Rancangan Hipotetik Konseling Kelompok Restrukturisasi Kognitif untuk Mengendalikan Perilaku Konsumtif Remaja (Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015).

(1)

ABSTRAK

Muflihana Imanisa. (2014). Rancangan Hipotetik Konseling Kelompok Restrukturisasi Kognitif untuk Mengendalikan Perilaku Konsumtif Remaja (Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015).

Penelitian dilatarbelakangi oleh fenomena yang berkembang di kalangan remaja dalam memanfaatkan uang saku yang diberikan orang tua. Remaja cenderung memanfaatkan uang sakunya dalam mengutamakan penampilan dan keinginan dibanding kebutuhan untuk sekolah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran umum perilaku konsumtif peserta didik sebagai dasar untuk mengembangkan rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Temuan penelitian, menunjukkan: (1) Perilaku konsumtif peserta didik secara umum berada pada intensitas jarang, namun terdapat indikasi kecenderungan intensitas sering pada dimensi pemenuhan keinginan; (2) Gambaran perilaku konsumtif peserta didik merupakan landasan dalam penyusunan rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja yang dinyatakan layak oleh pakar dan praktisi. Restrukturisasi kognitif difokuskan untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik dengan materi mengendalikan diri dari pola pikir irasional, pengelolaan uang, penyusunan skala prioritas, dan upaya peningkatan diri untuk hidup hemat. Guru BK dan peneliti selanjutnya secara aplikatif dapat menggunakan hasil rancangan intervensi yang telah disusun untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik.


(2)

ABSTRACT

Muflihana Imanisa. (2015). Hypothetical Design of Counseling Group Cognitive Restructuring to Control Consumptive Behavior of Adolescents (Descriptive Study of the Eighth Grade Students of SMP Negeri 1 Bandung Academic Year 2014/2015).

This research was motivated by the growing phenomenon among adolescents in using pocket money given parent. Adolescent tend to take advantage of his pocket money in promoting the appearance and desire than the need for school. The purpose of this research was to know the description of adolescents’ consumptive behavior as a basis to developing a hypothetical design of counseling group cognitive restructuring for control consumptive behavior of adolescent. The study uses a quantitative approach with descriptive methods. The results of the study, showed: (1) generally, the consumption behavior of adolescents at an intensity rarely, but there are indications of a tendency on intensity often in dimensions of wish fulfillment; (2) a description of the consumptive behavior of adolescents is a cornerstone in the preparation of a hypothetical design of counseling group cognitive restructuring to control consumptive behavior of adolescent who declared eligible by experts and practitioners.Cognitive restructuring focused on controlling the consumption behavior of learners with material refrain from irational thinking, money management, and preparation priorities. Counselor and the further researcher, can use design of intervention that have been developed to control the consumption behavior of adolescents.

Keywords: group counseling for cognitive restructuring, consumptive behavior of adolescents.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

Bab satu menyajikan latar belakang penelitian, perumusan masalah penelitian, gambaran metode yang akan digunakan dalam penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi secara keseluruhan.

1.1Latar Belakang Penelitian

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Santrock, 2003, hlm. 26). Secara psikologis, masa remaja adalah masa seseorang mulai bergabung dengan masyarakat dewasa, anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih dewasa, melainkan berada pada tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1980, hlm. 206).

Menurut Erikson, remaja berada pada tahap perkembangan kelima yaitu identitas versus kekacauan identitas (ego-identity versus role confusion) (Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 103). Pada tahap perkembangan kelima, individu dihadapkan pada siapa mereka, mereka itu apa, dan akan kemana arah tujuan hidupnya (Santrock, 2003, hlm. 47). Erikson berpendapat masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan perasaan atau kesadaran akan jati dirinya (Yusuf, 2010, hlm. 188). Tidak ada fase perkembangan lain yang mudah berubah kecuali masa remaja dalam pencarian identitas diri (Yusuf, 2010, hlm. 60).

Hurlock (1980, hlm. 210) mengemukakan remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan tersebut. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu berada di luar rumah bersama teman sebaya, maka lingkungan pergaulan remaja memiliki pengaruh terhadap minat, sikap, pembicaraan, penampilan dan perilaku teman sebaya yang lebih besar dibandingkan pengaruh keluarga di rumah (Hurlock, 1980, hlm. 213).

Sebagian besar remaja, penilaian teman sebaya terhadap dirinya adalah aspek terpenting dalam kehidupan (Santrock, 2003, hlm. 219). Pada masa remaja berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain


(4)

terutama teman sebaya (Yusuf, 2010, hlm. 198). Remaja akan melakukan apapun agar dapat diterima sebagai anggota dalam suatu kelompok (Santrock, 2003, hlm. 219).

Remaja seringkali berpikir irasional dengan menampilkan minat, sikap, pembicaraan, penampilan dan perilaku teman sebaya yang dianggap menyimpang dan kurang bertanggung jawab oleh orang dewasa (Sarwono, 2012, hlm. 251). Remaja ingin diakui eksistensinya dengan berpenampilan yang sesuai dengan tren masa kini (Tambunan, 2001, http://www.duniaesai.com diakses 24-10-2013). Sebagian besar remaja berpikir dengan berpenampilan dengan model yang tren dan sama seperti anggota kelompok populer maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok tersebut menjadi lebih besar (Hurlock, 1980, hlm. 213).

Keinginan untuk sama seperti teman sebayanya menjadikan remaja mudah untuk terbujuk rayu iklan-iklan komersil. Dalam artikelnya, Tambunan (2001, http://www.duniaesai.com diakses 24-10-2013) mengungkapkan remaja cenderung membentuk pola hidup yang boros, berlebihan, serta tidak realistis dalam melakukan konsumsi atau membeli suatu produk. Pola hidup remaja yang diungkapkan membentuk kecenderungan pola perilaku konsumtif pada remaja. Johnstone mengungkapkan tipe konsumen remaja adalah tidak berpikir hemat, kurang realistis dan impulsif (Mangkunegara, 2002, hlm. 59).

Perilaku konsumtif remaja seolah didukung oleh era globalisasi sekarang ini. Salah satu faktor yang berperan penting dalam proses globalisasi adalah kemajuan dalam bidang teknologi yang semakin pesat. Kemudahan dalam mengakses internet, gadget yang canggih, online shop, maraknya pusat perbelanjaan, minimarket, restoran yang sangat mudah ditemui merupakan bukti dari adanya globalisasi.

Berbagai kemudahan dari adanya globalisasi melahirkan kebiasaan dan gaya hidup baru bagi individu termasuk dalam pola konsumsi. Kondisi kemudahan dari globalisasi cenderung mendorong individu bergaya hidup yang berlebihan dan konsumtif sebab gaya hidup dapat mempengaruhi perilaku individu dan pada akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang (Sunyoto, 2013, hlm. 35).


(5)

Perilaku konsumtif mengubah seseorang menjadi individu yang modern dalam kurun waktu yang relatif cepat, seperti menggunakan mobil pribadi, memiliki banyak waktu luang untuk mengunjungi pusat perbelanjaan, menonton bioskop, berbelanja atas tawaran iklan, dan makan di restoran terkemuka (Ozkan, 2009, hlm. 946-947).

