Pengaruh korosi lingkungan pantai pada paduan Al 8,5%Si 6%Cu.

(1)

i Pembangkit listrik tenaga angin adalah salah satu sumber energi dalam gagasan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Bermula dari hal tersebut penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk digunakan sebagai sudu kincir angin di lingkungan pantai. Alternatif yang dipilih adalah paduan Al-Si-Cu karena mempunyai sifat ringan, dapat dibentuk, ulet dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh korosi terhadap penambahan 8,5%Si dan 6%Cu pada massa jenis, kekuatan tarik aluminium dengan penambahan 8,5%Si dan 6%Cu.

Penelitian diawali dengan proses pengecoran secara manual Al-8,5%Si-6%Cu dan aluminium Tanpa Paduan sebagai pembanding. Spesimen yang sudah dicor akan mengalami proses machining untuk dibentuk menjadi spesimen pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370. Spesimen memiliki panjang ukur (G) 25 mm dan diameter ukur (d) 6,25 mm. Data diperoleh dengan cara mencatat nilai massa dan massa jenis spesimen sebelum diberi perlakuan korosi selama empat bulan di pinggir Pantai Pelangi, Bantul, Yogyakarta. Setiap 30 hari, tiga spesimen diambil untuk dicatat perubahan massanya dan diuji kekuatan tarik.

Melalui penelitian ini didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan massa jenis pada aluminium dengan penambahan 8,5%Si dan 6%Cu dari 2674,59 gr/dm3 menjadi 2836,99 gr/dm3. Nilai kekuatan tarik rata-rata tertinggi terdapat pada aluminium yang diberi paduan 8,5%Si dan 6%Cu yaitu 14,38 kg/mm2 atau 141,88 MPa, lalu pada aluminium Tanpa Paduan nilai kekuatan tarik rata-rata tertinggi 11,50 kg/mm2 atau 112,71 MPa. Penurunan kekuatan tarik selama empat bulan perlakuan korosi pada aluminium Tanpa Paduan rata-rata sebesar 75,45%, dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan keempat menjadi 27,67 MPa. Setelah aluminium Tanpa Paduan diberi penambahan 8,5%Si dan 8%Cu, memberikan hasil yang lebih baik dengan penurunan nilai kekuatan tarik rata-rata sebesar 36,99% dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan keempat menjadi 89,39 Mpa.


(2)

ii

Wind power is one source of energy in the idea of power projects of 35,000 MW. Starting from this writer moved to examine the material suitable for use as blade windmills in coastal environments. The selected alternative is an alloy of Al-Si-Cu because it has a mild nature , can be formed , tough and has good corrosion resistance. The purpose of this study was to determine corrosion the effect of 8.5%Si and 6%Cu on the density, the tensile strength of aluminum with the addition of 8.5%Si and 6%Cu .

The study begins with the casting process manually Al-8.5%Si-6%Cu and aluminum baseline for comparison. Specimens have been casted will undergo the machining process to be formed into a specimen tensile strength testing according to ASTM A370 standard. The specimen had gauge length ( G ) measuring 25 mm and diameter ( d ) of 6.25 mm. Data obtained by recording the value of the mass and density of the specimen before corrosion treated for four months at the edge of Rainbow Beach , Bantul , Yogyakarta. Every 30 days , three specimens were taken to note the change in mass and tensile strength tested.

Through this study showed that an increase in the density of the aluminum with the addition of 8.5%Si and 6%Cu from 2674,59 gr/dm3 be 2836,99 gr/dm3. The value of the average tensile strength is highest on aluminum alloys by 8.5%Si and 6% Cu is 14,38 kg/mm2 or 141,88 MPa , and the aluminum baseline value of tensile strength highest average of 11.50 kg/mm2 or 112.71 MPa. A decrease in tensile strength over the four months of treatment corrosion on aluminum initial conditions on average by 75.45% , from the beginning before corrosion treatment until the fourth month became 27.67 MPa. After aluminum initial conditions by the addition of 8.5%Si and 6% Cu, gives better results with a reduction in tensile strength values by an average of 36,99% from the beginning before corrosion treatment until the fourth month became 89,39 MPa .


(3)

i

PADUAN AL 8,5%SI 6%CU

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1

Diajukan oleh:

ARNOLD ARDHIKA CHRISTI NIM: 125214017

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii FINAL PROJECT

As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik Degree

in Mechanical Engineering

by

Arnold Ardhika Christi Student Number: 125214017

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

v diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta,16 Juni 2016


(8)

vi Pembangkit listrik tenaga angin adalah salah satu sumber energi dalam gagasan proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt. Bermula dari hal tersebut penulis tergerak untuk meneliti material yang cocok untuk digunakan sebagai sudu kincir angin di lingkungan pantai. Alternatif yang dipilih adalah paduan Al-Si-Cu karena mempunyai sifat ringan, dapat dibentuk, ulet dan memiliki ketahanan korosi yang baik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh korosi terhadap penambahan 8,5%Si dan 6%Cu pada massa jenis, kekuatan tarik aluminium dengan penambahan 8,5%Si dan 6%Cu.

Penelitian diawali dengan proses pengecoran secara manual Al-8,5%Si-6%Cu dan aluminium Tanpa Paduan sebagai pembanding. Spesimen yang sudah dicor akan mengalami proses machining untuk dibentuk menjadi spesimen pengujian kekuatan tarik menurut standar ASTM A370. Spesimen memiliki panjang ukur (G) 25 mm dan diameter ukur (d) 6,25 mm. Data diperoleh dengan cara mencatat nilai massa dan massa jenis spesimen sebelum diberi perlakuan korosi selama empat bulan di pinggir Pantai Pelangi, Bantul, Yogyakarta. Setiap 30 hari, tiga spesimen diambil untuk dicatat perubahan massanya dan diuji kekuatan tarik.

Melalui penelitian ini didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan massa jenis pada aluminium dengan penambahan 8,5%Si dan 6%Cu dari 2674,59 gr/dm3 menjadi 2836,99 gr/dm3. Nilai kekuatan tarik rata-rata tertinggi terdapat pada aluminium yang diberi paduan 8,5%Si dan 6%Cu yaitu 14,38 kg/mm2 atau 141,88 MPa, lalu pada aluminium Tanpa Paduan nilai kekuatan tarik rata-rata tertinggi 11,50 kg/mm2 atau 112,71 MPa. Penurunan kekuatan tarik selama empat bulan perlakuan korosi pada aluminium Tanpa Paduan rata-rata sebesar 75,45%, dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan keempat menjadi 27,67 MPa. Setelah aluminium Tanpa Paduan diberi penambahan 8,5%Si dan 8%Cu, memberikan hasil yang lebih baik dengan penurunan nilai kekuatan tarik rata-rata sebesar 36,99% dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan keempat menjadi 89,39 Mpa.


(9)

vii Wind power is one source of energy in the idea of power projects of 35,000 MW. Starting from this writer moved to examine the material suitable for use as blade windmills in coastal environments. The selected alternative is an alloy of Al-Si-Cu because it has a mild nature , can be formed , tough and has good corrosion resistance. The purpose of this study was to determine corrosion the effect of 8.5%Si and 6%Cu on the density, the tensile strength of aluminum with the addition of 8.5%Si and 6%Cu .

The study begins with the casting process manually Al-8.5%Si-6%Cu and aluminum baseline for comparison. Specimens have been casted will undergo the machining process to be formed into a specimen tensile strength testing according to ASTM A370 standard. The specimen had gauge length ( G ) measuring 25 mm and diameter ( d ) of 6.25 mm. Data obtained by recording the value of the mass and density of the specimen before corrosion treated for four months at the edge of Rainbow Beach , Bantul , Yogyakarta. Every 30 days , three specimens were taken to note the change in mass and tensile strength tested.

Through this study showed that an increase in the density of the aluminum with the addition of 8.5%Si and 6%Cu from 2674,59 gr/dm3 be 2836,99 gr/dm3. The value of the average tensile strength is highest on aluminum alloys by 8.5%Si and 6% Cu is 14,38 kg/mm2 or 141,88 MPa , and the aluminum baseline value of tensile strength highest average of 11.50 kg/mm2 or 112.71 MPa. A decrease in tensile strength over the four months of treatment corrosion on aluminum initial conditions on average by 75.45% , from the beginning before corrosion treatment until the fourth month became 27.67 MPa. After aluminum initial conditions by the addition of 8.5%Si and 6% Cu, gives better results with a reduction in tensile strength values by an average of 36,99% from the beginning before corrosion treatment until the fourth month became 89,39 MPa .


(10)

viii AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama : Arnold Ardhika Christi

NIM : 125214017

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yaitu skripsi saya yang berjudul:

PENGARUH KOROSI LINGKUNGAN PANTAI PADA AL 8,5%SI

6%CU

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal:16 Juni 2016

Yang menyatakan,


(11)

ix dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik serta lancar. Selama melakukan penelitan, penulis telah menerima banyak bantuan dalam bentuk materi maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan menyampaikan rasa terimakasih yang amat dalam kepada:

1. Sudi Mungkasi, Ph.D, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing tugas akhir, terimakasih untuk bimbingan dan masukan yang sudah diberikan selama ini.

4. A. Prasetyadi, S.Si., M.Si,. selaku dosen pembimbing akademik

5. Drs. Zeno Sutardi dan Damiana Rudiwati, S.Pd., selaku orang tua dari penulis.

6. Anastasia Puji Astuti, S.T., yang sudah selalu memberi semangat dan dukungan selama ini.

7. Antonius Venno Senatio, Laurentius Derry, Raditia Omegawan Sambodo yang selaku teman satu kelompok yang senantiasa menemani suka dan duka.

