Pengaruh korosi lingkungan pantai pada paduan AL 8,5%SI 2%CU.

(1)

Bermula dari gagasan proyek pembangkit listrik 35000 megawatt, penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk kincir angin. Salah satu alternatif yang baik adalah Al-Si-Cu yang bersifat ramah lingkungan, ringan, dapat dibentuk, ulet dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu serta pengaruh korosi terhadap massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa material Al -8,5%Si -2%Cu.

Penelitian dimulai dengan proses pengecoran manual Al -8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal sebagai pembanding. Spesimen yang sudah dicor akan mengalami proses machining untuk dibentuk menjadi spesimen pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370. Spesimen memiliki panjang ukur (G) 25 mm dan diameter ukur (d) 6,25 mm. Spesimen yang sudah dibentuk kemudian diberi perlakuan korosi di pinggir Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta selama 4 bulan. Setiap 30 hari 3 spesimen akan diambil untuk diuji massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa. Pengujian massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa juga diberikan pada spesimen tanpa perlakuan korosi sebagai pembanding. Proses pengujian dilakukan di Laboratorium Analisa Pusat, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Ilmu Logam, Fakultas Teknik USD.

Setelah masa pengujian berakhir didapatkan nilai massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa setelah perlakuan korosi. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapat kesimpulan sebagai berikut: pertama, pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu pada Al meningkatkan massa jenis menjadi 2715,65 gr/dm3 dan kekuatan tarik sebesar 130,04 MPa. Kedua, Perlakuan korosi selama 4 bulan menyebabkan penurunan cukup besar pada kekuatan tarik Al kondisi awal, tetapi tidak memberikan pengaruh penurunan yang signifikan pada Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu. Ketiga, perlakuan korosi selama 4 bulan tidak memberikan perubahan massa yang signifikan antara Al kondisi awal maupun Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu.


(2)

Starting from the idea of 35000 megawatt power plant project, the author moved to examine the material suitable for windmills. One good alternative is the Al-Si-Cu that is environmentally friendly, lightweight, formability, ductile and has good corrosion resistance. The purpose of this study was to know the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu as well as the effect of corrosion on the density, tensile strength and mass change of material Al Si 2% -8.5% Cu.

Specimens have been casted will through the machining process, to be formed into a specimen tensile strength testing according to ASTM A370 standard. The specimen had gauge length (G) measuring 25 mm and diameter (d) of 6.25 mm. Specimens have been formed then treated corrosion at the edge of Pelangi Beach, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta for 4 months. Every 30 days 3 specimens will be taken to test the density, tensile strength, and the change in mass. Testing the density, tensile strength, and the change in mass is also given to the specimen without corrosion treatment as a comparison. The testing process is done in Laboratory Analysis Centre, Faculty of Pharmacy and Materials Science Laboratory, Faculty of Engineering USD.

After the testing period ends, obtained value of the density, tensile strength and corrosion mass changes after treatment. Based on the research results, it could be concluded as follows: first, the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu in Al increases the density becomes 2715.65 gr/dm3 and tensile strength of 130.04 MPa. Second, corrosion treatment for 4 months led to decline substantially in the tensile strength of Al precondition, but does not give effect a significant reduction in the Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu. Third, corrosion treatment for 4 months did not provide significant change in mass between Al baseline and Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu.


(3)

i

PENGARUH KOROSI LINGKUNGAN PANTAI PADA

PADUAN AL 8,5%SI 2%CU

TUGAS AKHIR Untuk memenuhi persyaratan

Mencapai derajat sarjana S-1

Disusun oleh :

Antonius Venosenatio Pamungkas 125214027

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

THE CORROSION OF AL 8,5%SI 2%CU

IN TROPICAL COASTAL ATMOSPHERES

FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik Degree

By :

Antonius Venosenatio Pamungkas 125214027

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Antonius Venosenatio Pamungkas

Nomor Mahasiswa : 125214027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH KOROSI LINGKUNGAN PANTAI PADA

PADUAN AL 8,5%SI 2%CU

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 9 September 2016 Yang menyatakan


(9)

vii

ABSTRAK

Bermula dari gagasan proyek pembangkit listrik 35000 megawatt, penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk kincir angin. Salah satu alternatif yang baik adalah Al-Si-Cu yang bersifat ramah lingkungan, ringan, dapat dibentuk, ulet dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu serta pengaruh korosi terhadap massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa material Al 8,5%Si -2%Cu.

Penelitian dimulai dengan proses pengecoran manual Al -8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal sebagai pembanding. Spesimen yang sudah dicor akan mengalami proses machining untuk dibentuk menjadi spesimen pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370. Spesimen memiliki panjang ukur (G) 25 mm dan diameter ukur (d) 6,25 mm. Spesimen yang sudah dibentuk kemudian diberi perlakuan korosi di pinggir Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta selama 4 bulan. Setiap 30 hari 3 spesimen akan diambil untuk diuji massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa. Pengujian massa jenis, kekuatan tarik, dan perubahan massa juga diberikan pada spesimen tanpa perlakuan korosi sebagai pembanding. Proses pengujian dilakukan di Laboratorium Analisa Pusat, Fakultas Farmasi dan Laboratorium Ilmu Logam, Fakultas Teknik USD.

Setelah masa pengujian berakhir didapatkan nilai massa jenis, kekuatan tarik dan perubahan massa setelah perlakuan korosi. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapat kesimpulan sebagai berikut: pertama, pengaruh penambahan 8,5%Si dan 2%Cu pada Al meningkatkan massa jenis menjadi 2715,65 gr/dm3 dan kekuatan tarik sebesar 130,04 MPa. Kedua, Perlakuan korosi selama 4 bulan menyebabkan penurunan cukup besar pada kekuatan tarik Al kondisi awal, tetapi tidak memberikan pengaruh penurunan yang signifikan pada Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu. Ketiga, perlakuan korosi selama 4 bulan tidak memberikan perubahan massa yang signifikan antara Al kondisi awal maupun Al dengan penambahan 8,5%Si dan 2%Cu.


(10)

viii ABSTRACT

Starting from the idea of 35000 megawatt power plant project, the author moved to examine the material suitable for windmills. One good alternative is the Al-Si-Cu that is environmentally friendly, lightweight, formability, ductile and has good corrosion resistance. The purpose of this study was to know the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu as well as the effect of corrosion on the density, tensile strength and mass change of material Al Si -2% -8.5% Cu.

Specimens have been casted will through the machining process, to be formed into a specimen tensile strength testing according to ASTM A370 standard. The specimen had gauge length (G) measuring 25 mm and diameter (d) of 6.25 mm. Specimens have been formed then treated corrosion at the edge of Pelangi Beach, Parangtritis, Bantul, Yogyakarta for 4 months. Every 30 days 3 specimens will be taken to test the density, tensile strength, and the change in mass. Testing the density, tensile strength, and the change in mass is also given to the specimen without corrosion treatment as a comparison. The testing process is done in Laboratory Analysis Centre, Faculty of Pharmacy and Materials Science Laboratory, Faculty of Engineering USD.

After the testing period ends, obtained value of the density, tensile strength and corrosion mass changes after treatment. Based on the research results, it could be concluded as follows: first, the effect of adding 8.5% Si and 2% Cu in Al increases the density becomes 2715.65 gr/dm3 and tensile strength of 130.04 MPa. Second, corrosion treatment for 4 months led to decline substantially in the tensile strength of Al precondition, but does not give effect a significant reduction in the Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu. Third, corrosion treatment for 4 months did not provide significant change in mass between Al baseline and Al with the addition of 8.5% Si and 2% Cu.


(11)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik (S-1) pada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyusun tugas akhir ini berbagai hambatan dan kesulitan banyak penulis temukan dan alami. Berbagai kesulitan dan hambatan itu dapat penulis lalui, karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. PK. Purwadi, M.T., Ketua Prodi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

3. Semua dosen Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogykarta, yang telah memberikan amta kuliah penunjang.

4. Laboran Lab.Ilmu Logam Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu pengujian.

5. Agustinus Tri Laksono, Alfonsia Maria selaku orang tua penulis dan Franciscus Advendo, Stella Maria selaku kakak kandung yang telah membantu dengan dukungan moril dan masukan yang baik.


(12)

x

6. Arnold Ardhika C, Raditya Omegawan, Laurentius Derry selaku rekan-rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

7. Agnes Dwi Purnama Sary yang selalu menghibur, mendukung dan menemani disaat penyusunan Tugas Akhir.

8. Teman-teman Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah memberi masukan dan dukungan bagi penulis.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis telah berusaha sebaik mungkin menyelesaikan Tugas Akhir dengan mengikuti petunjuk dan cara penyelesaian yang diberikan semua pihak. Meskipun demikian, penulis masih merasakan adanya kekurangan-kekurangan dalam proses penyusunan. Tugas Akhir. Atas segala kekurangan, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, agar nantinya tugas akhir ini dapat lebih sempurna lagi serta bermanfaaat bagi rekan-rekan yang membacanya.

Penulis berharap ilmu pengetahuan serta semua pengajaran yang penulis peroleh di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini bermanfaat bagi nusa dan bangsa.