Penelitian Assael tahun 1992 menemukan gaya hidup dapat diidentifikasi dengan mengukur ketiga komponen yaitu aktivitas, minat, dan opini seseorang (Sunyoto, 2013, hlm. 35). Aktivitas adalah bagaimana konsumen menggunakan waktunya, seperti belanja di toko dan berlibur. Inti dari pernyataan aktivitas

adalah “apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli, dan bagaimana mereka

menghabiskan waktunya”. Walaupun perilaku tersebut mudah diobservasi, namun

alasan yang melatarbelakangi individu sering menjadi subjek dari penelitian. Interest atau minat adalah derajat kesukaan terhadap sesuatu yang melibatkan perhatian yang sangat kuat terhadap hal tersebut. Dengan kata lain, hal-hal yang menjadi fokus atau prioritas dari konsumen. Sedangkan opini adalah bagaimana konsumen memandang dan merasakan suatu peristiwa atau isu-isu yang umum dan besar, seperti politik, masa depan, moral, ekonomi, dan pendidikan (Engel, J. F, et. al., 1992, hlm. 55; Sunyoto, 2013, hlm. 35-36; Wagner, 2009, hlm. 29). Senada dengan pendapat Simamora (2000, hlm. 58), perilaku konsumen dapat diamati menjadi tiga kategori, yaitu what the people do, what the people say, dan how the people are.

Konsumen melakukan konsumsi atas dasar motif afiliasi atau dorongan seseorang untuk mengadakan hubungan interpersonal dengan orang lain dan kelompok (Mangkunegara, 2002, hlm. 20). Escalas (2012, hlm. 1) mengungkapkan konsumen menciptakan identitas dirinya melalui harta dan merek yang ia gunakan sebagai bentuk komunikasi dirinya terhadap orang lain. Menurut Escalas, keterkaitan antara perilaku konsumen dan pencarian identitas diri adalah sebagai bentuk eksplorasi kebutuhan dalam mencari ciri khas diri dan afiliasi, keamanan, dan afirmasi diri, sebagaimana dikemukakan oleh Escalas:

Important thought leaders in our field have described and documented that consumers use possessions and brands to create their self-identities and communicate these selves to others and to themselves. Five of these six articles focus on specific relationships between self-identity-related goals


(6)

and consumer behavior, exploring needs such as affiliation and distinctiveness, self-verification, and self-affirmation.

Menurut Fromm (1976, hlm. 13) individu dapat dikatakan konsumtif jika memiliki barang lebih disebabkan oleh pertimbangan status, yaitu memiliki barang bukan untuk memenuhi kebutuhannya melainkan karena barang tersebut menunjukan status pemiliknya. Salah satu cara remaja untuk mengangkat diri sebagai individu adalah dengan pemilikan barang-barang yang mudah terlihat dan mewah seperti menggunakan pakaian bermerek dari distro-distro ternama seperti Flashy; tas dengan merek Zara, Sophie Martin, Misselle; Gadget dengan merek I-Phone, Samsung, Blackberry; dan lain-lain. Dengan cara ini remaja menarik perhatian orang lain, remaja merasa diterima oleh kelompok teman sebayanya, dan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi (Hurlock, 1980, hlm. 208; Sumartono, 2002, hlm. 119).

Sumartono (2002, hlm. 117) mengungkapkan seseorang yang berperilaku konsumtif akan membeli barang didasarkan atas adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suatu produk karena banyak orang yang memakainya. Konsumen melakukan konsumsi berdasarkan motif modeling, yaitu melakukan tindakan yang sama dengan apa yang dilakukan orang lain terutama dalam berperilaku dan mengkonsumsi suatu barang (Mangkunegara, 2002, hlm. 20).

Penelitian Sirgy (1982, hlm. 251) menunjukkan konsumen membandingkan konsep diri mereka dengan tokoh dalam suatu iklan. Seseorang akan memilih suatu produk atau merek karena mereka memiliki keinginan untuk sama seperti pengguna atau model dalam iklan tersebut (Khan & Cecile: 2012, hlm. 3). Menurut Hurlock (1980, hlm. 208-209) remaja cenderung melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan, bukan berdasarkan hal yang sebenarnya. Dodgson, dkk, (1998, hlm. 192) mengungkapkan individu yang mempunyai konsep diri positif mempunyai pandangan yang menyenangkan tentang keadaan dirinya. Sebaliknya individu yang mempunyai konsep diri negatif akan merasa dirinya selalu gagal, merasa tidak mampu dan mempunyai pandangan yang buruk tentang dirinya.

Seseorang yang berperilaku konsumtif akan memakai produk secara tidak tuntas yaitu belum habis suatu produk dipakai namun seseorang menggunakan produk jenis sama dengan merek lain (Sumartono, 2002, hlm. 117). Perilaku


(7)

konsumtif menyebabkan seseorang selalu merasa tidak puas dalam memenuhi keinginannya tanpa peduli bagaimana cara mendapatkannya (Tambunan, 2001, http://www.duniaesai.com diakses 24-10-2013).

Fenomena kecenderungan perilaku konsumtif remaja SMA berdasarkan penelitian Nuraisyah tahun 2006 menunjukan sebanyak 53,4% dari 100 peserta didik SMA di kota Bandung terbiasa makan di restoran-restoran fast food (KFC, McD, Popeyes, dsb) hingga 1-3 kali dalam satu bulan, dan 47,9% digunakan untuk jalan-jalan, menonton, dan berbelanja di mall. Berdasarkan pengeluaran uang saku dalam satu bulan, sebesar 61,61% digunakan untuk membeli makanan dan minuman; 21,26% digunakan untuk kebutuhan yang bersifat kesenangan, seperti isi pulsa, jalan-jalan, menonton di bioskop, membeli barang baru; 16,23% digunakan untuk kebutuhan belajar, seperti ongkos, alat tulis, buku, mengerjakan tugas; dan 0,88% digunakan untuk menabung. Disimpulkan, pengeluaran konsumsi peserta didik untuk kebutuhan kesenangan lebih tinggi dibandingkan untuk kebutuhan sekolah.

Berdasarkan penelitian Nuraisyah, masa remaja merupakan masa yang paling rentan untuk berperilaku konsumtif. Indikator yang mempengaruhi remaja dalam berperilaku konsumtif adalah membelanjakan uang sakunya secara berlebihan pada kebutuhan sekunder (Wagner, 2009, hlm. 28). Kepuasan yang dapat ditunda menjadi kepuasan yang harus segera terpenuhi, seseorang menjadi lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan dan cenderung dikuasai hasrat keduniawian dan kesenangan (Sumartono, 2002, hlm. 118). Remaja memandang segala sesuatunya bergantung pada emosi dalam menentukan pandangan terhadap suatu objek (Hurlock, 1996, hlm. 208).

Perilaku konsumtif pada remaja cukup mengkhawatirkan mengingat sebagian besar remaja SMP belum memiliki penghasilan sendiri dan masih mendapatkan uang saku dari orang tua. Perilaku konsumtif pada remaja SMP dikhawatirkan dapat mengganggu akademik karena lebih mengutamakan penampilan dan keinginan dibanding kebutuhan untuk sekolah. Pada kondisi yang lebih kronis, konsumtif dikhawatirkan dapat membuat remaja berpikir irasional untuk mendapatkan barang yang diinginkan dengan cara yang tidak sehat seperti


(8)

meminjam uang dari teman, mencuri, atau bahkan bekerja dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan usianya.

Sebagai bagian integral dalam pendidikan, bimbingan dan konseling di sekolah memegang peranan penting dalam mencegah dan mengatasi permasalahan peserta didik dalam hal pencapaian tugas perkembangan (Yusuf dan Nurihsan, 2005, hlm. 7). Salah satu tugas perkembangan yang perlu dikuasai peserta didik adalah aspek kemandirian perilaku ekonomis. Peserta didik yang memiliki kecenderungan perilaku konsumtif memerlukan upaya bantuan pada bidang pribadi-sosial. Upaya layanan konseling diarahkan untuk mengendalikan intensitas perilaku konsumtif peserta didik melalui strategi konseling kelompok yang bersifat preventif atau pencegahan.

Konseling pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memodifikasi pemikiran irasional individu. Vernon mengungkapkan salah satu alasan menggunakan pendekatan CBT dalam strategi konseling kelompok di sekolah dapat digunakan untuk pencegahan dan penyembuhan (Corey, 2008, hlm. 15).

