi perlakuan panas normalizing dan benda uji yang mendapat perlakuan panas quenching dan tempering. Pengujian benda uji dilingkungan pantai dilakukan dengan cara menggantung benda uji dilingkungan pantai, seperti pada Gambar 3.23. Lama waktu pengujian adalah 4 bulan dengan setiap bulan beberapa benda uji perlakuan panas

normalizingdan benda uji quenching tempering akan diambil dan diuji. Setiap

benda uji yang diambil akan diuji tarik dan dihitung laju korosinya.

Gambar 3.23Benda uji diletakkan dilingkungan pantai

3.7. Pengujian Benda Uji

Pengujian benda uji bertujuan untuk mendapatkan data dimana dari data tersebut akan dibandingkan antara benda uji yang mendapat perlakuan panas

quenching temperingdan yang mendapat perlakuan panas normalizingyang

belum mengalami korosi maupun mengalami korosi 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

3.7.1. Uji Tarik

Pengujian tarik dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan


(70)

pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji (Djaprie, 1986:276). Mesin yang digunakan adalah jenis Universal Testing Machine dengan kekuatan tarik maksimum 1 Ton (1000 kg).

Adapun langkah-langkah pengujian tarik adalah :

a. Benda uji diukur menggunakan jangka sorong untuk mendapatkan dimensi awal.

b. Benda uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji tarik dengan menaikan atau menurunkan grip bagian bawah, sehingga benda uji berada pada posisi grip dengan tepat dan betul-betul vertikal seperti pada Gambar 3.24.

c. Pada bagian ujung-ujung gauge length benda uji dipasang alat pengukur pertambahan panjang (Ekstensometer).

d. Benda uji diberi beban sehingga benda uji akan bertambah panjang dan sampai pada saat benda uji tersebut mengalami kegagalan atau patah. e. Data hasil penarikan yang terlihat pada panel mesin dicatat. Data ini

meliputi nilai pertambahan panjang, beban tarik, beban maksimum, beban ketika benda uji patah dan print out diagram pertambahan panjang berbanding beban.


(71)

3.7.2. Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk membandingkan struktur mikro dari benda uji yang diteliti dengan kondisi yang mendapat perlakuan panas quenching tempering dan perlakuan panas normalizing, serta mempelajari sifat logam.

Langkah-langkah pengujian struktur mikro :

a. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar, gunakan amplas mulai dari yang kasar hingga amplas yang halus.

b. Benda uji digosok dengan autosol yang di oleskan pada kain, sampai permukaan mengkilap seperti kaca.

c. Permukaan benda uji dietsa dengan menggunakan larutan NaOH, kemudian diamkan selama 60 detik.

d. Benda uji dimasukkan kedalam alkohol untuk menetralkan bahan etsa kemudian dicuci dengan aquades dan dikeringkan.

Pengamatan permukaan benda uji yang telah dietsa dengan menggunakan mikroskop.Pada Gambar 3.25 benda uji siap dilakukan pengamatan struktur mikro setelah dietsa menggunakan larutan NaOH.


(72)

3.7.3. Perhitungan Laju Korosi

Perhitungan laju korosi digunakan untuk mengetahui laju korosi dari benda uji setiap bulannya, korosi 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.Pengujian laju korosi juga untuk membandingkan laju korosi antara benda uji yang diberi perlakuan panas quenching tempering serta benda uji dengan perlakuan panas normalizing.

Langkah-langkah pengujian laju korosi :

1. Benda uji yang diambil dari pantai terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui pertambahan beratnya seperti pada Gambar 3.26.

Gambar 3.26Benda uji ditimbang

2. Benda uji dibersihkan dari terak-terak korosi yang menempel pada permukaan seperti pada Gambar 3.27


(73)

3. Benda uji direndam dalam air accu supaya benda uji benar-benar bersih dari korosi seperti pada Gambar 3.28.

Gambar 3.28Benda uji direndam dalam air accu

4. Benda uji dibersihkan menggunakan sabun, kemudian ditimbang kembali untuk mendapat berat bersih dari benda uji seperti pada Gambar 3.29 dibawah ini.


(74)

57 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diambil pada tugas akhir ini adalah data yang digunakan untuk mengetahui perbandingan kekuatan antar benda uji baik benda uji dengan perlakuan panas quenching tempering maupun benda uji dengan perlakuan panas

normalizing. Data yang digunakan adalah data uji tarik, data visual berupa

struktur mikro dan makro, bentuk patahan dan perhitungan laju korosi yang akan membandingkan antara benda uji dengan perlakuan panas quenching tempering dan benda uji dengan perlakuan panas normalizing.