Yogyakarta, 2016


(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Pembatasan Masalah ... 4

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori ... 5

2.1.1 Aluminium ... 5

2.1.2 Sifat-Sifat Aluminium ... 5

2.1.3 Paduan Aluminium ... 7

2.1.4 Paduan Aluminium Utama ... 10


(14)

xii

2.1.4.2 Paduan Al-Mn ... 11

2.1.4.3 Paduan Al-Si ... 12

2.1.4.4 Paduan Al-Mg-Zn ... 14

2.1.4.5 Paduan Aluminum Cor... 15

2.1.4.6 Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium ... 16

2.1.4.7 Paduan Al-Si-Cu ... 18

2.1.5 Pengujian Tarik ... 20

2.1.6 Korosi ... 23

2.1.6.1 Korosi Merata ... 24

2.1.6.2 Korosi Galvanis... 24

2.1.6.3 Korosi Celah ... 26

2.1.6.4 Korosi Sumuran ... 26

2.1.6.5 Pencegahan Korosi ... 26

2.2 Tinjauan Pustaka ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Diagram Alir ... 31

3.2Bahan dan Alat Penelitian ... 32

3.2.1 Bahan Penelitian ... 32

3.2.2 Alat-alat Penelitian ... 32

3.3Proses Peleburan Logam dan Pengecoran ... 33

3.3.1 Bahan Coran ... 33

3.3.2 Alat-alat yang digunakan ... 35

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam ... 35

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam ... 36

3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran ... 38

3.4Pembuatan Spesimen ... 39

3.5Tahap Pengujian Spesimen ... 41


(15)

xiii

3.5.2 Pengujian Tegangan Tarik ... 41

3.5.3 Pengujian Korosi ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis ... 45

4.1.2 Data Penelitian Pengujian Tegangan Tarik ... 47

4.1.3 Data Penelitian Pengujian Korosi ... 50

4.2 Pembahasan ... 55

4.2.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis ... 55

4.2.2 Pembahasan Pengujian Tegangan Tarik terhadap Korosi ... 56

4.2.3 Pembahasan Pengujian Korosi ... 58

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 62


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium ... 7

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium ... 7

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor ... 8

Tabel 2.4 Komposisi dan Sifat Mekanik dari Paduan Aluminium Tempa ... 9

Tabel 2.5 Klasifikasi Perlakuan Bahan ... 10

Tabel 2.6 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg ... 11

Tabel 2.7 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Mg2-Si ... 14

Tabel 2.8 Sifat-sifat Mekanik Paduan 7075 ... 15

Tabel 2.9 Sifat-sifat Mekanik Paduan Aluminium Cor ... 16

Tabel 2.10 Sifat Aluminium Paduan ... 19

Tabel 2.11 Laju korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium dalam (g/m2) di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba) ... 30

Tabel 4.1 Paduan Komposisi Aluminium ... 44

Tabel 4.2 Massa Jenis Al Kondisi Awal ... 45

Tabel 4.3 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -2%Cu ... 46

Tabel 4.4 Massa Jenis Al Kondisi Awal setelah mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 47

Tabel 4.5 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -2%Cu setelah mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 47

Tabel 4.6 Tegangan Tarik Al Kondisi Awal ... 49

Tabel 4.7 Tegangan Tarik paduan Al -8,5%Si -2%Cu... 49

Tabel 4.8 Perubahan Massa Al Kondisi Awal ... 50

Tabel 4.9 Perubahan Massa paduan Al -8,5%Si -2%Cu ... 51

Tabel 4.10 Perubahan Diameter Al Kondisi Awal ... 52

Tabel 4.11 Perubahan Diameter paduan Al -8,5%Si -2%Cu ... 53

Tabel 4.12 Dimensi dan perhitungan Luas Penampang (A) spesimen 8 dan 10 dari Paduan. Al -8,5%Si -2%Cu ... 54

Tabel 4.13 Perhitungan Laju Korosi Spesimen 8 dan 10 dari Paduan Al -8,5%Si -2%Cu... 54


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si ... 13

Gambar 2.2 Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si ... 13

Gambar 2.3 Bentuk dan Dimensi Spesimen Uji Tarik ... 20

Gambar 2.4 Korosi Merata yang Menyerang Suatu Bangunan Penyimpanan Minyak Setelah 2 Tahun dipergunakan ... 24

Gambar 2.5 Mekanisme Korosi Kondisi Galvanis ... 25

Gambar 2.6 Korosi Galvanis yang Menyerang Pipa Baja Karbon dan Pipa Baja Stainless ... 25

Gambar 2.7 Mekanisme Kondisi Korosi Celah ... 26

Gambar 2.8 Korosi Sumuran ... 26

Gambar 2.9 Distribusi Tegangan Tarik pada Sudu Kincir ... 28

Gambar 2.10 Distribusi Tegangan Geser pada Sudu Kincir ... 29

Gambar 3.1 Diagram Alir ... 31

Gambar 3.2 Mesin Uji Tarik ... 32

Gambar 3.3 Neraca Digital ... 33

Gambar 3.4 Gelas Ukur ... 33

Gambar 3.5 Aluminium ... 34

Gambar 3.6 Tembaga ... 34

Gambar 3.7 Batuan Silikon Metal ... 35

Gambar 3.8 Tabung Tangki Bertekanan... 36

Gambar 3.9 Burner ... 36

Gambar 3.10 Kunci Pas ... 36

Gambar 3.11 Tungku dan Kowi ... 37

Gambar 3.12 Stopwatch ... 37

Gambar 3.13 Thermokoper ... 38


(18)

xvi

Gambar 3.15 Cetakan dan Coran yang sudah jadi... 39 Gambar 3.16 Palu ... 39 Gambar 3.17 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar

Spesimen ... 40 Gambar 3.18 Dimensi Spesimen ... 40 Gambar 4.1 Desain Spesimen Tegangan Tarik Al Murni dan Al

Paduan menurut ASTM A370 ... 53 Gambar 4.2 Hubungan Tegangan Tarik dan Umur antara Al

kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) ... 56 Gambar 4.3 Perbaikan Hubungan Tegangan Tarik dan Umur antara

Al kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) ... 57 Gambar 4.4 Hubungan Pertambahan Massa dan Umur antara Al

kondisi awal dengan Al Paduan (Al -8,5%Si -2%Cu) ... 59 Gambar 4.5 Spesimen dengan nomor 15 pada Al Paduan (Al


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

L 1.Desain Uji Tarik ... 66 L 2.Lampiran 2-6 Grafik Perbandingan Uji Tarik (beban dengan pertambahan panjang) spesimen Al Kondisi Awal bulan 0-4 ... 67-71 L 3. Lampiran 7-11 Grafik Perbandingan Uji Tarik (beban dengan pertambahan panjang) spesimen Paduan Al-8,5%Si-2%Cu bulan 0-4... 72-76 L 4.Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77 L 5.Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77 L 6.Spesimen yang sudah diberi perlakuan korosi, dibersihkan sebelum

ditimbang ... 78 L 7.Spesimen yang sudah diberi perlakuan korosi, dibersihkan sebelum

ditimbang ... 78 L 8.Lembar Laporan Pengujian Spektro (a) ... 79 L 9.Lembar Laporan Pengujian Spektro (b) ... 80


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada masa pemerintahan Ir. Joko Widodo, Presiden Indonesia saat ini, Indonesia memiliki program Pembangkit Listrik 35000 megawatt. Proyek pembangunan pembangkit listrik ini merupakan salah satu program unggulan dari Presiden Joko Widodo, melihat kebutuhan listrik hingga 2019 diprediksi meningkat sekitar 8,7 persen per tahun. Rencananya pembangkit listrik ini akan didirikan di seluruh pulau di Indonesia dan ditargetkan berlangsung selama 5 tahun. Terdapat 10 jenis pembangkit listrik yang akan dibangun, dan salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga angin. Sebagai salah satu alternatif tempat untuk mendidirikan kincir angin tersebut berada di Kabupaten Bantul, Mega proyek kincir angin direncanakan akan didirikan di sepanjang pesisir laut selatan Bantul.

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) akan dibangun di sepanjang pesisir pantai Bantul, tepatnya dari Kecamatan Sanden hingga Srandakan. Di Sanden lokasi pembangunan kincir angin ada di Dusun Ngepet, Desa Srigading Sanden. Targetnya PLTA ini akan menghasilkan daya listrik sebesar 50 megawatt. Proyek ini akan didirikan 20 kincir angin yang masing-masing akan berdiameter 100 meter.

Bermula dari gagasan kincir angin untuk PLTA, penulis tergerak untuk meneliti bahan yang tepat sebagai material dasar kincir angin. Sebagian besar kincir angin berbahan dasar kayu jati, namun sekarang sedang dikembangkan kincir angin blade yang berbahan dasar logam. Sudu kincir angin yang berbahan dasar logam lebih tahan akan tegangan tarik namun seringkali bermasalah dengan korosi.

Setelah penulis membaca dari sumber-sumber yang ada, penulis mengambil kesimpulan bahwa Al dengan paduan Si dan Cu adalah salah satu alternatif sebagai bahan kincir. Karena Al memiliki massa jenis yang tergolong ringan 2,7 kg/dm3,


(21)

2

dapat dibentuk, memiliki kekuatan tarik yang baik dan ketahanan terhadap korosi yang baik.

Seperti yang sudah diketahui bahwa paduan Al – Cu memiliki kekerasan dan kekuatan tarik yang baik, namun pada komposisi yang tidak pas akan cenderung getas, resiko penyusutan besar dan mudah terjadi keretakan. Tapi semua kekurangan itu dapat teratasi dengan di tambah dengan unsur Si. Karena Si memiliki karakteristik permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, koefisien pemuaian kecil dan memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi. Maka paduan Al – Si – Cu dapat menjadi alternatif bahan kincir yang baik karena massa jenis yang rendah, mampu mengatasi beban tarik, koefisien pemuaian yang rendah, serta memiliki ketahanan pada korosi.

Penelitian ini dilaksanakan secara berkelompok dan penulis mendapatkan bagian pengujian 2% Cu, sedangkan anggota kelompok lain mendapatkan Al-8,5%Si dengan ditambah fraksi massa Cu dengan variasi 4%, 6% dan 8%. Pada paduan Al – Si – Cu, penulis menentukan fraksi Cu 2%, 4%, 6% dan 8%. Karena dengan penambahan Cu dapat meningkatkan ketahanan beban tarik dan kekerasan. Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meningkatkan kadar Cu menjadi 6% dan 8%. Pada paduan Al – Cu di sumber pustaka buku Pengetahuan Bahan Teknik, Tata Surdia dan S. Saito, kadar Cu 4% sampai 5% paling sering digunakan sebagai paduan coran, karena dapat meningkatkan tegangan tarik. Tetapi jika kadar ditingkatkan lebih dari 5% akan menurunkan ketahanan korosi dari material paduan, cenderung bersifat getas, dan mudah retak pada coran. Dengan adanya Si dapat mengatasi paduan yang cenderung getas, mengurangi resiko penyusutan dan mengatasi mudah retak coran. Maka penulis menambahkan fraksi 6% dan 8%. Penulis juga memberikan variabel pembanding dengan fraksi 2%, 4% dan variabel kontrol yaitu dengan Al-8,5%Si-0%Cu yang akan dikerjakan bersama kelompok.