Menurut Dobson & Dozois (2010, hlm. 3) CBT memiliki tiga asumsi dasar, meliputi: (1) aktifitas kognitif akan memiliki akibat terhadap perilaku; (2) aktivitas kognitif dapat diidentifikasi dan diubah; dan (3) perubahan perilaku yang diinginkan dapat disebabkan oleh perubahan kognitif.

Mahoney dan Arnkoff (Dobson & Dozois, 2010, hlm. 11) menyatakan CBT dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: (1) Cognitive Restructuring, (2) Coping Skills, dan (3) Problem Solving. Cognitive restructuring berasumsi adanya tekanan emosional merupakan hasil dari pikiran yang maladaptif sehingga tujuan dari cognitive restructuring adalah untuk menguji dan menantang pola pikir yang maladaptif, dan membuat pola pikir yang lebih adaptif. Berbeda dengan coping skills yang berfokus pada pengembangan daftar kemampuan yang didesain untuk membantu konseli menyelesaikan beberapa situasi yang membuat stres. Problem solving sendiri merupakan suatu metode yang mengkombinasikan antara cognitive restructuring dan coping skills.

Steigerwald dan David (1988, hlm. 322) mengemukakan teknik restrukturisasi kognitif efektif untuk diaplikasikan dalam berbagai permasalahan


(9)

konseli seperti kecemasan sosial, depresi, keinginan untuk bunuh diri, obsesi tinggi, masalah dalam hubungan, dan kecanduan atau adiktif. Menurut Engs (2012, hlm. 1) perilaku adiktif terbagi menjadi dua yaitu adiktif fisik dan adiktif psikologis. Adiktif fisik biasanya ketergantungan terhadap berbagai bahan kimia seperti alkohol, sedangkan adiktif psikologis biasanya ketergantungan terhadap suatu kegiatan seperti perjudian, gangguan makan, seks, dan berbelanja yang berlebihan.

Menurut Deacon, dkk (2011, hlm. 219), restrukturisasi kognitif merupakan upaya kolaborasi antara konselor dan konseli dalam mengidentifikasi pikiran irasional atau maladptif dengan menantang kebenaran pola pikir konseli menggunakan strategi perdebatan logis dan pengujian perilaku. Restrukturisasi kognitif lebih memusatkan perhatian pada upaya mengidentifikasi kognisi atau persepsi yang diyakini individu.

Perilaku konsumtif pada remaja didasarkan pada pemikiran yang beranggapan remaja akan dihargai dan percaya diri jika dirinya dapat mengikuti tren masa kini. Restrukturisasi kognitif dapat membantu menetralkan pandangan remaja dan mengembangkan pikiran negatif menjadi pikiran-pikiran yang positif. Intervensi diarahkan kepada indentifikasi dan modifikasi pola pikir dan keyakinan konseli mengenai diri dan kecenderungan perilaku konsumtif yang dialaminya. Tujuan dari restrukturisasi kognitif adalah mendorong individu untuk berpikir lebih adaptif dan rasional (Deacon, dkk., 2011, hlm. 219).

Struktur konseling restrukturisasi kognitif terdiri dari tiga bagian konseling (Dobson & Dobson, 2009, hlm. 117-125; Burns, 1989), yaitu (1) mengidentifikasi pikiran negatif konseli; (2) memonitor pikiran-pikiran konseli melalui though record; dan (3) mengintervensi pikiran negatif konseli menjadi pikiran-pikiran positif.

Langkah nyata dalam mengendalikan perilaku konsumtif remaja salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk layanan konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja.


(10)

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Peserta didik SMP termasuk dalam kategori remaja awal yang belum memiliki penghasilan sendiri. Indikator perilaku konsumtif bagi remaja adalah membelanjakan uang sakunya secara berlebihan pada kebutuhan sekunder (Wagner, 2009, hlm. 28). Perilaku konsumtif membuat remaja menjadi boros dan berlebihan. Sebagian besar remaja berpikir dengan berpenampilan dengan model yang tren dan sama seperti anggota kelompok populer maka kesempatan untuk diterima oleh kelompok tersebut menjadi lebih besar (Hurlock, 1980, hlm. 213).

Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja di antaranya menggunakan pendekatan Cognitive Behavioral Therapy, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Meillyza N. L. A tahun 2013 kepada 15 peserta didik (8 perempuan dan 7 laki-laki) pada kategori perilaku konsumtif tinggi di SMA Negeri 6 Bandung yang menyatakan teknik Self-Instruction efektif untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja (Arimbi, 2013, hlm. 106). Selain itu, penelitian Rahmawati Fauziah tahun 2010 kepada peserta didik kelas XI SMA Pasundan 1 Bandung menyatakan teknik Assertive Trainning efektif untuk mereduksi perilaku konsumtif remaja (Fauziah, 2010, hlm. 68).

Berdasarkan upaya-upaya yang telah dilakukan, maka penelitian ini berfokus pada konseling kelompok restrukturisasi kognitif dari pendekatan Cognitive Behavioral Therapy sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan perilaku konsumtif bagi remaja. Peserta didik yang memiliki kecenderungan perilaku konsumtif memerlukan upaya bantuan pada bidang pribadi-sosial. Upaya layanan konseling diarahkan untuk mengendalikan intensitas perilaku konsumtif peserta didik melalui strategi konseling kelompok yang bersifat preventif atau pencegahan. Intervensi diarahkan kepada indentifikasi dan modifikasi pola pikir dan keyakinan konseli mengenai diri dan kecenderungan perilaku konsumtif yang dialaminya.

Secara operasional permasalahan dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimana gambaran umum perilaku konsumtif peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015?


(11)

b. Bagaimana rancangan hipotetik layanan konseling kelompok restrukturisasi kognitif yang sesuai untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai perilaku konsumtif peserta didik dan rancangan hipotetik layanan konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Secara khusus tujuan penelitian, diantaranya:

a. memperoleh gambaran umum secara empiris mengenai deskripsi perilaku konsumtif peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

b. menghasilkan rancangan hipotetik layanan konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

1.4Metode Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif memungkinkan untuk dilakukan pencatatan dan penganalisisan data hasil temuan secara eksak dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum perilaku konsumtif remaja peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

1.5Manfaat Penelitian

Setelah rumusan tujuan dapat tercapai, penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

a. Secara Teoritis

Diharapkan berguna untuk menemukan kerangka pemikiran konseptual, mengembangkan wawasan pengetahuan secara teoritis,


(12)

menambah wawasan ilmu dalam bidang Psikologi Pendidikan khususnya Bimbingan dan Konseling mengenai perilaku konsumtif pada remaja. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap dunia pendidikan khususnya dalam bidang pribadi-sosial sebagai upaya bimbingan dan konseling untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. b. Secara Praktis

1) Bagi Guru BK/Konselor

Hasil temuan dapat dijadikan rujukan dan pedoman untuk guru BK di sekolah sebagai bahan pertimbangan untuk diimplementasikan dalam memberikan layanan bimbingan pribadi-sosial khususnya dalam mengendalikan perilaku konsumtif remaja.

2) Bagi Sekolah

Hasil temuan dapat dijadikan gambaran bagi pihak sekolah dalam mengantisipasi perilaku konsumtif pada peserta didik di sekolah. 3) Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian yang dilakukan dapat dijadikan sebagai acuan dan tolak ukur dalam memperdalam kajian dan intervensi penanganan perilaku konsumtif remaja bagi penelitian selanjutnya.

1.6Struktur Organisasi Skripsi

Bab I membahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II membahas mengenai kajian pustaka perilaku konsumtif, remaja, dan konseling kelompok restrukturisasi kognitif. Bab III membahas mengenai metode penelitian. Bab IV membahas mengenai hasil temuan dan pembahasan. Bab V membahas mengenai simpulan, implikasi, dan rekomendasi.