8. Teman-teman Teknik Mesin USD angkatan 2011, 2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam penyusunan sekripsi, mengenai hal tersebut penulis mengharapkan masukan dan kritik, serta saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak agar dapat menyempurnakan. Semoga sekripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis maupum pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta , 16 Juni 2016


(12)

x

HALAMAN JUDUL ... i

TITLE PAGE ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Batasan Masalah ... 4

BAB II DASAR TEORI 2.1 Aluminium ... 5

2.2 Sifat-Sifat Aluminium ... 5

2.3 Paduan Aluminium ... 7

2.4 Paduan Aluminium Utama ... 9

2.4.1 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg ... 9

2.4.2 Paduan Al-Mn ... 11

2.4.3 Paduan Al-Si ... 11


(13)

xi

2.4.7 Paduan Al-Si-Cu ... 17

2.5 Pengujian Tarik ... 19

2.6 Korosi ... 22

2.6.1 Korosi Merata ... 23

2.6.2 Korosi Galvanis. ... 23

2.6.3 Korosi Celah ... 24

2.6.4 Korosi Sumuran ... 24

2.6.5 Korosi Batas Butir... 25

2.6.6 Korosi Retak Tegang ... 26

2.6.7 Korosi Selektif ... 26

2.6.8 Korosi Erosi ... 26

2.7 Tinjauan Pustaka ... 27

2.7.1 Tegangan yang Bekerja pada Sudu Kincir... 27

2.7.2 Laju Korosi ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Diagram Alir ... 30

3.2Bahan dan Alat Penelitian ... 31

3.2.1 Bahan Penelitian ... 31

3.2.2 Alat-alat Penelitian ... 31

3.3Proses Peleburan Logam dan Pengecoran ... 33

3.3.1 Bahan Coran ... 33

3.3.2 Alat-alat yang digunakan ... 34

3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam ... 41

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam ... 42

3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran ... 43


(14)

xii

3.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 47

4.1.1 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis ... 48

4.1.2 Data Penelitian Pengujian Kekuatan Tarik ... 52

4.2 Pembahasan ... 55

4.2.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis ... 55

4.2.2 Pembahasan Pengujian Kekuatan Tarik Terhadap Korosi ... 56

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA


(15)

xiii

Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik Aluminium ... 7

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor ... 8

Tabel 2.4 Klasifikasi Perlakuan Bahan ... 9

Tabel 2.5 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg ... 10

Tabel 2.6 Sifat-sifat Mekanik Paduan Al-Mg2-Si ... 13

Tabel 2.7 Sifat-sifat Mekanik Paduan 7075 ... 14

Tabel 2.8 Sifat-sifat Mekanik Paduan Aluminium Cor... 15

Tabel 2.9 Sifat Aluminium Paduan ... 18

Tabel 2.10 Laju korosi dari Baja, Tembaga, Zink, dan Aluminium dalam (g/m2) di Viriato Stasiun Pesisir (Kuba) ... 29

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Paduan Aluminium Cor ... 47

Tabel 4.2 Massa Jenis Al Tanpa Paduan ... 49

Tabel 4.3 Massa jenis paduan Al -8,5%Si -6%Cu ... 50

Tabel 4.4 Massa Jenis Al Tanpa Paduan Setelah Mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi... 51

Tabel 4.5 Massa jenis paduan Al-8,5%Si-6%Cu Setelah Mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi ... 51

Tabel 4.6 Kekuatan Tarik Al Tanpa Paduan ... 53

Tabel 4.7 Kekuatan Tarik paduan Al-8,5%Si-6%Cu ... 54


(16)

xiv

Gambar 2.1 Diagram Fasa Al-Si ... 12

Gambar 2.2 Perbaikan Sifat-Sifat Mekanik oleh Modifikasi Paduan Al-Si ... 12

Gambar 2.3 Kurva Regangan dan Tegangan Uji Tarik. ... 20

Gambar 2.4 Korosi Merata ... 23

Gambar 2.5 Korosi Galvanis ... 24

Gambar 2.6 Korosi Celah ... 24

Gambar 2.7 Korosi Sumuran ... 25

Gambar 2.8 Setruktur Mikro Korosi Intergranular. ... 25

Gambar 2.9 Korosi Erosi. ... 26

Gambar 2.10 Distribusi Kekuatan Tarik pada Sudu Kincir ... 27

Gambar 2.11 Distribusi Tegangan Geser pada Sudu Kincir ... 28

Gambar 3.1 Diagram Alir ... 30

Gambar 3.2 Mesin Uji Tarik ... 31

Gambar 3.3 Neraca Digital ... 32

Gambar 3.4 Gelas Ukur ... 32

Gambar 3.5 Aluminium ... 33

Gambar 3.6 Tembaga ... 33

Gambar 3.7 Batuan Silikon ... 34

Gambar 3.8 Tabung Bertekanan ... 34

Gambar 3.9 Selang Tembaga ... 35

Gambar 3.10 Burner ... 35

Gambar 3.11 Kompresor ... 36

Gambar 3.12 Tang ... 36

Gambar 3.13 Tungku ... 37

Gambar 3.14 Kowi ... 37

Gambar 3.15 Thermokopel... 38


(17)

xv

Gambar 3.19 Palu ... 40

Gambar 3.20 Gergaji Tangan ... 40

Gambar 3.21 Kikir ... 40

Gambar 3.22 Proses Peleburan ... 42

Gambar 3.23 Hasil Cor ... 43

Gambar 3.24 Tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar Spesimen. ... 44

Gambar 3.25 Dimensi Spesimen ... 45

Gambar 4.1 Hubungan Kekuatan Tarik Al Tanpa Paduan dengan Al-8,5%Si- 6%Cu Sebelum dan Setelah Proses Korosi 4 Bulan. ... 59


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada saat ini Indonesia memiliki program Pembangkit Listrik 35000 megawatt. Proyek pembangunan pembangkit listrik ini merupakan salah satu program yang di canangkan oleh Presiden Joko Widodo, melihat kebutuhan listrik hingga 2019 diprediksikan meningkat sekitar 8,7 persen perTahun. Rencananya pembangkit listrik ini akan dibangun di seluruh pulau di Indonesia dan di targetkan berlangsung selama 5 tahun. Terdapat 10 jenis pembangkit listrik yang akan dibangun salah satunya adalah pembangkit listrik tenaga angin. Mega proyek kincir angin direncanakan akan didirikan di sepanjang pesisir pantai laut selatan yaitu di Kabupaten Bantul.

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) akan dibangun di sepanjang pesisir pantai Bantul, tepatnya di Kecamatan Sanden hingga Srandakan. Lokasi pembangunan kincir angin ada di Dusun Ngepet, Desa Srigading Sanden. Targetnya PLTA ini akan menghasilkan daya listrik sebesar 50 megawatt. Proyek ini akan didirikan 20 kincir angin yang masing-masing akan berdiameter 100 meter.

Bermula dari gagasan kincir angin untuk PLTA, penulis tergerak untuk meneliti bahan yang tepat sebagai bahan dasar kincir angin. Sebagian besar kincir angin berbahan dasar kayu jati, namun sekarang akan dikembangkan kincir angin blade yang berbahan dasar logam. Sudu kincir angin yang berbahan dasar dari logam lebih tahan terhadap tegangan tarik namun tidak akan tahan dengan korosi.

Setelah penulis membaca dari banyak sumber, penulis mengambil keputusan bahwa Al dengan Si dan Cu adalah salah satu alternatif sebagai bahan kincir angin. Karena Al memiliki massa jenis yang ringan yaitu 2,7


(19)

2

kg/dm3 dan ketahanan terhadap korosi yang baik dibanding dengan logam lain.

Seperti yang sudah diketahui bahwa paduan Al-Cu memiliki kekerasan dan kekuatan tarik yang baik, namun pada komposisi yang tidak sesuai akan cenderung bersifat getas, resiko penyusutan besar dan mudah terjadi keretakan, tapi semua kekurangan itu dapat teratasi dengan di tambah dengan unsur Si. Karena Si memiliki karakteristik permukaan yang baik tanpa kegetasan panas, koefisien pemuaian kecil dan memiliki ketahanan terhadap korosi yang baik. Maka paduan Al-Si-Cu dapat menjadi alternatif bahan kincir angin yang baik karena massa jenis yang rendah, daya tahan tarik yang tinggi dan koefisien pemuaian yang rendah serta memiliki ketahanan terhadap korosi.

Penelitian ini dilaksanakan secara berkelomok dan penulis mendapat bagian dengan komposisi pengujian 6% Cu, sedangkan anggota lain mendapat Al-8,5%Si dengan di tambah fraksi massa Cu dengan variasai 2%, 4% dan 8%. Pada paduan Al-Si-Cu, penulis menentukan fraksi Cu 2%, 4%, 6% dan 8%. Karena dengan menambah Cu dapat meningkatkan kadar Cu menjadi 6% dan 8%. Menurut Tata Surdia dan S. Saito 1985, kadar Cu 4% sampai 5% paling sering digunakan sebagai paduan coran, karena dapat meningkatkan tegangan tarik, tetapi jika kadar ditingkatkan lebih dari 5% akan menurunkan ketahanan korosi dari material paduan, cenderung bersifat getas dan mudah retak pada coran. Dengan adanya Si dapat mengatasi paduan yang cenderung getas, mengurangi resiko penyusutan dan mengatasi mudah retak coran. Maka penulis menambahkan fraksi 6% dan 8%. Penulis juga memberikan variabel pembanding dengan fraksi 2%, 4% dan variabel control yaitu dengan Al-8,5% Si-0% Cu yang akan dikerjakan bersama kelompok.


(20)

3

Pengujian akan dilakukan selama 4 bulan untuk diletakkan paduan di pinggir pantai dan dilihat perubahan massa yang terkorosi, dengan umur paduan 0-4 bulan. Pada masing-masing umur paduan memiliki 3 buah spesimen. 3 buah spesimen masing- masing akan di uji tegangan tarik.

Diharapkan penulis dapat menemukan komposisi yang tepat sebagai bahan kincir yang memiliki massa jenis yang rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap beban tarik dan bahan dapat bertahan dengan lingkungan pinggir pantai yang bersifat korosif. Maka pengujian yang akan diujikan pada spesimen paduan Al-Si-Cu ini adalah pengujian tarik dan pengujian korosi.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh paduan Al-8,5%Si dengan penambahan 6%Cu terhadap massa jenis, kekuatan tarik?

2. Bagaimana pengaruh paduan Al-8,5%Si dengan penambahan 6%Cu setelah mengalami korosi selama 1 sampai 4 bulan, terhadap kekuatan tarik?