Pengujian akan dilakukan selama 4 bulan untuk diletakan paduan di pinggir pantai dan dilihat perubahan massa yang terkorosi, dengan umur paduan 0 – 4 bulan. Pada masing-masing umur paduan memiliki 3 buah spesimen. 3 buah spesimen masing-masing akan di uji masa jenis dan uji tegangan tarik.


(22)

3

Diharapkan penulis dapat menemukan komposisi yang tepat sebagai bahan kincir yang memiliki massa jenis yang rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap beban tarik dan bahan dapat bertahan pada lingkungan pinggir pantai yang bersifat korosif. Maka pengujian yang akan diujikan pada spesimen paduan Al – Si – Cu ini adalah pengujian tarik dan pengujian ketahanan korosi.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh paduan Al dengan penambahan 8,5%Si -2%Cu terhadap massa jenis dan kekuatan tarik?

2. Bagaimana pengaruh korosi terhadap kekuatan tarik paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan?

3. Bagaimana pengaruh korosi terhadap perubahan massa paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh paduan Al dengan penambahan 8,5%Si -2% Cu terhadap massa jenis, kekuatan tarik.

2. Mengetahui pengaruh korosi terhadap kekuatan tarik Al kondisi awal dan paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan.

3. Mengetahui pengaruh korosi terhadap perubahan massa Al kondisi awal dan paduan Al – 8,5%Si dengan penambahan 2% Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan.


(23)

4 1.4 Pembatasan Masalah

Batasan Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

1. Paduan yang akan penulis teliti paduan Al – 8,5%Si -2%Cu

2. Setelah proses machining spesimen tidak mengalami proses perlakuan panas (normalizing).

3. Pengujian yang akan diambil pada penelitian ini adalah massa jenis, tegangan tarik dan perubahan massa.

4. Pengujian korosi akan dilakukan di pinggir Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.


(24)

5

BAB II

DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori 2.1.1 Aluminium

Aluminium pertama kali ditemukan oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur. Pada tahun 1886 secara bersamaan oleh Paul Heroult dan C. M. Hall, logam aluminium diperoleh dari alumina dengan cara elektrolisa dan dikenal dengan proses Heroult Hall. Sampai sekarang masih dipakai untuk memproduksi aluminium.

Aluminium memiliki ketahanan terhadap korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat – sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi dsb.

2.1.2 Sifat-sifat Aluminium

Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam sistim periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol (sma). Struktur kristal aluminium adalah struktur kristal FCC. Aluminium memiliki karakteristik sebagai logam ringan dengan densitas 2,7 g/cm3 dan modulus elastisitas 10 x 106 psi. Maka aluminium memiliki sifat keuletan yang tinggi maka menyebabkan logam tersebut mudah dibentuk atau mempunyai sifat mampu bentuk yang baik. Aluminium memiliki beberapa kekurangan yaitu kekuatan dan kekerasan yang rendah bila dibandingkan dengan logam lain seperti besi dan baja. Meskipun aluminium memiliki kekerasan ataupun


(25)

6

kekuatan tarik yang rendah, aluminium memiliki kekuatan spesifik yang sangat baik.

Aluminium juga memiliki keunggulan sifat yaitu: tahan korosi, karena aluminium merupakan kelompok logam non ferro memiliki kerapatan yang tinggi maka semakin baik daya tahan korosinya. Meskipun aluminium adalah logam aktif yang memiliki daya senyawa tinggi terhadap oksigen sehingga mudah sekali mengoksidasi, aluminium memiliki lapisan tipis oksida yang dapat mengendalikan laju korosi.

Aluminium memiliki sifat penghantar panas dan listrik yang baik, karena aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi sekitar 60% dari daya hantar tembaga.

Tidak beracun. Maka seringkali kita dapat lihat produk-produk kaleng makan dan minuman sebagai bahan pembungkus yang menggunakan aluminium. Hal ini disebabkan karena reaksi kimia antara makanan dan miniuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun dan membahayakan manusia.

Sifat mampu bentuk (formability). Aluminium dapat dibentuk dengan mudah. Aluminium juga mempunyai sifat mudah ditempa (machinability) yang memungkinkan aluminium dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis. Titik lebur rendah (melting point). Titik lebur aluminium relative rendah (660°C) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relative singkat dan biaya operasi akan lebih murah.


(26)

7

Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik Aluminium

Sifat-sifat Kemurnian Al (%))

99,996 >99,0

Masa jenis (20°C) 2,6989 2,71

Titik cair 660,2 653-657

Panas jenis (cal/g ̣•°C)(100°C) 0,2226 0,2297

Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan listrik koefisien temperatur

(/°C) 0,00429 0,0115

Koefisien pemuaian (20-100°C) 23,86 x 10-6 23,5 x 10-6 Jenis kristal , konstanta kisi fcc, a = 4,013 kX fcc, a = 4,04

kX (Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium Sifat-sifat

Kemurnian

99.996 >99.0

Dianil 75% dirol dingin Dianil H18

Kekuatan tarik (kg/mm2) 4.9 11.6 9.3 16.9

Kekuatan mulur (0.2%) (kg/mm2) 1.3 11.0 3.5 14.8

Perpanjangan (%) 48.8 5.5 35 5

Kekerasan Brinell 17 27 23 44

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.1.3 Paduan Aluminium

Aluminium memiliki sifat yang lunak dan mudah diregangkan, sehingga mudah dibentuk dalam keadaan dingin dan panas. Karena sifat – sifat istimewa dari aluminium yang tahan terhadap korosi, mudah dibentuk dan memiliki massa jenis yang tergolong rendah. Banyak sekali barang di sekitar kita yang terbuat dari aluminium. Maka banyak pula studi untuk mempelajari paduan aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium.

Aluminium paduan merupakan penambahan unsur-unsur paduan yang dapat meningkatkan sifat mekanik aluminium. Paduan aluminium diklasifikasikan oleh beberapa negara dengan berbagai standar. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar Aluminium


(27)

8

Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium company of America). Paduan tempa dinyatakan dengan satu atau dua angka “S” sedangkan paduan coran dinyatakan dengan tiga angka. Standar AA menggunakan penandaaan dengan 4 angka sebagai berikut : angka pertama menyatakan sistem paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan yaitu : 1: Al murni, 2 : Al-Cu, 3 : Al-Mn, 4 : Al-Si, 5 : Al-Mg, 6 : Al-Mg-Si dan 7 : Al-Zn. Sebagai contoh AL-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka pada tempat kedua menyatakan kemurnian dalam paduan yang dimodifikasi dan Al murni sedangkan angka ketiga dan keempat dimaksudkan untuk tanda Alcoa terdahulu kecuali S, sebagai contoh 3S sebagai 3003 dan 63S sebagai 6063. Al dengan kemurnian 99% atau di atasnya dengan keurnian terbatas (2S) dinyatakan sebagai 1100.

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor


(28)

9

Tabel 2.4 Komposisi dan Sifat Mekanik dari Paduan Aluminium Tempa

Alloy and

Temper Composition

Typical Tensile Strength, psi Typical Yield Strength, psi Typical Elongation, % in 2 inch

2S-O Commercially pure aluminium 13000 5000 35 2S-H Commercially pure aluminium 24000 21000 5

3S-O Al + 1,2% Mn 16000 6000 30

3S-H Al + 1,2% Mn 29000 25000 4

17S-T Al + 4,0% Cu + 0,5% Mn + 0,5% Mg 62000 40000 20 24S-T Al + 4,5% Cu + 0,6% Mn + 1,5% Mg 68000 46000 19 52S-O Al + 2,5% Mg + 0,25% Cr 29000 14000 25 52S-H Al + 2,5% Mg + 0,25% Cr 41000 36000 7 52S-W Al + 0,7% Si + 1,3% Mg + 0,25% Cr 33000 20000 22

52S-T Al + 0,7% Si + 1,3% Mg + 0,25% Cr 39000 33000 14 61S-W Al + 0,25% Cu + 0,6% Si + 1,0 Mg +

0,25% Cr 35000 21000 22

61S-T Al + 0,25% Cu + 0,6% Si + 1,0 Mg +

0,25% Cr 45000 39000 12

56S† Al + 5,25% Mg + 0,1% Mn + 0,1% Cr . . . . . . . . . . . .

Alcad‡ A duplex product made of a 3S core with a coaing of 72S (Al + 1% Zn) on one or both

sides.

16000 6000 30

3S-O

Alcad‡ A duplex product made of a 3S core with a coaing of 72S (Al + 1% Zn) on one or both

sides.

29000 25000 4

3S-H

Alcad ᵷ Duplex products with cores of the alloys indicated (17S-T or 24S-T) and coatings on

one or both sides of aluminium

55000 32000 18

17S-T

Alcad ᵷ Duplex products with cores of the alloys indicated (17S-T or 24S-T) and coatings on

one or both sides of aluminium

64000 43000 18

24S-T


(29)

10

Tabel 2.5 Klasifikasi Perlakuan Bahan

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.1.4 Paduan Aluminium Utama

2.1.4.1 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan Al-Cu yang paling sering diaplikasikan hanya berkisar sekitar 4-5% Cu. Karena pada fasa paduan ini memiliki kekurangan yaitu mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan, dan mudah terjadi keretakan. Pada paduan ini adanya Si sangat berguna dalam mengatasi keadaan itu dan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas T6 pada coran dapat memiliki kemampuan kekuatan Tarik mencapai 25 kgf/mm2.

Dalam paduan Al-Cu-Mg paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat mengeras dengan sangat dalam beberapa hari oleh penuaan dapa temperature biasa setelah pelarutan, paduan ii ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan Al yang kuat dinamakan duralumin. Selanjutnya telah banyak studi yang dilakukan mengenai paduan ini. Khususmya Nishimura menemukan dua senyawa ternet berada dalam keseimbangan dengan Al, yang dinamakan senyawa S dan T, dan ternyata senyawa S (Al2CuMg) mempunyai


(30)

11

kemampuan penuaan pada temperature biasa. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal di kenal dengan kode paduan 2017, komposisi standarnya adalah Al-4%Cu-1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan paduan dengan kode 2024, nama lamnya disebut duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila dibutuhkan ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaanya dilapisi dengan aluminium murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.