(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab tiga menyajikan rancangan alur penelitian yang dilaksanakan, diawali dengan menentukan desain penelitian yang diterapkan, penyusunan instrumen dan instrumen yang digunakan, tahapan pengumpulan data yang dilakukan, hingga langkah-langkah analisis data untuk menyusun rancangan hipotetik.

3.1Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ialah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian analisis data yang bersifat kuantitatif atau statistik (Sugiyono, 2013, hlm. 118).

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran umum dari perilaku konsumtif remaja. Tujuan akhir penelitian adalah tersusunnya rencana pelaksanaan konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja. Berdasarkan fokus, permasalahan, dan tujuan penelitian, penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif.

Metode deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai suatu permasalahan yang sedang terjadi dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan, dan menyimpulkan data hasil temuan.

3.2Partisipan

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang berlokasi di Jalan Ksatriaan No. 12 Bandung. Pemilihan sekolah sebagai subjek penelitian didasarkan pada lokasi SMP Negeri 1 Bandung yang berada di pusat perkotaan yang tentunya dapat dengan mudah ditemui pusat perbelanjaan seperti mall, factory outlet, dan restoran yang sedang tren di kalangan remaja di lingkungan sekolah. Tak jarang peserta didik menghabiskan


(14)

waktu luangnya untuk mengunjungi pusat perbelanjaan tersebut usai sekolah. Banyak remaja yang rela mengeluarkan uang sakunya untuk membeli barang yang dapat menunjang penampilan dan pergaulannya.

3.3Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010, hlm. 57). Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam proses pembelajaran di kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Jumlah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung adalah 343 orang. Sampel penelitian menggunakan sampling jenuh, yaitu sampel yang mewakili jumlah populasi.

3.4Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian yang menjadi fokus perhatian yaitu perilaku konsumtif remaja dan restrukturisasi kognitif.

3.4.1 Perilaku Konsumtif Remaja

Menurut Fromm (1955, hlm. 120) dalam bukunya yang berjudul The Sane Society mengungkapkan bahwa masyarakat kini sedang mengalami “sakit” dan cenderung membentuk masyarakat modern. Ditandai dengan pola hidup yang lebih mengutamakan kebahagiaan yang bersifat instan dibanding cara mendapatkannya, pola-pola konsumsi yang berlebihan untuk memenuhi hasrat kepuasan semata (consumption hungry), dan kecilnya rasa kepedulian terhadap kelompok sosial dan lingkungan.

Pola-pola konsumsi yang berlebihan dan tidak rasional cenderung membentuk pola hidup konsumtif. Pola hidup yang berlebihan dan tidak rasional lebih mengutamakan penampilan diri dan status dalam mengkonsumsi barang maupun jasa. Menurut Fromm (1976, hlm. 13), individu dapat dikatakan konsumtif jika memiliki barang lebih disebabkan oleh pertimbangan status, yaitu memiliki barang dapat menunjukkan status pemiliknya.


(15)

Sumartono (2002, hlm. 119) mengungkapkan perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau atas dasar kebutuhan, melainkan lebih mengutamakan faktor keinginan daripada faktor kebutuhan. Pendapat lain yang dikemukakan Tambunan (2001, http://www.duniaesai.com diakses 24-10-2013) perilaku konsumtif menyebabkan individu selalu merasa tidak puas dalam memenuhi keinginannya tanpa peduli bagaimana cara mendapatkannya.

Fenomena perilaku konsumtif cukup mengkhawatirkan mengingat peserta didik SMP belum memiliki penghasilan sendiri dan masih mengandalkan uang saku dari orang tua. Jika keadaan perilaku konsumtif terus dibiarkan maka dikhawatirkan peserta didik akan berusaha untuk mencari penghasilan sendiri melalui cara-cara yang tidak sehat.

Perilaku konsumtif yang dimaksudkan dalam penelitian ini berfokus pada perilaku peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung dalam memanfaatkan uang sakunya untuk mengkonsumsi barang atau jasa yang lebih mengutamakan faktor keinginan daripada kebutuhan untuk sekolah. Menurut Fromm (1955, hlm. 120) pola perilaku konsumtif memiliki empat dimensi yaitu pemenuhan keinginan, barang di luar jangkauan, barang tidak produktif, dan pertimbangan status. Secara lebih rinci, empat dimensi tersebut meliputi:

a. Pemenuhan Keinginan, mencakup membeli produk hanya untuk memenuhi kepuasan dan cenderung ingin mendapatkan sesuatu.

b. Barang di Luar Jangkauan, mencakup membeli produk di luar jangkauan uang saku yang dimiliki sehingga individu cenderung mencari pemuas kebutuhan dengan meminjam uang kepada orang lain atau bekerja.

c. Barang tidak Produktif, mencakup membeli atau memakai produk tanpa pertimbangan manfaat, untuk mengisi waktu luang, dan mencoba merek terbaru dengan jenis yang sama.

d. Pertimbangan Status, mencakup membeli dan memakai produk untuk menjaga penampilan dan gengsi sehingga muncul rasa percaya diri jika menggunakan produk terbaru, serta pengaruh unsur konformitas.


(16)

3.4.2 Restrukturisasi Kognitif

Konseling restrukturisasi kognitif pada penelitian didefinisikan sebagai upaya konselor dalam membantu peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung dalam mengendalikan perilaku konsumtif.

Intervensi diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir (Beck, 2011: 199). Restrukturisasi kognitif dipandang dapat membantu menetralkan pandangan remaja dan mengembangkan pikiran negatif menjadi pikiran-pikiran yang positif. Restrukturisasi kognitif dikembangkan untuk mengatasi perilaku maladaptif konseli termasuk harapan, keyakinan, dan pernyataan diri yang tidak sesuai dengan peristiwa sebenarnya (Dobson, 2010, hlm. 381).

Struktur konseling restrukturisasi kognitif terdiri dari tiga bagian konseling (Dobson & Dobson, 2009, hlm. 117-125; Burns, 1989), yaitu: (1) mengidentifikasi pikiran negatif konseli; (2) memonitor pikiran-pikiran konseli melalui though record; dan (3) mengintervensi pikiran negatif konseli menjadi pikiran-pikiran positif.

Berdasarkan penjelasan variabel penelitian perilaku konsumtif dan restrukturisasi kognitif, instrumen disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan teori mengenai perilaku konsumtif remaja. Angket atau kuesioner digunakan sebagai alat pengumpul data dan alat ukur untuk mencapai tujuan penelitian. Butir-butir pernyataan dalam instrumen adalah gambaran mengenai perilaku konsumtif pada peserta didik yang dikembangkan dari dimensi perilaku konsumtif menurut Erich Fromm.

3.5Instrumen Penelitian 3.5.1 Penyusunan Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner digunakan sebagai alat pengumpul data dan alat ukur untuk mencapai tujuan penelitian. Instrumen disusun berdasarkan pengembangan dan perumusan teori mengenai perilaku konsumtif menurut Erich Fromm. Selanjutnya dimensi perilaku konsumtif diturunkan menjadi indikator dan butir-butir pernyataan. Butir-butir pernyataan dalam instrumen disusun berdasarkan gambaran mengenai perilaku konsumtif pada peserta didik.


(17)

3.5.2 Jenis Instrumen

Jenis instrumen atau angket yang digunakan dalam penelitian adalah angket tertutup, yaitu responden diberikan berbagai pernyataan mengenai perilaku konsumtif yang disertai dengan alternatif jawaban, selanjutnya responden hanya perlu memilih salah satu alternatif pilihan jawaban yang telah disediakan.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket perilaku konsumtif kepada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung. Instrumen atau angket pengungkap perilaku konsumtif disusun menggunakan angket format Skala Likert dengan lima alternatif jawaban, yaitu Sangat Sering (SS), Sering (SR), Kadang-kadang (KK), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP).