4.1. Pengujian Tarik

Data hasil pengujian tarik merupakan benda uji awal sebelum terkorosi dan yang sudah terkorosi di daerah pantai dalam waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan guna menunjukkan pengaruh terhadap kekuatan tarik dari benda uji tersebut. Data yang diperoleh pada pengujian tarik adalah kekuatan tarik (UTS), regangan, beban maksimal (F max).

Jumlah benda uji pada perlakuan quenching temperingberjumlah 20 buah benda uji yang akan diuji setiap bulannya 4 benda uji, sedangkan untuk benda uji dengan perlakuan panas normalizing berjumlah 19 buah benda uji dikarenakan salah satu benda uji mengalami kecacatan saat diberi perlakuan panas. Setiap bulannya akan diuji 4 benda uji pula, namun pada bulan terakhir hanya 3 benda uji.


(75)

58

Tabel 4.1Tabel data uji tarik benda uji quenching dan tempering

Nama spesimen F max (kg)

A (mm²)

UTS

(kg/mm²) (%)

TI

Benda uji tanpa dikorosikan

506,3 5,73 88,36 23,59

T2 634,8 6,84 92,81 20,54

T3 632,7 7,07 89,49 17,14

T4 688,6 7,80 88,28 28,24

Rerata 615,6 6,86 89,73 22,38 T5

Korosi 1 bulan di pantai

673,1 7,55 89,15 18,95

T6 607,8 7,07 85,97 15,26

T7 578,9 7,31 79,19 8,57

T8 547,0 5,73 95,46 11,63

Rerata 601,7 6,92 87,44 13,60 T9

Korosi 2 bulan di pantai

573,9 5,73 100,16 10,00

T10 499,3 5,52 90,45 8,60

T11 488,9 5,73 85,32 10,72

T12 525,9 6,16 85,37 11,40

Rerata 522 5,78 90,33 10,18 T13

Korosi 3 bulan di pantai

477,2 5,52 86,45 5,64

T14 360,7 4,34 83,11 4,53

T15 458,2 5,31 86,29 5,00

T16 478,2 5,31 90,06 5,12

Rerata 443,57 5,12 86,48 5,07 T17

Korosi 4 bulan di pantai

470,0 5,73 82,02 5,91

T18 399,1 4,72 84,56 5,82

T19 459,5 4,53 101,43 3,63

T20 362,9 4,53 80,11 3,20


(76)

Dari data Tabel 4,1 terlihat adanya range data yang cukup lebar. Selanjutnya digunakan Standar Deviasi untuk menyeleksi apakah data layak digunakan.

Deviasi Standar = √ 2 1

)

(

n i

x

xi

(Harinaldi, STATISTIK, p.36, 2005)

Standar Deviasi data ketiga

Data ke3 xi (xi -x

T 9 100,16 96,73

T 10 90,45 0,02

T 11 85,32 25,05

T 12 85,37 24,55

x 90,33

( xi x)²) = 146,34

Deviasi Standar = √ 2 1

)

(

n i

x

xi

=

  n i 1 2 ) 33 , 90 34 , 146 (

= 6,93


(77)

= 90,33 6,98

Data terbesar = 90,33 + 6,98

= 97,31

Data terkecil = 90,33 – 6,98 = 83,35

Setelah dilakukan Standar Deviasi, data ketiga menjadi seperti berikut :

Benda Uji UTS T10 90,45 T11 85,32 T12 85,37

Standar Deviasi data kelima

Data ke 5 xi (xi -x

T 17 82,02 25,10

T 18 84,56 6,10

T 19 101,43 207,36

T 20 80,11 5,80

x 87,03

( xi x)²) = 244,36

Deviasi Standar = √ 2 1

)

(

n i

x

xi


(78)

=

  n i 1 2 ) 03 , 88 36 , 244 ( = 9,03

Data valid = rerata data standar deviasi = 87,03 9,03

Data terbesar = 87,03 + 9,03

= 96,06

Data terkecil = 87,03– 9,03 = 78,00

Setelah dilakukan Standar Deviasi, data kelima menjadi seperti berikut :

Benda Uji UTS T17 82,02 T18 84,56 T20 80,11

Setelah dilakukan Standar Deviasi Tabel 4.1 Data uji tarik benda uji quenching

dan tempering menjadi seperti pada Tabel 4.2 dengan data T19 dapat dihilangkan


(79)