Tabel 2.6 Sifat – sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

Paduan Keadaan

Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanjangan (%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekerasan Brinell

Batas lelah (kgf/mm2) 17S (2017) O T4 18,3 43,6 7,0

28,1 -

12,7 26,7 45 105 7,7 12,7 A17S

(A2017) T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5

R317 Setelah

dianil 42,9 24,5 22 - 100 -

24S (2024) O T4 T36 18,9 47,8 51,3 7,7 32,3 40,1 22 22 - 12,7 28,8 29,5 42 120 130 - - - 14S (2014) O T4 T4 19,0 39,4 49,0 9,8 39,4 42,0 18 25 13 12,7 23,9 29,5 45 100 135 - - - (Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

2.1.4.2 Paduan Al-Mn

Mn adalah unsur yang diperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi, dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa Al-Mn yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn (2,5,3%Mn), sistem ortorobik a=6,498 A, b=7,552 A, c=8,870 A, dan kedua fasa mempunyai titik eutektik pada 658,5°C, 1,95% Mn. Kelarutan padat maksimum pada tempertur eutektik adalah 1,82% dan pada 500°C 0,36%, sedangkan pada temperature biasa kelarutannya hampir 0.


(31)

12

Dengan paduan Al-12%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003 dan 3004 yang zdipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas.

2.1.4.3 Paduan Al-Si

Paduan aluminium silikon (Al-Si) sangat baik kecairannya, mempunyai permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Sebagai tambahan, paduan aluminium silikon mempunyai ketahanan korosi yang baik, massa yang ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Paduan Al-12%Si adalah paduan yang paling banyak dipakai untuk paduan cor cetak.

Gambar 2.1 menunjukkan fasa diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah tipe eutektik yang seederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577°C, 11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi aluminium, karena batas kelarutan padat sangat kecil maka pengerasan penuaaan sukar diharapkan.

Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam setelah cairan logam diberi natrium flourida kira-kira 0,05-1,1% kadar logam natrium, tampaknya temperature eutektik meningkat kira-kira 15°C, dan komposisi eutektik bergeser ke daerah kaya Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada paduan hiper eutektik seperti 11,7-14%Si. Si mengkristal sebagai kristal primer dan strukturnya menjadi sangat halus. Ini dinamakan sebagai struktur yang dimodifikasi. Gambar 2.2 menjukkan sifat-sifat mekaniknya yang sangat diperbaiki.


(32)

13

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si

(Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137)

Gambar 2.2 Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si (Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137) Koefisien pemuaian dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya pun mempunyai koefisien muai yang rendah apabila ditambah. Namun Si tidak memiliki butir primer yang halus tapi untuk memperhalus butir primer dapat menggunakan P oleh paduan Cu-P atau penambahan fosfor klorida (PCl5) untuk mencapai prosentase 0,001%P, dapat tercapai penghalusan Kristal primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak dipakai dengan elektroda untuk pengelasan yaitu terutama yang mengandung 5%Si.


(33)

14

Tabel 2.7 Sifat – Sifat Mekanik Paduan Al-Mg2-Si

Paduan Keadaan

Kekuatan tarik (kgf/mm²) Kekuatan mulur (kgf/mm²) Perpanjangan (%) Kekuatan geser (kgf/mm²) Kekerasan Brinel Batas lelah (kgf/mm²) 6061

O 12,6 5,6 30 8,4 30 6,3

T4 24,6 14,8 28 26,9 65 9,5

T6 31,6 38,0 15 21,0 95 9,5

6063

T5 19,0 14,8 12 11,9 60 6,7

T6 24,6 21,8 12 15,5 73 6,7

T83 26,0 26,6 11 15,5 82 -

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140) W. J. Kroll pada buku Handbook of Corrosion mengungkapkan bahwa ketahanan material silicon pada media korosi sangat baik kecuali pada kondisi alkali. Air dengan temperature panas ataupun dingin tidak memiliki efek bahkan tidak juga konsentrasi asam hydrochloric, nitrat, dan asam sulfur. Konsentrasi asam sulfur pada suhu tinggi dapat bereaksi dengan silikon. Asam hydrofluoric tidak dapat bereaksi namun, jika ada campuran asam nitrat dapat menyerang silicon dengan mudah.

2.1.4.4 Paduan Al-Mg-Zn

Seperti telah ditunjukkan pada Gambar 2.2 alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu senyawa antara logam MgZn , dan kelarutannya menurun apabila temperature turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan. Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarashi dkk. Mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira-kira 0,3 Mn atau Cr, dimana butir Kristal padat diperhalus, dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu tegangan itu dinamakan ESD, duralumin super extra. Selama perang dunia II di Amerika Serikat dengan maksud hamper sama telah dikembangkan pada suatu paduan. Yaitu suatu


(34)

15

paduan yang tersendiri dari: Al-5,5%Zn-2,5%Mn-1,5%Cu-0,3%Cr-0,2%mn, sekarang dinamakan paduan 7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantarapaduan-paduan lainnya, sifat-sifat mekaniknya ditunjukkan pada Tabel 2.5 penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara gunanya menjadi lebih penting sebagai konstruksi.

Tabel 2.8 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141 2.1.4.5 Paduan Alumunium Cor

Struktur mikro paduan alumunium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.8 memperlihatkan sifat-sifat mekanis beberapa paduan alumunium cor.

Perlakuan panas Kekuatan tarik (kgf/mm²) Kekuatan mulur (kgf/mm²) Perpanjangan

(%) Kekerasan

Kekuatan geser (kgf/mm²) Batas lelah (kgf/mm²) (a) (b) Rockwell Brinell

Bukan klad

O 23,2 10,5 17 16 E60-70 60 15,5 -

T6 22,5 51,3 11 11 B85-95 150 33,8 -

Klad

O 22,5 9,8 17 - - - 15,5 -


(35)

16

Tabel 2.9 Sifat-sifat Mekanis Paduan Aluminium Cor Menurut Aluminium Association

(sumber: V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta) 2.1.4.6 Pengaruh Unsur Paduan dalam Aluminium

Unsur paduan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat aluminium paduan, untuk perlu diketahui pengaruh suatu unsur terhadap sifat-sifat aluminium A. Si (Silicon)

 Mempermudah proses pengecoran

 Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.  Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.  Menurunkan penyusutan bahan terhadap beban kejut  Hasil coran akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi

Paduan Proses Pembekuan Perlakuan panas Σy (Mpa) σu (Mpa) regangan

295.0 Cetakan pasir

T6 165 250 5

308.0 Cetakan pasir

F 90 250 1

356.0 Cetakan pasir

T6 160 230 1,5

390.0 Cetakan pasir

T6 270 280 <0,5

Tekanan T5 290 310 1

413.0 Tekanan F 160 280 3

712.0 Cetakan pasir


(36)

17 B. Cu (Tembaga)

 Meningkatkan kekerasan bahan.  Memperbaiki kekuatan Tarik.

 Mempermudah pengerjaan dengan mesin.  Menurunkan daya terhadap korosi

 Mengurangi kemampuan dibentuk dan dirol. C. Mn (Mangan)

 Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperature tinggi.  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

 Megurangi pengaruh buruk unsur besi.  Menurunkan kemampuan penuangan.  Meningkatkan kekerasan butiran partikel D. Mg (Magnesium)

 Mempermudah proses penuangan.

 Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.  Menghaluskan butira Kristal secara efektif.  Meningkatkan ketahanan beban lanjut.

 Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor. E. Ni (Nikel)

 Peningkatan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperature tinggi.  Penurunan pengaruh unsur Fe (besi) dalam paduan.

 Peningkatan daya tahan terhadap korosi F. Fe (Besi)

 Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses penuangan.

 Penurunan sifat mekanis.  Penurunan kekuatan Tarik.

 Timbulnya bintik keras pada hasil coran.  Peningkatan cacat porositas.


(37)

18 G. Zn (Seng)

 Meningkatkan sifat mampu cor.  Peningkatan kemampuan dimesin.  Mempermudah keuletan bahan.  Meningkatkan ketahanan korosi.  Menurunkan pengaruh baik dari besi.

 Kadar Zn terlalu tinggi dapat menimbulkan cacat rongga udara. H. Ti (Titanium)

 Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperature tinggi.  Memperhalus butiran dan permukaan.

 Mempermudah proses penuangan.

 Menaikkan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam c

2.1.4.7 Al Paduan Si Cu

Aluminium yang dipadukan dapat memiliki macam-macam karakteristik, sehingga sangat banyak dipakai untuk bermacam-macam kebutuhan. Aluminium paduan tempa tanpa perlakuan panas (Non Heat-treatable wrought alloys) biasa dipakai untuk komponen elektrik, kertas aluminium foil, pemrosesan makanan, hampir semua rata-rata penggunaan kaleng, kebutuhan arsitektur, dan komponen-komponen Angkatan Laut. Aluminium Paduan dengan perlakuan panas (Heat-teatable wrought alloys) biasa dipakai untuk ban truk dan kendaraan-kendaraan berat, bodi luar semua aircraft, piston, kano, rel kereta api, dan rangka pesawat. Aluminium paduan cor (casting alloys) biasa dipakai pada peralatan makan, mesin otomotif, bodi transmisi dan permesinan angkatan laut.


(38)

19

Tabel 2.10 Sifat Aluminium Paduan

Alloys Tensile Strength (psi) Yield Strength (psi) % Elongation

Non Heat-treatable wrought alloys :

1100-O > 99% Al 13000 5000 40

1100-H18 24000 22000 10

3004-O 1.2% Mn-1.0% Mg 26000 10000 25

3004-H18 41000 36000 9

4043-O 5.2% Si 21000 10000 22

4043-H18 41000 39000 1

5182-O 4.5% Mg 42000 19000 25

5182-H19 61000 57000 4

Heat-treatable wrought alloys :

2024-T4 4.4% Cu 68000 47000 20

2090-T6 2.4% Li-2.7% Cu 80000 75000 6

4032-T6 12% Si-1% Mg 55000 46000 9

6061-T6 1% Mg-0.6% Si 45000 40000 15

7075-T6 5.6% Zn-2.5% Mg 83000 73000 11

Casting alloys :

201-T6 4.5% Cu 70000 63000 7

319-F 6% Si-3.5% Cu 27000 18000 2

356-T6 7% Si-0.3% Mg 33000 24000 3

380-F 8.5% Si-3.5% Cu 46000 23000 3

390-F 17% Si-4.5% Cu 41000 35000 1

443-F 5.2% Si (sand cast) 19000 8000 8

(permanent mold) 23000 9000 10

(die cast) 33000 16000 9

(sumber: Askeland, Donald R., The Science and Engineering of Materials 6th Edition, USD Yogyakarta)


(39)

20 2.1.5 Pengujian Tarik

Uji tarik merupakan salah satu pengujian destruktif (pengujian yang bersifat merusak benda uji). Pengujian dilakukan dengan memberikan beban tarik pada beban uji secara perlahan-lahan sampai putus. Maka akan terlihat batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dari benda uji.