3.5.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap perilaku konsumtif peserta didik SMP dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Dimensi perilaku konsumtif meliputi pemenuhan keinginan, barang di luar jangkauan, barang tidak produktif, dan pertimbangan status. Kisi-kisi instrumen disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Perilaku Konsumtif

No Dimensi Indikator Pernyataan

(-) Σ

1. Pemenuhan Keinginan

Membeli produk untuk memenuhi keinginan atau hawa nafsu.

1, 2, 3 3 Membeli produk karena ingin

mendapatkan potongan harga, hadiah, atau harga yang murah.

4, 5, 6, 7 4

2. Barang di Luar Jangkauan

Membeli produk di luar batas kemampuan.

8, 9, 10, 11, 4 Membeli produk secara tidak

terencana.

12, 13, 14, 15,

4 3. Barang

Cenderung Tidak Produktif

Membeli produk bukan atas pertimbangan manfaat.

16, 17, 2 Membeli produk karena ingin

mencoba model atau merek terbaru.

18, 19, 20, 21, 22, 23


(18)

Membeli dan memakai produk untuk mengisi waktu luang.

24, 25, 26, 27

4 4. Pertimbangan

Status

Membeli dan memakai produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

28, 29, 30, 31

4

Membeli dan memakai produk karena ingin menunjukan kekhasan diri.

32, 33, 34, 35

4

Membeli dan memakai produk karena unsur konformitas tokoh idola.

36, 37, 38, 3

Membeli dan memakai produk karena unsur konformitas kelompok teman sebaya.

39, 40, 41, 42

4

Jumlah 42

3.5.4 Pedoman Skor

Item pernyataan mengenai intensitas perilaku konsumtif peserta didik dibuat dalam bentuk alternatif respon subjek, sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban Pernyataan Skor Alternatif Respon

SS SR KD JR TP

Negatif (-) 5 4 3 2 1

Pada alat ukur, setiap instrumen diasumsikan memiliki nilai 1-5. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya, begitu pula sebaliknya. Bobot skor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Untuk pilihan jawaban sangat sering (SS) memiliki skor 5. b. Untuk pilihan jawaban sering (SR) memiliki skor 4.

c. Untuk pilihan jawaban kadang-kadang (KK) memiliki skor 3. d. Untuk pilihan jawaban jarang (JR) memiliki skor 2.

e. Untuk pilihan jawaban tidak pernah (TP) memiliki skor 1.

3.5.5 Uji Validitas Rasional

Uji validitas rasional bertujuan untuk mengetahui kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk, dan isi. Uji validitas rasional dilakukan oleh empat


(19)

dosen ahli, yaitu Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf, LN., M,Pd., Dra. SA. Lily Nurillah, M.Pd., Nandang Budiman, S.Pd, M.Si., dan Dra. Hj. SW. Indrawati, M.Pd.

Uji validitas rasional dilakukan dengan meminta pendapat beberapa dosen ahli guna memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M berarti item tersebut dapat digunakan, sedangkan item yang diberi nilai TM memiliki dua kemungkinan yaitu item tersebut tidak dapat digunakan atau dapat digunakan dengan revisi.

Hasil penilaian menunjukan secara konstruk hampir seluruh item pada angket perilaku konsumtif termasuk memadai. Terdapat beberapa item yang perlu diperbaiki atau revisi dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbang dari beberapa dosen ahli dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa perbaikan bahasa agar lebih mudah dipahami peserta didik dan ditambah jumlahnya.

Selanjutnya dilakukan uji keterbacaan instrumen. Uji keterbacaan instrumen dilaksanakan kepada lima peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung yang tidak diikutsertakan dalam sampel penelitian namun memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Uji keterbacaan dimaksudkan untuk melihat sejauhmana keterbacaan instrumen oleh responden sebelum digunakan untuk kebutuhan penelitian dari segi kata-kata, istilah, dan kalimat secara utuh. Hasil uji keterbacaan menunjukkan bahwa item pada angket perilaku konsumtif tidak terdapat kekeliruan dalam butir pernyataan dan sudah dapat dipahami.

3.5.6 Uji Validitas Butir Item

Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui instrumen yang digunakan mendapatkan data valid, yaitu instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2010, hlm. 121). Semakin tinggi uji validasi soal, maka menunjukan semakin valid instrumen yang akan digunakan.

Pengujian validitas yang dilakukan dalam penelitian bertujuan untuk menunjukkan tingkat kesesuaian hasil instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen dalam mengumpulkan data penelitian. Uji validitas


(20)

diujicobakan pada kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015. Pengujian validitas butir item yang dilakukan pada penelitian adalah seluruh item yang terdapat dalam angket perilaku konsumtif.

Pengolahan data dibantu oleh program SPSS 21.0 for windows. Pengujian validitas butir item menggunakan rumus korelasi rank-difference correlation atau Spearman-Brown. Rumus Spearman-Brown dipilih karena hasil pengukuran instrumen menggunakan alternatif jawaban sangat sering, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah, menghasilkan skala ordinal. Penggunaan rumus korelasi Spearman-Brown tidak memerlukan asumsi normalitas dan linieritas regresi. Adapun rumus perhitungan uji validitas butir item Spearman-Brown, sebagai berikut:

(Riduwan, 2009, hlm. 135) Keterangan:

nilai korelasi Spearman Rank selisih setiap pasangan rank n = jumlah sampel penelitian

Berdasarkan hasil pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 42 item pernyataan yang telah disusun, didapatkan 41 item dinyatakan valid dan satu item dinyatakan tidak valid. Skor validitas minimum yang digunakan adalah 0.300.

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Item Perilaku Konsumtif Remaja

Signifikansi No. Item Jumlah

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,

32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42

41

Tidak Valid 9 1

3.5.7 Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen menunjukkan sejauh mana instrumen yang digunakan dapat dipercaya atau derajat keajegan (konsistensi) yang diperoleh


(21)

subjek penelitian dengan instrumen yang sama pada kondisi yang berbeda. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dipercaya, karena berapa kali pun data diambil hasilnya akan tetap sama (Arikunto, 2006: 178).

Rumus uji reliabilitas instrumen menggunakan metode Cronbach’s Alpha, sebagai berikut:

[ ] [ ] Keterangan:

r = koefisien reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan = total varians butir

= total varians

Pada penelitian ini, uji reliabilitas instrumen perilaku konsumtif peserta didik dibantu oleh program SPSS 21.0 for windows dengan metode yang sama, yaitu Cronbach’s Alpha. Sebagai tolak ukur, digunakan kriteria rentang koefisien reliabilitas sebagai berikut (Arikunto, 2010: 75):

Tabel. 3.4

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen 0.00 – 0.199 Derajat keterandalan sangat rendah 0.20 – 0.399 Derajat keterandalan rendah

0.40 – 0.599 Derajat keterandalan sedang 0.60 – 0.799 Derajat keterandalan tinggi

0.80 – 1.00 Derajat keterandalan sangat tinggi

Berdasarkan hasil uji reliabilitas instrumen penelitian, diperoleh koefisien reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.5

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Perilaku Konsumtif Cronbach's Alpha N of Items

.919 41

Hasil pengujian reliabilitas instrumen perilaku konsumtif diperoleh hasil sebesar 0.919, artinya tingkat reliabilitas instrumen penelitian berada pada derajat


(22)

keterandalan sangat tinggi, maka instrumen tersebut mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan konsisten serta layak digunakan dalam penelitian.

Berikut akan disajikan kisi-kisi instrumen perilaku konsumtif remaja setelah uji coba instrumen:

Tabel 3.6

Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Konsumtif Remaja (Setelah Uji Coba Instrumen)

No Dimensi Indikator Pernyataan

(-) Σ

1. Pemenuhan Keinginan

Membeli produk untuk memenuhi keinginan atau hawa nafsu.

1, 2, 3 3 Membeli produk karena ingin

mendapatkan potongan harga, hadiah, atau harga yang murah.

4, 5, 6, 7 4

2. Barang di Luar Jangkauan

Membeli produk di luar batas kemampuan.