Tabel 4.2Data uji tarik benda uji quenching dan tempering standar deviasi

Nama spesimen F max (kg) A (mm²) UTS (kg/mm²) ε (%) TI

Benda uji tanpa dikorosikan

506,3 5,73 88,36 23,59

T2 634,8 6,84 92,81 20,54

T3 632,7 7,07 89,49 17,14

T4 688,6 7,80 88,28 28,24

Rerata 615,6 6,86 89,73 22,38 T5

Terkorosi 1 bulan di pantai

673,1 7,55 89,15 18,95

T6 607,8 7,07 85,97 15,26

T7 578,9 7,31 79,19 8,57

T8 547,0 5,73 95,46 11,63

Rerata 601,7 6,915 87,44 13,60 T10

Terkorosi 2 bulan di pantai

499,3 5,52 90,45 8,60

T11 488,9 5,73 85,32 10,72

T12 525,9 6,16 85,37 11,40

Rerata 504,7 5,80 87,05 10,24 T13

Terkorosi 3 bulan di pantai

477,2 5,52 86,45 5,64

T14 360,7 4,34 83,11 4,53

T15 458,2 5,31 86,29 5,00

T16 478,2 5,31 90,06 5,12

Rerata 443,58 5,12 86,48 5,07 T17

Terkorosi 4 bulan di pantai

470 5,73 82,02 5,91

T18 399,1 4,72 84,56 5,82

T20 362,9 4,53 80,11 3,20


(80)

Tabel 4.3Tabel data uji tarik benda uji perlakuan panas normalizing

Nama spesimen F max (kg)

A (mm2)

UTS (kg/mm²)

ε (%) P1

Benda uji tanpa dikorosikan

603,6 7,07 85,37 18,95

P2 588,1 8,05 73,06 17,86

P3 516,2 7,07 73,01 20,92

P4 491,3 7,80 62,99 16,32

Rerata 549,80 7,50 73,61 18,51 P5

Terkorosi 1 bulan di pantai

527,5 7,55 69,87 18,78

P6 559,1 7,55 74,05 8,32

P7 404,2 8,05 50,21 19,47

P8 580,4 5,94 97,71 15,76

Rerata 517,80 7,27 72,96 15,58 P9

Terkorosi 2 bulan di pantai

384,4 6,16 62,40 5,87

P10 427,6 5,73 74,62 5,94

P11 432,2 6,16 70,16 7,56

P12 451,2 6,16 73,25 7,14

Rerata 423,85 6,05 70,11 6,63 P13

Terkorosi 3 bulan di pantai

395,5 5,31 74,48 4,46

P14 334,7 5,11 65,50 4,12

P15 454,1 5,73 79,25 3,94

P16 359,7 4,91 73,26 4,51

Rerata 386,00 5,27 73,12 4,26 P17

Terkorosi 4 bulan di pantai

276,3 3,80 72,71 3,73

P18 267 3,80 70,26 3,24

P19 217,8 3,14 69,36 2,89


(81)

Dari data Tabel 4.3 terlihat pula adanya range data yang cukup lebar. Selanjutnya digunakan Standar Deviasi untuk menyeleksi apakah data layak digunakan.

Standar Deviasi data ketiga

Data ke3 xi (xi -x

P 9 62,40 59,41

P 10 74,62 20,36

P 11 70,16 0,003

P 12 73,25 9,88

x 70,11

( xi x)²) = 89,65

=

  n i 1 2 ) 11 , 70 65 , 89 (

= 5,47

Data valid = rerata data standar deviasi = 70,11 5,47

Data terbesar = 70,11 + 5,47

= 75,58

Data terkecil = 70,11 – 5,47 = 64,64


(1)

Benda Uji 4 Bulan Benda Uji 4 Bulan

Benda Uji 4 Bulan Benda Uji 4 Bulan

P(Kg) P(Kg)

P(Kg) P(Kg)

82,02 kg/mm

80,11 kg/mm 101,43 kg/mm


(2)

Lampiran 2. Grafik Uji Tarik Benda Uji Normalizing

Benda Uji 0 Bulan Benda Uji 0 Bulan

Benda Uji 0 Bulan Benda Uji 0 Bulan

P(Kg)

P(Kg) P(Kg)

P(Kg)

85,37 kg/mm

62,99 kg/mm 73,01 kg/mm


(3)

Benda Uji 1 Bulan Benda Uji 1 Bulan

Benda Uji 1 Bulan Benda Uji 1 Bulan

74,05 kg/mm 69,87 kg/mm

97,71 g/mm 50,21 g/mm

P(Kg) P(Kg)


(4)

Benda Uji 2 Bulan Benda Uji 2 Bulan

Benda Uji 2 Bulan Benda Uji 2 Bulan P(Kg)

P(Kg) P(Kg)

P(Kg)

62,40 kg/mm 74,62 kg/mm


(5)

Benda Uji 3 Bulan Benda Uji 3 Bulan

Benda Uji 3 Bulan Benda Uji 3 Bulan P(Kg)

P(Kg)

P(Kg) P(Kg)

74,48 kg/mm

65,50 kg/mm

79,25 kg/mm


(6)

Benda Uji 4 Bulan Benda Uji 4 Bulan

Benda Uji 4 Bulan

P(Kg) P(Kg)

72,71 kg/mm

70,26 kg/mm