Gambar 2.3 Bentuk dan Dimensi Spesimen Uji Tarik Keterangan :

A = Panjang batas beban (panjang ukur sampai dengan titik tengah radius) D = Diameter ukur

G = Panjang ukur (Gage Length) R = Radius sebagai batas panjang uji

Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan penampang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian tarik, dapat dilakukan perhitungan untuk cari nilai dari tegangan maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

1. Kekuatan Tarik :

�� =���� �/ (3)

Dengan ��� adalah gaya maksimal � , � = luas penampang mula-mula , �adalah ultimate tensile strength atau tegangan tarik maksimum


(40)

21 2. Regangan :

� =�−���� × % = ∆��� × % (4)

Dengan � adalah regangan, adalah Panjang ukur awal , merupakan panjang ukur akhir , ∆ merupakan pertambahan panjang

Semakin besar panjang ukur, semakin besar pula nilai regangan karena pertambahan panjang akan semakin besar, dan rumus dari regangan sendiri berbanding lurus dengan berubahan panjang dan berbanding terbalik dengan panjang ukur awal benda uji. Percobaan tarik akan dilakukan untuk setiap bahan. Dari pengujian tarik dapat disimpulkan sifat mekanik dari suatu bahan yaitu :

a. Semakin tinggi kemampuan tegangan tarik suatu bahan maka akan lebih kuat juga bahan tersebut dapat menerima tegangan tarik, namun semakin rendah kemampuan tegangan tarik suatu bahan maka akan lebih lemah bahan dapat menerima tegangan tarik.

b. Semakin tinggi regangan maka bahan tersebut semakin mudah dibentuk, dan sebaliknya semakin kecil regangan maka bahan tersebut akan sulit dibentuk.

Sifat-sifat terhadap beban tarik : a. Modulus elastis

Modulus elastis adalah ukuran kekakuan suatu bahan, semakin besar modulus elastisnya maka makin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. Moduslus elastis suatu bahan dientukan oleh gaya ikatan antar atom pada bahan tersebut, karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadi perubahan mendasar sifat ahannya, maka modulus elastis merupakan salah satu daru banyak sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas atau pengerjaan dingin. Modulus elastis biasanya diukur pada suhu tinggi dengan metode dinamik.


(41)

22

Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linier antara tegangan dan regangan dan disebut daerah elastis, pada daerah ini akan berlaku hokum Hooke.

b. Batas propossional

Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis bahan, sehingga apabila tegangan-regangan yang diberikan tidak melibihi proporsional bahan tidak akan mengalami deformasi dan akan kembali kebentuk semula.

c. Batas elastis

Batas Elastis adalah tegangan terbesar uang masih dapat ditahan oleh suatu bahan tanpa terjadi tegangan sisa permanen yang terukur. Pada saat bebaan ditiadakan material mampu kembali pada kemampuan awal kembali.

d. Kekuatan luluh

Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan

e. Tegangan maksimum

Tegangan maksimum merupakan beban tarik maksimum yang mampu diterima material sampai sebelum material patah.


(42)

23 2.1.6 Korosi

Korosi adalah gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam, Menurut Denny A. Jones pada buku berjudul Principles and Prevention of Corrosion, definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau berkurangnya kualitas suatu bahan, dikarenakan reaksi dengan lingkungannya. Korosi tersebut bisa mengakibatkan bahan bertambah berat, bahan menjadi semakin ringan dan sifat-sifat mekanisnya berubah. Korosi harus dicegah karena sangat merugikan. Dari kerugian ekonomi sampai kerugian materi.

Efek dari Korosi sendiri akan berpegaruh pada umur pemakaian material. Maka untuk mengetahui cepat atau lambatnya korosi pada sebuah material dapat diperhitungankan melalui persamaan :

= ��� [ ]

Dengan adalah laju reaksi korosi, ketetapan laju ukuran energy bebas aktivasi dinyatakan dengan ���

��� = � −∆�∗/��

Dengan A adalah tetapan, ∆ adalah energy bebas (selisih energy bebas antara logam dan produk korosinya) dan R tetapan gas universal serta temperatur dinyatakan dengan T.

Korosi pada logam sangatlah beragam, disebabkan karena kondisi lingkungan sampai pada kondisi dari logam itu sendiri. Adapun jenis-jenis korosi yang biasa terjadi pada logam :


(43)

24 2.1.6.1 Korosi Merata

Korosi merata adalah sebuah proses pengkorosian yang terjadi pada seluruh permukaan logam yang terbuka atau kontak langsung dengan lingkungan. Biasanya logam yang mengalami korosi merata ini memiliki harga potensial reduksi dibawah 0. Sehingga logam akan terkorosi secara alami disebabkan oleh udara sekitar yang lembab.

Gambar 2.4 Korosi Merata yang Menyerang suatu Bangunan Penyimpanan Minyak setelah 2 Tahun Dipergunakan

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.1.6.2 Korosi Galvanis

Korosi galvanis adalah sebuah proses korosi yang terjadi pada 2 buah logam yang menempel satu sama lain. Korosi galvanis bisa terjadi karena 2 logam ini memiliki selisih potensial reduksi, karena memiliki potensial reduksi yang berbeda maka salah satu logam menjadi katodik dan yang lainnya menjadi anodik. Ketika ada udara lembab ataupun air menggenang disekitar 2 logam itu


(44)

25

akan berfungsi seperti elektrolit yang membantu mempercepat proses korosi tersebut.

Gambar 2.5 Mekanisme Kondisi Korosi Galvanis

(b)

Gambar 2.6 Korosi Galvanis yang Menyerang Pipa Baja Karbon dan Pipa Baja Stainless


(45)

26 2.1.6.3 Korosi Celah

Korosi yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang atau terasing dari lingkungan dibanding bagian lain logam yang menghadapi elektrolit dalam volume besar. Korosi ini terjadi dikarenakan adanya retakan.

Gambar 2.7 Mekanisme Kondisi Korosi Celah

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.1.6.4 Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)

Korosi local yang secara selektif dimana terjadi kerugian bagian permukaan logam dalam bentuk lubang. Korosi ini menyerang yang selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik, mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami atau tersisa, dan mempunyai heterogen dengan adanya inklusi segregasi atau presipitasi. Korosi ini dipicu oleh faktor-faktor metalurgi.

Gambar 2.8 Korosi Sumuran

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.1.6.5 Pencegahan Korosi

Logam yang sudah terkorosi akan sangat sulit ditanggulangi, dan sifat mekaniknya yang turun akibat korosi tidak dapat dipulihkan. Peleburan kembali adalah salah satu jalan untuk mengembalikan sifat mekanis dari material, namun


(46)

27

untuk melebur sebuah rangkaian harus dibongkar. Sehingga banyak industri lebih memilih melakukan pencegahan dibandingkan dengan penanggulangan. Adapun beberapa pencegahan korosi :

a. Perlindungan Katodik

Pencegahan menggunakan perlindungan katodik ini memanfaatkan sifat perbedaan beda potensial reduksi dari korosi galvanis. Perlindungan katodik dilakukan dengan cara memasangkan logam yang ingin dilindungi dengan kabel dan dihubungkan dengan logam yang memiliki potensial reduksi yang lebih rendah, sehingga lingkungan akan menyerang logam dengan potensial yang rendah. Reaksi korosi yang terjadi adalah logam yang potensial reduksinya lebih tinggi akan dilapisi oleh logam yang potensial reduksinya lebih rendah.

b. Coating dan Inhibitor

Coating adalah proses pelapisan logam dengan menggunakan pelapis berupa coating organic ataupun coating metallic. Pelapis berfungsi sebagai lapisan pelindung fisik agar tidak ada kontak antara subsrat/material dan media korosi.

Inhibitor adalah komponen kimia berfungsi sebagai penghambat laju korosi pada permukaan logam dengan lingkungannya. inhibitor dapat membentuk sebuah film atau lapisan yang berfungsi sebagai penghalang fisik seperti pada coating.


(47)

28 2.2Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tegangan yang Bekerja pada Sudu Kincir

Sebuah penelitian oleh Nurimbetov A., dkk, (2015) yang berjudul “Optimization of Windmill’s layered Composite Blades to reduce Aerodinamic noise and Use in Construction of “Green” Cities”. Mengungkapkan tegangan yang bekerja pada sebuah blade adalah tegangan tarik dan tegangan geser.

Gambar 2.9 Distribusi tegangan tarik pada sudu kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass


(48)

29

Gambar 2.10 Distribusi tegangan geser pada sudu kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass

2.2.2 Laju Korosi

Kepustakaan menunjukan bahwa laju korosi sudah pernah diteliti. F. Corvo, dkk, Corrosion ScienceVol50 (2008) yang berjudul “Outdoor-indoor corrosion of

metal in tropical coastal atmospheres” telah meneliti laju korosi pada 4 jenis logam diantaranya baja karbon, tembaga, zink dan aluminium dengan 3 kondisi perkorosian. Outdoor atau pada udara terbuka di pesisir pantai, sheltered atau diberi perlindungan berupa atap sehingga logam akan terkena kondisi udara pesisir pantai namun tidak terpengaruh oleh presipitasi atau tidak terkena hujan. Kondisi ketiga dimana dibuat media perlindungan dan hanya diberikan ventilasi saja untuk masuknya udara terbuka pesisir pantai (vent sheltered).


(49)

30

Tabel 2.11 Laju korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium dalam (g/m2) di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba)

Pada jurnal penelitian ini aluminium yang diberi perlakuan korosi secara outdoor atau pada kondisi udara pesisir pantai tanpa perlindungan apapun, menghasilkan laju korosi 2,15 gram/m2 dengan rentang waktu 6 bulan. Diharapkan pada penelitian ini hasil laju korosi benda uji Al – Si – Cu yang diberi perlakuan korosi selama 4 bulan dapat mendekati angka tersebut.