8, 10, 11 3 Membeli produk secara tidak

terencana.

12, 13, 14, 15

4 3. Barang

Cenderung Tidak Produktif

Membeli produk bukan atas pertimbangan manfaat.

16, 17 2 Membeli produk karena ingin

mencoba model atau merek terbaru.

18, 19, 20, 21, 22, 23

6

Membeli dan memakai produk untuk mengisi waktu luang.

24, 25, 26, 27

4 4. Pertimbangan

Status

Membeli dan memakai produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

28, 29, 30, 31

4

Membeli dan memakai produk karena ingin menunjukan kekhasan diri.

32, 33, 34, 35

4

Membeli dan memakai produk karena unsur konformitas tokoh idola.

36, 37, 38 3

Membeli dan memakai produk karena unsur konformitas kelompok teman sebaya.

39, 40, 41, 42

4


(23)

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.

3.6.2 Tahap Persiapan

a. Menyusun proposal penelitian yang diseminarkan di depan dosen mata kuliah Metode Riset. Kemudian, proposal direvisi dan disahkan oleh Dewan Skripsi dan Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

b. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing pada tingkat fakultas.

c. Mengajukan permohonan izin penelitian dari Universitas untuk disampaikan kepada Badan Dinas Kesatuan Bangsa, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Dinas Pendidikan, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan sekolah penilitian yaitu SMP Negeri 1 Bandung.

3.6.3 Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan pengumpulan data melalui penyebaran instrumen penelitian di kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung.

b. Melakukan pengolahan, mendeskripsikan, dan penganalisisan data yang telah terkumpul.

c. Mendeskripsikan hasil pengolahan data dengan menarik kesimpulan dan rekomendasi.

d. Menyusun rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja yang diuji kelayakannya oleh dua dosen ahli bimbingan dan konseling serta satu orang praktisi di sekolah.

3.6.4 Tahap Pelaporan

a. Hasil akhir dari keseluruhan akan dilaporkan pada akhir penelitian. b. Laporan akhir akan diujikan saat ujian sidang sarjana.


(24)

c. Hasil dan masukan dari ujian sidang sarjana dijadikan sebagai masukan dalam menyempurnakan penelitian selanjutnya.

3.7 Analisis Data 3.7.2 Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan untuk pemeriksaan data yang diperoleh dengan tujuan untuk menyeleksi data yang layak untuk diolah dan data yang tidak layak untuk diolah. Hasil dari verifikasi data diperoleh data yang diisi responden menunjukkan kelengkapan dan cara pengisian yang sesuai petunjuk, atau jumlah data sesuai dengan subjek dan keseluruhan data memenuhi persyarakat agar dapat diolah.

3.7.3 Penyekoran Data

Data yang ditetapkan dapat diolah, selanjutnya diberi skor untuk setiap pilihan jawaban sesuai dengan sistem penyekoran yang telah ditetapkan sebelumnya. Instrumen pengumpul data menggunakan Skala Likert yang menyediakan lima alternatif jawaban. Lima alternatif jawaban tersebut memiliki arti dan nilai skor yang berbeda-beda, sebagai berikut:

Tabel 3.7

Pola Skor Alternatif Jawaban Pernyataan Skor Alternatif Respon

SS SR KD JR TP

Negatif (-) 5 4 3 2 1

Pada alat ukur, setiap instrumen diasumsikan memiliki nilai 1-5. Bobot skor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Untuk pilihan jawaban sangat sering (SS) memiliki skor 5. b. Untuk pilihan jawaban sering (SR) memiliki skor 4.

c. Untuk pilihan jawaban kadang-kadang (KK) memiliki skor 3. d. Untuk pilihan jawaban jarang (JR) memiliki skor 2.


(25)

3.7.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengungkap bahwa terdapat peserta didik di kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang berperilaku konsumtif. Data-data yang diperoleh dari hasil penyebaran instrumen berupa angket perilaku konsumtif dilakukan dengan cara memberi rating yang dihitung menggunakan skor rata-rata respon peserta didik. Langkah ini dilakukan untuk mengkonversi jawaban peserta didik ke dalam kategori intensitas perilaku konsumtif.

Tabel 3.8

Intensitas Perilaku Konsumtif

No Skor Rata-rata Intensitas Frekuensi

1. 1 – 1.9 Tidak Pernah 19

2. 2 – 2.9 Jarang 247

3. 3 – 3.9 Kadang-Kadang 69

4. 4 – 4.9 Sering 3

5. 5 Sangat Sering 0

3.7.5 Pengolahan Data untuk Pengembangan Rancangan Hipotetik

Hasil pengolahan data perilaku konsumtif peserta didik dikelompokkan berdasarkan intensitas kecenderungan respon sangat sering, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Hasil pengolahan data selanjutnya akan dijadikan landasan dalam penyusunan rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja.

3.8 Pengembangan Rancangan Hipotetik Konseling Kelompok Restrukturisasi Kognitif untuk Mengendalikan Perilaku Konsumtif Remaja

3.8.2 Penyusunan Rancangan Hiptotetik

Pengembangan rancangan hipotetik konseling untuk mengendalikan dan menurunkan intensitas perilaku konsumtif dimulai dengan melakukan pengumpulan need assesment melalui analisis data mengenai gambaran umum perilaku konsumtif peserta didik.


(26)

3.8.3 Validasi Rancangan Hipotetik

Validasi rancangan hipotetik dilakukan kepada pakar bimbingan dan konseling serta praktisi atau guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 1 Bandung. Hasil validasi dijadikan pedoman untuk melakukan perbaikan atau revisi rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja.

3.8.4 Rancangan Hipotetik

Rancangan hipotetik disusun untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik melalui strategi konseling kelompok sebagai rancangan hipotetik bimbingan dan konseling baru yang dimiliki SMP Negeri 1 Bandung. Rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif bertujuan untuk menurunkan intensitas perilaku konsumtif peserta didik sesuai dengan kecenderungan respon intensitas sering.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2008). Penataan pendidikan profesional konselor dan layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Anita, D. (2003). Perilaku konsumtif dan harga diri remaja (Studi deskriptif terhadap siswa kelas II SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran 2002/2003). (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik (Edisi revisi V). Jakarta: Rineka Cipta.

Arimbi, M. L. N. (2013). Efektivitas teknik self instruction untuk mereduksi perilaku konsumtif. (Skripsi) Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Beck, J. S. (2011). Cognitive behavior therapy, basics and beyond, second edition. London: The Guilford Press.

Burns, D. D. (1989). The feeling good handbook: using the new mood therapy in everyday life. New York: William Morrow.

Corey, G. (2010). Alih Bahasa: E. Koswara. Teori dan praktek konseling & psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Corey, G. (2008). Theory & practice of group counseling. (7th edition). United States of America: Thomson Higher Education.

Dahl, D. (2013). Social Influence and Consumer Behavior. Journal of Consumer Research. Curations 5. http://www.ejcr.org/curations-5.html. [24 September 2013]

Deacon, B. dkk. (2011). Cognitive defusion versus cognitive restructuring in the treatment of negative self referential thoughts: an investigation of process and outcome. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly, 25 (3), hlm. 218-232.

Dobson, D & Dobson, K. S. (2009). Evidence-based practice of cognitive behavioral therapy. New York: The Guilford Press.

Dobson, K. S. (2010). Handbook of cognitive-behavioral therapies. (Third Ed). New York: The Guilford Press.

Dobson, K. S. & Dozois, D. J. A. (2010). Historical and philosophical bases of the behavioral therapies. dalam Handbook of cognitive-behavioral therapies. New York: The Guilford Press.


(28)

Dodgson, dkk, (1998). Self esteem and cognitive accessibility of strengths and weakness after failure. journal of personality and social psychology, 75. 178-194.

Engel, J. F, et. al. (1992). Alih Bahasa: F. X. Budiyanto (1994). Perilaku konsumen (edisi ke enam, jilid 1). Jakarta: Binarupa Aksara.