(21)

4 1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian adalah :

1. Mengetahui pengaruh paduan Al dengan penambahan 8,5%Si-6% Cu terhadap massa jenis dan kekuatan tarik.

2. Mengetahui pengaruh korosi terhadap kekuatan tarik Al tanpa paduan dan paduan Al dengan penambahan 8,5%Si-6%Cu setelah mengalami korosi selama 1-4 bulan.

1.4 Batasan Masalah

Batasan Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah :

1. Paduan yang akan penulis teliti adalah paduan Al-8,5%Si dengan variasi 6% 2. Setelah proses machining spesimen tidak mengalami proses perlakuan panas

(normalizing)

3. Data pengujian yang akan diambil adalah massa jenis, tegangan tarik.

4. Pengujian korosi akan dilakukan di pinggir Pantai Pelangi, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.


(22)

5

BAB II DASAR TEORI 2.1 Aluminium

Aluminium pertama kali ditemukan oleh Sir Humphery Davy pada tahun 1890 sebagai suatu unsur, dan pertama kali direduksi seperti suatu logam pada tahun 1825 oleh Hans Christian Orsted. Pada tahun 1886 industri telah berhasil memperoleh logam aluminium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi oleh Paul Heroult dan C. M. Hall dikenal dengan proses Heroult Hall. SaMPai sekarang masih dipakai untuk memproduksi aluminium.

Aluminium memiliki ketahanan terhadap korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat – sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dsb, secara satu persatu atau bersama – sama, memberikan juga sifat – sifat baik lainya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dsb. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi bangunan dsb.

2.2 Sifat-sifat Aluminium

Aluminium merupakan unsur kimia logam IIIA dalam sistem periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol (sma). Setruktur Kristal aluminium adalah struktur Kristal FCC . aluminium memiliki karakteristik sebagai logam ringan dengan densitas 2,7 g/cm3 dan modulus elastisitas 10 x 106 psi. maka aluminium memiliki sifat keuletan yang tinggi maka menyebabkan logam tersebut mudah dibentuk atau mempunyai sifat bentuk yang baik. Aluminium memiliki beberapa kekurangan yaitu kekuatan dan kekerasan yang rendah bila dibandingkan dengan logam lain seperti besi dan baja. Meskipun aluminium memiliki kekerasan


(23)

6

ataupun kekuatan tarik yang rendah, aluminium memiliki kekuatan spesifik yang sangat baik.

Aluminium juga memiliki keunggulan sifat yaitu: tahan korosi, karena aluminium merupakan kelompok logam non ferro memiliki kerapatan yang tinggi, maka semakin baik daya tahan korosinya. Meskipun aluminium adalah logam aktif yang memiliki daya senyawa tinggi terhadap oksigen sehingga mudah sekali mengoksidasi, aluminium memiliki lapisan tipis oksida yang dapat mengendalikan laju korosi.

Aluminium memiliki sifat penghantar panas dan listrik yang baik karena aluminium memiliki daya hantar panas dan listrik yang tinggi sekitar 60% dari daya hantar tembaga dan tidak beracun, maka seringkali kita dapat di lihat pada produk-produk kaleng makan dan minuman sebagai bahan pembungkus yang menggunakan aluminium. Hal ini disebabkan karena rekasi kimia antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun dan membahayakan manusia.

Sifat mampu berbentuk (formability) yaitu aluminium dapat dibentuk dengan mudah. Aluminium juga mempunyai sifat mudah diteMPa (machinability) yang memungkinkan aluminium dibuat dalam bentuk plat atau lembaran tipis.Titik lebur rendah (melting point). Titik lebur aluminium relative rendah yaitu (660oC) sehingga sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relative singkat dan biaya operasi akan lebih murah.


(24)

7

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisik Aluminium

Sifat-sifat Kemurnian Al (%))

99,996 >99,0

Masa jenis (20°C) 2,6989 2,71

Titik cair 660,2 653-657

0,2226 0,2297

Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan listrik koefisien temperatur

(/°C) 0,00429 0,0115

Koefisien pemuaian (20-100°C) 23,86 x 10-6 23,5 x 10-6 Jenis kristal , konstanta kisi fcc, a = 4,013

kX

fcc, a = 4,04 kX (Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

Tabel 2.2 Sifat-Sifat Mekanik Aluminium Sifat-sifat

Kemurnian

99.996 >99.0

Dianil 75% dirol dingin Dianil H18

Kekuatan tarik (kg/mm2) 4.9 11.6 9.3 16.9

Kekuatan mulur (0.2%)

(kg/mm2) 1.3 11.0 3.5 14.8

Perpanjangan (%) 48.8 5.5 35 5

Kekerasan Brinell 17 27 23 44

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135) 2.3 Paduan Aluminium

Aluminium memiliki sifat yang lunak dan mudah diregangkan, sehingga mudah dibentuk dalam keadaan dingin dan panas. Karena sifat-sifat istimewa dari aluminium yang tahan terhadap korosi, mudah dibentuk dan memiliki massa jenis yang tergolong rendah. Banyak sekali barang di sekitar kita yang terbuat dari aluminium. Banyak pula studi untuk mempelajari paduan aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan sifat mekanik aluminium.


(25)

8

Aluminium paduan merupakan penambahan unsur-unsur paduan yang dapat meningkatkan sifat mekanik aluminium. Paduan aluminium diklasifikasikan oleh beberapa Negara dengan berbagai standar. Saat ini kasifikasi yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium coMPany of America). Paduan teMPa d y t k d tu t u du k “S” d k p du or dinyatakan dengan tiga angka. Standar AA menggunaan penandaan dengan 4 angka sebagai berikut : angka pertama menyatakan sistem paduan dengan unsur – unsur yang ditambahkan yaitu : 1 : Al murni, 2 : Al-Cu, 3 : Al-Mn, 4 : Al-Si, 5 : Al-Mg, 6 : Al-Mg-Si dan 7 : Al-Zn. Sebagai contoh Al-Cu dinyatakan dengan angka 2000. Angka pada teMPat kedua menyatakan kemurnian dalam paduan yang dimodifikasi dan Al murni sedangkan angka ketiga dan keeMPat dimaksudkan untuk tanda Alcoa terdahulu kecuali S, sebagai contoh 3S sebagai 3003 dan 63S sebagai 6063. Al dengan kemurnian 99% atau di atasnya dengan kemurnian terbatas (2S) dinyatakan sebagai 1100.

Tabel 2.3 Klasifikasi Paduan Aluminium Cor

Standar AA Standar Alcoa Keterangan

1001 1100 2010-2029 3003-3009 4030-4039 1S 2S 10S-29S 3S-9S 30S-39S

Al murni99,5% atau diatasnya Al murni 99,0% atau diatasnya Cu merupakan unsur paduan utama Mn merupakan unsur paduan utama Si merupakan unsur paduam utama 5050-5086

6061-6069 50S-69S

Mg merupakan unsur paduan utama Mg2Si merupakan unsur paduan

utama

7070-7079 70S-79S Zu merupakan unsur paduan utama (Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)


(26)

9

Tabel 2.4 Klasifikasi Perlakuan Bahan

(Sumber : Surdia , T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 135)

2.4 Paduan Aluminium Utama 2.4.1 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Paduan Al-Cu yang paling sering diaplikasikan hanya berkisar sekitar 4-5% Cu. Karena pada fasa paduan ini memiliki kekurangan yaitu mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan, dan mudah terjadi keretakan. Pada paduan ini adanya Si sangat berguna dalam mengatasi keadaan itu dan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas T6 pada coran dapat memiliki kemampuan kekuatan Tarik mencapai 25 kgf/mm2.

Dalam paduan Al-Cu-Mg paduan yang mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dapat mengeras dengan sangat dalam beberapa hari oleh penuaan dapa temperature

Tanda Perlakuan

-F -O -H -H 1a -H 2a -H 3a -T -T2 -T3 -T4 -T5 -T6 -T7 -T8 -T9 -T10 Setelah pembuatan Dianil penuh Pengerasan regangan Pengerasan regangan

Sebagian dianil setelah pengerasan regangan

Dianil untuk penyetabilan setelah pengerasan regangan, n=2 (1/4 keras), 4 (1/2 keras), 6 (3/4 keras), 8 (keras), 9 (sangat keras) Perlakuan panas

Penganilan penuh (hanya untuk coran)

Pengerasan regangan setelah perlakuan pelarutan Penuaan alamiah penuh setelah perlakuan pelarutan Penuaan tiruan (tanpa perlakuan pelarutan)

Penuaan tiruan setelah perlakuan pelarutan Penyetabilan setelah perlakuan pelarutan

Perlakuan pelarutan, pengerasan regangan, penuaan tiruan Perlakuan pelarutan, penuaan tiruan, pengerasaan regangan Pengerasan regangan setelah penuaan tiruan


(27)

10

biasa setelah pelarutan, paduan ii ditemukan oleh A. Wilm dalam usaha mengembangkan paduan Al yang kuat dinamakan duralumin. Selanjutnya telah banyak studi yang dilakukan mengenai paduan ini. Khususmya Nishimura menemukan dua senyawa ternet berada dalam keseimbangan dengan Al, yang dinamakan senyawa S dan T, dan ternyata senyawa S (Al2CuMg) mempunyai kemampuan penuaan pada temperature biasa. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal di kenal dengan kode paduan 2017, komposisi standarnya adalah Al-4%Cu-1,5%Mg-0,5%Mn dinamakan paduan dengan kode 2024, nama lamnya disebut duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang jelek, jadi apabila dibutuhkan ketahanan korosi yang khusus diperlukan permukaanya dilapisi dengan aluminium murni atau paduan Al yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.