(50)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Gambar 3.1 Diagram Alir

Persiapan alat dan bahan yang diperlukan

Peleburan Aluminium Kondisi Awal

Peleburan Aluminium 8,5%Silikon dengan penambahan

Tembaga 2%

Pengecoran dan Machining

dengan Perlakuan Korosi

Uji Tarik Pengujian Perubahan Massa

Pembahasan

Kesimpulan Pengujian Massa

Jenis Tanpa Perlakuan

Korosi


(51)

32 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam membuat spesimen adalah aluminium, silikon dan tembaga. Alat-alat yang diperlukan antara lain cetakan gerabah, kowi, tabung solar, thermokopel, dan kompor + burner. Proses pengecoran tersebut menghasilkan 2 jenis spesimen uji, yaitu :

1. Aluminium Silikon dengan kadar silikon 8,5 %.

2. Aluminium Silikon Tembaga dengan kadar silikon 8,5 % tembaga 2 % 3.2.2 Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengujian antara lain :

a. Mesin uji Tarik, milik Laboratorium Ilmu Logam, Jurusan Teknik Mesin USD.

Gambar 3.2 Mesin Uji Tarik


(52)

33

Gambar 3.3 Neraca Digital

c. Gelas ukur, milik Laboratorium Analisa Pusat, Jurusan Farmasi USD.

Gambar 3.4 Gelas Ukur 3.3 Proses Peleburan Logam dan Pengecoran

3.3.1 Bahan Coran

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain : a. Aluminium

Aluminium sebagai bahan utama dari paduan Al-Si-Cu. Aluminium yang dipakai pada penelitian ini berbentuk silinder dengan diameter 3,7 cm dan panjang 100 cm. Untuk pengecoran Al kondisi awal, aluminium yang


(53)

34

dipergunakan seberat 1,3661 kg atau dipotong sepanjang 47,1 cm. Untuk pengecoran Al -8,5%Si -2%Cu, aluminium yang dipergunakan seberat 1,23 kg atau dipotong sepanjang 42,3 cm.

Gambar 3.5 Aluminium b. Tembaga

Tembaga sebagai bahan paduan dari Al-Si-Cu yang dapat membantu meningkatkan tegangan tarik dari bahan. Tembaga yang dipakai pada penelitian ini berbentuk silinder dengan diameter 0,8 cm dan panjang 100 cm, dibeli di toko Aneka Teknik. Untuk pengecoran Al-8,5%Si-2%Cu, tembaga yang dipergunakan seberat 25 gram atau dipotong sepanjang 5,57 cm.

Gambar 3.6 Tembaga c. Batuan silikon metal

Silikon sebagai bahan paduan dari Al-Si-Cu yang dapat membantu meningkatkan ketahanan korosi dan meningkatkan keuletan dari bahan. silikon yang dipakai pada penelitian ini berbentuk batuan silikon metal. Batuan silikon metal ini didapatkan di daerah pengecoran Ceper, Klaten. Untuk pengecoran Al-8,5%Si-2%Cu, silikon dipergunakan seberat 113,5 gram.


(54)

35

Gambar 3.7 Batuan Silikon Metal 3.3.2 Alat –alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain : 1. Tangki minyak bertekanan

2. Selang tembaga 3. Burner

4. Pompa angin 5. Tang penjepit 6. Tungku tanah liat 7. Kowi tanah liat 8. Thermokopel 9. Stopwatch

10.Kunci pas 8, 9, 10, 11 dan 14 11.Cetakan gerabah

12.Palu

13.Gergaji tangan

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam Proses peleburan logam adalah sebagai berikut :

1. Aluminium (Al) diukur dan dikelompokkan menurut komposisinya.

2. Aluminium (Al) yang berbentuk silinder dipotong-potong sesuai dengan tinggi kowi, agar setelah melunak tidak tumpah keluar kowi.

3. Batuan silikon metal (Si) ditumbuk hingga halus untuk memudahkan proses peleburan, kemudian timbang sesuai dengan komposisinya.


(55)

36

4. Tembaga (Cu) yang berbentuk silinder ditimbang sesuai komposisinya dan dipotong sesuai tinggi kowi.

5. Bahan bakar Solar dan corong untuk pengisian disiapkan.

6. Tabung tangki disi solar secukupnya lalu diberi tekanan dengan memakai pompa hingga bar tekanan penuh.

Gambar 3.8 Tabung tangki bertekanan

7. Burner dibersihkan dengan gas bertekanan dan diberi TBA pada penghubung selang tembaga.

Gambar 3.9 Burner

8. Selang tembaga disambungkan dengan tabung krusibel, dan burner. Diberi TBA dan dikencangkan menggunakan kunci pas.


(56)

37

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam Prosedur Peleburan adalah sebagai berikut :

1. Aluminium (Al), silikon (Si), dan tembaga (Cu) yang sudah ditimbang dan dikelompokkan disiapkan.

2. Aluminium (Al), silikon (Si), dan tembaga (Cu) dimasukkan ke dalam kowi sesuai dengan komposisinya.

3. Kowi diletakkan didalam tungku dan dibawahnya diberi batu tahan api agar semburan dari burner pas menuju ke kowi.

Gambar 3.11 Tungku dan Kowi

4. Pada tempat keluarnya api pada burner dituang oli untuk membantu pemanasan burner.

5. Api dinyalakan pada burner dan tunggu sampai panas.

6. Stopwatch dinyalakan seiring dengan mulai dinyalakannya burner, untuk menghitung waktu yang diperlukan selama peleburan.

Gambar 3.12 Stopwatch

7. Setelah burner mulai panas dan solar mulai menyembur. Tuas tabung krusibel dibuka (dilakukan penyetelan nyala api burner).


(57)

38

8. Setelah kurang lebih 5 menit, nyala api sudah menunjukan pengapian sempurna.

9. Aluminium (Al) mulai melunak sekitar 40 menit. 10.Kowi ditutup agar tidak ada panas yang terbuang.

11.Paduan diaduk agar aluminium (Al), silikon (Si) dan tembaga (Cu) tercampur dengan baik.

12.Sekitar 56 menitbahan sudah terlebur sempurna.

13.Panas diukur dengan menggunakan thermokopel dan dicatat.

Gambar 3.13 Thermokopel

14.Kowi dapat diangkat dari tungku dengan tang penjepit selanjutnya dituang ke dalam cetakan gerabah yang sudah dipersiapkan.

Gambar 3.14 Tang Penjepit

15.Penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 3-5 detik. 3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran

Paduan yang sudah dicor didiamkan selama 6 jam agar coran menjadi kering sempurna. Cetakan terbuat dari tanah liat atau gerabah, maka dalam proses pembongkaran hasil coran dilakukan dengan cara memukul dengan palu hingga cetakan pecah dan pecahkan diseluruh bagian cetakan hingga tidak ada gerabah


(58)

39

yang menempel dengan spesimen. Setelah berhasil dibongkar maka selanjutnya spesimen dibentuk dengan alat milling.

Gambar 3.15 Cetakan dan Coran yang sudah jadi

Gambar 3.16 Palu 3.4 Pembuatan Spesimen

Hasil coran berupa 2 plat kotak dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 3cm selanjutnya diratakan dengan mesin milling. Spesimen diratakan sehingga mencapai ketebalan 2 - 2,5 cm. Hasil coran digergaji menjadi 10 bagian, dan dibubut hingga membentuk silinder dengan dimensi 12 cm x 1 cm x 1cm, sehingga menghasilkan 15 spesimen spesimen. Dalam 4 bulan, per bulannya 3 spesimen yang diuji ketahanan korosinya, masing-masing diuji tarik dan kekerasan. Sebagai data awal 3 spesimen dengan umur 0 bulan, diuji massa jenis, uji tarik, dan uji kekerasan.


(59)

40

Gambar 3.17 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar Spesimen

(Sumber : ASTM A370. : Standard Test Method and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products)

Menurut tabel ASTM A370 seperti pada Gambar 3.2 sebagai spesimen uji tarik penulis mengambil ukuran standar yaitu, Small-Size Spesimens Proportional to Standard dengan Nominal Diameter 6.25 mm, Gage length (G) 25.0mm, Diameter (D) 6.25 mm, Radius of fillet (R) 5 mm, dan Length of reduced section (A) 32 mm. Berikut dimensi spesimen uji tarik seperti tersaji dalam Gambar 3.3.


(60)

41 3.5 Tahap Pengujian Spesimen

3.5.1 Pengujian Masa Jenis

Pengujian massa jenis adalah sebagai berikut :

a. Spesimen yang sudah dimachining diberi nomor menurut komposisi, antara paduan Al -8,5%Si -2%Cu dan Al kondisi awal.

b. Sebelum diberi perlakuan korosi, semua spesimen diberi nomor, ditimbang dan diukur volumenya.

c. Spesimen ditimbang dengan menggunakan neraca digital sebagai data (m). d. Spesimen diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur berkapasitas

50 ml.

e. Gelas ukur diisi air sebanyak 40 ml.

f. Spesimen dimasukkan ke dalam gelas ukur. Selisih penambahan volume dicatat sebagai data (v).

g. Data spesimen kemudian ditentukan massa jenisnya dengan menggunakan rumus:

=

Dengan, adalah massa jenis dengan satuan gram/dm3, merupakan massa spesimen (gram), dan merupakan volume (dm3).

3.5.2 Pengujian Tegangan Tarik

Pengujian tegangan tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut:

a. Spesimen dipasang pada penjepit atau chuck atas dan bawah pada alat uji tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat, sehingga penjepit spesimen dalam posisi yang tepat, diusahakan agar


(61)

42

kedudukan dari spesimen betul-betul vertikal, kemudian kedua penjepit atau chuck dikencangkan.

b. Spesimen diberi beban tarik, sehingga spesimen bertambah panjang dan hingga spesimen tersebut putus atau patah. Patahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur dari spesimen, apabila patah terjadi di luar panjang ukur spesimen, pengujian tersebut dinyatakan gagal.

c. Data yang perlu dicatat sebelum melakukan uji tarik adalah gage length atau panjang awal daerah ukur ( ), diameter daerah ukur (d).

d. Data yang didapatkan kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan beban dan pertambahan panjang) dengan interval yang ditentukan.

e. Beban tarik maksimum dan kekuatan tarik maksimum setelah spesimen putus dicatat .

f. Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji tarik dicatat setelah spesimen patah ∆ .

g. Hasil penelitian tegangan tarik dan regangan dapat dihitung dengan rumus: � = �

Dengan, � adalah tegangan tarik dengan satuan kg/mm2, merupakan beban penarikan (kg), dan � merupakan luas penampang (mm2).