Engs, R.C. (2012). Alcohol and other drugs: self responsibility, Tichenor Publishing Company, Bloomington, Ruth C. Engs, Bloomington, IN Escalas, J. (2012). Self identity and consumer behavior. Journal of Consumer

Research. Curations 4. http://www.ejcr.org/curations-4.html [24 September 2013]

Fadhilah, A. (2014). Teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan harga diri (self esteem) peserta didik. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Fauziah, R. (2010). Penggunaan teknik assertive training dalam mereduksi perilaku konsumtif remaja. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Fromm, E. (1955). The sane society. New York: Reinhart.

Fromm, E. (1976). To have or to be. Bungay Suffol: The Chauser Press Ltd. Hurlock, E. B. (1980). Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi

perkembangan, suatu perkembangan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. (1996). Adolescent development. Tokyo: McGraw Hill.

Khairun, D. Y. (2011). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi perilaku merokok remaja. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Khan, M. A & Cecile, B. (2012). Connecting between self-concept and brand preference and the role of product usage. Institut d’ Administration des Enterprises Las Vegas USA.

Mangkunegara, A. P. (2002). Perilaku konsumen. Bandung: Refika Aditama. Monks, F. J. (2006). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai

bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Neenan & Dryder. (2004). Cognitive therapy: 100 key points & techniques. Canada: TJ International Ltd.

Nevid, et, al. (2005). Alih Bahasa: Jeanette Murad dkk. Psikologi abnormal. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.


(29)

Nuraisyah, A. (2006). analisis pengaruh lingkungan sosial ekonomi terhadap perilaku konsumtif siswa. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nurihsan, A. H. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Nurihsan, A. H. (2007). Strategi layanan bimbingan dan konseling. Bandung: Refika Aditama

Nurmalasari, Y. (2011). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif dalam menangani stres akademik siswa. (Skripsi) Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nursalim, M. (2013). Strategi dan intervensi konseling. Jakarta: Akademia Permata.

Oemarjoedi, K. (2003). Pendekatan cognitive behavior dalam psikoterapi. Jakarta: Creative Media.

Ozkan, Y. (2009). The effect of some demographic characteristics of turkish consumers on their socially responsible consumption behaviours. World Applied Sciences Journal, 6 (7), 946-960.

Prayitno, H. (2003). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Bandung: Rineka Cipta.

Ramadhani, D. (2013). Efektivitas konseling kognitif perilaku dengan teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi kejenuhan belajar peserta didik. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Riduwan. (2009). Belajar mudah untuk guru-karyawan dan peneliti muda. Bandung: Alfabeta.

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah (metode, teknik, dan aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Santrock, J. W. (2003). Alih Bahasa: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Adolescence, perkembangan remaja. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. (2012). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Selvera, N. R. (2013). Teknik restrukturisasi kognitif untuk menurunkan keyakinan irasional pada remaja dengan gangguan somatisasi. Jurnal Magister Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 1, (1), 63-76.

Simamora, B. (2000). Panduan riset perilaku konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(30)

Sirgy, M. J. (1982). Self-concept in consumer behavior a critical review. Journal of Consumer Research, 9 (3), 287-297.

Solihat, I. S. (2011). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi kecemasan sosial remaja. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Stanton, W. J. (1978). Fundamental of marketing. New York: McGraw Hill Book Company Inc.

Steigerwald, F & David, S. (1999). Cognitive restructuring and the 12-step program of alcoholics anonymous. Journal of Substance Abuse Treatment, 16 (4), 321-327.

Sugiyono. (2010) Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013) Metode penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan: Meneropong imbas pesan iklan televisi. Bandung: Alfabeta.

Sumarwan, U. (2002). Perilaku konsumen, teori dan penerapannya dalam pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sunyoto, D. (2013). Perilaku konsumen: Panduan riset sederhana untuk mengenali konsumen. Yogyakarta: CAPS.

Supriatna, M. (2011). Bimbingan dan konseling berbasis kompetensi. Jakarta: Rajawali Press.

Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif. [Online]. Tersedia: http://www.duniaesai.com/ [24 September 2013]

Wagner. (2009). Gaya hidup shopping mall sebagai bentuk perilaku konsumtif pada remaja di perkotaan. (Skripsi). Jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Warde, A. (2005). Consumption and theories of practice. Journal of Consumer Culture, 5(2), hlm. 131-153.

Yusuf, S. (2010). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya

Yusuf, S. & Juntika, N. (2005). Layanan bimbingan dan konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. & Juntika, N. (2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(1)

56

3.7.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengungkap bahwa terdapat peserta didik di kelas VIII SMP Negeri 1 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015 yang berperilaku konsumtif. Data-data yang diperoleh dari hasil penyebaran instrumen berupa angket perilaku konsumtif dilakukan dengan cara memberi rating yang dihitung menggunakan skor rata-rata respon peserta didik. Langkah ini dilakukan untuk mengkonversi jawaban peserta didik ke dalam kategori intensitas perilaku konsumtif.

Tabel 3.8

Intensitas Perilaku Konsumtif

No Skor Rata-rata Intensitas Frekuensi

1. 1 – 1.9 Tidak Pernah 19

2. 2 – 2.9 Jarang 247

3. 3 – 3.9 Kadang-Kadang 69

4. 4 – 4.9 Sering 3

5. 5 Sangat Sering 0

3.7.5 Pengolahan Data untuk Pengembangan Rancangan Hipotetik

Hasil pengolahan data perilaku konsumtif peserta didik dikelompokkan berdasarkan intensitas kecenderungan respon sangat sering, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Hasil pengolahan data selanjutnya akan dijadikan landasan dalam penyusunan rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja.

3.8 Pengembangan Rancangan Hipotetik Konseling Kelompok

Restrukturisasi Kognitif untuk Mengendalikan Perilaku Konsumtif Remaja

3.8.2 Penyusunan Rancangan Hiptotetik

Pengembangan rancangan hipotetik konseling untuk mengendalikan dan menurunkan intensitas perilaku konsumtif dimulai dengan melakukan pengumpulan need assesment melalui analisis data mengenai gambaran umum perilaku konsumtif peserta didik.


(2)

57

3.8.3 Validasi Rancangan Hipotetik

Validasi rancangan hipotetik dilakukan kepada pakar bimbingan dan konseling serta praktisi atau guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 1 Bandung. Hasil validasi dijadikan pedoman untuk melakukan perbaikan atau revisi rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif untuk mengendalikan perilaku konsumtif remaja.

3.8.4 Rancangan Hipotetik

Rancangan hipotetik disusun untuk mengendalikan perilaku konsumtif peserta didik melalui strategi konseling kelompok sebagai rancangan hipotetik bimbingan dan konseling baru yang dimiliki SMP Negeri 1 Bandung. Rancangan hipotetik konseling kelompok restrukturisasi kognitif bertujuan untuk menurunkan intensitas perilaku konsumtif peserta didik sesuai dengan kecenderungan respon intensitas sering.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

ABKIN. (2008). Penataan pendidikan profesional konselor dan layanan

bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Anita, D. (2003). Perilaku konsumtif dan harga diri remaja (Studi deskriptif

terhadap siswa kelas II SMA Pasundan 8 Bandung tahun ajaran 2002/2003). (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik (Edisi revisi

V). Jakarta: Rineka Cipta.

Arimbi, M. L. N. (2013). Efektivitas teknik self instruction untuk mereduksi

perilaku konsumtif. (Skripsi) Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Beck, J. S. (2011). Cognitive behavior therapy, basics and beyond, second

edition. London: The Guilford Press.

Burns, D. D. (1989). The feeling good handbook: using the new mood therapy in

everyday life. New York: William Morrow.

Corey, G. (2010). Alih Bahasa: E. Koswara. Teori dan praktek konseling &

psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

Corey, G. (2008). Theory & practice of group counseling. (7th edition). United States of America: Thomson Higher Education.

Dahl, D. (2013). Social Influence and Consumer Behavior. Journal of Consumer Research. Curations 5. http://www.ejcr.org/curations-5.html. [24 September 2013]

Deacon, B. dkk. (2011). Cognitive defusion versus cognitive restructuring in the

treatment of negative self referential thoughts: an investigation of process and outcome. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International

Quarterly, 25 (3), hlm. 218-232.

Dobson, D & Dobson, K. S. (2009). Evidence-based practice of cognitive

behavioral therapy. New York: The Guilford Press.

Dobson, K. S. (2010). Handbook of cognitive-behavioral therapies. (Third Ed). New York: The Guilford Press.

Dobson, K. S. & Dozois, D. J. A. (2010). Historical and philosophical bases of

the behavioral therapies. dalam Handbook of cognitive-behavioral therapies. New York: The Guilford Press.


(4)

Dodgson, dkk, (1998). Self esteem and cognitive accessibility of strengths and

weakness after failure. journal of personality and social psychology, 75.

178-194.

Engel, J. F, et. al. (1992). Alih Bahasa: F. X. Budiyanto (1994). Perilaku

konsumen (edisi ke enam, jilid 1). Jakarta: Binarupa Aksara.

Engs, R.C. (2012). Alcohol and other drugs: self responsibility, Tichenor Publishing Company, Bloomington, Ruth C. Engs, Bloomington, IN Escalas, J. (2012). Self identity and consumer behavior. Journal of Consumer

Research. Curations 4. http://www.ejcr.org/curations-4.html [24 September 2013]

Fadhilah, A. (2014). Teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan harga

diri (self esteem) peserta didik. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Fauziah, R. (2010). Penggunaan teknik assertive training dalam mereduksi

perilaku konsumtif remaja. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Fromm, E. (1955). The sane society. New York: Reinhart.

Fromm, E. (1976). To have or to be. Bungay Suffol: The Chauser Press Ltd. Hurlock, E. B. (1980). Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Psikologi

perkembangan, suatu perkembangan sepanjang rentang kehidupan.

Jakarta: Erlangga.

Hurlock, E. B. (1996). Adolescent development. Tokyo: McGraw Hill.

Khairun, D. Y. (2011). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi

perilaku merokok remaja. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Khan, M. A & Cecile, B. (2012). Connecting between self-concept and brand

preference and the role of product usage. Institut d’ Administration des

Enterprises Las Vegas USA.

Mangkunegara, A. P. (2002). Perilaku konsumen. Bandung: Refika Aditama. Monks, F. J. (2006). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai

bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Neenan & Dryder. (2004). Cognitive therapy: 100 key points & techniques. Canada: TJ International Ltd.

Nevid, et, al. (2005). Alih Bahasa: Jeanette Murad dkk. Psikologi abnormal. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.


(5)

Nuraisyah, A. (2006). analisis pengaruh lingkungan sosial ekonomi terhadap

perilaku konsumtif siswa. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nurihsan, A. H. (2006). Bimbingan dan konseling dalam berbagai latar

kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Nurihsan, A. H. (2007). Strategi layanan bimbingan dan konseling. Bandung: Refika Aditama

Nurmalasari, Y. (2011). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif dalam

menangani stres akademik siswa. (Skripsi) Jurusan Psikologi Pendidikan

dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nursalim, M. (2013). Strategi dan intervensi konseling. Jakarta: Akademia Permata.

Oemarjoedi, K. (2003). Pendekatan cognitive behavior dalam psikoterapi. Jakarta: Creative Media.

Ozkan, Y. (2009). The effect of some demographic characteristics of turkish

consumers on their socially responsible consumption behaviours. World

Applied Sciences Journal, 6 (7), 946-960.

Prayitno, H. (2003). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Bandung: Rineka Cipta.

Ramadhani, D. (2013). Efektivitas konseling kognitif perilaku dengan teknik

restrukturisasi kognitif untuk mereduksi kejenuhan belajar peserta didik.

(Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Riduwan. (2009). Belajar mudah untuk guru-karyawan dan peneliti muda. Bandung: Alfabeta.

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan konseling kelompok di sekolah (metode,

teknik, dan aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Santrock, J. W. (2003). Alih Bahasa: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih.

Adolescence, perkembangan remaja. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. (2012). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Selvera, N. R. (2013). Teknik restrukturisasi kognitif untuk menurunkan

keyakinan irasional pada remaja dengan gangguan somatisasi. Jurnal

Magister Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, 1, (1), 63-76.

Simamora, B. (2000). Panduan riset perilaku konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(6)

Sirgy, M. J. (1982). Self-concept in consumer behavior a critical review. Journal of Consumer Research, 9 (3), 287-297.

Solihat, I. S. (2011). Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi

kecemasan sosial remaja. (Skripsi). Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan.

Stanton, W. J. (1978). Fundamental of marketing. New York: McGraw Hill Book Company Inc.

Steigerwald, F & David, S. (1999). Cognitive restructuring and the 12-step

program of alcoholics anonymous. Journal of Substance Abuse Treatment,

16 (4), 321-327.

Sugiyono. (2010) Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013) Metode penelitian pendidikan: Pendekatan kuantitatif dan

kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan: Meneropong imbas pesan iklan

televisi. Bandung: Alfabeta.

Sumarwan, U. (2002). Perilaku konsumen, teori dan penerapannya dalam

pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sunyoto, D. (2013). Perilaku konsumen: Panduan riset sederhana untuk

mengenali konsumen. Yogyakarta: CAPS.

Supriatna, M. (2011). Bimbingan dan konseling berbasis kompetensi. Jakarta: Rajawali Press.

Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif. [Online]. Tersedia: http://www.duniaesai.com/ [24 September 2013]

Wagner. (2009). Gaya hidup shopping mall sebagai bentuk perilaku konsumtif

pada remaja di perkotaan. (Skripsi). Jurusan Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Warde, A. (2005). Consumption and theories of practice. Journal of Consumer Culture, 5(2), hlm. 131-153.

Yusuf, S. (2010). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya

Yusuf, S. & Juntika, N. (2005). Layanan bimbingan dan konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Yusuf, S. & Juntika, N. (2008). Landasan bimbingan dan konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

Iklan Televisi dan Perilaku Konsumtif (Studi Deskriptif Tentang Iklan Televisi Dalam Mendorong Perilaku Konsumtif Siswa SMU St. Thomas – 1 Medan)

5 84 82

Efektivitas Konseling Sebaya untuk Mengurangi Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja

2 25 123

Hubungan Minat Peserta Didik Dalam Mengikuti Pendidikan Non-Formal Dengan Prestasi Belajar Peserta Didik Dalam Bidang Studi Fiqih di Kelas VIII Pondok Pesantren Asy-Syarif Desa Ajung Kabupaten Jember Tahun 2012/2013

0 6 3

Perilaku Bolos Siswa dan Implikasinya Terhadap Layanan Bimbingan dan Konseling (Studi Deskriptif Terhadap Siswa SMP N 1 Pasaman)

0 0 5

Efektivitas Teknik Modeling Melalui Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Karakter Rasa Hormat Peserta Didik (Quasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Bandung Tahun Pelajaran 20142015)

0 0 22

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Sikap Profesional Guru terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Peserta Didik Kelas X IPS di SMA Negeri 1 Ceper Tahun Ajaran 2017/2018

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Harga Diri Melalui Bimbingan Kelompok dengan Teknik Diskusi Kelompok Peserta Didik SMP Negeri 2 Patebon Kendal

0 0 78

Konsep Diri Akademik sebagai Solusi Mengendalikan Kecemasan Berkomunikasi Peserta Didik

0 1 13

Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Spiritual terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Peserta Didik Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Bulu Tahun Ajaran 2017/2018

0 1 19

SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Ajaran 20122013

0 0 19