Tabel 2.5 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al-Cu-Mg

Paduan Keadaan Kekuatan tarik (kgf/mm2)

Kekuatan mulur (kgf/mm2)

Perpanja ngan (%)

Kekuatan geser (kgf/mm2)

Kekerasan brinell

Batas lelah (kgf/mm2) 17S (2017) O T4 18,3 43,6 7,0 28,1 - - 12,7 26,7 45 105 7,7 12,7 A17S

(A2017) T4 30,2 16,9 27 19,7 70 9,5

R317 Setelah

dianil 42,9 24,6 22 - 100 -

24S (2024) O T4 T36 18,9 47,8 51,3 7,7 32,3 40,1 22 22 - 12,7 28,8 29,5 42 120 130 - - - 14S (2014) O T4 T4 19,0 39,4 49,0 9,8 28,0 42,0 18 25 13 12,7 23,9 29,5 45 100 135 - - -


(28)

11

2.4.2 Paduan Al-Mn

Mn adalah unsur yang diperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi, dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi. Dalam diagram fasa Al-Mn yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah Al6Mn (2,5,3%Mn), sistem ortorobik a=6,498 A, b=7,552 A, c=8,870 A, dan kedua fasa mempunyai titik eutektik pada 658,5°C, 1,95% Mn. Kelarutan padat maksimum pada tempertur eutektik adalah 1,82% dan pada 500°C 0,36%, sedangkan pada temperature biasa kelarutannya hampir 0.

Dengan paduan Al-12%Mn dan Al-1,2%Mn-1,0%Mg dinamakan paduan 3003 dan 3004 yang dipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas.

2.4.3 Paduan Al-Si

Paduan aluminium silikon (Al-Si) sangat baik kecairannya, mempunyai permukaan yang baik, tanpa kegetasan panas, dan sangat baik untuk paduan coran. Sebagai tambahan, paduan aluminium silikon mempunyai ketahanan korosi yang baik, massa yang ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Paduan Al-12%Si adalah paduan yang paling banyak dipakai untuk paduan cor cetak.

Gambar 2.1 menunjukkan fasa diagram fasa dari sistem ini. Ini adalah tipe eutektik yang seederhana yang mempunyai titik eutektik pada 577°C, 11,7%Si, larutan padat terjadi pada sisi aluminium, karena batas kelarutan padat sangat kecil maka pengerasan penuaaan sukar diharapkan.

Kalau paduan ini didinginkan pada cetakan logam setelah cairan logam diberi natrium flourida kira-kira 0,05-1,1% kadar logam natrium, taMPaknya temperature eutektik meningkat kira-kira 15°C, dan komposisi eutektik bergeser ke daerah kaya Si kira-kira pada 14%. Hal ini biasa terjadi pada paduan hiper


(29)

12

eutektik seperti 11,7-14%Si. Si mengkristal sebagai kristal primer dan strukturnya menjadi sangat halus. Ini dinamakan sebagai struktur yang dimodifikasi. Gambar 2.2 menjukkan sifat-sifat mekaniknya yang sangat diperbaiki.

Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Si

(Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137)

Gambar 2.2 Perbaikan sifat-sifat mekanik oleh modifikasi paduan Al-Si (Sumber : Surdia, T., Saito, S. : Pengetahuan Bahan Teknik, 137)


(30)

13

Koefisien pemuaian dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya pun mempunyai koefisien muai yang rendah apabila ditambah. Namun Si tidak memiliki butir primer yang halus tapi untuk memperhalus butir primer dapat menggunakan P oleh paduan Cu-P atau penambahan fosfor klorida (PCl5) untuk mencapai prosentase 0,001%P, dapat tercapai penghalusan Kristal primer dan homogenisasi. Paduan Al-Si banyak dipakai dengan elektroda untuk pengelasan yaitu terutama yang mengandung 5%Si.

Tabel 2.6 Sifat-Sifat Mekanik Paduan Al- Si

Paduan Keadaan

Kekuatan tarik (kgf/mm²) Kekuatan mulur (kgf/mm²) Perpanjangan (%) Kekuatan geser (kgf/mm²) Kekerasan Brinel Batas lelah (kgf/mm²) 6061

O 12,6 5,6 30 8,4 30 6,3

T4 24,6 14,8 28 26,9 65 9,5

T6 31,6 38,0 15 21,0 95 9,5

6063

T5 19,0 14,8 12 11,9 60 6,7

T6 24,6 21,8 12 15,5 73 6,7

T83 26,0 26,6 11 15,5 82

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 140 2.4.4 Paduan Al-Mg-Zn

Seperti telah ditunjukkan pada Gambar 2.2 alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu senyawa antara logam MgZn , dan kelarutannya menurun apabila temperature turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan. Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarashi dkk. Mengadakan studi dan berhasil dalam pengembangan suatu paduan dengan penambahan kira-kira 0,3 Mn atau Cr, dimana butir Kristal padat diperhalus, dan mengubah bentuk presipitasi serta retakan korosi tegangan tidak terjadi. Pada saat itu tegangan itu dinamakan ESD, duralumin super extra. Selama perang dunia II di Amerika Serikat dengan maksud hampir sama


(31)

14

telah dikembangkan pada suatu paduan. Yaitu suatu paduan yang tersendiri dari: Al-5,5%Zn-2,5%Mn-1,5%Cu-0,3%Cr-0,2%mn, sekarang dinamakan paduan 7075. Paduan ini mempunyai kekuatan tertinggi diantarapaduan-paduan lainnya, sifat-sifat mekaniknya ditunjukkan pada Tabel 2.5 penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi pesawat udara gunanya menjadi lebih penting sebagai konstruksi.

Tabel 2.7 Sifat-Sifat Mekanik Paduan 7075

(Sumber : Tata Surdia, Pengetahuan Bahan Teknik, Jakarta 1999, hal. 141 2.4.5 Paduan Alumunium Cor

Struktur mikro paduan alumunium cor (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Tabel 2.8 memperlihatkan sifa-sifat mekanis beberapa paduan alumunium cor.

Perlakuan panas Kekuatan tarik (kgf/mm²) Kekuatan mulur (kgf/mm²) Perpanjangan

(%) Kekerasan Kekuatan geser

(kgf/mm²)

Batas lelah (kgf/mm²) (a) (b) Rockwell Brinell

Bukan klad

O 23,2 10,5 17 16 E60-70 60 15,5 -

T6 22,5 51,3 11 11 B85-95 150 33,8 -

Klad

O 22,5 9,8 17 - - - 15,5 -


(32)

15

Halus dan menyebabkan sifat mekanisnya Tabel 2.8 memperlihatkan sifat-sifat mekanis beberapa paduan cor.

Tabel 2.8 Sifat-sifat Mekanis paduan aluminium cor Menurut Aluminium Association

(sumber: V. Malau, Diktat Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, USD Yogyakarta) 2.4.6 Pengaruh Unsur Paduan Dalam Aluminium

Unsur paduan sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat aluminium paduan, untuk perlu diketahui pengaruh suatu unsur terhadap sifat-sifat aluminium A. Si (Silicon)

 Mempermudah proses pengecoran

 Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.  Memperbaiki sifat-sifat atau karakteristik coran.

Paduan Proses Pembekuan Perlakuan panas Σy (MPa) σu (MPa) regangan

295.0 Cetakan pasir

T6 165 250 5

308.0 Cetakan pasir

F 90 250 1

356.0 Cetakan pasir

T6 160 230 1,5

390.0 Cetakan pasir

T6 270 280 <0,5

Tekanan T5 290 310 1

413.0 Tekanan F 160 280 3

712.0 Cetakan pasir


(33)

16

 Menurunkan penyusutan bahan terhadap beban kejut

 Hasil coran akan rapuh jika kandungan silicon terlalu tinggi B. Cu (Tembaga)

 Meningkatkan kekerasan bahan.  Memperbaiki kekuatan Tarik.

 Mempermudah pengerjaan dengan mesin.  Menurunkan daya terhadap korosi

 Mengurangi kemampuan dibentuk dan dirol. C. Mn (Mangan)

 Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada temperature tinggi.  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

 Megurangi pengaruh buruk unsur besi.  Menurunkan kemampuan penuangan.  Meningkatkan kekerasan butiran partikel D. Mg (Magnesium)

 Mempermudah proses penuangan.

 Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.  Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.  Menghaluskan butira Kristal secara efektif.  Meningkatkan ketahanan beban lanjut.

 Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada hasil cor. E. Ni (Nikel)

 Peningkatan kekuatan dan ketahanan bahan pada temperature tinggi.  Penurunan pengaruh unsur Fe (besi) dalam paduan.


(34)

17

F. Fe (Besi)

 Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada cetakan selama proses penuangan.

 Penurunan sifat mekanis.  Penurunan kekuatan Tarik.

 Timbulnya bintik keras pada hasil coran.  Peningkatan cacat porositas.

G. Zn (Seng)

 Meningkatkan sifat mampu cor.  Peningkatan kemampuan dimesin.  Mempermudah keuletan bahan.  Meningkatkan ketahanan korosi.  Menurunkan pengaruh baik dari besi.

 Kadar Zn terlalu tinggi dapat menimbulkan cacat rongga udara. H. Ti (Titanium)

 Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperature tinggi.  Memperhalus butiran dan permukaan.

 Mempermudah proses penuangan.

 Menaikkan viskositas logam cair dan mengurangi fluiditas logam 2.4.7 Paduan Al-Si-Cu

Aluminium yang dipadukan dapat memiliki beranekaragam karakteristik, sehingga sangat banyak dipakai untuk bermacam-macam kebutuhan. Aluminium paduan teMPa tanpa perlakuan panas (Non Heat-treatable wrought alloys) sering digunakan sebagai komponen elektrik, kertas aluminium foil, pemrosesan makanan, hampir semua rata-rata penggunaan kaleng, kebutuhan arsitektur, dan komponen-komponen Angkatan Laut. Aluminium Paduan dengan perlakuan panas (Heat-teatable wrought alloys) sering digunakan untuk ban truk


(35)

18

dan kendaraan-kendaraan berat, bodi luar semua aircraft, piston, kano, rel kereta api, dan rangka pesawat. Aluminium paduan cor (casting alloys) sering digunakan pada peralatan makan, mesin otomotif, bodi transmisi dan permesinan angkatan laut.

Tabel 2.9 Sifat Aluminium Paduan

Alloys Tensile Strength (psi) Yield Strength (psi) % Elongation Non Heat-treatable wrought alloys : 1100-O > 99% Al 13000 5000 40 1100-H18 24000 22000 10 3004-O 1.2% Mn-1.0% Mg 26000 10000 25 3004-H18 41000 36000 9 4043-O 5.2% Si 21000 10000 22 4043-H18 41000 39000 1 5182-O 4.5% Mg 42000 19000 25 5182-H19 61000 57000 4 Heat-treatable wrought alloys :

2024-T4 4.4% Cu 68000 47000 20 2090-T6 2.4% Li-2.7% Cu 80000 75000 6 4032-T6 12% Si-1% Mg 55000 46000 9 6061-T6 1% Mg-0.6% Si 45000 40000 15 7075-T6 5.6% Zn-2.5% Mg 83000 73000 11 Casting alloys :

201-T6 4.5% Cu 70000 63000 7 319-F 6% Si-3.5% Cu 27000 18000 2 356-T6 7% Si-0.3% Mg 33000 24000 3 380-F 8.5% Si-3.5% Cu 46000 23000 3 390-F 17% Si-4.5% Cu 41000 35000 1 443-F 5.2% Si (sand cast) 19000 8000 8 (permanent mold) 23000 9000 10 (die cast) 33000 16000 9

(sumber: Askeland, Donald R., The Science and Engineering of Materials 6th Edition, USD Yogyakarta)


(36)

19

2.5 Pengujian Tarik

Uji tarik merupakan salah satu pengujian destruktif (pengujian yang bersifat merusak benda uji). Pengujian dilakukan dengan memberikan beban tarik pada beban uji secara perlahan-lahan saMPai putus. Maka akan terlihat batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dari benda uji. Pelaksanaan pengujian sebagai berikut :

a. Ukur gage length dengan jangka sorong, lalu beri tanda. b. Catat nomor sepesimen yang akan di uji tarik.

c. Kemudian benda uji dipasang pada grip (penjepit) atas dan bawah pada mesin uji, dan dinaikan atau diturunkan grip bawah dengan kecepatan sedang sehingga penjepitan benda uji dalam posisi yang tepat. Kedudukan benda uji harus vertikal dan setelah itu kedua penjepit dikencangkan secukupnya. d. Power printer dihidupkan dan kertas mili meter blok dipasang pada printer. e. Mesin dijalankan dan catat angka yang ditampilkan pada data display saMPai

benda uji patah.

Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang disertai pengecilan penaMPang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian tarik, dapat dilakukan perhitungan untuk cari nilai dari tegangan maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus berikut :

1. Kekuatan Tarik :

(3)

Dengan adalah gaya maksimal = luas penaMPang mula-mula , adalah ultimate tensile strength atau tegangan tarik maksimum (kg/ )


(37)

20

2. Regangan :

(4)

Dengan adalah regangan, adalah Panjang ukur awal , merupakan panjang ukur akhir merupakan pertambahan panjang

Semakin besar panjang ukur, semakin besar pula nilai regangan karena pertambahan panjang akan semakin besar, dan rumus dari regangan sendiri berbanding lurus dengan berubahan panjang dan berbanding terbalik dengan panjang ukur awal benda uji. Percobaan tarik akan dilakukan untuk setiap bahan. Dari pengujian tarik dapat disimpulkan sifat mekanik dari suatu bahan yaitu :

a. Semakin tinggi kemampuan tegangan tarik suatu bahan maka akan lebih kuat juga bahan tersebut dapat menerima tegangan tarik, namun semakin rendah kemampuan tegangan tarik suatu bahan maka akan lebih lemah bahan dapat menerima tegangan tarik.

b. Semakin tinggi regangan maka bahan tersebut semakin mudah dibentuk, dan sebaliknya semakin kecil regangan maka bahan tersebut akan sulit dibentuk.

Gambar 2.3 Kurva Regangan dan Tegangan Uji Tarik (sumber: Soeparwi 2006)


(38)

21

Sifat-sifat terhadap beban tarik: a. Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas adalah ukuran kekakuan suatu material, semakin besar modulus elastisitas suatu material maka akan semakin kecil regangan elastis yang dihasilkan akibat pemberian tegangan pada material tersebut. Modulus elastisitas suatu bahan ditentukan oleh gaya ikatan antar atom pada material, karena gaya ini tidak dapat diubah tanpa terjadinya perubahan mendasar pada sifat bahannya, maka modulus elastisitas merupakan salah satu dari banyak sifat mekanik yang tidak mudah diubah. Sifat ini hanya dapat sedikit berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas atau pengerjaan dingin. Modulus elastisitas biasanya diukur pada suatu suhu tinggi dengan metode dinamik. Pada tegangan tarik rendah terdapat hubungan linier antara tegangan dan regangan yang disebut sebagai daerah elastis, pada daerah ini akan berlaku hokum Hooke. b. Batas Proporsional

Batas proporsional adalah tegangan maksimum elastis pada suatu material, sehingga apabila tegangan-tegangan yang diberikan tidak melebihi batas proporsional suatu material maka material tersebut tidak akan mengalami deformasi dan akan dapat kembali ke bentuk semula.

c. Batas Elastis

Batas elastis adalah tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh suatu material tanpa terjadi tegangan sisa permanen yang terukur. Pada saat beban ditiadakan material mampu kembali pada kemampuan awal lagi.


(39)

22

d. Kekuatan Luluh

Kekuatan luluh adalah tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan.

e. Tegangan Maksimum

Tegangan maksimum merupakan beban maksimum yang mampu diterima oleh material hingga sebelum material tersebut patah.

2.6 Korosi

Korosi adalah gejala destruktif yang mempengaruhi hampir semua logam, Menurut Denny A. Jones pada buku berjudul Principles and Prevention of Corrosion, definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau berkurangnya kualitas suatu bahan, dikarenakan reaksi dengan lingkungannya. Korosi tersebut bisa mengakibatkan bahan bertambah berat, bahan menjadi semakin ringan dan sifat-sifat mekanisnya berubah. Korosi harus dicegah karena sangat merugikan. Dari kerugian ekonomi saMPai kerugian materi.

Efek dari Korosi sendiri akan berpegaruh pada umur pemakaian material. Maka untuk mengetahui cepat atau lambatnya korosi pada sebuah material dapat diperhitungankan melalui persamaan :

Dengan adalah laju reaksi korosi, ketetapan laju ukuran energy bebas aktivasi dinyatakan dengan

Dengan A adalah tetapan, adalah energy bebas (selisih energy bebas antara logam dan produk korosinya) dan R tetapan gas universal serta temperatur dinyatakan dengan T.


(40)

23

Korosi pada logam sangatlah beragam, disebabkan karena kondisi lingkungan saMPai pada kondisi dari logam itu tersendiri. Adapun jenis-jenis korosi yang bias terjadi pada logam:

2.6.1 Korosi Merata (uniform)

Korosi ini merata di seluruh permukaan logam dan termasuk korosi yang paling sering dijuMPai. Korosi ini dikontrol oleh reaksi kimia antara permukaan logam dengan media pengkorosifnya. Korosi ini bisa terjadi dikarenakan komposisi dan metalurgi material yang sama. Dengan keseragaman tersebut, pelepasan electron akan merata keseluruh permukaan.

Gambar 2.4 Korosi Merata (sumber: Budi Hartono 2011) 2.6.2 Korosi Galvanis (bimetal)

Korosi ini terjadi karena proses elektrokimiawi dua buah logam yang berbeda potensial dihubungkan langsung didalam larutan elektrolit yang sama. Dimana elektron mengalir dari logam anodic (kurang mulia) ke logam yang lebih katodik (lebih mulia), akibatnya logam yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron.


(41)

24

Gambar 2.5 Prosews Elektrokimia Korosi Galvanis (sumber: Busman 2010)

2.6.3 Korosi Celah

Korosi celah merupakan korosi local yang mempunyai celah antara keduanya yang mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi asam. Biasanya terjadi dikarenakan celah tersebut terisi oleh elektrolit yang mengakibatkan terjadinya sel korosi dengan katodanya adalah sisi luar permukaan celah dan anodanya adalah elektrolit yang mengisi celah itu sendiri.

Gambar 2.6 Korosi Celah

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion) 2.6.4 Korosi Sumuran (pitting)

Merupakan korosi lokal yang terjadi pada logam secara lokal selektif yang menghasilkan bentuk permukaan lubang-lubang pada logam. Korosi jenis ini dianggap lebih berbahaya daripada korosi seragam dikarenakan lebih sulit terdeteksi. Mekanisme korosi pitting hamper sama dengan korosi celah. Korosi pitting ditandai dengan pembentukan lubang ataupun sumur pada permukaan logam.


(42)

25

Gambar 2.7 Korosi Sumuran

(Sumber : Jones, DA. : Principles and Prevention of Corrosion)

2.6.5 Korosi Batas Butir (Intergranular)

Korosi batas butir merupakan serangan korosi yang terjadi pada batas kristal (butir) dari suatu paduan karena paduan yang kurang sempurna (ada kotoran yang masuk/endapan) atau adanya gas hidrogen atau oksigen yang masuk pada batas kristal/butir. Batas butir ini sering menjadi teMPat pengendapan (precipitation) dan pemisahan (segregation). Pengendapan dan pemisahan terjadi dikarenakan pada logam terkandung logam antara dan senyawa pada batas butirnya. Pada dasarnya logam yang mempunyai logam antara dan senyawa pada batas butirnya akan sangat rentan terhadap korosi batas butir. Jenis korosi ini sangat berbahaya karena tidak dapat dilihat secara kasat mata.

Gambar 2.8 Setruktur Mikro Korosi Intergranular (Sumber: Hardiana 2010)


(43)

26

2.6.6 Korosi Retak Tegang

Korosi retak tegang adalah keretakan akibat tegangan tarik dan media korosif secara bersamaan dan terjadi pada material yang spesifik. Karakteristik dari korosi ini adalah perpatahannya gatas dimana retakan terjadi dengan regangan yang kecil dari material.

2.6.7 Korosi Selektif

Korosi selektif adalah suatu bentuk korosi yang terjadi karena pelarutan komponen tertentu dari paduan logam. Pelarutan ini terjadi pada salah satu unsur paduan atau komponen dari paduan logam yang lebih aktif yang menyebabkan sebagaian besar dari pemadu tersebut hilang dari paduannya.

2.6.8 Korosi Erosi

Korosi erosi terjadi akibat aliran dari suatu fluida yang mengalir sangat cepat sehingga merusak permukaan logam dan lapisan film pelindung.

Gambar 2.9 Korosi Erosi (Sumber: Jones 1991)

Amonia (NH3) merupakan bahan kimia yang cukup banyak digunakan dalam kegiatan industri. Pada suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam bentuk gas


(44)

27

dan sangat mudah terlepas ke udara, bahan ini berada dalam bentuk gas dan sangat mudah terlepas ke udara. Di dunia industry ammonia umumnya digunakan sebagai bahan anti beku (refrigerant) di dalam alat pendingin. Bukan hanya itu saja, dalam aplikasi alat pendingin absorbsi yang digunakan sebagai refrigerant adalah ammonia. Tentu saja dalam prosesnya pengaruh ammonia tersebut akan menyebabkan korosi.

2.7 Tinjauan Pustaka

2.7.1 Tegangan yang Bekerja pada Sudu Kincir

Sebuah penelitian oleh Nurimbetov A., dkk, (2015) yang berjudul

Optimization of Windmill’s layered Composite Blades to reduce Aerodinamic noise

and Use in Construction of “Green” Cities”. Mengungkapkan tegangan yang bekerja pada sebuah blade adalah tegangan tarik dan tegangan geser.

Gambar 2.10 Distribusi Tegangan Tarik pada Sudu Kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass


(45)

28

Gambar 2.11 Distribusi Tegangan Geser pada Sudu Kincir (a) karbon silikat (b) boroaluminium (c) fiberglass

2.7.2 Laju Korosi

Menurut F. Corvo, T. Perez, L.R. Dzib, dkk, Corrosion Science Vol 50

2 8 y b r udu “Outdoor-indoor corrosion of metal in tropical coastal

atmospheres” telah meneliti laju korosi pada eMPat jenis logam diantaranya baja karbon, tembaga, zink dan aluminium dengan tiga kondisi perkorosian. Outdoor atau pada udara terbuka di pesisir pantai, sheltered atau diberi perlindungan berupa atap sehingga logam akan terkena kondisi udara pesisir pantai namun tidak terpengaruh oleh presipitasi atau tidak terkena hujan. Kondisi ketiga dimana dibuat media perlindungan dan hanya diberikan ventilasi saja untuk masuknya udara terbuka pesisir pantai (vent sheltered).


(46)

29

Tabel 2.10 Laju korosi dari baja, tembaga, zink, dan aluminium dalam (g/m2) di Viriato stasiun pesisir (Kuba)

Pada jurnal penelitian ini aluminium yang diberi perlakuan korosi secara outdoor atau pada kondisi udara pesisir pantai tanpa perlindungan apapun, menghasilkan laju korosi 2,15 gram/m2 dengan rentang waktu enam bulan. Diharapkan pada penelitian ini hasil laju korosi benda uji Al – Si – Cu yang diberi perlakuan korosi selama eMPat bulan dapat mendekati angka tersebut.


(47)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir

Gambar 3.1 Diagram Alir Tanpa perlakuan

korosi

Perlakuan pengujian korosi

Uji tarik Uji tarik Pengujian laju

korosi

Pembahasan

Kesimpulan

Aluminium 8,5% Silikon dengan penambahan tembaga

6% Peleburan dan

pengecoran dengan cetakan Aluminium

tanpa paduan

Persiapan alat dan bahan yang diperlukan


(48)

31 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam membuat benda uji adalah aluminium, silicon dan tembaga. Aluminium dan tembaga diperoleh di toko daerah Jogjakarta, lalu bahan dipotong kecil-kecil, silikon yang didapat di daerah Ceper, Klaten di hancurkan hingga berbentuk halus. Alat-alat yang diperlukan untuk pengecoran anara lain cetakan gerabah, kowi, tabung solar, thermokopel dan burner. Proses pengecoran tersebut akan menghasilkan 2 jenis spesimen uji, yaitu :

1. Aluminium tanpa paduan

2. Aluminium Silikon Tembaga dengan kadar silikon 8,5% tembaga 6% 3.2.2 Alat – alat Penelitian

Alat – alat yang diperlukan dalam proses pengujian antara lain :

a. Mesin Uji Tarik, milik Laboratorium Ilmu Logam, Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma


(49)

32

b. Neraca digital, milik Laboratorium Analisis pusat, Jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma

Gambar 3.3 Neraca digital c. Gelas ukur


(50)

33

3.3 Proses Peleburan Logam dan Pengecoran 3.3.1 Bahan Coran

Bahan – bahan yang digunakan dalam proses pengecoran anatara lain: a. Aluminium

Gambar 3.5 Aluminium b. Tembaga


(51)

34 c. Batuan Silikon

Gambar 3.7 Batuan silikon

3.3.2 Alat – alat yang digunakan

Alat – alat yang dipergunakan dalam proses pengecoran antara lain: 1. Tabung bertekanan


(52)

35 2. Selang tembaga

Gambar 3.9 Selang tembaga 3. Burner


(53)

36 4. Kompresor

Gambar 3.11 Kompresor 5. Tang


(54)

37 6. Tungku

Gambar 3.13 Tungku 7. Kowi


(55)

38 8. Thermokopel

Gambar 3.15 Thermokopel 9. Stopwatch


(56)

39 10.Kunci Pas Ring

Gambar 3,17 Kunci ring 11.Cetakan gerabah


(57)

40 12.Palu, gergaji tangan dan kikir

Gambar 3.19 Palu

Gambar 3.20 Gergaji tangan


(58)

41 3.3.3 Proses Persiapan Pengecoran Logam Proses peleburan logam adalah sebagai berikut:

1. Aluminium (Al) diukur dan dikelompokkan menurut koposisinya.

2. Aluminium (Al) yang berbentuk silinder dipotong – potong pendek sesuai tinggi kowi, agar setelah mencair agar tidak meluber.

3. Batuan silicon metal (Si) dihaluskan hingga halus untuk memudahkan proses peleburan, kemudian timbang sesuai dengan komposisinya.

4. Tembaga (Cu) yang berbentuk silinder ditimbang sesuai komposisinya dan dipotong sesuai tinggi kowi.

5. Bahan bakar Solar dan corong untuk pengisian disiapkan.

6. Tabung bahan bakar diisi solar sampai penuh lalu diberi tekanan denagn memakai pompa hingga bar tekanan penuh.

7. Burner dibersihkan dari kerak dengan menggunakan kompresor dan diberi TBA pada ulir penghubung selang tembaga.

8. Selang tembaga disambung dengan tabung bahan bakar dan burner. Pada sambungan di berikan TBA dan dikencangkan menggunakan kunci pas 8.


(59)

42

3.3.4 Proses Peleburan dan Pengecoran Logam

Gambar 3.22 Proses Peleburan Prosedur Peleburan adalah sebagai berikut:

1. Aluminium (Al), silicon (Si), dan tembaga (Cu) yang sudah ditimbang dan dikelompokkan disiapkan.

2. Aluminium (Al), silicon (Si), dan tembaga (Cu) dimasukkan kedalam kowi sesuai dengan komposisinya.

3. Kowi diletakkan didalam tungku dan dibawahnya diberi batu tahan api agar semburan dari burner pas menuju ke kowi

4. Pada tempat keluarnya api pada burner dituang oli untuk membantu pemanasan burner.

5. Api dinyalakan pada burner dan tunggu sampai panas.

6. Setelah burner mulai panas dan solarmulai menyembur. Tuas tabung bahan bakar akan dibuka, (dilakukan sesuai kebutuhan uantuk menyetel nyala api)


(60)

43

7. Setelah kurah lebih 5 menit, nyala api akan menunjukkan pengapian sempurna.

8. Aluminium (Al) mulai melunak sekitar ±40 menit. 9. Kowi ditutup agar peleburan menjadi sempurna.

10.Paduan diaduk agar aluminium (Al), silikon (Si) dan tembaga (Cu) tercampur dengan baik.

11.Sekitar ±56 menit bahan sudah terlebur sempurna.

12. Kowi dapat diangkat dari tungku dengan tang penjepit selanjutnya dituang ke dalam cetakan gerabah sudah disiapkan yang sebelumnya juga sudah di panaskan (agar cetaan bisa sempurna dan merata).

13.Penuangan membutuhkan waktu kurang lebih nsekitar 3-5 Detik. 3.3.5 Pembongkaran Hasil Coran

Paduan yang sudah dicoran akan didiamkan selama 24 jam hingga dingin. Cetakan terbuat dari tanah liat atau gerabah, maka dalam proses pembongkaran hasil coran dilakukan dengan cara memukul dengan palu hingga cetakan pecah dan bersihkan benda uji dari sisa pecahan cetakan. Selanjutnya benda uji akan dibentuk dengan alat milling.


(61)

44 3.4 Pembuatan Benda Uji

Hasil coran berupa 2 plat kotak dengan ukuran 15 cm x 15 cm x 3 cm selanjutnya akan diratakan dengan mesin milling, benda uji akan diratakan sehingga mencapai ketebalan 2 – 2,5 cm. Hasil coran digergaji menjadi 10 bagian, lalu dibubut hingga membentuk silinder dengan dimensi 12 cm x 1 cm x 1 cm, sehingga menghasilkan 20 spesimen benda uji. Dalam 4 bulan, perbulan ada 3 spesimen yang akan diuji ketahanan korosinya, masing – masing akan diuji tarik. Sebagai landasan 3 spesimen dengan umur 0 bulan, akan diuji massa jenis dan uji tarik.

Gambar 3.24 tabel Standar Tes Tegangan dengan Spesimen Bundar dan Contoh Spesimen Ukuran Kecil yang Proposional sebagai Standar Spesimen.

(Sumber : ASTM A370. : Standard Test Method and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products)

Menurut table ASTM A370 seperti pada Gambar 3.2 sebagai specimen uji tarik penulis mengambil ukuran standar yaitu, Small-Size Spesimens Proportional to Standard dengan Nominal Diameter 6,25mm, Gage length (G) 25.0mm, Diameter (D) 6.25, Radius of fillet (R) 5mm, dan Length or reduced section (A) 32mm. Berikutdimensi specimen uji tarik seperti tersaji dalam Gambar 3.3.


(62)

45

Gambar 3.25 Dimensi spesimen

3.5 Tahap Pengujian Bahan 3.5.1 Pengujian Masa Jenis

Pengujian massa jenis adalah sebagai berikut :

a. Spesimen yang sudah dimachining diberi nomor menurut komposisi, antara paduan Al -8,5%Si -6%Cu dan Al tanpa paduan.

b. Sebelum diberi perlakuan korosi, semua spesimen diberi nomor, ditimbang dan diukur volumenya.

c. Spesimen ditimbang dengan menggunakan neraca digital sebagai data (m). d. Spesimen diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur berkapasitas 50

ml.

e. Gelas ukur diisi air sebanyak 40 ml.

f. Spesimen dimasukkan ke dalam gelas ukur. Selisih penambahan volume dicatat sebagai data (v).


(63)

46

g. Data spesimen kemudian ditentukan massa jenisnya dengan menggunakan rumus:

�= �

Dengan, � adalah massa jenis dengan satuan gram/dm3, � merupakan massa spesimen (gram), dan � merupakan volume (dm3).

3.5.2 Pengujian Tegangan Tarik

Pengujian tarik dilakukan dengan tujuan untuk menentukan sifat-sifat mekanis material antara lain kekuatan tarik dan regangan.

Proses pengujian tarik adalah sebagai berikut:

a. Benda uji dipasang pada penjepit atau chock atas dan bawah pada alat uji tarik. Penjepit bawah dinaikkan dan diturunkan dengan kecepatan lambat, sehingga penjepit benda uji dalam posisi yang tepat, diusahakan agar kedudukan dari benda uji betul-betul vertikal, kemudian kedua penjepit atau chuck dikencangkan.

b. Benda uji diberi beban tarik, sehingga benda uji akan bertambah panjang dan sampai pada saat benda uji tersebut akan putus atau patah. Perpatahan yang diharapkan adalah pada bagian panjang ukur dari benda uji, apabila patah terjadi di luar benda uji, pengujian tersebut dinyatakan gagal.

c. Data yang didapatkan kemudian dicatat selama pengujian tarik (pertambahan beban dan pertambahan panjang) dengan interval yang ditentukan.

d. Beban tarik maksimal dan kekuatan tarik maksimum setelah benda uji putus dicatat

e. Pertambahan panjang yang tertera pada mesin uji dicatat setelah benda uji patah.


(64)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

Pengujian komposisi kimia bahan uji aluminium dilakukan untuk mengetahui unsur paduan aluminium yang akan diuji. Hasil pengujian komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 4.1

Table 4.1 Komposisi Kimia Paduan Aluminium Cor

UNSUR SAMPEL UJI

15/S-1961 (%) Devinisi

Al 98,64 0,1082

Si 0,194 0,0065

Fe 0,240 0,0142

Cu 0,170 0,0007

Mn 0,0438 0,0002

Mg <0,0500 <0,0000 Cr <0,0150 <0,0000 Ni <0,0200 <0,0000

Zn 0,505 0,101

Sn <0,0500 <0,0000

Ti 0,0148 0,0017

Pb <0,0300 <0,0000 Be <0,0001 <0,0000

Ca 0,0031 0,0002

Sr <0,0005 <0,0000

V 0,0222 0,0016


(65)

48

Table 4.1 adalah paduan komposisi aluminium, dapat dilihat aluminium sudah memiliki Si 0,194% dan Cu 0,17%, maka kadar Si dan Cu yang ditambahkan pada aluminium sebanyak 8,306% dan 3,83%.

4.1.1 Data Penelitian Pengujian Massa Jenis

Pengujian massa jenis dilakukan pada spesimen aluminium tanpa paduan dan spesimen paduan Al 8,5%Si 6%cu. Perhitungan dilakukan dengan pengukuran volume dan massa yang telah diukur menggunakan gelas ukur dan neraca digital. Semua spesimen diukur pada tanpa paduan sebelum dikorosikan di pinggir pantai, perhitungan massa jenis di peroleh dengan:

Hasil pengujian massa jenis aluminium tanpa paduan dan paduan Al-8,5%Si-6%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.


(66)

49

Table 4.2 Massa Jenis Aluminum Tanpa Paduan

Spesimen Volume (ml)

Volume (dm³)

massa

(g) massa jenis (g/dm³)

1 7,30 0,0073 19,81 2714,79

2 6,30 0,0063 17,11 2716,03

3 6,40 0,0064 17,57 2745,78

4 6,60 0,0066 17,38 2634,54

5 6,80 0,0068 17,99 2646,02

6 7,50 0,0075 20,16 2689,20

7 7,30 0,0073 19,95 2733,97

8 7,30 0,0073 19,38 2655,89

9 7,30 0,0073 19,52 2674,11

10 7,30 0,0073 19,42 2661,09

11 6,60 0,0066 17,42 2640,30

12 7,30 0,0073 19,52 2674,11

13 7,30 0,0073 19,39 2656,30

14 7,30 0,0073 19,37 2653,56

15 6,30 0,0063 16,52 2623,17


(67)

50

Table 4.3 Massa Jenis Paduan Al-8,5%Si-6%Cu

spesimen Volume (ml) Volume(md³) massa

(g)

massa jenis (g/dm³)

1 7,5 0,0075 21,90 2920,26

2 7,4 0,0074 21,83 2951,08

3 7,6 0,0076 21,95 2888,42

4 7,6 0,0076 21,99 2893,81

5 7,8 0,0078 19,99 2563,20

6 7 0,007 21,45 3065,14

7 7,4 0,0074 19,34 2613,64

8 7,6 0,0076 22,78 2997,5

9 7,2 0,0072 18,04 2505,97

10 7,4 0,0074 20,00 2703,78

11 7,2 0,0072 20,85 2896,80

12 7,2 0,0072 19,37 2690,97

13 7,4 0,0074 21,17 2861,62

14 7,2 0,0072 21,89 3040,69

15 7,4 0,0074 21,91 2962,02

rata-rata 2836,99

Pada massa jenis Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 terdapat data yang kurang baik sehingga diperlukan perhitungan ulang menggunakan rumus standar deviasi. Berikut akan ditampilkan kembali data jenis yang sudah diperbaiki mengguakan rumus standar deviasi. Data akan disajikan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.

Perhitungan standar deviasi:

s =

∑ ̅


(68)

51

Tabel 4.4 Massa Jenis Aluminium Tanpa Paduan Setelah Mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi.

Spesimen Voloume (ml) Volume (dm³) massa (g) massa jenis (g/dm³)

5 6,80 0,0068 17,99 2646,02

6 7,50 0,0075 20,16 2689,20

8 7,30 0,0073 19,38 2655,89

9 7,30 0,0073 19,52 2674,11

10 7,30 0,0073 19,42 2661,09

11 6,60 0,0066 17,42 2640,30

12 7,30 0,0073 19,52 2674,11

13 7,30 0,0073 19,39 2656,30

14 7,30 0,0073 19,37 2653,56

Tabel 4.5 Massa Jenis Paduan Al-8,5%Si-6%Cu Setelah Mempergunakan Perhitungan Standar Deviasi.

spesimen Volume

(ml) Volume(md³)

massa (g)

massa jenis (g/dm³)

1 7,5 0,0075 21,902 2920,26667

2 7,4 0,0074 21,838 2951,08108

3 7,6 0,0076 21,952 2888,42105

4 7,6 0,0076 21,993 2893,81579

8 7,6 0,0076 22,781 2997,5

10 7,4 0,0074 20,008 2703,78378

11 7,2 0,0072 20,857 2896,80556

12 7,2 0,0072 19,375 2690,97222

13 7,4 0,0074 21,176 2861,62162

14 7,2 0,0072 21,893 3040,69444


(69)

52

4.1.2 Data Penelitian Pengujian Kekuatan Tarik

Pengujian kekuatan tarik dilakukan pada spesimen aluminium tanpa paduan dan spesimen paduan Al-8,5%Si-6%Cu. Pengujian menggunakan alat uji tarik, menghasilkan nilai beban tarik (kg), elongation atau pertambahan panjang (mm) dan print out grafik hubungan beban dan pertambahan panjang. Adapun penghitungan kekuatan tarik dilakukan dengan rumus :

Hasil pengujian tarik aluminium tanpa paduan dan paduan Al -8,5%Si -6%Cu dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7.


(70)

53

Table 4.6 Kekuatan Tarik Aluminium Tanpa Paduan

Nomor Spesimen gage length (mm) diameter (mm) beban (kg) elongasi ∆L mm A

(mm²) ɛ

σ

(kg/mm²)

σ

(MPa) Umur 1 2,50 6,40 383,20 0,10 32,15 4% 11,92 116,79

0 bulan 2 2,50 6,15 338,20 0,05 29,69 2% 11,39 111,63

3 2,50 6,10 327,00 0,10 29,21 4% 11,19 109,71 4 2,50 6,30 369,50 0,25 31,26 10% 11,86 116,22

1 bulan 5 2,50 6,25 250,10 0,10 30,66 4% 8,16 79,93

6 2,50 6,20 318,00 0,20 30,18 8% 10,54 103,28 7 2,50 6,25 186,20 0,05 30,66 2% 6,07 59,51

2 bulan 8 2,50 6,30 205,10 0,05 31,16 2% 6,58 64,51

9 2,50 6,25 269,50 0,10 30,66 4% 8,79 86,13 10 2,50 6,30 273,60 0,15 31,16 6% 8,78 86,06

3 bulan 11 2,50 6,30 75,40 0,05 31,16 2% 2,42 23,72

12 2,50 6,30 152,70 0,15 31,16 6% 4,90 48,03 13 2,50 6,25 73,40 0,05 30,66 2% 2,39 23,46

4 bulan 14 2,50 6,30 118,60 0,10 31,16 4% 3,81 37,30


(71)

54

Table 4.7 Kekuatan Tarik Paduan Al-8,5%Si-6%Cu

nomer spesimen gage length (mm) diameter (mm) beban (kg) elongasi AL (mm)

A (mm²) ɛ σ

(kg/mm²) σ MPa) umur 1 2,5 6,15 426,1 0,15 29,69 6% 14,35 140,64

0 Bulan 2 2,5 6,15 439,8 0,2 29,69 8% 14,81 145,16

3 2,5 6,2 430,6 0,2 30,17 8% 14,26 139,84 4 2,5 6,2 417,6 0,25 30,17 10% 13,83 135,62

1 Bulan 5 2,5 6,2 169,7 0,15 30,17 6% 5,62 55,11

6 2,5 6,2 82 0,1 30,17 4% 2,71 26,63

7 2,5 6,2 226,6 0,2 30,17 8% 7,50 73,59

2 Bulan 8 2,5 6,2 386,7 0,1 30,17 4% 12,81 125,58

9 2,5 6,15 123,1 0,05 29,69 2% 4,14 40,63 10 2,5 6,3 394,7 0,2 31,15 8% 12,66 124,14

3 Bulan 11 2,5 6,2 371,6 0,2 30,17 8% 12,31 120,68

12 2,5 6,2 366,6 0,3 30,17 12% 12,14 119,05 13 2,5 6,15 414,6 0,15 29,69 6% 13,96 136,84

4 Bulan

14 2,5 6,3 91,5 0,05 31,15 2% 2,93 28,78


(72)

55

4.2 Pembahasan

Proses peleburan spesimen secara manual dengan menggunakan burner dengan bahan bakar solar, media yang digunakan dalam pengecoran terbuat dari bahan gerabah/tanah liat. Proses machining dilakukan dengan gergaji,mesin milling dan mesin bubut, menghasilkan 30 buah spesimen yang terdiri 15 buah spesimen aluminium tanpa paduan dan 15 buah spesimen aluminium paduan Al-8,5%Si-6%Cu. Semua spesimen ditimbang di Laboratorium Analisis Pusat, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, kemudian diberi nomor. Pada tanggal 15 Desember 2015 spesimen mulai diberikan perlakuan korosi yaitu dengan cara digantung di pinggir Pantai Pelangi, Depok, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tanggal 15 dengan rentan satu bulan, tiga buah spesimen diambil sebagai data korosi dan data kekuatan tarik. Setelah diambil spesimen ditimbang di Laboratorium Analisis Pusat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma kembali kemudian dilakukan pengujian tarik di Laboratorium Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. Proses pengambilan benda uji dilakukan secara berturut-turut setiap bulannya dan dilakukan selama eMPat bulan sehingga pengambilan data korosi berakhir pada tanggal 15 April 2016.

4.2.1 Pembahasan Pengujian Massa Jenis

Pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3, menunjukkan angka rata-rata massa jenis aluminium tanpa paduan yaitu 2674,59 gr/dm3, dan pada paduan Al-8,5%Si-6%Cu yaitu 2836,99 gr/dm3. Peningkatan massa jenis dari paduan Al-Si-Cu dikarenakan 6% massa aluminium digantikan oleh 6% massa tembaga, dari massa jenis tembaga teoritis yaitu 8930 gram/dm3. Massa jenis paduan Al-Si-Cu ini juga dipengaruhi 8,5% massa silikon teoritis 2329 gram/dm3.

Perbedaan massa jenis aluminium tanpa paduan sebelum proses pengecoran yaitu 2698,51 gram/dm3, dan sesudah proses pengecoran yaitu 2674,59 gram/dm3 disebabkan karena proses pengecoran yang dilakukan secara manual. Pengecoran


(73)

56

secara manual memiliki kemungkinan adanya udara yang terjebak di dalam spesimen saat pengecoran dan menyebabkan adanya kekosongan (vacancy) pada batas butir sehingga menyebabkan turunnya massa jenis dari benda uji.

4.2.2 Pembahasan Pengujian Kekuatan Tarik Terhadap Korosi

Hasil grafik kekuatan tarik yang didapat dari data kekuatan tarik aluminium murni dan aluminium paduan

Gambar 4.1 Hubungan Kekuatan Tarik Aluminium Tanpa Paduan dengan Aluminium 8,5%Si-6%Cu Sebelum dan Setelah Proses Korosi 4 Bulan Pada Gambar 4.1 dapat dilihat kekuatan kekuatan tarik aluminium tanpa paduan lebih rendah dibandingkan aluminium paduan 8,5%Si-6%Cu, pada aluminium tanpa paduan hasil pengujian tarik menunjukkan bahwa kekuatan tarik setiap spesimen mengalami penurunan yang sangat cepat pada setiap bulannya. Spesimen aluminium tanpa paduan mengalami penurunan rata-rata 21,25MPa dari mula-mula. Korosi ini sangat cepat dikarenakan tidak adanya campuran paduan di dalam aluminium tanpa paduan. Penurunan kekuatan tarik pada aluminium paduan Al-8,5%Si-6%Cu penurunannya tidak terlalu signifikan pada setiap bulannya.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

0 1 2 3 4

T e g a n g a n Bulan Tanpa Paduan Al-8,5%Si-6%Cu


(74)

57 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penambahan 8,5%Si-6%Cu meningkatkan massa jenis sebesar 5,72% dari spesimen aluminium tanpa paduan, yang awalnya 2674,59 gr/dm³ menjadi 2836,99 gr/dm³. Kekuatan tarik spesimen paduan Al-8,5%Si-6%Cu meningkat 28% dari aluminium tanpa paduan, menjadi 100,99 MPa..

2. Perlakuan korosi selama empat bulan pada aluminium tanpa paduan menyebabkan penurunan rata-rata kekuatan tarik sebesar 75,45% dari awal sebelum perlakuan korosi hingga pada bulan keempat menjadi 27,67 MPa. Paduan 8,5%Si-6%Cu memberikan penurunan kekuatan tarik yang lebih rendah, yaitu 36,99% pada bulan keempat menjadi 89,39 MPa.


(75)

58 5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian ini, penulis memberikan saran agar untuk kedepanya memperoleh hasil yang lebih baik. Ada beberapa saran yang penulis berikan adalah:

1. Agar hasil coran dapat lebih baik, sebaiknya Universitas membeli alat pengecoran yang lebih moderen.

2. Sebaiknya pengujian korosi dilakukan di dua kondisi, yaitu dikondisi pinggir pantai dan dikondisi perkotaan agar dapat dibandingkan udara dengan kadar garamnya.


(76)

Askeland, Donald R., Phule P., 2011, The Science and Engineering of Materials 6th Edition. Solid State, New Delhi.

Craig, H.L. Jr., 1972, Stress-Corrosion Cracking of Metals-a State of the Art, ASTM-STP 518. Fontana, Mars G., 1986, Corrosion Engineering 3rd Edition, B & Jo Enterprise PTE LTD, Singapore.

Jones, Denny A., 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, Ontario, Canada.

Metal Handbook Ninth Edition, American Society for Metal.

Spiegel, Murray R., Stephens, Larry J., Schaum’s Outlines : Sta tistik Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.

Surdia, T., Chijiwa K., 1976, Teknik Pengecoran Logam, edisi kedua. Pradnya Paramita, Jakarta.

Surdia, T., Saito, S., 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan ketiga. Pradnya Paramita, Jakarta.

Trethewey, KR., Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

Lampiran 1.4 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Aluminium Kondisi Awal Nol Bulan F(kg)

∆L(mm) ∆L(mm)

F(kg)

F(kg)


(82)

Lampiran 1.5 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Aluminium Kondisi Awal Bulan Pertama F(kg)

∆L(mm)

F(kg)

∆L(mm)

∆L(mm) F(kg)


(83)

Lampiran 1.6 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Aluminium Kondisi Awal Bulan Kedua F(kg)

∆L(mm)

F(kg)

∆L(mm)

∆L(mm) F(kg)


(84)

Lampiran 1.7 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Aluminium Kondisi Awal Bulan Ketiga ∆L(mm)

F(kg)

∆L(mm) F(kg)

∆L(mm) F(kg)


(85)

Lampiran 1.8 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Aluminium Kondisi Awal Bulan Keempat F(kg)

∆L(mm) F(kg)

∆L(mm)

F(kg)


(86)

Lampiran 1.9 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Nol ∆L(mm)

F(kg) F(kg)

∆L(mm)

∆L(mm) F(kg)


(87)

IMAGE 9

Lampiran 1.10 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Kesatu F(kg)

∆L(mm)

∆L(mm) ∆L(mm)

F(kg)


(88)

Lampiran 1.11 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Kedua ∆L(mm)

∆L(mm) ∆L(mm)

F(kg)

F(kg)


(89)

Lampiran 1.12 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Ketiga F(kg)

F(kg) F(kg)

∆L(mm) ∆L(mm)


(90)

Lampiran 1.13 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Keempat F(kg)

F(kg)

F(kg)

∆L(mm) ∆L(mm)


(91)

(92)

(1)

Lampiran hasil tegangan tarik dari spesimen Al8,5%Si-6%Cu pada bulan kesatu

IMAGE 9

Lampiran 1.10 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Kesatu F(kg)

∆L(mm)

∆L(mm) ∆L(mm)

F(kg)


(2)

Lampiran hasil tegangan tarik dari spesimen Al8,5%Si-6%Cu pada bulan kedua

Lampiran 1.11 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Kedua ∆L(mm)

∆L(mm) ∆L(mm)

F(kg)

F(kg)


(3)

Lampiran hasil tegangan tarik dari spesimen Al8,5%Si-6%Cu pada bulan ketiga

Lampiran 1.12 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Ketiga F(kg)

F(kg) F(kg)

∆L(mm) ∆L(mm)


(4)

Lampiran hasil tegangan tarik dari spesimen Al8,5%Si-6%Cu pada bulan keempat

Lampiran 1.13 Hasil Pengujian Tegangan Tarik Al-8,5%Si-6%Cu Bulan Keempat F(kg)

F(kg)

F(kg)

∆L(mm) ∆L(mm)


(5)

Lampiran hasil uji mikro pada spesimen aluminium kondisi awal


(6)

Lampiran uji mikro pada spesimen aluminium paduan 8,5%Si-6%Cu