� = ∆

Dengan, � adalah regangan, ∆ merupakan pertambahan panjang spesimen (mm), dan merupakan gage length atau panjang awal daerah ukur (mm).


(62)

43 3.5.2 Pengujian Korosi

Proses pengujian korosi adalah sebagai berikut :

a. Bahan uji yang sudah dicor dengan variasi komposisi masing-masing dipotong dengan dimensi yang sudah ditentukan sebanyak 15 buah.

b. Setelah itu, semua spesimen ditimbang sebagai dasar massa awal ( ). c. Spesimen terdiri dari dua variasi, Al kondisi awal dan Al -8,5%Si -2%Cu.

Masing masing memiliki 15 buah spesimen.

d. Spesimen korosi digantung di perumahan warga yang ada di pinggir Pantai Pelangi, Parang Tritis, Bantul, Yogyakarta.

e. Setiap 30 hari spesimen diambil 3 buah dan ditimbang dengan neraca digital untuk melihat perubahan massa yang terjadi sebagai efek dari reaksi korosi. f. Tiga buah spesimen yang diambil ditimbang sebagai data perubahan massa

(m)

g. Penelitian korosi ini dilakukan selama 4 bulan, kemudian dihitung laju korosinya dengan cara :

= �.

Dengan mdd merupakan satuan dari laju korosi [ �⁄ . � ], m adalah massa benda yang berkurang akibat perlakuan korosi (kg), A adalah luas penampang ( ) dan t merupakan time atau lama spesimen mengalami korosi (hari atau day).


(63)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada pengujian ini, aluminium dipadukan dengan 8,5%Si dan 2% Cu. Aluminium yang penulis pergunakan sudah diuji komposisi. Hasil pengujian komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Paduan Komposisi Aluminium

UNSUR SAMPEL UJI

15/S-1961 (%) Deviasi

Al 98,64 0,1082

Si 0,194 0,0065

Fe 0,24 0,0142

Cu 0,17 0,0007

Mn 0,0438 0,0002

Mg <0,05 <0

Cr <0,015 <0

Ni <0,02 <0,0000

Zn 0,505 0,101

Sn <0,05 <0,0000

Ti 0,0148 0,0017

Pb <0,03 <0,0000 Be <0,0001 <0,0000

Ca 0,031 0,0002

Sr <0,0005 <0,0000

V 0,0222 0,0016

Zr <0,003 <0,0000

Pada Tabel 4.1 paduan komposisi aluminium dapat dilihat aluminium sudah memiliki kadar Si 0,194% dan Cu 0,17%, maka kadar Si yang ditambahkan pada aluminium sebanyak 8.306% dan kadar Cu yang ditambahkan pada aluminium sebesar 1.83%.


(64)

45

4.1.1 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis

Pengujian massa jenis dilakukan pada spesimen Al kondisi awal dan spesimen paduan Al -8,5%Si -2%Cu. Penghitungan dilakukan dengan pengukuran volume dan massa yang telah diukur menggunakan gelas ukur dan neraca digital. Semua spesimen diukur pada kondisi awal sebelum dikorosikan di pinggir pantai. Perhitungan massa jenis diperoleh dengan:

= , �

= , = ,

=

= ,, �

= . �⁄

Hasil pengujian massa jenis Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Massa Jenis Al Kondisi Awal Spesimen volume

(ml) volume (dm³) massa (g) massa jenis (g/dm³)

1 7,30 0,0073 19,818 2714,79

2 6,30 0,0063 17,111 2716,03

3 6,40 0,0064 17,573 2745,78

4 6,60 0,0066 17,388 2634,55

5 6,80 0,0068 17,993 2646,03

6 7,50 0,0075 20,169 2689,20

7 7,30 0,0073 19,958 2733,97

8 7,30 0,0073 19,388 2655,89

9 7,30 0,0073 19,521 2674,11

10 7,30 0,0073 19,426 2661,10 11 6,60 0,0066 17,422 2639,70 12 7,30 0,0073 19,391 2656,30 13 7,30 0,0073 19,518 2673,70 14 7,30 0,0073 19,371 2653,56 15 6,30 0,0063 16,526 2623,17


(65)

46

Tabel 4.3 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -2%Cu Spesimen volume

(ml) volume (dm³) massa (g) massa jenis (g/dm³) 1 7,30 0,0073 20,235 2771,92 2 7,50 0,0075 20,551 2740,13 3 7,30 0,0073 20,208 2768,22 4 7,50 0,0075 20,118 2682,40 5 7,30 0,0073 20,359 2788,90 6 7,00 0,0070 18,741 2677,29 7 7,80 0,0078 21,114 2706,92 8 7,60 0,0076 20,567 2706,18 9 7,80 0,0078 19,814 2540,26 10 7,00 0,0070 18,527 2646,71 11 6,80 0,0068 18,449 2713,09 12 6,80 0,0068 16,696 2455,29 13 7,40 0,0074 20,025 2706,08 14 7,60 0,0076 20,806 2737,63 15 7,40 0,0074 20,211 2731,22

Perhitungan standar deviasi :

s =

�= ��−� ̅

�−

Pada massa jenis Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 terdapat data yang kurang baik sehingga diperlukan perhitungan ulang menggunakan rumus standar deviasi. Berikut akan ditampilkan kembali data massa jenis yang sudah diperbaiki menggunakan rumus standar deviasi. Data akan disajikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.


(66)

47

Tabel 4.4 Massa Jenis Al Kondisi Awal setelah mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi

Spesimen volume (ml) volume (dm³) massa (g) massa jenis (g/dm³)

1 7,30 0,0073 19,958 2733,97

5 6,80 0,0068 17,993 2646,03

6 7,50 0,0075 20,169 2689,20

7 7,30 0,0073 19,958 2733,97

8 7,30 0,0073 19,388 2655,89

9 7,30 0,0073 19,521 2674,11

10 7,30 0,0073 19,426 2661,10 11 6,60 0,0066 17,422 2639,70 12 7,30 0,0073 19,391 2656,30 13 7,30 0,0073 19,518 2673,70 14 7,30 0,0073 19,371 2653,56

Rata - rata 2674,320829

Tabel 4.5 Massa Jenis Paduan Al -8,5%Si -2%Cu setelah mempergunakan perhitungan standar deviasi

Spesimen volume (ml) volume (dm³) massa (g) massa jenis (g/dm³) 1 7,30 0,0073 20,235 2771,92 2 7,50 0,0075 20,551 2740,13 3 7,30 0,0073 20,208 2768,22 4 7,50 0,0075 20,118 2682,40 6 7,00 0,0070 18,741 2677,29 7 7,80 0,0078 21,114 2706,92 8 7,60 0,0076 20,567 2706,18 10 7,00 0,0070 18,527 2646,71 11 6,80 0,0068 18,449 2713,09 13 7,40 0,0074 20,025 2706,08 14 7,60 0,0076 20,806 2737,63 15 7,40 0,0074 20,211 2731,22

Rata – rata 2715,65

4.1.2 Data Penelitian Pengujian Tegangan Tarik

Pengujian tegangan tarik dilakukan pada spesimen aluminium murni (Al -8,5%Si -2%Cu) dan spesimen paduan Al --8,5%Si -2%Cu. Pengujian menggunakan


(67)

48

alat uji tarik, menghasilkan nilai beban tarik (kg), elongation atau pertambahan panjang (mm) dan print out grafik hubungan beban dan pertambahan panjang. Adapun penghitungan tegangan tarik dilakukan dengan rumus :

= ,

� =� × = , × , = ,

= , �

� = �

� = , , � = , �⁄

� = , �⁄ × , ⁄

� = ,

Hasil pengujian tarik Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.


(68)

49

Tabel 4.6 Tegangan Tarik Al Kondisi Awal Nomor Spesimen gage length (mm) diameter (mm) beban

(kg) elongasi A

(mm²) ɛ

σ

(kg/mm²)

σ

(Mpa) Umur

7 2,50 6,40 383,20 0,10 32,15 4,0% 11,92 116,79

0 bulan

8 2,50 6,15 338,20 0,05 29,69 2,0% 11,39 111,63

13 2,50 6,10 327,00 0,10 29,21 4,0% 11,19 109,71

1 2,50 6,30 369,50 0,25 31,16 10,0% 11,86 116,22

1 bulan

2 2,50 6,25 250,10 0,10 30,66 4,0% 8,16 79,93

3 2,50 6,20 318,00 0,20 30,18 8,0% 10,54 103,28

4 2,50 6,25 186,20 0,05 30,66 2,0% 6,07 59,51

2 bulan

9 2,50 6,30 205,10 0,05 31,16 2,0% 6,58 64,51

14 2,50 6,25 269,50 0,10 30,66 4,0% 8,79 86,13

5 2,50 6,30 273,60 0,15 31,16 6,0% 8,78 86,06

3 bulan

12 2,50 6,30 75,40 0,05 31,16 2,0% 2,42 23,72

15 2,50 6,30 152,70 0,15 31,16 6,0% 4,90 48,03

6 2,50 6,25 73,40 0,05 30,66 0,02 2,39 23,46

4 bulan

10 2,50 6,30 118,60 0,1 31,16 0,04 3,81 37,30

11 2,50 6,25 69,60 0,05 30,66 0,02 2,27 22,24

Tabel 4.7 Tegangan Tarik Paduan Al -8,5%Si -2%Cu Nomor Spesimen gage length (mm) diameter (mm) beban (kg) elongasi

∆L mm (mm²) A ɛ

σ

(kg/mm²)

σ

(Mpa) Umur

1 2,58 6,35 402,60 0,20 31,65 8% 12,72 124,65

0 bulan

2 2,58 6,35 431,80 0,15 31,65 6% 13,64 133,69

3 2,65 6,35 425,70 0,15 31,65 5% 13,45 131,80

4 2,63 6,30 379,30 0,15 31,16 6% 12,17 119,30

1 bulan

5 2,65 6,30 419,30 0,15 31,16 6% 13,46 131,89

6 2,50 6,30 391,10 0,05 31,16 2% 12,55 123,02

7 2,94 6,30 416,00 0,15 31,16 5% 13,35 130,85

2 bulan

8 2,67 6,30 376,00 0,20 31,16 7% 12,07 118,27

9 2,78 6,30 92,00 0,10 31,16 4% 2,95 28,94

10 2,50 6,30 194,80 0,10 31,16 4% 6,25 61,27

3 bulan

11 2,65 6,30 350,20 0,25 31,16 9% 11,24 110,15

12 2,56 6,30 110,20 0,10 31,16 4% 3,54 34,66

13 2,58 6,35 403,80 0,20 31,65 8% 12,76 125,02

4 bulan

14 2,58 6,35 388,40 0,20 31,65 8% 12,27 120,25


(69)

50 4.1.3 Data Penelitian Pengujian Korosi

Pengujian laju korosi dilakukan pada spesimen kondisi awal dan spesimen paduan Al -8,5%Si -2%Cu. Penghitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengukuran massa awal sebelum dikorosikan dan massa setelah dikorosikan dengan neraca digital.

2. Pengukuran diameter awal sebelum dikorosikan dan diameter setelah dikorosikan dengan jangka sorong.

3. Perhitungan laju korosi.

Hasil perubahan massa setelah dikorosikan di pantai, Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.

Tabel 4.8 Perubahan Massa Al kondisi awal Nomor

Spesimen

Umur (bulan) selisih

massa

massa (gram)

0 1 2 3 4

7 19,958 - - - - -

8 19,388 - - - - -

13 19,518 - - - - -

1 19,818 19,822 - - - 0,004

2 17,111 17,123 - - - 0,012

3 17,573 17,577 - - - 0,004

4 17,388 - 17,404 - - 0,016

9 19,521 - 19,532 - - 0,011

14 19,371 - 19,387 - - 0,016

5 17,993 - - 18,012 - 0,019

12 19,391 - - 19,402 - 0,011

15 16,526 - - 16,538 - 0,012

6 20,169 - - - 20,188 0,019

10 19,426 - - - 19,443 0,017


(70)

51

Tabel 4.9 Perubahan Massa Paduan Al -8,5%Si -2%Cu Nomor

Spesimen

Umur (bulan) selisih

massa

massa (gram)

0 1 2 3 4

1 20,235 - - - - -

2 20,551 - - - - -

3 20,208 - - - - -

4 20,118 20,121 - - - 0,003

5 20,359 20,361 - - - 0,002

6 18,741 18,742 - - - 0,001

7 21,114 - 21,121 - - 0,007

8 20,567 - 20,559 - - -0,008

9 19,814 - 19,822 - - 0,008

10 18,527 - - 18,533 - 0,006

11 18,449 - - 18,459 - 0,010

12 16,696 - - 16,705 - 0,009

13 20,025 - - - 20,042 0,017

14 20,806 - - - 20,823 0,017

15 20,211 - - - 20,101 -0,110

Perlakuan korosi selama 4 bulan juga berpengaruh pada penambahan diameter. Perubahan diameter spesimen setelah dikorosikan di pantai, Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11


(71)

52

Tabel 4.10 Perubahan diameter Al kondisi awal

Nomor spesimen d1 awal (mm) d2 awal (mm) d1 setelah terkorosi (mm) d2 setelah terkorosi (mm) selisih d1 (mm) selisih d2 (mm) Lama korosi

1 10 6,35 10,05 6,45 0,05 0,10

0 bulan

2 10 6,15 10,05 6,20 0,05 0,05

3 10 6,15 10,05 6,15 0,05 0,00

4 10 6,30 10,10 6,40 0,10 0,10

1 bulan

5 10 6,25 10,05 6,20 0,05 -0,05

6 10 6,30 10,05 6,20 0,05 -0,10

7 10 6,35 10,05 6,35 0,05 0,00

2 bulan

8 10 6,15 10,10 6,30 0,10 0,15

9 10 6,25 10,10 6,30 0,10 0,05

10 10 6,30 10,15 6,35 0,15 0,05

3 bulan

11 10,2 6,30 10,30 6,40 0,10 0,10

12 10 6,30 10,10 6,35 0,10 0,05

13 10 6,10 10,10 6,40 0,10 0,30

4 bulan

14 10 6,25 10,15 6,30 0,15 0,05


(72)

53

Tabel 4.11 Perubahan diameter paduan Al -8,5%Si -2%Cu

Nomor spesimen d1 awal (mm) d2 awal (mm) d1 setelah terkorosi (mm) d2 setelah terkorosi (mm) selisih d1 (mm) selisih d2 (mm) Lama korosi

1 10 6,35 10,05 6,40 0,05 0,05

0 bulan

2 10 6,35 10,05 6,40 0,05 0,05

3 10 6,35 10,05 6,40 0,05 0,05

4 10 6,30 10,10 6,35 0,10 0,05

1 bulan

5 10 6,30 10,05 6,35 0,05 0,05

6 10 6,30 10,05 6,35 0,05 0,05

7 10 6,30 10,05 6,35 0,05 0,05

2 bulan

8 10 6,30 9,95 6,25 -0,05 -0,05

9 10 6,30 10,05 6,40 0,05 0,10

10 9,9 6,30 10,05 6,40 0,15 0,10

3 bulan

11 10 6,30 10,10 6,40 0,10 0,10

12 10 6,30 10,10 6,40 0,10 0,10

13 10 6,35 10,10 6,45 0,10 0,10

4 bulan

14 10 6,35 10,10 6,45 0,10 0,10

15 10 6,30 10,10 6,40 0,10 0,10

Pada Tabel 4.11 perubahan massa paduan Al -8,5%Si -2%Cu terdapat penurunan massa pada nomor spesimen 8 dan 15. Sehingga laju korosi dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :

Gambar 4.1 Desain Spesimen Tegangan Tarik Al Murni dan Al Paduan menurut ASTM A370

=


(73)

54 =

= ,

& = × × = , × × = ,

= ,

& =� × = , × = ,

� = + + + +

� = × , + , + × ,

� = ,

Tabel 4.12 Dimensi dan perhitungan Luas Penampang (A) spesimen 8 dan 10 dari Paduan. Al -8,5%Si -2%Cu

Nomor Spesimen d1 (mm) d2 (mm) d3 (mm) t1 (mm) t2 (mm) t3 (mm) a1 (mm2)

a2 (mm2)

a3 (mm2)

b1 (mm2)

b3 (mm2)

A (mm2) 8 10 6,35 10 42 25 42 1318,8 498,48 1318,8 78,5 78,5 3293,08 15 10 6,30 10 42 25 42 1318,8 494,55 1318,8 78,5 78,5 3289,15

= � ×

= ,× � = ,

Tabel 4.13 Perhitungan Laju Korosi Spesimen 8 dan 10 dari Paduan Al 8,5%Si -2%Cu

Nomor

Spesimen A (dm 2) perubahan massa (mg) waktu (day) laju korosi (mdd)

8 0,329308 8 60 0,4049


(74)

55 4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini proses pembuatan spesimen, pengujian korosi dan proses pengujian mekanik dapat berjalan dengan baik. Proses pembuatan spesimen dilakukan secara manual. Peleburan aluminium dan paduannya menggunakan burner dengan bahan bakar solar. Pengecoran dilakukan menggunakan cetakan gerabah. Proses machining dilakukan dengan gergaji dan mesin bubut. Dari proses tersebut, menghasilkan 30 buah spesimen yang terdiri dari 15 buah spesimen aluminium kondisi awal dan 15 buah spesimen aluminium paduan Al 8,5%Si -2%Cu. Semua spesimen ditimbang di Lab. Analisa Pusat, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, kemudian diberi nomor. Pada tanggal 15 Desember 2015 spesimen mulai diberi perlakuan korosi dengan ditinggal di Pantai Pelangi, Parangtritis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tanggal 15, 3 buah spesimen diambil sebagai data korosi. Spesimen ditimbang di Lab. Analisa Pusat serta diuji tarik di Lab 2. Ilmu Logam, Fakultas Teknik Mesin, Universitas Sanata Dharma pada 2 hari setelahnya.

Proses pengambilan di pantai dilakukan sebanyak 4 kali berutut-turut setiap tanggal 15, untuk data bulan ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4. Pengambilan data korosi berakhir pada tanggal 15 April 2016.

4.2.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis

Pada tabel 4.4 dan 4.5 massa jenis menunjukan perbedaan rata-rata aluminium kondisi awal yaitu 2675,89 gr/dm3 dan paduan Al -8,5%Si -2%Cu yaitu 2715,65 gr/dm3. Selisih peningkatan massa jenis antara Al kondisi awal dan paduan Al -8,5%Si sebesar 39,76 gr/dm3. Peningkatan massa jenis dari paduan Al-Si-Cu dikarenakan 2% massa aluminium digantikan oleh 2% massa tembaga, dari massa jenis tembaga teoritis yaitu 8930 gr/dm3. Massa jenis paduan Al-Si-Cu ini juga dipengaruhi 8,5% massa Silikon yang menggantikan 8,5% massa aluminium dengan massa jenis silikon teoritis 2329 gr/dm3.

Perbedaan massa jenis aluminium kondisi awal sebelum proses pengecoran yaitu 2698,51 gr/dm3, dan sesudah proses pengecoran yaitu 2675,89 gr/dm3 disebabkan karena proses pengecoran yang dilakukan secara manual. Pengecoran


(1)

75

Lampiran 10. Grafik Perbandingan Uji Tarik (beban dengan pertambahan panjang) spesimen Paduan Al-8,5%Si-2%Cu. bulan 3 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

76

Lampiran 11. Grafik Perbandingan Uji Tarik (beban dengan pertambahan panjang) spesimen Paduan Al-8,5%Si-2%Cu. bulan 4 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

77

L 12. Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta

L 13. Spesimen diberi perlakuan korosi di pinggir pantai Pelangi, Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta


(4)

78

L 14. Spesimen yang sudah diberi perlakuan korosi, dibersihkan sebelum ditimbang

L 15. Spesimen yang sudah diberi perlakuan korosi, dibersihkan sebelum ditimbang


(5)

79

L 16. Lembar Laporan Pengujian Komposisi (a) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

80

L 17. Lembar Laporan Pengujian Komposisi (b) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI